PUSTAKA
2.1. Teori Tentang Lingkungan Kerja
2.1.1. Pengertian dan Jenis Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas
setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan
memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat
mempengaruhi emosi karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja
dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya,
melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif.
Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama
karyawan dan hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan fisik
tempat karyawan bekerja.
Menurut Supardi dalam Subroto, (2005) lingkungan kerja merupakan
keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik yang dapat
memberikan kesan yang menyenangkan, mengamankan, menentramkan, dan
betah kerja.
lingkungan kerja sebagai berikut: Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi drinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang diembankan.
Menurut
Sedarmayati
(dalam
Intanghina,
2008)
mendefinisikan
rekan kerja, bawahan maupun atasan karena kita saling membutuhkan. Hubungan
kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologi karyawan.
Komunikasi yang baik merupakan kunci untuk membangun hubungan
kerja. Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalah-pahaman karena gagal
menyampaikan pikiran dan perasaan satu sama lain. Komunikasi yang baik dapat
digunakan sebagai alat untuk memotivasi kerja karyawan dan membangun tim
kerja yang solid. Untuk membangun hubungan kerja yang baik, menurut
Mangkunegara (2003) diperlukan:
a. Pengaturan waktu
b. Tahu posisi diri
c. Adanya kecocokan
d. Menjaga keharmonisan
e. Pengendalian desakan dalam diri
f. Memahami dampak kata-kata atau tindakan pada diri orang lain.
g. Jangan mengatur orang lain sampai anda mampu mengatur diri sendiri.
h. Bersikap bijak dan bijaksana.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk membangunan hubungan kerja yang baik
diperlukan pengendalian emosional yang baik di tempat kerja.
Mangkunegara (2003) menyatakan bahwa untuk menciptakan hubungan
relasi yang harmonis dan efektif, pimpinan dan manajer perlu (1) meluangkan
waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosi karyawan dan bagaimana
mereka berhubungan dengan tim kerja, serta (2) menciptakan suasana
memperhatikan dan memotivasi kreativitas. Berdasarkan pernyataan ini dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan hubungan kerja dan pengendalian emosional di
tempat kerja sangat perlu untuk diperhatikan karena akan memberikan dampak
terhadap prestasi kerja karyawan. Hal ini disebabkan karena manusia bekerja
bukan sebagai mesin, manusia mempunyai perasaan untuk dihargai dan bukan
bekerja untuk uang saja.
Lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja karyawan melakukan
aktivitasnya. Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat kerja dan emosi
para karyawan. Faktor-faktor fisik ini mencakup suhu udara di tempat kerja, luas
ruang kerja, kebisingan, kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisik ini sangat
mempengaruhi tingkah laku manusia. Sarwono (1992) menyatakan bahwa
kadang-kadang peningkatan suhu menghasilkan kenaikan prestasi kerja, tetapi
kadang-kadang malah menurunkan. Menurut Bell, dkk dalam Sarwono (1992),
kenaikan suhu pada batas tertentu menimbulkan arousal yang merangsang
prestasi kerja, tetapi setelah melewati ambang batas tertentu, kenaikan suhu ini
sudah mulai mengganggu suhu tubuh yang mengakibatkan terganggunya pula
prestasi kerja. Lingkungan kerja fisik ini juga merupakan faktor penyebab stress
kerja karyawan yang berdampak pada kinerja karyawan.
Robbins (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja fisik adalah: suhu, kebisingan, penerangan, dan mutu udara.
Suhu adalah variabel dimana terdapat perbedaan individual yang besar. Dengan
demikian untuk memaksimalkan produktivitas, adalah penting bahwa karyawan
bekerja di suatu lingkungan dimana suhu di atur sedemikian rupa sehingga berada
diantara rentang kerja yang dapat diterima setiap individu.
Bukti dari telaah-telaah tentang kebisingan menunjukkan bahwa suarasuara yang konstan atau dapat diramalkan pada umumnya tidak menyebabkan
penurunan kinerja, sebaliknya efek dari suara-suara yang tidak dapat diramalkan
memberikan dampak negatif dan menganggu konsentrasi karyawan.
Bekerja pada ruangan yang gelap dan samar-samar akan menyebabkan
ketegangan pada mata. Intensitas cahaya yang tepat dapat membantu karyawan
dalam memperlancar aktivitas kerjanya. Tingkat yang tepat dari intensitas cahaya
juga tergantung pada usia karyawan. Pencapaian kinerja pada tingkat penerangan
yang lebih tinggi adalah lebih besar untuk karyawan yang lebih tua dibandingkan
yang lebih muda.
Mutu udara merupakan fakta yang tidak bisa diabaikan bahwa jika
menghirup udara yang tercemar membawa efek yang merugikan pada kesehatan
pribadi. Udara yang tercemar dapat mengganggu kesehatan pribadi karyawan.
Udara yang tercemar di lingkungan kerja dapat menyebabkan sakit kepala, mata
perih, kelelahan, lekas marah, dan depresi.
Faktor lain yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah rancangan
ruang kerja. Rancangan ruang kerja yang baik dapat menimbulkan kenyamanan
bagi karyawan di tempat kerjanya. Faktor-faktor dari rancangan ruang kerja
tersebut menurut Robbins (2002) terdiri atas: ukuran ruang kerja, pengaturan
ruang kerja, dan privasi.
Ruang kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Ruang kerja yang
sempit dan membuat karyawan sulit bergerak akan menghasilkan kinerja yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki ruang kerja yang
luas.
Jika ruang kerja merujuk pada besarnya ruangan per karyawan, pengaturan
merujuk pada jarak antara orang dan fasilitas. Pengaturan ruang kerja itu penting
karena sangat mempengaruhi interaksi sosial. Orang lebih mungkin berinteraksi
dengan individu-individu yang dekat secara fisik. Oleh karena itu lokasi kerja
karyawan mempengaruhi informasi yang ingin diketahui.
Privasi dipengaruhi oleh dinding, partisi, dan sekatan-sekatan fisik
lainnya. Kebanyakan karyawan menginginkan tingkat privasi yang besar dalam
pekerjaan mereka
(khususnya
dalam posisi
manajerial,
dimana privasi
demand.
Artinya: Insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Manusia
cenderung untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima
memberikan kepuasan terhadap apa yang diminta.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa insentif
diartikan sebagai bentuk pembayaran langsung yang didasarkan atau dikaitkan
langsung dengan kinerja. Sistem ini merupakan bentuk lain dari upah langsung di
luar gaji yang merupakan kompensasi tetap, yang disebut sistem kompensasi
berdasarkan kinerja (pay for petfortnance plan).
Menurut Panggabean (2002), fungsi utama dari insentif adalah untuk
memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin
bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan
produktivitas kerja individu maupun kelompok.
bayaran insentif ekstra, dan akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai
maksimal.
Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena
program tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan
baik, yaitu: motivasi yang meningkat menyebabkan melejitnya kinerja dan
pengakuan merupakan faktor utama dala motivasi. Sayangnya, banyak program
insentif yang dirancang secara tidak tepat, dan program tersebut akhirnya
tersendat-sendat.
Menurut Simamora (1997) program insentif yang baik harus memenuhi
beberapa aturan sebagai berikut:
a. Sederhana, aturan sistem insentif haruslah ringkas, jelas, dan dapat dimengerti.
b. Spesifik, para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang diharapkan
supaya mereka kerjakan.
c. Dapat dicapai, setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk akal
untuk memperoleh sesuatu.
d. Dapat diukur, tujuan yang terukur merupakan landasan dimana rencana
insentif dibangun. Program bernilai rupiah merupakan pemborosan jika
pencapaian spesifik tidak dapat dikaitkan dengan uang dikeluarkan.
Menurut Dessler (1997), jenis rencana insentif secara umum adalah:
a. Program insentif individual memberikan pemasukan lebih dan di atas gaji
pokok kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja
individual spesifik. Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan
individual, atas prestasi yang belum diukur oleh standar, seperti 'mengakui jam
kerja yang lama yang digunakan karyawan tersebut bulan lalu'.
perusahaan.
d. Prestasi karyawan
Tingkat insentif yang diterima oleh seseorang juga dipengaruhi oleh prestasi
orang tersebut dalam pekerjaannya. Tingginya prestasi akan meningkatkan
tingkat insentif yang diterimanya.
Insentif merupakan salah satu jenis penghargaan yang dikaitkan dengan
prestasi kerja. Menurut Long (1998) insentif merupakan bagian dari upah
berdasarkan kinerja (performance pay) yang diberikan dalam bentuk uang dan
ditetapkan berdasarkan prestasi. Semakin tinggi prestasi kerjanya, semakin besar
pula insentif yang diberikan. Menurut Agency Theory (Jensen dan Meckling, 1976
dalam Ruky, 2002) insentif digunakan untuk mendorong karyawan dalam
memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Apabila insentif yang diterima
tidak dikaitkan dengan prestasi kerja, tetapi bersifat pribadi, maka karyawan akan
merasakan adanya ketidakadilan. Dengan adanya ketidakadilan tersebut akan
mengakibatkan ketidakpuasan yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku.
Konsep tentang insentif telah diperkenalkan oleh Frederick Taylor pada
akhir tahun 1800, bahwa yang dinamakan insentif adalah kompensasi yang
mengaitkan gaji dengan produktivitas (dalam Ruky : 2002). Insentif merupakan
penghargaan dalam bentuk finansial yang diberikan kepada mereka yang dapat
bekerja melampui standar yang telah ditentukan.
Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan
rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan standar produktivitas karyawan. Karyawan yang bekerja
dibawah sistem insentif berarti prestasi kerja mereka menentukan baik secara
keseluruhan atau sebagian penghasilan mereka (Handoko, 2001).
2.2.4. Pengertian Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya, (Dharma 1996)
Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan pada
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu penyelesaian, (Hasibuan,
2005)
Prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai seorang tenaga kerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya, (Sastro Hadiwirya,
2002)
2.2.5. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin
kerja
adalah
sikap
dan
tingkah
laku
seseorang
yang
Perusahaan senantiasa
x 100 %
karyawan (awal tahun + akhir tahun)
Semakin tinggi angka turnover, berarti bahwa stabilitas kerja dalam perusahaan
semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah angka turnover, stabilitas kerja
dalam perusahaan semakin tinggi. Dengan demikian, perusahaan selalu berusaha
untuk menekan angka turnover agar stabilitas kerja dalam perusahaan tetap
terjaga sesuai dengan ketentuan.
Menurut Lee-Ross (1999) perputaran karyawan dibagi menjadi perputaran
karyawan yang sukarela dan tidak sukarela, fungsional dan tidak fungsional, serta
bisa dihindari dan tidak bisa dihindari.
a.
b.
c.
2.
Kepuasan kerja:
a. Karyawan yang tidak puas memiliki kemungkinan keluar atau berhenti
dari pekerjaannya daripada karyawan yang puas.
b. Hubungan antara ketidakpuasan kerja dengan berhentinya karyawan
adalah lebih kuat pada saat tingkat pengangguran rendah, tetapi melemah
pada saat sebaliknya atau tingkat kesempatan kerja rendah.
c. Karyawan dengan harapan-harapan tertentu tentang pekerjaannya lebih
sering berhenti bekerja pada waktu harapan-harapan mereka tidak
terpenuhi, dibandingkan dengan karyawan yang harapan-harapannya
terpenuhi.
3.
yang
luas
tentang
peranan seseorang
dalam organisasi
Lingkungan eksternal
Adanya tawaran dan tersedianya pekerjaan lain yang lebih menarik memiliki
pengaruh terhadap perputaran karyawan.
6.
Karyawan yang aktif mencari peluang kerja yang lebih balk di tempat
lain memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk keluar.
b.
7.