Anda di halaman 1dari 7

Hasil

1 Probandus:
a Nama
: Mas danan
b Usia
: 21 mungkin tahun.
c Jenis kelamin
: Laki-laki.
2 Hasil pemeriksaan glukosa darah adalah ga tau mg/dL.
3 Interprestasi pemeriksaan glukosa darah adalah bisa dibilang normal, namun
untuk kevalidan ada faktor perancu hasil data yaitu tidak dibaca oleh
spektrofotometer (kata ulla dibikin kaya gini tapi coba liat kelompok lain juga
ya)
Pembahasan
Glukosa darah berasal dari karbohidrat yang asalnya dari makanan yang dimakan
sehari-hari. Selain itu juga diperoleh dari proses glukoneogenesis & glikogenolisis.
Karbohidrat dalam makanan yang dicerna secara aktif mengandung residu glukosa,
galaktosa, & fruktosa yang akan dilepas di intestinum. Zat-zat ini kemudian diangkut ke
hati melalui vena porta hepatica.Galaktosa & fruktosa segera dikonversi menjadi
glukosa di hati (Piliang, 2000).
Glukoneogenesis adalah proses pembentukkan glukosa dari senyawa-senyawa
glukogenik. Senyawa ini dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu (Piliang, 2000) :
1 Senyawa yang melibatkan konversi netto langsung menjadi glukosa tanpa
2

daur ulang yang bermakna, seperti beberapa asam amino, &


Senyawa yang merupakan produk metabolisme parsial glukosa pada
jaringan tertentu & yang diangkut ke hati serta ginjal untuk disintesis
kembali menjadi glukosa.

Selain melalui proses glukoneogenesis, pembentukkan glukosa juga dapat berasal


dari proses glikogenolisis. Glikogenolisis berarti pemecahan glikogen yang disimpan sel
menjadi glukosa (Piliang, 2000).
Tubuh memiliki mekanisme tertentu untuk mempertahankan kadar glukosa darah
dalam batas normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar glukosa dalam darah
adalah:
1

Autoregulasi
Meningkatnya

absorpsi

glukosa

oleh

saluran

cerna

akan

meningkatkan kadar glukosa intrahepatik secara paralel. Melalui proses


enzimatik, hiperglikemia ini secara langsung akan menekan produksi gula
endogen. Setelah terjadi penghambatan aktivitas oleh enzim fosforilase &
glukosa 6 fosfatase, maka enzim glikogen sintetase akan diaktifkan. Enzim
glikogen sintetase kemudian akan membentuk glikogen yang berasal dari

glukosa yang terdapat pada darah & hati, sehingga kadar glukosa darah
2

yang tinggi dapat kembali normal (Ganong, 2007).


Regulasi Hormonal
Hormon-hormon yang berperan dalam glukoregulasi adalah (Ganong,
2007) :
a Insulin
Hormon insulin dihasilkan oleh sel beta pankreas, berfungsi
untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
b

ambilan glukosa di jaringan.


Glukagon
Hormon glukagon dihasilkan oleh sel alfa pankreas, berfungsi
untuk meningkatkan sintesis enzim fosforilase sehingga terjadi
glikogenolisis & meningkatkan aktivitas glukoneogenesis dari asam
amino & laktat dengan menghasilkan cAMP. Hal ini akan

meningkatkan kadar glukosa darah.


Glukokortikoid
Hormon ini disekresikan oleh korteks adrenal, berfungsi untuk

meningkatkan gluconeogenesis.
Epinefrin
Hormon ini disekresikan oleh medulla adrenal, menyebabkan
glikogenolisis di hati serta otot, karena stimulasi enzim fosforilasi

dengan menghasilkan cAMP.


Growth hormone
Hormon ini disekresikan

oleh

sel

asidofil

hipofisis

anterior.Hormon ini menurunkan ambilan glukosa di jaringan


tertentu.Sebagian efek growth hormone terjadi tidak langsung,
karena hormon ini memobilisasi asam lemak bebas dari jaringan
adiposa & asam lemak merupakan zat yang menghambat
3

penggunaan glukosa.
Regulasi Neural
Perangsangan saraf simpatis pada hati akan menurunkan ca&gan
glikogen dalam hati & meningkatkan produksi gula endogen hati sehingga
terjadi hiperglikemia. Sebaliknya perangsangan saraf parasimpatis akan
meningkatkan ca&gan glikogen hati serta menurunkan produksi glukosa
endogen hati. Pada tingkat organ target, faktor neural ini diperankan oleh
norepinefrin sebagai neurotransmitter simpatetik akson terminal (Ganong,
2007).

APKLIN
1

Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga
normal. Hipoglikemia spontan yang patologis mungkin terjadi pada tumor yang
mensekresi insulin atau insulin-like growth factor (IGF). Dalam keadaan ini
hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa <50 mg% (2.8 mmol/L) atau bahkan
<40 mg% (2,2 mmol/L). Walaupun demikian berbagai studi fisiologis menunjukkan
bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa darah 55mg%
(3 mmol/L) (Hull, 2008).
Penyebab hipoglikemia biasanya dibagi menjadi hipoglikemia pasca-makan
(reaktif), hipoglikemia puasa & hipoglikemia pada pasien rawat inap. Hipoglikemia
reaktif biasanya terjadi karena keadaan hiperinsulinisme, keadaan ini dapat
menyebabkan pasien mengalami gejala adrenergik setelah makan. Hipoglikemia
puasa disebabkan oleh kurangnya produksi glukosa, penyakit hari, atau penggunaan
obat-obatan. Penyebab terakhir adalah hipoglikemia rawat inap, keadaan ini
biasanya disebabkan karena pemberian obat yang berlebihan. Pada pasien diabetes
melitus, terapi medika mentosa dapat menyebabkan keadaan hiperinsulinisme yang
menyebabkan kondisi hipoglikemia (Longo, 2011).
2

Pankreatitis Kronik
Penyakit ini merupakan inflamasi berkelanjutan yang kronis pada pankreas

dan ditandai dengan adanya perubahan morfologis yang ireversibel. Hal ini dapat
menyebabkan kelainan fungsi endokrin dan eksokrin. Pankreatitis kronis sangat
berbeda dengan pankreatitis akut dimana terdapat inflamasi yang ireversibel dengan
infiltrasi monosit dan limfosit yang mengarah kepada fibrosis dan kalsifikasi. Untuk
menegakkan diagnosis dapat dilakukan uji fungsi pankreas, tes darah, dan radiografi.
Gejala yang dapat ditemukan pada pasien adalah nyeri abdomen kronis dengan
peningkatan level enzim pankreas secara ringan. Setelah berjalan lama, akhirnya

pasien akan kehilangan fungsi endokrinnya dimana hormon insulin sebagai pengatur
metabolisme glukosa hilang dan berujung pada diabetes mellitus serta steatorrhea
(Bchler et al., 2009)
3

Diabetes Melitus
Arti diabetes mellitus dalam bahasa Indonesia adalah sirkulasi darah madu.

Kata ini digunakan karena pada pasien diabetes mellitus, meningginya kadar gula
darah termanifestasi juga dalam air seni. Ginjal tidak dapat lagi menahan kadar gula
darah yang tinggi (Tobing, 2008).
Pembuangan glukosa melalui ginjal selalu disertai dengan pembuangan air,
maka salah satu ciri diabetes mellitus adalah meningkatnya kuantitas dan frekuensi
buang air seni. Kadar glukosa dalam darah tentu jauh lebih tinggi dari kadar glukosa
dalam urin (10 mmol/liter). Pembuangan gula lewat ginjal pada setiap orang berbeda.
Diabetes mellitus disebabkan oleh gangguan dalam meregulasi kadar glukosa dalam
darah dan gangguan pada proses transportasi glukosa dari darah ke dalam sel-sel.
Walaupun kadar glukosa meningkat, proses pembakaran lemak dan protein tetap
meninggi yang pada akhirnya meningkatkan keton dalam darah (aseton) dan sampah
metabolisme sehingga terjadi proses toksifikasi zat asam. Oleh karena itu diabetes
mellitus dapat dikatakan sebagai keadaan di mana kadar gula darah meniggi akibat
kekurangan insulin. Kaitannya dengan metabolisme glukosa adalah sebagai berikut
(Tobing, 2008):
a Terlalu banyak mengkonsumsi makanan dengan kadar gula tinggi sehingga tidak
b
c

dapat disimpan dalam hati dan sel otot (glikogen)


Gula dalam darah tidak bisa maksimal masuk dalam sel
Hormon lainnya terlah banyak mengubah zat-zat seperti karbohidrat dan protein
menjadi glukosa sehingga kadar gula dalam darah meningkat.
Pada dasarnya setiap orang membutuhkan glukosa dalam darah. Gula dalam

sel penting untuk membentuk energi. Fungsi insulin ialah mendorong gula dalam
darah masuk kedalam sel dan menyimpan gula yang berlebihan di hati (lever).
Konsentrasi gula pada orang sehat berada di sekitar 70-120 mmg/liter. Situsi ini akan
bertahan selama produksi insulin atau fungsi pankreas cukup baik (Tobing, 2008).
Tanda pasti dari diabetes mellitus adalah adanya kenaikan kadar gula darah
yang lebih dari normal. Pada individu yang normal kadar gula dalam keadaan puasa
berkisar 60-80 mg/dl dan setelah makan berkisar 120-160 mg/dl (Tobing, 2008).
Menurut kebutuhan insulin pada diabetes mellitus, diabetes mellitus tebagi 2 empat
jenis, yaitu sebagai berikut :
a Diabetes Tipe I

Diabetes melitus adalah penyakit endokrin yang ditandai oleh hiperglikemia,


dengan kelainan metabolis & komplikasi jangka panjang yag melibatkan mata,
ginjal, syaraf & pembuluh darah. Diabetes melitus Tipe I ini dapat terjadi karena
sebagian besar sel beta pangkreas sudah rusak. Proses rusaknya sel beta tersebut
hampir pasti karena autoimun (Isselbacher,2000).
Diabetes melitus Tipe I terjadi karena kerusakan gen kromosom 6. Penyakit ini
bisa tejadi pada seseorang yang berusia dibawah 40 tahun, puncaknya terjadi pada
anak di usia 14 tahun. Bentuk tubuhnya normal atau kurus, tidak obesitas. Di
dalam plasma darah, terdapat insulin plasma yang rendah & glucagon yang
tinggi.

Biasanya

hanya

bisa

ditangani

dengan

pemberian

insulin

(Isselbacher,2000).
Kelompok ini adalah penderita penyakit DM yang sangat tergantung pada
suntikan insulin. Kebanyakan penderitanya masih muda dan tidak gemuk. Gejala
biasanya timbul pada masa anak-anak dan puncaknya pada usia akil balik. Tipe
ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi kekurangan
insulin absolute. IDDM umumnya diderita oleh orang-orang dibawah umur 30
tahun, dan gejalanya mulai tampak pada usia 10-13 tahun. Penyebab IDDM
belum begitu jelas, tetapi diduga kuat disebabkan oleh infeksi virus yang
menimbulkan auto-imun yang berlebihan untuk menumpas virus. Faktor
b

keturunan juga menjadi faktor penyebab (Tobing, 2008).


Diabetes Tipe II
Kelompok diabetes mellitus tipe II tidak tergantung insulin. Kebanyakan timbul
pada penderita usia di atas 40 tahun. Penderita DM tipe II ini yang terbanyak di
Indonesia. Pengobatannya diutamakan dengan perencanaan menu makanan yang
baik dan latihan jasmani secara teratur. Pankreas relatif cukup menghasilkan
insulin, tetapi insulin yang ada bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi
insulin akibat kegemukan. Penyakit DM tipe II biadanya dapat terkendali dengan
menurunkan obesitas, Obat semacam oral hipoglikemik dan suntikan insulin
kadang menjadi kebutuhan bagi penderita (Tobing, 2008). Pada pasien NIDDM
yang tidak menderita kegemukan, insulin yang dihasilkan memang kurang
mencukupi untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas-batas
normal. Bagi penderita yang sudah kronis, penurunan kadar gula darah harus
dibantu dengan injeksi insulin. Secara medis dapat dikatakan diabetes mellitus
tipe II disebabkan oleh gangguan sekresi insulin yang progresif karena resistensi

insulin. NIDDM diduga disebabkan oleh faktor genetis dan dipicu oleh pola
hidup yang tidak sehat (Tobing, 2008).
Dari seluruh kasus diabetes melitus, diabetes melitusTipe II adalah yang
paling sering. Sekitar 90% dari kasus diabetes melitus, merupakan kondisi
diabetes Tipe II. Pada kebanyakan kasus, onset diabetes melitusTipe II terjadi di
atas umur 30 tahun, seringkali di antara usia 50 60 tahun, & penyakit ini timbul
secara perlahan-lahan. Oleh karena itu sindrom ini sering disebut sebagai
diabetes-onset-dewasa. Akan tetapi akhir-akhir ini sering dijumpai peningkatan
kasus yang terjadi pada individu yang berusia lebih muda, sebagian berusia
kurang dari 20 tahun. Tre tersebut agaknya berkaitan dengan peningkatan
prevalensi obesitas, yaitu faktor risiko terpenting untuk diabetes Tipe II pada
anak-anak & dewasa (Guyton & Hall, 2012).
Beberapa penyebab resistensi insulin yaitu (Guyton & Hall, 2012) :
1
2

Obesitas/overweight (terutama adipositas visera yang berlebihan),


Kelebihan glukokortikoid ( Sindrom Cushing atau terapi dengan

3
4
5
6
7
8

steroid),
Kelebihan hormon pertumbuhan (akromegali),
Kehamilan, diabetes gestasional,
Penyakit ovarium polikistik,
Lipodistrofi (akibat akumulasi lipid di hati),
Autoantibodi terhadap reseptor insulin,
Mutasi reseptor insulin,

Mutasi peroxisome proliferators aktivator reseptor

(PPAR

10 Mutasi yang menyebabkan obesitas genetik (misalnya mutasi


reseptor melanokortin)
11 Hemokromatosis (suatu penyakit herediter yang menyebabkan
akumulasi zat besi di jaringan

Guyton, Arthur C dan Hall John E. 2012.Buku Ajar FisiologiKedokteran. Jakarta:EGC.


Isselbacher, et al.2000.Harrison Prinsip-PrinsipIlmuPenyakitDalam. Jakarta:EGC.
Longo, Dan L, et al. 2011. Harrisons Principles of Internal Medicine 18th Edition. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing Divison.

Tobing, A. 2008. Care Your Self : Diabetes Melitus. Jakarta : Penebar Plus.
Bchler, M.W.; M.E. Martignoni; H. Friess and P. Malfertheiner. A proposal for a new
clinical classification of chronic pancreatitis. BMC Gastroenterol, 9 : 93.
Hull, D. and Johnston, Derek I. 2008. Dasar-Dasar Pediatri Ed.3. Jakarta : EGC.

Ganong W.F. 2007. Fisiologi Kedokteran. Ed. 20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Piliang, W.G. 2000. Fisiologi Nutrisi. Jakarta: UI-Press.

Anda mungkin juga menyukai