Anda di halaman 1dari 23

BAB II TINJAUAN

PUSTAKA
2.1. Teori Tentang Lingkungan Kerja
2.1.1. Pengertian dan Jenis Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas
setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan
memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat
mempengaruhi emosi karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja
dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya,
melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif.
Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama
karyawan dan hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan fisik
tempat karyawan bekerja.
Menurut Supardi dalam Subroto, (2005) lingkungan kerja merupakan
keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik yang dapat
memberikan kesan yang menyenangkan, mengamankan, menentramkan, dan
betah kerja.

Menurut Nitisemito (dalam Intanghina, 2008) mendefinisikan

lingkungan kerja sebagai berikut: Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi drinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang diembankan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut

Sedarmayati

(dalam

Intanghina,

2008)

mendefinisikan

lingkungan kerja sebagai berikut: Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat


perkakas dan bahan yang dihadapi lingkungan sekitarnya dimana seseorang

Universitas Sumatera Utara

bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya, baik sebagai perseorangan


maupun sebagai kelompok.
Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja
merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik
yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat
mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja. Lingkungan kerja yang
mendukung produktivitas kerja akan menimbulkan kepuasan kerja bagi pekerja
dalam suatu organisasi. Menurut Sihombing (2004) indikator dari lingkungan
kerja adalah: fasilitas kerja, gaji dan tunjangan, dan hubungan kerja.
Menurut Sedarmayati (dalam Intanghina, 2008), yang menjadi indikatorindikator lingkungan kerja adalah sebagai berikut: penerangan, suhu udara, suara
bising, penggunaan warna, ruang gerak yang diperlukan, keamanan kerja, dan
hubungan karyawan.
Menurut Pattanayak (2002), motivasi kerja karyawan akan terdorong dari
lingkungan kerja. Jika lingkungan kerja mendukung, maka akan timbul keinginan
karyawan untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Keinginan ini
kemudian akan menimbulkan persepsi karyawan dan kreativitas karyawan yang
diwujudkan dalam bentuk tindakan. Persepsi karyawan juga dipengaruhi oleh
faktor insentif yang diberikan perusahaan.
Lingkungan kerja dapat dibagi atas 2 (dua) jenis, yaitu: lingkungan kerja
sosial, dan lingkungan kerja fisik. Lingkungan kerja sosial mencakup hubungan
kerja yang terbina dalam perusahaan. Kita bekerja di dalam perusahaan tidaklah
seorang diri, dan dalam melakukan aktivitas, kita juga membutuhkan bantuan
orang lain. Dengan demikian kita wajib membina hubungan yang baik antara

Universitas Sumatera Utara

rekan kerja, bawahan maupun atasan karena kita saling membutuhkan. Hubungan
kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologi karyawan.
Komunikasi yang baik merupakan kunci untuk membangun hubungan
kerja. Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalah-pahaman karena gagal
menyampaikan pikiran dan perasaan satu sama lain. Komunikasi yang baik dapat
digunakan sebagai alat untuk memotivasi kerja karyawan dan membangun tim
kerja yang solid. Untuk membangun hubungan kerja yang baik, menurut
Mangkunegara (2003) diperlukan:
a. Pengaturan waktu
b. Tahu posisi diri
c. Adanya kecocokan
d. Menjaga keharmonisan
e. Pengendalian desakan dalam diri
f. Memahami dampak kata-kata atau tindakan pada diri orang lain.
g. Jangan mengatur orang lain sampai anda mampu mengatur diri sendiri.
h. Bersikap bijak dan bijaksana.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk membangunan hubungan kerja yang baik
diperlukan pengendalian emosional yang baik di tempat kerja.
Mangkunegara (2003) menyatakan bahwa untuk menciptakan hubungan
relasi yang harmonis dan efektif, pimpinan dan manajer perlu (1) meluangkan
waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosi karyawan dan bagaimana
mereka berhubungan dengan tim kerja, serta (2) menciptakan suasana
memperhatikan dan memotivasi kreativitas. Berdasarkan pernyataan ini dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan hubungan kerja dan pengendalian emosional di

Universitas Sumatera Utara

tempat kerja sangat perlu untuk diperhatikan karena akan memberikan dampak
terhadap prestasi kerja karyawan. Hal ini disebabkan karena manusia bekerja
bukan sebagai mesin, manusia mempunyai perasaan untuk dihargai dan bukan
bekerja untuk uang saja.
Lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja karyawan melakukan
aktivitasnya. Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat kerja dan emosi
para karyawan. Faktor-faktor fisik ini mencakup suhu udara di tempat kerja, luas
ruang kerja, kebisingan, kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisik ini sangat
mempengaruhi tingkah laku manusia. Sarwono (1992) menyatakan bahwa
kadang-kadang peningkatan suhu menghasilkan kenaikan prestasi kerja, tetapi
kadang-kadang malah menurunkan. Menurut Bell, dkk dalam Sarwono (1992),
kenaikan suhu pada batas tertentu menimbulkan arousal yang merangsang
prestasi kerja, tetapi setelah melewati ambang batas tertentu, kenaikan suhu ini
sudah mulai mengganggu suhu tubuh yang mengakibatkan terganggunya pula
prestasi kerja. Lingkungan kerja fisik ini juga merupakan faktor penyebab stress
kerja karyawan yang berdampak pada kinerja karyawan.
Robbins (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja fisik adalah: suhu, kebisingan, penerangan, dan mutu udara.
Suhu adalah variabel dimana terdapat perbedaan individual yang besar. Dengan
demikian untuk memaksimalkan produktivitas, adalah penting bahwa karyawan
bekerja di suatu lingkungan dimana suhu di atur sedemikian rupa sehingga berada
diantara rentang kerja yang dapat diterima setiap individu.

Universitas Sumatera Utara

Bukti dari telaah-telaah tentang kebisingan menunjukkan bahwa suarasuara yang konstan atau dapat diramalkan pada umumnya tidak menyebabkan
penurunan kinerja, sebaliknya efek dari suara-suara yang tidak dapat diramalkan
memberikan dampak negatif dan menganggu konsentrasi karyawan.
Bekerja pada ruangan yang gelap dan samar-samar akan menyebabkan
ketegangan pada mata. Intensitas cahaya yang tepat dapat membantu karyawan
dalam memperlancar aktivitas kerjanya. Tingkat yang tepat dari intensitas cahaya
juga tergantung pada usia karyawan. Pencapaian kinerja pada tingkat penerangan
yang lebih tinggi adalah lebih besar untuk karyawan yang lebih tua dibandingkan
yang lebih muda.
Mutu udara merupakan fakta yang tidak bisa diabaikan bahwa jika
menghirup udara yang tercemar membawa efek yang merugikan pada kesehatan
pribadi. Udara yang tercemar dapat mengganggu kesehatan pribadi karyawan.
Udara yang tercemar di lingkungan kerja dapat menyebabkan sakit kepala, mata
perih, kelelahan, lekas marah, dan depresi.
Faktor lain yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah rancangan
ruang kerja. Rancangan ruang kerja yang baik dapat menimbulkan kenyamanan
bagi karyawan di tempat kerjanya. Faktor-faktor dari rancangan ruang kerja
tersebut menurut Robbins (2002) terdiri atas: ukuran ruang kerja, pengaturan
ruang kerja, dan privasi.
Ruang kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Ruang kerja yang
sempit dan membuat karyawan sulit bergerak akan menghasilkan kinerja yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki ruang kerja yang
luas.

Universitas Sumatera Utara

Jika ruang kerja merujuk pada besarnya ruangan per karyawan, pengaturan
merujuk pada jarak antara orang dan fasilitas. Pengaturan ruang kerja itu penting
karena sangat mempengaruhi interaksi sosial. Orang lebih mungkin berinteraksi
dengan individu-individu yang dekat secara fisik. Oleh karena itu lokasi kerja
karyawan mempengaruhi informasi yang ingin diketahui.
Privasi dipengaruhi oleh dinding, partisi, dan sekatan-sekatan fisik
lainnya. Kebanyakan karyawan menginginkan tingkat privasi yang besar dalam
pekerjaan mereka

(khususnya

dalam posisi

manajerial,

dimana privasi

diasosiasikan dalam status). Namun kebanyakan karyawan juga menginginkan


peluang untuk berinteraksi dengan rekan kerja, yang dibatasi dengan
meningkatnya privasi. Keinginan akan privasi tersebut kuat pada banyak orang.
Privasi membatasi gangguan yang terutama sangat menyusahkan orang-orang
yang melakukan tugas-tugas rumit.
2.1.2. Manfaat Lingkungan Kerja
Menurut Ishak dan Tanjung (2003), manfaat lingkungan kerja adalah
menciptakan gairah kerja sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu,
manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang yang termotivasi adalah
pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai
standar yang benar dan dalam skala waktu yang ditentukan. Kinerjanya akan
dipantau oleh individu yang bersangkutan, dan tidak akan membutuhkan terlalu
banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Teori Tentang Insentif


2.2.1. Pengertian dan Jenis-jenis Insentif
Pemberian insentif yang adil dan layak merupakan daya penggerak yang
merangsang terciptanya pemeliharaan karyawan. Karena dengan pemberian
insentif karyawan merasa mendapat perhatian dan pengakuan terhadap prestasi
yang dicapainya, sehingga semangat kerja dan sikap loyal karyawan akan lebih
baik.
Pelaksanaan pemberian insentif dimaksudkan perusahaan terutama untuk
meningkatkan prestasi kerja karyawan dan mempertahankan karyawan yang
mempunyai produktivitas tinggi untuk tetap berada di dalam perusahaan. Insentif
itu sendiri merupakan rangsangan yang diberikan kepada karyawan dengan tujuan
untuk mendorong karyawan dalam bertindak dan berbuat sesuatu untuk tujuan
perusahaan. Hal ini berarti insentif merupakan suatu bentuk motivasi bagi
karyawan agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk
berprestasi bagi perusahaan.
Ada beberapa definisi mengenai insentif seperti:
1. Menurut Hasibuan (2004), insentif merupakan suatu perangsang atau
pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam
diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar untuk berprestasi bagi
perusahaan.
2. Menurut Sarwoto (1996), insentif merupakan sarana motivasi, dapat berupa
perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para
pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar
untuk berprestasi bagi organisasi.

Universitas Sumatera Utara

3. Menurut Panggabean (2002), Insentif adalah kompensasi yang mengaitkan


gaji dengan produktivitas. Insentif merupakan penghargaan dalam bentuk
uang yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar
yang telah ditentukan.
4. Adapun definisi insentif menurut Terry dan Leslie (2003) adalah :
Incentive is an important actuating tool. Human being tend to strive more
itensely when the reward for accomplishing

satisfies their personal

demand.
Artinya: Insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Manusia
cenderung untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima
memberikan kepuasan terhadap apa yang diminta.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa insentif
diartikan sebagai bentuk pembayaran langsung yang didasarkan atau dikaitkan
langsung dengan kinerja. Sistem ini merupakan bentuk lain dari upah langsung di
luar gaji yang merupakan kompensasi tetap, yang disebut sistem kompensasi
berdasarkan kinerja (pay for petfortnance plan).
Menurut Panggabean (2002), fungsi utama dari insentif adalah untuk
memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin
bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan
produktivitas kerja individu maupun kelompok.

Universitas Sumatera Utara

Secara lebih spesifik tujuan pemberian Insentif dapat dibedakan dua


golongan yaitu:
a. Bagi Perusahaan
Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam kegiatan
produksi adalah untuk meningkatkan produkstivitas kerja karyawan dengan
jalan mendorong/merangsang agar karyawan :
1) Bekerja lebih bersemangat dan cepat.
2) Bekerja lebih disiplin.
3) Bekerja lebih kreatif.
b. Bagi Karyawan
Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapat keuntungan :
1) Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif.
2) Standar prestasi di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa
yang diukur dalam bentuk uang.
3) Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar.
Pada dasarnya ada dua jenis insentif yang umum diberikan, seperti yang
diuraikan oleh Sarwoto (1996) yaitu:
1. Insentif Finansial
Insentif finansial merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas
hasil kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus,
komisi, pembagian laba, dan kompensasi yang ditangguhkan, serta dalam
bentuk jaminan sosial berupa pemberian rumah dinas, tunjangan lembur,
tunjangan kesehatan dan tunjangan-tunjangan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Insentif Non Finansial


Insentif non finansial dapat diberikan dalam berbagai bentuk, antara lain :
a. Pemberian piagam penghargaan
b. Pemberian pujian lisan ataupun tertulis, secara resmi ataupun pribadi
c. Ucapan terima kasih secara formal maupun informal
d. Promosi jabatan kepada karyawan yang baik selama masa tertentu serta
dianggap mampu.
e. Pemberian tanda jasa/medali kepada karyawan yang telah mencapai
masa kerja yang cukup lama dan mempunyai loyalitas yang tinggi.
f. Pemberian hak untuk menggunakan sesuatu atribut jabatan (misalnya
pada mobil atau lainnya)
g. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja
Menurut Hariandja (2002), bentuk-bentuk insentif adalah:
a. Piece rate plan, yaitu insentif yang diberikan berdasarkan jumlah output atau
barang yang dihasilkan seseorang.
b. Production bonus, yaitu tambahan upah yang diterima akibat basil kerja
melebihi standar yang ditentukan, di mana pekerja juga mendapatkan upah
pokok. Bonus dapat diakibatkan pegawai menghemat waktu penyelesaian
pekerjaan.
c. Commission, yaitu insentif yang diberikan berdasarkan jumlah barang yang
terjual. Sistem ini biasanya digunakan untuk tenaga penjual atau wiraniaga.
d. Maturity curve. Organisasi mengembangkan apa yang disebut dengan maturity
curve, yang merupakan kurva yang menunjukkan jumlah tambahan gaji yang
dapat dicapai sesuai dengan prestasi kerja dan masa kerja, sehingga mereka

Universitas Sumatera Utara

diharapkan terus meningkatkan prestasi.


e. Merit raisin. Merit diartikan dengan sifat terpuji, jasa, atau bobot yang
dimiliki seseorang. Bila dikaitkan dengan pengkompensasian, ini menjadi
kontribusi yang diberikan seseorang kepada perusahaan. Kontribusi yang
diberikan kepada perusahaan ditentukan oleh prestasi kerja karyawan, yang
berarti karyawan yang mempunyai merit (kontribusi yang tinggi) diberi
tambahan gaji. Merit seseorang dilakukan melalui penilaian prestasi atau
kinerja.
f. Par for knowledge or par for skill compensation. Pemberian insentif yang
didasarkan bukan pada apa yang dikerjakan oleh seseorang akan menghasilkan
produk nyata, tetapi pada apa yang dapat dilakukan untuk organisasi melalui
pengetahuan yang diperoleh, yang diasumsikan mempunyai pengaruh besar
dan penting bagi organisasi.
g. Nonmonetary incentive. Insentif berupa fasilitas kerja seperti mobil dinas,
rumah dinas, dan lain sebagainya, yang diberikan kepada seorang pegawai
akibat prestasi kerja yang diperoleh.
h. Insentif eksekutit Bonus yang diberikan kepada para manajer atau eksekutif
atas peran yang mereka berikan untuk menetapkan dan mencapai tingkat
keuntungan tertentu bagi organisasi.
2.2.2. Program Insentif yang Efektif
Sebuah sistem insentif biasanya akan memiliki kesempatan sukses yang
lebih besar jika semua karyawan di dalam organisasi diberi kesempatan
berpartisipasi. Jika beberapa karyawan dikucilkan, mereka mungkin akan menjadi
iri dan benci kepada kepada orang-orang yang memiliki kesempatan memperoleh

Universitas Sumatera Utara

bayaran insentif ekstra, dan akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai
maksimal.
Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena
program tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan
baik, yaitu: motivasi yang meningkat menyebabkan melejitnya kinerja dan
pengakuan merupakan faktor utama dala motivasi. Sayangnya, banyak program
insentif yang dirancang secara tidak tepat, dan program tersebut akhirnya
tersendat-sendat.
Menurut Simamora (1997) program insentif yang baik harus memenuhi
beberapa aturan sebagai berikut:
a. Sederhana, aturan sistem insentif haruslah ringkas, jelas, dan dapat dimengerti.
b. Spesifik, para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang diharapkan
supaya mereka kerjakan.
c. Dapat dicapai, setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk akal
untuk memperoleh sesuatu.
d. Dapat diukur, tujuan yang terukur merupakan landasan dimana rencana
insentif dibangun. Program bernilai rupiah merupakan pemborosan jika
pencapaian spesifik tidak dapat dikaitkan dengan uang dikeluarkan.
Menurut Dessler (1997), jenis rencana insentif secara umum adalah:
a. Program insentif individual memberikan pemasukan lebih dan di atas gaji
pokok kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja
individual spesifik. Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan
individual, atas prestasi yang belum diukur oleh standar, seperti 'mengakui jam
kerja yang lama yang digunakan karyawan tersebut bulan lalu'.

Universitas Sumatera Utara

b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana insentif individual namun


memberi upah lebih dan di atas gaji pokok kepada semua anggota tim ketika
kelompok atau tim secara kolektif mencapai sate standar yang khusus kinerja,
produktivitas atau perilaku sehubungan dengan kerja lainnya.
c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif di seluruh
organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian (share) dari laba
organisasi dalam satu periode khusus.
d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah di seluruh
organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas
perbaikan dalam produktivitas organisasi.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Insentif
Handoko (1996) menyatakan bahwa ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi pemberian insentif yaitu:
a. Penawaran dan permintaan tenaga kerja
Untuk jabatan yang mempunyai tingkat permintaan hanya berjumlah sedikit
maka insentif cenderung rendah. Sedangkan untuk tenaga kerja langka dimana
penawaran hanya berjumlah sedikit, maka insentif cenderung tinggi.
b. Serikat pekerja
Tingkat insentif juga dipengaruhi oleh ada tidaknya serikat pekerja serta
kekuatan pengaruhnya. Tingkat insentif akan meningkat bila pengaruhnya
cukup kuat.
c. Kesediaaan perusahaan untuk membayar
Tinggi rendahnya insentif yang diberikan bergantung pada kemampuan
perusahaan dalam segi keuangannya, karena insentif akan meningkatkan beban

Universitas Sumatera Utara

perusahaan.
d. Prestasi karyawan
Tingkat insentif yang diterima oleh seseorang juga dipengaruhi oleh prestasi
orang tersebut dalam pekerjaannya. Tingginya prestasi akan meningkatkan
tingkat insentif yang diterimanya.
Insentif merupakan salah satu jenis penghargaan yang dikaitkan dengan
prestasi kerja. Menurut Long (1998) insentif merupakan bagian dari upah
berdasarkan kinerja (performance pay) yang diberikan dalam bentuk uang dan
ditetapkan berdasarkan prestasi. Semakin tinggi prestasi kerjanya, semakin besar
pula insentif yang diberikan. Menurut Agency Theory (Jensen dan Meckling, 1976
dalam Ruky, 2002) insentif digunakan untuk mendorong karyawan dalam
memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Apabila insentif yang diterima
tidak dikaitkan dengan prestasi kerja, tetapi bersifat pribadi, maka karyawan akan
merasakan adanya ketidakadilan. Dengan adanya ketidakadilan tersebut akan
mengakibatkan ketidakpuasan yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku.
Konsep tentang insentif telah diperkenalkan oleh Frederick Taylor pada
akhir tahun 1800, bahwa yang dinamakan insentif adalah kompensasi yang
mengaitkan gaji dengan produktivitas (dalam Ruky : 2002). Insentif merupakan
penghargaan dalam bentuk finansial yang diberikan kepada mereka yang dapat
bekerja melampui standar yang telah ditentukan.
Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan
rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan standar produktivitas karyawan. Karyawan yang bekerja

Universitas Sumatera Utara

dibawah sistem insentif berarti prestasi kerja mereka menentukan baik secara
keseluruhan atau sebagian penghasilan mereka (Handoko, 2001).
2.2.4. Pengertian Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya, (Dharma 1996)
Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan pada
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu penyelesaian, (Hasibuan,
2005)
Prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai seorang tenaga kerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya, (Sastro Hadiwirya,
2002)
2.2.5. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin

kerja

adalah

sikap

dan

tingkah

laku

seseorang

yang

mencerminkan tingkat kepatuhan dan ketaatannya pada berbagai ketentuan yang


berlaku dan tindakan korektif terhadap pelanggaran atas ketentuan yang telah
ditetapkan, (Siagian, 2003)
Disiplin kerja adalah seetiap perseorangan atau kelompok yang menjamin
adanya kepatuhan terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu
tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah, (Heidjrachman dan
Husnan, 2002)

Universitas Sumatera Utara

2.3. Teori tentang Perputaran Karyawan


2.3.1. Pengertian dan Jenis-jenis Perputaran Karyawan
Dalam setiap kegiatannya, perusahaan menggunakan sumber daya
manusia untuk mengelola setiap aktivitas perusahaan.

Sebagai mahluk hidup,

sumber daya manusia (karyawan) memiliki keterbatasan kemampuan, baik fisik


maupun non fisik. Adanya keterbatasan kemampuan tersebut menyebabkan
karyawan memiliki batas lama kerja pada perusahaan sehingga pada suatu saat,
karyawan tersebut pasti meninggalkan perusahaan.

Perusahaan senantiasa

berusaha agar proses produksinya berjalan sebagaimana mestinya, sehingga


apabila ada karyawan yang meninggalkan perusahaan, maka pihak manajemen
akan berusaha untuk menutupi kekurangan karyawan tersebut, melalui rekrutmen.
Menurut Ranupandojo dan Husnan (2001), perputaran (turnover)
karyawan diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar
perusahaan.

Perputaran karyawan merupakan petunjuk kestabilan karyawan,

dimana semakin tinggi turnover, berarti semakin sering terjadi pergantian


karyawan.
Selanjutnya Flippo (2001) menyebutkan bahwa pergantian tenaga kerja
merujuk pada perpindahan karyawan ke dalam dan keluar dari suatu organisasi,
dan perpindahan tersebut adalah suatu indeks stabilitas tenaga kerja.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perputaran
karyawan adalah aliran perpindahan atau pemberhentian dan penerimaan
karyawan dalam suatu perusahaan. Perputaran karyawan menunjukkan stabilitas
kerja dalam perusahaan. Perputaran karyawan (labour turnover) dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut (Hasibuan, 2005) :

Universitas Sumatera Utara

karyawan (yang keluar + yang masuk)


Turnover =

x 100 %
karyawan (awal tahun + akhir tahun)

Semakin tinggi angka turnover, berarti bahwa stabilitas kerja dalam perusahaan
semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah angka turnover, stabilitas kerja
dalam perusahaan semakin tinggi. Dengan demikian, perusahaan selalu berusaha
untuk menekan angka turnover agar stabilitas kerja dalam perusahaan tetap
terjaga sesuai dengan ketentuan.
Menurut Lee-Ross (1999) perputaran karyawan dibagi menjadi perputaran
karyawan yang sukarela dan tidak sukarela, fungsional dan tidak fungsional, serta
bisa dihindari dan tidak bisa dihindari.
a.

Sukarela dan Tidak Sukarela


Perputaran karyawan sukarela adalah perputaran karyawan yang terjadi alas
kemauan karyawan sendiri, sedangkan perputaran karyawan tidak sukarela
adalah perputaran karyawan yang terjadi bukan alas kemauan karyawan
sendiri (diberhentikan oleh perusahaan).

b.

Fungsional dan Tidak Fungsional


Perputaran karyawan fungsional terjadi bila karyawan dengan performa yang
tidak memenuhi harapan perusahaan keluar, sedangkan perputaran karyawan
fungsional terjadi bila karyawan dengan performa yang memenuhi harapan
perusahaan keluar.

c.

Bisa Dihindari dan Tidak Bisa Dihindari


Perputaran karyawan yang tidak bisa dihindari terjadi ketika karyawan keluar
karena alasan-alasan yang berhubungan dengan pekerjaan. misalnya masalah
gap, kondisi kerja, atau masalah dengan atasan dan sebagainya, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

perputaran karyawan yang bisa dihindari terjadi ketika karyawan keluar


karena alasan-alasan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, misalnya
seseorang harus pindah keluar kota karena mengikuti suami (Lee-Ross,
1999).
2.3.2. Faktor-faktor Penyebab Perputaran Karyawan
Menurut Griffeth dan Gaertner (2001), penyebab perputaran karyawan
yang terjadi di industri-industri secara umum, yaitu:
1.

Kependudukan dan karakter individu:


a. Wanita cenderung untuk lebih setia daripada laki-laki dalam bekerja pada
suatu perusahaan.
b. Karyawan dengan kewajiban keluarga yang lebih besar cenderung lebih
jarang keluar dari suatu perusahaan.
c. Karyawan yang lebih tua dan punya jabatan yang lebih balk lebih jarang
keluar dari suatu perusahaan.

2.

Kepuasan kerja:
a. Karyawan yang tidak puas memiliki kemungkinan keluar atau berhenti
dari pekerjaannya daripada karyawan yang puas.
b. Hubungan antara ketidakpuasan kerja dengan berhentinya karyawan
adalah lebih kuat pada saat tingkat pengangguran rendah, tetapi melemah
pada saat sebaliknya atau tingkat kesempatan kerja rendah.
c. Karyawan dengan harapan-harapan tertentu tentang pekerjaannya lebih
sering berhenti bekerja pada waktu harapan-harapan mereka tidak
terpenuhi, dibandingkan dengan karyawan yang harapan-harapannya
terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara

3.

Organisasi dan lingkungan kerja


a. Ketidakpuasan terhadap pembayaran (tidak termasuk benefit) tidak
berhubungan dengan perputaran karyawan.
b. Tingkat keadilan dari kompensasi memiliki korelasi yang sangat rendah
dengan tingkat perputaran karyawan.
c. Organisasi dengan sistem hirarki yang kaku mengakibatkan karyawan
cenderung lebih mudah keluar dibanding dengan sistem organisasi
participative management.
d. Persepsi

yang

luas

tentang

peranan seseorang

dalam organisasi

mengurangi perputaran karyawan .


e. Sentralisasi dalam organisasi mempengaruhi perputaran karyawan.
f. Kepuasan tentang promosi mengurangi perputaran karyawan. Peluangpeluang yang jelas dan transparan mengurangi perputaran karyawan.
i. Promosi secara nyata mempengaruhi perputaran karyawan.
4.

Kejelasan tugas-tugas dalam pekerjaan dan motivasi-motivasi khusus


a. Karyawan dengan pekerjaan yang lebih kompleks, dengan tantangan
tertentu dalam pekerjaan memiliki tingkat perputaran karyawan yang lebih
rendah.
b. Karyawan dengan pekerjaan-pekerjaan rutin lebih mudah keluar.
c. Stres kerja mendorong perputaran karyawan
d. Motivasi dari dalam mengurangi perputaran karyawan.
e. Karyawan yang merasa dilibatkan dalam pekerjaannya cenderung untuk
memiliki tingkat perputaran karyawan yang lebih rendah.
f. Profesionalisme tidak mempengaruhi perputaran karyawan.

Universitas Sumatera Utara

g. Karyawan yang mempunyai wewenang untuk mengatur (managerial


motivation) memiliki tingkat perputaran karyawan yang lebih rendah.
5.

Lingkungan eksternal
Adanya tawaran dan tersedianya pekerjaan lain yang lebih menarik memiliki
pengaruh terhadap perputaran karyawan.

6.

Motivasi-motivasi pengunduran diri


a.

Karyawan yang aktif mencari peluang kerja yang lebih balk di tempat
lain memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk keluar.

b.

Karyawan akan keluar apabila merasa hal tersebut bisa memberi


keuntungan tertentu.

7.

Ketidakhadiran, keterlambatan dan performa kerja


a. Ketidakhadiran dan keterlambatan memiliki hubungan yang kuat terhadap
tingkat perputaran karyawan.
b. Karyawan dengan performa kerja yang buruk memiliki kecenderungan
keluar lebih besar.
Menurut Bell dan Winters (1993), bahwa perputaran karyawan pada

hospitality industry disebabkan oleh lebih banyaknya kesempatan yang


memudahkan karyawan untuk berpindah tempat yang dianggap dapat memberikan
kondisi kerja yang lebih baik.
Adapun variabel-variabel khusus yang mempengaruhi tingkat perputaran
karyawan menurut Iverson dan Deery (1997) adalah:
1. Variabel struktural yang berhubungan dengan kepuasan kerja, tekanan
kerja, keambiguan peran, konflik peran serta pekerjaan yang terlalu
membebani. Kompensasi juga berdampak terhadap kepuasan kerja, selain

Universitas Sumatera Utara

itu keamanan kerja, peluang promosi dan pengembangan karir juga


berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
2. Variabel Pre-entry yaitu variabel yang terdiri dari kepribadiankepribadian
yang positif, misalnya kecenderungan untuk bahagia dan kepribadiankepribadian yang negatif misalnya kecenderungan untuk merasa tidak
nyaman.
3. Variabel lingkungan yang berkaitan dengan kesempatan kerja yang mana
memiliki efek negatif terhadap kepuasan kerja dan memiliki efek positif
terhadap kemauan untuk keluar.
4. Variabel union. karyawan yang menjadi anggota serikat pekerja cenderung
untuk lebih mudah keluar apabila merasa tuntutanmya tidak terpenuhi.
5. Orientasi karyawan, berkaitan dengan kepuasan kerja, komitmen terhadap
organisasi, dan pencarian kerja. Kepuasan kerja akan mempengaruhi
komitmen karyawan terhadap organisasi tersebut. Hal ini mengakibatkan
keinginan karyawan untuk mencari pekerjaan lain berkurang (Lee-Ross,
1999).
Menurut Woods dan Macaulay dalam Gustafson (2002), ada delapan
alasan utama yang menyebabkan tingkat perputaran karyawan pada industri
secara umum, yaitu:
a. Rendahnya pembayaran dan benefit
b. Kurangnya kualitas pengawasan
c. Komunikasi yang kurang efektif
d. Kondisi kerja yang kurang nyaman
e. Kurangnya kualitas rekan sekerja

Universitas Sumatera Utara

f. Ketidakcocokan dengan "budaya" perusahaan


g. Kurangnya definisi dan tanggung jawab yang jelas tentang pekerjaan h.
Pengarahan yang kurang jelas untuk hal yang harus dilakukan. Berdasarkan
suatu penelitian yang melibatkan 5000 general manager dari
industri perhotelan, Woods et al. (1998) menjelaskan bahwa ada lima faktor
internal yang dapat menyebabkan perputaran karyawan, yaitu:
a. Kompensasi
b. Masalah konuutikasi
c. Kurangnya kesempatan untuk berkarier
d. Kurangnya pengenalan yang balk terhadap pekerjaan
e. Adanya konflik dengan pihak manajemen.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai