Anda di halaman 1dari 7

Terapi Cerebral Palsy

1. Terapi Fisik, Perilaku dan Lainnya

Terapi, apakah untuk pergerakan, bicara atau kemampuan mengerjakan tugas sederhana,
merupakan tujuan dari terapi CP. Terapi CP ditujukan pada perubahan kebutuhan penderita
sesuai dengan perkembangan usia.
Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera setelah diagnostik
ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik mempunyai 2 tujuan utama
yaitu mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot yang apabila berlanjut akan
menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan yang kedua adalah
menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang pada akhirnya akan
menimbulkan posisi tubuh abnormal.
Kontraktur adalah satu komplikasi yang sering terjadi. Pada keadaan normal, dengan
panjang tulang yang masih tumbuh akan menarik otot tubuh dan tendon pada saat berjalan
dan berlari dan aktivitas sehari-hari. Hal ini memastikan bahwa otot akan berkembang dalam
kecepatan yang sama. Tetapi pada anak dengan CP, spastisitas akan mencegah peregangan
otot dan hal tersebut akam menyebabkan otot tidak dapat berkembang cukup pesat untuk
mengimbangi kecepatan tumbuh tulang. Kontraktur dapat mengganggu keseimbangan dan
memicu hilangnya kemampuan yang sebelumnya. Dengan melakukan terapi fisik saja atau
dengan kombinasi penopang khusus (alat orthotik), kita dapat mencegah komplikasi dengan
cara melakukan peregangan pada otot yang spastik. Sebagai contoh, jika anak mengalami
spastik pada otot hamstring, terapis dan keluarga seharusnya mendorong anak untuk duduk
dengan kaki diluruskan untuk meregangkan ototnya.
Tujuan ketiga dari program terapi fisik adalah meningkatkan perkembangan motorik anak.
Cara kerja untuk mendukung tujuan tersebut dengan tehnik Bobath. Dasar dari program
tersebut adalah refleks primitif akan tertahan pada anak CP yang menyebabkan hambatan
anak untuk belajar mengontrol gerakan volunter. Terapis akan berusaha untuk menetralkan
refleks tersebut dengan memposisikan anak pada posisi yang berlawanan. Jadi, sebagai
contoh, jika anak dengan CP normalnya selalu melakukan fleksi pada lengannya, terapis
seharusnya melakukan gerakan ekstensi berulang kali pada lengan tersebut.
Pendekatan kedua untuk terapi fisik adalah membuat pola, berdasarkan prinsip bahwa
kemampuan motorik seharusnya diajarkan dalam ururtan yang sama supaya berkembang
secara normal. Pada pendekatan kontrovesial tersebut, terapis akan membimbing anak sesuai
dengan gerakan sepanjang alur perkembangan motorik normal. Sebagai contoh, anak belajar

gerakan dasar seperti menarik badannya pada posisi duduk dan merangkak sebelum anak
mampu berjalan, yang berhubungan dengan tanpa melihat usianya.
Terapi perilaku merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan kemampuan anak. Terapi
ini, menggunakan teori dan tehnik psikologi, yang dapat melengkapi terapi fisik, bicara dan
okupasi. Sebagai contoh, terapi perilaku meliputi menyembunyikan boneka dalam kotak
dengan harapan anak dapat belajar bagaimana meraih kotak dengan menggunakan tangan
yang lebih lemah. Seperti anak belajar untuk berkata dengan huruf depan b dapat
menggunakan balon untuk menciptakan kata tersebut. Pada kasus yang lain, terapis dapat
mencoba menghindari perilaku yang tidak menguntungkan atau perilaku merusak, misalnya
menarik rambut atau menggigit, dengan menunjukkan hadiah pada anak yang menunjukkan
aktivitas yang baik.
Pada saat anak CP tumbuh lanjut, kebutuhan mereka untuk dan tipe terapi dan pelayanan
bantuan lain akan berlanjut dan berubah. Terapi fisik berkelanjutan berdasarkan masalah
pergerakan dan disuplementasi dengan latihan vokal, rekreasi dan program yang
menyenangkan, dan edukasi khusus jika diperlukan. Konseling untuk perubahan emosi dan
psikologis dapat dibutuhkan pada setiap usia, tetapi paling sering pada masa remaja.
Tergantung pada kemampuan fisik dan intelektual, orang dewasa mungkin membutuhkan
pengasuh yang peduli, akomodasi hidup, transportasi atau pekerjaan.
Dengan tanpa memandang usia dan bentuk terapi yang digunakan, terapi tidak berhenti
saat penderit keluar dari ruangan terapi. Pada kenyataannya, sebagian besar pekerjaan sering
dilakukan di rumah. Terapis berfungsi sebagai pelatih, menyiapkan orang tua dan penderita
dengan strategi dan melatihnya dimana dapat membantu meningkatkan penampilan di rumah,
sekolah dan dimasyarakat.
Alat Mekanik
Mulai dengan bentuk yang sederhana misalnya sepatu velcro atau bentuk yang canggih
seperti alat komunikasi komputer, mesin khusus dan alat yang diletakkan dirumah, sekolah
dan tempat kerja dapat membantu anak atau dewasa dengan CP untuk menutupi
keterbatasannya.
Komputer merupakan contoh yang canggih sebagai alat baru yang dapat membuat
perubahan yang bermakna dalam kehidupan penderita CP. Sebagai contoh, anak yang tidak
dapat berbicara atau menulis tetapi dapat membuat gerakan dengan kepala mungkin dapat
belajar untuk mengendalikan komputer dengan menggunakan pointer lampu khusus yang
diletakkan di ikat kepala. Dengan dilengkapi dengan komputer dan sintesiser suara, anak

akan berkomunikasi dengan orang lain. Pada kasus lain, tehnologi telah mendukung
penemuan versi baru dari alat lama, misalnya kursi roda tradisional dan bentuk yang lebih
baru yang dapat berjalan dengan menggunakan listrik.
2. Terapi Medikamentosa 6
Untuk penderita CP yang disertai kejang, dokter dapat memberi obat anti kejang yang
terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan. obat yang diberikan secara
individual dipilih berdasarkan tipe kejang, karena tidak ada satu obat yang dapat mengontrol
semua tipe kejang. Bagaimanapun juga, orang yang berbeda walaupun dengan tipe kejang
yang sama dapat membaik dengan obat yang berbeda, dan banyak orang mungkin
membutuhkan terapi kombinasi dari dua atau lebih macam obat untuk mencapai efektivitas
pengontrolan kejang
Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas pada penderita CP
adalah:
1. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh. Pada anak usia <6 bulan
tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia >6 bulan diberikan dengan dosis 0,12
- 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam 6 - 8 jam, dan tidak melebihi 10 mg/dosis
2. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula spinalis yang akan
menyebabkan kontraksi otot. Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah
sebagai berikut:
2 - 7 tahun:
Dosis 10 - 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 - 4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari, maksimal 40
mg/hari
8 - 11 tahun:
Dosis 10 - 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari, maksimal 60
mg/hari
> 12 tahun:
Dosis 20 - 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis dimulai 5 mg per
oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80 mg/hari

3. Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga kontraksi
otot tidak bekerja. Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40
mg/hari
Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas untuk periode singkat, tetapi
untuk penggunaan jangka waktu panjang belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Obat - obatan
tersebut dapat menimbulkan efek samping, misalnya mengantuk, dan efek jangka
panjang pada sistem saraf yang sedang berkembang belum jelas. Satu solusi untuk
menghindari efek samping adalah dengan mengeksplorasi cara baru untuk memberi obat obat tersebut
Penderita dengan CP atetoid kadang-kadang dapat diberikan obat-obatan yang dapat
membantu menurunkan gerakan-gerakan abnormal. Obat yang sering digunakan termasuk
golongan antikolinergik, bekerja dengan menurunkan aktivitas acetilkoline yang merupakan
bahan kimia messenger yang akan menunjang hubungan antar sel otak dan mencetuskan
terjadinya kontraksi otot. Obat-obatan antikolinergik meliputi trihexyphenidyl, benztropine
dan procyclidine hydrochloride.
Adakalanya, klinisi menggunakan membasuh dengan alkohol atau injeksi alkohol
kedalam otot untuk menurunkan spastisitas untuk periode singkat. Tehnik tersebut sering
digunakan klinisi saat hendak melakukan koreksi perkembangan kontraktur. Alkohol yang
diinjeksikan kedalam otot akan melemahkan otot selama beberapa minggu dan akan
memberikan waktu untuk melakukan bracing, terapi. Pada banyak kasus, teknik tersebut
dapat menunda kebutuhan untuk melakukan pembedahan.

Botulinum Toxin (BOTOX)

Merupakan medikasi yang bekerja dengan menghambat pelepasan acetilcholine dari


presinaptik pada pertemuan otot dan saraf. Injeksi pada otot yang kaku akan menyebabkan
kelemahan otot. Kombinasi terapi antara melemahkan otot dan menguatkan otot yang
berlawanan kerjanya akan meminimalisasi atau mencegah kontraktur yang akan berkembang
sesuai dengan pertumbuhan tulang. Intervensi ini digunakan jika otot yang menyebabkan
deformitas tidak banyak jumlahnya, misalnya spastisitas pada tumit yang menyebabkan gait
jalan berjinjit (Toe-heel gait) atau spastisitas pada otot flexor lutut yang menyebabkan
crouch gait. Perbaikan tonus otot sering akibat mulai berkembangnya saraf terminal, yang
merupakan proses dengan puncak terjadi pada 60 hari.

Intervensi botulinum dapat digunakan pada deformitas ekstremitas atas yang secara
sekunder akibat tonus otot abnormal dan tumbuhnya tulang. Kelainan yang sering dijumpai
adalah aduksi bahu dan rotasi internal, fleksi lengan, pronasi telapak tangan dan fleksi
pergelangan tangan dan jari-jari. Botulinum toksin sangat efektif untuk memperbaiki
kekakuan siku dan ekstensi ibu jari. Seperti sudah diduga sebelumnya, fungsi motorik halus
tidak banyak mengalami perbaikan. Keuntungan dari segi kosmetik untuk memperbaiki
fleksi siku sangat dramatik.
Komplikasi injeksi botulinum toksin dikatakan minimal. Nyeri akibat injeksi minimal,
biasanya akan hilang tidak lebih dari 5 menit setelah injeksi. Efikasi tercapai dalam 48-72
jam dan akan menghilang dalam 2-4 bulan setelah injeksi. Lama waktu penggunaan
botulinum toksi dilanjutkan tergantung dari derajat abnormalitas tonus otot, respon penderita
dan kemampuan untuk memelihara fungsi yang diinginkan.

Baclofen Intratekal
Baclofen merupakan GABA agonis yang diberikan secara intratekal melalui pompa

yang ditanam akan sangat membantu penderita dalam mengatasi kekakuan otot berat
yang sangat mengganggu fungsi normal tubuh. Karena Baclofen tidak dapat menembus
BBB secara efektif, obat oral dalam dosis tinggi diperlukan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan jika dibandingkan dengan cara pemberian intratekal. Dijumpai penderita
dengan baclofen oral akan tampak letargik. Baclofen intratekal diberikan pertama kali
sejak tahun 1980 sebagai obat untuk mengendalikan spasme otot berat akibat trauma
pada tulang belakang. Sejak tahun 1990, metode pengobatan ini mulai digunakan untuk
koreksi pada penderita CP dan menunjukkan efikasi yang baik.

3. Terapi Bedah 2
Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat dan menyebabkan masalah
pergerakan berat. Dokter bedah akan mengukur panjang otot dan tendon, menentukan dengan
tepat otot mana yang bermasalah. Menentukan otot yang bermasalah merupakan hal yang sulit,
berjalan dengan cara berjalan yang benar, membutuhkan lebih dari 30 otot utama yang bekerja
secara tepat pada waktu yang tepat dan dengan kekuatan yang tepat. Masalah pada satu otot
dapat menyebabkan cara berjalan abnormal. Lebih jauh lagi, penyesuaian tubuh terhadap otot
yang bermasalah dapat tidak tepat. Alat baru yang dapat memungkinkan dokter untuk
melakukan analisis gait. Analisis gait menggunakan kamera yang merekam saat penderita
berjalan, komputer akan menganalisis tiap bagian gait penderita. Dengan menggunakan data
tersebut, dokter akan lebih baik dalam melakukan upaya intervensi dan mengkoreksi masalah
yang sesungguhnya. Mereka juga menggunakan analisis gait untuk memeriksa hasil operasi.
Oleh karena pemanjangan otot akan menyebabkan otot tersebut lebih lemah, pembedahan
untuk koreksi kontraktur selalu diamati selama beberapa bulan setelah operasi. Karena hal
tersebut, dokter berusaha untuk menentukan semua otot yang terkena pada satu waktu jika
memungkinkan atau jika lebih dari satu produser pembedahan tidak dapat dihindarkan, mereka
dapat mencopba untuk menjadwalkan operasi yang terkait secara bersama-sama.
Teknik kedua pembedahan, yang dikenal dengan selektif dorsal root rhizotomy, ditujukan
untuk menurunkan spastisitas pada otot tungkai dengan menurunkan jumlah stimulasi yang
mencapai otot tungkai melalui saraf. Dalam prosedur tersebut, dokter berupaya melokalisir dan
memilih untuk memotong saraf yang terlalu dominan yang mengontrol otot tungkai. walaupun
disini terdapat kontroversi dalam pelaksanaannya.
Teknik pembedahan eksperimental meliputi stimulasi kronik cerebellar dan stereotaxic
thalamotomy. Pada stimulasi kronik cerebelar, elektroda ditanam pada permukaan cerebelum
yang merupakan bagian otak yang bertanggung jawab dalam koordinasi gerakan, dan digunakan
untuk menstimulasi saraf-saraf cerebellar, dengan harapan bahwa teknik tersebut dapat
menurunkan spastisitas dan memperbaiki fungsi motorik, hasil dari prosedur invasif tersebut
masih belum jelas. Beberapa penelitan melaporkan perbaikan spastisitas dan fungsi, sedang
lainnya melaporkan hasil sebaliknya (Pape et al, 1993).

Stereotaxic thalamotomy meliputi memotong bagian thalamus, yang merupakan bagian yang
melayani penyaluran pesan dari otot dan organ sensoris. Hal ini efektif hanya untuk menurunkan
tremor hemiparesis.
Pencegahan Cerebral Palsy
Beberapa penyebab CP dapat dicegah atau diterapi, sehingga kejadian CP pun bisa
dicegah. Adapun penyebab CP yang dapat dicegah atau diterapi antara lain: 3
1. Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat pengaman pada saat
duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala saat bersepeda, dan eliminasi kekerasan
fisik pada anak. Sebagai tambahan, pengamatan optimal selama mandi dan bermain.
2. Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir dengan
fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfusi tukar. Inkompatibilitas
faktor rhesus mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan darah rutin ibu dan bapak.
Inkompatibilitas tersebut tidak selalu menimbulkan masalah pada kehamilan pertama,
karena secara umum tubuh ibu hamil tersebut belum memproduksi antibodi yang tidak
diinginkan hingga saat persalinan. Pada sebagian besar kasus-kasus, serum khusus yang
diberikan setelah kelahiran dapat mencegah produksi antibodi tersebut. Pada kasus yang
jarang, misalnya jika pada ibu hamil antibodi tersebut berkembang selama kehamilan
pertama atau produksi antibodi tidak dicegah, maka perlu pengamatan secara cermat
perkembangan bayi dan jika perlu dilakukan transfusi ke bayi selama dalam kandungan
atau melakukan transfusi tukar setelah lahir.
3. Rubella, atau campak jerman, dapat dicegah dengan memberikan imunisasi sebelum
hamil.

Anda mungkin juga menyukai