Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

KONJUNGTIVITIS VERNAL ODS

Disusun oleh :
Richard Leonardo (11.2013.153)
Diajukan kepada :
dr.Nanda Lessi , Sp.M

ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA
RSUD CIAWI
PERIODE 10 AGUSTUS 12 SEPTEMBER
2015

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

Konjungtivitis Vernal
Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik
di bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD CIAWI
Telah disetujui dan dipresentasikan
pada tanggal: 31 Agustus 2015
Disusun oleh :
Richard Leonardo (11.2013.153)
Mengetahui
Dokter Pembimbing,

dr. Nanda Lessi , Sp.M

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karunia-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Konjungtivitis vernal ODS dengan baik. Penulisan laporan kasus ini merupakan
salah satu syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di bagian Ilmu Penyakit
Mata RSUD Ciawi. Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk
kepentingan pelayanan kesehatan, pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan
dengan sebaik-baiknya oleh berbagai pihak yang berkepentingan.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih
kepada:
1.

Dr. Nanda Lessi, Sp.M selaku dokter pembimbing yang telah


memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus ini

2.

Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu dalam


penyusunan laporan kasus ini
Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih
banyak dijumpai kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat
membangun dari para penelaah sangat diharapkan demi proses penyempurnaan
laporan kasus ini.

Jakarta,

Agustus 2015

Penulis

IDENTITAS

Nama
Umur
Agama
Pekerjaan
Alamat

: An. A
: 12 tahun
: Islam
: Siswa SD
: Jl. Muara Babakan RT/RW 4/10 Sindang Rasa, Bogor
Timur
Tanggal pemeriksaan : 29 Agustus 2015

ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 29 Agustus 2015 di Poli Mata

RSUD.Ciawi.
Keluhan utama

Keluhan tambahan : Gatal, berair, perih

: Kedua mata merah penglihatan normal sejak 1 minggu


yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Satu tahun sebelum masuk rumah sakit, mata kanan dan kiri pasien terasa
gatal. Keluhan disertai mata merah dan sering berair. Pasien sering mengeluh kedua
mata gatal terutama saat bermain di luar rumah, di tempat yang berdebu.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, kedua mata pasien menjadi merah
dengan penglihatan normal yang tidak kunjung mereda. Keluhan disertai rasa perih
dan rasa gatal pada kedua mata juga tidak menghilang. Saat kegiatan atau saat
istirahat dan bermain di sekolah, pasien sering mengucek matanya karena gatal yang
tidak menghilang. Ibu pasien mengatakan kegiatan di sekolah menjadi terganggu
sehingga ibu pasien membawa pasien ke rumah sakit. Pasien tidak ada riwayat
memakai kacamata atau lensa kontak. Demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan,
keluar secret kental di sangkal pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat alergi terhadap debu dan makanan seafood, riwayat
asma, alergi obat disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga, ibu pasien memiliki riwayat alergi yaitu alergi makanan seafood,
riwayat asma disangkal pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak Sakit Ringan

Ksadaran

: Compos Mentis

STATUS OPHTALMOLOGIS
KETERANGAN
OD
OS
1. Visus
20/25 F1, PH : 20/20 F1
20/40 F2, PH: 20/20 F1
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Eksoftalmus
- Endoftalmus
- Deviasi
- Gerakan bola mata
Baik ke segala arah
Baik ke segala arah
3. SUPRASILIA
- Warna
Hitam
Hitam
- Simetris
Normal
Normal
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema
- Nyeri tekan
- Ektropion
- Entropion
- Blefarospasme
- Trikiasis
- Sikatriks
- Punctum lacrimal
Terbuka
Terbuka
- Fissure palpebra
Normal
Normal
- Test anel
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA TARSAL, SUPERIOR, DAN INFERIOR
- Hiperemis
+
+
- Folikel
- Papil
+ Giant papil (Superior)
+ Giant papil (Superior)
- Sikatriks
- Hordeolum
- Kalazion
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret
- Injeksi konjungtiva
+
+
- Injeksi siliar
- Pendarahan
-

subkonjungtiva
Pterigium

7.
8.
9.
-

Pinguekula
Nevus pigmentosus
Kista Dermoid
SKLERA
Warna
Putih
Ikterik
Tidak
Nyeri tekan
KORNEA
Kejernihan
Jernih
Permukaan
Rata
Ukuran
12 mm
Sensibilitas
Baik
Infiltrate
Keratik presipitat
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arcus
Edema
Test Placido
Tidak dilakukan
BILIK MATA DEPAN
Kedalaman
Dalam

- Kejernihan
- Hifema
- Hipopion
- Efek Tyndall
10. IRIS
- Warna
- Kripte
- Sinekia
11. PUPIL
- Letak
- Bentuk
- Ukuran
- Refleks
Cahaya
-

Putih
Tidak
Jernih
Rata
12 mm
Baik
Tidak dilakukan
Dalam

Jernih
-

Jernih
-

Hitam
Jelas
-

Hitam
Jelas
-

Tengah
Bulat
3 mm
+

Tengah
Bulat
3 mm
+

Langsung
Refleks Cahaya Tidak +

Langsung
12. LENSA
- Kejernihan
- Letak
- Test Shadow
13. BADAN KACA

Jernih
Tengah
-

Jernih
Tengah
-

- Kejernihan
14. FUNDUS OKULI
PAPIL N II
- Batas
- Warna
- Ekskavasio
- Ratio Arteri : Vena

Jernih

Jernih

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

- C/D Ratio
RETINA
- Eksudat
- Pendarahan
- Sikatriks
- Ablasio
MAKULA LUTEA
- Refleks
15. PALPASI
- Nyeri tekan
- Massa tumor
- Tensi occuli
- Tonometri Schiotz

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N/ palpasi
Tidak dilakukan

N/palpasi
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Test konfontasi

RESUME
Anak A, usia 12 tahun datan ke poli mata RSUD Ciawi dengan keluhan
kedua mata merah dengan penglihatan normal sejak 1 minggu yang lalu. Rasa
gatal pada kedua mata terutama ditempat yang berdebu. Mata berair, dan
perih. Pada pemerikaan oftamologi didapat : Tajam penglihatan OD: 20/25 F1,
OS: 20/40 F2, CTS ODS : hiperemis, Giant papil, CTI ODS : hiperemis, CB
ODS: injeksi konjungiva

DIAGNOSIS KERJA
Konjungtivitis vernal ODS
Dasar diagnosis :
Dari anamnesa pasien suka bermain di tempat yang berdebu. Mata merah
dengan penglihatan normal, gatal dan berair. Dari pemeriksaan didapatkan

hiperemis pada konjungtiva tarsal superior dan inferior, ada injeksi


konjungtiva, terdapat giant papil di konjungtiva tarsal superior ODS.

DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis atopik
Giant Papillary conjungtivitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap (Eusinofil)

PENATALAKSAAN
Natrium chromoglycate 20 mg/ml ED 4 gtt 1 ODS
Edukasi

Menggunakan kacamata saat pergi atau bermain di luar rumah.


Kompres dingin di daerah mata
Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan tangan atau jari
tangan.

PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam

:
:
:

OD
ad bonam
ad bonam
Dubia ad bonam

OS
ad bonam
ad bonam
Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi


Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di
limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:1
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian
posterior palpebra dan bola mata)
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
dan menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum
orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (Duktus-duktus

kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior.) Kecuali di limbus (tempat


kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat
longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. Struktur epidermoid kecil semacam
daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan
merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.1
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi
hubungan dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk lekukanlekukan. Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan
pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata. Jika dilihat dari segi
histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus,
di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel
goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke
tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh
prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superfisial dan di
dekat limbus dapat mengandung pigmen.1
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial)dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di
beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2
atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus
bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan
fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini
menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa
tersusun longgar pada bola mata. Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan
Wolfring), yang struktur dan funginya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam
stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di
forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas. 1
Konjungtivitis Vernalis

Definisi
Merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral, atopi,
yang mengandung secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I.
Penyakit ini juga dikenal sebagai catarrh musim semi.1-6
Klasifikasi
Ada dua tipe konjugtivitis vernalis :
Bentuk Palpebra
Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior,
terdapat pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang
mukoid. Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat
disbanding bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan
bersegi banyak dengan permukaan uang rata dan dengan kapiler di tengahnya.3,6

Gambar no 1. Giant papil atau Coble stone1

Bentuk Limbal
Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik
gelatine. Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil
di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinofil.3,6

Gambar

no

2.

Trantas dot1
Patofisiologi
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang
interstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada
konjungtiva akan dijumpai hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan
diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan
jaringan ikat yang tidak terkendali.1
Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada
konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang
berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva
tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal,
oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada
konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik.1
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan
hipertofi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada
limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam
kualitas maupun kuantitas stem cells.1
Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam
kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang
ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara
papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan
infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.1

Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear serta limfosit makrofag.
Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial.
Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat
bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis.
Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup
menandai adanya abnormalitas jaringan.1
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,
hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel
radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler
mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada
pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil
bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dots yang terdapat di
daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi,
namun masih ada sel PMN dan limfosit.1
Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis vernalis ditegakan berdasarkan :
Gejala klinis
Keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala fotofobia,
berair dan rasa mengganjal pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada
konjungivitis ini disebabkan oleh hiperplasi jaringan konjungtiva di daerah tarsal,
daerah limbus atau keduanya. Selanjutnya gambaran yang tampak akan sesuai dengan
perkembangan penyakit yang memiliki bentuk yaitu palpebral ataupun bentuk limbal.
Bentuk palpebra hampir terbatas pada konjungtiva tarsalis superior dan
terdapat cobble stone. Ini banyak terjadi pada anak yang lebih besar. Cobble stone ini
dapat demikian berat sehingga timbul pseudoptosis.1,2,4,6
Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang
sedikit menonjol keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dots. Ini banyak terjadi
pada anak- anak yang lebih kecil. Penebalan konjungtiva palpebra superior akan
menghasilkan pseudomembran yang pekat dan lengket, yang mungkin bias
dilepaskan tanpa timbul perdarahan.1,2,4,6

Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna putih susu kental, lengket,


elastic dan fibrinous. Peningkatan sekresi mucus yang kental dan adanya peningkatan
jumlah asam hyaluronat, mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal ini
memberikan keluhan adanya sensasi seperti ada tali atau cacing pada matanya.1,2,4,6
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk
mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil
dan granula- granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula
basofilik bebas.1
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada umumnya tidak sulit, kecuali yang dihadapi penderita
dewasa muda, karena mungkin suatu konjungtivitis atopik. Kelainan mata pada
konjungtivitis atopik berupa kelopak mata yang tebal, likenisasi, konjungtiva
hiperemi dan kemosis disertai papil- papil di konjungtiva tarsalis inferior. Kadangkadang papil ini bias besar mirip cobble stone dan dapat dijumpai pada konjungtiva
tarsalis superior. Trantas dots juga bias dijumpai pada konjungtivitis atopik meskipun
tidak sesering pada konjungtivitis vernalis.1
Selain konjungtivitis atopik, perlu juga dipikirkan kemungkinan adanya Giant
Papillary conjungtivitis pada pemakaian lensa kontak, baik yang hard maupun yang
soft. Gejalanya mulai dengan gatal disertai banyak mucus serta timbulnya atau
ditemukannya papil raksasa di knjungtiva tarsalis superior. Kelainan ini dapat timbul
baik satu minggu sesudah pemakaian lensa kontak maupun setelah lama pemakaian.
Pada kelainan ini tidak ada pengaruh musim. Pemeriksaan sitologi hanya
menunjukkan sedikit eosinofil. Dengan dilepasnya kontak lens, gejala- gejalanya
akan berkurang.1
Konjungtivitis vernalis kadang- kadang perlu di diagnosis banding dengan
trachoma stadium II yang disertai folikel- folikel yang besar mirip cobble stone.1
Penatalaksanaan

Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi konjungtivitis vernalis


bertujuan untuk mengidentifikasi allergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau
menghindarinya. Untuk itu, anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tua
akan dapat membantu menggambarkan aktivitas dan lingkungan mana yang harus
dihindari. Dengan demikian, penatalaksanaan pada pasien ini akan terbagi dalam tiga
bentuk yang saling menunjang untuk dapat memberikan hasil yang optimal. Ketiga
bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : Tindakan umum, Terapi medikasi,
Pembedahan. 1,3,5,6
Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan- tindakan konsultatif yang membantu
mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis tersebut diatas.
Beberapa tindakan tersebut antara lain :
1.
2.

Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter


Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya

juga membawa serbuksari


3.
Menggunakan

kacamata

berpenutup

total

untuk

mengurangi kontak dengan allergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak


4.
5.

dihindari karena dapat membantu resistensi allergen.


Kompres dingin di daerah mata
Pengganti air mata (artificial). Selain bermanfaat untuk

cuci mata juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen.


6.
Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang
sering juga disebut climato-therapy. Cara ini memang kurang praktis, mengingat
tingginya biaya yang dibtuhkan. Namun, efektivitasnya yang cukup dramatis
patut diperhitungkan sebagai alternative bila keadaan memungkinkan
7.
Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan
tangan atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan
mekanis dari mediator- mediator sel mast.1

Terapi Medik

Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua
pasien tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu juga
dijelaskan mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul dari
pengobatan yang ada, terutama dalam pemakaian steroid. Salah satu factor
pertimbangan yang penting dalam mengambil langkah untuk memberikan obatobatan adalah eksudat yang kental dan lengket pada konjungtivitis vernalis ini, karena
merupakan indicator yang sensitive dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan
memainkan peran penting dalam timbulnya gejala.1,2
Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan
mukolitik seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada
kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat
ditoleransi daripada larutan 10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat
monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak
efektif sepenuhnya.1,2
Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan
konjungtivitis vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik.
Namun untuk pemakaian dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan
timbulnya resiko yang tidak diharapkan. Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias
diberikan steroid topical prednisolone fosfat 1%, 6- 8 kali sehari selama satu minggu.
Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai dosis terendah yang dibutuhkan
oleh pasien tersebut. Pada kasus yang lebih parah, bias juga digunakan steroid
sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolone fosfat atau deksametason fosfat 2- 3
tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan
dengan pemakaian preparat steroid adalah gnakan dosis serendah mungkin dan
sesingkat mungkin. Antihistamin, baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan
sebagai pilihan lain karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami
pasien. Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control yang
memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan
menangguhkan pemberian kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari
pemakaian antihistamin adalah efek samping yang menimbulkan kantuk. Pada anakanak, hal ini dapat juga mengganggu aktivitas sehari- hari.1,2

Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan


kemampuan

mencegah

sekresi

sitokin.

Sementara

olopatadine

merupakan

antihistamin yang berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.1,2


Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebaga
pengganti steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu
mengurangi kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai
stabilisator sel masi, mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada
reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel
maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium
kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan
histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.1
Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil
dalam konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang
spesifik terhadap konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis
hilang dalam 14 hari.1
Terapi pembedahan
Berbagai terapi pembedahan, krioterapi dan diatermi pada papil raksasa
konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan
terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala
bentuk pengobatan telah dicoba dan tidak memuaskan, maka metode dengan tandur
alih membrane mukosa pada kasus konjungtivitis vernalis tipe palpebra yang parah
perlu dipertimbangkan. Akhirnya perlu dipetekankan bahwa konjungtivitis vernalis
biasanya berlangsung selama 4- 6 tahun dan bisa sembuh sendiri apabila anak sudah
dewasa.1,2
Komplikasi
Kebanyakan konjungtivitis vernal dapat sembuh sendiri, namun apabila
konjungtivitis vernal tidak memperoleh penanganan yang adekuat maka dapat
menyebabkan komplikasi:
1. Keratokonjungtivitis vernalis
2.
Ulkus kornea

3.

Sikatrik.7

Prognosis
Prognosis pada kasus konjungtivitis vernal tergantung pada berat ringannya
gejala klinis yang dirasakan pasien, namun umumnya baik dan akan lebih baik
dengan pertambahan usia pasien.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas HS. Ilmu penyakit mata Edisi ke-3. Jakarta: FKUI;2009.h.133-6.
2. Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Keratokonjungtivitis Vernalis dalam
http://www.tempo.com.id/medika/042002.html
3. Al-Ghozie, M., Handbook of Ophthalmology : A Guide to Medical Examination,
FK UMY, Yogyakarta, 2002
4. Wijana, N. Konjungtiva dalam ilmu penyakit mata. Jakarta: EGC;1993.h.41-69.
5. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes oftalmologi. Edisi ke-9. Jakarta:
Erlangga;2005.h.65-6.
6. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya
Medika;2000.h.110-4.
7. Ilyas HS, dkk. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto;2002.h.108.

Anda mungkin juga menyukai