Anda di halaman 1dari 51

REFERAT MENINGITIS PURULENTA

DAN MENINGITIS SEROSA

NARISWARI PRAMEGIA
07120110074

BAB I
PENDAHULUAN
-

Infeksi

SSP

menjadi

masalah

yang

perlu

diperhatikan

karena

menyebabkan kerusakan permanen ketika anak masih hidup

Meningitis merupakan salah satu infeksi SSP yang masih sering terjadi
di negara berkembang. Terbanyak disebabkan oleh virus dan bakteri

Di dunia sekuele neurologis pada meningitis 20%

Di negara berkembang 50-60%

Kecepatan dan ketepatan diagnosis dan terapi dibutuhkan untuk


memperbaiki prognosis

BAB 2
ISI
DEFINISI
Meningitis : radang yang mengenai sebagian atau semua lapisan
selaput otak yang membungkus jaringan otak sampai sumsum
tulang belakang yang terdiri dari Duramater,

Arachnoid

dan

Piamater.

Meningitis purulenta : radang selaput otak (arakhnoidea dan


piamater) yang menimbulkan eksudasi berupa pus sehingga cairan
otak menjadi keruh, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non
virus.

Meningitis Serosa : radang subakut atau kronis


selaput otak yang paling sering disebabkan oleh
kuman spesifik seperti Mycobacterium tuberculosa
serta virus yang disertai cairan otak yang jernih.

ETIOLOGI

Meningitis Purulenta
Di Jakarta : paling banyak Pneumokokkus dan H.
influenza
Di negeri barat : meningokokus
Neonatus

Bayi dan anak

Dewasa

E. Coli

H. Influenza

Pneumokokus

Streptokokus

Pneumokokus

Meningokokus

Stafilokokus

Meningokokus

Stafilokokus

pneumokokus

E. Coli

Streptokokus

Streptococcus

H. influenza

Meningitis Serosa

Penyebab tersering : Mycobacterium tuberkulosis


bakteri berbentuk batang, berukuran 0,4-3m
mempunyai sifat tahan

asam, dapat hidup selama

berminggu-minggu dalam keadaan kering,

serta lambat

bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam)

Penyebab lain : virus Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie


virus , Herpes simplex , Herpes zooster, dan enterovirus

EPIDEMIOLOGI

Meningitis Purulenta
menyerang anak usia <2 tahun, puncak : usia 6-18 bulan
Penyebab utama anak : Haemophilus influenzae tipe B (Hib)
dan Streptococcus pneumoniae
Hib menurun 94%, dan S. pneumoniae menurun dari 51,598,2 kasus/100.000 anak usia 1 tahun menjadi 0 kasus setelah
4 tahun program imunisasi nasional PCV7 dilaksanakan.
Di

Indonesia,

kasus

tersangka

meningitis

purulenta

158/100.000 per tahun, dengan etiologi Hib 16/100.000

Meningitis Serosa Tuberkulosa

-Di Indonesia meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan


karena morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi
-Angka kejadian tertinggi : umur 6 bulan - 5 tahun
-Angka kematian : 10-20%.
-hanya 18% pasien kembali normal secara neurologis dan
intelektual.

Meningitis Viral

gejala hanya pada 1 dari 3000 kasus

Mumps 10-20%

Insiden 20x lebih besar pada tahun pertama


kehidupan

Neonatus <7 hari enterovirus

Mumps, polio, measles dapat dicegah melalui


vaksinasi

Diluar periode neonatal mortalitas <1%

Lebih sering pada anak dibanding dewasa

PATOGENESIS MENINGITIS PURULENTA


Aliran darah (hematogen) karena infeksi di tempat lain :
faringitis, tonsilitis, endokarditis, penumonia, infeksi gigi.
Perluasan langsung dari infeksi (per kontinuitatum) : infeksi
dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus kavernosus.
Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah
otak, punksi lumbal, dan mielokel.
Meningitis pada neonatus :
Aspirasi dari cairan amnion yang terjadi pada saat bayi
melalui jalan lahir atau oleh kuman-kuman yang normal ada
pada jalan lahir.

o Sebagian besar hematogen


o Saluran napas merupakan port dentree utama
Perlekatan bakteri di sel epitel mukosa nasofaring

Kolonisasi dan Menembus rintangan mukosa

Memperbanyak diri dalam darah

Bakteremia

Masuk ke CSF dan memperbanyak diri

Iritasi selaput otak dan otak

FAKTOR RESIKO MENINGITIS PURULENTA


1.Faktor Host

Laki-laki > wanita


BBLR dan prematur
KPD, partus lama, manipulasi berlebihan, infeksi ibu di
akhir kehamilan
Kurangnya aktivitas bakterisidal/leukosit : defisiensi
komplemen C3, C4, C5, rendahnya properdin serum, IgM
dan IgA
Keganasan
Pemberian antibiotik, radiasi, imunosupresan
Malnutrisi

2. Faktor Mikroorganisme
Neisseria : lebih mudah diterapi tanpa gejala sisa
Pneumokokus dan Streptococus lebih sulit dan fatal

3. Faktor Lingkungan
kepadatan
Kebersihan kurang
Pendidikan dan sosioekonomi rendah

PATOFISIOLOGI MENINGITIS PURULENTA

PATOFISIOLOGI MENINGITIS SEROSA


sekunder dari tuberkulosis primer di luar otak
Fokus primer paling sering : paru
BTA masuk

Meningen

Tuberkel

Tersering melalui inhalasi

Penyebaran hematogen

Multiplikasi

Infeksi Paru/fokus lain

BTA tidak aktif/dorman

Daya tahan

tubuh turun

Pelepasan BTA ke ruang subaraknoid

MENINGITIS TUBERKULOSA

Ruptur tuberkel

PATOFISIOLOGI MENINGITIS VIRAL :


Tersering dari jalur hematogen

Inokulasi dan Replikasi virus pada sistem organ awal (sistem respi
dan GI)

Mencapai pembuluh darah

Viremia primer ke organ retikuloendotelial (hati, kel.


Limfe/limfonodus)

Viremia sekunder SSP (melalui endotel kapiler / defek natural)

MANIFESTASI KLINIS MENINGITIS PURULENTA

Anak : lesu, mudah terangsang, panas muntah, anoreksia


dan pada anak yang besar keluhan sakit kepala.

Neonatus : panas tinggi, muntah, gangguan nafas, kejang,


nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya
selalu

ditandai

dengan

fontanella

moaning cry

Kejang : 20-30% pasien


44 % anak : Haemophilus influenzae
25 % : Streptococcus pneumoniae
21 % : Streptococcus

yang

mencembung,

gejala kelainan serebral lain :


paralisis, strabismus, Crack pot sign pernafasan Cheyne
Stokes, paralisis okulomotor (ptosis, anisokor) abducens,
hipertensi dengan bradikardia, apnoe, dekortikasi atau
deserebrasi, stupor, coma, dan tanda herniasi otakChocked
disc dari papila nervus optikus.

Tanda rangsang meningeal +


- kaku kuduk
- brudzinski 1 & 2
- Kernigs sign
- Laseg sign
umunya tidak terlihat pada anak <18 bulan

Tanda-tanda patognomonik bakteri yang bersangkutan :

Peteki dan purpura : khas untuk infeksi meningokokus,


Eksantema : indikatif untuk pneumokokus dan hemofilus
influenza,
Arthritis dan anthralgia : sering pada infeksi meningokokus
dan H. Influenza,
Otitis media yang hilang timbul dengan banyak
mengeluarkan eksudat : infeksi Pneumokokus,
Hemoragi pada kulit yang cepat timbul berkombinasi dengan
keadaan syok : septikemia Meningokokus.

MANIFESTASI KLINIS MENINGITIS SEROSA

1.Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase


prodromal)
1 - 3 minggu.
Timbul perlahan, kelainan neurologis (-)
Gejala tidak khas :
o Rasa lemah
o Demam
o Nafsu makan menurun (anorexia).
o Nyeri perut.
o Sakit kepala
o Mual, Muntah.
o Konstipasi.
o Apatis.
o Irritable.

2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)

Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak /


meningen.
o Keluhan utama : sakit kepala berat dan muntah
o Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak :
Disorientasi , bingung
kejang , Tremor
hemibalismus / hemikorea
hemiparesis / quadriparesis
penurunan kesadaran
Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: saraf
kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan
VII

strabismus,

diplopia,

gangguan penglihatan kabur

ptosis,

reaksi

pupil

lambat,

3. Stadium III (koma/ fase paralitik)

percepatan penyakit 2-3 minggu


gangguan fungsi otak semakin tampak jelas akibat infark
batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh
eksudat yang mengalami organisasi
pernapasan irregular

- Otot ekstensor kaku, spasme

demam tinggi

- opistotonus

edema papil

- pupil melebar, tidak bereaksi

Hiperglikemia

- nadi dan napas tak teratur

kesadaran makin menurun


irritable dan apatik
Mengantuk, stuporkoma

- hiperpireksia

Meningitis Viral

Tidak berat dan sembuh alami

Beberapa gejala spesifik


Echovirus atau Coxsackie : disertai ruam dengan
panas yang akan menghilang setelah 4-5 hari
Echovirus : disertai ruam makopapular yang tidak
gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan
ekstremitas.
Coxsackie virus : lesi vesikuler pada palatum, uvula,
tonsil, dan lidah
Enterovirus : GE, ruam makulopapular , faringitis
Mumps : Parotitis dan orkitis

DIAGNOSIS

Manifestasi Klinis
Pemeriksaan Cairan Otak (Lumbal Pungsi)
LP

PURULENTA

SEROSA

Warna

Keruh

Jernih

Sel

PMN 1000-10000

MMN 300-500

Protein

100-500 mg%

100-500 mg%

Glukosa

0-40 mg%

Rendah

Klorida

650-680

510

Mikroorganisme

Kultur

Khusus/Ziehl-Nielsen

Pada Meningitis Viral :


Diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan
CSS dan perjalanan penyakit yang self-limited. Sel 200-500MN
dominan, protein biasanya sedikit meningkat (normal 200),
glukosa biasanya normal / sedikit turun dari 75 mg/dl (>40)

Warna dan Kadar protein


TB : Jernih , Protein Meningkat jika beberapa cc
dibiarkan

dalam

tabung

reaksi

24

jam

xanthochromdan di permukaan tampak sarang laba-laba


ataupun bekuan (karena tingginya kadar fibrinogen)
Purulenta : keruh
viral : jernih

Tes Nonne dan Pandy positif kuat


menunjukkan peningkatan kadar protein.

Kadar glukosa
Normal di CSF :60% dari gluokosa darah
TB dan purulenta
% tetapi tidak

: Kadar glukosa menurun < 40mg


sampai 0 mg%

hipoglikorazia.

Kadar klorida
normal pada stadium awal, kemudian menurun

Pemeriksaan Darah
TB : LED meningkat 80% kasus
Leukosit meningkat sampai 20.000

Kontraindikasi pungsi lumbal:

Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi


Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat
Kelainan pembekuan darah.
Penyakit degeneratif pada join vertebra

Uji tuberkulin positif

Pada anak 90% efektif menurut penelitian

04 mm
(-) : tidak ada infeksi M. tuberculosa.

39 mm
meragukan : kesalahan teknik, reaksi silang
dengan Mycobacterium
vaksinasi BCG.

10 mm
(+) : sedang atau pernah terinfeksi M. tuberculosa

atypic atau

setelah

Dari pemeriksaan radiologi:

Foto toraks
menunjukkan tanda infeksi tuberkulosis aktif (infiltrat
terutama di apex paru)

CT-scankepala
adanya dan luasnya kelainan di daerah basal atau
hidrosefalus
enhancementdi

daerah

basal,

tampak

hidrosefalus

komunikans yang disertai dengan tanda-tanda edema


otak atau iskemia fokal dini
Tuberkulomasilent : sering di daerah korteks serebri atau
talamus.

KOMPLIKASI
Meningitis Purulenta
kejang (30-40% pada anak)
Koma
Edema serebri
gangguan pendengaran
disfungsi saraf kranial
Paralisis fokal
Kebutaan
Efusi subdural
Hidrosefalus
SIADH

Fase akut : bakteri menembus rintangan darah otak melalui tempat lemah
(mikrovaskular / pleksus koroid) karena merupakan media pertumbuhan baik
masuk CSF menyebar ke ventrikel ke seluruh ruang subaraknoid
bahan toksik menyebabkan hiperemia pembuluh darah +migrasi neutrofil ke
subaraknoid
merangsang kongesti dan peningkatan permeabilitas
merangsang PMN menembus endotel melalui tight junction untuk fagosit bakteri
Terbentuk eksudat dan debris di subaraknoid
Selanjutnya terjadi eksudasi fibrinogen (di minggu kedua sel fibroblas muncul)

Jaringan fibrosis
-Di sisterna basalis hidrosefalus komunikan
-Di aquadectus sylvii, foramen Luscha , Magendi
hidrosefalus obstruktif :

Vaskuliitis

Hemiplegia, dekortisasi/deserebrasi, buta kortikal,


kejang, koma defisit sensoris dan motoris, serebral
palsi, Learning disabilities, retardasi mental, buta

Kejang
terjadi hampir 1 dari 5 pasien
40% pada usia <1 tahun
Iskemik difus SSP atau komplikasi sistemik kematian
Walaupun terapi antibiotik efektif, komplikasi neurologis
tetap terjadi pada 30% pasien

Tuli
Terutama : S.penumoniae
Tuli konduktif karena infeksi telinga tengah yang
menyertai meningitis mastoiditis karena perluasan
infeksi
Tuli sensorineural karena sepsis koklear (paling sering)
atau kelainan N.VIII.

SIADH
Peradangan sekresi ADH berlebih kelenjar hipofisis posterior
Keadaan hiponatremia dan hipo-osmolalitas meskipun keadaan
volume

plasma

normal

atau

meningkat

gejala

intoxication (mengantuk, iritabel, kejang)


Kriteria diagnostik :
1. Na serum <135 mEq/L
2. Osm serum <280 mOsm/L
3. Na urin tinggi (biasanya > 18 mEq/L)
4. Rasio osm urin/serum meninggi hingga 1,5-2,5 : 1
5. Fungsi tiroid, adrenal, dan renal normal
6. tanda-tanda dehidrasi (-)
Penderita biasanya normovolemik.

water

curiga jika :
Efusi Subdural
demam setelah 72 jam pemberian antibiotic +obat suportif adekuat
ubun-ubun besar tetap membonjol
gambaran klinis meningitis tidak membaik
kejang fokal atau umum, timbul kelainan neurologis fokal atau
muntah
Diagnosis : transiluminasi kepala atau pencitraan. Positif bila daerah
translusen asimetri, pada bayi <6 bulan >3cm, dan >6 bulan >2 cm.
efusi subdural mempunyai 4 kemungkinan: a. kering sendiri, bila
jumlahnya sedikit; b.menetap atau bertambah banyak; c. membentuk
membrane yang berasal dari fibrin; d. menjadi empiema
Pengobatan : kontroversial biasanya : tap subdural tiap 2 hari
(selang sehari) sampai kering. Satu kali tap maksimal 30 ml di kedua
sisi. Cairan berwarna xantocrom pada mulanya, setelah beberapa tap
menjadi kuning muda. Bila dalam 2 minggu tidak kering konsul bedah
saraf. Dalam 2 minggu tersebut dapat tumbuh membran dari fibrin
yang menghalangi pertumbuhan otak dan membran membentuk
neovaskular yang ujungnya menempel di korteks serebri dapat
menjadi fokus iritatif - epilepsi kemudian hari

Komplikasi Meningitis Serosa

Kelumpuhan saraf otak


Reaksi hipersensitivitas difus terhadap pelepasan bakteri atau antigen
dari tuberkel terutama di basis otak
Eksudar berpusat di sekeliling fosa interpedunkular, fisura sylvi,
meliputi kiasma optikus, meluas di sekitar pons dan serebelum
Eksudat tebal mengkompresi pembuluh darah basis otak dan
menjerat saraf kranial
Paling sering : N. VI lalu N III, N IV, N VII, dapat pula N VIII dan NII
-

Diplopia dan strabismus

Gangguan penglihatan atau kebutaan

Gangguan pendengaran permanen (N VIII lebih sering karena


streptomisin dibanding meningitis sendiri)

Araknoiditis
Peradangan kronik dan fibrous dari leptomeningen (araknoid dan
piameter) biasa pada kanalis spinalis paling sering vertebra
torakalis, lalu lumbalis dan servikalis
Gejala pertama : nyeri spontan, radikuler lalu gangguan motorik
berupa paraplegi dan tetraplegia
Vaskuliitis

Sekuele

Hidrosepalus

SIADH

Kelumpuhan saraf otak

TATALAKSANA MENINGITIS SEROSA TUBERKULOSA

Efek samping ringan obat dan


penatalaksanaannya.

Steroid prednison 1-2 mg / kgBB / hari dibagi dalam 3


dosis selama 4-6 minggu, lalu penurunan dosis bertahap
(tappering off) selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya
pemberian regimen

diberikan untuk :
Menghambat reaksi inflamasi
Mencegah komplikasi infeksi
Menurunkan edem cerebri
Mencegah perlengketan arachnoid dan otak
Mencegah arteritis/ infark otak
Indikasi :
Kesadaran menurun
Defisit neurologi fokal

TATALAKSANA MENINGITIS PURULENTA


Cairan intravena
Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit
Atasi kejang
Kortikosteroid : dexamethason 0,6 mg/kgbb/hari selama 4
hari, 15 20 menit sebelum pemberian antibiotik
Antibiotik. 2 fase: yaitu empirik dan setelah ada hasil biakan
dan uji resistensi.

PENGOBATAN ANTIBIOTIK EMPIRIS


neonatus : ampisilin
ampisilin + sefotaksim.

amoniglikosida

atau

3 10 tahun : ampisilin + kloramfenikol atau


sefuroksim/sefotaksim/seftriakson
>10 tahun : penisilin.
Pada neonatus pengobatan selama 21 hari, pada
bayi dan anak 10 14 hari.

BAKTERI

ANTIBIOTIK
Neonatus

Tak diketahui

Ampisilin + gentamisin

Streptokokus grup B

Penisilin G

E. Koli

Ampisilin + Gentamisin

Pseudomonas

Gentamisin

Klebsiela

Gentamisin

Listeria

Ampisilin
Bayi dan anak kecil

Tidak diketahui

Ampisilin + kloramfenikol
Penisilin + kloramfenikol /
Sefalosforin (sefotaksim, Seftriakson)

Streptokokus Pneumoniae

Penisilin G

Hemofilus influenza tipe B

Ampisilin + gentamisin
Kloramfenikol
Anak dan orang dewasa

Neisseria meningitidis (meningokoki)

Penisilin G

Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak tahun


2004, terapi empirik untuk neonatus dengan meningitis
purulenta sebagai berikut
Umur 0-7 hari
Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Sefotaksim 100
mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau
Seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV atau
Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Gentamisin 5
mg/kgBB/hari setiap 12 ajm IV.

Umur >7 hari


Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV + Gentamisin 7,5
mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau
Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV atau
Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV.

Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010,


terapi empirik pada bayi dan anak dengan meningitis
purulenta :
Usia 1 3 bulan :
Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +

Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau


Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis

Usia > 3 bulan :


Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau
Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau
Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +

Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis


Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik
disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi.

Meningitis Viral
Kebanyakan jinak dan self limited teori suportif
Manajemen antivirus masih kontroversial
Beberapa ahli tidak menganjurkan terapi antivirus kecuali
bila diikuti dengan ensefalitis

PENCEGAHAN

Meningitis Bakterial
vaksin PCV : 2,4,6, 12-15 bulan
Bila diberikan pada usia 7-12 bulan : 2 kali interval 2 bulan, >1
tahun : 1 kali
dimana keduanya dilanjutkan dengan booster sebanyak 1 kali
pada usia >12 bulan minimal 2 bulan setelah dosis terakhir
>2 tahun : hanya satu kali
Vaksin HiB : dapat dikombinasikan dengan vaksin lainnya.
usia 2, 4, dan 15-18 bulan.

Meningitis TB
Vaksin BCG : Dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimalnya usia 2
bulan.
> 3 bulan : uji tuberkulin

Meningitis viral :

Cegah infeksi virus dengan cuci tangan , jaga kebersihan bendabenda, hindari mencium, bertukar gelas dan alat-alat lain dengan
seorang yang sakit

Pastikan seluruh anggota keluarga telah divaksin :


vaksin campak : usia 9 bulan dan tidak perlu diberikan kembali
pada usia 24 bulan jika sudah mendapat MMR pada usia 15 bulan.
Vaksin varicella : setelah usia 12 bulan, terbaik pada saat akan
masuk sekolah dasarJika diberikan pada usia > 12 tahun, 2 dosis
dengan interval minimal 4 minggu.
Vaksin MMR diberikan pertama pada usia 15 bulan lalu diberikan
kembali di usia 5-6 tahun.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai