Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai
penyangga gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar.
Sebelum memahami kerusakan jaringan periodontal, sebaiknya dimulai dengan gingival yang
sehat dan tulang pendukung yang normal. Gingiva yang sehat dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan gigi.5
Penyakit periodontal merupakan penyebab utama tanggalnya gigi pada orang
dewasa yang disebabkan infeksi bakteri dan menimbulkan kerusakan pada gingival, tulang
alveolar, ligament periodontal, dan sementum. Penyebab utamanya adalah bakteri plak.
Umumnya tidak menimbulkan rasa sakit. Kunjungan berkala ke dokter gigi sangat berarti untuk
mendapatkan diagnosa dini dan perawatan penyakit periodontal. Kira-kira 15% orang
dewasa usia 21 50tahun dan 30% usia di atas 50 tahun mengalami penyakit ini.7
Pada jaringan normal dari penyokong gigi seperti gingival umunya berwarna merah
muda, lembut dan kenyal, bertekstur seperti kulit jeruk, bentuknya mengikuti kontur gigi dan
tepinya berbentuk seperti kulit kerang sertatidak ada perdarahan pada saat penyikatan
gigi.
Pada

gingival

yang

mengalami

peradangan

disebut

juga

gingivitis

yang umumnya ditandai dengan penumpukan plak di sepanjang tepi gusi, gusi yang
terasa sakit, mudah berdarah, dan lunak. Masalah mengenai jaringan periodontal
merupakan salah satu masalah mengenai kesehatan gigi dan mulut yang banyak di alami
masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Permulaan terjadinya kerusakan biasanya timbul
pada saat plak bacterial terbentuk pada mahkota gigi, meluas disekitarnya dan menerobos sulkus
gingiva yang nantinya akan merusak gingiva disekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang
secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perkembangan penyakit periodontal. Untuk
itulah, penyebab penyakit periodontal harus segera di musnahkan.7
Gusi berdarah bisa diakibatkan oleh berbagai macam hal. Salah satunya sebagai tanda
awal dari terjadinya gingivitis. Apabila terus diabaikan , pengaruh dari penyakit mulut ini bisa
1

meluas menjadi periodontitis dan lain-lain. Untuk itulah, makalah ini dibuat. Agar pembaca bisa
mengerti dan memahami aspek-aspek seputar penyakit periodontal, terutama gingivitis dan cara
menanggulanginya.7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Gigi


I. Dilihat secara makroskopis (menurut letak dari email dan sementum):
1. Mahkota/korona ialah bagian gigi yan g dilapisi jaringan enamel/email dan normal terletak
di luar jaringan gusi/gingival
2. Akar/radiks ialah bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan ditopang oleh tulang
alveolar dari maksila dan mandibula.
a. Akar tunggal.dengan satu apeks
b. Akar ganda dengan bifurkasi ialah tempat dimana dua akar bertemu dan trifurkasi
dimana 3 akar bertemu.
3. Garis servikal/ semento-enamel junction ialah batas antara jaringan sementum dan email,
yang merupakan pertemuan antara mahkota dan akar gigi.
4. Ujung akar/apeks ialah titik yang terujung dari suatu benda yang runcing atau yang
berbentuk kerucut seperti akar gigi.
5. Tepi incisal (insisal edge) ialah suatu tonjolan kecil dan panjang pada bagian korona dari
gigi insisivus yang merupakan sebagian dari permukaan insisivus dan yang digunakan
unruk memotong/mengiris makanan.
6. Tonjolan/cusp ialah tonjolan pada bagian korona gigi kaninus dan gigi posterior, yang
merupakan sebagian dari permukaan oklusal.
Korona dan Akar dibagi atas:
1. Klinis
a. Mahkota klinis ialah bagian mahkota yang sudah tidak diliputi epitel lagi dan
menonjol dalam rongga mulut (tidak tetap)
b. Akar klinis ialah dari akar gigi yang masih diliputi oleh jaringan periodontium
(tidak tetap). Baik mahkota klinis maupun akar klinis, besar dan panjangnya
tergantung pada usia penderita dan tidak tetap.
2. Anatomis:
a. Mahkota anatomis ialah bagian dari gigi yang diliputi jaringan enamel.
b. Akar anatomis ialah bagian dari gigi yang diliputi jaringan sementum. Baik
mahkota maupun akar anatomis, besar maupun panjangnya tetap.

II.

Dilihat secara mikroskopis


Struktur/susunan dari tiap-tiap gigi manusia terdiri dari:
3

1. Jaringan keras ialah jaringan yang mengandung bahan kapur, terdiri dari, jaringan
email, jaringan dentin, dan jaringan sementum.
Email dan sementum ialah bagian/bentuk luar yang melindungi dentin,
Dentin, merupakan bentuk pokok dari gigi, pada suati pihak diliputi oleh jaringan
email (korona) dan pada pihak lain diliputi oleh jaringan sementum (akar),
merupakan bagian terbesar dari gigi dan merupakan dinding yang membatasi dan
melindungi rongga yang berisi jaringan pulpa.
2. Jaringan lunak yaitu jaringan pulpa ialah jaringan yang terdapat dalam rongga pulpa
sampai foramen apikal, umumnya mengandung bahan dasar (ground substance),
bahan perekat, sel saraf yang peka sekali terhadap ransang mekanis, termis dan kimi,
jaringan limfe (cairan getah bening), jaringan ikat dan pembuluh darah arteri
(pembuluh yang mengandung darah bersih dan O2 yang berasal dari jantung), dan
vena (pembuluh darah kotor dan CO2 dari jaringan tubuh ke jantung)
3. Rongga pulpa, terdiri dari:
a. Tanduk pulpa/ pulp horn yaitu ujung ruang pulpa.
b. Ruang pulpa/pulp chamber yaitu ruang pulpa di korona.
c. Saluran pulpa/ pulp canal yaitu saluran di akar gigi, kadang-kadang
bercabang, dan ada saluran tambahan (supplemental pulp canal).
d. Foramen apikal yaitu lubang di apeks gigi, tempat masuknya jaringan pulpa
ke rongga pulpa.1

Gambar 2.1 : Anatomi Gigi


4

II.2

Anatomi Jaringan Periodontal

a. Gingiva
Pada orang dewasa, gingiva normal menutupi tulang alveolar dan akar gigi dari
mahkota ke CEJ. Berdasarkan anatomisnya gingiva dibagi menjadi marginal, attached,dan
interdental. Walaupun setiap gingiva menunjukan banyak variasi dalam difirensiasi, histologi,
dan ketebalan yang disesuaikan dengan fungsinya, semua jenis gingiva terstruktur secara spesifik
untuk berfungsi tepat jika terdapat kerusakan mekanis maupun mikroba. Artinya jika ada struktur
spesifik dari gingiva yang berbeda maka hal tersebut menunjukan keefektivannya sebagai
penghalang untuk penetrasi mikroba dan gen berbahaya ke dalam jaringan yang lebih dalam.
1. Marginal Gingiva
Marginal, atau unattached, gingiva merupakan tepi terminal atau batas gingiva yang
mengelilingi gigi dengan bentuk seperti kerah. Marginal gingiva dan attached gingiva
dipisahkan oleh free gingival groove. Marginal gingiva juga membentuk gingival sulcus
dengan lebar 1mm dan dipisahkan dengan permukaan gigi oleh periodontal probe.

Gambar 2.2 : Anatomi Ginggiva


Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11thed

Gingival sulcus merupakancelah dangkal atau ruang disekitar gigi yang dibatasi oleh
permukaan gigi pada satu sisi dan epitel dari free margin gingiva pada sisi yang lain.
Bentuk dari gingival sulcus adalah V shaped yang merupakan tempat masuk dari
periodontal probe. Pada kondisi normal kedalamannya adalah 0 mm atau mendekati 0.5
mm, yang dapat ditemukan dirongga mulut bebas kuman dan setelah kontrol plak yang
intensif dan berkepanjangan.
2. Attached Gingiva
Attached gingiva merupakan kelanjutan dari marginal gingiva. Sifatnya kuat,
resilien, dan terikat kuat pada periosteum dari tulang alveolar di bawahnya. Attached
gingiva meluas ke mukosa alveolar yang relatif kendur dapat bergerak. Mukosa alveolar
dan attached gingiva dipisahkan oleh mucogingival junction.

Gambar 2.3 Gingiva normal pada dewasa muda.

Lebar

dari Terlihat mucogingival line (panah) diantara attached gingiva terbesar


terdapat di regio attached gingiva dan mukosa alveolar.
incisor (3.5 4.5 pada RA
dan

3.3

-3.9

Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th

pada RB) dan menyempit

ed

di bagian posterior (1.9 mm pada RA dan 1.8 mm padapremolar satu RB). Perubahan
lebar yang terjadi pada attached gingiva disebabkan adanya modifikasi pada posisi bagian
koronalnya. Lebar attached gingiva bertambah sesuai umur dan pada adanya kasus
supraerupted tooth. Pada rahang bawahdi aspek lingual, attached gingiva berakhir
dipertemuan mukosa alveolar lingual yang terus berlanjut dengan membrane mukosa
yang melapisi dasar mulut. Sedangkan pada rahang atas di aspek palatal, attached gingiva
menyatu dengan batas yang tidak jelas di mukosa palatal yang kuat dan resilien.
6

3. Interdental Gingiva
Interdental gingiva terletak di gingival embrasure, yang merupakan ruang
interproksimal di bawah area kontak gigi. Interdental dingiva dapat berbentuk pyramid,
apabila ujung papilla tepat di bawah poin kontak, dan dapat juga berbentuk col atau
valleylike depression,yang menghubungkan papilla fasial dan lingual dan menyesuaikan
bentuk dari kontak interproksimal.

Gambar 2.4 Tempat terjadinya ekstraksi yang

Bentuk dari gingiva


pada ruang
interdental
dari poin kontak dari kedua
menunjukan
interdental
papilla dantergantung
intervening col
Sumber: derajat
Carranzas
Clinical Periodontology
11th terdiri
ed
gigi dan ada atau tidaknya
resesi.Interdental
gingiva
atas marginal gingiva

dan attached gingiva. Bila terdapat diastema, maka interdental papilla melekat dengan
processus alveolaris sehingga tidak ada marginal gingiva.

Gambar 2.5 Diagram perbedaan dari anatomi interdental coldalam dingiva normal (kiri; A,C) dan
Gambaran Histologis Gingiva: setelah terjadi resesi gingiva (kanan; B,D)
Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

1. Epitel Gingival
Gingiva terdiri atas jaringan ikat yang dilapisi oleh epitel gepeng berlapis. Tipe sel yang

umum ada pada epitel gingival dan pada epitel gepeng berlapis lainnya adalah keratinocytedan
nonkeratinocyte (Langerhans cells, Merkel cells, melanocyte). Fungsi utama epitel gingival
adalah:
1) Melindungi struktur di dalamnya
2) Pergantian selektif seiring dengan berubahnya lingkungan oral (dicapai dengan
proliferasi dan diferensiasi keratinocyte)
Proliferasi keratinocyte terjadi dengan cara mitosis di lapisan basal atau lapisan
suprabasal(lebih jarang). Sedangkan diferensiasi terjadi dengan adanya proses keratinisasi.Proses
keratinisasi yang sempurna akan menghasilkan orthokeratinized superficial horny layer yang
7

sama seperti pada permukaan kulit dimana tidak ada nuklei pada stratum corneum dan stratum
granulosum yang dapat dibedakan. Beberapa area gingiva adalah orthokeratinized, dan yang lain
adalah parakeratinized atau nonkeratinized ephithelium.
Parakeratinized epithelial terjadi apabila pada stratum corneum tetap terdapat pyknotic
nuclei dan keratohyalin granules terdispersi, sehingga tidak terdapat stratum granulosum.
Sedangkan nonkeratized epithelium memiliki cytokeratin sebagai komponen utama, tetapi
stratum granulosum dan stratum corneum memiliki nuclei yang aktif.

Gambar 2.6 Variasi dalam epitel gingiva A, Keratinized. B, Nonkeratinized. C, Parakeratinized.


Horny layer (H), granular layer (G), prickle cell layer (P), basal cell layer (Ba), flattened surface cells

Melanosit merupakan sel dendritik pada lapisan basal dan spinosus dari epitel gingiva yang
(S), parakeratotic layer (Pk).

mensintesis melanin di dalamSumber:


melanosome
atao
premelanosome.
Carranzas
Clinical
Periodontology 11th ed
Sel langerhans merupakan sel dendritik yang terletak sepanjang keratinocyte pada lapisan
suprabasa yang merupakan fagosit mononuclear (hasil modifikasi monosit). Sel langerhans
berfungsi seperti makrofag dengan sifat antigenik yang penting dalam reaksi imun. Dapat
ditemukan pada epitel gingiva normal, sedikit pada sulcular epithelium, dan tidak ditemukan
pada junctional epithelium gingiva normal.
Sel Merkel terdapat pada lapisan terdalam epithelium dan berfungsi sebagai reseptor
sentuhan. Epithelium dihubungkan dengan jaringan ikat oleh lamina basalis.
Epitel gingiva dibedakan sesuai morfologi dan fungsinya menjadi:
1)

Oral/Outer Epithelium
Epitel yang menutupi merginal gingiva dan attached gingiva. Terdiri atas

keratinized atau parakeratinized epithelia atau campuran keduanya, namun lebih sering
parakeratinized epithelia. Derajat keratinisasinya berkurang seiring bertambahnya usia
dan karena menopause pada wanita. Keratinisasi pada mucosa oral berbeda-beda. Pada
8

palatum derajat keratinisasinya paling besar, sedangkan pada gingiva, bagian ventral
lidah, dan pipi paling kecil.
2)

Sulcular Epithelium
Merupakan bagian epithelium yang mengelilingi gingival sulcus. Terdiri atas

epitel yang nonkeratinized, sehingga tidak mengandung sel merkel. Dapat mengalami
keratinisasi apabila ter-exposed dalam rongga mulut (tidak tertutup) dan apabila
bacterial flora pada rongga mulut benar-benar tereliminasi. Sebaliknya, dapat juga
kehilangan keratin apabila terjadi kontak dengan gigi. Sulcular epithelium penting
sebagai membrane semipermeable terhadap jalan masuk bakteri.
3)

Junctional Epithelium
Berbentuk seperti kerah, dan terdiri atas nonkeratinized epithelia. Terbentuk dari

pertemuan oral epithelium dan reduced enamel epithelium selama erupsi gigi. Selain itu
dapat juga terbentuk di sekitar implant dan setelah pembedahan (jadi reduced enamel
epithelium bukan kunci utama pembentukan junctional epithelium)
2. Renewal pada Epitel Gingiva
Epitel gingival terus menerus mengalami perbaharuan. Ketebalannya dipertahankan
antara pembentukan sel baru di lapisan basal dan spinosus, juga pengikisan di
permukaan. Mitosis terjadi selama 24jam, dimana aktifitas tertinggi terjadi pada pagi hari
dan terendah di sore hari. Kecepatan mitosis lebih besar pada nonkeratinized epithelium
dan pada keadaan gingivitis.
3. Gingival Fluid (Sulcular Fluid)
Gingival sulcus mengandung cairan yang berfungsi untuk:
1)
2)
3)
4)

Membersihkan material pada sulcus


Mengandung plasma protein untuk meningkatkan adhesi epithelium pada gigi
Memiliki properti antimicrobial
Mengaktifkan aktifitas antibodi sebagai pertahanan gingiva

4. Jaringan Ikat Gingiva


Dikenal dengan nama lamina propria, terdiri dari papillary layer yang berada di
bawah epitel dan reticular layer yang bersentuhan dgn periosteum pada tulang alveolar.
Jaringan ikat dibentuk oleh fibers dan substansi dasar. Substansi dasar yang amorf dan
mengandung banyak air mengisi ruang antara fibers dan sel. Penyusunnya adalah
9

proteoglycans (terutama hyaluronic acid dan chondroitin sulfate) dan glycoprotein


(terutama fibronectin).
Fibers pada jaringan ikat terdiri atas sarat kolagen, reticular, dan elastic. Penyusun
utama pada lamina propria adalah collagen tipe I yang menyediakan tensile strength bagi
jaringan gingiva.
5. Gingival Fibers
Terdapat pada marginal gingiva dan terdiri dari collagen type I. Fungsi dari gingival
fibers adalah:
1)
2)
3)

Menyokong marginal gingiva terhadap gigi.


Menyediakan kekakuan yang diperlukan dalam menahan gayamastikasi.
Menghubungkan free marginal gingiva dengan sementum dan attached

gingiva yang berdekatan.


Gingival fibers disusun menjadi 3 grup:
1) Gingivodental group di permukaan facial, lingual, dan interproximal.
2) Circular group sepanjang jaringan ikat di marginal dan interdental gingiva dan
mengelilingi gigi dengan bentuk cincin.
3)
Transseptal group pada interproximal, membentuk horizontal bundle antara
cementum gigi yang bersebelahan menuju tempat dimana ia tertanam.
6. Elemen Selular
Terdiri atas:
1)
Fibroblast paling banyak (menyusun fibers dan substansi dasar)
2)
Mast cell reaksi inflamasi
3)
Fixed macrophages dan histiocytes sebagai mononuclear phagocyte
4)
5)
6)

system, turunan dari monosit


Adipose cell dan eosinofil jarang
Cell plasma dan limfosit
Neutrofil

7. Blood Supply, Lymphatic Drainage, dan Nerve Supply


Vaskularisasi berasal dari Cabang dari arteri alveolar superior dan inferior:
1)
Arteri supraperiosteal: pada permukaan fasial, palatal, dan lingual dari tulang
alveolar
2)
3)

Arteri interdenta
Arteri ligamen periodontal

10

Lymphatic drainage membawa cairan limfe dari jaringan ikat papillae dan
mengumpulkan cairan dari periosteum di processus alveolaris menuju limfe nodus
regional, biasanya pada submaxillary group.Persarafan dari gingiva berasal dari cabang
trigeminus divisi maxilla dan mandibula, yaitu:
1)

Buccal gingiva RA: n. alveolaris superior

2)

Fasial gingiva RA cabang labial dari n. infraorbital

3)

Palatal gingiva (bag gigi anterior): n. nasopalatinus

4)

Buccal gingiva RB: n. buccal

5)

Fasial gingiva RB: n. mentalis

6)

Lingual gingiva RB: n. lingualis

b. Ligamen Periodontal
Merupakan struktur jaringan ikat yang mengelilingi akar gigi dan melekat erat pada
tulang alveolar. Terdiri atas serabut kolagen yang tersusun secara teratur yang
menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Ligamen periodontal terdiri dari serat
periodontal, elemen seluler, dan substansi dasar. Serat periodontal terbagi menjadi
beberapa grup:
1. Transeptal group:
1) Terdapat interproximally di atas alveolar bone crest dan tertanam di kedua
cementum gigi yang berdekatan
2) Konstan dan dapat diperbaiki bila ada kerusakan di tulang alveolar
3) Menjaga titik kontak
2. Alveolar crest group:
1) Terdapat secara oblique dari cementum di bawah juntional epithelium menuju
alveolar crest
2) Mencegah ekstruksi gigi, dan mengurangi pergeseran gigi ke lateral
3. Horizontal group menahan daya lateral
4. Oblique group:
1) Dari cementum dengan arah oblique dari arah corona ke tulang alveolar
2) Grup terbesar
3) Menahan tekanan vertikal dari gaya mastikasi
5. Apical group mencegah gigi tiping dan ekstruksi, melindungi pembuluh darah dan
saraf
11

6. Interradicular fibers pada gigi dengan lebi dari satu akar, mencegah ekstruksi
Terdapat 4 macam sel pada ligamen periodontal:
1. Sel jaringan ikat
Banyak mengandung fibroblast (mengatur sintesis dan pergantian kolagen), sementoblas
(di daerah sementum), osteoblas (di permukaan tulang), osteoklas dan odontoblas
2. Sel epithelial rest of malassez
Sisa dari hertwigs root sheath, dekat dengan cementum, paling banyak di bagian apical
dan serbikal, berkurang seiring bertambhanya usia dengan kalsifikasi menjadi cementicle
3. Sel sistem imun
Terdiri dari neutrofil, limfosit, makrofag, mast sel, dan eosinofil
4. Sel-sel yang bergabung dengan elemen neurovaskuler
5. Substansi dasar ligamen periodontal berada antasa fiber dan sel serta mengandung 2
komponen utama, yaitu:
a. Glikosaminoglikan: asam hialuronik dan proteoglikan
b. Glikoprotein: fibronektin dan laminin
Fungsi ligamen periodontal dibagi menjadi 2:
1. Fungsi fisik
1) Menyediakan jaringan lunak untuk melindungi pembuluh darah dan nervus atau saraf
dari kerusakan akibat daya mekanik
2) Menyalurkan daya oklusal ke tulang
3) Sebagai perlekatan gigi pada tulang
4) Menjaga hubungan gigi dan gusi
5) Resistensi daya oklusal (shock absorption)
2. Fungsi formatif dan remodeling
1)
Sel-sel ligamenperiodontal berperan dalam pembentukan dan resorpsi sementum
dan tulang
2)
Ligamen periodontal mengalami remodeling terus menerus
3)
Sel dan serabut tua yang rusak akan menjadi baru kembali dengan mengalami
mitosis fibroblas dan sel endotel.Mitosis fibroblas akan menghasilkan serabut
kolagen dan sel endotel akan menghasilkan osteoblas dan sementoblas.
c. Cementum
Merupakan jaringan mesenkim yang terkalsifikasi dan menutupi akar gigi.Terdiri dari
sementum aselular (primer) dan sementum selular (sekunder). Cementum melekat pada seratserat ligamen periodontal gigi dan dibentuk secara berkesinambungan pada permukaan akar gigi
yang berkontak dengan ligamen periodontal atau serat gingiva. Sementum memiliki kandungan
anorganik hidroksiapatit 45-50%.Cementum diklasifikasi menjadi:
1. Cementum aselular (primer)
Mengandung matriks interfibril dan fibril kolagen terkalsifikasi.tersebar tidak teratur
atau paralel. Pembentukan terjadi pertama dan menutupi 2/3 servikal akar.Sementum
12

aselular ini dibentuk sebelum gigi mecapai oklusal. Memiliki tebal antara 30-230 mm.
memiliki banyak serat sharpeys
2. Cementum selular (sekunder)
Pembentukannya setelah gigi mencapai oklusal. Tersebar teratur dan terdiri dari
sementosit pada lacuna berhubungan dengan daerah lain melalui system anastomosis
kanalikuli. Memiliki sedikit serat sharpeys.
Cementum memiliki fungsi:
1.
Sebagai media pelengkap dari serat ligament periodontal
2.
Untuk menyokong stabilitas gigi pada rongganya
3.
Sementum juga memiliki kapasitas regeneratif dan mengalami proses
perbaikan dan deposisi yang terjadi setelah resorpsi akar dan gigi susu untuk
4.

memungkinkan terjadinya erupsi gigi permanen


Memberikan makanan (fosfor) untuk gigi khususnya pada umur yang
sudah lanjut karena rongga pulpa sudah menyempit

d. Tulang Alveolar
Merupakan bagian dari maxila dan mandibula yang membentuk dan menyangga
soket gigi (alveoli). Terbentuk saat gigi erupsi untuk menyediakan perlekatan ligamen
periodontal pada tulang dan akan mengalami resorpsi saat gigi hilang. Processus alveolar
1.

terdiri dari:
Permukaan eksternal dari tulang cortical dibentuk oleh tulang havers dan lamella

2.

tulang kompak
Dinding rongga dalam dari tulang pipih dan kompak yang disebut alveolar bone

proper
3.
Cancellous trabeculae, diantara kedua lapisan kompak, yang bertindak sebagai
pendukung tulang alveolar. Interdental septum terdiri dari tulang spons yang tertutup
dengan tulang kompak
Tulang rahang mengandung basal bone yang terletak di apikal tapi tidak
berhubungan dengan gigi. Procesus alveolaris dibagi menjadi beberapa bagian
berdasarkan hubungan anatomi pada gigi yang dikelilinginya:
1. Interproximal bone/ interdental septum:terletak pada akar gigi yang berdekatan
2. Interradicular bone: terletak antara akar gigi yang multirooted
3. Radicular bone: terletak pada permukaan fasial atau lingual akar
Komposisi tulang:
1.
2/3 matriks anorganik (kalsium dan fosfat, hidroksil, karbonat, sitrat, dan
sejumlah kecil ion Na, Mg, F)
13

2.

1/3 matrix organik ( 90% collagen tipe I dan protein nonkolagen seperti

3.

glikoprotein, fosfoglikan, fosfoprotein)


65-75% struktur tulang dalam bentuk hidroksiapatit (untuk memperbaiki tulang
yang mengalami kerusakan)
Bentuk processus alveolaris konstan dengan adanya remodelling tulang: aposisi
tulang di bagian luar oleh osteoblast dan resorpsi bagian dalam oleh osteoklas.

Remodelling tulang dipengaruhi oleh:


1.
Pengaruh local ada tidaknya gigi
2.
Pengaruh systemic hormonal (parathyroid hormone, calcitonin, atau vitamin
D3)
Permukaan tulang dilapisi lapisan:
1. Periosteum
Bagian luar prosesus alveolaris, terdiri dari suatu lapisan dalam yang dibentuk sel-sel
pembentuk tulang (osteoblas).Banyak mengandung pembuluh darah, saraf, serat
kolagen, fibroblast.
2. Endosteum
Bagian tulang yang dekat dengan soket (bagian dalam).Terdiri dari lapisan tunggal selsel osteoprogenitor dan sedikit jaringan ikat.1
II.3 Periodontitis
2.3.1 Pengertian
Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai
penyangga gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar.
Sebelum memahami kerusakan jaringan periodontal, sebaiknya dimulai dengan gingiva yang
sehat dan tulang pendukung yang normal. Gingiva yang sehat dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan gigi.
Penyakit periodontal merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang
melibatkan gingiva,ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses
inflamasi.Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut
maka akan menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan
peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi
goyang dan akhirnya harus dicabut.
Permulaan terjadinya kerusakan biasanya timbul pada saat plak bakterial terbentuk pada
mahkota gigi, meluas disekitarnya dan menerobos sulkus gingiva yang nantinya akan merusak
14

gingiva disekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak langsung
terlibat

dalam

perkembangan

penyakit

periodontal.

Peradangan

pada

gingiva

dan

perkembangannya pada bagian tepi permukaan gigi terjadi ketika koloni mikroorganisme
berkembang.
Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis.
Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah proses inflamasi dan
mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigitanpa adanya kerusakan tulang, keadaan ini
dikenal dengan Gingivitis. Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka
proses penyakit akan terus berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau
sementum, keadaan ini disebut dengan Periodontitis.
Karekteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva, pembentukan
poket periodontal, kerusakanligamen periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian
atau seluruh gigi. Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan
periodontaldengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar juga mengalami
kerusakan.5
2.3.2 Patogenesis
Penyakit periodontal yang disebabkan karena reaksi inflamasi lokal terhadap infeksi
bakteri gigi, dan dimanifestasikan oleh rusaknya jaringan pendukung gigi. Gingivitis merupakan
bentuk dari penyakit periodontal dimana terjadi inflamasi gingiva, tetapi kerusakan jaringan
ringan dan dapat kembali normal.Periodontitis merupakan respon inflamasi kronis terhadap
bakteri subgingiva,mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal irreversible sehingga dapat
berakibat kehilangan gigi.
Pada tahap perkembangan awal, keadaan periodontitis sering menunjukkan gejala yang
tidak dirasakan oleh pasien. Periodontitis didiagnosis karena adanya kehilangan perlekatan
antara gigi dan jaringan pendukung (kehilangan perlekatan klinis) ditunjukkan dengan adanya
poket dan pada pemeriksaan radiografis terdapat penurunan tulang alveolar. Penyebab
periodontitis adalah multifaktor, karena adanya bakteri patogen yang berperan saja tidak cukup
menyebabkan terjadi kelainan. Respon imun dan inflamasi pejamu terhadap mikroba merupakan
hal yang jugapenting dalam perkembangan penyakit periodontal yang destruktif dan juga
dipengaruhi oleh pola hidup, lingkungan dan faktor genetik dari penderita.
15

Pada periodontitis, terdapat plak mikroba negative gram yang berkolonisasi dalam
sulkus gingiva (plak subgingiva) dan memicu respon inflamasi kronis.Sejalan dengan bertambah
matangnya plak, plak menjadi lebih patogen dan respon inflamasi pejamu berubah dari keadaan
akut menjadi keadaan kronik. Apabila kerusakan jaringan periodontal, akan ditandai dengan
terdapatnya poket. Semakin dalamnya poket, semakin banyak terdapatnya bakteri subgingiva
yang matang. Hal ini dikarenakan poket yang dalam terlindungi dari pembersih mekanik
(penyikatan gigi) juga terdapat aliran cairan sulkus gingiva yang lebih konstan pada poket yang
dalam dari pada poket yang diangkat.5
2.3.3 Faktor Resiko
o Faktor Resiko yang dapat Berubah ( Modifiable Risk Factor )
Merokok

Hubungan antara merokok dan kesehatan periodontal diselidiki sejak pertengahan


abad terakhir. Baru-baru ini secara epidemiologi, klinis dan studi in vitro yang telah
memberikan bukti bahwa dampak negatif merokok mempengaruhi kesehatan periodontal
(Albandar et al., 2000). Dari hasil observasi, peningkatan ambang debris pada perokok
menunjukkan penurunan kebiasaan individu untuk menjaga higiene mulut peningkatan
kecepatan pembentukan plak atau kombinasi dari keduanya. Dari sudut pandang ini
sangat penting digaris bawahi bahwa kecepatan akumulasi plak dan komposisi plak pada
kondisi sehat dan gingivitis tampaknya tidak berbeda antara perokok dan bukan perokok.
Pada dekade selanjutnya, sejumlah penelitian menunjukkan keterkaitan antara merokok
dengan parameter-parameter jaringan periodontal dan higiene mulut. Yang meliputi
indeks gingiva, kedalaman probing, ambang attachment klinis, dan gambaran ambang
tulang alveolar. Hasil beberapa penelitian awal menunjukkan adanya suatu hubungan
positif antara merokok dengan berat/ringannya periodontal disease, pengaruh faktor
pengganggu (confounding) potensial seperti: keadaan sosio-ekonomi, pendidikan, yang
pada akhirnya juga berpengaruh pada ambang higiene mulut. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pada perokok terlihat ambang debris lebih tinggi dibanding bukan perokok.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada perokok tampak jelas prevalensi penyakit periodontal lebih
tinggi walaupun sudah dilakukan koreksi pada faktor pengganggu potensial terutama hygiene
mulut. Walaupun pada perokok mempunyai kecenderungan ambang higiene mulut rendah, namun
16

faktor higiene mulut dan/atau sosioekonomi saja tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan
prevalensi dan beratnya periodontal disease. Bahkan pada penelitian di United States baru-baru
ini, menemukan bahwa pada orang dewasa yang tidak merokok,11% dari mereka (perokok pasif)
yang terpapar terhadap lingkungan asap rokok di rumah atau kantor dapat terkena periodontal
disease dan risiko terkena periodontal disease ini kira-kira1,5 kali lebih tinggi dibanding mereka
yang tidak terpapar lingkungan tersebut, peningkatan resiko ini walaupun lebih kecil jika
dibanding pada perokok aktif, yaitu sebesar lebih 5 kali, perlu diperhitungkan untuk
perkembangan penyakit gusi.
Merokok dan periodontitis
Berbagai penelitian bertujuan mengetahui keterkaitan kerusakan jaringan periodontal
dengan merokok. Melalui pengukuran probing depth, hilangnya attachment klinis dan hilangnya
tulang alveolar dapat diketahui bahwa keadaan menjadi lebih prevalen dan lebih berat pada
perokok dibanding control yang bukan perokok.

(9)

Dampak ini diperoleh dari penelitian-

penelitian yang berbeda dan pada populasi yang berbeda pula sesudah mengendalikan berbagai
faktor pengganggu yang potenial. Sebuah meta-analisis yang mencakup 6 penelitian meliputi
2.361 subyek, menguraikan mengenai efek merokok terhadap hilangnya jaringan penunjang
periodontal. Hasil analisis menunjukkan bahwa merokok mengakibatkan peningkatan risiko
terjadinya kerusakan jaringan periodontal, dengan total nilai odds-ratio = 2,82 (95% CI 2,363,39). Dari beberapa penelitian jika definisi periodontitis dipakai lebih dalam dan luas, ternyata
pada kelompok perokok dengan resiko periodontitis menunjukkan nilai odds-ratio yang lebih
tinggi (> 6-7); nilai odds-ratio yang lebih tinggi juga dijumpai pada orang muda. Yang menarik
perhatian, pada observasi tentang keterkaitan efek merokok dengan early-onset periodontitis;
hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada remaja/adolescent yang merokok, risiko untuk
terkena generalized forms juvenile periodontitis semakin meningkat. Efek merokok yang
berkepanjangan dan prevalensi kerusakan jaringan periodontal juga menunjukkan saling
bergantung satu dengan lainnya yaitu dengan estimasi pada ukuran berat/ringannya dalam
mengisap rokok. Dukungan tidak langsung dari konsep bahwa berhenti merokok dapat member i
pengaruh menguntungkan bagi kondisi jaringan periodontal (dan ini merupakan hubungan
penyebab) diperoleh dari membandingkan luasnya, berat/ringan dan kecepatan periodontal
disease pada perokok / current-smoker, mantan perokok / formersmoker dan bukan perokok.
Penelitian ini memberi indikasi bahwa pada mantan perokok terdapat ambang periodontal
disease yang sedang / intermediate, berbeda disbanding dengan bukan perokok dan perokok.
Yang menarik, ternyata kecepatan rata-rata alveolar bone loss berkurang sepertiga pada mantan
perokok jika dibanding pada perokok.

(21)

Dari sudut pandang ini, menunjukkan bahwa: (i) pada


17

perokok memperlihatkan ambang infeksi mikroorganisme yang lebih tinggi dan (ii) unsur yang
terdapat dalam asap tembakau dapat mengubah respons inflamasi dan respons imun. Estimasi
saat ini menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan >20% prevalensi periodontitis pada
kelompok usia muda. Bila berhenti merokok dapat menurunkan prevalensi kerusakan berat dari
penyakit periodontal sebesar 1-2%. (23)

Diabetes
Diabetes dapat menyebabkan faktor resiko gingivitis dan periodontitis. Diabetes
dihubungkan dengan inflamasi gingival yang meningkat pada respon plak bakteri, tapi
control glukemik adalah sebuah variable penting pada hubungan ini. Pada umumnya
individu penderita diabetes yang mengontrol dengan baik dan orang nondiabetik
mempunyai derajat gingivitis dan level plak yang sama.Conversely, subjek diabetes yang
dikontrol buruk mempunyai peningkatan gingivitis yang signifikan , dibandingkan yang
dikontrol dengan baik atau pada nondiabetes.
Pada studi epidemiologi yang besar, diabetes melitus telah menunjukkan
peningkatan resiko secara signifikan dari kehilangan pelekatan dan kehilangan tulang
alveolar kira-kira lipat tiga dibandingkan subjek control nondiabetes.Penemuan ini telah
menetapkan meta-analyses dari berbagai studi dalam populasi diabetes.Diabetes tidak
hanya prevalensi dan severity periodontitis tetapi juga progresi kehilangan tulang dan
kehilangan perlekatan dari waktu ke waktu.
Periodontitis adalah serupa dengan komplikasi klasik tentang diabetes dalam
variasi nya diantara individu. Sama halnya retinopathy, nephropathy, dan neurophaty
lebih mungkin terlihat pada pasien diabetes dengan control glikemik yang buruk,
periodontitis destruktif progresif juga lebih umum terlihat pada control yang buruk.
Namun demikianbeberapa pasien diabetes yang dikontrol dengan buruk tidak
berkembang periodontal destruktif secara signifikan, beberapa yang kurang baik
mengawasi pasien diabetes tidak dikembangkan pembinasaan periodontal yang penting,
sama halnya beberapa tidak berkembang pada komplikasi klasik diabetes. Sebaliknya,
diabetes yang terkontrol dengan baik menempatkan orang pada resiko yang rendah
penyakit periodontitis, sama resiko pada individu non diabetes.
Faktor resiko yang lain untuk periodontitis, oral hygiene yang buruk dan merokok,
memainkan suatu peran yang serupa yang mengganggu antara individu diabetes dan yang
nondiabetes.
18

Mekanisme diabetes mempengaruhi periodontium sama pada pengakuan banyak


orang pada pathophysiology komplikasi klasik diabetes. Ada sedikit perbedaan antara
microbiota subgingival pasien diabetes dengan periodontitis dan pasien nondiabetic
dengan periodontitis.Perbedaan yang penting di agen bacteriologic utama pada penyakit
periodontal menyatakan bahwa perbedaan di respon tuan rumah dapat berperan pada
peningkatan prevalensi dan severity pada pasien dengan diabetes melitus.
Hyperglycemia mengakibatkan peningkatan level cairan glukosa crevicular
gingival, yang dapat mengubah periodontal secara signifikan pada peristiwa
penyembuhan-luka dengan mengubah interaksi antara sel dan matriks ekstraselularnya di
dalam periodontium.Perubahan vaskuler terlihat pada retina, glomerulus, dan area
perineural juga terjadi di periodontium.Pembentukan AGEs mengakibatkan akumulasi
collagen di membran dasar kapiler periodontal, menyebabkan penebalan membrane.
Proliferasi AGE-stimulated smooth-muscle meningkatkan ketebalan dinding pembuluh.
Perubahan ini menurunkan perfusi dan oxygenasi jaringan. AGE-modified Collagen di
dinding pembuluh darah gingival mengikat LDL bersirkulasi, yang sering ditingkatkan
pada diabetes, menghasilkan formasi atheroma dan penyempitan lebih lanjut dari lumen
pembuluh.Perubahan pada periodontium di periodontium dapat mengubah secara
dramatis respon jaringan terhadap pathogen periodontal, menghasilkan peningkatan
kerusakan jaringan dan potensi perbaikan yang berkurang.
Diabetes mengakibatkan perubahan pada fungsi sel pertahanan tuan rumah seperti
polymorphonuclear leukocytes (PMNS), monocytes, dan macrophages. PMN adheren,
chemotaxis, dan phagocytosis adalah impaired. Defek pada garis yang pertama dapat
menahan melawan mikroorganisme yang periodontopathic dapat dengan mantap
meningkatkan kerusakan periodontal. Monocytes dan macrophages pada individu
diabetes sering hiper responsive terhadap antigen bakteri. This up-regulation
mengakibatkan peningkatan produksi proinflammatory cytokines dan mediators.Efek dari
perubahan pertahanan tuan rumah ini adalah peningkatan inflamasi periodontal,
kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang.4
Mikroorganisme dan penyakit periodontal
Dari semua berbagai mikroorganisme yang mengkolonisasi mulut, ada tiga,
Porphyromonas gingivalis, Tannerella forsythia (sebelumnya Bacteroides forsythus), dan
19

Actinobacillus actinomycetemcomitans telah terlibat sebagai agen etiologi dalam


periodontitis. Sebagaimana dinyatakan di atas, kehadiran patogen periodontal, meskipun
diperlukan untuk menyebabkan penyakit, tidak cukup. Memang rasio kemungkinan
berkembangnya penyakit periodontal pada individu yang pelabuhan salah satu patogen
periodontal diduga tidak cukup tinggi untuk mempertimbangkan mereka faktor risiko
(Ezzo dan Cutler, 2003). Kehadiran A. actinomycetemcomitans menganugerahkan ada
risiko tambahan mengembangkan periodontitis agresif lokal pada orang dewasa
meskipun fakta kehadirannya diperlukan untuk penyakit untuk mengembangkan
(Buchmann, et al., 2000). Telah menunjukkan bahwa Prevotella intermedia, P gingivalis,
dan Fusobacterium nucleatum mungkin indikator risiko penyakit periodontal pada
populasi yang beragam, meskipun mereka tidak faktor risiko (Alpagot et al., 1996).
Faktor Psikologis
Penelitian telah menunjukkan bahwa individu-individu di bawah tekanan psikologis lebih
mungkin untuk mengembangkan kehilangan perlekatan klinis dan kehilangan tulang
alveolar (Hugoson et al, 2002;. Mawhorter dan Lauer, 2001;. Pistorius et al, 2002;.
Wimmer et al, 2002). Salah satu hubungan yang mungkin dalam hal ini mungkin
peningkatan produksi IL-6 dalam menanggapi peningkatan stres psikologis (KiecoltGlaser et al., 2003). Studi lain menunjukkan bahwa respon host terhadap infeksi P.
gingivalis dapat dikompromikan pada individu secara psikologis stres (bidadari-Haddad
et al., 2003). Meskipun bukti yang ada dari kasus kontrol dan studi cross sectional, belum
ada penelitian longitudinal atau intervensi telah diterbitkan yang mengkonfirmasi stres
psikologis sebagai faktor risiko untuk penyakit periodontal. Mungkin hubungan hanya
karena fakta bahwa individu-individu di bawah tekanan cenderung untuk melakukan rutin
kebersihan mulut yang baik dan profilaksis (Croucher et al., 1997).
o Faktor Resiko yang tidak dapat Dirubah ( Non Modifiable Factor )
Faktor genetik
Meskipun infeksi bakteri adalah agen etiologi penyakit periodontal, studi kembar identik
menunjukkan 50% dari kerentanan terhadap penyakit periodontal adalah karena faktor
tuan rumah (Michalowicz et al., 2000). Demikian pula, penduduk asli dan relatif
terisolasi telah terbukti untuk mengembangkan periodontal yang berbeda penyakit
20

periodontal yang berbeda dari satu kelompok ke kelompok (Dowsett et al, 2001;..
Ronderos et al, 2001).
Respon Host
Pandangan saat ini banyak diadakan berdasarkan banyak bukti bahwa kerusakan yang
diamati pada penyakit periodontal adalah hasil dari respon imun tidak benar diatur untuk
infeksi bakteri daripada efek langsung merusak dari bakteri patogen sendiri (Van Dyke
dan Serhan 2003 ). Dalam kasus periodontitis agresif lokal, telah menyarankan bahwa
terlalu aktif atau "prima" neutrofil mungkin bertanggung jawab untuk menengahi banyak
kerusakan jaringan yang mengamati bahwa penyakit (Van Dyke dan Serhan, 2003).
Polimorfisme IL-1 gen telah dikaitkan dengan penyakit periodontal. Jadi spesifik Il-1
genotipe telah dikaitkan dengan keberadaan mikroorganisme patogen (Socransky et al.,
2000), dan peningkatan risiko penyakit periodontal non-perokok (Kornman et al., 1997)
dan perokok (Meisel dkk ., 2002; Meisel et al, 2003).. Dalam populasi yang diteliti oleh
Kornman et al. 1997 merupakan peluang jatah 18,9 dikaitkan dengan spesifik IL-1
genotipe. Hal ini juga menetapkan bahwa genotipe ini dan merokok menyumbang
sebanyak 80% dari penyakit periodontal diamati dalam populasi itu. Baru-baru ini Meisel
et al. 2002 telah menunjukkan hasil yang menunjukkan tidak ada efek Il-1 genotipe nonperokok. Guzman et al. 2003 telah menunjukkan kemungkinan hubungan antara Il-1
genotipe dan status periodontal pada penderita diabetes. Pada titik ini tidak ada yang pasti
Il-1 genotipe ada yang menempatkan individu dalam populasi tertentu pada risiko
penyakit periodontal. Selain itu, bukti menunjukkan kemungkinan interaksi antara Il-1
dan merokok dan diabetes menunjukkan bahwa ada interaksi antara genetik faktor
lingkungan yang menyebabkan penyakit periodontal. Bukti juga menunjukkan
kemungkinan hubungan antara penyakit periodontal dan fMLP dan polimorfisme reseptor
Fc. Ini, bagaimanapun, adalah kurang baik didokumentasikan pada saat ini. Demikian
pula, hubungan antara genetika HLA dan penyakit periodontal juga telah menyarankan
meskipun mereka tidak jelas ditetapkan.
Osteoporosis
Beberapa studi cross-sectional menunjukkan bahwa kepadatan tulang alveolar diubah
pada individu osteoporosis. Sedikit studi telah menunjukkan hubungan dengan tingkat
perlekatan klinis. Namun, hasil ini juga telah dibantah oleh beberapa studi lainnya.
21

Dalam studi longitudinal hubungan telah ditunjukkan antara osteoporosis dan keropos
tulang alveolar, tapi bukan antara osteoporosis dan tingkat perlekatan klinis.
2.3.4 Klasifikasi
a. Chronic Periodontitis
Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa atau
periodontitis kronis dewasa, adalah bentuk paling umum dari periodontitis. Hal ini
umumnya dianggap sebagai penyakit perlahan-lahan berkembang. Namun, dengan
adanya faktor sistemik atau lingkungan yang dapat mengubah respon host terhadap
akumulasi plak, seperti: diabetes, merokok, atau stres, perkembangan penyakit dapat
menjadi lebih agresif. Meskipun periodontitis kronis yang paling sering ditemukan pada
orang dewasa, dapat terjadi pada anak-anak dan remaja dalam bentuk plak kronis dan
akumulasi kalkulus.
Periodontitis kronis telah didefinisikan sebagai "penyakit yang mengakibatkan
peradangan dalam jaringan pendukung gigi, kehilangan perlekatan progresif, dan bone
loss".Definisi ini menguraikan karakteristik klinis dan etiologi utama penyakit: 1)
pembentukan plak mikroba, 2) inflamasi periodontal, dan 3) kehilangan perlekatan dan
tulang alveolar. Pembentukan poket periodontal biasanya sekuele dari proses penyakit
kecuali resesi gingiva menyertai kehilangan perlekatan, di mana kedalaman saku kasus
mungkin tetap dangkal, bahkan di hadapan kehilangan perlekatan yang sedang
berlangsung dan bone loss.5
Karakteristik umum
Temuan klinis yang khaspada pasien dengan periodontitis kronis yang tidak
diobati dapat mengakibatkan akumulasi plak supragingiva dan subgingiva (sering
dikaitkan dengan pembentukan kalkulus), inflamasi gingiva, pembentukan pocket,
kehilangan perlekatan periodontal, kehiangan tulang alveolar, dan sesekali nanah.

22

Gambar 2.7 Gambaran Klinis Periodontitis Kronis


Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th Ed

Pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk, gingiva biasanya bengkak dan
menunjukkan perubahan warna mulai dari merah pucat sampai magenta. Hilangnya stippling
gingiva dan perubahan topografi permukaan. Pada banyak pasien, perubahan warna, kontur, dan
konsistensi sering dikaitkan dengan inflamasi gingiva mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan,
dan peradangan yang dapat dideteksi hanya pendarahan gingiva dalam pemeriksaan saku
periodontal dengan probe periodontal.

Gambar 2.8 Periodontitis Kronis Lokal. A. Gambaran klinis gigi anterior yang menunjukan
sedikit plak dan inflamasai, B. Radiografis yang menunjukan hilangnya tulang angular di sisi
distal M1 kiri RA, C. Surgical exposurepada periodontitis kronis
Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th Ed

23

Perdarahan gingiva, baik spontan atau sebagai respons terhadap probing,adalah hal
biasa, dan eksudat peradangan terkait dari cairan sulkus dan nanah dari saku juga dapat
ditemukan. Dalam beberapa kasus, mungkin sebagai akibat dari lama, peradangan ringan,
penebalan, jaringan marginal fibrosis dapat mengaburkan perubahan inflamasi yang mendasari.
Pocket kedalaman bervariasi, dan keduanya dapat ditemukan dengan kehilangan tulang
horizontal dan vertikal.
Kegoyangan gigi sering muncul dalam kasus-kasus lanjutan dengan kehilangan
perlekatan yang luas dan bone loss. Periodontitis kronis dapat secara klinis didiagnosis dengan
mendeteksi perubahan inflamasi kronis pada gingival marginal, keberadaan pocket-pocket
periodontal, dan kehilangan perlekatan klinis. Hal ini didiagnosis radiografi dengan adanya bone
loss. Temuan ini mungkin mirip dengan yang terlihat pada penyakit agresif. Diagnosis diferensial
didasarkan pada usia pasien, laju perkembangan penyakit dari waktu ke waktu, sifat familial
penyakit agresif, dan tidak adanya relative faktor-faktor local dalam penyakit agresif
dibandingkan dengan kehadiran plak yang melimpah dan kalkulus dalam periodontitis kronis.
Epidemiologi
Tanda-tanda klinis dari peradangan kronis periodontitis yaitu: pembentukan pocket,
kehilangan perlekatan, dan bone loss yang diyakini disebabkan oleh efek langsung dan lokasi
spesifik akumulasi plak subgingiva. Sebagai akibat dari efek lokal ini, pembentukan pocket dan
perlekatan serta bone loss dapat terjadi pada salah satu permukaan gigi, sementara permukaan
lain mempertahankan perlekatan normal. Misalnya, permukaan proksimal dengan akumulasi
plak kronis mungkin memiliki kehilangan perlekatan, sedangkan permukaan wajah plak bebas
dari gigi yang sama mungkin bebas dari penyakit. Selain menjadi situs tertentu, periodontitis
kronis dapat digambarkan sebagai lokal, ketika beberapa situs menunjukkan perlekatan dan bone
loss, atau general, ketika banyak situs di sekitar mulut yang terkena.
Periodontitis dianggap lokal (localized) bila kurang dari 30% dari situs dalam mulut
menunjukkan kehilangan perlekatan dan bone loss sedangkan periodontitis dianggap umum
(generalized) ketika 30% atau lebih dari situs dalam mulut menunjukkan kehilangan perlekatan
dan bone loss. 3,6

24

Gambar 2.9 Periodontitis Kronis Umum. A. Gambaran klinis gigi anterior yang
menunjukan sedikit plak dan inflamasi, B. Radiografis yang menunjukan hilangnya tulang
secara horizontal
Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th Ed

Pola bone loss pada periodontitis kronis mungkin vertikal (sudut), ketika attachment dan
bone loss pada salah satu permukaan gigi lebih besar daripada permukaan yang berdekatan
(Gambar 16-2, C), atau horizontal, ketika attachment dan bone loss pada tingkat yang seragam
pada sebagian besar permukaan gigi (lihat Gambar 16-3, Vertical bone loss dikaitkan dengan
pembentukan pocket intrabony. Horizontal bone loss biasanya berhubungan dengan pocket
suprabony.
Tingkat Keparahan Penyakit
Tingkat keparahan kerusakan periodonsium seiring dengan bertambahnya usia,
kehilangan perlekatan dan bone loss menjadi lebih umum dan lebih parah karena akumulasi
kehancuran. Keparahan penyakit dapat digambarkan sebagai mild, moderate, dan severe. Istilahistilah ini dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat keparahan penyakit dari seluruh mulut
atau bagian dari mulut (misalnya, kuadran, sekstan) atau status penyakit dari gigi individual,
sebagai berikut:2
1.

Mild periodontitis: kerusakan periodontal umumnya dianggap ringan ketika tidak lebih dari

2.

1 sampai 2 mm kehilangan perlekatan klinis telah terjadi


Moderate periodontitis : kerusakan periodontal umumnya dianggap moderat ketika 3 sampai
4 mm kehilangan perlekatan klinis telah terjadi
25

3.

Severe periodontitis: kerusakan periodontal dianggap parah ketika 5 mm atau lebih


kehilangan perlekatan klinis

Gejala
Pasien pertama mungkin menyadari bahwa mereka memiliki periodontitis kronis ketika
mereka melihat bahwa gusi berdarah ketika menyikat gigi atau makan terdapat ruang antara gigi
mereka sebagai akibat dari perpindahan gigi; atau gigi yang telah menjadi longgar. Karena
periodontitis kronis biasanya tidak menimbulkan rasa sakit sehingga pasien mungkin kurang
inisiatif untuk mencari pengobatan dan menerima rekomendasi pengobatan. Kadangkadang,nyeri dapat hadir karena tidak adanya karies yang disebabkan oleh akar yang sensitif
terhadap panas, dingin, atau keduanya. Area nyeri lokal tumpul, kadang-kadang memancar jauh
kerahang, telah dikaitkan dengan periodontitis. Kehadiran daerah impaksi makanan dapat
menambah ketidaknyamanan pasien. "Gatal" pada gingiva juga dapat ditemukan.5
Disease Progression
Tingkat perkembangan umumnya lambat tetapi dipengaruhi oleh sistemik atau
lingkungan dan faktor kebiasaan. Serangan periodontitis kronik dapat terjadi kapan saja dengan
gejala pertama saat remaja berupa plak kronis dan penumpukan kalkulus. Walaupun berjalan
lambat dapat mengakibatkan keparahan 6 tahun kemudian.
Pada umumnya Periodontitis kronis tidak berkembang di seluruh mulut. Beberapa area
bersifat statis untuk beberapa waktu yang lama, tetapi ada juga yang cepat. Perkembangan
proggresif umumnya terjadi di area interproksimal area, daerah yang banyak plaknya, dan daerah
gigi yang tidak terjangkau ( furcation areas, overhanging margins of restorations, sites of
malposed teeth, or areas of food impaction).5
Beberapa model bertujuan untuk menjelaskan tingkat keparahan ini. Di dalam model
ini, tingkat keparahan diukur berdasarkan jaringan yang hilang selama periode:2
1. The continuous model. Penyakit ini bersifat lambat, berkelanjutan, dan kerusakan bersifat
konstan.
2. The random of episodic- burst model. Penyakit periodontal ini ditandai dengan ledakan
kerusakan yang pendek lalu diikuti periode tanpa kerusakan. Pola penyakit ini random.
3. The asynchronous, multiple- burst model. Kerusakan periodontal di sekitar gigi.
kronologi penyakit ini tidak sinkron antara gigi yan g satu dengan yang lain.
26

Prevalensi
Prevalensinya akan meningkat oleh oleh faktor umur, jenis kelamin. Faktor umur di sini
adalah durasi lamanya jaringan periodontal terkena plak kronis.
Risk Factor For Disease
1.

Prior History of Periodontal Disease


Walaupun bukan faktor resiko utama,sejarah penyakit periodontal pasien berpengaruh

besar terhadap kehilangan jaringan dan tulang. Hal ini berarti pasien gingivitis atau
periodontitis dapat kehilangan jaringan periodontal apabila tidak medapat perawatan. Pasien
pascaperiodontitis kronis dapat terkena kembali, oleh karena itu dibutuhkan perawatan dan
pemeliharaan untuk pecegahan.
2.

Local Factor
Penumpukan plak di gigi dan permukaan gingival di dentogingival junction adalah agen

penyebab utama gingivitis dan periodontitis kronik. Porphyromonas gingivalis, Tannerella


forsythia, Treponema denticola yang dikenal red complex berperan dalam attachment
yang terus menerus dan kehilangan tulang pada periodontitis kronik.
Penyakit genetik seperti interleukin- 1 (IL-1) dan perokok menambah resiko kehilangan
gigi. Diabetes adalah faktor lain yang berperan besar dalam kerusakan periodontal.
Karena kumpulan plak merupakan penyebab utama dari periodontal inflammation dan
kerusakan, plak harus dibersihkan dengan cara membersihkan mulut. Kalkulus adalah
kumpulan plak yang keras sebagai tempat tinggal bakteri.
3.

Systemic Factors
Diabetes adalah kondisi sistemik yang dapat menambah keparahan penyakit

periodontal.Tipe diabetes 2 atau diabetes mellitus (NIDDM) adalah diabetes yang paling
sering diderita.
Diabetes tipe 1 yang diderita anak- anak, remaja, akan menambah kerusakan
periodontal ketika diabetesnya tidak terkontrol. Kesimpulannya adalah diabetes tipe 1 dan 2
dapat meningkatkan resiko periodontitis dan dibutuhkan perawatan yang tepat
.
4. Environmental and Behavioral Factor
Merokok telah teruji dapat meningkatkan keparahan penyakit periodontal. Akibatnya
perokok yang mengalami periodontitis kronis lebih besar kehilangan gigi, jaringan, pocket

27

yang dalam.Calculus lebih banyak di area supragingival dan sedikit subgingival, dan lebih
sering gusi berdarah dibandingkan dengan bukan perokok
Emosi, stress berhubungan dengan necrotizing ulcerative disease yang berhubungan
dengan penurunan fungsi imun.
5. Hereditary Factor
Walaupun belum pasti genetik dapat menyebabkan periodontitis kronis tetapi
berdasarkan penelitian meningkatkan penumpukan plak dan kalkulus. Contoh penyakit
genetiknya adalah IL-1 A dan Il-1B. Pada pasien IL-1 memiliki resiko kehilangan gigi 2,7
kali pada perokok sedangkan IL-1 dan perokok beresiko 7,7 kali lebih tinggi.
Penyakit periodontal ini memiliki multifaktor seperti multiple local, sistemik, kondisi
lingkungan, dan genetik.5
b. Aggressive Periodontitis
Pada umumnya menyerang kesehatan secara sistemik pada pasien dengan usia < 30
tahun. Aggresive periodontitis sendiri dapat dibedakan dari chronic periondotitis dari usia,
kecepatan progress penyakit, microflora sub gingiva yang berhubungan, respon imun pasien, dan
adanya bawaan penyakit secara keturunan. Di US, berdasarkan penelitian prevalensi terdapat
pada African-Americans.
Aggressive Periodontitis diklasifikasikan menjadi Aggresive Localized Periondotitis
(ALP) atau dulu disebut dengan Aggressive Juvenile Periondotitis dan Aggressive Generalized
Periondotitis (AGP).
o Aggressive Localized Periondotitis
Latar Belakang
Pada 1923, Gottlieb melaporkan pasien dengan "diffuse athropy pada tulang alveolar".
Dikarakteristikkan dengan kehilangan ikatan kolagen pada ligamen periondotal dan digantikan
oleh jaringan ikat longgar juga terdapat pelebaran ligamen periondotal. Pada 1928, adanya
inhibisi dari pembentukan sementum berlanjut, dinamakan penyakit "deep cementhopia" dan di
hipotesis sebagai "penyakit erupsi".
1928 Wannenmacher, menemukan gigi molar pertama dan Insisivus, dan disebut dengan
Parodontitis Marginalis Progressiva. Istilah Juvenile periondotitis pertama kali di perkenalkan
oleh Chaput 1967 dan Butler 1969. Pada 1971, Baer menyatakan itu adalah " sebuah penyakit
28

periondotium yang terjadi pada remaja yang dikarakteristikan dengan kecepatan lepasnya tulang
alveolar di lebih dari 1 gigi pada gigi permanen dengan jumlah kerusakan tidak sebanding
dengan jumlah iritan". Pada 1989 World Workshop in Clinical Periondotitis, memberi istilah
Localized Juvenile Periondotitis yang sekarang disebut dengan Localized Aggressive
Periondotitis.5
Karakteristik Klinis.
Localized Aggressive Periondotitis biasanya terjadi pada saat pubertas. Secara klinis
terdapat pada gigi molar pertama atau insisivus dengan gambaran terlepasnya ikatan
interproksimal pada sedikitnya 2 gigi dimana salah satunya merupakan molar pertama dan
melibatkan tidak lebih dari 2 gigi selain molar pertama dan insisivus. Penyebab yang mungkin
menyebabkan kerusakan jaringan periodontal pada gigi tertentu:
1. Adanya inisiasi dari bakteri Aggregatibacter Actynomycetemcomitans, yang membentuk
koloni pada gigi permanen pertama yang erupsi yaitu gigi molar pertama dan insisivus.
Menginvasi pertahanan host dengan berbagai mekanisme yaitu dengan memproduksi
endotoksin, colagenase, leukotoxin, dan faktor lainnya yang dapat membuat bakteri
berkolonisasi pada poket dan menginvasi jaringan periodontal. Setelah inisial, pertahanan
imun yang adequate akan memproduksi antibodi opsonic yang akan memperbanyak
pembersihan dan fagositosis pada bakteri dan menetralkan aktivitas leukotoxic. Membuat
kolonisasi pada daerah lain terhindari. Adanya respon kuat dari antibodi pada agen
infeksi merupakan karakteristik Localized Aggressive Periondotitis.
2. Terdapat bakteri antagonis A.Actinomycetemcomitans yang dapat mengkolonisasi
jaringan periondotitis dan menghambat bakteri A.Actinomycetemcomitans untuk
berkolonisasi lebih jauh ke daerah periondotal di mulut.
3. A. Actinomycetemcomitans dapat berhenti memproduksi leukotoxin tanpa alasan. Jika itu
terjadi, menghambatnya kolonisasi di daerah baru.
4. Kelainan pada pembentukan sementum, menyebabkan terlokalisasinya lesi.Pada
permukaan akar padai gigi yang diekstraksi pada pasien LAPditemukan adanya
hipoplastic atau aplapastic sementum.

29

Terdapat poket yang dalam dan kehilangan tulang yang parah. Jumlah plak pada pasien
LAP, pada gigi yang terinfeksi sangat minimal. Disebut inkosisten dengan kerusakan periondotal
yang terjadi. Plaknya sangat tipis pada gusi dan jarang membentuk kalkulus. Namun prevalensi
bakteri A.Actinomycetemcomitans pada gusi tinggi. Seperti dengan namanya Aggressive,
progress penyakit ini cepat. Gambaran klinis yang terlihat antara lain: (1) Migrasi distolabial
pada maxilla incisor dengan diastema, (2) meningkatnya mobility pada incisor maxilla dan
mandibula dan molar pertama, (3) permukaan akar yang tidak terlapisi lagi, sensitif terhadap
termal dan stimuli taktil, (4) rasa nyeri yang dalam, dull, dan menyebar saat mastikasi,
disebabkan oleh iritasi pada struktus penyangga akibat gigi yang goyang dan impaksi makanan.
Dapat terjadi periondotal abses dan pembesaran regional lympanode.
Penampakan Radiography
1)

Terlihat hilangnya tulang alveolar secara vertikal di sekeliling M1 dan Insisivus. Terjadi di
masa pubertas pada remaja yang sehat.

2)

Kehilangan tulang alveolar dengan bentuk arch shape yang memanjang dari permukaan
distal P2 hingga permukaan mesial M2.

3)

Kecacatan tulang lebih besar dari chronic peiondotitis.

Gambar 2.10 Localized Aggressive Periodontitis


Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

Prevalensi dan Predileksi berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin


30

Localized Aggressive Periondotitis, prevalensinya terdapat pada remaja usia pubertas


atau di bawah 20 tahun. Prevalensinya lebih kepada orang berkulit hitam, dan laki-laki berkulit
hitam 2,9 kali lebih besar dari perempuan berkulit hitam sedangkan pada kulit putih perempuan
justru prevalensinya lebih besar dari laki-laki berkulit putih.5
o Generalized Aggressive Periodontitis
Agresif periodontitis generalis biasanya menyerang individu dibawah usia 30 tahun,
tetapi orang tua juga bisa terserang. Bedanya dengan local agresif periodontitis pada individu
yang menderita agresif periodontitis generalis memproduksi antibodi yang sedikit melawan
patogen. Secara klinis agresif periodontitis generalisata dikarakteristikkan dengan kehilangan
perlekatan interproksimal secara general sedikitnya 3 gigi permanen selain molar pertama dan
insisif.
Kerusakan muncul dan tetap terjadi secara bertahap dengan periode kerusakan lanjut
diikuti dengan tahapan kepasifan dari variable waktu (minggu sampai bulan bahkan tahun).
Gambaran radiologi sering memperlihatkan kerusakan tulang yang progresif sejak
evaluasi sebelumnya.Seperti yang terlikhat

pada local agresive periodontitis,pasien dengan

agresif periodontitis generalisata sering terdapat sejumlah sedikit bakteri plakyang berasosiasi
dengan gigi yg terinfeksi. secara kuantitas jumlah dari plak terlihat tidak konsisten dengan
jumlah dari kerusakan periodontal. Secara kualitas p.gingivalis, a.actinomycetemcomitans, dan
bacteriodes forsythus terdetekso ada pada plak.
Dua respons jaringan gingiva dapat ditemukan pada kasus ini. Pertama adalah parah,
yaitu inflamasi jaringan yg akut, adanya proliferasi, ulserasi dan berapi kemerahan. Pendarahan
mungkin terjadi secara spontan atau dengan stimulus. Supurasi juga merupakan tanda yang
penting yang akan muncul. Respon jaringan dipertimbangkan akan tetap terjadi pada destructive
stage, dimana perlekatan dan tulang akan lepas. Pada kasus lain jaringan gingival berwarna pink,
tidak ada inflamasi, dan adakalanya terdapat sedikit banyak tipling meskipun gambaran terakhir
tidak menampakkan stipling. Dilihat dari penampakkan klinis poket yang dalam dapat dilihat
melalui probing. Respon jaringan telah dipertimbangkan oleh page dan schroeder bersamaan
dengan periode kepasifan dimana level tulang masih tak berubah. Beberapa pasien dengan
agresif periodontitis generalisata menunjukkan manifestasi sistemik contohnya kehilangan berat
badan, depresi mental, dan malaise secara general.5
31

Gambar 2.11 Severe Generalized Aggressive Periodontitis


Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

Gambar 2.12 Gambaran Radiografis Severe Generalized Aggressive Periodontitis


Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

Prevalensi dan Distrubusi Penyakit Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin


Pada penelitian penyakit periodontal yang tidak diobati di sri lanka 8% dari populasi
memperlihatkan progres yang cepat dari penyakir periodontal ditandakan dengan kehilangan
perlekatan 0,1 sampai 1mm. Pada survey nasional di us usia 0,13 % 14 sampai 17 dilaporkan
32

menderita agresif periodontitis generalisata. Indivu berkulit hitam mempunyai resiko lebih tinggi
dari pada kulit putih dan laki-laki lebih banyak daripada perempuan.

Faktor Resiko
1. Faktor Mikrobiologi
Beberapa organisme

spesifik

sering

ditemukan

a.

actomycetemcomitans,

capnocytophaga sp. Eikenella corrodens, Prevotella intermedia, dan Campylobacter rectus


tetapi A.actinomycetemcomitans adalah patogen primer. Berdasarkan:
1. A.actinomycomitans ditemukan dalam frekuensi tinggi (mendekati 90%)
2. Jumlah a.actinomycomitans bertambah ditempat terjadinya agresif periodontitis
3.

lokalisata.
Pada serum

pasien

sering

ditemukan

antibody

yang

menunjukkan

a.actinomycetemcomitans
4. Studi klinis memperlihatkan hubungan antara pengurangan dari bakteri
a.actinomycetemcomitans memberikan respon yang baik.
5. A. actinomycetemcomitans memproduksi faktor virulensi yang berkontribusi dalam
proses penyakit.
Dalam beberapa studi a.actinomycetemcomitans tidak terdeteksi, studi lain melaporkan
adanya p.gingivalis, p. Intermedia, fusobacterium nucleatum, c.rectus dan treponema
denticola pada agresif periodontitis generalisata. A.actinomycetemcomitans sering ditemukan
pada jaringan periodontal yang sehat, menunjukkan bahwa bakteri tersebut merupakan flora
normal individu.
2.

Faktor imunologi
Antigen yang berperan adalah HLA-A9 (human leukocyte antigen) dan B15. Beberapa

pasien dengan agresif periodontitis memperlihatkan kerusakan fungsi dari polymorphonuklear


leukosit, monosit, atau keduanya. Sehingga tidak terjadi kemotaksis antara PMN dengan
sumber

infeksidan kehilangan

kemampuan untuk memfagositosis

dan membunuh

mikroorganisme.
3.
Faktor lingkungan
Jumlah dan durasi dari merokok merupakan variabel penting yang dapat mengakibatkan
dektruksi yang luas selama masa muda. Memungkinkan kerusakan gigi dan kehilangan
perlekatan pada psien perokok.
33

2.3.5

Pencegahan Periodontitis
Selain kunjungan rutin ke dokter gigi, pencegahan penyakit periodontal yang terbaik

adalah menjaga kebersihan rongga mulut di rumah. Kebiasaan hidup sehat dan menjaga
kebersihan mulut, termasuk menyikat gigi dan flossing, sangat penting dalam mencegah penyakit
gusi dan menjaga kebersihan mulut yang baik setelah perawatan periodontal.
Menyikat gigi dengan benar adalah cara pertama untuk mencegah penyakit periodontal.
Sikatlah gigi minimal dua kali dalam sehari saat pagi hari dan sebelum tidur, dibarengi dengan
penggunaan dental floss, tongue swab, dan juga obat kumur. Selain itu juga dengan meminum air
putih yang banyak untuk meningkatkan kadar saliva sehingga proses self cleansing meningkat,
diet nutrisi yang seimbang, dan menghindari kebiasaan merokok.7
2.3.6

Penatalaksanaan
Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase 1
Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa factor
etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau
melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan perwatan restoratif dan
prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase :
1. Memberi pendidikan pada pasien tentang control plak
2. Scalling dan root planning
3. Perawatan karies dan lesi endodontic
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5. Penyesuaian oklusal ( occlusal adjustment )
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
7. Perawatan orthodontic
8. Analisis diet dan evaluasinya
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas
b. Fase 2 : fase terapi korektif, termasuk korekso terhadap deformitas anatomical
seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang
berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi factor
predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah prosedur
yang dilakukan pada fase ini :
34

1. Bedah periodontal untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain :


kuretase ginggiva, ginggivektomi, prosedur regenerasi periodontal ( bone and
tissue graft ).
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang
c. Fase 3 : fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah kekambuhan pada
penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada
fase ini :
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
2. Reevaluasi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor
plak, ada tidaknya inflamasi ginggiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi
3. Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan
tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari evektivitas
kontol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
5. Aplikasi tablet fluoride secara topical untuk mencegah karies8

35

BAB III
KESIMPULAN

Penyakit periodontal merupakan penyebab utama tanggalnya gigi pada orang


dewasa yang disebabkan infeksi bakteri dan menimbulkan kerusakan pada gingival, tulang
alveolar, ligament periodontal, dan sementum. Penyebab utamanya adalah bakteri plak.
Umumnya tidak menimbulkan rasa sakit. Kunjungan berkala ke dokter gigi sangat berarti untuk
mendapatkan diagnosa dinidan perawatan penyakit periodontal.
Pencegahan penyakit periodontal yang terbaik adalah menjaga kebersihan rongga mulut
di rumah. Kebiasaan hidup sehat dan menjaga kebersihan mulut, termasuk menyikat gigi dan
flossing, sangat penting dalam mencegah penyakit gusi dan menjaga kebersihan mulut yang baik
setelah perawatan periodontal.

36

DAFTAR PUSTAKA

1. Tropazian RG, Goldberg MH. Management of Infections of The Oral and Maxillofacial
Regions.1st ed. Philadelphia: Saunders Company 1981.
2. Baelum, Vibeke; Lopez, Rodrigo (2003). "Defining and classifying periodontitis: need
for a paradigm shift?". European Journal of Oral Sciences 111 (1): 2
6. doi:10.1034/j.1600-0722.2003.00014.x. PMID 12558801.
3. Borrell, Luisa N.; Papapanou, Panos N. (2005). "Analytical epidemiology of
periodontitis". Journal of Clinical Periodontology 32 (s6): 132158. doi:10.1111/j.1600051X.2005.00799.x. PMID 16128835.
4. Javed, Fawad; Nsstrm, Karin; Benchimol, Daniel; Altamash, Mohammad; Klinge,
Bjrn; Engstrm, Per-Erik (2005). "Comparison of periodontal and socioeconomic status
between subjects with type 2 diabetes mellitus and non-diabetic controls". Journal of
Periodontology 78 (11): 21129. doi:10.1902/jop.2007.070186. PMID 17970677.
5. Kinane, Denis; and Bouchard, Phillippe on behalf of group E of the European Workshop
on Periodontology; Group E of European Workshop on Periodontology (2008).
"Periodontal diseases and health: Consensus Report of the Sixth European Workshop on
Periodontology". Journal of Clinical Periodontology 35 (s8, Special Issue: The 6th
European Workshop on Periodontology Contemporary Periodontics): 333
7. doi:10.1111/j.1600-051X.2008.01278.x.PMID 18724860.
37

6. Kingman, Albert; Albandar, Jasim M. (2008). "Methodological aspects of


epidemiological studies of periodontal diseases". Periodontology 2000 29 (1): 11
30. doi:10.1034/j.1600-0757.2002.290102.x.
7. Pihlstrom, Bruce L.; Michalowicz, Bryan S; Johnson, Newell W. (2005). "Periodontal
diseases". Lancet 366 (9499): 180920. doi:10.1016/S0140-6736(05)677288. ISSN 0140-6736. PMID 16298220.
8. Williams, Ray C.; Offenbacher, Steven (2000). "Periodontal medicine: the emergence of
a new branch of periodontology". Periodontology 2000 23 (1): 912. doi:10.1034/j.16000757.2000.2230101.x.

LAMPIRAN

38

Anda mungkin juga menyukai