FAKULTAS KEDOKTERAN
CASE
ANASTESI UMUM
DOKTER PEMBIMBING
dr. Sabur Nugraha Sp.An
dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An
dr. Ade Nurkacan, Sp.An
DISUSUN OLEH
Satria Adji
Andriany Chairunnisa (030.11.026)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Case yang berjudul Anastesi
Umum ini. Case ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Anastesi di
RSUD Karawang.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Sabur Nugraha, Sp.An, dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An, dr. Ade Nurkacan, Sp.An yang
telah membimbing penulis dalam mengerjakan referat case ini. Tak lupa juga
ucapan terima kasih penulis haturkan kepada teman-teman seperjuangan di
kepaniteraan ini, kak Tasya, Danu, dan Kiki serta kepada semua pihak yang telah
memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Dengan penuh kesadaran dari penulis, meskipun telah berupaya
semaksimal mungkin untuk menyelesaikan laporan kasus ini, namun masih
terdapat kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga
case ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Laporan Kasus
Identitas
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Kerja
Penatalaksanaan
Bab III Laporan Anastesi
Bab IV Analisa Kasus
Bab V Tinjauan Pustaka
Anastesi Umum
Fibroadenoma Mammae
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
: Ervin Kuraesin
Usia
: 32 tahun
Tanggal Lahir
: 24 Agustus 1982
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Pernikahan
: Belum menikah
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
2.2 ANAMNESIS
Diperoleh dengan cara autoanamnesis pada hari kamis tanggal 4 Juni 2015.
Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan benjolan di payudara kiri.
Keluhan Tambahan: Benjolan dirasa nyeri bila ditekan.
Pasien datang ke poli bedah RSUD Karawang pada tanggal 25 Mei 2015,
dengan keluhan nyeri di payudara kiri. Pasien juga merasakan adanya benjolan di
payudara kiri sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan berjumlah 2 buah, terletak di
medial payudara kiri, seukuran kelereng, berbentuk bulat, nyeri, tidak membesar
selama 4 bulan ini, tidak merah, dan tidak pernah mengeluarkan nanah. Tidak ada
keluhan pegal-pegal pada payudara kiri ataupun benjolan lain di payudara kanan,
tidak ada keluhan warna kulit payudara berubah ataupun muncul luka dan koreng.
Benjolan tidak membesar ataupun nyeri saat menstruasi.
Pasien dijadwalkan operasi Lumpektomi. Tetapi pada saat pemeriksaan
tanda vital, pasien memiliki tekanan darah yang tinggi yaitu 150/100 mmHg
sehingga pasien dirujuk ke bagian Ilmu Penyakit Dalam dan diterapi dengan Obat
Anti Hipertensi yaitu Lisinopril dan Amlodipin. Operasi dilakukan tanggal 4 Juni
2015 setelah terapi anti hipertensi selesai.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki penyakit hipertensi (-), DM (-), alergi (-), asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang menderita hal serupa.
Riwayat Operasi
Riwayat ekstrasi kuku ibu jari kaki kanan e.c paronikia 10 tahun yang lalu.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat anti hipertensi sejak 1 minggu yang lalu.
Pasien mengkonsumsi Pil KB sejak 12 tahun yang lalu.
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum kopi (-)
II.
Keadaan Umum
a. Kesan Sakit : Tampak Sakit Ringan
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Status Gizi
: Gizi cukup
d. Tidak ada sesak
Tanda Vital dan Antropometri
PEMERIKSAAN
Suhu
Nadi
Tekanan darah
Nafas
Berat Badan
Tinggi Badan
BMI
NILAI NORMAL
36,50 37,20 C
60-100 x/mnt
120/80 mmHg
14-18x/menit
HASIL PASIEN
37,1
98x/mnt, reguler, isi
cukup, equivalen
130/90 mmHg
20x/menit
55
158
22
A. Status Generalis
- Kepala: Ukuran normosefali, bentuk bulat oval, tidak tampak deformitas,
pada perabaan tidak ada nyeri, rambut berwarna hitam, tipis, tidak kering,
-
hidung (-/-)
Mulut: Labioschiziz (-), palatoschiziz (-), bibir sinosis (-), bibir kering (-),
trismus (-), faring hiperemis (+), uvula ditengah hiperemis (-), arcus faring
simetris.
Leher: Trakea teraba ditengah, KGB serta kelenjar tiroid tidak teraba
membesar.
Paru-paru:
Inspeksi : bentuk simetris pada saat statis & dinamis, retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: Suara dasar nafas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing
(-/-)
Jantung:
Inspeksi : pulsasi Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : pulsasi Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung tidak dinilai
Auskultasi: S1 S2 normal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : datar
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas:
Ekstremitas
Superior
Oedem
-/Deformitas
-/Akral dingin
-/Akral sianosis
-/Ikterik
-/CRT
< 2 detik
Tonus
Baik
Kulit
: tidak ikterik ataupun sianotik
B. Status Lokalis
Inferior
-/-/-/-/-/< 2 detik
Baik
Inspeksi : Tidak tampak benjolan, retraksi puting (+), ulserasi (-), peau
Palpasi
Inspeksi : Tidak tampak benjolan, retraksi puting (-), ulserasi (-), peau
Palpasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Hemoglobin
14,7
12,0-16,0
g/dL
Leukosit
7,24
3,8-10,60
Ribu/L
Hematokrit
42,9
35-47
Trombosit
248
150-440
Ribu/L
Masa perdarahan/BT
1-3
Menit
normal.
Masa pembekuan/CT
10
5-11
Menit
Aorta
Hematologi
Thorax
Kimia
Glukosa Darah Sewaktu
Foto
tanggal 6
Mei 2015
Jantung
kesan
baik
84
<140
mg/dl
Ureum
13,4
15,0-50,0
mg/dL
Kreatinin
0,39
0,50-0,90
mg/dL
: ASA I
Perencanaan anestesi
Pre Operasi :
Monitor anestesi
Sfigmomanometer digital
Pulse oksimeter/saturasi
Stetoskop
Sungkup muka
LMA no 3
Guedel
Plester
Spuit 10cc
o Persiapan Obat
Pre medikasi
Induksi
Maintenance
Obat emergency
: Midazolam (Miloz) 5 mg
: Fentanyl 100 mg, Propofol 120 mg
: O2 : N2O : Isoflurane
: Ephedrine
Infus RL 20 tpm
Tanda vital : TD : 150/100 mmHg, Nadi : 110x/menit, Nafas: 20x/menit,
Suhu: 37,1oC
Intra Operasi
Lama operasi : 50 menit (Jam 11.20 - 12.10 WIB)
Lama anestesi : 75 menit (Jam 11.10 12.25 WIB)
Jenis anestesi : Anestesi Intravena
Posisi
: Supine
Infus
Premedikasi
: Midazolam (Miloz) 5 mg
Medikasi
Jam
(waktu)
11.00
Tindakan
11.10
11.15
11.20
11.30
11.40
11.50
12.00
12.10
Tekanan
darah
(mmHg)
150/100
Nadi
(x/menit)
SPO2
110
99
130/90
100
99
100/80
80
99
115/82
85
98
110/78
112/80
123/83
110/75
110/75
83
82
85
80
80
98
99
99
99
100
( %)
12.20
120/78
83
100
Post Operasi
Keadaan pasien post operatif pada pasien adalah: TD : 120/78 mmHg,
Nadi : 83 x/m, Saturasi O2 : 100%. Kemudian pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan dan segera diberikan O2 kanul 2 liter/menit, melanjutkan pemberian
cairan dan dilakukan observasi tanda vital dan keluhan pasien.
Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :
Nilai
Kesadaran
Warna
Aktivitas
Respirasi
Kardiovaskular
2
Sadar, orientasi
baik
Merah muda
(pink) tanpa O2,
SaO2 > 92 %
4 ekstremitas
bergerak
1
Dapat dibangunkan
Dapat napas
dalam
Batuk
Tekanan darah
berubah 20 %
Napas dangkal
Sesak napas
Tak ada
ekstremitas
bergerak
Apnu atau
obstruksi
Berubah 20-30 %
Berubah > 50 %
Pucat atau
kehitaman perlu O2
agar SaO2 > 90%
2 ekstremitas
bergerak
0
Tak dapat
dibangunkan
Sianosis dengan O2
SaO2 tetap < 90%
BAB IV
ANALISA KASUS
Ny. Ervin 37 tahun datang ke poli bedah RSUD Karawang pada tanggal
25 Mei 2015, dengan keluhan nyeri di payudara kiri. Pasien juga merasakan
adanya benjolan di payudara kiri sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan berjumlah 2
buah, terletak di medial payudara kiri, seukuran kelereng, berbentuk bulat, nyeri,
tidak membesar selama 4 bulan ini, tidak merah, dan tidak pernah mengeluarkan
nanah. Tidak ada keluhan pegal-pegal pada payudara kiri ataupun benjolan lain di
payudara kanan, tidak ada keluhan warna kulit payudara berubah ataupun muncul
luka dan koreng. Benjolan tidak membesar ataupun nyeri saat menstruasi.
Pasien dijadwalkan operasi Lumpektomi. Tetapi pada saat pemeriksaan
tanda vital, pasien memiliki tekanan darah yang tinggi yaitu 150/100 mmHg
sehingga pasien dirujuk ke bagian Ilmu Penyakit Dalam dan diterapi dengan Obat
Anti Hipertensi yaitu Lisinopril dan Amlodipin. Operasi dilakukan tanggal 4 Juni
2015 setelah terapi anti hipertensi selesai.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, nadi
98x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 37,1oC, pemeriksaan status generalis masih
dalam batas normal dan pemeriksaan status lokalis pada inspeksi payudara kiri
tampak retraksi puting. Pada palpasi payudara kiri teraba massa berjumlah dua,
ukuran 2x2x1 cm, dengan konsistensi kenyal, permukaan licin, batas tegas,
immobile, dan nyeri bila ditekan. Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan
laboratorium darah normal, sedangkan rontgen thoraks dalam batas normal. Dari
hasil USG suspect FAM kiri jam 9 dan multiple kiste mammae kiri jam 10.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pada pasien ini,
kami menyimpulkan Ny. Ervin, 37 tahun menderita tumor payudara.
Sebelum dilakukan pembiusan, pasien mendapat obat anestesi premedikasi
midazolam 5 mg dan fentanyl 100 mcg. Tujuan diberikannya premedikasi
sebelum anestesi adalah agar pasien merasa tenang dan meredakan kecemasan
sebelum dilakukan pembedahan, dan juga untuk memperlancar induksi.
Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepine yang memberikan efek
sedatif sehingga pasien menjadi lebih tenang, sedasi : iv 0,5-5 mg. Fentanyl
merupakan agonis opioid poten turunan fenilpiperidin. Dosis 1-2 mcg/kgBB iv
biasa digunakan untuk memberikan efek analgetik saat dilakukan pembedahan.
Setelah diberikan premedikasi, pasien diinduksi menggunakan propofol
dengan dosis 120 mg. Propofol merupakan obat anestesi intravena yang paling
sering digunakan saat ini. Sifat utama propofol adalah hipnotik. Setelah diinjeksi
bolus, kadar propofol dalam darah menurun cepat sebagai akibat redistribusi dan
eleminasi. Setelah pemberian dengan dosis 2 mg/kgBB, efek puncak sudah
terlihat setelah 90-100 detik.
Untuk mempertahankan pasien agar terus dalam keadaan teranastesi,
kemudian pasien diberikan maintanance menggunakan inhalasi melalui laringeal
mask airway (LMA). Walaupun LMA tidak dapat menggantikan posisi ETT
(khususnya pada prosedur operasi yang lama dan yang memerlukan proteksi
terhadap aspirasi) namun LMA mempunyai berbagai kelebihan. LMA lebih
mudah dimasukkan dan mengurangi rangsangan pada jalan nafas dibandingkan
ETT (sehingga dapat mengurangi batuk, rangsang muntah, rangsang menelan,
tahan nafas, bronchospame, dan respon kardiovaskuler) adalah dua keuntungan
yang dimiliki LMA dibandingkan ETT. Level anastesi yang lebih dangkal dapat
ditoleransi dengan menggunakan LMA dibandingkan ETT. Ditangan yang
terampil, penempatan LMA dapat lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan
menempatkan ETT, sehingga lebih memudahkan untuk resusitasi. Trauma pada
pita suara dapat dihindari karena LMA tidak masuk sampai ke lokasi pita suara.
Insidens kejadian suara serak setelah penggunaan LMA dapat dikurangi bila
dibandingkan dengan pemakaian ETT. Pemberian anestesi inhalasi N2O harus
disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah tetapi analgesik kuat.
Pada anestesi inhalasi, N2O jarang diberikan sendirian tetapi dikombinasi
menggunakan salah satu cairan anestetik lain. Pada pasien ini diberikan anestesi
inhalasi berupa O2 2L/menit, N20 2L/menit, dan Isofluran 2 vol% sebagai
maintanance.
Selama operasi, kondisi pasien dalam keadaan stabil sehingga tidak
diperlukan penambahan obat-obatan lainnya. Kemudian setelah operasi selesai,
pasien diberikan injeksi Tramadol 100 mg, Ketorolac 30 mg, dan Ondansentron 4
mg. Ondansetron merupakan antagonis selektif reseptor 5-HT3 menghambat
mual dan muntah post operatif, karena agen sitotoksik, maupun radiasi. Untuk
penanganan mual dan muntah pasca-operasi injeksi dapat diberikan secara
intravena atau intramuskular tanpa pengenceran. injeksi diberikan sebagai dosis
tunggal 4 mg secara intramuskular atau melalui injeksi intravena lambat tidak
kurang dari 30 detik (sebaiknya antara 2-5 menit), segera sebelum induksi
anastesi atau diberikan segera pasca-operasi apabila pasien mengalami mual dan
muntah. Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik.
Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap
sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap
reseptor opiat. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15
detik. Mulai timbulnya efek analgesia setelah pemberian IV maupun IM kira-kira
30 menit, dengan maksimum analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi
median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan
keparahan nyeri dan respon pasien. Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan
adalah 10 mg diikuti dengan 1030 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan.
Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari
90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia. Tramadol (tramal)
adalah analgesik sentral dengan afinitas rendah pada resptor mu dan kelemahan
analgesinya 10-20% dibanding morfin. Tramadol dapat diberikan secara oral, i.m
atau i.v dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulanh setiap 4-6 jam dengan dosis
maksimal 400 mg per hari.
Pemberian Cairan