Anda di halaman 1dari 21

2.6.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

2.6.1.Gejala
Menurut Formula Digby, setiap simptom mempunyai nilai diagnostik dan berdasarkan
jumlah nilai dapat ditentukan karsinoma nasofaring.
Tabel 1. Formula Digby15
Gejala

Nilai

Massa terlihat pada nasofaring

25

Gejala khas di hidung

15

Gejala khas pendengaran

15

Sakit kepala unilateral atau bilateral

Gangguan neurologik syaraf otak

Eksopthalmus

Limfadenopati leher

25

Bila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapat
dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi
tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga
menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis15.
Universitas Sumatera Utara

2.6.2.Pemeriksaan Nasofaring
Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi posterior
(tidak langsung) dan nasofaringoskop (langsung) serta fibernasofaringoskopi15.

2.6.3.Radiologi
Digunakan untuk melihat massa tumor nasofaring dan melihat massa tumor yang
menginvasi pada jaringan sekitarnya dengan menggunakan :
1.Computed Tomografi (CT), dapat memperlihatkan penyebaran ke jaringan ikat lunak pada
nasofaring dan penyebaran ke ruang paranasofaring. Sensitif mendeteksi erosi tulang,
terutama pada dasar tengkorak.
2.Magnetic Resonance Imaging (MRI), menunjukkan kemampuan imaging yang multiplanar
dan lebih baik dibandingkan CT dalam membedakan tumor dari peradangan. MRI juga lebih
sensitif dalam mengevaluasi metastase pada retrofaringeal dan kelenjar limfe yang dalam.
MRI dapat mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang, dimana CT tidak dapat
mendeteksinya6.

2.6.4.Serologi
Pada tumor, DNA Ebstein Barr bersifat homogen dan klonal melalui pengulangan
skuensi. Ekspresi dari spesific viral messenger RNAs atau produk gen secara konsisten dapat
dideteksi pada seluruh sel tumor. Virus dapat dideteksi pada tumor dengan pemeriksaan insitu
hibridisasi dan tekhnik imunohistokimia. Dapat juga dideteksi dengan tekhnik PCR pada
material yang diperoleh dari
Universitas Sumatera Utara

asprasi biopsi jarum halus pada metastase kelenjar getah bening leher. Deteksi dari antibodi
Ig G ( yang dijumpai pada masa awal infeksi virus ) dan antibodi Ig A ( yang dijumpai pada
capsid viral antigen ) digunakan di Amerika Serikat untuk mendukung diagnosis karsinoma
nasfaring6,12. Virus Ebstein Barr dapat dijumpai pada undifferentiated carcinoma dan non
keratinizing squamous cell carcinoma13.

2.6.5.Pemeriksaan Patologi
2.6.5.1.Biopsi aspirasi jarum halus pada kelenjar getah bening servikalis
Sejumlah kasus karsinoma nasofaring diketahui berdasarkan pemeriksaan sitologi biopsi
aspirasi kelenjar getah bening servikalis15.

2.6.5.2.Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan dari mulut. Biopsi melalui
hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya ( blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan
melalui rongga hidung menyusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke
lateral dan dilakukan biopsi.
Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui
hidung dan ujung kateter yang berada di dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersamasama dengan ujung kateter yang dihidung. Demikian juga dengan kateter disebelahnya
sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah
nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai
nasofaringoskop yang
Universitas Sumatera Utara

dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring
umunya dilakukan dengan anestesi topikal dengan xylocain 10%16.
Pada kasus dengan tidak dijumpainya lesi secara makroskopis, maka harus dilakukan
biopsi yang multipel dari daerah dinding lateral, superior dan posterior pada pasien dengan
resiko tinggi karsinoma nasofaring5.

2.6. Gambaran Klinis

Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk
fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi
lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorak atau palatum, rongga
hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh
dapat mengenai tulang, paru-paru,mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul
tergantung pada daerah yang terkena1,2. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang
beragam, tetapi sekitar 10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas
yang nyeri merupakan gejala yang paling sering dijumpai 5,13. Gejala dini karsinoma
nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip dengan infeksi saluran nafas atas. Gejala klinik
pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala telinga. Ini terjadi karena tumor masih
terbatas pada mukosa nasofaring. Tumor tumbuhmula-mula di fossa rosenmuller di dinding
lateral nasofaring dan dapat meluas ke dinding belakang dan atap nasofaring, menyebabkan
permukaan mukosa meninggi. Permukaan tumor biasanya rapuh sehingga pada iritasi ringan
dapat tejadi perdarahan. Timbul keluhan pilek berulang dengan ingus yang bercampur
Universitas Sumatera Utara

darah. Kadang-kadang dapat dijumpai epistaksis. Tumor juga dapat menyumbat muara tuba
eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging kadangkadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini umumnya unilateral, dan
merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring. Sehingga bila timbul berulangulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma
nasofaring6,17. Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga
pada umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer telah
meluas ke organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah
bening servikal. Pada stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf otak

karena pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjar leher5,6,17. Tumor yang
meluas ke rongga tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup anterior saraf
otak yaitu syaraf otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering mengenai syaraf otak VI
( paresis abdusen) dengan keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah sisi yang
sakit. Penekanan pada syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi ( rasa tebal) pada pipi
dan wajah. Gejala klinik lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf penggerak mata
terkena. Nyeri kepala hebat timbul karena peningkatan tekanan intrakranial6,17.
Metastasis sel-sel tumor melalui kelenjar getah bening mengakibatkan timbulnya
pembesaran kelenjar getah bening bagian samping ( limfadenopati servikal). Selanjutnya selsel kanker dapat mengadakan infiltrasi menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya.
Kelenjar menjadi lekat pada otot dan
Universitas Sumatera Utara

sulit digerakkan. Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yang


dikeluhkan oleh pasien6,17.

2.7.Klasifikasi
Klasifikasi WHO tahun 1978 untuk karsinoma nasofaring (1) Keratinizing
squamous cell carcinoma ditandai dengan adanya keratin atau intercellular bridgeatau
keduanya. (2) Non keratinizing squamous cell carcinoma yang ditandai dengan batas sel yang
jelas (pavement cell pattern). (3) Undifferentiated carcinoma ditandai oleh pola pertumbuhan
syncitial, sel-sel poligonal berukuran besar atau sel dengan bentuk spindel,anak inti yang
menonjol dan stroma dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit1,2,3,4,. Sedangkan klasifikasi
WHO tahun 1991 membagi karsinoma nasofaring menjadi Keratinizing squamous cell
carcinoma,

Non

keratinizing

squamous

cell

carcinoma terdiri

atas differentiated danundifferentiated dan Basaloid Carcinoma5.

2.8.Makroskopis
Tumor dapat berupa massa yang menonjol pada mukosa dan memiliki permukaan halus,
berrnodul dengan atau tanpa ulserasi pada permukaan atau massa yang menggantung dan
infiltratif. Namun terkadang tidak dijumpai lesi pada nasofaring5.
Universitas Sumatera Utara

2.8. Mikroskopis
2.10.1. Sitologi
2.10.1.1. Sitologi Squamous Cell Carcinoma
Inti squamous cell carcinoma bentuknya lebih "spindel" dan lebih memanjang dengan
khromatin inti yang padat dan tersebar tidak merata. Pleomorfisme dari inti dan membran inti
lebih jelas. Selalu terlihat perbedaan (variasi) yang jelas dalam derajat khromasia di antara
inti yang berdampingan. Nukleoli bervariasi dalam besar dan jumlahnya. Sitoplasma lebih
padat, berwarna biru dan batas sel lebih mudah dikenal. Perbandingan inti, sitoplasma dan
nukleolus adalah inti lebih kecil. Keratinisasi merupakan indikasi yang paling dapat
dipercaya sebagai tanda adanya diferensiasi ke arah squamous cell. Bila keratisasi tidak
terlihat maka dijumpainya halo pada sitoplasma di sekitar inti dan kondensasi sitoplasma
pada bagian pinggir sel merupakan penuntun yang sangat menolong untuk mengenal lesi
tersebut sebagai squamous cell carcinoma18.
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. Squamous cell carcinoma, inti polimorfis, khromatin kasar, batas sel jelas, sitoplasma kebiruan
(Dikutip dari: Lubis M. ND. (2009). Peran IHC dan ICC dalam Pemeriksaan Sitologi dan Histopatologi
Karsinoma Nasopharyx. Simposium Telinga Hidung Tenggorok, Medan).

2.10.1.2. Sitologi Undifferentiated Carcinoma


Gambaran sitologi yang dapat dijumpai pada undifferentiated carcinomaberupa
kelompokan sel-sel berukuran besar yang tidak berdiferensiasi, inti yang membesar dan
khromatin pucat, terdapat anak inti yang besar, sitoplasma sedang, dijumpai latar
belakang sel-sel radang limfosit diantara sel-sel
epitel19,20,21.
Dijumpai gambaran mikroskopis yang sama dari aspirat yang berasal dari lesi primer dan
metastase pada kelenjar getah bening regional21.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Kelompokan sel-sel epitel undifferentiated,dengan latar belakang limfosit. Tampak sitoplasma yang
eosinofilik dan anak inti yang prominen (Dikutip dari: Orell, SR, Philips, J.
Fine-Needle Aspiration Cytology, Fourth Edition Elsevier, 2005).

2.10.2.Histopatologi
2.10.2.1. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Pada pemeriksaan histopatologi keratinizing squamous cell carcinomamemiliki kesamaan
bentuk dengan yang terdapat pada lokasi lainnya5,13.Dijumpai adanya diferensiasi dari sel
squamous dengan intercellular bridge atau keratinisasi2,6. Tumor tumbuh dalam
bentuk pulau-pulau yang dihubungkan dengan stroma yang desmoplastik dengan
infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel plasma, neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Selsel tumor berbentuk poligonal dan stratified. Batas antar sel jelas dan dipisahkan
oleh intercellular bridge. Sel-sel pada bagian tengah pulau menunjukkan sitoplasma
eosinofilik yang banyak mengindikasikan keratinisasi. Dijumpai adanya keratin pearls5.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 6. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical
Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).

2.10.2.2. Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma


Pada

pemeriksaan

carcinomamemperlihatkan

histopatologi non
gambaran

stratified

keratinizing
dan

squamous

cell

membentuk pulau-pulau2,12. Sel-

selmenunjukkan batas antar sel yang jelas dan terkadang dijumpai intercellular
bridge yang samar-samar. Dibandingkan dengan undifferentiated carcinomaukuran sel lebih
kecil, rasio inti sitoplasma lebih kecil, inti lebih hiperkhromatik dan anak inti tidak
menonjol5.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 7. Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical
Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).

2.10.2.3. Undifferentiated Carcinoma


Pada pemeriksaan undifferentiated carcinoma memperlihatkan gambaran sinsitial dengan
batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval dan vesikular, dijumpai anak inti. Selsel tumor sering tampak terlihat tumpang tindih6. Beberapa sel tumor dapat berbentuk
spindel. Dijumpai infiltrat sel radang dalam jumlah banyak, khususnya limfosit, sehingga
dikenal juga sebagai lymphoepithelioma. Dapat juga dijumpai sel-sel radang lain, seperti sel
plasma, eosinofil, epitheloid dan multinucleated giant cell (walaupun jarang)2,12.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 8. Undifferentiated Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume
one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).

Terdapat dua bentuk pola pertumbuhan tipe undifferentiated yaitu tipe


Regauds, yang terdiri dari kumpulan sel-sel epiteloid dengan batas yang jelas yang dikelilingi
oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfosit. Yang kedua tipe
Schmincke, sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan bercampur dengan sel-selradang.
Tipe ini sering dikacaukan dengan large cell malignant lymphoma2,12.

Gambar 9. Undifferentiated Carcinoma terdiri dari sel-selyang membentuk sarang-sarang padat ( Regaud
type). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition,
Philadelphia: Mosby, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 10.Undifferentiated Carcinoma terdiri sel-sel yang tumbuh membentuk gambaran syncytial yang difus
(Schmincke type). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition,
Philadelphia: Mosby, 2004).

Pemeriksaan yang teliti dari inti sel tumor dapat membedakan antara karsinoma
nasofaring dan large cell malignant lymphoma, dimana inti dari karsinoma nasofaring
memiliki gambaran vesikular, dengan pinggir inti yang rata dan berjumlah satu, dengan anak
inti yang jelas berwarna eosinophil. Inti dari malignant lymphoma biasanya pinggirnya lebih
iregular, khromatin kasar dan anak inti lebih kecil dan berwarna basofilik atau amphofilik.
Terkadangundifferentiated memiliki sel-sel dengan bentuk oval atau spindle12.

2.10.2.4. Basaloid Squamous Cell Carcinoma


Bentuk mikroskopis lain yang jarang dijumpai adalah basaloid squamous cell
carcinoma5,12. Tipe

ini

memiliki

dua

komponen

yaitu sel-sel basaloid

dan sel-

selsquamous. Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti hiperkhromatin dan tidak dijumpai
anak inti dan sitoplasma sedikit. Tumbuh dalam pola solid dengan konfigurasi lobular dan
pada beberapa kasus dijumpai adanya peripheral

Universitas Sumatera Utara

palisading. Komponen sel-sel squamous dapat in situ atau invasif. Batas antara
komponen basaloid dan squamous jelas5.

Gambar 11. Basaloid Squamous Cell Carcinoma pada nasofaring.Sel-sel basaloid menunjukkan festoonin
growth pattern, sel-sel basaloid berselang-seling dengan squamous differentiaton. (Dikutip dari: Barnes L.
Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003).

2.11.Staging Klinik

Penentuan stadium dilakukan berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union


Internationale Centre Cancer ) dan AJCC (Americant Joint Committe on Cancer). Untuk
karsinoma nasofaring pembagian TNM adalah sebagai berikut :

T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya T1 : Tumor terbatas pada
nasofaring
T2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau fossa nasal
T2a : Tanpa perluasan ke parafaring
T2b : Dengan perluasan ke parafaring
T3 : Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal
Universitas Sumatera Utara

T4 :Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai syaraf otak, fossa infratemporal,
hipofaring atau orbita

N menggambarkan keadaaan kelenjar limfe regional


N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm
N3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavikula

M menggambarkan metastase jauh


M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh

Berdasarkan TNM tersebut diatas, stadium penyakit dapat ditentukan : Stadium I : T1, N0,
M0

Stadium IIA : T2a, N0, M0


Stadium IIB : T1, N1, M0, T2a, N1, M0 atau T2B, N0-1, M0 Stadium III : T1-2, N2, M0 atau
T3, N0-2, M0
Stadium IVA: T4, N0-2, M0
Stadium IVB: Tiap T, N3, M0
StadiumIV C: Tiap T, Tiap N, M11,5,17
Universitas Sumatera Utara

2.12.Imunohistokimia
Marker untuk karsinoma nasofaring meliputi cytokeratin 5/6, 8, 13 dan 19, pancytokeratin
(EA1/EA3), p53, p63, epidermal growth factor receptor (EGFR), Vascular endothelial growth
factor (VEGF), EBV, proliferating cell nuclear antigen, Ki-67 dan c-erB2, Cathepsin
L2,5,11,12,22,23.

Gambar 12.Nonkeratinizing Squamous Cell Carcinoma, imunoreaktif terhadap pancytokeratin pada epitel
permukaan dan pada kelompokan sel pada stroma. (Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D.
Pathology and Genetic Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003).

Gambar 13. Nonkeratinizing Squamous Cell Carcinoma, imunoreaktif terhadap cytokertin dan biasanya
memberikan gambaran meshwork. (Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P.
Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003).
Universitas Sumatera Utara

Pada sebagian besar kasus karsinoma nasofaring imunoreaktif terhadap p63, marker untuk
sel basal yang secara normal mewarnai sel basal dan sel parabasal pada bagian bawah epitel
squamous5.

Gambar 14. Karsinoma nasofaring, baik bagian sel-sel karsinoma dan sel basal imunoreaktif terhadap p635.
(Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours.
Lyon: IARC Press, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Chua et al dan Leong et al menunjukkan ekspresi dari
EGFR meningkat pada karsinoma nasofaring. Dijumpai pada pada fase II pada penelitian dari
cetuximab yang dikombinasikan dengan carboplatin. Respon keseluruhan 17% dan parsial
respon atau penyakit yang stabil 66%. EGFR dapat menjadi target yang viabel untuk
penelitian selanjutnya12.
Vascular endothelial growth factor (VEGF) merupakan faktor angiogenik.
Guang-wu et al melaporkan bahwa VEGF diekspresikan pada 10% pada nasofaring normal,
40% pada pasien dengan tumor jinak nasofaring dan 80% pada karsinma nasofaring. Juga
dilaporkan bahwa ekspresi VEGF lebih tinggi pada pasien karsinoma nasofaring lanjut11.
EBV DNA merupakan marker untuk memonitor dan dan memprediksi hasil pengobatan
pada pasien karsinoma nasofaring lanjut. Pada tahun 2003, Lin et almelaporkan penelitian
pada 99 pasien dengan stadium III dan IV yang diterapi
Universitas Sumatera Utara

dengan kemoterapi neoadjuvan yang diikuti dengan radiasi. 94 pasien, termasuk seluruh
pasien dengan metastase, dijumpai EBV DNA pada plasma, dan tidak dijumpai EBV DNA
pada kontrol. Imunoterapi berdasarkan EBV latent membrane protein pada penelitian
sebelumnya11.

Gambar 15. Pewarnaan imunohistokimia untuk EBER pada nasopharyngeal carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J.
Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia:
Mosby, 2004).

Xu et al menyatakan karsinoma nasofaring positif terhadap pewarnaan dengan


cathepsin L. Cathepsin merupakan lysosomal hydrolase yang menghancurkan protein pada
lisosom pada pH asam, dan terdiri dari beberapa kelas, seperti cathepsin A, B, C, D, H, L.
Dari subtipe cathepsin ini, cathepsin L, yang juga diketahui berperan seperti MEP ( major
excreted protein), dilaporkan lebih poten dibandingkan kelas lain cathepsin dalam
menghancurkan komponen matrik ekstraselular. Cauhan et al, melaporkan kanker secara
umum mengekspresikan level cathepsin L yang tinggi dibandingkan dengan jaringan normal,
termasuk tumor ginjal, testikular, paru-paru, payudara, ovarium, kolon, adrenal, kandung
kemih, prostat dan tiroid. Ekspresi protein cathepsin L dijumpai di sitoplasma sel-sel tumor
dan pada matrik ekstraselular disekitar lesi. Pewarnaan imunohistokimia memperlihatkan
pewarnaan yang luas sampai berupa titik-titik.
Universitas Sumatera Utara

Overekspresi protein dijumpai pada 47% jaringan tumor primer dan 89% pada metastase
pada jaringan kelenjar getah bening leher. Sebagian besar literatur menyatakan bahwa
cathepsin L berperan dalam invasi tumor dan metastasis. Sehingga, cathepsin L memiliki
konstribusi pada metastasis karsinoma nasofaring dan dapat digunakan sebagai biomarker
yang potensial untuk prognosis karsinoma nasofaring23.
(a)

(
b
)

Gambar 16. a dan b overekspresi cathepsin L pada karsinoma nasofaring dan metastase pada kelenjar getah
bening. (Dikutip dari: Xu, X. Et al Expression of cathepsin L in nasopharyngeal carcinoma and its clinical
significance, Experimental Oncology, Volume 31, June, 2009)

2.13.Penatalaksanaan
Pengobatan standar dengan menggunakan radioterapi, dengan angka ketahan hidup
sekitar 50-70%, tetapi beberapa penulis menganjurkan untuk mengkombinasikan dengan
kemoterapi7,13,16.
Undifferentiated carcinoma lebih radiosensitif sedangkan non keratinizing squamous cell
carcinoma merupakan yang paling tidak radiosensitif13.
Universitas Sumatera Utara

2.14.Prognosis
Angka ketahanan hidup dipengaruhi oleh usia (lebih baik pada pasien usia muda), staging
klinik dan lokasi dari metatase regional ( lebih baik pada yang homolateral dibandingkan
pada metastase kontralateral dan metastase yang terbatas pada leher atas dibandingkan dari
leher bawah)13. Studi terakhir dengan menggunakan TNM Staging System menunjukkan
5 years survival rate untuk stage I 98%, stage II A-B 95%, stage III 86%, dan stage IV AB 73%6. Secara mikroskopis, prognosis lebih buruk pada keratinizing squamous cell
carcinomadibandingkan dengan yang lainnya.
Untuk non keratinizing squamous cell carcinoma, prognosis buruk bila dijumpai :

1.Anaplasia dan atau plemorfism.


2.Proliferasi sel yang tinggi ( dihitung dari mitotik atau dengan proliferasi yang dihubungkan
dengan marker imunohistokimia ).
3.Sedikitnya jumlah sel radang limfosit.
4.Tingginya densitas dari S-100 protein yang positif untuk sel-seldendritik.

5.Dijumpai banyak pembuluh darah kecil. 6.Dijumpai ekspresi c-erb B-212.


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai