Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini, telah melahirkan pola pemikiran
baru yang turut berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Ketika mekanisme
pembayaran dituntut untuk selalu mengakomodir setiap kebutuhan masyarakat dalam hal
perpindahan dana secara cepat, aman dan efisien, maka inovasi-inovasi teknologi
pembayaran semakin bermunculan dengan sangat pesat. Memberikan jawaban dengan
berbagai fasilitas kemudahan dan semakin tiada batas. Bank Indonesia dituntut untuk
selalu memastikan bahwa setiap perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada
pada koridor ketentuan yang berlaku. Hal ini tentu saja demi kelancaran dan keamanan
jalannya kegiatan sistem pembayaran.
Berkaca pada kondisi tersebut, dan patut diingat bahwa perkembangan sistem
pembayaran tidak pernah terpisahkan dengan inovasi-inovasi infrastruktur teknologi,
maka perkembangan sistem pembayaran di Indonesia saat ini mengarah pada upaya
penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem dengan bertopang pada kemajuan
teknologi informasi. Industri pembayaran baik yang melibatkan bank maupun lembaga
selain bank berlomba-lomba melakukan pengembangan sistem pembayarannya. Bahkan
saat ini peranan lembaga selain bank (LSB) di dalam penyelenggaraan sistem
pembayaran semakin nyata dengan semakin banyaknya LSB yang melakukan kerjasama
dengan perbankan baik sebagai penyedia jaringan dan tidak menutup kemungkinan
sebagai penerbit dari instrumen-instrumen pembayaran tersebut.
Berdasarkan perkembangan perekonomian dan kemajuan masyarakat terutama di
bidang perdagangan, uang sebagai alat pembayaran dirasakan mempunyai kelemahan
dalam menyelesaikan transaksi-transaksinya, terutama untuk transaksi dalam jumlah
yang besar. Penyelesaian transaksi dengan membawa sejumlah uang yang besar selain
tidak praktis, juga dapat menimbulkan risiko-risiko tertentu.

Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain:


1. Sulitnya pengangkutan uang tunai dari Negara yang satu ke Negara yang lain.
2. Mahalnya biaya pengangkutan uang tunai, karena bahannya yang berat.
3. Adanya risiko pengangkutan uang dan perampokan sebagai akibat situasi yang
belum sepenuhnya aman.
Untuk mengatasi keadaan tersebut di atas, maka dicarilah jenis alat pembayaran
baru selain mata uang. Alat pembayaran yang dimaksud adalah dengan mempergunakan
surat-surat atau akta-akta lain yang bernilai uang. Surat-surat atau akta-akta yang bernilai
uang ini disebut surat perniagaan (handelspapieren). Menurut data di Bank Indonesia,
transaksi nontunai di Indonesia masih sangat rendah. Padahal Gerakan Nasional NonTunai sendiri sudah dicanangkan sejak 14 Agustus 2014. Sementara, kenyataannya, uang
tunai masih mendominasi transaksi ritel. Padahal, menurut perhitungan pemerintah,
transaksi uang tunai memiliki banyak kelemahan. Oleh karena itu, pemerintah terus
memperbaiki layanan transaksi nontunai untuk memudahkan masyarakat menggunakan
transaksi nontunai. Program-program yang digalakan pemerintah di antaranya kewajiban
penggunaan uang elektronik untuk transportasi umum seperti Transjakarta dan KCJ. Ada
juga program bantuan pemerintah secara nontunai seperti BSM, PKH, dan BPJS.
Lembaga pemerintah juga menggunakan pembayaran nontunai untuk PNBP (Pendapatan
Negara Bukan Pajak).
Selain program-program tersebut, pemerintah juga terus melakukan upaya dengan
memperbaiki fasilitas infrastruktur untuk memperlancar layanan nontunai. Pemerintah
melakukan peningkatan instrumen dan infrastruktur berupa standardisasi instrument dan
infrastruktur, interkoneksi pinsipal ATM/Debit. Serta kewajinan peningkatan keamanan
chip, PIN, OTP, PCI-DSS. Pemerintah juga melakukan upaya ke depan berupa dorongan
agar kartu dari berbagai penerbit dapat diterima/dibaca oleh penerbit lain.
Dikembangkannya standar nontunai. Dilakukan koordinasi untuk penyediaan sarana
pendukung seperti mesin ATM, mesin EDC, dll. Dilakukannya edukasi dan sosialisasi
kepada masyarakat secara luas melalui media cetak dan elektronik.
Masyarakat pun dihadapkan pada berbagai macam pilihan instrumen pembayaran.
Uang tunai tetap menjadi primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran. Namun

instrumen pembayaran berbasis kertas paper based dan juga card based serta electronic
based juga tak kalah menariknya dan semakin menjadi pilihan bagi masyarakat dalam
melakukan transaksi. Tren pergeseran dari penggunaan paper based instrument seperti
cek dan bilyet giro ke penggunaan card based dan electronic based instrument terlihat
dari semakin terbiasanya masyarakat menggunakan alat pembayaran seperti kartu kredit,
kartu ATM/Debet, transfer elektronik melalui kliring dan Real Time Gross Settlement
(RTGS), Scripless Securities Settlement System (SSSS), uang elektronik baik yang
berbentuk kartu(card based) maupun server based, pembayaran melalui saluran internet
banking mobile payment dan fitur-fitur turunan lainnya. Walaupun tak dapat dipungkiri,
ada segmen masyarakat tertentu yang masih atau lebih nyaman menggunakan cek/Bilyet
Giro (BG).
Berbagai kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran non tunai ditempuh
Bank Indonesia dengan tetap terfokus pada empat aspek utama, yaitu peningkatan
keamanan, efisiensi, perluasan akses dalam sistem pembayaran dengan tetap
memperhatikan perlindungan konsumen, sehingga cashless society seperti yang
diharapkan dapat tercapai. Transaksi non tunai yang merupakan bagian dari sistem
pembayaran seperti Alat Pembayaran Melalui Kartu (APMK) berupa kartu kredit, kartu
debet, kartu debet+ATM, serta e-money saat ini mulai cukup marak penggunaannya dan
memberi banyak kemudahan bagi masyarakat. Perbankan pun juga terus memberikan
fasilitas untuk memudahkan nasabahnya melakukan berbagai transaksi harian seperti
pemasangan Electronic Data Capture (EDC) yang terus ditambah setiap tahunnya.
Di Indonesia, jumlah pemegang Alat pembayaran Melalui Kartu terus mengalami
peningkatan, hingga pada bulan Juli 2013 telah mencapai 97,7 juta kartu (Laporan
Tahunan Bank Indonesia, 2013). Total transaksi menggunakan kartu kredit pada bulan
Mei 2013 Rp 88,48 triliun. Sedangkan jumlah kartu ATM/Debet mencapai sebanyak 82,
38 juta dan e-money 25,65 juta instrumen. Hingga saat ini, pengguna APMK dan emoney terkonsentrasi di kota-kota besar dipulau Jawa, Sumatra, Bali, serta sebagian
Sulawesi dan Kalimantan dengan pemakaian yang masih didominasi oleh pembelanjaan,
diikuti pembayaran tagihan dan penarikan tunai, serta pembelian tiket transportasi.

Anda mungkin juga menyukai