Anda di halaman 1dari 9

SINDROME KOMPARTEMEN

SINDROME KOMPARTEMEN

A.

Definisi

Syndrome kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan


tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial
yang tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan
oksigen jaringan.

Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan pembuluh
darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang
dibungkus oleh epimisium.

Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak


Berdasarkan letaknya komparteman terdiri dari beberapa macam, antara lain:

1. Anggota gerak atas

a. Lengan atas : Terdapat kompartemen anterior dan posterior

b. Lengan bawah : Terdapat tiga kompartemen,yaitu: flexor superficial, fleksor


profundus, dan ekstensor

2. Anggota gerak bawah

a. Tungkai atas: Terdapat tiga kompartemen, yaitu: anterior, medial, dan


posterior

b. Tungkai bawah

Terdapat empat kompartemen, yaitu: kompartemen anterior, lateral, posterior


superfisial, posterior profundus

Syndrome kompartemen yang paling sering terjadi adalah pada daerah tungkai
bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior
profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal)

B.

Etiologi

Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang


kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain:

1. Penurunan volume kompartemen

Kondisi ini disebabkan oleh:

Penutupan defek fascia

Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

2.

Peningkatan tekanan eksternal

Balutan yang terlalu ketat

Berbaring di atas lengan

3.

Gips

Peningkatan tekanan pada struktur komparteman

Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:

Pendarahan atau Trauma vaskuler

Peningkatan permeabilitas kapiler

Penggunaan otot yang berlebihan

Luka bakar

Operasi

Gigitan ular

Obstruksi vena

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,
dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak
bawah.

C.

Patofisiologi

Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal


yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler,
dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.

Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan


obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus
menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik
ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan
kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam
kompartemen.

Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat.


Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan
vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam
keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia
jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus,
yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.

Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu,
antara lain:

a.

b.

Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen

Theori of critical closing pressure.

Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan
mural arteriol yang tinggi. Tekanan
trans mural secara signifikan berbeda
( tekanan arteriol-tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara
patensi aliran darah. Bila tekanan tekanan jaringan meningkat atau tekanan
arteriol menurun maka tidak ada lagi
perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini
dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat
selanjutnya adalah arteriol akan menutup

c.

Tipisnya dinding vena

Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi
tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan
tetapi bila kemudian darah
mengalir secara kontinyu dari kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi
melebihi tekanan jaringan sehingga drainase vena terbentuk kembali

McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan


tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis
dengan sindrom kompartemen.

Patogenesis dari sindroma kompartemen) kronik telah digambarkan oleh Reneman.


Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan
sementara dalam tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat
meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia
berulang.

Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus
menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya
kenaikan tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien
akan mengalami kram otot. Kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian
bawah biasanya yang kena

D.

Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:

1.
Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena, ketika ada trauma langsung.
Nyeri merupakan gejala dini yang
paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya).
Otot yang tegang pada kompartemen
merupakan gejala yang spesifik dan sering.

2.

Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.

3.

Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )

4.

Parestesia (rasa kesemutan)

5.
Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi
bagian yang terkena kompartemen
sindrom.

Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas,


antara lain:

1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah
berlari atau beraktivitas selama 20
menit.

2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.

3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

E.

Penegakan Diagnosa

Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa


kompartemen syndrome dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen.
Pengukuran intra kompartemen ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar,
pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi
dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis
atau trauma saraf perifer.

Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia
relative ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolic. Tidak
ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastoli.

F.

Penanganan

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi


neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah
dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun
beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa
adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi

Penanganan kompartemen secara umum meliputi:

1.

Terapi Medikal/non bedah

Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk dugaan
sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:

a.
Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan
ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi
dihindari karena dapat
menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia

b.
Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan
pembalut kontriksi dilepas.

c.
Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat
menghambat perkembangan sindroma
kompartemen

d.

Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah

e.
Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol
dapat mengurangi tekanan
kompartemen.
Manitol mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler
yang
normal dan mereduksi sel
otot yang nekrosis melalui
kemampuan dari radikal bebas

2.

Terapi Bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30


mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan
memperbaiki perfusi otot.

Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan
diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi
terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka
segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah
6 jam.

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi
ganda.Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman
dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas
dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal.

G.

Komplikasi

Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera, akan


menimbulkan berbagai komplikasi antara lain:

1.

Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen

2.
Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh
terlambatnya penanganan sindrom
kompartemen sehingga timbul
deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada
lengan bawa
3.

Trauma vascular

4.

Gagal ginjal akut

5.

Sepsis

6.

Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

H.

Diagnosa keperawatan

1.

Nyeri akut bd agen injuri fisik/kimiawi

2.

Ketidakepektifan perfusi jaringan perifer bd gangguan aliran darah arteri

Anda mungkin juga menyukai