DEMAM TIFOID
Oleh:
Fara Idamawati, S.Ked
Diana Utama Putri, S.Ked
Pembimbing:
Dr.dr. Rosiana A Marbun, Sp.A
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Demam Tifoid untuk memenuhi
tugas laporan kasus yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan
klinik, khususnya Ilmu Kesehatan Anak Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Rosiana
A Marbun, Sp.A, selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan
kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan rekan-rekan dokter
muda, serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................4
BAB I LAPORAN KASUS...................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................13
BAB III ANALISIS KASUS.................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi Kasus
Demam Tifoid
Oleh:
Fara Idamawati, S.Ked
Diana Utama Putri, S.Ked
Sebagai salah satu komponen/syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior bagian
Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang Periode 20
Oktober 2014 7 November 2014.
Baturaja,
Oktober 2014
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama
: Clara Safitri
Umur
: 7 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Nama Ayah
: Barozi
Nama Ibu
: Rusneli
Agama
: Islam
Alamat
Dikirim Oleh
: Datang Sendiri
MRS Tanggal
: 18 Oktober 2014
II. ANAMNESIS
Tanggal
: 20 Oktober 2014
Diberikan oleh
: Ibu penderita
Keluhan utama
: Demam
Keluhan tambahan
6 jam SMRS penderita mengeluh demam tinggi. Terdapat nyeri ulu hati, mual,
muntah (-), lemas, nafsu makan menurun. BAB dan BAK normal, tidak berwarna
kehitaman atau keluar darah. Menggigil (-), mimisan (-), perdarahan gusi (-), nyeri
menelan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-), pegal-pegal
(-), batuk (-), pilek (-). Penderita lalu ke RSUD Baturaja dan di rawat inap.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Usia 3 tahun penderita mengalami muntah berak (diare), di rawat inap di RSUD,
keluhan membaik, penderita pulang. Keluhan batuk pilek sering dialami penderita.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat Keluarga
Barozi,
33th
Rusneli,
27th
Adi,
13th
Clara,
7th
: 38 minggu
Partus
: Spontan pervaginam
Tempat
: Rumah
Ditolong Oleh
: Bidan
Tanggal
: 16-10-2007
BB
: 3000
PB
: Lupa
Periksa hamil
: Tidak
Merokok
: Tidak
Susu Botol/Kaleng
: Tidak diberikan
Bubur Nasi
Nasi Tim/Lembek
: Tidak diberikan
Nasi Biasa
Tempe
Tahu
Sayuran
Buah
Lain-lain
Kesan
: 5 bulan
Duduk
: 10 bulan
Berdiri
: 12 bulan
Berjalan
: 14 bulan
Kesan
Riwayat Imunisasi
BCG
Polio
: 4 kali
DPT
: 3 kali
Campak
: 1 kali
Hepatitis
: 3 kali
Kesan
Riwayat Higienitas
Penderita tinggal di rumah berukuran 10 x 15 m 2 dengan ayah, ibu dan satu orang
kakak. Dinding rumah dari kayu & triplek, lantai rumah dari semen. Terdapat 1 kamar
tidur dirumah. Rumah berdekatan dengan tetangga yang lainnya, jarak dari satu rumah
ke rumah lainnya 2m . Tepat di samping rumah ada tempat pembuangan sampah,
sampah dibakar 1 minggu 1x. Memasak dan minum air dari air sumur dan dimasak.
Mencuci baju di sungai, mencuci peralatan makan dan masak menggunakan air sumur.
Kamar mandi ada diluar rumah, jarak dari sumur ke kamar mandi 1 meter, mandi di
rumah menggunakan air sumur. Ketika makan di rumah penderita tidak dibiasakan
mencuci tangan sebelum makan. Makanan yang akan dimakan ditutup menggunakan
tudung saji plastik.
Kesan : Status higienitas kurang baik
Riwayat Jajan
Penderita saat ini duduk di kelas 2 SD. Di sekolah, penderita hampir setiap hari jajan
berupa pempek, sosis, chiki, choki-choki, es teh, es krim, dll. Sebelum makan disekolah
penderita tidak pernah mencuci tangan terlebih dahulu..Sumber air untuk memasak atau
mencuci piring jajanan tersebut tidak diketahui.
Kesan: Kebiasaan jajan sembarangan
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran
: Kompos mentis
BB
: 16 Kg
PB
: 111 cm
: gizi baik
Suhu
: 36,5 0C
Frekuensi napas
: 28 x/menit
Nadi
Tekanan darah
: 90/50 mmHg
Status Gizi
BB/U
: 16/21x100% = 76%
TB/U
: 111/119x100% = 93%
BB/TB
: 16/20x100% = 80%
Kesan
: Gizi kurang
Keadaan Spesifik
Kepala
Rambut
Mata
mudah
dicabut, alopecia (-)
Mata cekung (-), konjungtiva palpebra anemis (-), sclera ikterik (-),
Hidung
Telinga
Mulut
nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tarik auricula (-)
Mukosa bibir basah (+), rhagaden (-), typhoid tongue (+), cheillitis
Faring
Leher
Thoraks
Pulmo
:
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi :
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi :
10
Abdomen
Inspeksi
Cembung
Palpasi
Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) di semua kuadran
Perkusi
Timpani
Auskultasi :
Ekstremitas :
Demam tifoid
DBD
Malaria
TB (Milier)
Demam Rematik
V. DIAGNOSA KERJA
Demam Tifoid
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin, Widal Test
VII. PENATALAKSANAAN
-
Bed rest
Diet:
- Makanan yang diberikan lunak rendah serat, mudah dicerna, tidak
dalam jumlah banyak dan bersih.
- Bubur saring sampai tujuh hari bebas panas. Bubur biasa 3 hari,
VIII. FOLLOW UP
Senin
11
A : Demam Tifoid
S: Anak terlihat lemah
A : Demam Tifoid
S: -
12
Kamis
S: -
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
B. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi,
13
14
selama 1 jam pada suhu 60C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini
digunakan untuk mengetahui adanya karier.
C.
Patofisiologi
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya
Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama
cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap
mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan
menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp lebih
mudah masuk ke dalam usus penderita. Salmonella spp kemudian memasuki folikelfolikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus,
bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella spp.
Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya
mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita.
Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau secara
tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria
dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah
invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat daripada invasi tahap
pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe
usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan
salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang
dalam.
Berbagai
macam
organ
mengalami
kelainan,
contohnya
sistem
15
Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena,
dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai
membran serosa.
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus,
maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua
komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab
yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun
demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya
ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat
sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah
terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan
bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan
dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap
mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita
merupakan urinary karier penyakit tersebut.
Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak.
Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis.
Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis
kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid.
16
Diogran RE S.Typhi
akan meninggalkan sel fagosit
Berkembang biak
Sebagian dikeluarkan
lewat feces
Sebagian menembus
lumrn usus
Perforasi
17
peritonitis
tekan
nyeri
D. Gejala Klinis
Pada anak, peiode inkubasi demam tifois antara 5-40 hari dengan rata-rata 1014 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan
tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus di rawat.
Variasi gejala disebabkan faktor galur salmonella, status nutrisi dan imunologik
pejamu, serta lama sakit dirumah.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, dan
konstipasi. Demam pada demam tifoid menyerupai step-ladder temperature chart
yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap
harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam
akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahann secara lisis
kecuali terdapat fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu
kedua maka gejala dan tanda klinis makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid,
pembesaran hati dan limpa, atau perut kembung. Saat demam sudah tinggi, dapat
disertai gejala sistem saraf pusat seperti kesadaran berkabut atau delirium atau
obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma.
Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan tanda-tanda
antara lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak
lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif
akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominem.
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu
kedua. Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4cm, berwarna merah
pucat, serta hilang pada penekanan. Rosola ini merupakan emboli kuman dimana di
dalamnya mengandug kuman salmonella dan terutama didapatkan di daerah perut,
dada, dan kadang-kadang daerah pantat maupun bagian flexor lengan atas.
18
Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada akhir
minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria.
Pembesaran limpa pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih lunak.
E.
Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang
diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau
perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan
usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula
normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis
relatif. LED (Laju Endap Darah) : meningkat. Jumlah trombosit normal atau
menurun (trombositopenia).
2. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan
sampai hepatitis Akut.
4. Imunologi
Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi
(didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau paratyphi
(reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling
sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di
Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil
positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal
sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan
hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh
faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan
19
20
F.
Komplikasi
Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai dari
yang ringan sampai berat bahkan kematian. Komplikasi yang sering terjadi pada
demam tifoid adalah perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan
perlu diwaspadai dari demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen
penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini.
Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut membesar, nyeri
pada perabaan, seringkali disertai dengan penurunan tekanan darah dan terjadinya
syok, diikuti dengan perdarahan saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman
yang keluar bersama tinja. Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus,
sehingga membuat gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada
selaput perut (peritonitis). Jika hal ini terjadi, diperlukan perawatan medis yang
segera.
Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :
1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare.
Sehingga dapat terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.
2. Kejang Demam
3. Gangguan Kesadaran
4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
5. Pneumonia.
6. Peradangan pankreas (pankreatitis).
7. Infeksi ginjal atau kandung kemih.
8. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).
9. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.
G.
Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.Thypi, maka setiap
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka
konsumsi. Salmonella thypi dalam air akan mati bila dipanasi setinggi 57C untuk
beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klornasi. Untuk makanan, pemanasan
21
sampai suhu 57C beberapa menit dan secara merata juga dapat mematikan kuman
Salmonella thypi. Penutunan endemitas suatu negara/daerah tergantung pada
baik/buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta
tingkat kesadaran individu terhadap higieni pribadi. Imunisasi aktif dapat
membantu menekan angka kejadian demam tifoid.
H.
Penatalaksanaan
1. Pengobatan kausal
a. Kloramfenikol merupakan lini pertama antibiotik untuk demam tifoid. Dosis
yang diberikan adalah 50-100 mg/kgBB/hari oral atau iv dibagi dalam 4
dosis selama 10-14 hari atau 5-7 hari setelah demam turun. Pada kasus
dengan malnutrisi atau penyakit, pengobatan diperpanjang sampai 21 hari, 46 minggu untuk osteomielitis akut dan 4 minggu untuk meningitis.
b. Ampisilin dosis 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali secara intravena.
Respon perbaikan klinis kurang dibandingkan kloramfenikol.
c. Kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari atau
sulfameoksasol 40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari, memberikan hasil
kurang baik dibandingkan kloramfenikol.
d. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 10 hari,
memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan
demam lebih lama
e. Strain yang resisten umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga,
seperti sefriakson 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis selama 5-7 hari
atau sefotaxim 150-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis efektif.
f. Cefiksim 15-20 mg/kgBB/hari iv atau im selama 5 hari
2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran.
Deksametason 1-3 mg/kgBB/hari iv dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.
3. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi, hipoglikemi
4. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan lunak/ cair
mudah dicerna tinggi kalori dan protein
22
23
BAB III
ANALISIS KASUS
24
mengeluh gejala ISPA seperti batuk pilek sehingga arah diagnosis ISPA dapat
disingkirkan. BAB dan BAK penderita normal, tidak ada darah, tidak ada rasa sakit
sewaktu berkemih. Kemungkinan diagnosis karena ISK dapat disingkirkan. Pada
penderita, tidak ada rasa nyeri dada, nyeri sendi yang berpindah-pindah, bengkak atau
tanda-tanda infeksi pada kulit, sehingga kemungkinan diagnosis demam rematik dapat
disingkirkan.
Penderita lalu ke RSUD Baturaja dan di rawat inap. Pada pemeriksaan mulut
ditemukan ada lidah kotor. Khas lidah pada penderita demam tifoid adalah kotor di
tengah, tepi dan ujung merah (typhoid tongue). Namun tidak dijumpai tremor lidah.
Pada anamnesis penderita merasa mual dan muntah. Bakteri Salmonella typhi masuk
ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran
pencernaan yaitu usus halus. Kemudian mengikuti peredaran darah, menyebabkan
bakterimia kemudian akan masuk melalui sirkulasi portal dari usus kemudian
berkembang biak di hati dan limpa, akibatnya terjadi pembengkakan (hepatomegali)
dan akhirnya menekan lambung.
Penatalaksanaan demam tifoid pada dasarnya meliputi istirahat dan perawatan,
diet dan terapi penunjang serta pemberian antimikroba. Perawatan dan pengobatan
terhadap penderita penyakit demam Tifoid bertujuan menghentikan invasi kuman,
memperpendek
perjalanan
penyakit, mencegah
terjadinya
komplikasi, serta
mencegah agar tidak kambuh kembali. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah dengan
pemberian IVFD RL 15 gtt/ menit, paracetamol tablet 250mg 3 kali 1 tablet perhari,
Kloramfenikol 1050-2100 mg/hari, dibagi 4 dosis jadi diberikan 4x500 mg,diet lunak
rendah serat dan bed rest.
Pemberian IVFD berdasarkan kebutuhan pasien akibat adanya demam
berlebihan dan muntah
Pemberian paracetamol diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam
dan rasa pusing. Paracetamol sebagai antipiretik berfungsi sebagai penghambat
prostaglandin. Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya
panas. Pada keadaan demam keseimbangan terganggu, tetapi dapat dikembalikan ke
normal. Peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali dengan pelepasan
25
suatu zat pirogen endogen atau suatu sitokin seperti IL-1 yang memacu pelepasan
prostaglandin yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus, selain itu PGE-2
menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral. Obat ini menekan efek
zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis prostaglandin.
Untuk antibiotika, obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/
amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi ketiga.
Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon. Pada
pasien ini diberikan kloramfenikol 4 kali 500 mg sehari.
Perawatan biasanya bersifat simptomatis istrahat dan dietetik. Tirah baring
sempurna terutama pada fase akut. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga
hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan. Masukan
cairan dan kalori perlu diperhatikan. Dahulu dianjurkan semua makanan saring,
sekarang semua jenis makanan pada prinsipnya lunak, mudah dicerna, mengandung
cukup cairan , kalori, serat, tinggi protein dan vitamin, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan banyak gas. Makanan saring / lunak diberikan selama istirahat mutlak
kemudian dikembalikan ke makanan bentuk semula secara bertahap bersamaan dengan
mobilisasi. Misalnya hari I makanan lunak, hari II makanan lunak, hari III makanan
biasa, dan seterusnya. Pencegahan penyakit demam Tifoid bisa dilakukan dengan cara
perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan serta penyuluhan kesehatan.
26