penyebab paling umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir
mungkin juga hasil dari infeksi, kanker atau jaringan parut internal. Parut dapat
memblokir saluran empedu, yang dapat mengakibatkan kegagalan hati (Richard,
2002).
Kriteria Kolestasis
Kriteria
Warna tinja
-
pucat
Ekstrahepatik
Intrahepatik
79 %
26%
21%
- kuning
Berat lahir (g)
3226 45
Usia saat tinja dempul 16 1,5
74%
(hari)
Gambaran hati
2 minggu
1 bulan
13 %
47 %
12
35
63
47
24
- Normal
2678 65
30 2
- Hepatomegali
- Konsistensi normal
- Konsistensi padat
- Konsistensi keras
Sumber: Behrman (1999)
4. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu
sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu
adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana
permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal
(kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi
sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme
dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Salah
satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi
(bilirubin indirek).
Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh
transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang
mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam
empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap
aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam
empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana
aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu
menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti
inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada
transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi
terkonjugasi (Areif, 2010).
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
a. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari
hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan
lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
b. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan
gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan
terganggu.
c. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi
serum protein albumin-globulin akan menurun.
d. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan
kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA
reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer
sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas
hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi
produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
e. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila
kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu
mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
f. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir
dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya
akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis.
Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
g. Mekanisme kerusakan hati sekunder
Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati
melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan
kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan
terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti Na +, K+-ATPase,
Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu,
sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu.Sistem
transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan
dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran
utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.
i. Proses imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada
permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga
menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya
akan terjadi sirosis bilier (Nazer, 2010)
5. KLASIFIKASI
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
a.
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis
intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier
ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti
sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.
10. PENANGANAN
Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam
usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam
penatalaksanaannya, yaitu:
1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu
2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis
3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal
yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan
5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat
mengganggu/merusak hepar
Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu:
1. Tindakan medis
a. Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy
cholic acid (UDCA).
b. Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain
triglyceride) karena malabsorbsi lemak.
c. Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)
2. Tindakan bedah
Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran empedu
yang ada. Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure) diperlukan untuk
mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus halus langsung
dari hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat gambar di bawah). Untuk
mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini dianjurkan untuk dilakukan
sesegera mungkin, diupayakan sebelum anak berumur 90 hari. Perlu diketahui bahwa
operasi Kasai bukanlah tatalaksana definitif dari atresia biliaris, namun setidaknya
tindakan ini dapat memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju
kerusakan hati (Nezer, 2010).
3. Terapi suportif
a. Asam ursodeoksikolat 10-20 mg/kg dalam 2-3 dosis
b. Kebutuhan kalori mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal dan mengandung
lemak rantai sedang (Medium chain trigliseride-MCT), misalnya panenteral,
progrestimil
c. Vitamin yang larut dalam lemak
1) A : 5000-25.000 IU
2) D : calcitriol 0,05-0,2 ug/kg/hari
3) E : 25-200 IU/kk/hari
4) K1 : 2,5-5 mg : 2-7 x/ minggu
d. Mineral dan trace element : Ca, P, Mn, Zn, Se,Fe
e. Terapi komplikasi lain: misalnya hiperlipidemia/xantelasma: Obat HMG-coA
reductase inhibitor contohnya kolestipol, simvastatin
f. Pruritus :
1) Atihistamin : difenhidramin 5-10 mg/kg/hati, hidroksisin 2-5 mg/kg/hati
Rifampisin : 10 mg/kg/hari
2) Kolestiramin : 0,25-0,5g/kg/hari
11. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
a. Komplikasi
Komplikasi
yang
dapat
terjadi
dari
kolestasis
neonatus
ini
adalah
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ada tanda-tanda infeksi dahulu pada ibu, apakah ibu pernah
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya bayi masuk rumah sakit dengan keluhan tubuh bayi berwarna
kuning dan ada rasa gatal-gatal dari tubuh bayi.
3) Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik.
e. Pengkajian fisik
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan anggota keluarga,
kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi
keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain. Pengkajian secara umum dilakukan
dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tandatanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, eksteremitas, dan genita-urinaria.
1) Inspeksi
- Lihat keadaan klien apakah kurus, ada edema pada muka atau kaki
- Lihat warna rambut, kering dan mudah dicabut
- Mata cekung dan pucat
- Lihat warna kulit pasien ada warna kuning atau tidak
- Lihat seluruh tubuh pasien ada bekas garukan karena gatal-gatal atau tidak
2) Auskultasi
- Dengar denyut jantung apakah terdengar bunyi S1, S2, S3 serta S4
- Dengarkan bunyi peristaltik usus
- Dengarkan bunyi paru paru terutama weezing dan ronchi
3) Perkusi
- Perut apakah terdengar adanya shitting duilnees
- Bagaimana bunyinya pada waktu melakukan perkusi
4) Palpasi
- Hati: bagaimana konsistensinya, kenyal, licin dan tajam pada permukaannya,
berapa besarnya dan apakah ada nyeri tekan
Intervensi :
Nutrition therapy
1. Mengindikasikan pemberian terapi nutrisi parenteral (NGT).
Rasional : Membantu pemenuhan asupan nutrisi yang adekuat.
2. Monitor makanan/cairan yang dimakan dan hitung asupan kalori tiap hari dengan
tepat.
Rasional : Mengetahui perkembangan makan/minum klien sesuai kebutuhan.
3. Monitor ketepatan diet order yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi klien.
Rasional : Mencegah klien mendapat asupan yang tidak sesuai dengan prosedur.
4. Jaga kebersihan mulut.
Rasional : Menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional :Untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan klien
Fluid/ electrolyte management
1. Monitor abnormal serum elektrolit klien.
Rasional : Membantu memberikan terapi yang tepat sesuai kebutuhan.
klien.
lebih lanjut.
3. Jaga tempat tidur agar tetap bersih, kering, dan bebas lipatan.
Rasional : Mengurangi terjadi gesekan kulit dan bed yang dapat memperberat rasa
gatal.
4. Sarankan pasien menggunakan pakaian yang tidak terlalu ketat dan menyerap
kering.
Rasional : Pakaian ketat dapat menimbulkan gesekan sedangkan pakaian menyerap
keringat dapat menurunkan risiko meningkatnya kelembaban
kulit yang
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.
Anonym.
2010.
available
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/bileductdiseases.html(Diakses
Januari 2010).
2010.
available
at
://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000215.htm(Diakses
januari 2010).
tanggal
at
8
http:
tanggal
8
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.
Mansjoer A. et al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Jakarta: Media
Aesculapius, FKUI.
Nazer, Hisham. 2010. Kolestasis. available at http://emedicine.medscape.com/article/927624overview (Diakses tanggal 8 januari 2010).
Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan. Kuliah Ilmu
Bedah, hal 71 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Richard S. Snell. 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 266. Jakarta: EGC.
Sherlock. S, Dooley J. 1993. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. Ed. Blackwell
Scientific Publication: London.