PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
KEBEBASAN PERS
Disusun oleh :
Putra Agung Ramadhan
3 TS 1
2. Latar Belakang
Transformasi Indonesia ke dalam suatu sistem bernegara yang lebih
demokratis telah banyak membuahkan perubahan-perubahan yang cukup
signifikan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut
bukan berarti tanpa ada pergesekan antara nilai-nilai lama dan nilai-nilai baru,
yang kadang kala menjadi suatu masalah sosial dan hukum. Namun
bagaimanapun juga halangan dan masalah yang terjadi dalam proses perubahan
biarlah tetap menjadi suatu bagian dari proses alamiah perjalanan suatu sistem
bernegara menuju ke arah yang lebih baik.
Namun demikian, perlu disadari bahwa insan pers tetaplah warga negara
biasa yang tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini,
bagaimanapun juga asas persamaan dihadapan hukum atau equality before the
law tetap berlaku terhadap semua warga negara Indonesia termasuk para
wartawan, yang notabene adalah insan pers. Asas persamaan di hadapan
hukum tersebut juga diatur secara tegas dalam UUD 1945 yang telah
diamandemen yaitu di dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28 D Ayat (1). Dengan
demikian para insan pers di Indonesia tidak dapat dikecualikan atau memiliki
kekebalan (immune) sebagai subyek dari hukum pidana dan harus tetap tunduk
terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berlaku di
Indonesia.
Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti kebebasan pers telah dikekang
oleh undang-undang. Justru, konsep berpikir yang harus dikembangkan adalah
perangkat perundang-undangan tersebut dibuat dan diberlakukan dengan tujuan
untuk membentuk pers yang seimbang, transparan dan profesional.
Bagaimanapun juga harus diakui bahwa pers di Indonesia belum
seluruhnya telah menerapkan suatu kualitas pers yang profesional dan
bertanggung jawabdalam membuat pemberitaan. Hal ini patut diwaspadai
mengingat belum seluruhnya rakyat Indonesia memiliki pendidikan dan tingkat
intelegensia yang memadai. Jika, pers dibiarkan berjalan tanpa kontrol dan
tanggung jawab maka hal tersebut dapat berpotensi menjadi media agitasi yang
dapat mempengaruhi psikologis masyarakat yang belum terdidik, yang notabene
lebih besar jumlahnya dibanding masyarakat yang telah terdidik. Oleh karena itu
kebebasan pers perlu diberikan pembatasan-pembatasan paling tidak melalui
rambu hukum, sehingga pemberitaan yang dilakukan oleh pers, dapat menjadi
pemberitaan pers yang bertanggung jawab.
3. Perumusan Masalah
Ini artinya, kemerdekaan pers dijalankan di dalam bingkai moral, etika dan
hukum, sehingga kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai dengan
kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan
oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dan Kode Etik
Wartawan Indonesia (KEWI), sesuai dengan hati nurani insan pers.
Bab II
1. Pembahasan
KALAU berbicara tentang kebebasan pers, maka proses dan efek
komunikasi massa tersebut tidak dapat dikaji hanya dari aspek kepentingan
tunggal. Terutama, untuk apa kebebasan pers itu Atau, kebebasan pers dari
siapa
Kecenderungan dan fakta disebut terakhir tidak pernah eksis di negeri ini.
Kebebasan pers Indonesia tanpa rambu, bebas dari segala bentuk kontrol
hukum, moral publik dan landasan nilai-nilai luhur (terutama hak asasi manusia)
dan lain-lain, tidak pernah eksis di masa pemerintahan silam.
Kebebasan pers macam ini, mutlak perlu ditegakkan. Negara dan bangsa
kita membutuhkan kebebasan pers yang bertanggung jawab (free and
responsible press). Sebuah perpaduan ideal antara kebebasan pers dan
kesadaran pengelola media massa (insan pers), khususnya untuk tidak berbuat
semena-mena dengan kemampuan, kekuatan serta kekuasaan media massa
(the power of the press).
Bab.III
1. Kesimpulan
Ibarat peluru yang dibidikkan penembak (komunikator, media massa),
akan tepat kena sasaran atau tidak, tergantung kepada kecakapan
penembaknya. Penembak jitu, biasanya tidak memubazirkan peluru ke arah atau
sasaran lain, kecuali ke titik bidik yang dituju. Karenanya, akan sangat sulit bagi
sasaran tembak untuk mengelak atau menghindarkan peluru yang melesat cepat
dari moncong senapan sang penembak.
Pers dan kemerdekaan pers adalah suatu wujud dari kedaulatan rakyat
yang mempunyai peranan yang sangat penting di dalam zaman reformasi ini.
Namun, pada kenyataannya harus disadari pula bahwa pers kita menjadi pers
yang lebih sering beretorika (meminjam istilah Satjipto Rahardjo) sehingga
terkadang menyalahgunakan kebebasan sendiri (abuse of liberty).
Syarat lain seperti bagaimana prosesnya digarap dengan baik dan benar,
di samping kemapanan publik, serta prediksi pengaruh pers, memang juga
menentukan besar-kecilnya, dan signifikan tidaknya pengaruh media massa,
walau kadar signifikasinya antartarget publik media, bisa berbeda-beda.
2. Penutup
Uraian di atas, mendorong seharusnya penerapan teori peluru secara
ekstra hati-hati oleh setiap pengelola media cetak dan elektronika (radio,
televisi). Dalam hal ini, segenap pengelola media harus semaksimal atau
seoptimal mungkin mencegah arogansi pers, yang dimungkinkan oleh kekuatan
dan keperkasaan media massa pada umumnya.
Daftar Pustaka
Suara Merdeka 18 Oktober 2008, “Kebebasan Pers Era SBY-Kalla”
Antara News 30 November 2009, “Kebebasan Pers Terancam”
http://kebebasanpers.com
www.wikipedia.com
www.google.com