Anda di halaman 1dari 45

Skenario 4

Matamu Merah
Seorang laki-laki berusia 26 tahun datang ke tempat praktek dr.Titis dengan
keluhan mata kanan merah sejak seminggu yang lalu. Keluhan disertai pandangan
kabur baik untuk melijat jauh maupun dekat, sering merasa silau, pedih, mata
berair terus menerus, dan terasa mengganjal. Menurut keterangan pasien awalnya
mata kanannya kelilipan benda asing selanjutnya ia mengucek-ngucek mata sampai
merah. Pasien tersebut mengeluh sering mengeluarkan secret kental berwarna hijau
terutama di pagi hari pada mata kirinya. Hasil pemeriksaan dokter Titis didapatkan
gambaran filtrate pada mata kanannya dan terdapat benjolan kemerahan pada
kelopak atas mata kiri serta terdapat injeksi silier pada konjungtiva kedua mata.

STEP 1
--

STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.

Anatomi dan fisiologi mata ?


Kenapa mata merah ?
Diagnosis penyakit dalam scenario ?
Penatalaksanaan ?
Kenapa ada benjolan di mata luar ?

STEP 3
1. Anatomi Mata
Kapal feri : kornea aquasumor pupil aquasumor lensa vitrosumor retina
Fisiologi Mata
1. Fototransduksi
2. Fototransmisi
2. Karena terjadi pelebaran pembuluh darah
3. a. Konjungtivitis
b. Keratitis
4. Disesuaikan berdasarkan etiologinya
5. Hordeoulum

STEP 4
2

1. Anatomi Mata
Mata atau organon visus secara anatomis terdiri dari Occulus dan alat tambahan (otot-otot) di
sekitarnya. Occulus terdiri dari Nervus Opticus dan Bulbus Occuli yang terdiri dari Tunika
dan Isi. Tunika atau selubung terdiri dari 3 lapisan, yaitu :
1. Tunika Fibrosa (lapisan luar), terdiri dari kornea dan sclera
2. Tunika Vasculosa (lapisan tengah) yang mengandung pembuluh darah, terdiri dari
chorioidea, corpus ciliaris, dan iris yang mengandung pigmen dengan musculus dilatator
pupillae dan musculus spchinter pupillae.
3. Tunika Nervosa (lapisan paling dalam), yang mengandung reseptor teridir dari dua
lapisan, yaitu : Stratum Pigmenti d dan Retina (dibedakan atas Pars Coeca yang meliputi
Pars Iridica dan Pars Ciliaris; Pars Optica yang berfungsi menerima rangsang dari conus
dan basilus
Isi pada Bulbus Oculli terdiri dari :
a. Humor Aques, zat cair yang mengisi antara kornea dan lensa kristalina, dibelakang dan
di depan iris.
b. Lensa Kristalina, yang diliputi oleh Capsula Lentis dengan Ligmentum Suspensorium
Lentis untuk berhubungan dengan Corpus Ciliaris.
c. Corpus Vitreum, badan kaca yang mengisi ruangan antara lensa dengan retina.
Sklera
Sklera dikenal juga sebagai putih mata, merupakan 5/6 dinding luar bola mata dengan
ketebalan sekitar 1 mm. Sklera mempunyai struktur jaringan fibrosa yang kuat sehingga
mampu mempertahankan bentuk bola mata dan mempertahankan jaringan-jaringan halus pada
mata. Pada anak-anak, sklera akan terlihat berwarna biru sedangkan pada orang dewasa akan
terlihat seperti warna kuning.
Konjungtiva
3

Konjungtiva adalah membrana mukosa (selaput lendir) yang melapisi kelopak & melipat ke
bola mata untuk melapisi bagian depan bola mata sampai limbus. Konjungtiva ada 2, yaitu
konjungtiva palpebra (melapisi kelopak) dan konjungtiva bulbi (menutupi bagian depan bola
mata). Fungsi konjungtiva: memberikan perlindungan pada sklera dan memberi pelumasan
pada bola mata. Konjungtiva mengandung banyak sekali pembuluh darah.
Kornea
Kornea adalah jaringan bening, avaskular, yang membentuk 1/6 bagian depan bola mata, dan
mempunyai diameter 11mm. Kornea merupakan kelanjutan dari sklera.
Lensa
Lensa terletak di depan badan kaca dan di belakang iris. Merupakan bangunan lunak, bening,
dan bikonveks (cembung), yang dilapisi oleh kapsul tipis yang homogen. Titik pusat
permukan anterior dan posterior disebut polus anterior & polus posterior, garis yg melewati
kedua polus disebut sumbu (aksis). Lensa dibungkus suatu kapsul, yang merupakan membran
bening yg menutup lensa dengan erat dan tebal pada permukaan anterior. Fungsi dari kapsul
ini adalah untuk mengubah bentuk lensa dan melindungi dr badan kaca dan humor akuos.
Lensa berperan penting pd pembiasan cahaya.
Iris
Iris terdiri dari otot polos yang tersusun sirkuler dan radier. Otot sirkuler bila kontraksi akan
mengecilkan pupil, dirangsang oleh cahaya sehingga melindungi retina terhadap cahaya yang
sangat kuat. Otot radier dari tepi pupil, bila kontraksi menyebabkan dilatasi pupil. Bila cahaya
lemah, otot radier akan kontraksi, shg pupil dilatasi utk memasukkan cahaya lebih banyak.
Fungsi iris: mengatur jml cahaya yang masuk ke mata dan dikendalikan oleh saraf otonom.
Badan siliar
Badan siliar menghubungkan koroid dengan iris. Tersusun dalam lipatan-lipatan yang berjalan
radier ke dalam, menyusun prosesus siliaris yang mengelilingi tepi lensa. Prosesus ini banyak

mengandung pembuluh darah dan saraf. Badan siliaris ini berfungsi untuk menghasilkan
aquous humour.
Koroid
Koroid adalah membran berwarna coklat, yang melapisi permukaan dalam sklera. Koroid
mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel pigmen yang memberi warna gelap. Fungsi
koroid: memberi nutrisi ke retina dan badan kaca, dan mencegah refleksi internal cahaya.
Vitreous Humour dan Aquous Humour
Tekanan mata dipengaruhi tekanan vitreous humour pada posterior mata dan aquous humour
yang mengisi kamera anterior (bilik depan). Normalnya volume vitreous humour (badan kaca)
adalah tetap.
Aquous humour
Cairan ini bertanggung jawab mengatur tekanan intraokuler. Perubahan kecepatan masuknya
aquous humour ke dalam mata dari prosesus siliaris atau kecepatan keluarnya humor akuos
dari sudut filtrasi akan mempengaruhi tekanan intraokuler.
Vitreous Humour (Badan Kaca)
Merupakan jaringan albuminosa setengah cair yang bening, yang mengisi ruang antara lensa
dan retina. Cairan ini mengisi 4/5 bagian belakang bola mata dan mempertahankan bentuk
bola mata serta mempertahankan retina untuk mengadakan aposisi dg koroid. Badan kaca
tidak mengandung pembuluh darah dan hanya mendapat nutrisi dari jaringan sekitarnya.
Retina
Retina merupakan lapisan paling dalam pada mata, merupakan lapisan penerima cahaya.
Retina terdiri dari membran lunak, rapuh, tipis. Tebal dari 0,4 mm dekat masuknya saraf
optikus smpai 0,1 mm pada orra serata. Warna merah ungu karena adanya rodopsin. Retina

mempunyai bintik kuning (makula lutea). Elemen peka cahaya mengandung sel-sel batang
dan kerucut.
Sel batang untuk intensitas cahaya rendah, sedangkan sel kerucut digunakan pada penglihatan
cahaya terang untuk penglihatan warna. Letak di pusat retina. Sistemnya adalah dengan
mengubah rangsang cahaya mjd impuls listrik yang berjalan sepanjang serabut saraf sensoris
menuju pusat penglihatan di otak.

Fisiologi Mata
1. Fototransduksi : cahaya masuk dari kornea sampai retina.
2. Fototransmisi : Manusia dapat melihat karena ada rangsang berupa sinar yang diterima
oleh reseptor pada mata. Jalannya sinar pada mata adalah sebagai berikut : Impuls
yang timbul dalam conus atau basilus berjalan melalui neuritnya menuju ke neuron
yang berbentuk sel bipoler dan akhirnya berpindah ke neuron yang berbentuk sel
mutipoler. Neurit sel-sel multipoler meninggalkan retina dan membentuk nervus
opticus. Kedua nervus opticus di bawah hypothalamus saling bersilangan sehingga
membentuk chiasma nervus opticus, yaitu neurit-neurit yang berasal dari sebelah
lateral retina tidak bersilangan. Tractus Opticus sebagian berakhir pada colliculus
superior, dan sebagian lagi pada corpus geneculatum lateral yang membentuk neuron
baru yang pergi ke korteks pada dinding fissura calcarina melalui capsula interna. Pada
dinding fisura calcarina inilah terdapat pusat penglihatan.

2. Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah


- arteri konjungtiva posterior yang memeprdarahi konjungtiva bulbi
- arteri siliar anterior
- arteri perikornea yang memperdarahi kornea
- arteri episklera yang terletak diatas sclera
Bila terjadi pelebaran pembuluh darah diatas maka menyebabkan mata merah. Selain
melebarnya pembuluh darah mata merah juga disebabkan karena pecahnya pembuluh darah
6

dan darah tertimbun dibawah jaringan konjungtiva. Keadaan ini disebut perdarahan
konjungtiva.
3. Konjungtivitis
Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata
yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010).
Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak,
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif
sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani
transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif (Therese, 2002).
Pembagian Konjungtivitis
Konjungtivitis Bakteri
A. Definisi
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada
konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata
dan iritasi mata (James, 2005).
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut,
subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N
gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang
paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan
7

Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis
sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang
sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi
pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan
imunodefisiensi (Marlin, 2009).
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh
ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis.
Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal,
penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008).
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab
perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik
(Visscher, 2009) A. Definisi B. Etiologi dan Faktor Resiko
C. Patofisiologi
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang
berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada
lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya
gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi
pada konjungtiva (Amadi, 2009).

D. Gejala
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis
bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang
ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata (AOA, 2010).
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri
namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata,

sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata
yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur. (James, 2005).

E. Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja penyakit
berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada
pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan
riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya
penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obatobatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan
riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).
F. Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien
yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering
terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus
kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata
prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel
goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan
trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan
ulserasi, infeksi dan parut pada kornea (Vaughan, 2010).
G. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.
Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap
konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus
segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan

mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk


menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).
Konjungtivitis Virus
A. Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi
ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada
konjungtivitis bakteri (Vaughan, 2010).
B. Etiologi dan factor resiko
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah
virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang
paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus
Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human
immunodeficiency virus (Scott, 2010).
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat
menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan
virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).
C. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis
konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009). Mikroorganisme
yang dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.

D. Gejala Klinis
10

Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada
keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai
demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai
pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah
terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan & Asbury, 2010).
Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran
pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam
(Senaratne & Gilbert, 2005).
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang
biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri,
fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan
coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi
airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadangkadang dapat terjadi kimosis (Scott, 2010).
E. Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu
diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut
penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik
maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan
lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada
anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata
atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan
gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan
lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz, 2009).
F. Komplikasi

11

Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis.


Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear
halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan,
2010).
G. Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa
umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal
atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien
konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi
(James, 2005).
Konjungtivitis Alergi
A. Definisi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan
oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et
al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva
adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010). Konjungtivitis alergi dibedakan
atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi
tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis
vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan, 2010).

B. Etiologi dan factor resiko


Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan
biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan
rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering
disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik
12

terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar
rak pada pengguna lensa-kontak atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007).
C. Gejala Klinis
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-kategorinya. Pada
konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal,
kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat.
Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal
dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila
halus di konjungtiva tarsalis inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid,
merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis
atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih
susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada
konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis
vernal (Vaughan, 2010).
D. Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada
gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling
penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin
saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010).
E. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder (Jatla, 2009).
F. Penatalaksanaan

13

Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan


kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk
meredakan gejala lainnya (Vaughan, 2010).

Konjungtivis gonore

A. Definisi
Konjungtivis gonore adalah suatu radang konjungtiva akut dan hebat dengan sekret
purulen yang disebabkan oleh kuman neisseria gonorrhoeae. 3-5

B. Etiologi
Konjungtivis gonore disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae. 1-8

C. Klasifikasi
Penyakit ini dapat mengenai bayi berumur 1 3 hari, disebut oftalmia
neonatorum, akibat infeksi jalan lahir. Dapat pula mengenai bayi berumur
lebih dari 10 hari atau pada anak-anak yang disebut konjungtivitis gonore
infantum. Bila mengenai orang dewasa biasanya disebut konjungtivitis
gonoroika adultorum.

3,4,7,9

D. Patofisiologi
Konjungtiva adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar mata.
Iritasi

apapun

dikonjungtiva

pada

mata

berdilatasi.

dapat

Iritasi

yang

menyebabkan
terjadi

ketika

pembuluh
mata

darah

terinfeksi

menyebabkan mata memproduksi lebih banyak air mata. Sel darah putih
dan mukus yang tampak di konjungtiva ini terlihat sebagai discharge yang
tebal kuning kehijauan.

14

Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium
:
1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang,
blefarospasme, disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat
injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik dan menebal, sekret serous,
kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin
disertai demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak
dan lebih menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar.
Gambaran

ini

adalah

gambaran

spesifik

gonore

dewasa.

Pada

umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan


biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya,

4,6,7

2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra
masih bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih
terdapat blefarospasme. Sekret yang kental campur darah keluar terusmenerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret
kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi
fibrin pada permukaan konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas
adalah sekret akan keluar dengan mendadak (memancar muncrat),
oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai
sekret mengenai mata pemeriksa.

4,6,7

3. Stadium Konvalesen (penyembuhan).


Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra
sedikit bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada
konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik, sekret
jauh berkurang. 4,6,7
Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan
kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang

15

sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini


didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri.
Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan
masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub
konjungtiva dan konjungtiva kemotik.

2,4,5,6,8,10

E. Gambaran klinis
Pada bayi dan anak
Gejala subjektif : (-)
Gejala objektif :
Ditemukan kelainan bilateral dengan sekret kuning kental, sekret dapat
bersifat serous tetapi kemudian menjadi kuning kental dan purulen. Kelopak
mata membengkak, sukar dibuka (gambar 1) dan terdapat pseudomembran
pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik dan tebal.

3-7,8-10

Pada orang dewasa


Gejala subjektif :
- Rasa nyeri pada mata.
- Dapat disertai tanda-tanda infeksi umum.
- Biasanya terdapat pada satu mata. Lebih sering terdapat pada laki-laki
dan biasanya mengenai mata kanan.
- Gambaran klinik meskipun mirip dengan oftalmia nenatorum tetapi
mempunyai beberapa perbedaan, yaitu sekret purulen yang tidak
begitu kental. Selaput konjungtiva terkena lebih berat dan menjadi
lebih menonjol, tampak berupa hipertrofi papiler yang besar (gambar
2). Pada orang dewasa infeksi ini dapat berlangsung bermingguminggu.

3-7,8-10,12

F. Pemeriksaan penunjang

16

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan sediaan langsung


sekret dengan pewarnaan gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman
penyebab dan uji sensitivitas untuk perencanaan pengobatan.
Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret
dengan

pewarnaan

metilen

biru,

diambil

dari

sekret

atau

kerokan

konjungtiva , yang diulaskan pada gelas objek, dikeringkan dan diwarnai


dengan metilen biru 1% selama 1 2 menit. Setelah dibilas dengan air,
dikeringkan dan diperiksa di bawah mikroskop. Pada pemeriksaan dapat
dilihat diplokok yang intraseluler sel epitel dan lekosit, disamping diplokok
ekstraseluler yang menandakan bahwa proses sudah berjalan menahun.
Morfologi dari gonokok sama dengan meningokok, untuk membedakannya
dilakukan tes maltose, dimana gonokok memberikan test maltose (-).
Sedang meningokok test maltose (+).
Bila pada anak didapatkan gonokok (+), maka kedua orang tua harus
diperiksa. Jika pada orang tuanya ditemukan gonokok, maka harus segera
diobati.

3,4,7,9

G.Penyulit
Penyulit yang didapat adalah tukak kornea marginal terutama di bagian
atas, dimulai dengan infiltrat, kemudian pecah menjadi ulkus. Tukak ini
mudah

perforasi

akibat

adanya

daya

lisis

kuman

gonokok

(enzim

proteolitik). Tukak kornea marginal dapat terjadi pada stadium I atau II,
dimana terdapat blefarospasme dengan pembentukan sekret yang banyak,
sehingga sekret menumpuk dibawah konjungtiva palpebra yang merusak
kornea dan hidupnya intraseluler, sehingga dapat menimbulkan keratitis,
tanpa didahului kerusakan epitel kornea. Ulkus dapat cepat menimbulkan
perforasi, edofthalmitis, panofthalmitis dan dapat berakhir dengan ptisis
bulbi.
Pada anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak kornea sehingga
sering terjadi perporasi kornea. Pada orang dewasa tukak yang terjadi sering
berbentuk cincin.

3,4,7,9,10

17

H. Pencegahan
1. Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan penyakit menular
seksual.
2. Secara klasik diberikan obat tetes mata A gNO3 1% Segera sesudah lahir
(harus diperhatikan bahwa konsentrasi A gNO3 tidak melebihi 1%).
3. Cara lain yang lebih aman adalah pembersihan mata dengan solusio
borisi dan pemberian kloramfenikol salep mata.
4. Operasi caesar direkomendasikan bila si ibu mempunyai lesi herpes aktif
saat melahirkan.
5. Antibiotik, diberikan intravena, bisa diberikan pada neonatus yang lahir
dari ibu dengan gonore yang tidak diterapi. 13,4,6,7,9,11
I. penatalaksanaan
Pengobatan dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok
batang intraseluler dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore.
Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penicillin, salep dan suntikan,
pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari.
Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau
dengan garam fisiologik setiap jam, kemudian diberi salep penisillin
setiap jam. Penisillin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan
penisillin (caranya : 10.000 20.000 unit/ml) setiap 1 menit sampai 30
menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit., disusul
pemberian salep penisillin setiap 1 jam selama 3 hari.
Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok.
Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik yang dibuat
setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.
Pada pasien yang resisten terhadap penicillin dapat diberikan cefriaksone
(Rocephin) atau Azithromycin (Zithromax) dosis tinggi.
18

4,8

Efek samping pengobatan


Tetes nitrat Argenti yang diberi pada bayi baru lahir untuk mencegah
infeksi gonore akan menyebabkan iritasi ringan, tapi akan sembuh
dengan sendirinya satu sampai dua hari tanpa meninggalkan kerusakan
menetap.
Antibiotika topikal dapat menyebabkan reaksi alergi.

Keratitis
A. Definisi
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang padakornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajampenglihatan menurun. Infeksi pada
kornea bisa mengenai lapisansuperficial yaitu pada lapisan epitel atau membran bowman
dan lapisanprofunda jika sudah mengenai lapisan stroma.
B. Epidemiologi
Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerikaterkena keratitis bakteri per
tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi,dengan lebih sedikit pada negara-negara
industri yang secara signifikanlebih sedikit memiliki jumlah pengguna lensa kontak.
Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi geografis dan berkisar dari 2%
darikasus keratitis di New York untuk 35% di Florida. Spesies Fusariummerupakan
penyebab paling umum infeksi jamur kornea di AmerikaSerikat bagian selatan (45-76%
dari keratitis jamur), sedangkan spesie Candida dan Aspergillus lebih umum di negaranegara utara. secarasignifikan lebih sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.
C. Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1 .Virus
2. Bakteri
3. Jamur

19

4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps.Hubungan ke sumber


cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasanbusur
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6.Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidakcukupnya
pembentukan air mata
7 . Adanya benda asing di mata
8.Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikeludara seperti debu,
serbuk sari, jamur, atau ragi
9.Efek samping obat tertentu
D. Patofisiologi
Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagaipertahanan imunologik
yang alamiah. Pada proses radang, mula-mulapembuluh darah mengalami dilatasi,
kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang meningkat dan masuk ke dalam
ruangekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag, leukosit polimorf nuklear,limfosit,
protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan jaringan yangutuh membentuk garis
pertahanan yang pertama. Karena tidakmengandung vaskularisasi, mekanisme kornea
dimodifikasi olehpengenalan antigen yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau
dikornea terjadi vaskularisasi. Rangsangan untuk vaskularisasi timbul olehadanya jaringan
nekrosis yang dapat dipengaruhi adanya toksin, proteaseatau mikroorganisme. Secara
normal kornea yang avaskuler tidakmempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi
terjadi jugapertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel.Reaksi imunologik di kornea dan
konjungtiva kadang-kadangdisertai dengan kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang
masuklimbus (kornea perifer) dan sklera yang letaknya berdekatan dapat ikutterkait dalam
sindrom iskhemik kornea perifer, suatu kelainan yang jarangterjadi, tetapi merupakan
kelainan yang serius. Patofisiologi keadaan initidak jelas, Antigen cenderung ditahan oleh
komponen polisakarida dimembrana basalis. Dengan demikian antigen dilepas dari kornea
yangavaskuler, dan dalam waktu lama akan menghasilkan akumulasi sel-selyang memiliki
kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak kearah sumber antigen di kornea
dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepikornea. Sindrom iskhemik dapat dimulai oleh
20

berbagai stimuli. B a h w a pada proses imunologik secara histologik terdapat sel plasma,
terutama di konjungtiva yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel plasmamerupakan
petunjuk adanya proses imunologik. Pada keratitis herpetikayang khronik dan disertai
dengan neo-vaskularisasi akan timbul limfosityang sensitif terhadap jaringan kornea.
E. Klasifikasi
Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal.Berdasarkan lapisan yang
terkena, keratitis dibagi menjadi:
1.Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan KeratitisPungtata Subepitel)
2.Keratitis Marginal
3.Keratitis Interstisial
Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:
1.Keratitis Bakteri
2.Keratitis Jamur
3.Keratitis Virus
4.Keratitis Herpetika.
a.Keratitis Infeksi Herpes Zoster
b.Keratitis Infeksi Herpes Simplek :Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis
5.KeratitisAlergi
a.Keratokonjungtivitis
b.Keratokonjungtivitis epidemi
c.Tukak atau ulkus fliktenular
d . Keratitis fasikularis
e.Keratokonjungtivitis vernal

Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:


1.Keratitis Flikten
2.Keratitis Sika
21

3.Keratitis Neuroparalitik
4.Keratitis Numuralis

Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu:


1. Keratitis Pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltratberbentuk bercakbercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikangambaran seperti infiltrat
halus bertitik-titik pada permukaan kornea.Merupakan cacat halus kornea superfisial
dan hijau bila diwarnaifluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah
keratitis yangterkumpul di daerah membran Bowman.

2. Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar denganlimbus. Penyakit
infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitiskataral atau keratitis marginal
ini. Keratitis marginal kataral biasanyaterdapat pada pasien setengah umur dengan
adanya blefarokonjungtivitis.
3. Keratitis Interstitial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknyapembuluh darah ke dalam
kornea dan dapat menyebabkan hilangnyatransparansi kornea. Keratitis interstitial

22

dapat berlanjut menjadikebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari keratitis
interstitial.
.Gambar 4. Keratitis Interstitial

Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu:


A.Keratitis Bakteri
1. Faktor Risiko
Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitelkornea adalah
potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis,beberapa faktor risiko
terjadinya keratitis bakteri diantaranya:
Penggunaan lensa kontak
Trauma
Kontaminasi pengobatan mata
Riwayat keratitis bakteri sebelumnya
Riwayat operasi mata sebelumnya
Gangguan defense mechanism
Perubahan struktur permukaan kornea
2. .Etiologi
23

Tabel 1. Etiologi Keratitis Bakteri

3. Manifestasi Klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri padamata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret danpenglihatan menjadi kabur. Pada
pemeriksaan bola mata eksternalditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme,
edema kornea,infiltrasi kornea
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkuskornea dan bagian
tepinya dengan menggunakan spatula sterilkemudian ditanam di media cokelat,
darah dan agar Sabouraud,kemudian dilakukan pengecatan dengan Gram.
Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak adaperbaikan secara klinis
dengan menggunakan blade kornea biladitemukan infiltrat dalam di stroma.
5. Terapi
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menungguhasil kultur
bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yangdapat diberikan:
B.Keratitis Fungi (Jamur)
1. EtiologiKeratitis jamur dapat disebabkan oleh:

24

a.Jamur berfilamen (filamentous fungi )Bersifat multiseluler dengan cabangcabang hifa, terdiri dari:
Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillussp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp,Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
b.Jamur ragi (yeast)yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dantunas :Candida
albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
c.Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedangmedia pembiakan
membentuk miselium :Blastomices sp,Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp,
Sporothrix sp.
2.Patologi
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamellakornea.Mungkin ada
nekrosis koagulatif stroma kornea yangmeluas dengan edema serat kolagen dan
keratosit.

Reaksiinflamasi

yang

menyertai

kurang

terlihat

daripada

keratitisbakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusatulkus.


Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifaberpotensi masuk ke
membran descemet yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior
3.Manifestasi Klinis
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karenainfeksi jamur
dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, danantigen jamur yang larut.
Agen-agen ini dapat menyebabkannekrosis pada lamella kornea, peradangan
akut , respon antigenikdengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang
berat.Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapatmenunjukkan
infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaankasar, dan bagian kornea yang
tidak meradang tampak elevasikeatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi
utama danberhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapatterlihat
paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesiutama, yang
merupakan reaksi antara antigen jamur dan responantibodi tubuh. Sebagai
25

tambahan, hipopion dan sekret yangpurulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi
konjungtiva dan kameraokuli anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan
diagnosisklinik dapat dipakai pedoman berikut :
Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikallama
Lesi satelit
Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dantonjolan seperti
hifa di bawah endotel utuh
Plak endotel
Hypopyon
Formasi cincin sekeliling ulku

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokankornea (sebaiknya
dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dantepi ulkus dengan biomikroskop.
Dapat dilakukan pewarnaanKOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India.
Biopsi

jaringan

kornea

dan

diwamai

denganPeriodic

Acid

Schiff atauMethenamine Silver.


5. Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:
Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole,Miconazole,
flukonazol, itraconazole, econazole, danclotrimazole.`

C. Keratitis Virus
1. Etiologi
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virustersering pada
kornea. Virus herpes simpleks menempati manusiasebagai host, merupakan parasit
intraselular obligat, dapatditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut,
26

vagina danmata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan


dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yangmengandung virus.
2. Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virusintraepitelial
mengakibatkan

kerusakan

sel

epitel

danmembentuk

tukak

kornea

superfisial.
Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virusyang menyerang
yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik selradang ke dalam stroma. Sel
radang ini mengeluarkan bahanproteolitik untuk merusak virus tetapi juga
akan merusak stromadi sekitarnya.
3. Manifestasi Klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatankabur, mata
berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang
terkena. Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupakonjungtivitis
folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yangulseratif, serta pembengkakan
kelenjar limfe regional. Kebanyakanpenderita juga disertai keratitis epitelial dan
dapat mengenai stromatetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat
sembuhsendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahantubuh sangat
lemah akan menjadi parah dan menyerang stromaGambar 7. Keratitis Virus
Herpes Simpleks
4.Pemeriksaan Penunjang
Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapatmenunjukkan sel-sel
raksasa, yang dihasilkan dari perpaduan darisel-sel epitel kornea yang terinfeksi
dan virus intranuclear inklusi
5. Terapi

27

DebridementCara
debridementepithelial,

efektif

mengobati

karena

virus

keratitis
berlokasi

dendritik
didalam

adalah
epithelial.

Debridement juga mengurangi beban antigenic virus pada stroma kornea.

Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yangterinfeksi mudah
dilepaskan. Debridement dilakukan denganaplikator berujung kapas khusus. Obat
siklopegik sepertiatropine 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam
sakuskonjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harusdiperiksa
setiap hari dan diganti penutupnya sampai defekkorneanya sembuh umumnya
dalam 72 jam.
Terapi Obat
IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan1% dan diberikan
setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap4 jam)
Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalambentuk salep
Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1%setiap 4 jam
Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat,khususnya pada
orang atopi yang rentan terhadappenyakit herpes mata dan kulit agresif.

Terapi

BedahKeratoplasti

penetrans

mungkin

diindikasikan

rehabilitasipenglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat,

Koagulasi cryo CO2.


Pembedahan kecil (eksisi).
28

untuk

Antihistamin umumnya tidak efektif


Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:


A.Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa
Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-abu pada lapisan
superfisial kornea. Epitel diatasnya mudah pecahdan membentuk ulkus. Ulkus ini
dapat sembuh atau tanpameninggalkan sikatrik. Adapula ulkus yang menjalar dari
pinggir ketengah, dengan pinggir meninggalkan sikatrik sedangkan bagiantengah nya
masih aktif, yang disebut wander phlyctaen. Keadaan inimerupakan proses yang
mudah sembuh, tetapi kemudian kambuh lagidi tempat lain bila penyebabnya masih
ada dan dapat menyebabkankelainan kornea berbentuk bercak-bercak sikatrik,
menyerupai pulau-pulau yang disertai geographic pattern.
B.Keratitis Sika
Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnyapermukaan kornea
dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaankonjungtiva dan kornea, yaitu:
-

Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis


Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelahmemakai obat

diuretik, atropin atau dijumapai pada usia tua.


Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaanavitaminosis A,
penyakit-penyakit yang menyebabkan cacatnyakonjungtiva, seperti trauma kimia,

Sindrom Steven Johnson,trakoma.


Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir,lagoftalmus,

keratitis neuroparalitika.
Adanya sikatrik pada kornea.Gejala klinis yang sering timbul yaitu mengeluh
mata terasa gatal,terasa seperti ada pasir,fotopobi,visus menurun, secret lengket,
mataterasa kering. Dari hasil pemeriksaan didapatkan sekret mukus dengantandatanda konjungtivitis dengan xerosis konjuntiva, sehinggakonjungtiva bulbi
edema, hiperemi, menebal, kering, tak mengkilat,warnanya mengkilat. Terdapat
infiltrat-infiltrat kecil,letak epiteleal,tesfluoresen (+). Terdapat juga benangbenang (filamen) yangsebenarnya sekret yang menempel, karena itu, disebut juga
keratitisfilamentosa.
29

C.Keratitis Numularis
Diduga dari virus. Pada klinis, tanda-tanda radang tidak jelas,terdapat infiltrat bulatbulat subepitelial di kornea, dimana tengahnya lebih jernih, disebut halo (diduga
terjadi karena resorpsi dari infiltratyang dimulai di tengah). Tes fluoresen (-).
Keratitis ini kalau sembuhmeninggalkan sikatrik yang ringan.
Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisankornea dan akhirnya
perforasi kornea yang dapat mengakibatkanendophtalmitis sampai hilangnya penglihatan
(kebutaan). Beberapakomplikasi yang lain diantaranya:
Gangguan refraksi
Jaringan parut permanent
Ulkus kornea
Perforasi kornea
Glaukoma sekunder
Prognosis
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepatdan jika tidak diobati
dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akanmenjadi sikatriks dan dapat
mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.Prognosis visual tergantung pada beberapa
faktor, tergantung dari:
Virulensi organisme
Luas dan lokasi keratitis
Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

4. Penatalaksanaan
1. KonjungtivitisBakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal,
30

seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin, dll. selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak
memberikan hasil yang baik, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan.
Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata disertai
antibiotik spektrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur atau salep mata 45 kali
sehari. Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas.
Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gramnegatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen
dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline
untukmenghilangkan.
2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Penatalaksanaan keperawatan:
a.Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topikal dan
sistemik. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih atau dengan garam
fisiologik setiap jam.
b.Kemudian diberi salep penisilin setiap jam.Pengobatan biasanya dengan
perawatan

di

Rumah

Sakit

dan

terisolasi

Medika

mentosa:

a.Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000
20.000 unti /ml setiap 1 menit sampai 30 menit
b.Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul pemberian salep
penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
c.Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.
d.Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap
hari menghasilkan 3 kali berturut turut negatif
3. Konjungtivitis alergi
Penatalaksanaan keperawatan berupa Kompres dingin dan menghindarkan penyebab
pencetus penyakit. Dokter biasanya memberikan obat Antihistamin atau bahan
vasokonstriktor dan pemberian Astringen, sodium kromolin, steroid topikal dosis
rendah. Rasa sakit dapat dikurangi dengan membuang kerak-kerak dikelopak mata
dengan mengusap pelan-pelan dengan salin(garam fisiologis). Pemakaian pelindung
31

seluloid pada mata yang sakit tidak dianjurkan karena akan memberikan lingkungan
yang baik bagi mikroorganisme
4.

Penatalaksanaan Keratitis
Penatalaksanaan keratitis bergantung pada etiologi yang mendasarinya. Bentuk
sediaan yang diberikan dapat berupa tetes mata, pil, atau intravena. Semua benda asing
yang ada pada kornea dan konjungtiva harus dihilangkan. Keratitits pungtata
superficial penyembuhannya dapat berakhir dengan sempurna. Infeksi keratitis
biasanya membutuhkan antibakteri, antifungal, atau terapi antiviral, apabila virus yang
menjadi penyebabnya, keratitis tidak perlu mendapatkan pengobatan yang khusus
karena biasanya dapat sembuh lebih kurang dalam 3 minggu. Pemberian cendo citrol
tetes mata (6 x 1 tetes) yang diindikasikan kortikosteroid dapat menekan infeksi
sekunder.5 Tetes mata steroid sering diberikan untuk mengurangi inflamasi dan scar
yang mungkin timbul. Tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena beberapa
infeksi dapat lebih buruk setelah penggunaan. Jika penyebab keratitis adalah mata
kering, dapat diberikan salep dan air mata buatan. Jika penyebabnya adalah sinar
ultraviolet atau lensa kontak, diberikan salep antibiotik dan obat untuk melebarkan
pupil. Jika penyebabnya adalah reaksi terhadap obat-obatan, maka sebaiknya
pemakaian obat dihentikan. Pada umumnya, pengguna kontak lensa akan diberi
nasihat untuk tidak meneruskan kembali, walaupun tidak berakaitan dengan sebab
timbulnya keratitis.Pemberian antibiotik, air mata buatan.
Pada keratitis bakteri diberikan gentamisin 15mg/ml, tobramisin 15mg/ml,
atauseturoksin 50mg/ml. Untuk hari-hari pertama diberikan setiap setengah jam
kemudianditurunkan menjadi setiap jam sampai 2 jam bila membaik. Ganti obatnya
bilaresisten atau tidak terlihat membaik.
Perlu diberikan siklopegik untuk menghindari terbentuknya sinekia posterior
danmengurangi nyeri akibat spasme siliar.
Pada keratitis jamur, sebagai terapi awal
-

diberikan ekonazol 1% yang berspektumluas.


Debriment.
Anti virus, anti inflamasi dan analgetik
32

5. Hordeolum
a. Definisi
Hordeolum (sty) atau yang di Indonesia dikenal sebagai bintitan, adalah infeksi pada
kelenjar di tepi atau di bawah kelopak mata. Biasanya hordeolum ini berisi nanah. Bila
bertambah besar, akan menyebabkan sulit untuk melihat jelas, karena tidak dapat
membuka

mata

secara

optimal.

Lebih dari satu hordeolum dapat terjadi dalam satu waktu, yang disebabkan karena
peradangan yang meluas di kelopak mata, sebuah kondisi yang disebut blefaritis.
Hordeolum biasanya akan sembuh sendiri secara spontan dan sementara itu dapat diberi
kompres hangat.
b. Gejala
Hordeolum memberikan gejala radang pada kelopak mata seperti bengkak, mengganjal
dengan rasa sakit, merah, dan nyeri bila ditekan. Mata mungkin berair, peka terhadap
cahaya terang dan penderita merasa ada sesuatu di matanya. Biasanya sebagian kecil
kelopak akan membengkak, walaupun dapat terjadi pada seluruh kelopak yang
menyebabkan kelopak mata sukar diangkat karena bertambah beratnya kelopak. Pada
pasien dengan hordeolum, kelenjar preaurikel, yaitu kelenjar yang terdapat di belakang
telinga, biasanya turut membesar. Sering hordeolum ini membentuk abses (kantung
nanah) dan pecah dengan sendirinya.
c. Pengobatan
Untuk mempercepat peradangan kelenjar dapat dapat diberikan kompres hangat, 4 kali
sehari selama 10 menit sampai nanah keluar. Pengangkatan bulu mata dapat memberikan
jalan untuk penyerapan nanah. Diberi antibiotik lokal terutama bila berbakat berulang
atau

terjadinya

pembesaran

kelenjar

aurikel.

Biasanya tidak diperlukan antibiotik oral bila tidak terjadi peradangan menyeluruh di
kelopak mata. Namun bila terjadi, dapat diberikan eritromisin 250 mg atau 125-250 mg
diklosasilin 4 kali sehari, dapat juga diberi tetrasiklin. Bila terdapat infeksi stafilokokus di

33

bagian tubuh lain maka sebaiknya diobati juga bersama-sama. Pada nanah dan kantong
nanah yang tidak dapat keluar, dilakukan penyayatan untuk mengeluarkan nanah.
d. Penyebab
Penyebab dari hordeolum adalah infeksi bakteri, biasanya bakteri staphylococcus, yang
menyerang kelenjar minyak kelopak mata.
e. Faktor Resiko
Hordeolum tidak terlalu menular. Untuk meminimalkan penularan, perlu melakukan
teknik cuci tangan yang benar sebelum menyentuh kulit di sekitar mata.

STEP 5
1. Penyakit mata luar ?
2. Ulcus Kornea
3. Komplikasi keratitis

STEP 6
-----------

STEP 7
1. Penyakit mata laur
A. Aparatus lakrimalis
Dakriodenitis
Dakrioadenitis ialah suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars sekretorik. Dibagi
menjadi dua yaitu dakrioadenitis akutdan kronik, keduanya dapat disebabkan oleh suatu
proses infeksiataupun dari penyakit sistemik lainnya.Patofisiologinya masih belum jelas,
namun

beberapa

ahlimengemukakan
34

bahwa

proses

infeksinya

dapat

terjadi

melalui penyebaran kuman yang berawal di konjungtiva yang menuju keductus lakrimalis
dan menuju ke kelenjar lakrimalis.Beberapa penyebab utama dari proses infeksi terbagi
menjadi 3 , yaitu :
1. Viral (penyebab utama)
Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak)
Epstein-Barr virus
Herpes zoster
Mononucleosis
Cytomegalovirus
Echoviruses
Coxsackievirus A
2. Bacterial
Staphylococcus aureusandStreptococcus
Neisseria gonorrhoeae
Treponema pallidum
Chlamydia trachomatis
Mycobacterium leprae
Mycobacterium tuberculosis
Borrelia burgdorferi
3. Fungal (jarang)
Histoplasmosis
Blastomycosis
Parasite (rare)
Schistosoma haematobium
Protozoa (rare)
pada penyakit sistemik yang memungkinkan terjadinya dakrioadenitis adalah :
1Sarcoidosis
2.Graves disease
3.S jgren syndrome3
35

4.Orbital inflammatory syndrome


5.Benign lymphoepithelial lesion

Dakrioadenitis Akut
Pada dakrioadenitis akut sering ditemukan pembesaran kelenjar air mata di dalam
palpebra superior , hal ini dapat ditemukan apabila kelopak mata atas dieversi , maka
akan kelihatan tonjolan dari kelenjar air mata yangmengalami proses inflamasi . Pada
perabaan karena ini merupakan suatu proses yang akut maka biasanya akan sangat nyeri
dan dapat diikuti olehgejala klinis lainnya yaitu kemosis (pembengkakkan
konjungtiva),konjungtival injeksi , mukopurulen sekret, erythema dari kelopak
mata,lymphadenopati (submandibular), pembengkakkan dari 1/3 lateral ataskelopak
mata (S- shape ) , proptosis , pergerakan bola mata yang terbatas
Diagnosis bandingnya :
1.Hordeolum internum biasanya lebih kecil dan melingkar
2.Abses kelopak mata terdapat fluktuasi
3.Selulitis orbita biasanya berkaitan dengan penurunan pergerakan mata
Dakrioadenitis Kronik
Pada kronis darkrioadenitis gejala klinisnya lebih baik daripada yang akut. Umumnya
tidak ditemukan nyeri , ada pembesaran kelenjar namunmobil, tanda-tanda ocular
minimal, ptosis bisa ditemukan, dapat ditemukansindroma mata kering .
Diagnosis bandingnya :
1.Periostitis dari kelopak mata atas sangat jarang terjadi
2.Lipodermoid tidak ada tanda-tanda inflamasiSemuanya diterapi secara kausatif dan
kompres mata dengan rivanol.Keterangan gambar : Tampak eritema dan odema pada
kedua mata
Dakriosistitis
36

Suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars ekskretorik.Patofisiologinya kembali
lagi pada anatomi bahwa pars ekskresi memilikimukous membran yang memang sudah
ada koloni bakteri yaitu padakonjungtiva, dan mukosa nasi . Kegunaan dari sistem
ekskresi adalahmengeluarkan air mata ke cavum nasi , seperti sistem drainase .
Adanyastagnansi dari air mata , dan tidak dapat dikeluarkan ke kavum nasi maka
akanada gangguan dari sistem drainase air mata dan hal ini dapat menjadi mediakuman
untuk memperbanyak diri dan terjadilah proses inflamasi disana.Dakriosistitis sering
muncul pada mata kiri daripada mata kanan,dikarenakan sudut yang terbentuk antara
fossa lakrimalis dan duktus nasolakrimalis kiri lebih kecil daripada yang
kanan.Dakriosistitis dibagi menjaditiga yaitu, akut , kronis dan kongenital.
Dakriosistitis Akut
Pada dakriosistitis akut dapat ditemukan beberapa gelaja klinis antaralain dapat
ditemukan pada perabaan yaitu pembengkakan pada daerah kantusmedial hingga ke
hidung , muka , bahkan ke dahi. Keluarnya sekret purulendari puncta, dapat ditemukan
conjungtiva injeksi dan selulitis per septal,ataupun selulitis orbital .
Diagnosis bandingnya :
1.Hordeolum
-lebih kecil, berbatas jelas, tidak mobil, ada inflamasi2.Orbital selulitis
-biasanya terjadi penurunan pergerakan bola mata
Dakriosistitis Kronik
Pada dakriosistitis kronis dapat ditemukan beberapa gejala klinisantara lain epifora dan
lakrimasi karena adanya obstruksi pada jalan keluarnyaair mata.Pada dakriosistitis
kongenital,

karena

terjadinya

obstruksi

dari

sistemdrainase

sehingga

terjadi

penumpukkan debris dan denudasi daripada epitel permukaan mata , seringkali gejala
klinis yang ditimbulkan adalahkonjungtivitis . Biasanya bakteri yang menginfesi adalah
staphylococcus

yangmenghasilkan

eksotoxin.Beberapa

penyebab

ditemukan adalah :
1.Bakteri aerobik antara lain S epidermidis, S aureus, and
2.Bakteri gram negatif yang sering menjadi penyebab adalah E coli
37

yang

sering

Terapi untuk dakriosistitis bergantung pada etiologi dan causanya, pada anak- anak
biasanya diterapi dengan pemijatan pada daerah antara mata dengan hidung untuk
membuka obstruksi yang terjadi dan diberikan pulaantibiotik. Apabila obstruksi tidak
membaik pada terapi pemijatan, dapatdilakukan operasi dakriosistorinostomi . Pada
penderita dewasa biasanyadilakukan irigasi pada ductus lakrimalis dengan menggunakan
salin, dandiberikan pengobatan topikal antibiotik.
2. Ulkus kornea
a. Definisi
Ulkus Kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea
akibat kematian jaringan kornea. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang
tepat dan cepat uuntuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti
desmetokel, perforasi, endoftalmitis.

b.

Etiologi
Penyakit kornea adalah penyakit mata yang serius karena menyebabkan gangguan tajam
penglihatan, bahkan dapat menyebabkan kebutaan. Ulkus kornea merupakan hilangnya
sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea.Ulkus biasanya terbentuk
akibat; infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus, pseudomonas, atau pneumokokus),
jamur virus (misalnya herpes) atau protozoa akantamuba, selain itu ulkus kornea
disebabkan reaksi toksik, degenerasi, alergi dan penyakit kolagen vaskuler. Kekurangan
vitamin A atau protein, mata kering (karena kelopak mata tidak menutup secara sempurna
dan melembabkan kornea).

c. Faktor resiko terbentuknya antara lain adalah cedera mata, ada benda asing di mata, dan
iritasi akibat lensa kontak.
d. Patofisiologi

38

Bila pertahanan normal pada mata seperti epitel kornea mengalami gangguan, resiko
terjadinya infeksi sangat tinggi. Penyebab yang mungkin seperti trauma langsung pada
kornea, penyakit alis mata yang kronis, abnormalitas tear film yang mengganggu
keseimbangan permukaan bola mata dan trauma hipoksia akibat pemakaian lensa
kontak.Koloni bakteri patologi pada lapisan kornea bersifat antigen dan akan melepaskan
enzim dan toksin. Hal ini akan mengaktifkan reaksi antigen antibodi yang mengawali
proses inflamasi. Sel-sel PMN pada kornea akan membentuk infiltrat. PMN berfungsi
memfagosit bakteri. Lapisan kolagen stroma dihancurkan oleh bakteri dan enzim leukosit
dan proses degradasi berlanjut meliputi nekrosis dan penipisan. Karena penipisan lapisan
ini, dapat terjadi perforasi menyebabkan endoftalmitis. Bila kornea telah sembuh, dapat
timbul jaringan sikatrik yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Bakteri gram
positif lebih banyak menjadi penyebab infeksi bakterialis di dunia bagian selatan.
Psaeudomonas aeruginosa paling banyak ditemukan pada ulkus kornea dan keratitis
karena lensa kontak.Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditentukan oleh
adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal ada 2
bentuk tukak pada kornea, yaitu sentral dan marginal/perifer.Tukak kornea sentral
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus.

Sedangkan perifer umumnya

disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer
biasanya disebabkan oleh kuman Stafilokok aureus, H. influenza, dan M. lacunata.
e.

Jenis
1. Ulkus Kornea Sentral
Ulkus kornea sentral dapat disebabkan oleh pseudomonas, streptococcus, pneumonia,
virus, jamur, dan alergi. Pengobatan ulkus kornea secara umum adalah dengan
pemberian antibiotika yang sesuai dan sikloplegik. Pembentukan parut akibat ulserasi
kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia.
Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis
penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Ulserasi supuratif
sentral dahulu hanya disebabkan oleh S pneumonia. Tetapi akhir-akhir ini sebagai
akibat luasnya penggunaan obat-obat sistemik dan lokal (sekurang-kurangnya di
negara-negara maju), bakteri, fungi, dan virus opurtunistik cenderung lebih banyak
menjadi penyebab ulkus kornea daripada S pneumonia.

39

Ulkus kornea sentral dengan hipopion


Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel. Lesi
terletek di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Hipopion biasanya (tidak selalu)
menyertai ulkus. Hipopion adalah pengumpulan sel-sel radang yang tampak sebagai
lapis pucat di bagian bawah kamera anterior dan khas untuk ulkus sentral kornea
bakteri dan fungi. Meskipun hipopion itu steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali
terjadi robekan pada membran descemet, pada ulkus fungi lesi ini mungkin
mengandung unsur fungi.
Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus kornea yang khas biasanya terjadi pada orang dewasa yang bekerja di bidang
konstruksi, industri, atau pertanian yang memungkinkan terjadinya cedera mata.
Terjadinya ulkus biasanya karena benda asing yang masuk ke mata, atau karena erosi
epitel kornea. Dengan adanya defek epitel, dapat terjadi ulkus kornea yang disebabkan
oleh mikroorganisme patogen yang terdapat pada konjungtiva atau di dalam kantong
lakrimal. Banyak jenis ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya bervariasi
dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang disebabkan bakteri
oportunitik (misalnya Streptococcus alfa-hemolyticus, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M fortuitum-chelonei), yang menimbulkan
ulkus indolen yang cenderung menyebar perlahan dan superficial.
Ulkus sentral yang disebabkan Streptococcus beta-hemolyticus tidak memiliki ciri
khas. Stroma kornea disekitarnya sering menunjukkan infiltrat dan sembab, dan
biasanya terdapat hipopion yang berukuran sedang. Kerokan memperlihatkan kokus
gram (+) dalam bentuk rantai. Obat-obat yang disarankan untuk pengobatan adalah
Cefazolin, Penisillin G, Vancomysin dan Ceftazidime.
Ulkus kornea sentral yang disebabkan Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, dan Streptococcus alfa-hemolyticus kini lebih sering dijumpai daripada
sebelumnya, banyak diantaranya pada kornea yang telah terbiasa terkena
kortikosteroid topikal. Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai hipopion dan
sedikit infiltrat pada kornea sekitar. Ulkus ini sering superficial, dan dasar ulkus
40

teraba padat saat dilakukan kerokan. Kerokan mengandung kokus gram (+) satu-satu,
berpasangan, atau dalam bentuk rantai. Keratopati kristalina infeksiosa telah
ditemukan pada pasien yang menggunakan kortikosteroid topikal jangka panjang,
penyebab umumnya adalah Streptococcus alfa-hemolyticus.
Ulkus Kornea Fungi
Ulkus kornea fungi, yang pernah banyak dijumpai pada pekerja pertanian, kini makin
banyak diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam
pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul bila
stroma kornea kemasukan sangat banyak mikroorganisme. Mata yang belum
terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi masukkan mikroorganisme sedikitsedikit.Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organisme oportunistik seperti Candida,
Fusarium, Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada ciri khas
yang membedakan macam-macam ulkus fungi ini.Kerokan dari ulkus kornea fungi,
kecuali yang disebabkan Candida umumnya mengandung unsur-unsur hifa; kerokan
dari ulkus Candida umumnya mengandung pseudohifa atau bentuk ragi, yang
menampakkan kuncup-kuncup khas.
Terapi
Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi virus didalam
kornea sambil memperkecil efek merusak respons radang.
1. Debridement
Cara efektif mengobati keratitis adalah debridement epitelial karena virus
berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus
pada stroma kornea. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas
khusus. Obat siklopegik seperti atropin 1% diteteskan ke dalam sakus konjungtiva
dan ditutup sedikit dengan tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti
penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.
Pengobatan tambahan dengan anti virus topikal mempercepat pemulihan epitel.
2. Terapi Obat
41

Agen anti virus topikal yang dipakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine,
trifluridine,

vidarabine

dan

acyclovir.

Replikasi

virus

dalam

pasien

imunokompeten khususnya bila terbatas pada epitel kornea umumnya sembuh


sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid
topikal tidak perlu bahkan berpotensi sangat merusak. Penting sekali ditambahkan
obat anti virus secukupnya untuk mengendalikan replikasi virus
3.

Terapi Bedah
Keratoplasi penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien
yang mempunyai parut kornea berat namun hendaknya dilakukan beberapa bulan
setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah infeksi herpes rekurens dapat
timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk
mencegah penolakan transplantasi kornea. Lensa kontak lunak untuk terapi atau
tarsorafi mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat pada
keratitis herpes simpleks.

2. Ulkus Kornea Perifer


Ulkus Dan Infiltrat Marginal
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus ini timbul
akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun khususnya blefarokonjungtivitis
stafilokokus. Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibodi dari
pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel kornea.
Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linier atau lonjong terpisah dari
limbus oleh interval bening dan hanya pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami
vaskularisasi. Proses ini sembuh sendiri umumnya setelah 7 sampai 10 hari. Terapi
terhadap blefaritis umumnya dapat mengatasi masalah ini, untuk beberapa kasus
diperlukan kortikosteroid topikal untuk mempersingkat perjalanan penyakit dan
mengurangi gejala. Sebelum mamekai kortikosteroid perlu dibedakan keadaan ini
yang dulunya dikenal sebagai ulserasi kornea catarrhal dari keratitis marginal.
f. Pengobatan

42

Pengobatan pada ulkus korne bertujuan untuk menghalangi hidupnya bakteri dengan
antibiotik dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Ulkus korne adalah keadaan
darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang
lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus tergantung kepada penyebabnya,
diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, antivirus atau anti jamur. Untuk
mengurangi peradangan bisa diberikan tetes mata kortikosteroid.
Yang harus diperhatikan dalam terapi ulkus kornea adalah bahwa ulkus kornea tidak
boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga berfungsi sebagai inkubator, selain
itu debridement juga sangat membantu dalam keberhasilan penyembuhan. Pengobatan
ulkus dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tengan kecuali bila
penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1-2 minggu. Pada
ulkus kornea dilakukan keratoplasti atau pembedahan apabila dengan terapi
medikamentosa tidak sembuh, terjadi jaringan parut yang menganggu penglihatan,
penurunan visus yang menganggu pekerjaan penderita, kelainan kornea yang tidak
disertai kelainan ambliopia.
3. Komplikasi keratitis
1. Gangguan refraksi
2. Ulkus kornea
3. Perforasi kornea
4. Pembentukan jaringan parut
5. Glaucoma sekunder

43

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3. Fakultas kedokteranUniversitasIndonesia.
Jakarta.2005.EGC
2. .2. J. Jack, Kanski Clinical Opthalmology, sixth edition, hal.151-1633.
3. Eva. Roirdan Paul & Whitcher J.P. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury,Ed.
17.EGC.Jakarta.2007
4. www.emedicine.com
5. .Lang, Gerhard K. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. Thieme. NewYork. 2000.
6. Miller, Stehen J.H. Parsons Disease Of the Eye. 8th
E d . C h u r c h i l l livingstone. New york. 1990.
7. Newell, Frank W. Ophthalmology. Principles and Concepts. 6th Ed.The CV.
Mosby Company. Taiwan 1986.
8. 8. Adler H., Francis. Giffords Textbook Of Ophthalmology. W.B. SaundersCompany.
Philadephia 1948

44

45

Anda mungkin juga menyukai