Anda di halaman 1dari 23

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama

: Ny. A

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 32 Tahun

Alamat

: Banyuresmi

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMK

Status

: Menikah

No. CM

: 768942

Tanggal Masuk

: 11 Mei 2015

Jam Masuk

: 02.30

II.

ANAMNESA

Dikirim Oleh

: Bidan

Sifat

: Rujukan

Keterangan

: Ketuban Pecah Dini

Keluhan Utama

: Keluar cairan dari jalan lahir

Anamnesa Khusus

: G3P1A1 merasa hamil 9 bulan mengeluh keluar cairan dari


jalan lahir sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Cairan
tersebut jernih. Mules-mules belum dirasakan oleh ibu. Keluar
darah dari jalan lahir disangkal tetapi keluar lendir dari jalan
lahir dirasakan oleh ibu. Gerakan bayi sudah dirasakan oleh
ibu sejak 5 bulan yang lalu hingga saat ini.

III.

RIWAYAT OBSTETRI

Kehamilan
ke

Tempat

Penolong

Cara
Kehamilan

I
II

BB Lahir

Jenis
Kelamin

Usia

Hidup

1950 gr

10 th

Abortus
RS

Dokter

Aterm

III

IV.

Cara
Persalinan

SC
Kehamilan
saat ini

KETERANGAN TAMBAHAN

Pernikahan
-

Menikah pertama kali


Istri : Usia nikah 22 tahun, SMK, IRT
Suami : Usia nikah 28 tahun, SMK, Pedagang

Haid
-

HPHT
Siklus haid
Lama haid
Banyak darah
Nyeri haid
Menarche

: 10 Agustus 2014
: teratur
: 7 hari
: biasa
: tidak nyeri
: 13 tahun

Kontrasepsi Terakhir
-

IUD
Sejak tahun 2005 2013
Alasan berhenti KB ingin punya anak

Prenatal Care
-

Di Puskesmas
Jumlah kunjungan PNC 10 kali. Terakhir PNC 1 hari yang lalu

Keluhan Selama Kehamilan: Riwayat Penyakit Terdahulu


- Asma Bronchial

V.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Praesens
Keadaan Umum

: Composmentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernafasan

: 24 x/menit

Suhu

: 37oC

Konjungtiva

: Tidak Anemis kiri dan kanan

Sclera

: Tidak Ikterik kiri dan kanan

Leher

: Tiroid: tidak ada kelainan


KGB : tidak ada kelainan

Jantung

: BJ I,II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru

: VBS kiri = kanan Wheezing (-/-) Ronkhi (-/-)

Abdomen

: Cembung lembut NT (-) DM (-) PS/PP (-)


Hepar : sulit dinilai
Lien

Ekstremitas

VI .

: sulit dinilai

Edeme

: -/-

Varises

: -/-

STATUS OBSTETRIK

Pemeriksaan Luar
Tinggi Fundus Uteri / Lingkar perut

: 35 cm / 103 cm

Letak Anak

: Kepala, puka, 5/5

His

: -

Djj

: 140 x/mnt, regular

TBBA

: 2.970 gram

Pemeriksaan Inspekulo
-

Keluar cairan jernih dari OUE

Tes lakmus (+) kertas nitrazin berubah menjadi biru

Vulva

: Tidak ada kelainan

Vagina

: Tidak ada kelainan

Portio

: Tebal lunak

Pembukaan

: Tertutup

Ketuban

: Mengalir

Bag. Terendah

: -

Pemeriksaan Dalam

VII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi 11 mei 2015 jam 02.30


Nama Test

Hasil

Unit

Nilai Normal

Hemoglobin

12.6

g/dl

12 - 16

Hematokrit

39

35 - 47

Leukosit

12,870

/mm3

3.800 -10.600

Trombosit

277,000

/mm3

150.000 440.000

Eritrosit

4.24

juta/mm3

3,6 5, 8

Darah Rutin

Hematologi 11 mei 2015 jam 16.00


Nama Test

Hasil

Unit

Nilai Normal

Hemoglobin

10.9

g/dl

12 - 16

Hematokrit

34

35 - 47

Leukosit

18.010

/mm3

3.800 -10.600

Trombosit

228.000

/mm3

150.000 440.000

Eritrosit

3.51

juta/mm3

3,6 5, 8

Darah Rutin

VIII. DIAGNOSIS
G3P1A1 gravida aterm dengan KPD + bekas SC

IX.

RENCANA PENGELOLAAN

Infus RL 500 cc 20 tpm


Observasi his, bja, ttv
Konseling KB
R/ SC
X.

LAPORAN OPERASI
-

Tanggal Operasi

: 11 Mei 2015

Operator

: dr. Rizki, SpOG

Asisten I

:-

Ahli Anestesi

: dr. Dhady, SpAn

Diagnosa Pra Bedah : G3P1A1 gravida aterm dengan KPD + bekas SC

Diagnosa Pasca Bedah : P2A1 PM dengan SC a.i KPD pada bekas SC

Indikasi Operasi

: KPD pada bekas SC

Jenis Operasi

: SC + IUD

Jenis Anestesi

: Spinal

Kategori Operasi

: Besar

Desinfeksi kulit

: Povidone Iodine

Laporan Operasi Lengkap


-

Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah abdomen dan sekitarnya

Dilakukan insisi pfanennsteil sepanjang kurang lebih 10 cm

Setelah peritoneum dibuka tampak dinding depan uterus

Plika vesikouterina diidentifikasi, disayat melintang

Kandung kemih disisihkan ke bawah dan ditahan dengan retraktor abdomen

SBR disayat konkaf, bagian tengahnya ditembus oleh jari penolong dan
diperlebar ke kiri dan ke kanan.

Jam 10.36 lahir bayi laki-laki dengan BB= 2900 PB= 49 A-S= 6-9

Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik

Jam 10.49 lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat

SBR dijahit lapis demi lapis. Lapisan pertama dijahit secara jelujur
interloking. Lapisan kedua dijahit secara overhecting matras. Setelah yakin
tidak ada perdarahan, dilakukan reperitonealisasi dengan peritoneum kandung
kencing.

Perdarahan dirawat

Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah

Fascia dijahit dengan PGA no. 1 kulit dijahit secara subkutikuler

Perdarahan selama operasi kurang lebih 300 cc

Diuresis selama operasi kurang lebih 100 cc

Follow up
11-05-2015

S: O:
KU : CM

Obs bja, his, ttv


Infus RL 500 cc 20 tpm

T : 140/90
N

: 80 x/menit

: 20 x/menit

: 360C

Mata : Ca -/- Si -/Abd : Cembung lembut, NT


(-), DM (-), Ps/Pp -/Tfu: 35 cm
Bja: 136 x/mnt
His: Perdarahan : A: G3P1A1 gravida aterm
dengan KPD + bekas SC

12-05-2015
POD I

S: -

Cefotaxime 2x1 gr iv

O:

Metronidazole 3x500 mg iv

KU : CM
T : 110/80

Kaltrofen 2x100 mg supp

N : 80 x/menit

Aff dc

: 20 x/menit

Breast care

: 360C

Mata : Ca -/- Si -/Asi : -/Abd : datar lembut, NT (-),


DM (-), Ps/Pp -/Tfu: 2 jari bawah pusat
Lo: tertutup verban
Lokhia: rubra
Bab/bak: -/+
A: P2A1 partus maturus
dengan SC a.i KPD pada

bekas SC

13-05-2015
POD II

S: -

Cefadroxil 2 x 500 mg

O:

Metronidazole 3x500 mg

KU : CM
T : 120/90
N : 82 x/menit
R

: 20 x/menit

: 36,50C

As. Mefenamat 3 x 500 mg


Aff infus

Mata : Ca -/- Si -/Asi : -/Abd : datar lembut, NT (-),


DM (-), Ps/Pp -/Tfu: 2 jari bawah pusat
Lo: kering terawat
Lokhia: rubra
Bab/bak: -/+
A: P2A1 partus maturus
dengan SC a.i KPD pada
bekas SC

14-05-2015
POD III

S: -

Cefadroxil 2 x 500 mg

O:

Metronidazole 3x500 mg

KU : CM
T : 130/80
N : 102 x/menit
R

: 20 x/menit

: 36,50C

Mata : Ca -/- Si -/Asi : -/-

As. Mefenamat 3 x 500 mg


Sf 1x1

Abd : datar lembut, NT (-),


DM (-), Ps/Pp -/Tfu: 2 jari bawah pusat
Lo: kering terawat
Lokhia: rubra
Bab/bak: -/+
A: P2A1 partus maturus
dengan SC a.i KPD pada
bekas SC

XI.

DIAGNOSIS AKHIR
P2A1 partus maturus dengan SC a.i KPD pada bekas SC

Permasalahan
1. Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini ?
2. Apakah prosedur penanganan pasien pada kasus ini sudah benar?
3. Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?

Pembahasan
1. Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini ?

KETUBAN PECAH DINI

Definisi
Ketuban pecah dini adalah robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan
(sebelum onset persalinan berlangsung).
Dibedakan:

PPROM (Preterm premature rupture of membranes) : ketuban pecah saat


usia kehamilan < 37 minggu

PROM (Premature rupture of membranes): ketuban pecah saat usia


kehamilan >= 37 minggu.

Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum
diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang
lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:
1. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2. Serviks yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati
sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya
hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabakan
terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi

pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap

membran bagian bawah.


Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena
seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen

berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Degradasi kolagen

dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor


jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah
pada degradasi proteolitik dari matriks ektraseluler dan membrane janin. Aktivitas
degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Selaput ketuban sangat kuat

pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga, selaput ketuban mudah pecah.
Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus,
kontraksi rahim dan gerakan janin. Pada trimester terakhir, terjadi

perubahan

biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan
hal fisiologis.
Fakta-fakta yang berkembang menunjukkan bahwa ketuban pecah dini
mungkin merupakan hasil dari infeksi subklinis dan peradangan. Penderita
dengan ketuban pecah dini 1-4 jam mempunyai prevalensi yang cukup tinggi dalam

hal korioamnionitis histologis daripada penderita yang melahirkan preterm tanpa


ketuban pecah dini.
Banyak mikroorganisme servikovaginal menghasilkan fosfolipid A2 dan
fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat
dan

lebih

lanjut

mengakibatkan

pelepasan

PGE2

dan

PGF2

alfa yang

selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan


produk sekresi akibat aktifasi monosit / makrofag, yaitu sitokin, interleukin-1,
faktor

nekrosis

tumor,

dan

interleukin-6.

Platelet

activating factor

yang

diproduksi paru-paru dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion,
secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk
ke

dalam

cairan

amnion

juga

akan

merangsang

sel-sel

desidua

untuk

memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya


persalinan.
Enzim bakterial yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat
menyebabkan

kelemahan

dan

ruptur

kulit

ketuban.

Elastase

lekosit

polimorfoneklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia,
membuktikan bahwa infiltrasi lekosit pada kulit ketuban yang terjadi karena
kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan
menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase
yang dihasilkan neutrofil dan makrofag nampaknya melemahkan kulit ketuban.
Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi ketuban pecah dini.

Diagnosis
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena
diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan
ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin, ibu atau keduanya.
1. Anamnesa

Pasien mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan


lahir . Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna cairan tersebut.
Tidak ada His dan pengeluaran lendir darah.
2. Pemeriksaan
Tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan
jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
a) Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di
vagina. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar
cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Jika tidak ada, dapat
dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau
meminta pasien batuk atau mengedan maka akan tampak keluar cairan
dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior. Penentuan cairan
ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) dimana
merah menjadi biru.
b) Tentukan usia kehamilan
c) Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu
ibu lebih dari 38C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah
> 15.000/mm . Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami
infeksi intrauterin.
d) Tentukan tanda-tanda persalinan dan scoring pelvic.
e) Tentukan adanya kontraksi yang teratur.
f) Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif
(terminasi

kehamilan).

Mengenai

pemeriksaan

dalam,

perlu

dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum


dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi
segmen

bawah

rahim

dengan

flora

vagina

yang

normal.

Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen.


Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan jika KPD yang sudah
dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi
sedikit mungkin.
g) Diagnosis ketuban pecah dini premature dengan inspekulo dilihat
adanya cairan ketuban keluar dari cavum uteri.
3. Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan pH vagina wanita hamil sekitar 4,5; bila ada cairan


ketuban pHnya sekitar 7,1-7,3.

Antiseptik yang alkalin dapat

meningkatkan pH vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan


kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes Lakmus (tes
Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5,
darah dan infeksi vagina dapat menghasilakan tes yang positif
palsu.
b) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek

dan

dibiarkan

kering.

Pemeriksaan

mikroskopik

menunjukkan gambaran daun pakis.


c) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan
caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sedehana.
Pasien dengan ketuban pecah dini harus masuk rumah sakit untuk
diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien
dapat pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan kala aktif,
korioamnionitis, gawat janin, kehamilan diterminasi. Bila ketuban pecah dini
pada kehamilan premature, diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif.
Secara umum, penatalaksanaan pasien ketuban pecah dini yang tidak dalam
persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaannya
bergantung pada usia kehamilan.

Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi.
Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka
morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.

Dalam menghadapi ketuban pecah dini harus dipertimbangkan


beberapa hal sebagai berikut:
A. Fase laten:
a) Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses persalinan.
b) Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya
infeksi.
c) Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara lain:
Korioamnionitis:
a. Abdomen terasa tegang.
b. Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.
c. Kultur cairan amnion positif.
Desiduitis: Infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.
B. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang
mempunyai program untuk mengukur BB janin. Semakin kecil BB
janin, semakin besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga
tindakan terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.
C. Presentasi janin intrauterin
Presentasi janin merupakan penunjuk untuk melakukan terminasi
kehamilan. Pada letak lintang atau bokong, harus dilakukan dengan
jalan seksio sesarea.
a) Pertimbangan komplikasi dan risiko yang akan dihadapi janin
dan maternal terhadap tindakan terminasi yang akan dilakukan.
b) Usia kehamilan. Makin muda kehamilan, antarterminasi
kehamilan banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan
sehingga janin lebih matur. Semakin lama menunggu,
kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan
janin serta situasi maternal.
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = lag period. Makin
muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada sejumlah faktor, antara lain :
(1) Usia kehamilan

(2) Ada atau tidak adanya Khorioamnionitis


A. Konservatif
1) Rawat di rumah sakit.
2) Berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari).
3) Jika umur kehamilan < 32 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
4) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada
infeksi, tes busa negative, beri deksametason, observasi tandatanda infeksi dan kesejahteraan janin.
5) Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tandatanda infeksi intrauterin).
7) Pada usia kehamilan 32-37 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali.
B. Aktif
1) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal,
lakukan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 g
50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda
infeksi, berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
2) Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
3) Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan.

KPD

Umur Kehamilan

20 - <28 mg

28-36 mg

Aktif

37 mg

Konservatif rawat 2 hari

Tanpa komplikasi lain

Aktif

His (+), Infeksi


Aktif

Pulang dengan

Pu

saran:
-

Tidak melakukan
coitus
Segera kontrol bila
ada tanda
infeksi/gerak janin
berkurang
PNC tiap minggu
sampai 37 mg

Komplikasi
1. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 34 minggu 50 %
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.
2. Infeksi

1) Korioamnionitis
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana
korion,

amnion,

dan

cairan

ketuban

terkena

infeksi

bakteri.

Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin,


bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis. Penyebab korioamnionitis adalah
infeksi bakteri yang terutama berasal dari traktus urogenitalis ibu. Secara
spesifik permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum dan
menjalar ke uterus.
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu dapat terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia,
pneumonia dan omfalitis. Umumnya korioamnionitis terjadi sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering
daripada aterm.
3. Hipoksia dan asfiksia akibat oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 300 cc. Oligohidramnion juga menyebabkan
terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada
saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan pecahnya
ketuban, terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
4. Sindrom deformitas janin
KPD pada kehamilan yang sangat muda dan disertai dengan
oligohidramnion yang berkepanjangan menyebabkan terjadinya deformasi
janin antara lain :
a) Sindroma Potter
Sindroma Potter dapat berbentuk clubbed feet, Hipoplasia Pulmonal
dan kelainan kranium yang terkait dengan oligohidramnion.

b) Deformitas ekstrimitas
Prognosis
Prognosis tergantung pada usia kandungan, keadaan ibu dan bayi serta adanya
infeksi atau tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimester (13-26 minggu)
memiliki prognosis yang buruk. Kelangsungan hidup bervariasi dengan usia
kehamilan saat diagnosis (dari 12% ketika terdiagnosa pada 16-19 minggu, sebanyak
60% bila didiagnosis pada 25-26 minggu). Pada kehamilan dengan infeksi prognosis
memburuk, sehingga bila bayi selamat dan dilahirkan memerlukan penanganan yang
intensif. Apabila KPD terjadi setelah usia masuk ke dalam aterm maka prognosis
lebih baik terutama bila tidak terdapatnya infeksi, sehingga terkadang pada aterm
sering digunakan induksi untuk membantu persalinan.

Kehamilan Dengan Riwayat Seksio Cesarea


Diagnosis
Diagnosis di tegakkan dari anamnesis bahwa pada persalinan yang lalu dilakukan SC.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bekas luka SC di dinding perut.

Pengelolaan
Pada kehamilan:

Direncanakan untuk dilakukan SC pada kehamilan 37 minggu, apabila ditemukan:


-

Indikasi SC sebelumnya adalah penyebab tetap seperti panggul sempit absolut.

Bila diketahui jenis insisi SC sebelumnya adalah insisi korporal (SC Klasik)

Bila SC sudah dilakukan sebanyak 2 kali atau lebih. Anjurkan tindakan


sterilisasi.

Bila penyebab SC bukan penyebab tetap dan tidak ada kontraindikasi, ibu dicoba
untuk melakukan per vaginam.
Kontra indikasi:
-

Bekas SC klasik

Pernah histerostomi/histerorafi

Pernah miomektomi (yang mencapai cavum uteri)

Terdapat indikasi SC pada kehamilan saat ini (plasenta previa, gawat janin,
dsb)
Kehamilan bekas SC

Jenis SC
Umur Kehamilan
SC sudah 2 kali
Indikasi SC
Sebab menetap

Tidak menetap

Korporal

SCTP

37 minggu

< 37 Minggu

2 kali

Pada kasus ini diagnosa sudah

<2

SC

tepat

dimana didapatkan:
-

Cairan jernih sudah keluar dari jalan lahir sebelum proses

persalinan
Pada inspekulo tampak adanya cairan keluar dari OUE
Tes lakmus +

Observasi sampai
aterm dan inpartu

Berdasarkan anamnesis ibu melakukan persalinan dengan SC pada kehamilan


ke-2 10 tahun yang lalu dan terdapat bekas SC pada abdomen.

2. Apakah prosedur penanganan pasien pada kasus ini sudah benar?


Prosedur penanganan pada pasien ini sudah benar, yaitu dilakukan SC atas
indikasi KPD pada bekas SC. Pada gravida aterm dengan KPD kehamilan
harus segera diakhiri dengan induksi dengan oksitosin atau misoprostol tetapi
karena pasien memiliki riwayat bekas SC hal itu merupakan suatu kontra
indikasi karena bisa menyebabkan ruptur uteri.

3. Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?

Quo Ad Vitam

Quo Ad Functionam : ad bonam

Quo ad sanationam

: ad bonam

: ad bonam

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua 2009 . Jakarta . P.T. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal 351 365

2. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD. Obstetri edisi 2 , 2010 . Bandung


: Elstar Offset. Hal : 176 195
3. Cunningham, F.G et al. Obstetri Williams vol 1 ed 23. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2012: 950-1.
4. Manuaba, Ida, Bagus. Et all. 2002. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk
Mahasiswa Kebidanan. Jakarta :EGC.

5. Prawirahardjo, S. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal. Jakarta: Penerbit PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

CASE REPORT

G3P1A1 GRAVIDA ATERM DENGAN KPD +


BEKAS SC

The Smart Campus you Can Rely On


Disusun oleh :
Suskha P. Pratomo
1102011268

Pembimbing :
dr. H. Rizki Safaat, Sp.OG, Mkes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


OBGYN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD dr.Slamet Garut
2015

Anda mungkin juga menyukai