PEMBAHASAN
A. Pengertian Kanker Serviks
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan
kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Di
Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Kanker
serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian
dalam jangka waktu relatif cepat.
Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan
dikalangan wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu
epithelium yang normal sampai menjadi Ca invasive yang memberikan gejala
dan merupakan proses yang perlahan-lahan dan mengambil waktu bertahuntahun.
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah
rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan
sel yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga
terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan,
displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in -situ
(KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat
displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra -kanker. Dari displasia
menjadi karsinoma in -situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma
in-situ menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV)
onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim,
apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ
lain di seluruh tubuh penderita.
B. Klasifikasi Kanker Serviks
Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah
yang dibuat oleh FIGO (Federation International of Ginecologi and Obstetrics)
yaitu sebagai berikut :
Stage 0 : Casrsinoma insitu = Ca intraepithelial = Ca preinvasif
bawah vagina.
Stage 4: Sudah mengenai organ-organ yang lain
Histopatologi kanker serviks dibagi menjadi empat klasifikasi (dikutip
dari Yatiningsih, 2000) yaitu:
1 Displasia
Dysplasia adalah pertumbuhan aktif disertai gangguan proses
pematangan epitel skuamosa yang dimulai pada bagian basal
sampai ke lapisan superfisial. Berdasarkan derajat perubahan
sel epitel yang jelas mengalami perubahan. Dysplasia terbagi
dalam tiga derajat pertumbuhan, yaitu:
Dysplasia ringan: perubahan terjadi pada sepertiga
bagian basal epidermis.
Dysplasia sedang: bila perubahan terjadi pada separuh
epidermis.
Displasi berat: hampir tidak dapat dibedakan dengan
karsinoma in situ.
Perkembangan dysplasia serviks menjadi kanker serviks
terjadi secara bertahap, yang dibedakan 3 tahap klinis
yaitu:
Tahap pertama adalah transisi dari dysplasia
sedang
menjadi
dysplasia
berat
yang
irreversible.
Tahap kedua adalah pertumbuhan invasif
Tahap ketiga adalah transformasi dari mikro
2
terlihat
pemeriksaan
4
perubahan
kolposkopi
pada
dapat
porsio,
tetapi
diprediksi
dengan
adanya
prakarsinoma.
Karsinoma Invasif
Derajat pertumbuhan sel menonjol, besar dan bentuk dari sel
bervariasi, inti gelap, khromatin berkelompok tidak merata,
dan susunan sel semakin tidak teratur. Sekelompok atau lebih
sel tumor menginvasi membrane basalis dan tumbuh
infiltrative ke dalam stroma. Karsinoma invasif dibagi dalam
3 subtipe yaitu karsinoma sel skuamosa dengan keratin,
karsinoma sel skuamosa tanpa keratin dan karsinoma sel
kecil. Pada tahap ini kanker telah menyebar luas sehingga
penyembuhan menjadi lebih sulit.
kontrasepsi
oral.
Penelitian
tersebut
juga
penelitian
yang
selama beberapa dekade terakhir di AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi
lebih populer dan lesi serviks pre-invasif lebih sering dideteksi daripada
kanker invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian akibat kanker serviks
pada 2006.
Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut
rahim setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat
laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang
memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%.
Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan
pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar
76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium
lanjut, yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB,
yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih dari
sepertiga kasus.2
Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%.
Relative 1 dan 5 years survival masing- masing sebesar 88% dan 73%.
Apabila dideteksi pada stadium awal, kanker serviks invasif merupakan
kanker yang paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR sebesar 92% untuk kanker
lokal. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang
lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya,
keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan
ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita.
F. Patologi Kanker Serviks
Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi
ektoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo
kolumnar junction (SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang
pada wanita diatas 35 tahun, didalam kanalis serviks.
Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa
proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
2. Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan
cenderung infitratif membentuk ulkus.
tidak
terspesialisasi
dan
tidak
mampu
sel.
Mutasi
yang
terjadi
pada
mekanisme
10
gejala,
dengan
tingkat
ketelitiannya
mencapai
90%
(Sjamsuddin, 2001).
2. Kolposkopi
Kolposkopi merupakan pemeriksaan serviks dengan menggunakan alat
kolposkopi yaitu alat yang disamakan dengan mikroskop bertenaga
rendah pembesaran antara 6-40 kali dan terdapat sumber cahaya
didalamnya. Kolposkopi dapat meningkatkan ketepatan sitology
menjadi 95%. Alat ini pertama kali diperkenalkan di Jerman pada
tahun 1925 oleh Hans Hinselman untuk memperbesar gambaran
permukaan porsio sehingga pembuluh darah lebih jelas dilihat. Pada
alat ini juga dilengkapi denganfilter hijau untuk memberikan kontras
yang baik pada pembuluh darah dan jaringan. Pemeriksaan kolposkopi
dilakukan untuk konfirmasi apabila hasil test pap smear abnormal dan
juga sebagai penuntun biopsy pada lesi serviks yang dicurigai.
(Suwiyoga, 2007).
3. Biopsy
Menurut Sjamsuddin (2001) biopsy dilakukan di daerah yang abnormal
jika sambungan skuamosa-kolumnar (SSK) yang terlihat seluruhnya
11
antara
hasil
sitologik
dengan
histopatologik.
J. Pengobatan untuk Kanker serviks
Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan
ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana
penderita untuk hamil lagi.
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan
pisau bedah ataupun melalui LEEP. Dengan pengobatan tersebut,
penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali
kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear
setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan.
Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan
untuk menjalani histerektomi. Pada kanker invasif, dilakukan
histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini
disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening. Pada wanita
muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak
diangkat.
2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker
invasive yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi
digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel -sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
12
1) Kemoterapi
2) Bedah
3) Pencegahan Tingkat Ketiga
Rehabilitasi, misalnya perawatan rumah sedangkan penanganan
kanker umumnya ialah secara pendekatan multidiscipline. Hasil
pengobatan radioterapi dan operasi radikal kurang lebih sama,
meskipun sebenarnya sukar untuk dibandingkan karena
umumnya yang dioperasi penderita yang masih muda dan
umumnya baik.
Meski kanker serviks menakutkan, namun kita semua bisa mencegahnya.
Anda dapat melakukan banyak tindakan pencegahan sebelum terinfeksi HPV
dan akhirnya menderita kanker serviks. Beberapa cara praktis yang dapat
Anda lakukan dalam kehidupan sehari-hari antara lain :
1) Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan
sereal untuk merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya
mengkonsumsi berbagai karotena, vitamin A, C, dan E, dan
asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker leher rahim.
2) Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan
tembakau dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
3) Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau
belasan tahun.
4) Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif
untuk
mencegah
dan
menghambat
terbentuknya
dan
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan
dikalangan wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari
suatu epithelium yang normal sampai menjadi Ca invasive yang
memberikan gejala dan merupakan proses yang perlahan-lahan dan
mengambil waktu bertahun- tahun. Ada beberapa klasifikasi tapi yang
paling banyak
penganutnya
adalah
IFGO
16
HPV
untuk
mencegah
terinfeksi
HPV, melakukan
17
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Comprehensive Cervical Cancer Control. Jenewa; 2006.
2. Nuranna L. 2005, Penanggulangan Kanker Serviks Yang Sahih dan Andal
Dengan Model Proaktif-VO (Proaktif, Koordinatif Dengan Skrining IVA dan
Terapi Krio). [Disertasi]. Program Pasca Sarjana FKUI. Jakarta,.
3. Benedet J, Odicino F, Maisonneuve P, et al. 1998. Carcinoma of The Cervix
Uteri. Annual Report. The Results of Treatment in Gynacological Cancer.
Epidemiol Biostat.
4. Crowder S, Lee C, Santoso JT. Cervical Cancer. Dalam: Santoso JT,
Coleman RL (eds). Handbook of Gynaecology Oncology. 1st Ed. New York:
Mc Graw Hill; 2001. h. 25-32.
5. Krivak TC, McBroom JW, Elkas JC., Cervical and vaginal cancer. Dalam:
(ed: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. (Editor). Novaks gynecology. 13th ed.
Lippincort Williams & Wilkin, Baltimore, 2002; 199-244.
6. Hacker NF, Benedet JL, Ngan HYS. Staging Classifications and Clinical
Practice Guidelines of Gynaecologic Cancers. International Journal of
Gynecology and Obstetrics 2000; 70:207-312
18
19