ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya'
ZzzzzzzzzzStatus-Asmatikus Print Ya'
I.
ANAMNESIS
A. IdentitasPasien
Nama Pasien
: Tn. B
Usia
: 50 tahun
Jenis Kelamin
: Laki laki
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Pedagang Buah
Agama
: Islam
Alamat
B. Keluhan Utama
Sesak Nafas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan mengeluh sesak nafas yang dirasakan sejak
1 minggu SMRS. Sesak nafas dirasakan terutama pada malam hari, Namun
1 hari terakhir sesak dirasakan terus menerus dan semakin memberat.
Pasien hanya dapat berbicara terputus-putus/beberapa kata saja, pasien
lebih nyaman dengan posisi duduk membungkuk.
Jika terasa sesak pasien biasanya minum obat neo napasin dan obat
semprot. Keluhan sesaknya pun berkurang, namun 1 hari terakhir sesak
yang dirasakan tidak berespons dengan pemberian obat dan malah semakin
memberat.
Keluhan sesak sudah dirasakan sejak usia 5 tahun, hilang timbul dan
kambuh-kambuhan apabila terpapar debu dan cuaca dingin. Sesak saat ini
disertai batuk berdahak (+ )dahak warna kuning kental, darah (-), nyeri
dada (-), demam (+), penurunan berat badan (-), penurunan nafsu makan
(+) karenakesulitan makan dan minum, keringat malam (-), mual (+),
muntah (+), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Riwayat pingsan saat
serangan sesak (+) satu kali.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat TB
: disangkal
1
Riwayat Hipertensi
Riwayat Diabetes Melitus
Riwayat Alergi obat/makanan
Riwayat Asma
Riwayat Penyakit Jantung
Riwayat Hepatitis B
Riwayat Mondok
: disangkal
: disangkal
: (+) alergi debu dan cuaca dingin
: (+) sejak umur 5 tahun
: disangkal
: disangkal
: (+) di RSDM 3 x di ICU dengan
keluhan sesak nafas
: disangkal
: disangkal
: tidak teratur
Badan = 162 cm;
BMI = 21,33
3 kali
C.
Tanda Vital
Tekanan darah
: 120/75mmHg
Nadi
Respirasi
Suhu
Pulse oxymetri
: 85%
Kulit
2
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spider naevi
jelek.
D.
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E.
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
F.
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
G.
Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).
H.
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukos pucat
(-), mukosa biru (+), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
I.Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
J.
Thoraks
Retraksi (+) suprasternal, intercostal, subcostal, penggunaan otototot abdomen
a. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
b. Paru (anterior )
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: sonor
Paru (posterior )
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: sonor
J. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani.
Palpasi
K. Ekstremitas
Sianosis
Akral dingin
Oedem
III. RESUME
Pasien datang dengan mengeluh sesak nafas yang dirasakan sejak
minggu SMRS. Sesak nafas dirasakan terutama pada malam hari, Namun 1 hari
terakhir sesak dirasakan terus menerus dan semakin memberat. Pasien hanya
4
IV.
V.
2.
3.
Foto thoraks
4.
EKG
5.
DIAGNOSIS BANDING
1. Status Asmatikus dengan dehidrasi derajat ringan-sedang
2. Bronkiektasis
3. PPOK (bronkitis kronik)
4. CHF
5
VI.
DIAGNOSIS
Status Asmatikus dengan dehidrasi derajat ringan-sedang
Pilihan Terapi
Jenis Obat
Bronkodilator :
Agonis Beta 2 Adrenergik
kerja singkat
1. Menghilangkan
obstruksi dengan
segera (sesak)
2. Mengatasi
dehidrasi
3. Mengatasi
hipoksia
a. Salbutamol
b. Terbutalin
c. Fenoterol
Antikolinergik
Ipratropium bromide
MDI, Solutio
Methylxantin
a. Aminofilin
b. Teofilin
Tablet, Inj.
Tablet , Retard
Kortikosteroid sistemik
a.
b.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Tablet, Inj.
Tablet
Infus
Infus
Infus
Infus
Infus
Infus
Rehidrasi
Metilprednisolon
Prednison
RL
RA
NaCl 0,9%
D5
Asering
Koloid
O2
Oksigenasi
1.
4. Mengatasi
Infeksi dan
Simptom
muntah-demambatuk berdahak
Antibiotik
Inj.
Inj.
Tablet
2.
Antivomitus
a. Ondancetron
b. Metclopramid
c. Domperidon
Inj. Tablet
Inj. Tablet
Tablet, potio (syr)
3.
Antipiretik
a. Paracetamol
b. Ibuprofen
Ekspektoran
serangan
berikutnya
Tabung oksigen
a. Ceftriaxon
b. Cefotaxim
c. Cefixime
Mukolitik
5. Mencegah
BSO
a. GG
b. OBH
Tablet, potio
Potio (syr)
Antiinflamasi :
1.
Agonis Beta 2
Adrenergik kerja
lama
Formoterol
Bambuterol
MDI
Tablet
2.
Kortikosteroid
Prednison
Tablet
sistemik
3.
Steroid Inhaler
Budesonide
Flutikason propionate
MDI
MDI
4.
Sodium kromoglikat
Kromolin
MDI
20 menit
Inf RL grojog sesuai dengan FD (rehidrasi) lanjut inf. RL 1 fl
4.
Terapi Bangsal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
No. I
No. I
No. I
No. I
No. I
No. I
No. I
No. V
No. II
No. II
p.o.
R/ Inf RL fl
Aminofilin mg 240 amp
Cum Disposable syringe cc 10 No. I
S 3 dd tab I p.c.
R/ Inj Metilprednisolon mg 125 amp
Cum Disposable syringe cc 5
S i.m.m
Pro
No. I
No. I
No. I
No. I
Resep Bangsal:
R/ Inj Ceftriaxon g 1 vial
No. II
Cum Disposable syringe cc 10 No. II
Disposable syringe cc 5
No. II
Disposable syringe cc 1
No. I
Aquabidest cc 25 fl
No. II
S i.m.m
R/ Inj Ondancetron mg 4 amp
No. II
Cum Disposable syringe cc 3
No. II
S i.m.m
R/ Metilprednisolon tab mg 4
No. III
S 3 dd tab I p.c.
R/ Paracetamol tab mg 500
No. III
S 3 dd tab I p.c.
R/ Ambroxol tab mg 30
No. III
S 3 dd tab I p.c.
R/ Aminofilin
mg 100
GG
mg 75
Salbutamol
mg 1
Mfla pulv da in cap dtd
No XXX
S 3 dd cap I p.c.
Pro
: Tn. B. (50 tahun, 56 kg)
IX. PROGNOSIS
Status Asmatikus dengan dehidrasi ringan-sedang, akan memberikan prognosis
baik jika segera mendapatkan pertolongan medis.
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
X. PEMBAHASAN
A. Dasar pemilihan terapi di IGD:
1. Karena pasien datang dengan keluhan sesak maka pasang oksigen dimulai
canul nasal (1 5 lpm) dipilih volume terbesar 5 lpm sambil memonitoring
SiO2 Jika SiO2 tidak ada perubahan atau < 90% melakukan analisis gas
darah (AGD) membaca hasil laboratorium AGD untuk menilai seberapa
besar lpm O2 yang dibutuhkan pasien beserta mengoreksi penyebabnya
apakah itu asidosis atau alkalosis jika kebutuhan O2 > 4 lpm pasang
masker O2.
Rumus yang digunakan:
PAO2 = (713 x O2 ambil) (1,25 x PCO2)
=ab
c
FiO2 koreksi
Udara kamar
Canul nasal
dikonversi ke lpm
0,21
0,21
0,24
0,28
0,32
0,36
1 lpm
1 lpm
2 lpm
3 lpm
4 lpm
5 lpm
MNR
0,40
0,50
0,60
4 lpm
5 lpm
6 lpm dst.
agonis
beta
adrenergik
dengan
antikolinergik
Obat
ini
diberikan
sebelum
mempertimbangkan
pemberian
aminofilin.
3. Infus 2 jalur iv line, grojog secepatnya dengan cairan infuse RL sebanyak FD
(Fluid Deficit)
FD bisa di hitung dengan Rumus:
= . Liter
4. Jika perbaikan belum signifikan (pasien masih sesak) bisa direncanakan
pemberian Aminofilin iv drips (dosis maintenance 0,5 mg/kgBB/jam asma
tanpa kelainan jantung dan 0,3 mg/kgBB/jam asma dengan kelainan jantung)
1 ampul = 240 mg = 10 cc supaya recovery berlangsung cepat
Berat Badan Tn B.= 56 kg memilik asma tanpa kelainan jantung.
Dosis aminofilin iv = 0,5 mg/jam x 56 = 28 mg/jam
10
Setingan infuse 20 tpm artinya dalam 1 flabot infuse akan habis dalam waktu
8 jam Jadi dalam 1 flabot infuse RL akan dicampurkan aminofilin sejumlah
28 mg x 8 = 224 mg setara dengan
sistemik
serangan/eksaserbasi
yang
dapat
refrakter
mempercepat
penyembuhan
terhadap
bronkodilator.
obat
Kortikosteroid saat ini digunakan secara luas pada asma bila beta agonis dan
methyl xanthin telah tak mampu. Mekanisme aksi melibatkan efek anti
inflamasi, inhibisi asam arakhidonat meningkatkan efek beta agonis dan
menurunkan permeabilitas endotel vaskular sehingga mencegah terjadinya
edema.
Dosis metilprednisolon inj. 2 mg x 56 kg = 112 1 ampul
B. Dasar pemilihan terapi di Bangsal:
Setelah kegawatan penyakit pasien teratasi maka pasien siap diplanningkan
terapi di bangsal/ICU.
1.
2.
3.
wheezing (-).
Infus RL dengan kecepatan maintenance yaitu 20 tpm, selain untuk
mencukupi kebutuhan cairan sehari-hari, pemasangan infuse juga bertujuan
untuk fasilitas memasukkan obat sediaan injeksi intra vena. Pemberian cairan
11
infus bisa diselang seling dengan infuse yang mengandung kalori seperti
4.
D5%.
Karena pasien demam tinggi 38,70 C dan batuk berdahak warna kuning kental
artinya ada suatu proses infeksi, maka ada tempat untuk antibiotic. Dipilihkan
sediaan injeksi karena nyaman buat pasien dan lebih cepat terasa khasiatnya
bila dibandingkan per oral. Antibiotik bisa dipilihkan ceftriaxon dengan dosis
1 g/12 jam secara i.v, karena spektrumnya yang luas dan ini merupakan
antibiotic empiris sediaan injeksi. Jika kondisi/tanda-tanda infeksi sudah
mereda bisa diganti dengan antibiotic sediaan tablet. Jika tanda-tanda infeksi
tidak berkurang, perlu dilakukan kultur dahak atau darah beserta test
sensitivitas antibiotic untuk mengetahui kuman secara pasti dan antibiotik
5.
6.
7.
8.
9.
yang lebih cepat bila dibandingkan mukolitik lain seperti bromheksin HCl.
Aminofilin 100 mg, GG 75 mg, Salbutamol 1 mg akan diracik sedemikian
rupa menjadi sediaan kapsul. Ketiga komponen obat ini dapat sebagai terapi
kuratif sekaligus preventif terhadap serangan asma berikutnya.
12
TINJAUAN PUSTAKA
STATUS ASMASTATIKUS
A. PENDAHULUAN
Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma tidak membaik
pada pemberian bronkodilator inisial di unit gawat darurat. Biasanya, gejala muncul
beberapa hari setelah infeksi virus di saluran napas, diikuti pajanan terhadap alergen
atau iritan, atau setelah beraktivitas saat udara dingin. Seringnya, pasien telah
menggunakan obat-obat antiinflamasi. Pasien biasanya mengeluh rasa berat di dada,
sesak napas yang semakin bertambah, batuk kering dan mengi dan penggunaan betaagonis yang meningkat (baik inhalasi maupun nebulisasi) sampai hitungan menit.
Prevalensi dan severity kasus asma semakin meningkat, sejalan dengan
peningkatan kasus asma yang membutuhkan perawatan rumah sakit dan kematian
akibat status asmatikus. Status asmatikus biasanya lebih sering terjadi pada kelompok
dengan sosial ekonomi yang rendah, karena mereka jarang kontrol ke dokter sehingga
meningkatkan resiko status asmatikus.
Pasien yang terlambat mendapatkan perawatan medis, khususnya perawatan
dengan steroid sistemik, memiliki resiko kematian yang besar. Pasien dengan kondisi
penyerta (misal: penyakit paru restriksi, CHF, deformitas dinding dada) memiliki
resiko kematian yang lebih besar karena status asmatikus, demikian juga perokok
yang biasanya terkena PPOK.
B. EPIDEMIOLOGI
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia
seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma
13
meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin
meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas
yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko
perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia,
hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai
propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986
menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas)
bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,
bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau
sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,
dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak
usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of
Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala
asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai
gejala klasik.
C. PATOFISIOLOGI
Terpaparnya seseorang yang beresiko terhadap alergen atau rangsangan
menyebabkan suatu reaksi inflamasi dari salur pernafasan,yaitu terjadinya degranulasi
sel mast, pelepasan mediator inflamasi, infiltrasi dari eosinofil dan limfosit T yang
teraktivasi. Berbagai mediator inflamasi bisa terlibat termasuklah interleukin (IL)-3,
IL-4, IL-5, IL-6, IL-8, IL-10, dan IL-13; leukotriene; dan granulocyte-macrofage
colony-stimulating factors (GM-CSFs). Ini semua akhirnya akan merangsang lagi sel
mast, netrofil dan eosinofil.
14
Gambar 1: Presentasi antigen oleh sel dendritik, dengan respons limfosit dan sitokin
yang akhirnya menyebabkan inflamasi salur pernafasan dan simptoms
asma.
15
mukus, dan aktivasi refleks neuronal. Fase ini ditandai dengan terjadinya
bronkokonstriksi yang biasanya bisa diobati dengan bronkodilator, seperti
agen beta-2-agonis.
yang
terperangkap
akan
mengakibatkan
hiperinflasi
paru,
16
D. PENYEBAB
Asma terjadi akibat sejumlah faktor, termasuklah faktor predisposisi genetik, dan
faktor lingkungan.
1.
2.
Infeksi virus
3.
4.
5.
Gastroesophageal reflux disease (dari suatu penelitian refluks dari isi lambung,
teraspirasi atau tidak, bisa menginduksi asma pada anak-anak dan dewasa yang
beresiko)
6.
Suhu dingin
7.
E. DIAGNOSIS
1.
Manifestasi Klinis
Riwayat penyakit
Untuk menentukan riwayat penyakit dari pasien terutama anak dengan tanda dan
gejala dari eksaserbasi akut asma, yang harus dipertanyakan atau diperhatikan
adalah seperti berikut:
a. Adakah terdapat penyakit yang diderita sekarang, seperti infeksi salur
penafasan atas atau pneumonia:
1)
2)
3)
Riwayat atopi
4)
Riwayat alergi
5)
6)
17
7)
8)
b. Faktor resiko untuk terjadinya asma berat atau status asmatikus persisten:
1)
2)
3)
4)
5)
Perbaikan kurang dari 10% dalam peak expiratory flow rate (PEFR) dari
baseline, walaupun dengan pengobatan
6)
7)
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan kondisi pasien dan
mencari resiko untuk terjadinya gagal nafas. Episode akut asma bisa bermula
dengan simptom yang ringan seperti dyspnea. Dengan obstruksi salur pernafasan
yang semakin memburuk, respiratory distress, termasuk retraksi, penggunaan
otot abdomen sewaktu ekspirasi, dan tidak bisa berbicara satu atau dua kata bisa
ditemukan. V/Q mismatch mengakibatkan penurunan saturasi oksigen dan
hipoksia. Tanda vital bisa menunjukkan takikardia dan hipertensi. Peak flow rate
haruslah diperiksa sebagai tanda vital pada pasien yang kooperatif. Jika tidak
diberi pengobatan, obstruksi salur nafas yang lama dan usaha untuk bernafas
yang
meningkat
bisa
menyebabkan
bradikardia,
hipoventilasi,
dan
cardiorespiratory arrest.
Dari pemeriksaan umum didapatkan:
a. Takikardia dan takipnea, tekanan darah mungkin meningkat. Pasien dengan
eksaserbasi ringan terjadi hipoksia dan penurunan saturasi oksigen. Fase
ekspirasi memanjang dengan wheezing bisa ditemukan.
18
b. Pasien dengan status asmatikus bisa dehidrasi karena asupan makanan atau
minuman buruk, muntah, dan usaha untuk bernafas yang meningkat.
c. Retraksi interkostal, subkostal, penggunaan otot abdomen bisa dilihat
d. Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa berbicara dengan
kalimat penuh.
e. Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh sampai koma. Jika hipoksemia
memburuk, pasien yang letargi menjadi agitasi. Dengan meningkatnya
obstruksi pada unit paru, hipoksemia memburuk lalu hiperkarbia terjadi.
Kedua hipoksemia dan hiperkarbia bisa mengakibatkan kejang dan koma, dan
merupakan tanda akhir dari respiratory compromise.
Dari pemeriksaan sistem respiratorik didapatkan:
a. Wheezing, terjadi akibat udara melalui salur pernafasan yang menyempit
akibat obstruksi. Terjadi sewaktu ekspirasi, karena turbulensi udara.
b. Pada auskultasi selalu ditemukan wheezing bilateral pada ekspirasi. Suara
nafas inspirasi bisa normal, berkurang atau tidak ada tergantung keparahan
penyakit. Silent chest bisa ditemukan pada pasien yang sudah terjadi
impending respiratory failure, di mana sudah terjadi obstruksi yang berat atau
terlalu lelah untuk menghasilkan wheezing.
c. Jika tension pneumothorax terjadi, tanda deviasi trakea ke arah berlawanan,
menghilang atau menurunnya suara nafas pada bagian yang abnormal,
pergeseran lokasi bunyi jantung dan hipotensi bisa ditemukan.
d. Pada pasien status asmatikus sedang sampai berat, penggunaan otot abdomen
bisa mengakibatkan sakit abdomen.
3.
Pemeriksaan Penunjang
Pemilihan jenis pemeriksaan tergantung dari data riwayat penyakit dan
kondisi pasien.
Pulse oximetry memberikan evaluasi saturasi oksigen, yang sangat penting
karena penyebab kematian utama pada status asmatikus adalah hipoksia.
Keuntungan penggunaan pulse oximetry adalah ia mudah didapatkan, tidak
19
Diagnosis Banding
20
pernafasan
f. Cedera inhalasi
b. Sindrom aspiraasi
g. Limfadenopati
c. Bronkiektasis
h. Infeksi RSV
d. Cystic fibrosis
i.
Trakeomalasia
G.
2.
Mengatasi hipoksia
21
3.
4.
5.
Memberikan edukasi agar penderita dan keluarga dapat mengatasi pada awal
sebelum dibawa ke dokter.
Pasien asma harus dirujuk apabila didapatkan salah satu atau lebih criteria di bawah
ini:
1.
2.
3.
4.
5.
Score 0
< 120 mmHg
Score 1
>120 mmHg
Pernapasan
Pulsus paradoxus
PEFR
Sesak napas
<30x/menit
<18 mmHg
>120l/mnt
Ringan
>30x/menit
>18 mmHg
<120l/mnt
Berat
Retraksi
Wheezing
Tidak ada
Ringan
Ada
berat
22
b.
c.
Aminofilin bolus 5-6 mg/kgBB i.v pelan selama 20-30 menit dilanjutkan
maintenance 20 mg/kgBB/hari diberikan secara drip.
d.
Terbutalin 0,25 mg/6 jam subcutan atau I.V. atau orciprenalin 0,25 mg/6 jam
subcutan atau I.V. pelan (penelitian terakhir tidak berbeda bermakna)
e.
Hidrocortison sodium suksinat 4 mg/kgBB/4 jam I.V ( 200 mg/4 jam I.V. )
bisa juga memakai dexamethason 20 mg/6 jam I.V. selain itu dapat
digunakan 160 mg methilprednisolon dalam dosis terbagi 4 kali per hari,
kortikosteroid diberikan sampai membaik secara klinis dan laboratoris.
Disamping parenteral diberikan juga Prednison peroral 3 x 10 mg per hari
sampai keadaan membaik diberhentikan secara tappering off.
f.
g.
h.
3.
b.
c.
Pemeriksaan EKG
d.
Pemeriksaan faal paru yaitu PEFR, FEV1, FVC jika kondisi stabil
e.
Mengancam jiwa
Tidak respon terhadap pengobatan/memburuk
Gagal napas
4)
f.
g.
23
h.
Penilaian awal
4.
denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE
atau VEP1, saturasi O2). AGD dan pemeriksaan lain atas indikasi
Pengobatan awal
oksigenasi dengan kanul nasal
inhalasi agonis beta 2 kerja singkat (nebulisasi setiap 20
menit dalam satu jam) atau agonis beta2 injeksi
( terbutalin 0,5 cc subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 cc
subkutan)
kortikosteroid sistemik :
serangan asma berat
tidak respon segera dengan bronkodilator
dalam pengobatan kortikosteroid oral
Respon baik
Respon baik dan
stabil dalam 60
menit
Pemeriksaan fisik
normal
APE>70%
predikdi/nila
terbaik
Saturasi O2 >90%
(95% pada anak)
Respon tidak
sempurna
Resiko tinggi distress
Pemeriksaan fisik :
gejala ringan
sedang
APE> 50% tetapi
<70%
Saturasi O2 tidak
perbaikan
24
Pulang
Pengobatan
dilanjutkan dengan
inhalasi agonis beta2
Membutuhkan
kortikosteroid oral
Edukasi penderita
Memakai obat yang
benar
Ikuti rencana
pengonatan
sekanjutnya
Dirawat di RS
Inhalasi agonis beta2
anti-kolinergik
Kortikosteroid
sistemik
Aminofilin drip
Terai oksigen
pertimbangkan
kanul nasal atau
masker venturi
Pantau APE, sat O2,
nadi, kadar teofilin
perbaikan
Dirawat di ICU
Inhalasi agonis beta2
anti-kolinergik
Kortikosteroid IV
Pertimbangkan agonis
beta 2 injeksi SC/IM/IV
Terapi oksigen
menggunakan masker
venturi
Aminofilin drip
Mungkin perlu intubasi
dan ventilasi mekanik
Tidak perbaikan
Pulang
Bila APE > 60%
prediksi/terbaik. Tetap
berikan pengobatan
oral/ inhalasi
Dirawat di ICU
Bila tidak perbaikan
dalam 6-12 jam
5. Bedah
Status asmatikus umumnya ditangani dengan terapi medikasi, tapi jika
terjadinya pneumothoraks maka dilakukan thorakostomi atau thorakosentesis.
6. Diet
Beberapa pasien terutama anak-anak dengan asma biasanya mempunyai
beberapa episode asma akibat alergi terhadap bahan makanan tertentu.
Konsultasi dengan ahli nutrisi mungkin akan membantu dalam menentukan
penanganan pasien secara diet.
I. PENANGANAN LANJUT
25
2.
b.
Kesadaran menurun
c.
d.
3.
26
asma yang lebih parah. Ini karena terjadinya remodeling dari salur pernafasan,
dan perubahan dari proses inflamasi pada tubuh yang persisten.
3. Untuk eksaserbasi akut disarankan untuk menggunakan bronkodilator.
4. Perubahan atau kontrol terhadap lingkungan juga perlu pada anak dengan asma
yang berhubungan dengan alergi yang berkaitan dengan lingkungan.
Pindah ruangan
Pasien yang dirawat di ICU karena status asmatikus yang parah bisa dipindah ke
ruangan yang biasa jika pasien telah memenuhi criteria berikut:
1.
2.
3.
4.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi termasuklah:
1.
Cardiac arrest
2.
3.
Hipoksemia dengan cedera susunan saraf pusat yang hipoksik dan iskemik
4.
5.
K. EDUKASI PASIEN
Asma merupakan suatu penyakit kronis. Pasien dan keluarganya haruslah diberi
edukasi mengenai asma yang diderita pasien dan perawatan lanjutan atau follow-up.
Informasi mengenai perawatan atau pengobatan maintenance, monitoring dan kontrol
terhadap lingkungan pasien adalah sangat penting, terutama untuk mencegah
eksaserbasi dari asma.
27
L. FARMAKOLOGI
1. AGONIS BETA ADRENERGIK
Penggunaan obat reseptor beta 2 adrenergik pada otot polos bronkus
menstimulasi enzym adenylate cyclase compleks intracelluler, menghasilkan
peningkatan produksi cyclic adenosine monophosphates (cAMP), hal ini
menyebabkan relaksasi otot polos, menghambat degranulasi sel mast, dan
stimulasi mucociliary transport. Variasi dari beta 2 adrenergik menyebabkan
perbedaan action, duration of actions, dan efek samping.
Adrenalin dapat diberikan secara inhalasi dan injeksi 0.1-0,5 ml dari
pengenceran 1:1000 subkutan, telah digunakan sejak lama sebagai terapi awal
dari asma. Adrenalin merupakan non selektif simpatomimetik yang dapat
menstimulus reseptor alfa, beta-1, beta-2. Kerugiannya adalah stimulasi sistem
kardiovaskular, durasi aksi yang singkat, dan mempercepat terjadinya
takifilaksis. Adrenalin harus diberikan secara hati-hati pada pasien tua, pada
pasien tua, takikardia sebelum perawatan.
Isoproterenol menstimulasi baik beta-1 dan beta-2 reseptor. Menyebabkan
takikardi dan hipotensi dalam rangka bronkodilator. Isoproterenol biasanya
diberikan aerosol (3 s/d 7 kali inspirasi dalam, dalam bentuk solusio 1:1000 atau
1:200) bisa juga diberikan intravena pada pasien anak dan dewasa.
Pada pasien asma muda tanpa ada kelainan kardiovaskular terapi awal
adalah adrenalin 0,2 sampai 0,5 ml dari pengenceran 1:1000 sub kutan setiap 20
menit selama 3 kali pemberian, lanjutkan dengan 0,5 ml isoproterenol dari
pengenceran 1:200 nebuliser setiap 20 menit selama 3 kali pemberian. Ataupun
biasa menggunakan aerosol beta2 agonis (albuterol 2,5 mg, metaproterenol 15
mg, terbutalin 1,5-2,5 mg, isoetharine 2-5 mg) diberikan secara nebuliser setiap
15 sampai 30 menit. Ketika menggunakan nebuliser encerkan dengan normal
saline sampai konsentrasi 2 atau 3 cc.
28
2. METHYL XANTHIN
29
rendah.
Mekanisme
yang
diduga
kuat
adalah
inhibitor
vagal
30
5. CHROMOLIN
Cromolin adalah sel mast stabiliser yang berguna untuk profilaksis asma.
Biasanya digunakan pada asma dengan faktor pencetusnya olahraga. Cromolin
tidak efektif pada serangan asma yang bersifat akut karena pada penggunaan
inhaler pernah dilaporkan terjadi bronkhokontriksi.
6. ANTIBIOTIK
Antibiotik tidak rutin digunakan pada serangan asma akut, karena
antibiotik tidak dapat mengurangi efek bronkokonstriksi. Tetapi setelah serangan
asma apabila dijumpai sputum yang purulen haruslah diperiksa secara teliti
karena bisa jadi inducer dari serangan asma adalah adanya fokus infeksi saluran
nafas.
7. ALFA-ADRENERGIK ANTAGONIS
Walaupun alfa-adrenergik antagonis mempunyai efek bronkodilator tetapi
efek samping adanya hipotensi sangatlah besar sehingga jarang digunakan pada
serangan akut.
8. IMUNOTERAPI
Imunoterapi sangat membantu pada asma dengan trigger jelas atau asma
dengan causa alergi, terutama pada anak meskipun pada orang dewasa penelitian
yang dilakukan tidak menujukkan hasil yang signifikan. Imunoterapi tidak
mempunyai peranan dalam manajemen asma akut tetapi berperan untuk
mencegah reaksi anfilaksis.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
33
34
Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi
lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah
kemudian jatuh ke dalam koma.
35