Anda di halaman 1dari 3

PUTUS? HIII ... TAKUT!

Putus sama dia? Bagaimana mungkin? Kamu kan udah tujuh tahun pacaran?
Masak sih putus gitu aja? ..."
"... Aku yakin hubungan kami masih bisa diperbaiki lagi. Asalkan dia mau
berubah ..."
"... kami udah telanjur berbuat terlalu jauh. Kalau aku putus sama dia,
siapa yang mau nikah sama aku nanti? sedangkan aku sudah ..."
"Saya sudah telanjur tergantung sama dia ... kayaknya enggak mungkin saya
hidup tanpa dia ...."
Putus cinta? Kayaknya....sereeem deh! apalagi kalau pacar kita tuh udah
sedemikian melekat di hati, pikiran dan kehidupan kita. Dekat dengan
saudara dan teman-teman, tiap hari ketemu, pacaran udah bertahun-tahun,
dan lain sebagainya. Rasanya putus itu adalah hal yang mustahil. Terbayang
enggak sih, kalau tiba-tiba hubungan yang sudah terjalin selama sekian tahun
harus putus di tengah jalan.
Kejadian kayak begini biasanya membuat kita enggak enak tidur, enggak enak
makan,
enggak enak untuk berbuat apa-apa dan pengennya cuman manyun dan meratapi nasib
yang malang ... belum lagi mikirin caranya menghadapi pertanyaan teman-teman
atau orang-orang di sekitar yang sudah terlanjur tahu mengenai hubungan kita,
bagaimana menjalani hidup sendiri lagi, bisakah dapat pacar lagi, dan sebagainya
.
Hal-hal tersebut adalah alasan-alasan yang terkadang membuat kita enggan memutus
kan
hubungan pacaran, sekalipun hubungan tersebut sudah kita rasakan tidak sehat lag
i.
Namun, temen-temen, ketakutan kita akan putus pacaran seringkali membuat k
ita
enggak bisa melihat kondisi hubungan kita dengan pacar kita secara lebih bijaksa
na
dan proporsional. Perbedaan-perbedaan dan ketidakcocokan antara kita dan pacar
kita jadi enggak dipikirin dengan baik. Jadi, walaupun pacar kita udah sedemikia
n
"menyebalkan" alias selalu bikin kita
"jengkol" (jengkel dan dongkol),
sering nyakitin, enggak pedulian dan
diragukan cinta dan tanggung jawabnya
,
karena takut putus, kita jadi pasrah, nrimo, dan maksa-maksain kecocokan. Padaha
l sih,
boro-boro cocok, sehari enggak berantem aja rasanya udah hebat luar biasa. Tetap
i,
sekali lagi yang namanya putus tus, rasanya ngeri ngebayanginnya. Nah...sodara
sodara,
kalo ada yang mengalami gejala kayak gini, gimana dong sebaiknya?
Dalam sebuah hubungan, yang namanya berusaha untuk membuat segala hal berj
alan
lancar, awet, dan abadi tentu saja idaman semua orang. Rasanya hepi banget deh k
alau
kita punya pacar yang sangat kita sayangi dan menyayangi kita. Segala sesuatu bi
sa
dibicarakan dengan baik, saling menghargai, idealisme, dan prinsipnya tidak sal
ing
bertentangan dan sebagainya... dan sebagainya. Tetapi, ternyata tidak semua hub
ungan
bisa seindah dan semulus yang kita harapkan. Ternyata tidak gampang mencari ora
ng
yang bener-bener cocok sama kita. Cocok sih enggak harus semuanya sama dengan k

ita ya,
tapi justru yang bisa saling melengkapi, mendukung, dan menghargai.
Dalam masa pacaran banyak dikatakan sebagai upaya untuk menemukan orang ya
ng cocok
dijadikan teman hidup (suami atau istri) di kemudian hari. Nah, kalau dalam pros
es
penjajakan ini ternyata dia bukan orang yang cocok,
tidak ada salahnya kit
a memberikan
kesempatan kepada diri kita dan
pasangan kita untuk cari yang lain. Ukuran
cocok
ini sangat individual.
Maksudnya adalah ukurannya ditentukan oleh kita sen
diri.
Lebih kaya, lebih
ganteng, atau lebih cantik, lebih pinter, belum tentu le
bih cocok
dengan
kepribadian kita. Siapa tahu yang lebih cocok dengan kita adalah or
ang
yang selama ini belum pernah kita bayangkan.
Pertama yang harus dilakukan adalah mengajak dia bicara mengenai
ket
idakcocokan
ini (kalau emang kalian berdua enggak cocok, tentu dia juga
bisa ngerasain
kalau
hubungan udah enggak sehat lagi). Kalau dia selama ini oke-oke aja, alias cuman
kamu
aja yang merasa "gerah" berpacaran sama dia, dia juga mesti tahu. Karena sangat
tidak
adil bagi dia kalau membiarkan cintanya bertepuk sebelah tangan tanpa dia sendir
i tahu.
Dia kemungkinan besar akan sedih atau bahkan shock dengan kenyataan ini, tetapi
lebih
baik begitu daripada semuanya berlarut larut. Itu kalau kita yang mutusin ya, te
rus gimana
dong kalau kitanya yang diputusin? Ya...sama aja... paling juga kita kaget, sedi
h,
shock, marah, benci, stres berat dan lain-lain.... (duh serem amaat...) bahkan a
da
juga lho yang depresi, putus asa, bunuh diri, atau akibat lain yang serem-serem.
Begitu hebatnya dampak yang bisa terjadi gara- gara putus cinta, maka kalau hal
ini menerpa kita, kita butuh yang namanya manajemen putus cinta.
Salah satu reaksi yang mungkin sekali timbul ketika hubungan yang terjalin
sudah tidak dapat dipertahankan lagi adalah penolakan terhadap kejadian ini
.
Perasaan bahwa sudah berbuat yang paling baik selama membina hubungan
terka
dang
malah menghambat untuk berpikir obyektif mengenai sebab musabab mengapa hal ters
ebut
harus terjadi. Penolakan adalah satu reaksi yang normal bagi siapa pun yang men
galami
putus hubungan dengan pasangan yang dicintainya. Akan tetapi, tentu saja ini buk
an hal
yang sehat. Karena mau tidak mau sepahit apa pun rasanya hal ini harus kita teri
ma sebagai
kenyataan.
Sedih adalah hal yang wajar.
Namanya juga kehilangan, perasaan sedih pasti kita rasakan. Kalau enggak sedih
berarti
kita sebelumnya mungkin emang enggak sayang sama mantan pacar. Jadi enggak perlu
ditolak

perasaan sedih, karena justru kalau kita lawan dan tekan, proses "penyembuhan"
akan semakin lama. Kalau perlu beri batasan waktu sampai kapan diri kita boleh b
ersedih ria.
Setelah itu semuanya dimulai lagi lembaran baru.
Menghilangkan jejak
Kalau setiap kali ngeliat hal-hal yang berkaitan dengan si dia misalnya,
barang-barang pemberiannya, foto dia, tempat-tempat yang pernah kalian pakai bua
t pacaran,
dan lain-lain. bikin hati kamu berdarah lagi, maka kamu perlu menghilangkan jej
ak dia.
Kalau perlu singkirkan semua barang-barang tersebut, sementara enggak usah ke te
mpat- tempat
"bersejarah" dulu, dan mulai membiasakan diri melalui hari-harimu berlalu tanpa
"bayangan" dia.
Jangan sendirian
Kalau kita lagi sendirian, biasanya pikiran bisa melayang ke mana-mana. Kalau l
agi
patah hati sebaiknya enggak usah sering sendirian, terutama kalau pikiran lagi
judek
mikirin nasib yang "malang". Berada di lingkungan banyak temen yang perhatian sa
ma kita
ternyata sangat membantu lho. Paling tidak kita bisa ngobrolin hal-hal yang engg
ak ada
hubungannya sama si heart breaker. Atau melakukan aktivitas yang menyenangkan.
Mending curhat
Curhat ke temen yang bisa dipercaya dan sharing semua perasaan dan kesedihan ki
ta juga
sangat bermanfaat untuk meringankan beban di dada. Adanya temen yang bersedia ja
di
"tempat sampah" membuat kita merasa didukung, terhibur, dan enggak merasa sendi
rian.
Kamu enggak butuh nasihat, yang dibutuhkan adalah temen yang sabar dan menjadi
pendengar
yang baik.
Mulai berpikir positif
Bagaimanapun juga toh akhirnya kalian sadar bahwa kalian enggak cocok jalan ter
us.
Masih mending ketidakcocokan ini ketahuan dan dirasakan sekarang, dan enggak nu
nggu
sampai kalian menikah. Dan memang seringkali rencana kita memang berbeda dengan
rencana
yang dibuat Tuhan untuk kita. Tidak semua yang kita inginkan akan menjadi kenyat
aan.
Tetapi, kita perlu tahu bahwa rencana Tuhan pasti lebih baik dari yang kita renc
anakan.
Senangkan dirimu
Udah deh, enggak usah lagi terlalu mengasihani diri sendiri. Kalau kalian emang
akhirnya
putus, ya berarti memang itu adanya, dan bukan karena kamu jelek, kurang baik, k
urang bermutu,
kurang ini, kurang itu. Enggak cocok, ya enggak cocok. Nah, kamu bisa meningkat
kan
harga diri dan percaya dirimu dengan menyenangkan dirimu sendiri. Coba pergi ke
salon untuk
creambath, misalnya, sehingga rambut dan kepalamu bersih, wangi, dan rileks,
atau beli baju baru, makan di tempat yang enak, beli cd/kaset baru, atau apa pun
(tapi yang positif ya!) yang bisa bikin kamu seneng.

Anda mungkin juga menyukai