Anda di halaman 1dari 7

Studi Pengaruh Korona Terhadap Surja

Tegangan Lebih pada Saluran Transmisi


150 kV
Dimas Ageng Pamungkas , IGN Satriyadi Hernanda, I Made Yulistya Negara
Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
gradien potensialnya fluida cukup besar pada
sebuah titik, maka fluida itu akan mengalami
ionisasi dan menjadi bersifat konduktif. Udara di
dekat elektroda bisa terionisasi (sebagian bersifat
konduktif). Saat udara di dekat titik menjadi bersifat
konduktif, ia memiliki efek meningkatkan ukuran
konduktor.
Korona terjadi karena adanya ionisasi dalam
udara, yaitu adanya kehilangan elektron dari
molekul udara. Akibat lepasnya elektron dan ion,
jika disekitarnya terdapat medan listrik, elektronelektron bebas ini mengalami gaya yang
mempercepat geraknya, sehingga terjadilah
tabrakan dengan molekul lainnya. Akibatnya
timbul elektron dan ion yang baru. Proses ini
berjalan terus-menerus, dan bila gradien tegangan
cukup besar, peristiwa ini disebut korona. Jika
gradien udara diantara dua kawat lebih besar dari
gradien udara normal, maka akan terjadi lompatan
api. Jika sebagian saja udara diantara dua kawat
terionisasikan, maka korona merupakan sampul
mengelilingi kawat. Gradien tegangan seragam
yang dapat menimbulkan ionisasai komulatif di
udara normal adalah 30 kV/cm [2].

AbstrakKorona adalah lucutan elektrostatik


hasil dari proses ionisasi fluida yang mengelilingi
sebuah konduktor, yang terjadi ketika gradien
potensial (kekuatan medan listrik) melebihi nilai
tertentu. Peredaman dari perambatan surja petir
pada saluran transmisi tegangan tinggi terjadi karena
korona. Korona yang dipakai pada analisis ini
dimodelkan berdasarkan pendekatan perubahan nilai
kapasitansi saluran. Nilai kapasitansi semakin besar
ketika konduktor mendekati permukaan tanah, untuk
ketinggian konduktor 29,7 meter dihasilkan
peredaman 311,69 kV. Kekasaran permukaan
konduktor menghasilkan redaman surja petir akibat
korona. Dengan permukaan konduktor paling kasar,
dihasilkan redaman sebesar 329,15 kV atau sebesar
41,14 % dari nilai puncak surja petir pada pemodelan
800 kV. Peredaman juga terjadi akibat variasi waktu
petir dan perubahan analisis jarak saluran transmisi.
Kata Kunci Korona, Surja Petir, Transmisi
Tegangan Tinggi

I. PENDAHULUAN

alur transmisi tegangan tinggi 150 kV di


Indonesia memiliki permasalahan kerusakan
peralatan yang terhubung pada saluran transmisi.
Hal ini diakibatan oleh beberapa faktor, yaitu
sambaran petir atau operasi switching. Untuk
memberikan perlindungan tepat kepada peralatan
yang terhubung saluran transmisi 150 kV, harus
diperhatikan pemahaman tentang puncak amplitudo
dan bentuk gelombang surja yang dapat terjadi pada
jalur
transmisi.
Fenomena
korona,
yang
berpengaruh terhadap perambatan surja di
sepanjang saluran transmisi tegangan tinggi 150 kV
juga harus diperhatikan. Oleh karena itu, dilakukan
analisis peredaman yang dihasilkan dari gangguan
surja korona saat merambat sepanjang saluran.

Gambar 1. Konfigurasi konduktor untuk permodelan korona

II. KORONA

Pada gambar 1 ditunjukkan permodelan


konduktor yang sedang mengalami fenomena
korona, dimana ditunjukkan konduktor memiliki
ketinggian yang divisualisasikan dengan huruf h.
r0 merupakan jari-jari dari konduktor, sedangkan
rc merupakan panjang jari-jari dari selimut korona
yang terjadi pada jalur transmisi tersebut.

A.

Pengertian Korona
Korona merupakan proses dimana muatan
muncul dari sebuah elektroda berpotensial tinggi di
dalam sebuah fluida yang netral, biasanya udara,
dengan mengionisasi fluida hingga menciptakan
plasma di sekitar elektroda. Ion-ion yang dihasilkan
akan melampaui muatan listrik menuju area-area
berpotensi rendah terdekat, atau bergabung kembali
untuk membentuk molekul-molekul gas netral. Saat
1

III. PEMODELAN KORONA PADA SALURAN


TRANSMISI 150 KV TERHADAP SURJA PETIR

yang disusun seri. Seperti pada gambar dibawah


ini :

A.

Pemodelan Korona
Pada analisis ini pemodelan dengan
menggunakan ATPdraw untuk bentuk dasar dengan
diode, resistor dan kapasitor. Untuk memperkirakan
penyebaran korona pada konduktor, pemodelan
korona disambungkan pada titik pertemuan oleh
beberapa bagian dari potongan saluran transmisi.
Ab Kadir[1] mengusulkan pemodelan sistem yang
disatukan atau disamakan untuk mendapatkan hasil
analisis, seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.

Rs

Gambar 3. Representasi Pemodelan Saluran Transmisi Tanpa


Korona

Parameter yang dibutuhkan adalah nilai dari


resistansi sepanjang saluran (Rs), nilai induktansi
sepanjang saluran (L) dan nilai kapasitansi (C).
Semua analisis dilakukan dengan asumsi saluran
adalah satu phasa ketanah, dan tidak mendapat
pengaruh dari phasa yang lain.
Untuk mendapatkan nilai resistansi dari
pemodelan
transmisi
didapatkan
dengan
persamaan[13] :

Dioda

Cg

Vi

R=

(1)

Dimana
R = Resistansi Saluran Transmisi (Ohm)
= Resistivitas (m)
= Panjang Saluran (m)
= Luas Permukaan Konduktor (m2 )

Gambar 2. Pemodelan Korona

Pemodelan disimulasikan menggunakan surja


petir dengan karakteristik yang berubah-ubah.
Saluran transmisi dimodelkan dengan beberapa
bagian perpotongan parameter yang terdistribusi
dan dihubungkan dengan pemodelan korona yang
dihubungkan pada setiap titik sambungan
menggunakan diode, resistor, kapasitor dan sumber
DC yang terdapat pada software ATPdraw. Bentuk
pemodelan korona dapat dilihat seperti pada gambar
2 diatas.
Resistor dan kapasitor merepresentasikan
proses hilangnya energi akibat korona dan
perubahan nilai kapasitansi pada saluran. Sementara
itu sumber DC pada rangkaian merepresentasikan
tegangan awalan korona. Nilai charging dari Cg
ditahan oleh dioda.

Dengan :
A = r2

(2)

Dimana
= Konstanta
r = Jari Jari konduktor (m)

Setelah didapat nilai luas permukaan


konduktor (A) kemudian dilakukan penghitungan
untuk mencari nilai resistansi pada pemodelan
saluran transmisi dengan persamaan 1.
Parameter induktansi saluran transmisi ini
didapatkan dengan pendekatan persamaan :

B. Pemodelan Korona pada Saluran Transmisi


150 kV
Pada pemodelan saluran transmisi 150 kV ini
diperoleh data-data yang akan diolah untuk
mendapatkan parameter. Parameter tersebut akan
diinputkan pada model sehingga didapatkan hasil
yang akurat. Pemodelan akan dibagi menjadi dua
bagian, yaitu saluran transmisi 150 kV tanpa
pengaruh korona dan dengan pengaruh korona.

L = 2 . 10-7 ln

(3)

Dimana
L = Induktansi Saluran Transmisi (H/m)
D = Jari-jari Konduktor (m)
r = Jari Jari Konduktor setelah mendapat pengaruh
dari induktansi (Meter)

Untuk mendapatkan nilai induktansi saluran,


harus didapatkan nilai jari-jari konduktor yang
terpengaruh induktansi (r), yaitu dengan
mengalikan nilai jari-jari konduktor dengan 0,7788.
Parameter kapasitansi saluran transmisi
didapatkan dengan pendekatan persamaan :

B.1 Saluran Transmisi 150 kV Tanpa Pengaruh


Korona
Tanpa adanya pengaruh korona pada saluran
transmisi, pemodelan ini merupakan rangkaian
gabungan dari perpotongan bagian panjang saluran

C =

0,0388

B.2 Saluran Transmisi 150 kV dengan Pengaruh


Korona
Dengan adanya pengaruh korona pada saluran
transmisi, pemodelan ini merupakan rangkaian
gabungan dari perpotongan bagian panjang saluran
yang disusun seri. Seperti pada gambar dibawah
ini :

(4)

Dimana
C = Kapasitansi Saluran (F/mile)
D = Jarak Konduktor dengan Tanah (m)
r = Jari Jari konduktor (m)

Rs

Rs

Dioda

Cg

Vi

Rs

Rs

Dioda

Cg

Rs

Dioda

Cg

Vi

Dioda

Cg

Vi

Rs

Dioda

Cg

Vi

Vi

Gambar 4. Representasi Pemodelan Saluran Transmisi Dengan Koron

Parameter yang dibutuhkan pada saluran


transmisi dengan korona di dalamnya adalah nilai
resistansi dan induktansi. Nilai kapasitansinya tidak
digunakan, karena sifat kapasitansi dari saluran
akan digantikan oleh pemodelan korona seperti
pada gambar 2. Parameter yang dipakai adalah nilai
dari dioda, kapasitor, resistor dan input DC yang
merupakan representasi dari tegangan awalan
korona.

Vi =

Penjabaran nilai impedansi gelombang berjalan


(Z0) adalah sebagai berikut :
Z0 = 60 ln

(7)

Penjabaran gradient kritis korona (Ec) sebagai


berikut :

Kapasitor
Parameter nilai yang akan dimasukkan ke dalam
kapasitor pada pemodelan didapatkan dengan
menggunakan rumus seperti dibawah ini :

18

Dimana
H = Tinggi Konduktor Terhadap Tanah (m)
r = Jari Jari konduktor (m)

Resistor
Nilai yang dimasukkan ke dalam resistor
diasumsikan bernilai sama sepanjang saluran, yaitu
sebesar 1 k

10 9

(6)

60

Dimana
Vi = Tegangan Awalan Korona (kV)
Z0 = Impedansi Gelombang Berjalan (Ohm)
r = Jari Jari konduktor (cm)
Ec = Gradien Kritis Korona (kV/cm)

Dioda
Pemodelan ini memakai dioda pada software
ATPdraw, dimana dioda ini diasumsikan dioda
ideal.

Cg =

Ec = 30 m 0,67 ( 1 +

0,3

(8)

Dimana
= Kerapatan Udara Relatif
m = Konstanta Kekasaran Permukaan Konduktor
r = Jari Jari konduktor (m)

(5)

Nilai dipakai 1 untuk nilai kerapatan udara,


dan konstanta kekasaran permukaan konduktor
bernilai 0,82 [1].

Dimana
Cg = Kapasitansi Geometrik (F/m)
H = Tinggi Konduktor Terhadap Tanah (m)
r = Jari Jari konduktor (m)

B.3

Pemodelan Petir[6]
Untuk melakukan pengujian terhadap
pemodelan saluran transmisi dengan pengaruh
korona atau tidak, diperlukan suatu input untuk
mengetahuinya responnya. Input yang dipakai
adalah petir.

Sumber DC
Sumber DC ini merupakan pengganti dari nilai
tegangan awalan korona yang terjadi pada saluran
transmisi dengan pengaruh korona. Didapatkan
dengan menggunakan persamaan dari Ab.Kadir[1] :

IV. ANALISIS
Simulasi pengaruh korona pada saluran
transmisi ini menggunakan 5 macam tipe analisis
untuk mendapatkan hasil yang lebih mendalam.
Tegangan surja petir yang dipakai diasumsikan
mempunyai amplitudo 800 kV.

B. Analisis dan Simulasi


Berdasarkan
parameter
Saluran
Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV, akan dipelajari
dan disimpulkan respon dari pemodelan saluran
yang terdapat korona didalamnya.

A. Data Saluran Udara Tegangan Tinggi 150


kV[12]
Berikut adalah data-data spesifikasi menara
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV di
Surabaya yang didapatkan dari UPT PLN Surabaya
dan kemudian akan digunakan dalam pemodelan.

B.1 Analisis Pengaruh Korona pada Saluran


Transmisi
150 kV
Korona berpengaruh terhadap teredamnya surja
petir yang terjadi pada karakteristik saluran
transmisi 150 kV. Untuk mendapatkan hasil
perbedaan adanya korona pada saluran transmisi
harus dilakukan suatu perbandingan, yaitu
membandingkan saluran transmisi dalam keadaan
normal dengan saluran yang terdapat korona di
sepanjang salurannya.
Pemodelan saluran transmisi dalam keadaan
normal terdapat pada gambar 3. Pemodelan saluran
transmisi dengan korona di sepanjang salurannya
adalah sebagai berikut.

TABEL I
DATA SPESIFIKASI MENARA SUTT 150 KV
Tegangan

150 kV

Tipe dan Ukuran Konduktor

ACSR 330 mm2

Diameter Konduktor
Tinggi Kawat Konduktor A

25,3 mm
38,3 m

Tinggi Kawat Konduktor B

34 m

Tinggi Kawat Konduktor C

29,7 m

Rs

Rs

Rs

Rs

Rs

Rs

Rs

Ri

H
Dioda

Cg

Vi

Dioda

Cg

Vi

Dioda

Cg

Dioda

Cg

Vi

Dioda

Vi

Cg

Vi

Dioda

Cg

Vi

Gambar 5. Rangkaian Pemodelan Saluran dengan Adanya Korona

Gambar 5 merupakan pemodelan saluran


dengan pembagian segmen korona sepanjang 100
meter. Setiap 100 meter diinputkan rangkaian yang
merupakan representasi dari korona, dirangkai seri
hingga panjang saluran sesuai dengan panjang GI
Sukolilo menuju GI Kenjeran. Berikut ini
merupakan hasil simulasi perbandingan respon
saluran transmisi terhadap surja petir yang terdapat
korona dan tidak didalamnya.

Terlihat saluran yang ada korona (grafik biru)


mengalami nilai peredaman yang lebih besar
dibandingkan saluran transmisi normal yang tidak
terdapat korona (grafik hijau). Nilai puncak surja
petir 800 kV dengan waktu petir 1,2/50 s akan
mengalami penurunan redaman, hingga nilai
puncak surja petir pada saluran transmisi normal
menjadi sebesar 708,7 kV. Dibandingkan dengan
nilai puncak surja petir pada saluran yang terdapat
korona akan menjadi bernilai 492,49 kV. Perbedaan
peredaman hingga mencapai 69,49 % yaitu sebesar
216,21 kV. Disimpulkan bahwa korona, salah satu
gangguan yang terdapat pada konduktor saluran,
memiliki suatu pengaruh lain, yaitu membantu
peredaman surja petir yang terjadi pada saluran.
B.2 Analisis Pengaruh Korona dengan Perubahan
Ketinggian Konduktor
Pada pemodelan saluran transmisi yang
terdapat korona, tinggi konduktor akan divariasikan
menjadi ketinggian 20 m, 60 m, dan 100 m.
Pemodelan saluran memakai pemodelan pada
gambar 5, dengan menggunakan input surja petir

Gambar 6. Simulasi Perbandingan Saluran Transmisi Tanpa dan


Dengan Korona

amplitudonya 800 kV, dan waktu petir 1,2/50 s.


Nilai kapasitansi geometriknya berubah sesuai
variasi ketinggian konduktor dari permukaan tanah.

tersebut semakin kasar dan akan semakin besar


timbulnya korona di dalamnya.
Dengan menggunakan pemodelan gambar 5,
jari-jari konduktor didapatkan pada table I yaitu
sebesar 0,01265 meter. Tinggi konduktor
didapatkan pada tabel 1 yaitu pada fasa A 38,3
meter.

TABEL II
PERBANDINGAN REDAMAN SALURAN TRANSMISI
DENGAN BEDA TINGGI KONDUKTOR YANG
MENCOLOK
Tinggi Konduktor (m)

Kapasitansi Geometrik (pF)

20
60
100

6.8936
6.0666
5.7461

TABEL IV
PERUBAHAN MEDAN KRITIS DAN TEGANGAN
AWALAN KORONA
Konstanta
Kekasaran
Permukaan
Konduktor
0.2
0.4
0.6
0.8

Hasil Simulasi :

Medan
Kritis
Korona
( kV/cm )
7.6
15.2
22.8
30.4

Tegangan Awal Korona


( kV )
39.453
78.907
118.36
157.81

Hasil Simulasi :

Gambar 7. Respon Redaman Saluran dengan Perbandingan


Tinggi konduktor

TABEL III
PERBANDINGAN RESPON SURJA PETIR TERHADAP
KORONA
Tinggi
Konduktor (m)
20
60
100

Puncak Impuls
Tanpa Korona
(kV)
800
800
800

Puncak
Impuls
Dengan
Korona (kV)
481.53
499.54
507.12

Redaman
(kV)

Gambar 8. Hasil Simulasi Permodelan Korona pada Saluran


Transmisi dengan Perbedaan Konstanta Kekasaran Permukaan
Konduktor

318.47
300.46
292.88

Disimpulkan
bahwa
redaman
dengan
konstanta kekasaran permukaan konduktor sebesar
0,2 (dari gambar berwarna hijau) menghasilkan
nilai redaman paling besar dibandingkan dengan
konstanta yang lain sebesar 0,4 atau 0,6 dan 0,8.
Dengan hasil respon redaman memiliki pola yang
sama pada tiap perbedaan konstanta, namun
berbeda pada nilai puncak redamannya.

Dari ketiga tinggi konduktor yaitu 20 meter ;


60 meter dan 100 meter, yang menghasilkan nilai
redaman surja petir tertinggi adalah konduktor 20
meter, yaitu sebesar 318,47 kV. Dapat disimpulkan
dengan semakin rendah ketinggian konduktor, nilai
kapasitansi pada saluran dan nilai korona semakin
meningkat.
.
B.3 Analisis Peredaman Surja Petir Akibat Korona
dengan Pengaruh Perbedaan Kekasaran
Permukaan Konduktor[11]
Pada analisis ini akan diteliti mengenai respon
surja petir akibat dari permukaan kabel konduktor
yang rusak. Dengan adanya kerusakan konduktor
atau perubahan kekasaran permukaan konduktor,
berpengaruh terhadap nilai gradient kritis korona
yang mengakibatkan berubahnya tegangan awalan
korona. Hal ini menimbulkan perbedaan hasil
redaman surja petir akibat korona tersebut.
Konstanta kekasaran permukaan konduktor
divariasikan[12] yaitu bernilai 0,2 ; 0,4 ; 0,6 dan
0,8. Dengan konstanta tersebut dinyatakan bahwa
semakin mendekati nilai 0, maka konduktor

TABEL V
HASIL SIMULASI PENGARUH KORONA DENGAN
PERBEDAAN KONSTANTA KEKASARAN PERMUKAAN
KONDUKTOR

Konstanta Kekasaran Puncak Petir Puncak Surja Setelah


Permukaan Konduktor ( kV )
Redaman ( kV )
0.2
800
470.85
0.4
800
478.01
0.6
800
486.69
0.8
800
495.16

Redaman
( kV )
329.15
321.99
313.31
304.84

Prosentasi
Peredaman (%)
41.14375
40.24875
39.16375
38.105

Didapatkan bahwa nilai dari puncak surja petir


akan mengalami redaman, yaitu nilai puncak surja
petir dengan konstanta kekasaran permukaan
konduktor paling kecil 0,2 mengalami peredaman
paling besar, puncak surjanya menjadi 470,85 kV,
5

berkurang 329,15 kV dengan prosentasi peredaman


paling tinggi sebesar 41,14 %. Nilai puncak surja
petir dengan konstanta kekasaran permukaan
konduktor 0,4 mengalami peredaman menjadi
478,01 kV, dengan prosentasi peredaman sebesar
40,24 %. Konstanta kekasaran permukaan
konduktor selanjutnya sebesar 0,6 mengalami
peredaman menjadi 486,69 kV dengan prosentasi
peredaman 39,16 %. Konstanta kekasaran
permukaan konduktor 0,8 mengalami peredaman
menjadi 495,15 kV dengan prosentase sebesar
38,10 %.
Gambar 10. Contoh Perbandingan Hasil Respon Korona
Terhadap Variasi Waktu Petir

B.4 Analisis Peredaman Surja Petir Akibat Korona


dengan Perubahan Karakteristik Waktu Petir
Perbedaan
karakteristik
surja
petir
berpengaruh terhadap besarnya tingkat peredaman
surja petir pada saluran transmisi yang terdapat
korona di dalamnya. Pemodelan untuk analisis ini
diasumsikan tetap menggunakan nilai puncak petir
yang sama sebesar 800 kV. Jari-jari konduktornya
tetap yaitu 0,01265 meter seperti pada tabel I dan
tinggi konduktor dari permukaan tanah adalah pada
fasa A 38,3 meter.
Dengan waktu muka petir diasumsikan sama
yaitu 1,2 s, waktu punggung petir divariasikan
dimulai dari 7 s, 14 s, 28 s, 56 s dan 112 s.
Berikut merupakan simulasi surja petir dan respon
redaman surja petir akibat korona.

Respon hasil simulasi terlihat berpola


mengikuti perubahan waktu punggung petir.
Semakin lebar waktu punggung petir maka respon
redaman akibat korona berpola mengikuti seperti
terlihat pada gambar.
Dari hasil simulasi diatas didapatkan bahwa
semakin pendek waktu punggung surja petir yang
menyambar saluran transmisi dengan adanya
pengaruh korona di dalamnya akan menghasilkan
nilai redaman surja petir yang tinggi. Ini dibuktikan
dengan membandingkan waktu punggung petir.
Petir dengan waktu 1,2/7 s akan menghasilkan
redaman sebesar 540,63 kV, sedangankan petir
dengan waktu 1,2/112 s menghasilkan redaman
sebesar 210,97 kV. Semakin pendek waktu
punggung petir itu akan memberikan hasil
peredaman korona yang paling besar
B.5 Analisis Peredaman Surja Petir Akibat Korona
Dengan
Perubahan
Panjang
Saluran
Transmisi
Untuk mengetahui respon peredaman surja
petir akibat korona lebih mendalam, dilakukan
analisis pada setiap jarak 1 km. Pemodelan ini
menggunakan nilai puncak petir yang sama yaitu
sebesar 800 kV dengan waktu 1,2/50 s. Kemudian
jari-jari konduktornya tetap yaitu 0,01265 meter
dan tinggi konduktor dari permukaan tanah adalah
pada fasa A 38,3 meter.
Berikut ini merupakan data simulasi pemodelan
dan hasil simulasinya.

Gambar 9. Surja Petir yang Divariasikan

Dengan adanya variasi waktu dari nilai input


surja petir ini, terdapat perbedaan respon nilai
puncak peredaman pada tiap variasi waktu
punggung petir.

TABEL VII
REDAMAN SURJA PETIR DENGAN PENGARUH
KORONA TERHADAP PERBEDAAN PANJANG
SALURAN

TABEL VI
DATA HASIL SIMULASI RESPON PENGARUH KORONA
PADA SALURAN TRANSMISI DENGAN VARIASI
KARAKTERISTIK WAKTU PETIR
Waktu Petir ( s ) Nilai Puncak Nilai Redaman Hasil Redaman Persentasi Peredaman
Muka Punggung Petir ( kV ) Korona ( kV ) Korona ( kV )
Korona ( % )
1.2
7
800
259.37
540.63
67.58
1.2
14
800
331.29
468.71
58.59
1.2
28
800
417.63
382.37
47.80
1.2
56
800
506.87
293.13
36.64
1.2
112
800
589.03
210.97
26.37

Jarak Saluran (km )


1
2
3
4

Puncak Impuls
Puncak Impuls
Redaman (kV)
Tanpa Korona (kV) Dengan Korona (kV)
800
569.37
230.63
800
507.74
292.26
800
494.69
305.31
800
492.55
307.45

5.

Pada jarak terdekat dari sumber sambaran petir


menghasilkan redaman korona terhadap surja
petir paling besar dan redaman tersebut berpola
menurun. Dari total panjang saluran 4,37
kilometer, pada panjang saluran 1 kilometer
pertama terjadi peredaman sebesar 230,63 kV.
Berikutnya dihasilkan redaman sebesar 62,63
kV. Selanjutny sebesar 13,05 kV dan pada 1
kilometer terakhir dihasilkan redaman sebesar
2,14 kV.
DAFTAR PUSTAKA

Gambar 11. Redaman Surja Petir dengan Perbedaan Panjang


Saluran

[1]

Gambar 11 dan tabel VII menunjukkan bahwa


korona yang terdapat pada saluran akan
memberikan respon redaman ketika terkena surja
petir. Redaman akibat korona tersebut berpola
menurun. Pada jarak 1 kilometer pertama, redaman
sangat besar yaitu hingga 230,63 kV. Kemudian 1
kilometer berikutnya dihasilkan redaman sebesar
62,63 kV. Pada 1 kilometer berikutnya dihasilkan
redaman sebesar 13,05 kV dan pada 1 kilometer
terakhir dihasilkan redaman sebesar 2,14 kV.
Sehingga total peredaman sejauh 4 kilometer
menjadi 307,45 kV. Dapat disimpulkan bahwa pada
jarak terdekat dari sumber sambaran petir tersebut
yang akan menghasilkan redaman korona terhadap
surja petir paling besar.
.
V. KESIMPULAN
1.

2.

3.

4.

[2]

[3]
[4]

[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]

Korona berpengaruh pada peredaman surja


petir yang terjadi pada saluran. Pada saluran
yang terdapat surja petir 1,2/50 s dengan nilai
puncak 800 kV, korona akan menghasilkan
peredaman hingga mencapai 69,49 % yaitu
sebesar 216,21 kV.
Semakin dekat jarak konduktor ke permukaan
tanah, maka nilai korona pada konduktor
semakin besar dan meredam surja petir, yaitu
sebesar 318,47 kV untuk tinggi konduktor 20
meter, 300,46 kV untuk tinggi konduktor 60
meter, dan 292,88 kV untuk tinggi konduktor
100 meter.
Semakin halus permukaan konduktor akan
menghasilkan korona yang kecil, sehingga
rendah nilai peredaman surja petirnya.
Konduktor
dengan permukaan konduktor
paling halus (0,8) menghasilkan peredaman
menjadi 495,15 kV, berkurang 304,84 kV.
Konduktor dengan permukaan paling kasar
(0,2) menghasilkan peredaman menjadi
470,85 kV, berkurang 329,15 kV.
Semakin kecil waktu punggung petir akan
menghasilkan redaman korona semakin besar.
Surja petir 1,2/7 s akan memberikan hasil
peredaman korona yang besar, yaitu sebesar
540,63 kV. Waktu petir 1,2/112 s hanya
meghasilkan redaman sebesar 210,97 kV.

[12]

[13]

Ab Kadir,M,Z,A., The Importance of Corona Effect in


Lightning Surge Propagation Studies , Journal of Applied
Sciences 8,2008.
Anderson, J.G., Transmission Line Reference Book
345kV and Above, Electric Power Research Institute, Palo
Alto, California, 1982.
Arismunandar,A.,
Teknik
Tegangan
Tinggi
Suplemen,Ghalia-Indonesia,Jakarta,1983.
Ganesan, L. Thomas, J. M., Studies on The Influence of
Corona on Overvoltage Surges, Department of High
Voltage Engineering, Indian Institute of Science, Bangalor,
India, 1999.
Hayt,William,H., Engineering Electromagnetics , Fifth
Edition, 1989.
Hutauruk, T.S., Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja,
Jakarta, Erlangga, 1989.
Hutauruk, T.S., Transmisi Daya Listrik, Erlangga,
Jakarta, 1985.
Kadir, Abdul, Transmisi Tenaga Listrik, UI-Press,
Jakarta, 1998.
L.
Tobing,
Bonggas.,
Peralatan
Tegangan
Tinggi,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.
Marsudi, Djiteng., 1990, Operasi Sistem Tenaga Listrik,
Balai Penerbit dan Humas ISTN, 1990.
Mombello, E,E.Ratta,G., Corona Loss Characteristics of
Contaminated Conductors in Fair Weather, Electric
Power Systems Research 59,2001.
SPLN 121 , Konstruksi Saluran Udara 20 kV, 150 kV dan
500 kV dengan Tiang Beton/Baja, PT. PLN (PERSERO),
1996.
Wahyudi, R, Ir., Transmisi Tenaga Listrik, Diktat
Kuliah Jurusan Teknik Elektro, FTI ITS, 2010.

BIOGRAFI PENULIS
Dimas Ageng Pamungkas lahir di
kota Malang pada tanggal 19 mei
1989. Anak terakhir dari pasangan
Putut Sudjatmiko dan Diana Ina WH.
Mendapatkan Pendidikan di TK R.A
Kartini Malang pada tahun 19931995, kemudian melanjutkan ke SDN
Lesanpuro 06 Malang pada tahun
1995-2001, setelah lulus melanjutkan
pendidikannya ke SLTPN 05 Malang
pada tahun 2001-2004, pendidikan
SMA ditempuh pada tahun 2004-2007 di SMAN 1 Malang,
setelah lulus melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya Jurusan Teknik Elektro Bidang
Studi Teknik Sistem Tenaga tahun 2007 - sekarang. Penulis aktif
di dalam Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himatektro) ITS
sebagai Staf dalam Departemen Lingpus periode 2008/2009. Dan
saat ini penulis aktif sebagai Asisten Laboratorium Tegangan
Tinggi di Jurusan Teknik Elektro FTI ITS.

Anda mungkin juga menyukai