Anda di halaman 1dari 17

New Supadiyanto Espede Ainun Nadjib

Penggiat di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY. Penulis buku: "BERBURU
HONOR DENGAN ARTIKEL, TIPS selengkapnya

TERVERIFIKASI
Jadikan Teman | Kirim Pesan
1inShare

Quovadis Jurnalisme Online: Memprediksi


Masa Depan Media Cetak dan Online
OPINI | 03 December 2012 | 20:16 Dibaca: 3546

Komentar: 9

Para Kompasianer yang terhormat, sekadar berbagai informasi saja. Berikut ini saya sampaikan
bahan makalah yang saya sampaikan dalam forum Internasional bertajuk JICC di Kampus UPN
Veteran Yogyakarta pada 21-22 November 2012 kemarin.
Kini jurnalisme online menjadi babak baru dalam dunia jurnalisme. Teknologi kertas semakin
terdepak oleh teknologi internet. Berbagai perusahaan pers gulung tikar, entah di dalam negeri
maupun luar negeri. Lantas mereka mengalihkannya bisnisnya ke media online. Karena dinilai
lebih cepat, ramah lingkungan serta hemat. Implikasinya, kejayaan surat kabar dan media lain
berbasis kertas semakin tergeser oleh keberadaan media online berbasis internet.
Dan terbukti, kini internet telah menyulap industri konvensional, menjadi industri berbasis
digital. Salah satunya industri media massa. Hingga kini media massa tetap diyakini sebagai alat
paling ampuh dalam mempengaruhi opini publik. Industri media cetak, media elektronik serta
media online yang terus berkembang pesat dewasa ini, menegaskan bisnis media massa
merupakan bisnis yang banyak digemari pengusaha. Trennya sekarang, ekspansi media massa
konvensional menuju media online berbasiskan internet semakin semarak.

Keunggulan media online yang jauh lebih unggul dalam kecepatan menayangkan,
kontennya lebih bervariatif dan berdaya jangkau luas, dapat diakses seluruh audiens di seluruh
dunia, dan secara ekonomi sangat murah, menjadikan banyak manajemen perusahaan media
cetak merubah formatnya menjadi media online. Seiring itu, profesi jurnalis online menjadi
sangat prospektif, secara kalkulasi ekonomi maupun idealisme. Apalagi kini setiap orang bisa
menjadi jurnalis online. Istilah populernya, setiap orang bisa menjadi pewarta warga (citizen
journalism). Dengan menjadi jurnalis online, setiap orang lebih luas dan fleksibel dalam
melakukan berbagai kegiatan reportase. Akhirnya kompetisi antara media online menjadi sebuah
keharusan yang tak bisa terhindarkan lagi. Hanya media-media online yang didukung dengan
manajemen redaksi dan manajemen koorporasi yang profesional, akhirnya menjadi pemenang di
tengah sengitnya industri media massa (media cetak, media elektronik dan media online).
Nahasnya, kesiapan publik di Tanah Air dalam memanfaatkan media online sebagai media
informasi, hiburan, pendidikan dan pengawasan, masih dipertanyakan. Mayoritas penduduk
Indonesia yang masih belum melek media, menguatkan betapa kesadaran masyarakat dalam
memanfaatkan media cetak, apalagi media online masih cukup rendah. Itulah tantangan yang
harus dijawab oleh seluruh elemen bangsa. Dengan mengoptimalisasikan penggunaan media
online dan menjadikan setiap orang menjadi jurnalis online dan atau citizen journalism akan
mempercepat pembangunan nasional.
Teknologi benar-benar menjadi primadona bagi peradaban manusia modern pada Abad XXI ini.
Ciri khas teknologi adalah aplikatif, sederhana dan memudahkan cara hidup manusia. Teknologi
yang semakin mempersulit kehidupan manusia berarti bukan masuk kategori teknologi.
Teknologi internet (digital) menjadi salah satu ikon terbesar dari produk teknologi di zaman
modern ini. Ekspansi besar-besaran industri media konvensional menuju media berbasis internet
(online) sudah marak terjadi sejak awal tahun 2000 lalu, dan puncaknya nanti diprediksikan pada
tahun 2022 mendatang atau 10 tahun lagi dari sekarang (baca: Agustus 2012).
Kini jurnalisme online menjadi babak baru bagi dunia jurnalisme di dunia maupun di
Tanah Air. Parameternya jelas. Berbagai surat kabar (media cetak) di dunia sudah beberapa tahun
belakangan ini berlomba-lomba mengembangkan industri medianya dengan menampung
sebanyak mungkin aspirasi para pembacanya, terutama dengan mengembangkan situs online.

Maka sudah dapat dipastikan, setiap surat kabar memiliki situs online. Hal tersebut merupakan
langkah antisipatif pihak manajemen surat kabar agar mereka tidak kehilangan para pembaca
setianya, yang mulai meninggalkan tren bermedia dari era kertas menuju era digital.
Surat Kabar The New York Times Kolaps
Belajar dari kasus gulung tikarnya industri perusahaan koran tertua sekaliber The New York
Times di Amerika Serikat akhir tahun 2011 lalu, benar-benar menjadi pukulan berat bagi para
pengusaha media cetak di seluruh dunia. Nyatanya, The New York Times telah melego 16 surat
kabar daerahnya kepada Halifax Media Holdings senilai USD 143 juta. Adapun koran yang
dijual itu antara lain Sarasota Herald Tribune, The Ledger di California, Herald Journal di
Carolina Utara, The Press Democrat di California, Star News di Wilmington, Daily Comet di Los
Angeles dan 10 koran daerah lain yang oplahnya mencapai 430 ribu eksemplar.
Langkah darurat The New York Times menjual perusahaan-perusahaan koran daerahnya
tak lain untuk mengatasi beban utang perusahaan. Di mana sepanjang tahun 2011 mengalami
penurunan iklan luar biasa. Sebagai gambaran, selama 9 bulan pertama 2011, pendapatan
perusahaan koran tersebut turun drastis sebanyak 7 persen, atau hanya USD 190 juta saja.
Padahal tahun 2010 lalu, pendapatan tahunan iklan perusahaan koran ternama di Amerika Serikat
tersebut setinggi USD 2,4 miliar (Kontan edisi 29 Desember 2011). Terkini, The New York Times
lebih memilih mengembangkan perusahaan dalam bisnis media online.
Hal di atas menjadi bukti nyata bahwa eranya kertas alias surat kabar sudah memasuki
babak akhir. Nah, sistem jurnalisme online yang mengedepankan teknologi internet menjadi
primadona. Di samping jauh lebih efisien dan efektif dibandingkan media cetak yang
membutuhkan biaya yang sangat mahal, media online jauh lebih ramah lingkungan. Pasalnya
media online tidak membutuhkan kertas, yang berasal dari pohon-pohon hutan. Faktor kecepatan
dan keakurasian menjadi andalan dari pemberitaan yang berbasiskan pada media online.
Akan tetapi media online juga amat membahayakan, ketika para jurnalis online tidak
memiliki kompetensi dan kejujuran dalam berkarya jurnalistik. Agar kemampuan para jurnalis
online dalam membuat berita, artikel, berita foto maupun video serta berbagai produk naskah

jurnalistik lain terjaga mutunya, maka dibutuhkan panduan teknis agar para jurnalis online
semakin memahami hak dan kewajiban mereka.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dimunculkan beberapa pertanyaan fundamental.
Pertama, benarkan kehadiran sistem jurnalisme online dengan media online-nya menjadi pemicu
utama gulung tikarnya industri media cetak (jurnalisme offline)? Bagaimanakah keunggulan
jurnalisme online dibandingkan dengan jurnalisme cetak? Kedua, bagaimanakah nasib masa
depan (quo vadis) jurnalisme online sendiri dalam jagat industri media massa, apakah benarbenar merupakan bentuk jurnalisme yang paling ideal dan efektif?
Internet dan Masa Depan Media Massa
Sejak era reformasi 1998 lalu, pertumbuhan media massa berbasis online yang lebih real time,
berjalan amat pesat. Dan kini menjadi jawara industri media massa. Wajarlah, sejak awal tahun
2000-an semakin banyak surat kabar yang memiliki juga media online. Maksudnya, di samping
memiliki surat kabar, mereka juga memilikinya dalam bentuk media online. Kelemahan media
cetak, yang mudah terkendala oleh luasnya persebaran, juga membutuhkan biaya produksi dan
distribusi yang tinggi (mahal), hanya dapat diatasi melalui pengadaan media online yang lebih
fleksibel, murah, mudah dan cepat. Bahkan seluruh produk media massa dalam bentuk media
online dapat dinikmati oleh seluruh penduduk dunia dalam waktu sekejab, di luar angkasapun
sepanjang masih terjangkau oleh teknologi internet, setiap manusia bisa mengakses media
online.
Peluang ini seharusnya dapat ditangkap menjadi peluang emas dan kebangkitan media
massa di Indonesia. Karena untuk mengelola media online itu jauh lebih sederhana dan murah.
Tidak semahal sebagaimana kalau mendirikan perusahaan surat kabar, yang membutuhkan modal
dalam jumlah amat besar. Betapa mahalnya proses produksi industri surat kabar, andaikan saja
perusahaan surat kabar tersebut terbit harian dan mencetak sebanyak 100 ribu eksemplar tiap
hari, berapa banyak ongkos cetaknya?
Koran itu Bisnis

Asumsikan saja harga cetak per eksemplar koran senilai Rp 1.000. Berarti perusahaan surat
kabar tersebut membutuhkan Rp 100 juta saben hari, sekedar untuk mengongkosi biaya cetak
surat kabar. Agar bisa terbit tiap hari selama satu bulan penuh, maka mereka harus memiliki
modal Rp 3 miliar. Itu hanya ongkos biaya cetak saja. Belum lagi ditambah dengan ongkos
distribusi, gaji karyawan (wartawan) dll. Dan betapa efisiensinya mengelola media online, sebab
tidak perlu memikirkan ongkos biaya cetak dan distribusi yang amat mahal. Dan sudah pasti,
surat kabar dan media cetak lain tidak bakal bisa menandingi kecepatan media online dalam hal
menyajikan berita, informasi dan hiburan.
Kesempatan emas ini hendaklah dapat dimanfaatkan dengan baik oleh setiap kalangan.
Dan wajar pula, sejak tahun 2005-an bermunculan situs-situs online berbasis pewarta warga,
yang mengandalkan pada kecanggihan internet. Sebut saja situs-situs yang dimaksudkan di atas
adalah Harian Online Kabar Indonesia (www.kabar-indonesia.com), Koran Online Pewarta
Indonesia (www.pewarta-indonesia.com), Kompasiana (www.kompasiana.com) dan media-media
online lain yang merekrut besar-besaran para penulis di seluruh Nusantara, bahkan dari luar
negeri. Tren bermedia online semakin menghebat lagi pada masa kini, seiring dengan
bermunculannya juga jejaring sosial yang memanfaatkan facebook, twitter, friendster, skype, dll.
Beredarnya laptop dan notepad yang semakin murah di pasaran (harganya berkisar Rp 2,5
juta sampai dengan Rp 5 juta), kian mempermudah dan menambah jumlah pengguna internet di
dunia ini. Banyaknya jumlah warung internet dengan harga sewa Rp 2.000 sampai dengan Rp
5.000 per jam di berbagai kampus, pusat perbelanjaan, bahkan menjangkau kawasan pelosok,
semakin mempermudah bagi setiap orang menggunakan fasilitas teknologi internet.
Kinerja para wartawan (jurnalis) juga semakin dipermudah dengan kehadiran internet.
Mereka bisa memasok berita setiap saat, bahkan kontennya tidak lagi terbatas oleh sempitnya
ruang dalam surat kabar. Melalui internet dan media online, para wartawan bisa lebih merdeka
dan tidak terkekang oleh aturan-aturan teknis, yang bisa mengganggu keakurasian dan
kesempurnaan berita-berita yang dihasilkan.
Dengan demikian, kehadiran media-media online, berdampak positif pada kegairahan
industri media massa di era digital yang semakin berkembang pesat. Kemajuan teknologi

mendukung percepatan luar biasa pada berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam dunia
industri media massa. Dan salah satu karier yang memiliki prospek cerah di masa mendatang
adalah komunikasi. Di mana industri media massa bersinggungan kuat dengan dunia
komunikasi. Industri media massa telah melahirkan banyak miliarder tingkat dunia, yang masuk
dalam daftar orang terkaya sedunia. Raja media bernama Rupert Murdoch misalkan. Ia
menguasai sebagian besar perusahaan media massa di berbagai belahan dunia.
Raja Bisnis Media di Indonesia
Di Tanah Air sendiri, raja-raja media massa terus bermunculan. Nama besar seperti Dahlan
Iskan, Surya Paloh, Chairul Tanjung, Hary Tanoesudibjo, Anindya Bakrie, merupakan penguasa
media massa besar di Indonesia. Hary Tanoesudibjo adalah bos perusahaan media yang
tergabung dalam bendera MNC, membawahi RCTI, Global TV, MNCTV, Okezone.com serta
jaringan televisi berbayar Indovision. Sedangkan Dahlan Iskan adalah Menteri BUMN, yang
notabene-nya bos besar Jawa Pos Group, yang menaungi ratusan surat kabar dan televisi di
Tanah Air.
Sementara Surya Paloh memiliki Media Indonesia dan Metro TV. Chairul Tanjung sendiri
merupakan juragan PARA Group yang merupakan induk dari TRANS Corpora yang memiliki
Trans TV, Trans 7 dan juga Detik.com. Sedangkan Anindya Bakrie (anak sulung Aburizal
Bakrie), sebagai pemilik Bakrie Grup yang menaungi ANTV, TV One, dan vivanews.com. Di
samping lima raja pengusaha media di atas, tentu masih banyak pengusaha media massa lain
yang turut meramaikan kompetisi industri media massa di Nusantara, seperti Jacob Oetama
(Kompas Gramedia Group), Sukamdani Sahid Gitosardjo (Bisnis Indonesia Group), Budi
Santoso (Suara Merdeka Group), dll.
Dan seharusnya bukan para big boss media massa di atas yang bisa meraup keuntungan
secara material dari bisnis media massa. Masyarakat luas juga seharusnya dapat mengunduh
banyak keuntungan material, melalui kehadiran media massa. Terlebih adanya media online yang
bisa digunakan oleh siapapun yang cakap dan terampil menggunakan teknologi internet. Dan
sudah saatnya setiap elemen bangsa ini menjadi praktisi media online dengan menjadi jurnalis

online. Konsep jurnalisme online pada tataran tersebut, benar-benar menjadi penyempurna
konsep jurnalisme konvensional yang masih berlaku selama ini.
Diharapkan melalui pembumian konsep jurnalisme online, di mana setiap orang
(penduduk) dituntut dan diwajibkan memiliki kemampuan layaknya para wartawan, percepatan
persebaran informasi di tengah masyarakat dapat berjalan sangat cepat. Dengan begitu, tingkat
kecerdasan publik (masyarakat) tinggi. Dan pada kondisi demikian, kesadaran masyarakat dalam
meningkatkan harkat dan martabatnya juga tumbuh dengan kondusif. Di sinilah peran penting
ICT (Information Communication and Technology) dalam mendukung keberlangsungan konsep
jurnalisme online. Dengan lain kata, jurnalisme online tanpa ada ICT adalah sebuah
kemustahilan.
Di samping itu, kemajuan dunia ICT memang sangat mendukung terciptanya generasi
pengusaha. Terbukti di negara yang maju dalam penggunaan ICT dan perangkatnya, tergolong
negara-negara yang kokoh perekonomiannya. Parameternya sederhana, bagaimana sebuah
negara dapat dikatakan memiliki kesadaran tinggi dalam mengoptimalisasikan ICT? Lihat saja
berapa kecepatan akses internetnya. Kalau masih lambat, berarti negara tersebut masih rendah
dalam memberdayakan ICT untuk berbagai keperluan.
Internet dan Kemakmuran Negara
Berikut ini data 10 negara dengan kecepatan akses internet tercepat sedunia. Korsel: 2.202
KBps, Rumania: 1.909 KBps, Bulgaria: 1.611 KBps, Lithuania: 1.463 KBps, Latvia: 1.377
KBps, Jepang: 1.364 KBps, Swedia: 1.234 KBps, Ukraina: 1.190 KBps, Denmark: 1.020 KBps
dan Hongkong: 992 KBps dan Amerika Serikat: 606 KBps. Sedangkan kecepatan akses internet
di Indonesia hanya mencapai 129 KBps, jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan Malaysia
yang 179 KBps.
Dunia ICT sangat berpengaruh besar pada kemajuan bangsa. Terbukti berdasarkan jumlah
pendapatan per kapita per tahun, ada 10 negara paling makmur dan memiliki perhatian tinggi
dalam dunia ICT. Adapun 10 negara termakmur sedunia tersebut adalah Qatar, pendapatan per
kapita USD 90.149 atau Rp 811 juta per tahun, Luxemburg, pendapatan per kapita USD 79.411
atau Rp 715 juta per tahun, Norwegia, pendapatan per kapita USD 52.964 atau Rp 477 juta per

tahun, Singapura, pendapatan per kapita USD 52.840 atau Rp 475 juta per tahun dan Brunai
Darussalam, pendapatan per kapita USD 48,7 juta atau Rp 438 juta per tahun.
Negara termakmur lain adalah Amerika Serikat, pendapatan per kapita USD 47,7 ribu atau
Rp 429 juta per tahun, Hongkong, pendapatan per kapita USD 44,8 ribu atau Rp 403 juta per
tahun, Swiss, pendapatan per kapita USD 43,9 ribu atau Rp 395 juta per tahun serta Belanda,
pendapatan per kapita sebesar USD 40,6 ribu atau Rp 365 juta per tahun dan Australia,
pendapatan per kapita USD 39,4 ribu atau Rp 354 juta per tahun.
ICT adalah teknologi terampuh yang akan meningkatkan kesejahteraan hidup manusia.
Rendahnya penguasaan dan pemberdayaan ICT di negeri ini menjadikan mutu perekonomian
Indonesia jauh tertinggal dibanding negara tetangga, bahkan dengan Malaysia dan Singapura.
Dan Indonesia masih jauh dari peta negara-negara sejahtera (makmur) tersebut. Pemberdayaan
ICT secara optimal dalam berbagai sektor kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan, sudah menjadi kebutuhan bagi bangsa ini, terhindar dari himpitan
berbagai persoalan kebangsaan yang seolah tanpa ada akhir. ICT juga harus dikembangkan
dalam bidang pendidikan, industri termasuk industri media massa, dll. Mengikuti tren
perkembangan dunia ICT di Indonesia dalam 10 tahun terakhir, setidaknya menimbulkan rasa
optimisme bagi diri kita. Sebab saat ini jumlah pengguna handphone lebih dari 200 juta orang.
Menurut data yang dirilis oleh Internet World Stats, jumlah pengguna internet di Nusantara
ada 39,6 juta orang. Menurut Antara News 2012, bahkan jumlah pemakai internet sudah
mencapai 48 juta pemakai internet. Yang lebih menakjubkan lagi, Saling Silang bahkan berani
merilis data bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai angka 84,748
juta orang. Bersandarkan sejumlah data pendukung, penulis berani memprediksikan, jumlah
pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta orang pada tahun 2015. Akan meningkat
mencapai 175 juta pemakai internet pada tahun 2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun
2025.
Di tengah menjamurnya pemakaian teknologi internet, kenyataan menunjukkan, ada lebih
dari 700 ribu Sarjana dan Ahlimadya yang menganggur. Total pengangguran nasional mencapai
angka 8,32 juta jiwa. Negeri ini dihuni sebanyak 238 juta jiwa, di mana 29,89 juta orang adalah

orang miskin. Pertanyaannya, mampukah teknologi internet dan juga jurnalisme online
diberdayakan secara optimal untuk mengatasi masalah pengangguran nasional di atas?
Kondisi dewasa ini yang menunjukkan era kapitalisme dan liberalisme semakin
menghegemoni dunia, idealisme media massa harus terus ditegakkan demi menyuarakan suara
kebenaran dan keadilan. Media online sebagai media massa yang sangat prospektif dalam
mempengaruhi pemikiran manusia sejagat raya, sebab bisa diakses oleh siapapun di seluruh
dunia ini melalui jaringan internet.
Menakar Jurnalis Online
Jurnalisme online merupakan proses kegiatan yang berhubungan dengan proses pencarian,
pengumpulan, pengelolaan dan penayangan berita, informasi, pengetahuan dan hiburan melalui
media elektronik yang berbasis online atau langsung tayang. Setiap pihak yang terlibat dalam
sistem jurnalisme online layak disebut jurnalis online. Pertanyaan besarnya adalah apakah
perbedaan mendasar antara jurnalis online dan jurnalis konvensional (offline) yang bekerja untuk
media cetak?
Sesungguhnya perbedaannya sangat tipis. Hanya terletak pada output medianya saja. Kalau
wartawan/jurnalis konvesional bekerja untuk penerbitan surat kabar, majalah, tabloid, buletin,
sementara jurnalis online mengaktualisasikan karya intelektual mereka melalui jaringan internet.
Atau lebih tepatnya melalui website, blog, laman, situs online dan semacamnya. Jadi sudah
barang pasti, produktivitas para jurnalis online tidak terkendala lagi oleh jumlah halaman yang
terbatas atau luasnya ruang kertas yang tersedia.
Melalui media-media online, seluruh berita bisa ditampilkan secara sempurna, lengkap dan
cepat waktu. Kalau surat kabar pada umumnya terbit harian atau setiap pagi atau ada juga yang
sore, maka media online selalu ditayangkan setiap saat. Sehingga perputaran berita yang
disajikan kepada para pembaca berjalan lebih cepat, tidak lagi bersandar pada hitungan harian
melainkan sudah dalam hitungan menit, bahkan detik. Secara teknis, prosedur kerja jurnalis
online itu sama dengan jurnalis konvensional.

Di samping media massa yang digunakan, keduanya memiliki perbedaan dalam hal
pembuatan berita. Kalau wartawan konvensional bisa menyimpan bahan-bahan beritanya untuk
ditampilkan untuk edisi yang akan datang, wartawan online dituntut untuk bersegera
mengerjakan bahan-bahan berita menjadi berita yang harus segera ditayangkan melalui media
online.
Adalah sebuah ketidakmustahilan, seluruh penduduk negeri ini, pastilah suatu masa
memiliki laptop pribadi. Sebagaimana dahulu kala tahun 70-an, tidak banyak yang menyangka
hampir semua orang akan memiliki sepeda motor. Dan terbukti benar, sejak tahun 90-an jalanan
protokoler disesaki kendaraan bermotor. Apalagi sekarang?
Menurut pandangan penulis, pada tahun 2022 atau 10 tahun lagi dari sekarang (2012),
semua orang akan memanfaatkan laptop sebagai kebutuhan dan alat pendukung segala aktivitas
sehari-hari. Jurnalis online pada kesempatan tersebut memegang peranan penting dan menjadi
profesi yang sangat menguntungkan (prospektif). Dan secara pasti, meski hal ini sekedar
prediksi, keberadaan jurnalis online akan menggeser kedudukan jurnalis konvensional. Produksi
surat kabar dan media cetak lain yang butuh ongkos sangat mahal, serta bahan kertas yang
berasal dari pohon-pohon hutan, secara sistematik merusak lingkungan hidup. Sedangkan media
online benar-benar seratus persen tidak membutuhkan bahan kertas dan pasti tidak merusak
lingkungan hidup.
Kolapsnya sejumlah perusahaan surat kabar di Amerika Serikat pada awal tahun 2011 lalu,
membuktikan bahwa era kertas akan segera berakhir. Dan babak baru era digital, di mana
segenap perindustrian dialihkan menggunakan teknologi internet, akan menghegemoni dunia.
Maka tidak mengherankan, menurut dugaan penulis, mulai tahun 2022 mendatang, media online
akan mulai diorientasikan menuju kelas dunia. Sebab melalui internet, jarak geografis bukan
menjadi halangan bagi komunikasi dan industri media massa. Kapabilitas dan profesionalitas
jurnalis online pada kesempatan tersebut harus menguasai berbagai macam keterampilan yang
dibutuhkan untuk menciptakan produk jurnalistik media online yang berstandar Internasional.
Hal ini menuntut para jurnalis online untuk selalu meningkatkan kompetensi mereka.
Penguasaan bahasa asing, sudah menjadi keharusan yang tidak bisa ditinggalkan. Tentu juga

mereka harus menguasai beragam teknik reportase, investigasi dan penulisan berbagai produk
naskah jurnalistik modern.
Media online dengan segala keunggulannya, akan mempercepat laju persebaran informasi
di seluruh muka bumi ini. Idealisme media akan membentuk ideologi masing-masing media
massa. Perlu diketahui bersama bahwasannya ideologi masing-masing media massa, umumnya
dipengaruhi oleh pemilik perusahaan media massa tersebut. Ideologi Kompas Group, tentu
berlainan haluan dengan ideologi yang dimiliki Jawa Pos Group ataupun dengan Bisnis
Indonesia Group, apalagi dengan Media Indonesia Group dan Pikiran Rakyat Group maupun
Suara Merdeka Group.
Meskipun pada wilayah-wilayah tertentu, ideologi setiap media massa tersebut memiliki
titik persinggungan yang sama, yakni menjadi media pencerahan (pencerdasan publik). Kalau
memang ideologi semua media massa dapat dipersamakan, kenapa juga harus ada
pengelompokan penerbitan media massa? Pertanyaan ini bisa kita jawab dengan mengajukan
beberapa alasan mendasar. Pertama, adanya pengelompokan grup usaha perusahaan media massa
tersebut mempertegas bahwa media massa merupakan ladang bisnis atau industri. Ada kompetisi
sengit di antara sesama perusahaan media massa.
Mereka berlomba-lomba menyajikan informasi yang paling aktual dan menarik, dengan
harapan mendapatkan banyak pelanggan. Media massa berkompetisi dalam menggaet jumlah
pembaca, pendengar dan pemirsa yang tinggi. Mereka berlomba mendapatkan ikkan dalam
jumlah yang besar sebagai pemasukan utama perusahaan-perusahaan media massa tersebut.
Logika ini mengharuskan setiap praktisi media massa harus mampu memberikan
pelayanan nomor satu kepada setiap calon pelanggan dan pelanggan loyal mereka. Akibatnya,
idealisme media massa sering terabaikan. Tergeser oleh kepentingan pemilik modal perusahaan
media massa tersebut dalam meningkatkan keuntungan bisnis medianya.
Jurnalis online memikul tanggung jawab besar dalam menjaga idealisme media massa, dan
harus bisa memposisikan diri sebagai corong publik. Artinya media massa harus menyuarakan
aspirasi rakyat, bukan sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah yang berkuasa. Agar media
massa, terutama media online tidak terperosok dalam politik kekuasaan, maka para praktisi

media massa harus pandai dalam menjaga jarak dengan segala kepentingan politik yang
berorientasi pada kekuasaan.
Sehingga tantangan industri media massa menuju idealisme media, sesungguhnya terletak
pada internal perusahaan, yakni para pemilik media bersangkutan. Seberapa berani mereka
mengorientasikan sisi independensi ketimbang ekonomi dan politik? Berapa banyak ruang
disediakan untuk informasi daripada iklan? Berapa banyak berita (news) yang disajikan
ketimbang infotainment atau advertorial?
Dalam sistem negara demokrasi, peran pers (media cetak dan elektronik) sebagai pilar keempat
dalam mewujudkan sebuah negara yang demokratis dan berkeadilan sosial tidak bisa diragukan
lagi. Media massa telah terbukti secara ampuh mempengaruhi publik dalam melakukan berbagai
perubahan sosial berskala lokal, nasional, regional hingga Internasional. Pers berkontribusi besar
dalam menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan peradaban manusia yang humanistis
serta demokratis.
Oleh para politikus dan penguasa, media massa dijadikan andalan dalam menyebarkan
popularitas, program pembangunan dan pengontrol ampuh terhadap lawan-lawan politiknya. Di
mata publik, media massa dianggap sebagai segala sumber informasi yang kredibel dan terkini.
Dari susut pandang pengusaha, media massa adalah alat komersiil yang bisa mendatangkan laba
(profit, keuntungan) besar dalam waktu singkat.
Sebelum ada media cetak dan elektronik, betapa lambannya pergerakan informasi. Hanya
menyebar dari mulut ke mulut. Butuh waktu yang sangat lama dan rumit, sebuah informasi bisa
sampai ke telinga kita. Sedangkan untuk mengecek kebenaran informasi yang beredar itupun,
kita juga butuh waktu yang sangat lama dan rumit untuk menemukan sumber utama pertama
yang menyebarkan informasi yang dimaksud.
Kini zamannya sudah berubah. Teknologi digital telah menghegemoni seluruh peta
peradaban manusia. Teknologi internet berhasil menyempitkan ruang dan waktu dunia menjadi
lebih ringkas. Jarak antar manusia yang meski berbeda benua, sudah seperti tidak berjarak lagi.
Seluruh informasi terkini (teraktual) dari seluruh dunia, sejak teknologi internet ditemukan, bisa
langsung disebarluaskan dan diketahui oleh miliaran umat manusia pada waktu itu juga (segera).

Media massa menjadi kekuatan ampuh yang berperan strategis dalam mempercepat terjadinya
perubahan sosial masyarakat.
Adanya pemimpin yang korupsi, segera tersiar dan terekspos berbagai media massa,
sehingga publik pun dapat segera mengetahui mengenai kabar tersebut. Berbagai pendapat,
pandangan dan solusi yang dimunculkan setiap orang, pun pada akhirnya segera menasional,
ketika diekspsos melalui media massa cetak dan elektronik. Publik menjadi sangat familier
dengan kehadiran televisi, surat kabar, radio, majalah, internet dan media massa lain.
Penyalahgunaan media massa sebagai alat pemrovokasi kepada hal-hal yang buruk,
memang juga bisa terjadi sejak dahulu. Tayangan-tayangan kekerasan, pelecehan seksual,
tontonan erotis juga sangat berpengaruh negatif pada siapa saja yang menontonnya. Dampak
negatif media massa juga dapat menimbulkan perpecahan atau konflik bagi bangsa ini, ketika
disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pada posisi demikian, media
massa laksana tombak bermata dua. Di mana satu mata tombak membawa pada percepatan
informasi yang positif pada ujung tombak yang lain bisa mengarah pada dampak-dampak negatif
yang juga membahayakan bagi keutuhan sebuah bangsa.
Dalam rentang sejarah Indonesia, media massa terbukti secara meyakinkan telah membawa
perubahan besar pada aspek-aspek kehidupan masyarakat. Di masa Indonesia masih berada pada
zaman pergolakan fisik, media massa menjadi alat propaganda rakyat dalam melawan kekuatan
penjajah. Di zaman pascakemerdekaan, media massa turut berkontribusi besar pada terwujudnya
penegakan hukum, terselenggaranya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Melalui media
massa juga, kekuatan eksekutif, yudikatif dan legislatif yang sarat dengan kekuasaan dan
kewenangan masing-masing bisa dikontrol dan dikritisi. Di zaman sekarang, media massa
menjadi sumber perubahan sosial menuju segala kondisi perbaikan yang sangat didambakan oleh
setiap elemen bangsa.
Pada abad modern ini, setiap orang dituntut aktif dalam menciptakan kualitas media massa
yang sehat dan mencerdaskan. Para wartawan yang bertugas mencari berita dan informasi
kemudian menyusun dan menyiarkannya kepada publik, mulai pertengahan tahun 2011 lalu
diwajibkan mengikuti uji standar kompetensi wartawan guna meningkatkan profesionalitas.

Masyarakat pun dituntut harus melek terhadap media massa. Dari sekadar pembaca, pemirsa dan
pendengar berbagai produk media massa, dituntut menjadi penulis, jurnalis online dan
narasumber yang seluruh gagasan dan informasinya bisa diekspos berbagai media massa.
Industri media massa akan tumbuh dalam kompetisi yang sehat. Gulung tikarnya sejumlah
media massa baik di dalam negeri maupun mancanegara akibat kalah bersaing dengan
perusahaan media massa lainnya adalah sebuah hal yang wajar. Publik semakin dimanja dengan
berbagai media massa yang disajikan tiap hari. Melalui sebuah perangkat elektronik bernama
laptop, kini setiap orang bisa mengakses informasi apapun dalam segala penjuru dunia.
Kebebasan memperoleh informasi dan menyebarkan informasi yang dimiliki, kemudian
menjadi pertarungan intelektual yang tersaji dalam berbagai media massa cetak dan elektronik.
Perubahan demi perubahan akan terus terjadi seiring dengan gencarnya berbagai wacana yang
bergulir di media massa, di mana wacana yang dinilai memiliki nilai kebenaran yang pragmatis,
aplikatif dan bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia akan semakin cepat diserap dan
diterapkan masyarakat.
Hingga awal tahun 2012 ini, tercatat lebih dari 50 juta orang yang menggunakan internet di
Indonesia. Padahal pada tahun 2000 silam, jumlah pengguna internet baru mencapai 2 juta orang.
Selama 12 tahun, terjadi peningkatan sebanyak 48 juta pengguna. Dan dapat dipastikan dalam
jangka waktu 10 tahun mendatang (2022), mengingatnya derasnya propaganda teknologi internet
di tengah masyarakat, dapat diprediksikan jumlah pengguna internet bisa mencapai lebih dari
100 juta orang. Hal ini menjadi sebuah hal positif yang patut diapresiasi di tengah industri media
massa nasional yang semakin bergairah.
Saat ini terdapat sekitar 1.000 media cetak dan ratusan media elektronik di Indonesia.
Hampir setiap daerah memiliki media massa lokalnya masing-masing. Sesungguhnya peradaban
manusia pada zaman ini sudah mencapai puncak kejayaannya melalui kehadiran media massa
yang dengan intensif menghadirkan berbagai menu informasi, pengetahuan, berita dan hiburan
yang menarik dan terkini. Tetapi pada sisi lain, setiap orang harus mempunyai kesadaran mental
(moral) terlebih dahulu sebelum bergulat lebih jauh dengan kemajuan dunia informasi melalui
media massa yang semakin liberal dan kapitalistik.

Sudah siapkah segenap elemen bangsa ini terhadap segala risiko politik, ekonomi, sosial,
budaya dan pertahanan-keamanan dengan semakin terbukanya jaringan informasi melalui media
massa di seluruh dunia? Para jurnalis online harus turut ambil bagian dalam gerakan perubahan
sosial menuju masyarakat yang lebih dinamis, demokratis dan modern.
Keunggulan jurnalisme online terletak pada kecepatan dan keakuratan dalam
menyampaikan berita dan informasi kepada publik melalui media maya. Kekuatan media online
juga dapat menggabungkan antara kata-kata (tulisan, grafik), suara dan gambar. Sehingga
menjadi media yang sangat ideal dalam menyampaikan informasi kepada pendengar,
pemirsa/penonton dan pembaca (audiens).
Konsep jurnalisme online pada tataran tersebut, benar-benar menjadi penyempurna konsep
jurnalisme konvensional. Ekpektasinya, konsep jurnalisme online akan mempercepat persebaran
informasi di tengah masyarakat. Dengan begitu, tingkat kecerdasan publik (masyarakat) semakin
tinggi. Pada kondisi demikian, kesadaran masyarakat dalam meningkatkan harkat dan
martabatnya juga tumbuh dengan kondusif. Di sinilah peran penting ICT (Information
Communication and Technology) dalam mendukung keberlangsungan konsep jurnalisme online.
Dengan lain kata, jurnalisme online tanpa ada ICT adalah sebuah kemustahilan.
Jurnalisme online adalah jurnalisme gaya terbaru yang menyempurnakan model jurnalisme
sebelumnya. Sebab ada begitu banyak keunggulan yang ditawarkan model jurnalisme online.
Dan para pengusaha media massa lebih melihatnya sebagai peluang emas dalam
mengembangkan sayap-sayap bisnisnya. Wajarlah kalau kemudian manajemen redaksi media
cetak di masa sekarang selain memiliki edisi cetak, juga memiliki edisi online-nya dalam bentuk
website.
Jurnalisme online sesungguhnya memberikan kesempatan yang semakin luas kepada setiap
orang untuk menjadi jurnalis online, dan memberikan kesempatan kepada setiap pembaca,
pemirsa dan pendengar untuk merespons, menyanggah atau mengomentari berbagai produk
naskah jurnalistik yang termuat di media-media online. Dengan begitu narasumber atau pihakpihak yang merasa digunakan dengan pemberitaan tersebut, bisa langsung menggunakan hak
jawabnya, tanpa perlu menunggu edisi berikutnya.

Cuman

permasalahannya,

kesiapan

publik

di

Tanah

Air

dalam

mempergunakan/memanfaatkan media online sebagai media informasi, hiburan, pendidikan dan


pengawasan, masih kita pertanyakan. Sebagian besar penduduk Indonesia yang masih belum
melek media massa, menguatkan betapa kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan media
massa baik cetak apalagi online masih cukup rendah. Itulah tantangan yang harus dijawab oleh
seluruh elemen bangsa ini. Dengan mengoptimalisasikan penggunaan media online dan
menjadikan setiap orang menjadi jurnalis online, akan mempercepat pembangunan nasional.
Sebagai kesimpulan akhir, yang menjadi penentu kualitas baik atau buruknya media online
adalah kinerja jurnalis online itu sendiri dalam menghasilkan karya jurnalistik yang bermutu.
Sedangkan kinerja jurnalis online dipengaruhi kuat oleh berbagai faktor. Misalkan integritas,
pengalaman dan kerja keras, kesejahteraannya dan kualitas manajemen keredaksian media
bersangkutan. Perihal terakhir ini sangat ditentukan oleh visi dan misi media, filosofi dan
ideologi media massa.
Dan secara konseptual, antara media massa cetak dan online memiliki kesamaan dalam hal
manajemen redaksi. Tidak ada perbedaan mencolok sistem manajemen redaksi media cetak dan
online. Hanya jika mau dibedakan, media online tidak membutuhkan tenaga distributor dan
ongkos cetak sebagaimana surat kabar, majalah dan tabloid. Sehingga pihak manajemen redaksi
media massa online tidak membutuhkan ongkos produksi dalam jumlah besar. Media massa
online hanya membutuhkan sarana jaringan internet dan server.
Ketika terjadi kesalahan pemberitaan, media online bisa langsung melakukan ralat/revisi
(pembenaran) secepat mungkin, berbeda dengan media cetak yang harus menunggu terbitan edisi
berikutnya. Di mana kalau yang melakukan kesalahan pemberitaan tersebut adalah surat kabar,
maka baru bisa diralat paling cepat pagi harinya (koran pagi) atau siang harinya (koran sore),
bahkan kalau itu sebuah majalah bisa menunggu waktu 14-30 hari, kesalahan pemberitaan atau
cetak tersebut baru bisa dibenarkan.
Di samping proses tayang yang cepat, media online juga memiliki keunggulan dalam
memaparkan berita secara lengkap dan tuntas. Ruang media online yang tanpa batas, tidak
seperti surat kabar yang memiliki keterbatasan ruang dan halaman, media online memberikan

keleluasaan kepada setiap jurnalis online dalam menampilkan karya jurnalistiknya secara utuh.
Maka perputaran berita yang disajikan media online kepada pembaca dan pemirsa menjadi
sangat variatif dan berjumlah besar. Kelebihannya, setiap pembaca media online bisa langsung
memberikan respon balik (tanggapan, sanggahan maupun komentar) terhadap setiap produk
berita jurnalistik yang ditayangkan melalui media online.
Berbagai keunggulan media online ini menjadi lebih sempurna lagi ketika dikelola dengan
sistem manajemen redaksi yang baik dan bertanggung jawab. Sedangkan manajemen redaksi
antara media dengan media yang lainnya memiliki gayanya sendiri. Menurut pandangan penulis,
gaya manajemen redaksi lebih condong kepada kekhasan gaya bahasa yang digunakan dalam
mengekspos beragam berita. Sedangkan manajemen perusahaan, lebih erat kaitannya dengan
kepemimpinan birokrasi sebuah perusahaan media massa.
Bukan bermaksud memetakomplikan bahwa manajemen redaksi media cetak jauh lebih
berat ketimbang memanajemen redaksi media online, akan tetapi tampaklah bahwa manajemen
redaksi media online di masa mendatang menjadi lebih prospektif dan ramping. Sebab media
online adalah media ideal di masa kini dan yang akan datang. Dan mau atau tidak, peradaban
industri media massa konvensional akan segera beralih menuju industri media digital alias
online.
Dengan demikian, jurnalisme online yang mengandalkan teknologi internet, pada satu sisi
menjadi keunggulan luar biasa, tetapi sekaligus menimbulkan ancaman besar. Sebab di samping
jurnalisme online itu bersifat praktis, murah serta ramah lingkungan hidup, namun pada aspek
lain menimbulkan ancaman berbagai kejahatan dunia maya (siber) dan bencana moral (seperti
bahaya pornografi). Hal inilah yang menjadi tantangan para praktisi jurnalisme online dalam
berkarya nyata, untuk melahirkan produk atau karya jurnalistik yang semakin mencerdaskan
publik.(*)

Anda mungkin juga menyukai