Oleh:
Sulistya Ningsih, S.Ked
G1A213075
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal tersering yang terjadi pada
anak. Berdasarkan sejarah, Roelan dihargai dengan pertama kali mendeskripsikan secara
klinis sindrom nefrotik pada akhir abad 15, kemudian Zuinger mendeskripsikan secara
detail uraian klinis tentang penyakit dan pentingnya sindrom nefrotik sebagai penyebab
gagal ginjal kronis pada era prasteroid.1
Sindrom Nefrotik dikarakteristikkan oleh bocornya protein yang berasal dari
darah ke urin melalui glomeruli menghasilkan proteinuria (960 mg/m 2/24 jam;atau 40
mg/m2/jam), hipoalbuminemia (serum albumin <25 g/L), hiperkolesterolemia dan edem
generalisata (1-5). Sindrom nefrotik memiliki insiden 2 sampai 7 kasus per 100.000 anak
per tahun, dengan prevalensi 16 kasus per 100.000 anak.2
Medikasi standar untuk terapi sindrom nefrotik adalah prednison atau
prednisolon, durasi inisial terapi sebaiknya minimal selama 12 minggu. Bagaimanapun,
kira-kira 70 % anak yang menderita sindrom nefrotik mengalami relaps dengan episode
rekuren edem dan proteinuria dan sering menjadi tergantung pada steroid dan mengalami
kompllikasi akibat penggunaan streoid jangka lama. Relaps didefinisikan sebagai
proteinuria melebihi 960 mg/m2/24 jam selama 3 hari berturut-turut.2 Untuk itu perlu
penatalaksanaan yang tepat untuk sindrom nefrotik relaps agar menghindari komplikasi
dari penyakit itu sendiri dan komplikasi dari penggunaan steroid jangka lama.
Berikut dilaporkan sebuah kasus sindroma nefrotik relaps pada seorang anak lakilaki berumur 3 tahun 11 bulan yang dirawat di bagian bangsal Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Raden Mattaher Kota Jambi.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS
Nama
Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
BB
PB
Alamat
: An. RR
: 17 Maret 2012 / 3 tahun 10 bulan
: Laki-laki
: 12000 gram
: 84 cm
: Jl. Tarmizi Kadir no 29 RT 10. Kelurahan Pakuan Baru
Nama Ayah
Umur
Pekerjaan
Nama Ibu
Umur
Pekerjaan
Tanggal Masuk
ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu penderita, pada tanggal 15 Juni 2015
Keluhan Utama
Mata sembab dan perut kembung sejak 2 minggu SMRS.
ampas, BAK warna kuning agak keruh dan darah ( - ). Muntah tidak ada.
Batuk dan Pilek juga tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Anak pernah sakit batuk, pilek dan mencret tetapi tidak dirawat dirumah
sakit. Riwayat kejang disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Nenek pasien juga pernah menglami sakit yang sama seperti yang dialami
pasien saat ini.
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah penderita bekerja sebagai karyawan swasta, ibu penderita tidak bekerja.
Penghasilan rata-rata tiap bulan Rp. 750.000; orang tua penderita
menanggung 3 orang anak. Anak dirawat dengan menggunakan BPJS
Jamkesmas.
Kesan : sosial ekonomi kurang.
3000 gram.
14 tahun 2 bulan
Perempuan, aterm, normal, ditolong
bidan, 3200 gram.
3 tahun 10 bulan
Laki-Laki, aterm, normal, ditolong
bidan, 1200 gram.
Riwayat Imunisasi
BCG
: 1 kali, usia 0 bulan, scar (+).
DPT
: 1 kali, usia 2 bulan.
4
Polio
Campak
Hepatitis
Kesan
: 6 bulan
: 7 bulan
: 9 bulan
: 12 bulan
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 15 Juni 2015, pukul 11.30 WIB
5
Seorang anak laki-laki, umur 3 tahun 11 bulan, berat badan 12000 gram,
panjang badan 84 cm.
Kesan umum
: sadar, aktif, rewel, tanda dehidrasi (-)
Tanda vital
: Nadi = 96 x/ menit, isi dan tegangan cukup.
RR = 23 x/ menit, reguler.
T = 36,4 oC
Kepala
: normocephal, ubun-ubun besar menutup (+).
Rambut
: penyebaran rambut merata, rambut bewarna hitam, tidak
mudah dicabut.
Kulit
: sianosis (-), ikhterik (-)
Mata
: sembab palpebra (+), konjungtiva palpebra anemis -/-,
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorokan
Leher
Dada
sklera ikterik -/: simetris kanan dan kiri,daun telinga lunak, sekret (-)
: simetris, sekret (-) napas cuping (-)
: simetris, bersih, mukosa kering (-), sianosis (-), gusi
berdarah (-) ,labioscisis atau labiopalatochisis (-)
: T1-1, faring hiperemis (-)
: simetris, pembesaran KGB -, tortikolis : Paru :
I
: gerakan dada simetris, statis,
dinamis, retraksi (-)
Pa
Pe
Aus
: suara dasar
:vesikuler +/+
Suara Tambahan
jantung :
Pa
Pe
Aus
Abdomen
Aus
Pe
Pa
Ekstremitas
Genitalia
Kelainan lain
IV.
: tidak teraba
Lien
: S0
superior
inferior
Edema
-/-/Sianosis
-/-/Akral dingin
-/-/Capillary refill
<2
>2
: bersih, rugae scrotum jelas, testis pada scrotum
: kelainan kongenital (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RBC
HGB
: 10,6 L g /dl
HCT
: 34,9 L %
PLT
PCT
: . 200 %
Total Protein
: 3.6 gr/dl
Albumin
: 1,5 gr/dl
Globulin
: 2,1 gr/dl
Kolesterol
: 499 mg/dl
(Kesan: hipoalbuminemia)
(Kesan : Hiperkolesterolemia)
: +2
- Reduksi
: (-)
- Bilirubin
: (-)
- Urobilin
: (+)
(Kesan : proteinuria)
- sedimen
: leukosit 0 - 4/LPB
Epitel gepeng (+), Eritrosit 0 1/ LPB
Kristal oksalat +
V. DIAGNOSIS
Sindrome Nefrotik akut
VI.
PENATALAKSANAAN AWAL
- IVFD D5 NS Asnet
- Injeksi cefriaxone 1 x 1 gr IV
- Furosemid 1 x ampul
- Captopril 2x3 mg
Non medikamentosa :
- Edukasi tentang penyakit pada orang tua pasien.
- Penghitungan Balance Cairan.
- Diet rendah garam.
VII.
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam
: Dubia
VIII. FOLLOW UP
Tanggal
15-062015
S
Sembab (+)
O
Kesadaran : cm
A
SNA
T : 36,4oC
HR : 96 x/i
P
IVFD D5 NS
Asnet
Injeksi cefriaxone 1 x
1 gr IV
RR : 23 x/i
16-062015
Sembab
berkurang
Kesadaran : cm
SNA
T : 36,6 C
HR : 92 x/i
RR : 22 x/i
UR
17-062015
Sembab
berkurang
Proteinuri (+3)
Albumin 1,5
SNA
T : 36,6 C
HR : 94 x/i
RR : 23 x/i
UR
-
Proteinuri (+2)
20-06-
Sembab
- Albumin 1,5
Kesadaran : cm
2015
berkurang
T : 35,8oC
SN Remisi
HR : 88 x/i
RR : 18 x/i
Furosemid 1 x
ampul
Captopril 2x3 mg
IVFD D5 NS
Asnet
Furosemid 1 x 10 mg
Captopril 2x3 mg
Metilprednisone tab
2mg 2-2-1
IVFD D5 NS
Asnet
Furosemid 1 x 10 mg
Captopril 2x3 mg
Metilprednisone tab
2mg 2-2-1
Transfusi Albumin
250cc
IVFD D5 NS
Asnet
Captopril 2x3 mg
Metilprednisone tab
2mg 2-2-1
UR
-
Proteinuri (-)
21-06-
Sembab
- Albumin 1,9
Kesadaran : cm
2015
berkurang
T : 36,3oC
SN Relaps
HR : 90 x/i
RR : 20 x/i
IVFD D5 NS
Asnet
Captopril 2x3 mg
Metilprednisone tab
2mg 2-2-1
UR
-
Proteinuri (+2)
22-06-
Sembab
- Albumin 1,9
Kesadaran : cm
2015
berkurang
T : 36,7 oC
SN Relaps
HR : 100 x/i
RR : 20 x/i
UR
-
Proteinuri (+3)
IVFD D5 NS
Asnet
Captopril 2x3 mg
Valsatan 1 x 7,5 mg
Metilprednisone tab
2mg 2-2-1
Albumin 1,8
23-06-
Sembab
Kesadaran : cm
2015
berkurang
T : 36,7 oC
SN Relaps
HR : 100 x/i
RR : 20 x/i
UR
-
Proteinuri (+4)
Albumin 1,5
10
IVFD D5 NS
Asnet
Captopril 2x3 mg
Valsatan 1 x 7,5 mg
Metilprednisone tab
2mg 2-2-1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi
Sindrom nefrotik dikarakteristikan dengan proteinuria massiv (>50 mg/kg/hari atau
disease,
focal
segmental
glomerulosclerosis
(FSGS),
membranous
12
Membranous Glomerulopathy
Membranous Glomerulopathy adalah satu dari penyebab ginjal primer paling
umum sindrom nefrotik, terhitung 30-40% kasus pada dewasa. Paling banyak terdapat
pada laki-laki, dan kejadian biasanya mencapai puncak anatara usia 30 dan 50 tahun.
Kira-kira 75% penderita terdapat proteinuria dalam batas nefrotik, dan 50% tampak
hematuria mikroskopik.3
Pada biopsy ginjal, membranous glomerulopathy dikarakteristikan denagn adanya
penebalan difus pada membrane basal glomerular, penempatan granular IgM dan C3, dan
tidak adanya mediator inflamasi. Antara 20% dan 30% penderita sindrom nefrotik dengan
membranous glomerulopathy terbukti dengan biopsy merupakan gejala dari penyakit
sistemik (contoh lupus eritematosus sistemik (SLE), hepatitis B, atau keganasan) atau
penyakit yang diinduksi obat, secara klasik berasal dari terapi penisilamin atau emas
kronik. NSAIDs juga berimplikasi pada membranous nephropathy; penyakit yang
diinduksi NSAIDs dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi yang sembuh dengan penghentian
obat.3
Membranoproliferative Glomerulonephritis
MPGN terdapat 5% sampai 10% dari semua kasus sindrom nefrotik dan lebih
umum pada anak-anak dan dewasa muda. Ini dapat bermanifestasi sebagai gambaran
klinis campuran dengan nefritis dan komponen nefrotik dan dapat juga hadir sebagai
proteinuria simptomatik proteinuria dan hematuria terdeteksi pada unrinalisis rutin.
MPGN tipe I adalah kompleks imun glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi
kronis ( seperti HIV dan Hepatitis B dan C), penyakit kompleks imun sistemik (seperti
SLE, cryoglobulinemia) dan keganasan. Penderita MPGN tipe I biasanya terdapat
proteinuria berat dan ditemukan penurunan level C3,C1q dan C4. Pada biopsy ginjal tipe
I dikarekteristikan oleh deposit imun mesangial dan subendotelial. MPGN tipe II
cenderung autoimun dan penderita biasanya terdapat proteinuria dalam batas nefrotik dan
kadang-kadang dengan hematuria makroskopik rekuren, yang lebih karakteristik pada
sindrom nefrotik.3
13
Secondary Causes
Diabetes
Nefropati diabetic adalah penyebab sekunder paling umum pada sindrom nefrotik
dewasa. Lebih lanjut, ini memicu penyebab penyakit ginjal stadium akhir pada daerah
barat dan bertanggung jawab pada lebih dari 30% kasus penyakit ginjal stadium akhir
yang memerlukan dialysis. Nefropati diabetic merupakan komplikasi 30% kasus diabetes
tipe 1 dan hamper 50% kasus diabetes tipe 2. Nefropati diabetic dikarakteristikan oleh
peningkatan progresif eksresi albumin urin dikombinasi dengan meningkatanya tekanan
darah dan menurunnya laju filtrasi glomerular.3
Diagnosis nefropati diabetic didefinisikan oleh adanya proteinuria melebihi 500
mg/24 jam. Bagaimanapun, sebagian besar penderita awalnya terdapat mikroalbuminuria
pada urinalisis rutin dan secara umum asimptomatik. Awalnya peningkatan eksresi
protein urin pada penderita diabetes sedikit, biasanya disebut mikroalbuminuria, yang
didefinisikan sebagai 30 sampai 300 mg albumin pada pengumpulan urin 24 jam. Karena
pengumpulan urin 24 jam tidak selalu dilakukan, langkah pertama screening untuk
nefropati diabetic adalah pengukuran urin tampung untuk albumin. Pengukuran albumin
dapat mengekspresikan rasio albumin urin/ kreatinin (mg/g); rasio normal kurang dari 30.
Meskipun biopsy ginjal tidak diperlukan untuk diagnosis nefropati diabetic, beberapa
penemuan karakteristik pada biopsy
14
apple-green birefringence ketika specimen deposit amiloid diwarnai dengan Congo red
dan dilihat pada cahaya yang terpolarisasi.3
Faktor Pemicu Terjadinya Relaps Pada Sindrom Nefrotik Anak
Pemicu terjadinya kambuh pada sindrom nefrotik dibagi menjadi faktor non renal
(umur, jenis kelamin, status nutrisi,dan infeksi) dan faktor renal (penemuan histopatologi,
hipertensi, hematuri,kecepatan respon steroid awal, jumlah kambuh dalam 6 bulan
pertama,interval waktu antara kambuh pertama dan respon terhadap streoid awal).4
3.4. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Proteinuria
Ada tiga tipe dasar dari proteinuria : glomerular, tubular dan overflow. Proteinuria
glomerular bertanggung jawab untuk kehilangan protein pada sindrom nefrotik.
Proteinuria
pada
penyakit
glomeruler
disebabkan
oleh
meningkatnya
filtrasi
Hiperlipidemia
15
Kelainan lipid paling sering pada sindrom nefrotik adalah hiperkolesterolemia dan
hipertrigliseridemia. Menurunnya tekanan onkotik plasma tampak pada stimulasi sintesis
lipoprotein hepatik menghasilkan hiperkolesterolemia. Metabolisme yang rusak secara
primer bertanggung jawab untuk hipertrigliseridemia nefrotik. Lipiduria biasanya hadir
pada sindrom nefrotik. Lipid urin mungkin terdapat pada sedimen, terjebak pada cast,
tertempel pada membran plasma sel epitelial degeneratif (oval fat bodies), atau bebas
dalam urin. Lipid mengandung sel epitelial dianggap sebagai sel epitelial tubular ginjal
yang mengandung ester kolesterol. Dibawah cahaya yang dipolarisasi oval fat bodies
tampak sebagai Maltese cross.7
Sembab atau edema
Patogenesis edem pada sindrom nefrotik masih menjadi kontroversi, beberapa
penelitian member hasil yang tidak konsisten dengan postulate bahwa penderita
hipoalbumin terjadi kontraksi pada ruang intravaskuler (teori underfill) . faktanyanya
beberapa pasien khususnya anak-anak dengan minimal change nephrotic syndrome
(MCNS), memiliki kejadian kontraksi ruang intravaskuler, yang disebabkan terjadinya
penurunan volume darah, stimulasi sekresi rennin-angiotensin-aldosteron dan respon
natriuretic terhadap ekspansi plasma dan imersi air keluar. Sebagian besar penderita
sindrom nefrotik memiliki renal defek pada eksresi sodium dan memiliki hubungan
dengan ekspansi volume plasma (overfill).9
Skema dibawah menjelaskan patofisiologi terjadinya edema pada sindrom
nefrotik. Proteinuria massive menginduksi infiltrasi inflamasi tubulointerstitial dengan
stimulasi mediator vasokontriksi (angiotensin II) dan penghambatan zat-zat vasodilator
(seperti nitrit oksida). Dalam glomerulus, proteinuria menyebabkan reduksi pada
koeficient ultrafiltrasi glomerular (Kf) dan single nephron glomerular filtration rate
(SNGFR). Akibatnya ada peningkatan bersih pada reabsopsi tubular dan reduksi dalam
jumlah natrium yang difiltrasi dan cenderung untuk overfill volume intravaskuler dan
meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler (PC). Menurunnya tekanan onkotik plasma
(PCOP) memicu pergerakan cairan keluar dari kompartemen vaskuler dan terjadi
perubahan buffer pada volume darah yang diinduksi oleh retensi natrium primer. Jika
hipoalbuminemia parah dan infiltrasi zat inflamasi ginjal minimal atau tidak ada, seperti
16
pada sebagian besar anak-anak dengan minimal change nephritic syndrome (MNCS),
pengurangan pada PCOP dapat menyebabkan underfill volume intravaskuler dan retensi
natrium sekunder (kompensasi).9
PROTEINURIA
Tubulointerstitium
Glomeruli
Infiltrasi sel T
Angiotensin II
HIPOALBUMIN
Kf SNGFR
NO
Reabsopsi Na
Filtrasi Na
Retensi Na
UNaV
Retensi Na sekunder
Primer
PC
Volume intravaskular
PCOP
EDEMA
lama selalu disertai tanda-tanda malnutrisi seperti perubahan-perubahan rambut dan kulit,
pembesaran kelenjar parotis, garis Muercke pada kuku.7,10
Pada beberapa pasien tidak jarang dengan keluhan yang menyerupai akute
abdomen yaitu sakit perut hebat, mual-mual dan muntah-muntah, dinding perut sangat
tegang. Keluhan-keluhan demikian dinamakan nephrotic crisis. Pada laparotomi hanya
ditemukan cairan asites steril dan serat-serat fibrin. Sindrom nefrotik sangat peka
terhadap infeksi sekunder terutama infeksi saluran nafas (pneumonia), dan saluran kemih
(pielonefritis).7,10
Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN, diare
sering dialami pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini rupanya tidak
berkaitan dengan infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus.
Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis
albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien nyeri di perut
yang kadang-kadang berat, dapat terjadi. Kemungkinan adanya abdomen akut atau
peritonitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainnya. Bila
komplikasi ini tidak ada kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui namun dapat
disebabkan karena edema dinding perut atau pembengkakan hati. Kadang nyeri dirasakan
terbatas pada kwadran kanan atas abdomen. Nafsu makan kurang berhubungan erat
dengan beratnya edema. Pada keadaan ascites berat dapat terjadi hernia umbilikalis dan
prolap ani.7
3.6. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan jasmani harus di lakukan secara menyeluruh sesuai dengan cara-cara
pemeriksaan di bidang penyakit dalam pada umumnya. Pemeriksaan tekanan darah di
lakukan pada posisi berbaring, duduk, dan berdiri. Selain itu juga di periksa pada kedua
lengan dan tungkai (kanan dan kiri). Kelainan yang tampak di kulit seperti warna pucat
(anemia), turgor yang mengurang (tanda dehidrasi), ekskresi keringat (berkurang pada
gangguan ginjal kronik dengan gangguan saraf otonom), rash, bintik atau bercakbercak/bintik perdarahan pada kulit (purpura/petekie), dan lain-lain. Pada pemeriksaan
abdomen perlu di perhatikan adanya benjolan pada daerah abdomen (hidronefrosis, ginjal
18
polikistik, tumor ginjal, atau retensio urin). Pada pemeriksaan palpasi ginjal, sebaiknya di
lakukan juga sewaktu pasien dalam keadaan berdiri, terutama pada pasien dengan
keluhan sakit pinggang atau kolik atau nyeri pada bagian perut. Pemeriksaan ini di
lakukan secara bimanual yaitu dengan meletakkan jari-jari tangan di bagian depan perut,
pad posisi ginjal, sedangkan jari-jari tangan yang lain di letakkan di belakang
badan.dengan menekan jari tangan di belakang badan berulang-ulang akan terasa pada
jari-jari tangan yang lain sentuhan atau ballotement massa ginjal. Nyeri ketok pada
daerah kostovertebra di periksa dengan menekan atau mengetok (tidak perlu kuat) pada
daerah sudut yang terbentuk oleh kosta terakhir dan vertebra. Bruit atau bising sistolik
dan diastolik arteri renalis dapat terdengar pada daerah perut bagian depan (epigastrium)
atau pada punggung apabila ada penyempitan arteri renalis.1,7,10
Hipertensi berat dengan atau tanpa penyulit bukan merupakan gejala sindrom
nefrotik tetapi mempunyai hubungan dengan etiologi dan perubahan-perubahan
histopatologis ginjal. Pada pasien-pasien glomerulopati lesi minimal (GLM) jarang
ditemukan hipertensi. Pada glomerulopati membranous (GM) hipertensi ditemukan pada
kira-kira 50%. Hipertensi lebih sering ditemukan (75%) bila sindrom nefrotik
mempunyai hubungan dengan glomerulonefritis kronis, lupus nefritis dan glomerulosklerosis interkapiler pada diabetes mellitus.9
3.7. GAMBARAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan urin (urinalisa), jumlah protein pada sampel urine penderita SN
biasanya melampaui 100 mg/dl, dan nilainya dapat mencapai 1000 mg/L.14 Mikroskopik
hematuria tampak pada permulaan penyakit 20-30% penderita dengan MCD, dan setelah
itu dapat tidak tampak. Sedimen urin dapat normal atau berupa torak hialin, granula,
lipoid, terdapat pula sel darah putih.3
Kimia darah menunjukkan konsentrasi serum albumin kurang dari 2,5 g/dl dan
hiperkolesterolemia (> 250 mg/dl). Laju endap darah dapat meninggi.10
Hampir 60-70% anak dengan sindrom nefrotik dapat mengalami relaps satu kali
atau lebih. Ini didiagnosis jika terdapat proteinuria +++ atau ++++ selama 3 hari atau
lebih. Urine harus diperiksa 2 kali seminggu, kemudian seminggu sekali setelah episode
pertama. Atau proteinuria ++ lebih dari 1 minggu.10
3.8. PENATALAKSANAAN SINDROM NEFROTIK
Penatalaksanaan Umum
Diet
Sebelumnya, baik diet rendah atau tinggi protein direkomendasikan untuk
sindrom nefrotik sensitive steroid. Diet rendah protein mengurangi albuminuria namun
meningkatkan resiko malnutrisi. Penelitian hewan percobaan menunjukkan diet tinggi
protein meningkatkan sintesis albumin, tetapi tidak meningkatkan konsentrasi atau
pertumbuhan albumin secara signifikan.Berdasarkan bukti terbaru, tidak ada diet spesifik
yang disarankan untuk kasus tanpa komplikasi pada sindrom nefrotik sensitive steroid.8
Aktivitas
Semua usaha sebaiknya dilakukan untuk mobilisasi anak secara aktif; tirah baring
sebaiknya dihindari jika mungkin untuk meminimalisasi resiko thrombosis.8
Imunisasi
Semua vaksin mati secara umum aman untuk anak yang mengalami remisi.
Semua vaksin yang hidup sebaiknya dihindari hingga steroid dihentikan selama paling
sedikit 6 minggu. Selain itu, harus dihindari jika terapi cyclofosfamid atau cyclosporine A
telah diinisiasi.8
Komplikasi
Infeksi
Anak-anak dengan NS berada pada risiko yang lebih tinggi terkena infeksi,
sebagian karena penyakit itu sendiri dan sebagian karena terapi imunosupresif. Mereka
memiliki kecenderungan yang kuat untuk infeksi pneumokokus. Beberapa ahli
mengusulkan bahwa anak-anak dengan NS diberikan profilaksis penisilin selama relaps
dari
penyakit
ini.
Penting
untuk
diingat
20
bahwa
bakteri
gram
negatif
menyebabkan
proporsi
yang
signifikan
dari
infeksi
pada
anak-anak
dengan NS, dan sampai organisme telah diidentifikasi dalam pasien tertentu, antibiotika
spektrum luas harus ditentukan. Pasien pada obat-obatan imunosupresif, jika terkena
infeksi varicella, sebaiknya menerima imunoglobulin zoster dalam waktu 72 jam. Pasien
dengan varicellaharus ditangani dengan infus asiklovir.8
Hipovolemia
Shock dan hipovolemia umumnya terjadi pada perkembangan edema. Kehilangan
cairan
selama
diare,
muntah,
sepsis
dan
terapi
diuretik
secara
gegabah
memicu terjadinya hipovolemia. Tanda-tanda klinis dan gejala termasuk kram pusat
perut parah dengan atau tanpa muntah, penurunan output urine, kaki dingin, tekanan
darah rendah atau hipertensi reaktif. Laboratorium temuan natrium urin rendah (<10
mEq/l) dan hematokrit meningkat menandakan shock hipovolemik. pengobatan sangat
penting dan infus koloid adalah andalan pengobatan; 4,5% albumin, albumin 20% atau
plasma harus diinfus perlahan-lahan di bawah pengawasan hati-hati. Jika terjadi edema
paru, infus harus dihentikan dan diberikan furosemid intravena (1 mg / kg).8
Hipertensi
Dalam sindrom nefrotik sensitive steroid (SSNS), tekanan darah biasanya normal.
Namun, hipertensi pada anak dengan SSSN harus dievaluasi sangat hati-hati. Ini mungkin
mencerminkan hipervolemia atau vasokonstriksi ekstrim dalam menanggapi hipovolemia
dimediasi melalui sistem renin-angiotensin. kemudian, kadar natrium urin akan sangat
rendah. Jika tekanan darah melebihi batas normal, terapi singkat antihipertensi dapat
ditentukan setelah hipovolemia tidak diperhitungkan. Umumnya obat antihipertensi yang
digunakan adalah nifedipin, hydralazine atau atenolol. Diuretik sangat berguna ketika
hipertensi diakibatkan overload cairan.8
Trombosis
Anak-anak dengan sindrom nefrotik dapat berkembang menjadi thrombosis arteri
dan vena. Kejadian thrombosis karena kombinasi factor hemodinamik dan status
hiperkoagulasi yang berhubungan dengan sindrom nefrotik. Ini terjadi kehilanngan
antitrombus melalui urine, sehingga meningkatkan resiko terjadinya thrombosis pada
sindrom nefrotik.8
21
22
Sebagian besar anak-anak dengan sindrom nefrotik relaps terjadi pada 6 bulan
pertama terapi inisial. Hampir 50-60 persen adalah relaps sering atau yang tergantung
steroid. Factor yang memicu relaps sering adalah usia onset kurang dari 3 tahun, waktu
remisi yang terlambat (7-9 hari) dan terjadi relaps awal ( dalam 6 bulan pertama setelah
inisial terapi).11
Untuk waktu yang lama, prednisolon oral adalah strategi inisial untuk pasien yang
sindrom nefrotik tergantung steroid dan relaps sering. Prednisone di tapering secara pelan
sampai mencapai dosis pemeliharaan 0.25-0.5 mg/kgBB per hari. Dosis ini diberikan
untuk jangka waktu yang lama 9-12 bulan, tapi masih banyak yang mengalami relaps,
khususnya yang mengalami infeksi berulang. Pasien memerlukan dosis yang tinggi 1
mg/kgBB pada hari alnernate untuk memelihara remisi yang menunjukkan efek samping
dan harus dipertimbangkan dengan agent steroid yang berbeda.10
Levamisole adalah obat antihelmintihic dengan imunostimulator yang dilaporkan
efektif sebagai agen pemisah streroid . levamisole mengurangi resiko relaps selama
terapi. Dosis 2,5 mg / kg / pada hari alternate selama 6 bulan sampai 31 bulan..
pengobatan biasanya ditoleransi baik, efek samping yang jarang adalah leucopenia, rash
vaskulitis, dan keracunan hati.10
Agen alkylating telah digunakan secara luas untuk pengobatan sindrom nefrotik.
Terapi dengan cyclophosphamide (2-3 mg/kg/daily) dan prednisolone (1 mg/kg pada hari
alternate) selama 8-12 minggu menginduksi remisi pada 25-60 persen pasien dengan
relaps sering atau tergantung steroid pada follow up 2-5 tahun. Hasil kurang berguna
pada
pasien
yang
tergantung
steroid.
Terapi
setiap
sebulan
sekali
dengan
cyclophosphamide iv terlihat efektif, tapi tidak jelas keuntunagnnya pada terapi oral.
Efek samping termasuk supresi sumsum tulang, alopisia, dan sistitis hemoragis, resiko
infeksi bakteri berat adalah 1,5 persen. Toksik gonad pada agent alkylating perlu
dipertimbangkan, khususnya pada pemuda pubertas biasanya tidak dianjurkan. 11
Calcineurin inhibitors (cyclosporine A (CsA) dan tacrolimus) beraksi pada
intraseluler pengikat protein dan menghambat calcium dependent pada jalur transkripsi
gen IL2. Berkurangnya sintesis IL2 menghasilkan penghambatan pada proliferasi
23
limfosit T dan respon imun. Setelah bertahun-tahun, CsA muncul sebagai obat penting
untuk terapi pasien relaps sering dan steroid dependence. Kira-kira 80-85 persen pasien
merespon terhadap CsA. Banyak pasien , bagaimanapun, memerlukan dosis rendah
steroid pada penambahan terapi CsA untuk memelihara remisi. Dosis CsA adalah 4-5
mg/kg (100-150 mg/m2) perhari, yang secara normal mencapai seluruh darah pada tingkat
150-250 ng/ml. CsA withdrawal biasanya berhubungan dengan relaps berulang,
pengobatan jangka panjang memerlukan waktu diatas 1-3 tahun. Sedangkan terapi yang
lama dengan CsA digunakan seraca meningkat,sehingga perlu dipertimbangkan tentang
nefrotoksiknya perlu pemantauan secara hati-hati sifat terhadap monitoring fungi ginjal.
Pasien pada terapi berlanjut dengan CsA selama 2-3 tahun sebaiknya dilakukan biopsy
ginjal berkenaan denan kejadian CsA induced vasculopathy. Pengalaman dengan
penggunaan tacrolimus pada pasien relaps sering masih terbatas. Keuntungan potensial
tacrolimus termasuk efek samping kosmetik yang minimal dan dan mengurangi resiko
nefrotoksis, hipertensi dan dislipidemia.10
Mycophenolate
mofetil
(MMF)
dihidrolisis
menjadi
metabolit
aktif
Berikut manajement pada sindrom nefrotik relaps akan dijelaskan pada bagan 2
dibawah ini.10
24
Predinisolon 2 mg/kgBB selama 6 minggu, 1,5 mg/kgBB pada hari berikutnya selama 6
minggu
Relaps tidak
sering
Relaps sering,
steroid
dependence
Steroid
Prednisolon 2 mg/kgBB
Perhari hingga remisi
terapi tergantung
toxicity
Levamisole
Cyclophosphamide
Cyclosporine A
Mycophenolate mofetil
25
a.
26
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam
masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,
prednison dihentikan.
b. Sindrom nefrotik kambuh sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam
masa 12 bulan.
1.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis
prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,
kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1
minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison
dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons
terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid, atau untuk biopsi ginjal.
Factor yang paling penting dalam menentukan prognosis anak- anak dengan
sindrom nefrotik adalah kemampuan merespon steroid. Sementara lebih dari 70 persen
anak-anak dengan sindrom nefrotik sensitive steroid relaps dan hamper 50 persen
memiliki relaps sering atau tergantung steroid, resiko mereka untuk progersi kearah gagal
ginjal kronis minimal. Studi-studi pada sajarah alam menunjukkan bahwa 15-25 persen
pasien dapat berlanjut menjadi relaps setelah 10-15 tahun setelah onset penyakit.usia
muda pada onset dan relaps sering selama masa anak berhubungan dengan relaps pada
masa dewasa.11
28
BAB IV
ANALISA KASUS
Telah dilaporkan sebuah kasus seorang anak laki-laki berumur 3 tahun 11 bulan dengan
diagnosis kerja sindroma nefrotik relaps. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
tubuh penderita sindrom nefrotik yang sudah terganggu akibat ekskresi Imunoglobulin
karena glomerulopati, serta adanya atrofi otot.
Penegakan diagnosis juga didasarkan dari hasil pemeriksaan laboratorium dimana
didapatkan Albumin 1,5 gr/dl dengan kesan hipoalbuminemia, kolesterol 499 mg/dl
dengan kesan hiperkolesterolemia, dan hasil urinalisis protein +2 dengan kesan adanya
proteinuria masif. Ketiga hal diatas sesuai dengan kriteria sindrom nefrotik.
Selama follow up, sebagai terapi awal pasien ini telah diberikan medikamentosa
berupa IVFD D5 NS Asnet, Injeksi cefriaxone 1 x 1 gr IV, Furosemid 1 x ampul dan
Captopril 2x3 mg serta terapi Non medikamentosa berupa dukasi tentang penyakit pada
orang tua pasien, penghitungan Balance Cairan dan diet rendah garam. Kemudian Pada
minggu kedua perawatan, pasien diberikan terapi metilprednisone tab 2mg/kgbb/hari 2-21. Selain itu telah diberikan pula transfuse albumin 250 cc dan pada pemeriksaan
laboratorium tanggal 13 Juni 2015 terjadi perbaikan dimana hasil labor menunjukkan
hasil proteinuria negatif dan kadar albumin meningkat dari 1,5 menjadi 1,9 mg/dL
sehingga terapi diteruskan.
Yang menjadi masalah adalah pasien ini telah mendapatkan terapi kortikosteroid,
tapi masih terjadi kekambuhan. Sayangnya, pada pasien ini pemeriksaan laboratorium
tidak dilakukan 3x berturut turut, dan pasien didiagnosa syndrome nefrotik relaps hanya
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil kekambuhan dari
proteinuria negatif menjadi positif, dan peningkatan kadar albumin dari pemeriksaan
sebelumnya. Perlu dicari penyebab ataupun faktor resiko yang dapat menyebabkan
kekambuhan, misalnya kelainan histopatologi yang mendasari sindrom nefrotik pada
pasien ini. Dan pentingnya pengontrolan diet anak dirumah, yaitu diet protein sedang,
rendah garam, dan rendah lemak dengan tujuan diet adalah untuk mengganti kehilangan
protein terutam albumin tanpa memperberat kerja ginjal, mrngurangi edema dan menjaga
keseimbangan cairan tubuh, mencegah hiperkolesterolemia, dan penumpukan trigliserida,
mengontrol hipertensi, dan mengatasi anoreksia.
30
DAFTAR PUSTAKA
UNRI). Upaya Mengurangi Kejadian Komplikasi Diare Akut dalam: Diare Akut
Pada Anak. Juni 2008. Diunduh dari URL: http://www.dr-deddy.com/artikelkesehatan/1-diare-akut-pada-anak.html
2. Pudjiaji AH, Hegar Badriul, Handryastuti S, dkk. Diare Akut dalam: Pedoman
Pelayanan Medis IDAI, Jilid I. Jakarta. Badan Penerbit IDAI. 2010. 58-61.
3. Pusponegoro HD, dkk. Diare akut dalam: Standar pelayanan medis kesehatan anak.
Edisi 1. Jakarta. Badan Penerbit IDAI. 2004. 49-52
4. Orenstein DM. Diare akut Dalam : Behrman, Kliegman, Arvin editor. Nelson, ilmu
kesehatan anak edisi 15. Jakarta. EGC. 2000 : 889-92
5. Dadiyanto DW, Muryawan H, S Anindita. Diare Akut dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan. Semarang. Bagian IKA FK UNDIP. 2011 : 124-3
6. Salwan Hasri. Terapi cairan pada anak. Palembang. 2007. 6
7. Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
8. Ardhani punky, 2008, Art of Theraphy: Ilmu Penyakit Anak , Pustaka Cendekia
Press: Jogjakarta.
9. Behrman Richard et all, 2009,Nelson textbook of Pediatrics sanders : Phyladelpia.
10. Pusponegoro hardiyono et all, 2004, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak:
Edisi I , Ikatan Dokter Anak Indonesia.
11. Poorwo sumarso et all, 2003, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi & Penyakit
Tropis, Ikatan Dokter Indonesia.
31