Anda di halaman 1dari 18

STRATEGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DALAM USAHA PERTAMBANGAN

Oleh : Rizal Muchtasar1

Intisari
Sumberdaya alam pertambangan tidak dapat diperbaharui (unrenewable),
dalam pengusahaannya dibutuhkan prinsip-prinsip keadilan, kehati-hatian,
berwawasan lingkungan dan menjaga keseimbangan sehingga dapat memberikan
manfaat bagi generasi kini dan generasi yang akan datang. Oleh karena itu
dibutuhkan instrumen hukum untuk menerapkan prinsip-prinsip pengusahaan
pertambangan yang dimaksud.

I.

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang),

bahan galian itu meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara
dan lain-lain. Bahan galian itu dikuasai oleh negara, hak penguasaaan negara
berisi wewenang untuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau
pengusahaan bahan galian, serta berisi kewajiban untuk mempergunakannya
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, penguasaan oleh negara dilaksanakan oleh
pemerintah.
Kegiatan pertambangan dan lingkungan hidup adalah dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, bahkan ada ungkapan Tiada kegiatan pertambangan tanpa
pengrusakan/pencemaran lingkungan. Meskipun kedua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan karena keterkaitannya (interdependency), tetapi pengaturannya tetap
1

Staf Pengajar Pada Fakultas Hukum UNHALU

terpisah dan bahkan tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Hal


ini wajar saja karena hukum sumberdaya alam dan hukum lingkungan mempunyai
asal-usul yang berlainan bahkan bertentangan satu sama lainnya.
Hukum sumberdaya alam lebih banyak berfokus pada eksploitasi,
sedangkan hukum lingkungan berfokus pada pelestariannya. Meskipun kedua
hukum kelihatannya bertentangan tetapi selalu berkaitan satu dengan yang
lainnya, hubungan yang demikian dapat dilihat sebagai dua sisi dari sekeping
uang logam.2

II.

Pengaturan Lingkungan Hidup Dalam Usaha Pertambangan


Dari aspek hukum lahirlah beberapa ketentuan yang mengatur lingkungan

hidup khususnya yang berkaitan dengan aktivitas atau pengusahaan pertambangan


sebagai berikut;
a.

TAP MPR NOMOR II/MPR/1993 Tentang GBNH, bagian F


Kebijaksanaan Pembangunan Lima Tahun Keenam, khusunya
mengenai pertambangan disebutkan; pembangunan pertambangan
diarahkan untuk memanfaatkan kekayaan sumberdaya alam tambang
secara hemat dan optimal bagi pembangunan nasional demi
kesejahteraan rakyat dengan tetap menjaga kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta ditujukan untuk menyediakan bahan baku bagi
industri dalam negeri bagi keperluan energi dan berbagai keperluan

Penggunaan istilah hukum sumberdaya alam berkaitan dengan hak-hak dari badan hukum,
pemilik tanah, pemegang izin, pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam: lihat John W. Head, 1997 Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Edisi Bahasa
indonesia dan Inggris, ELIPS, Jakarta. Hlm. 56-57

masyarakat. Serta untuk meningkatkan eksport, meningkatkan


penerimaan negara dan pendapatan

daerah serta memperluas

lapangan kerja dan kesempatan usaha. Kemudian pada bagian lain


angka 18 tentang lingkungan hidup ditegaskan; Pembangunan
lingkungan hidup yang merupakan bagian penting dari ekosistem yang
berfungsi sebagai penyangga kehidupan seluruh mahluk hidup di
muka bumi

diarahkan pada terwujudnya kelestarian fungsi

lingkungan hidup dalam keseimbangan dan keserasian yang dinamis


dengan

perkembangan

pembangunan

nasional

kependudukan
yanng

agar

dapat

berkelaanjutan.

menjamin

Pembangunan

lingkungan hidup bertujuan meningkatkan mutu, memanfaatkan


sumbedaya alam secara berkelanjutan, merehabilitasi kerusakan
lingkungan, mengendalikan pencemaran dan meningkatkan kualitas
lingkungan hidup
b.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Pertambangan


Mineral

dan

Batu

Bara,

menyebutkan:

aspek

perlindungan

lingkungan ini dipertegas dengan perlunya Amdal, reklamasi serta


pengelolaan pasca tambang termasuk dana jaminannya, kemudian
bukan hanya pemegang Ijin Usaha Pertambangan yang berkewajiban
melaksanakan pengembangan wilayah dan masyarakat, pemerintah
daerah pun wajib menyusun program pengembangan wilayah dan
masyarakat sekitar tambang.

c.

Undang- undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan


Lingkungan Hidup, pada Bab VI Pasal 18 ayat (1) menyebutkan;
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.

d.

Mijnpolitiereglement 1930, tentang Peraturan Keselamatan Kerja


Pertambangan (Stb.1930 No. 41) dalam Pasal 228 dan Pasal 354
mengatur tentang lingkungan hidup, lingkungan kerja, kesehatan kerja
dan kebersihan lingkungan perusahaan pertambangan.3

e.

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Anaisis


Mengenai Dampak lingkungan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan; Usaha
atau kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap
lingkungan hidup meliputi:
1)

Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;

2)

Eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang


tak terbaharui;

3)

Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat meenimbulkan


pemborosan, kerusakan dan kemerosotan sumberdaya alam
dalam pemanfaatannya;

4)

Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi


lingkungan sosial dan budaya;

J.A.Katili, 1983, Sumberdaya Alam Untuk Pembangunan nasional, Ghalia Indonesia, Jakarta,
Hlm. 153

5)

Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi


pelestarian kawasan;

6)

Konservasi sumberdaya alam dan atau perlindungan cagar


budaya;

7)

Instroduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad


renik;

8)

Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati;

9)

Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi


besar untuk;

10)

Mempengaruhi lingkungan;

11)

Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan mempengaruhi


pertahanan negara

f.

Sejumlah Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi serta


Peraturan

lainnya

mengenai

Kewajiban

Pemegang

Kuasa

Pertambangan, Kontraktor terhadap Penanggulangan, pencegahan,


pelestarian dan gangguan pencemaran dalam Pengelolaan lingkungan
Hidup sebagai akibat pertambangan bahan galian, Ketentuanketentuan yanng dimaksud antara lain;
1)

Keputusan Menteri Pertanbagan dan Energi Nomor 103.


K/008/M.PE/1994 tanggal 19 januari 1994 tentang Pengawasan
Atas Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan
Rencana Pemantauan Lingkungan Dalam Bidang Pertambangan
dan Energi

2)

Keputusan

Menteri

Pertambangan

dan

Energi

Nomor

89.K/008/M.PE/1995 tanggal 2 Mei 1995 tentang Pedoman


Teknis Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan untuk Kegiatan Pertambangan Umum,
Minyak dan Gas Bumi serta Listrik dan Pengembangan Energi;
3)

Keputusan

Menteri

1211.K/008/M.PE/1995

Pertambangan
tanggal

17

dan
Juli

Energi

Nomor

1995

tentang

Pencegahan Dan Penanggulangan Pengrusakan dan Pencemaran


Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum.
4)

Keputusan Menteri Pertambangan dan energi Nomor 1256.


K/008/M.PE/1996 tanggal 9 Agustus tentang Pedoman Teknis
Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan untuk
Kegiatan Pertabangan dan Energi.

5)

Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor


336.K/271/DDJP/1996 tentang Jaminan Reklamsi.

Berbagai

bentuk

kebijaksanaan, sebagai

peraturan

perundang-undangan

dan

peraturan

suatu petunjuk keterkaitan hubungan antara sektor

pertambangan dengan bidang lingkungan hidup. Bentuk pengaturan yang


demikian banyak itu, merupakan salah satu upaya pelestarian lingkungan hidup
disektor pertambangan. Namun banyaknya peraturan hukum bukanlah suatu
jaminan pelaksanaan pelestarian lingkungan, tetapi yang tidak kalah pentingnya
adalah kesadaaran hukum semua pihak yang terlibat untuk mematuhi atau

menegakkan peraturan perundang-undangan (law enforcement) di bidang


pertambangan dan lingkungan hidup.
Perintah untuk melakukan perbaikan dan pelestarian lingkungan hidup
terdapat juga pada firman Allah SWT dalam Al Quran yang terjemahannya
sebagai berikut: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi sesudah
(Allah) memperbaikinya (mereformasi) dan berdoalah kamu kepada-Nya dengan
rasa cemas dan harapan. Sesungguhnya Allah amat dekat kepada orang-orang
yang berbuat baik.4
Ungkapan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi sesudah
direformasi mengandung makna ganda: Pertama, larangan merusak bumi setelah
direformasi atau perbaikan bumi itu telah terjadi oleh Allah sendiri saat ia
menciptakannya. Makna ini menunjukkan tugas manusia untuk memelihara bumi,
karena bumi ini sudah merupakan tempat yang baik bagi hidup manusia.5 Jadi
tugas reformasi berkaitan dengan usaha pelestarian lingkungan hidup yang alami
dan sehat. Kedua, larangan membuat kerusakan di bumi setelah terjadi reformasi
oleh sesama manusia. Hal ini bersangkutan dengan tugas reformasi aktif manusia
untuk berusaha menciptakan sesuatu yang baru dan baik atau membawa kebaikan
(maslahat) untuk menusia. Tugas kedua ini lebih berat dari tugas pertama, sebab
memerlukan pengertian yang tepat tentang hukum-hukum Allah yang menguasai
alam ciptaan-Nya, kemudian diteruskan dengan tindakan yang sesuai dengan
hukum-hukum Allah tadi melalui ilmu dan teknologi.

QS. Al ARaaf :56


Nurcholish Madjid, 1999, Reformasi di Bumi, Tabloid Tekad Nomor 10 Tahun 1, 4-10 Januari,
Hlm. 2
5

Firman Allah tersebut, menggambarkan refomasi bumi bersangkutan,


diikuti dengan prinsip keadilan dan kejujuran dalam kegiatan hidup, khususnya
kegiatan ekonomi yang melibatkan proses distribusi kekayaan dan pemerataannya
antara warga masyarakat. Bumi yang sudah direformasi (reformed earth) tidak
boleh mengenal terjadinya perolehan kekayaan secara tidak sah dan tidak adil.
Bahkan juga tidak boleh terjadi penumpukan kekayaan begitu rupa sehingga harta
benda dan sumber-sumber pokok kehidupan dan kemakmuran masyarakat beredar
di antara orang-orang kaya saja dalam masyarakat.6 Mengenai perbuatan yang
demikian Allah berfirman dalam Al Quran yang artinya; Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajelela di muka
bumi dengan membuat kerusakan.7
Tindakan yang seperti itu, adalah keserakahan yang dapat merugikan hakhak manusia lainnya, karena tidak sedikit pengrusakan lingkungan disebabkan
oleh keserakahan manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya alam. Dengan
demikian penegakkan hukum lingkungan dalam pengelolaan bahan galian dan
sumberdaya alam lainnya mutlak harus dilakukan dan menjadi tanggung jawab
semua manusia di atas bumi ini, baik sebagai penguasa atau pemerintah maupun
pengusaha pertambangan serta warga masyarakat pada umumnya.

6
7

Ibid
QS. Asy-Syuaraa: 183

III.

Strategi Pengelolaan Pelestarian Lingkungan Hidup Dalam Usaha


Pertambangan
Perhatiah terhadap masalah lingkungan hidup secara menyeluruh oleh

masyarakat dan pemerintah Indonesia baru mulai tampak pada awal dekade tahun
1980-an. Padahal masyarakat dunia Internasional sudah mempersoalkannya pada
awal tahun 70-an melalui Konperensi tentang Lingkungan Hidup di Stockholm.
Perhatian dan keperihatinan itu muncul

setelah masyarakat Internasional

menyadari dampaknya pada awal dekade tahun 70-an sampai sekarang. Khusus
di Indonesia perhatian serius ini ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor
23 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup yang telah
Disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan telah disempurnakan lagi dengan UndangUndang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kesadaran akan permasalahan lingkungan hidup mendorong pula negara
berkembang seperti Indonesia untuk mulai

mempersoalkan hubungan antara

lingkungan hidup dan prioritas pembangunan yang sangat mendesak seperti


penguasaan pertambangan.8 Pengusahaan pertambangan disadari termasuk salah
satu kegiatan yang cukup banyak menimbulkan kerusakan dan pencemaran
lingkungan. Subsektor pada sektor pertambangan dan Energi, tiga diantaranya
yaitu; subsekor pertambangan Umum, Minyak dan Gas Bumi,

listrik dan

Penguasaan pertambangan dianggap mendesak, karena sektor pertambangan akan menghasilkan


devisa yang besar bagi negara dari hasil produksinya yang umumnya merupakan komoditas
eksport. Selain itu nilai jual setiap bahan galian tidak pernah tetap, karena tergantung dan
dipengaruhi oleh permintaan dan kebutuhan pasar internasional. Apabila tidak diusahakan pada
saat mesyarakat pasar internasional membutuhkan maka bahan galian tersebut akan memiliki nilai
jual yang rendah. Pada saat itu pula penerimaan negara dari sektor pertambangan berkurang.

Pengembangan Energi Baru merupakan subsektor yang kegiatannnya berpotensi


menimbulkan permasalahan lingkungan, berupa pengrusakan dan pencemaran
lingkungan perairan, tanah dan udara. Pencemaran tersebut selanjutnya akan
menimbulkan dampak turunan yang akhirnya dapat menimbulkan persepsi negatif
masyarakat terhadap kegiatan usaha pertambangan.9
Pada kegiatan pertambangan modern yang memindahkan dan mengolah
ribuan ton batuan dan biji setiap hari sudah merupakan hal biasa. Topografi suatu
daerah yang terbentuk sebagai suatu hasil proses alam yang berlangsung selama
ratusan ribu, bahkan jutaan tahun dapat diubah dan dirombak oleh peralatan
pertambangan yang berukuran raksasa hanya dalam waktu singkat. Aliran sungai
dapat diubah arahnya dalam proses pembukaan tambang. Tanah kering dapat
berubah menjadi danau dan muncullah bukit-bukit buatan yang terbentuk dari
buangan tambang.
Keadaan yang demikian akan menimbulakan benturan kepentingan antara
usaha pertambangan disatu pihak dan usaha menjaga kelestarian alam lingkungan
dilain pihak. Meskipun masalah ini bukan masalah baru, tetapi benturan
kepentingan antara pertambangan dengan kelestarian alam lingkungan baru terasa
dan bahkan menjadi masalah sejak tiga puluh tahun terkhir.
Masalah lingkungan yang dapat timbul akibat usaha pertambangan
memang beraneka ragam sifat dan bentuknya;10 Pertama, usaha pertambangan
dalam waktu yang relatif singkat dapat mengubah bentuk topografi dan keadaan

Biro Lingkungan dan Teknologi DPE, 1998, Pelaksanaan Analisis Mengenai dampak
Lingkungan (AMDAL) Kegiatan Pertambangan dan Energi, Jakarta., Hlm. 7
10
Departemen Pertambangan dan Energi, 1995, 50 Tahun Pertambangan dan Energi Dalam
Pembangunan, Jakarta, Hlm. 236

muka tanah (laandimpact), sehingga dapat mengubah keseimbangan sistem


ekologi bagi daerah sekitarnya; Kedua, usaha pertambangan dapat menimbulkan
berbagai macam gangguan antara lain; pencemaran akibat debu dan asap yang
mengotori udara dan air, limbah air, tailing serta buangan tambang yang
mengandung zat-zat beracun. Gangguan juga berupa suara bising dari berbagai
alat berat, suara ledakan eksplosive (bahan peledak) dan gangguan lainnya;
Ketiga, pertambangan yang dilakukan tanpa mengindahakan keselamatan kerja
dan kondisi geologi lapangan, dapat menimbulkan tanah longsor, ledakan
tambang, keruntuhan tambang dan gempa.
Namun demikian dengan kemampuan teknologi pertambangan pula,
sampai saat ini pengaruh negatif yang diakibatkan oleh usaha pertambangan dapat
diminimalkan. Sebagai contoh pengelolaan lingkungan yang dilakukan PT. INCO
di Soroako dan PT. Kaltim Prima Coal di Sangatta pasca tambang melalui
kegiatan reklamasi yang sangat baik, sehingga daerah-daerah bekas tambang
menjadi lahan yang menarik dan produktif.
Pemulihan lingkungan atas beberapa dampak yang ditimbulkan kegiatan
pertambangan diatas, sampai saat ini peraturan perundang-undangan belum
mengatur secara jelas dan tegas terutama mengenai tanggung jawab sosial dalam
bentuk ongkos atau biaya pemuliihannya. Idealnya setiap pencemaran dan
kerusakan lingkungan serta dampak yang ditimbulkan baik lingkungan fisik
maupun sosial menjadi tanggung jawab usaha pertambangan. Bentuk tanggung

jawab itu salah satunya adalah dengan menyediakan dana khusus pemulihan yang
dikenal sebagai dana lingkungan.11
Saat ini, biaya pemulihan lingkungan diserahkan melalui royalti dan iuran
tetap. Hal ini mengingat salah satuu unsur pengunaan dana royalti dan iuran tetap
adalah pemulihan lingkungan yang diakibatkan secara tidak langsung oleh usaha
pertambangan. Praktek yang demikian jika dicermati sangat merugikan negara,
sebab royalti adalah bagian negara atau penerimaan negara dari sektor
pertambangan yang seharusnya tidak diperuntukkan untuk membiayai kegiatan
pembangunan lainnya. Kalau di gunakan untuk pemulihan lingkungan boleh jadi
akibat yang ditimbulkan biaya pemulihannya lebih besar dari royaltinya sendiri.
Oleh karena itu, untuk memperbaiki kekeliruan yang sangat merugikan itu, perlu
ada ketentuan khusus

mengenai dana lingkungan atau costrecovery terhadap

dampak lingkungan yang ditimbulkan baik fisik maupun sosial dalam setiap
Undang-Undang yang berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya alam.
Dalam
lingkungan,

rangka pelaksanaan konsep pertambangan yang berwawasan


setiap

usaha

pertambangan

diwajibkan

melakukan

upaya

meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positifnnya. Salah


satu cara

yang bijaksana untuk mewujudkan konsep tersebut ialah dalam

mengeksploitasi sumberdaya galian selalu mempertimbangkan bahwa sumberdaya


bahan galian merupakan aset generasi yang akan datang.

11

M. Daud Silalahi, Peraturan Perundang-undangan Lingkungan Hidup dan Implikasinya pada


Industri Minyak dan Gas Bumi di Indonesia, (Makalah), Diskusi Panel, FH UNPAD.

IV.

Pengusahaan Pertambangan dan Keadilan Antar Generasi


Mengingat sumberdaya alam bahan galian sifatnya tidak dapat

diperbaharui (unrenewable), maka pengusahaannya

betul-betul harus dapat

memberikan manfaat bagi generasi sekarang dengan pemanfaatan sumberdaya


alam, pada hakekatnya pinjaman dari generasi yang akan datang.12
Perlu dipahami bahwa pembentukan aturan hukum yang baru tentu saja
tidak selalu keliru, karena hukum pun menurut Roscoe Pound13 berfungsi sebagai
atool of social engineering. Sebagai instrumen pembaruan masyarakat (agent of
change), hukum harus sesuai dengan cita-cita keadilaan sosial. Berkaitan dengan
fungsi hukum tersebut, pembentukan undang-undang (kekuasaan legislatif),
melalui penafsiran atas makna Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, telah meletakkan
landasan yuridis, keadilan antar generasi (intergeneration equity).
Prinsip-prinsip keadilan antar generasi meletakkan tiga kewajiban
mendasar bagi generasi sekarang dalam konservasi sumberdaya alam yaitu; (1)
concervation of option, menjaga agar generasi mendatang dapat memilih kuantitas
keaneka ragaman sunberdaya alam; (2) conervation of quality, menjaga kwlitas
lingkungan agar lestari; dan (3) concervation of acces, menjamin generasi
mendatang minimal memiliki akses yang sama dengan generasi sekarang atas
titipan kekayaan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.14

12

Yusron Ihza Mahendra, Impor Energi, Beban Ekonomi Asia pada Abad Mendatang, Indonesia
Bukanlah Pengecualian, harian Umum Kompas, Jakarta, 2 Juni 2004, Hlm. 17
13
Terkutip dalam Soeryono Soekanto, 1981, Fungsi Hukum dan Perubahan, Alumni, Bandung,
Hlm. 104
14
Stefanus Haryanto, Keadilan Antar Generasi dan Hukum Lingkungan Indonesia, Harian Umum
Kompas, 11 januari 2005, Hlm. 4

Di Indonesia ada gejala bahwa pencemaran dan kerusakan lingkungan


sangat memperihatinkan. Ini suatu pertanda keengganan generasi sekarang untuk
mematuhi prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah hukum lingkungan dalam mengelola
dan menngeksploitasi bahan galian dan sumberdaya alam lainnya.
Sejalan dengan itu Emil Salim, ketika masih menjabat sebagai Menteri
Kependudukan dan Lingkungan Hidup, sering mengatakan pada setiap
kesempatan bahwa bumi ini adalah warisan anak cucu kita. Slogan tersebut
dapat bermakna luas bahwa generasi sekarang haruslah pandai-pandai
memanfaatkan sumberdaya alam sehingga tidak rusak, karena bumi ini akan
diwariskan kepada anak cucu kita atau generasi berikutnya. Kata-kata dalam
slogan di atas cukup arif dan bijaksana, namun sering terlupakan jika sedang asyik
mengambil manfaat dengan melupakan bahwa bumi ini adalah harta pinjaman
belaka dari generasi yang akan datang. Akankah generasi sekarang rela atau tega
mewariskan bumi ini kepada anak cucunya dengan penuh kerusakan dan mungkin
tidak mendatangkan manfaat lagi, hal ini tentu tidak satupun manusia ingin
melihat anak cucunya menderita hanya karena mewariskan sesuatu yang tidak
berguna, bahkan sebaliknya semua manusia bercita-cita dan berusaha semaksimal
mungkin hanya untuk mewariskan sesuatu kepada anak cucunya, agar kelak
kehidupannya lebih baik dari pada dirinya sendiri.
Apabila pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan (pemerintah BUMN,
pengusaha swasta) sekarang ini mampu menghayati makna dari slogan diatas,
maka dapat memastikan bahwa tidak akan ada pengrusakan lingkungan dan
bahkan tidak perlu lagi dibuat berbagai peraturan perundang-undangan, karena

tanpa aturan pun sudah sadar duluan. Namun dengan sangat memahami dan
mampu menghayati, tetapi tetap sejak melakukan pemanfaatan sumber-sumber
alam tanpa mau perduli akan kerusakan lingkungan. Akibatnya bahan galian dan
sumberdaya alam lainnya hanya dinikmati oleh segelintir orang, namun akibat
kerusakan, pencemaran lingkungan yang di timbulkannya justru dinikmati oleh
banyak orang terutama rakyat yang tak berdaya. Padahal Pasal 33 Ayat (3) telah
mengamanatkan bahwa pemanfaatan bahan galian dan sumberdaya alam lainnya
wajib dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Apabila direnungkan dan dikaji secara mendalam makna slogan yang
mengatakan; bumi ini adalah pinjaman generasi sekarang dari generasi yang
akan datang15 sesungguhnya merupakan sebuah peringatan (warning) bagi semua
pihak yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam nasional. Khusus
pengusahaan bahan galian, perlu diingatkan bahwa pengusahaan bahan galian
secara berlebihan dimasa sekarang tanpa mengetahui kaidah-kaidah hukum
lingkungan, akan menjadi beban berat bagi generasi yang akan datang. Generasi
penerus bangsa Indonesia akan menjadi generasi penanggung beban saja. Hal
seperti ini tentu tidak berlaku secara khusus di negara tertentu saja, melainkan
akan terjadi di semua negara yang melakukan langkah penanganan serupa,
terutama sekali jika pengusahaan bahan galian itu difokuskan untuk tujuan dan
kepentingan yang hanya bersifat sesaat.
Dari perjalanan sejarah dan pengalaman pengusahan bahan galian
Indonesia yang diibaratkaan sebagai suatu perjalanan panjang yang sarat dengan

15

Ibid

tantangan dapat dijadikan sebagai pelajaran yang berharga. Misalnya

kasus

pertamina yang sangat relevan, bagaimana cadangan minyak dan gas bumi jika
digali secara

besar-besaran dan terus menerus, tentu cepat habis dan harga

minyak lebih murah.16 Contoh lain Kasus pertambangan Timah di Pulau Bangka
dan Belitung selama 92 tahun cadangan sudah habis, akibatnya penduduk di pulau
Bangka dan Kepulauan Riau umumnya sudah kehabisan sumberdaya alam
utamanya yaitu bahan galian timah sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat
diwilayah tersebut. Kedua contoh kasus ini, menunjukkan bahwa pada waktu
pengusahaan dan produksi dilakukan secara berlebihan dan tentu saja tidak pernah
memperhitungkan atau lupa memprediksikan masa depan generasi akan datang.
Berdasarkan contoh kasus tersebut diatas, Hak Penguasaan Negara dalam
lingkungan mengatur (regelen) dimasa akan datang peraturan perundangundangan yang berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya alam nasional,
seyogyanya memasukkan tiga unsur pokok yaitu pengelolaan sumberdaya alam
dimanfaatkan untuk kesejahtraan rakyat secara

adil, berkelanjutan (untuk

generasi yang akan datang) dan berwawasan lingkungan.

V.

Penutup
Strategi pengelolaan lingkungan hidup dalam usaha pertambanganadalah

dua hal yang saling bertentangan. Akan tetapi, pertentangan itu tidak dapat
dijadikan alasan untuk tidak melakukan usaha pertambangan, mengingat usaha
pertambangan akan memberikan kontribusi yang besar dalam pembangunan
16

Salah satu politik dagang yang dilancarkan oleh Organization Petroleum Export Countries
(OPEC) yaitu pembatasan quota produksi setiap negara anggotanya, sebagai salah satu cara
untuk memainkan harga minyak di pasaran internasional.

bangsa dan negara. Adapun yang perlu dilakukan adalah setiap usaha
pertambangan diwajibkan untuk melakukan usaha pemulihan lingkungan
(reklamasi) setelah kegiatan pertambangan selesai.
Pengelolaan dan penggunaan sumberdaya alam pertambangan tidak boleh
hanya berorientasi kepada pengejaran target dan pertumbuhan ekonomi akan
tetapi, harus memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan hidup dan sifat
keterbatasan sumberdaya alam, sehingga pengelolaan sumberdaya pertambangan
tidak untuk dihabiskan pada saat sekarang, melainkan di dalamnya terdapat juga
hak bagi generasi yang akan datang.
Pasal 33 UUD 1945 (hasil amandemen), sebagai dasar konstitusional
pengelolaan sumberdaya alam termasuk sumberdaya alam pertambangan sudah
mencakup perlindungan lingkungan hidup dalam ayat (4) yang intinya prinsip
pengelolaan

sumberdaya

alam

nasional,

berkeadilan,

berkelanjutan

berwawasan lingkungan, serta kemandirian dan menjaga keseimbangan.

dan

DAFTAR PUSTAKA

Biro Lingkungan dan Teknologi DPE, 1998, Pelaksanaan Analisis Mengenai dampak
Lingkungan (AMDAL) Kegiatan Pertambangan dan Energi, Jakarta.
Departemen Pertambangan dan Energi, 1995, 50 Tahun Pertambangan dan Energi
Dalam Pembangunan, Jakarta.
Haryanto, Stefanus Keadilan Antar Generasi dan Hukum Lingkungan Indonesia, Harian
Umum Kompas, 11 januari 2005.
John W. Head, 1997 Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Edisi Bahasa indonesia dan
Inggris, ELIPS, Jakarta.
Ihza Yusron Mahendra, Impor Energi, Beban Ekonomi Asia pada Abad Mendatang,
Indonesia Bukanlah Pengecualian, harian Umum Kompas, Jakarta, 2 Juni 2004.
Katili, J.A. 1983, Sumberdaya Alam Untuk Pembangunan nasional, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Madjid, Nurcholish, 1999, Reformasi di Bumi, Tabloid Tekad Nomor 10 Tahun 1, 4-10
Januari.
Silalahi, M. Daud, Peraturan Perundang-undangan Lingkungan Hidup dan Implikasinya
pada Industri Minyak dan Gas Bumi di Indonesia, (Makalah), Diskusi Panel,
FH UNPAD.
Soekanto, Soeryono 1981, Fungsi Hukum dan Perubahan, Alumni, Bandung.

Sumber Lain:
QS. Al ARaaf :56
QS. Asy-Syuaraa: 183

Anda mungkin juga menyukai