Anda di halaman 1dari 47

Sirosis Hepatis

Pembimbing
dr. Kemalasari
Penyusun
dr. Gede Ketut Alit S.N

TINJAUAN PUSTAKA

Secara fungsional, sirosis terbagi atas:


a. Sirosis hati kompensata
Pada atadium kompensata ini belum terlihat gejalagejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada
saat pemeriksaan screening.
b. Sirosis hati dekompensata (sirosis hati aktif)
Pada stadium ini gejala-gejala nampak jelas.
Pada pasien ini lebih mengarah pada sirosis hepatis
jenis dekompensata, karena nampak gejala yang jelas,
baik hepatoseluler (ikterus, gangguan pembekuan
darah, penurunan albumin, bilirubin meningkat, dan
peningkatan enzim transaminase) maupun hipertensi
porta (asites).
- Selain itu, Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
HbsAg reaktif dan anti HCV non reaktif. Hasil tersebut
menunjukkan pasien menderita hepatitis B. Kadar
SGOT/SGPT: 126/112. Pada hepatitis kronis, kadar
SGOT/SGPT >1. Hal ini disebabkan karena kerusakan
utama terjadi pada hepatosit bagian inti sel sehingga

Pasien ini memiliki riwayat pengobatan DM selama 15


tahun.
Beberapa studi menunjukkan bahwa DM tipe II dapat
menjadi faktor etiologi penyakit hati kronis non
alkoholik yang berkembang menjadi sirosis (GarciaCompean et al., 2009). Pasien dengan hepatitis kronis,
DM dan fibrosis berisiko tiga kali lebih besar menjadi
hepatoma dibandingkan pasien nondiabetik (Donadon et
al., 2008).
Telah diketahui bahwa perlemakan hati, obesitas dan
resistensi insulin merupakan kofaktor kerusakan hati.
Pada pasien DM, kerusakan hati juga dapat disebabkan
akibat hepatotoksiksitas obat hipoglikemik oral (GarciaCompean et al., 2009).

Riwayat pengobatan hepatotoksik pada pasien juga


dapat disebabkan penggunaan acetaminophen
(paracetamol) sebagai analgetik.
Kerusakan hati akibat paracetamol tidak hanya terjadi
karena penggunaan overdosis ataupun dosis tinggi,
tetapi juga dapat terjadi akibat penggunaan dosis
rendah yang berkepanjangan (<4g/hari).
Kerusakan hati akibat paracetamol bukan disebabkan
oleh obatnya, namun karena metabolit toksik yang
dihasilkan oleh kompleks enzim sitokrom P450 pada
hati. Akumulasi metabolit ini berbahaya karena dapat
menyebabkan deplesi antioksidan endogen gluthatione
sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kshirsagar et al.,
2010).

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan


kreatinin sebesar 1,6 mg/dl.
Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melaui kombinasi
filtrasi dan sekresi.
Peningkatan kreatinin melebihi nilai normal
mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Pada
pasien ini peningkatan kreatinin serum bisa disebabkan
dari :
- Acute Kidney Injury (gagal ginjal akut)
- Diabetes mellitus (nefropati DM)

Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinik


akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi
secara mendadak yang menyebabkan retensi sisa
metabolisme nitrogen (ureum kreatinin) dan non
nitrogen, dengan atau tanpa disertai oligouria

Berdasarkan pemeriksaan lab, diagnosis ditegakkan


apabila terjadi peningkatan kreatinin serum secara
mendadak sebesar 0,5 mg% pada pasien dengan kadar
kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkatkan >20% bila
keadaan awal >2,5 mg% (Markum, 2009).

Penyebab utama gagal ginjal akut pada pasien sirosis


hepatis adalah gangguan prerenal atau sindrom
hepatorenal (Mucio-Bermejo, 2012).

Sindrom Hepatorenal (SHR) merupakan sindrom


reversibel pada pasien sirosis dengan hipertensi portal
dan kerusakan hati, dimana fungsi ginjal yang
terganggu ditandai dengan abnormalitas pada fungsi
kardiovaskuler dan aktivitas berlebihan saraf simpatis
dan sistem renin-angiotensin (Salerno et al, 2007)
Secara klinis sindrom hepatorenal diklasifikasikan
dalam dua tipe, yaitu tipe 1 dan 2.
SHR tipe 1
Manifestasi SHR tipe 1 sangat progresif dimana terjadi
peningkatan serum kreatini 2x lipat (nilai awal kreatinin
serum > 2,5 mg/dl) atau penurunan kreatinin clearance
50% dari nilai awal hingga mencapai 20 ml/menit dalam
waktu kurang dari 2 minggu.
SHR tipe 2
Bentuk kronis SHR ditandai dengan penurunan LFG
yang lebih lambat. Kondisi klinis pasien biasanya lebih
baik daripada SHR tipe 1.

Kriteria diagnostik digunakan untuk menetukan


sindrom hepatorenal berdasarkan International Ascites
Clubs Diagnostic Criteria of Hepatorenal Syndrome
meliputi kriteria:
1. Sirosis dengan ascites.
2. Kreatinin serum >1,5 mg/dl.
3. Tidak ada syok.
4. Tidak ada hipovolemia (tidak ada perbaikan fungsi
ginjal setelah 2 hari tanpa pemberian diuretik dan
volume ekspander dengan albumin dosis 1 g/kg/hari).
5. Tidak sedang dalam pengobatan dengan obat
nefrotoksik.
6. Tidak ada penyakit ginjal intrinsik (proteinuria < 0,5
g/hari; sel darah merah urin < 50/LPK; ultrasonografi
ginjal normal) (Salerno et al, 2007).
Apabila penyebab peningkatan kadar kreatinin serum
pada pasien ini disebabkan sindrom hepatorenal maka
terapi yang digunakan antara lain terapi suportif berupa

Kemungkinan lain penyebab peningkatan kreatinin


serum pada kasus ini yaitu nefropati DM yang
merupakan komplikasi mikroangiopati dari DM

Diagnosis nefropati dimulai dari terjadinya albuminuria


pada pasien DM. Apabila kadar albumin atau protein
dalam urin sangat rendah sehingga sulit dideteksi
dengan metode pemeriksaan urin biasa tetapi sudah
mencapai >30 mg/24 jam atau >20 mikrogram/menit
disebut mikroalbuminuria dan dianggap sebagai
nefropati insipien.

Pada pasien ini, pemeriksaan protein urin menunjukkan


hasil negatif sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
micral test untuk mendeteksi mikroalbuminuria pada
nefropati DM
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan untuk

Keluhan lain yang dirasakan pasien ini yaitu lemas, dan


nafsu makan menurun yang dapat menunjukkan gejala
anemia
Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan
hemoglobin (Hb : 10.4 g/dl). Dari indeks eritrosit
didapatkan MCV : 90 /um, MCH: 30 Pg, MCHC: 35 g/dl
sehingga
jenis
anemianya
adalah
normokromik
normositik.
Penyebab anemia normositik normokromik antara lain:
1. anemia pasca perdarahan akut
2. anemia aplastik
3. anemia hemolitik didapat
4. anemia akibat penyakit kronik
5. anemia pada gagal ginjal kronik
6. anemia pada sindrom mielodisplastik
7. anemia pada keganasan hematologic (Bakta, 2007)

Kemungkinan
penyebab
anemia
normositik
normokromik pada pasien ini adalah anemia akibat
penyakit kronis. Pada kasus ini, penyakit kronis yang
diderita pasien adalah penyakit hati (sirosis hepatis dan
hepatitis B)

Pada penyakit hari kronik alkoholik terjadi defisiensi


nutrisi dan memerlukan management yang tepat.
Defisiensi asam folat dari intake yang tidak adekuat,
defisiensi besi karena perdarahan dan intake yang tidak
adekuat menjadi penyebab dari anemia pada penyakit
hati kronik (Adamson, 2008).

Kadar ion kalsium pada pasien ini menurun (1,06).


Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat
dari berbagai masalah. Sebagian besar kalsium dalam
darah dibawa oleh protein albumin
Albumin

konsentrasi kalsium dalam darah

Hipokalsemia paling sering terjadi pada penyakit yang


menyebabkan hilangnya kalsium dalam jangka lama
melalui air kemih atau kegagalan untuk memindahkan
kalsium dari tulang. Pada pasien ini diberikan terapi
CaCO3 tablet 3x1 untuk memenuhi kebutuhan kalsiun
tubuh.

Laporan Kasus
Seorang Wanita 53 Tahun dengan
Sirosis Hepatis Dekompensata
Yang Disertai Peningkatan
Kreatinin Serum

IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Suku

: Ny. Y
: 53 tahun
: Jawa

ANAMNESIS

Ku : perut terasa penuh


Riwayat penyakit sekarang:
Kurang lebih 2 minggu SMRS pasien mengeluh perut
terasa penuh. Perut terasa penuh di seluruh lapang perut.
Terasa penuh dirasakan terus menerus. Keluhan tidak terasa
memberat dengan pemberian makan dan tidak berpengaruh
pada perut kosong. Keluhan bertambah jika pasien
beraktivitas. Keluhan berkurang saat istirahat. Perut
kembung (+), mual (-) muntah (-), perut terasa panas (-).
Pasien merasa keluhan semakin memberat kemudian pasien
periksa ke RS Tegalyoso. Pasien dirawat selama 9 hari namun
tidak ada perbaikan, selanjutnya dirujuk ke RS Moewardi
dengan keterangan klinis sirosis hepatis dan hepatitis B.
Pasien juga mengeluhkan lemas. Lemas dirasakan seluruh
tubuh. Lemas mengganggu aktivitas sehari-hari. Pesien
merasa nafsu makan menurun (+)
perut terasa
membesar (+), nyeri ulu hati (-), badan dan mata terasa

BAK lancar sebanyak 6-8 kali sehari @ -1


gelas belimbing, berwarna kuning jernih. Tidak
terasa panas dan nyeri saat kencing. BAB
sebanyak 1-2 kali sehari. BAB lembek berwarna
coklat, lendir (-), darah (-)
Kurang lebih 3 bulan yang lalu pasien merasa
mata dan kulit menjadi kuning, perut terasa
penuh (+), mual (+), muntah (-). Kemudian
pasien berobat dan mondok di RS tegalyoso
selama 7 hari. Keluhan berkurang dan pasien
pulang.
Kurang lebih 1 tahun yang lalu pasien pernah
muntah darah. Muntah darah berwarna merah
kehitaman. Muntah darah timbul tiba-tiba saat
pasien istirahat di tempat tidur. Muntah darah

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat tekanan darah tinggi (+) 10 tahun rutin kontrol tiap


bulan
Riwayat diabetes (+) 15 tahun rutin kontrol tiap bulan
Riwayat maag disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat mondok : (+) 2 kali, 1 tahun yang lalu selama 8 hari di
endoskopi dengan indikasi hematemesis melena.
Riwayat sakit kuning : (+) 1 tahun yang lalu
Riwayat hematemesis melena : (+) 1 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat darah tinggi(+) bapak pasien
Riwayat kencing manis (+) kakak kandung
Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat sakit serupa disangkal
Riwayat Kebiasaan
Riwayat minum jamu (-)
Riwayat minum obat-obat bebas warung (-)
Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat kebiasaan minum
: (+) minuman
berenergi sejak 4 tahun sehari @ 1 botol besar.
Riwayat Tranfusi : disangkal
Riwayat kebiasaan minum obat-obatan
: (+) obat
hipertensi dan DM, pasien sering minum obat
paracetamol jika pusing (sejak 20 tahun)

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah seorang perempuan berusia 53


tahun. Bekerja sebagai petani. Pasien berobat di
RSUD Ambarawa menggunakan fasilitas
pembayaran Jamkesmas.

ANAMNESIS SITEMIK

Kepala : pusing (-), kepala terasa berat (-), mudah rontok (-)
Mata
: mata berkunang-kunang (-/-), kabur (-/-), gatal (-/-),
mata kuning (+/+), bengkak (-/-), bola mata menonjol (-/-)
Leher: kaku tengkuk (-), cengeng (-)
Hidung : tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air
berlebihan (-), gatal (-)
Telinga : pendengaran berkurang (-/-), keluar cairan atau darah
(-/-), pendengaran berdenging (-/-)
Mulut : sukar membuka mulut (-), bibir kering (-), gusi mudah
berdarah (-), papil lidah atrofi (-)
Tenggorokan : rasa kering dan gatal (-), sakit tenggorokan (-),
suara serak (-), sukar menelan (-)
Sistem respirasi : sesak (-), batuk (-), dahak (-), darah (-), nyeri
dada (-), mengi (-)
Sistem kardiovaskuler : sering pingsan (-), berdebar-debar (-),
keringat dingin (-), ulu hati terasa panas (-), denyut jantung
meningkat (-)

Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), sebah


(+), cepat kenyang (-), nafsu makan menurun (+),
nyeri ulu hati (-), diare (-), sulit BAB (-), BAB berdarah
(-), perut nyeri setelah makan (-), BAB warna seperti
dempul (-), BAB warna hitam (-).
Sistem muskuloskeletal : lemas (+), kaku sendi (-),
nyeri sendi lutut (-), bengkak sendi (-), nyeri otot (-)
Sistem genitourinaria : nyeri saat BAK (-), panas saat
BAK (-), sering buang air kecil (-), air kencing warna
seperti teh (-), BAK darah (-), nanah (-), rasa gatal pada
saluran kencing (-), kantung zakar bengkak (-).
Ekstremitas
Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung
jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-).
Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-),
ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-).

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum :
Tampak lemah , Sakit sedang, compos mentis, gizi

kesan cukup
Status Gizi : BB
60 kg
TB
153 cm
BMI 25,6 kg/ m2
Kesan : Status Gizi overweight
Lingkar Perut : 98 cm
Lingkar Pinggang : 100 cm
Tanda Vital :

Tensi : 110/80 mmHg


Nadi : 100x/ menit, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7 0C

Cor:
I. IC tak tampak
P. Iktus kordis teraba di SIC V 1 cm

Mata :
konjungtiva pucat (-/-)
Sklera ikterik (+/+)
Pupil isokor
Reflek cahaya (+/+)

kearah medial linea midclavicularis


P. Batas jantung kesan tidak melebar
A. BJ I-II reguler, bising (-)
JVP R+2cm, trakea di tengah,
simetris, KGB tidak membesar
Paru depan:
I. Pengembangan dada kanan sama
dengan dada kiri normal
P:fremitus raba kanan sulit di eavaluasi
P. Sonor / sonor
A.SDV (N/N), ST (-/-)

Paru Belakang :
I.

Pengembangan dada kanan


sama dengan kiri normal

P.

Fremitus raba sulit di evaluasi

P.

Sonor / sonor

men
>DD,,venektasi (-),capu medusa (-)
eristaltik (+) N

mpani pekak sisi (+), pekak alih (+)


undulasi (+), area troube timpani
span 7 cm

pel,NT (-)
r tidak teraba, lien tidak teraba,
hy sign (-)

spoon nail -/- kuku pucat -/oedem -/-, ikterik +/+

Q.

SDV +/+ normal, ST (-/-)

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Pemeriksaan

II

III

Satuan

Nilai Rujukan

11.1
31
9.8
118
2.97

10.7
31
9.5
85
2.64

10.4
32
7.8
97
2.96

g/dl
%
ribu/ul
ribu/ul
juta/ul

12.0-15.6
33-45
4.5-11.0
150-450
4.10-5.10

90
30
35
12
2.5
8
40

/um
Pg
Gr/dl
%
Gr/dl
Fl
%

80.0 96.0
28.0 33.0
33.0 36.0
11.6 14.6
2.2. 3.2
7.2 11.1
25 65

Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Gol darah ABO

Indeks Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
HDW
MPV
PDW

HITUNG JENIS
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
LUC/AMC
Kimia Klinik
Kreatinin
Ureum
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
Kalsium ion
Gamma GT
Alkali fosfatase
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
SGOT
SGPT
PT
APTT
Protein total

II

III
3.90
0.40
47.10
36.50
9.10
3.00

%
%
%
%
%
%

0.00 4.00
0.00 2.00
55.00 80.00
22.00 44.00
0.00 7.00
-

1.4
37

1.6
41

mg/dl
mg/dl

0.6-1.1
<50

133
4.2

132
3.7

1.07

1.06
32
55

mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
u/l
u/l

136-145
3.3-5.1
98-106
1.17-1.29
<38
42-98

mg/dl
mg/dl
mg/dl
u/l
u/l
detik
detik
g/dl

0.00-1.00
0.00-0.30
0.00-0.70
0-35
0-45
10-15
20-40
6.4-8.3

35
58
4.11
1.28
2.83
126
112

21.6
43.7
6.2

USG Abdomen
Hepar : ukuran mengecil, ekostruktur
inhomogen, dilatasi vaskuler maupun hiller (-),
nodul/kista (-)
Gall Bladder : ukuran normal, batu (-)
Pankreas: kedua ren, lien, vesica urinaria, dan
uterus dalam keadaan normal
Kesan : Curiga Sirosis Hepatis

RESUME
Pasien mengeluh perut terasa penuh di seluruh
lapang abdomen yang terus menerus sejak 2 minggu
SMRS, distensi abdomen (+). Keluhan dirasakan
semakin memberat sehingga pasien periksa ke RSUD
Ambarawa
Pasien juga mengeluhkan lemas hingga mengganggu
aktivitas sehari-hari. Pesien merasa nafsu makan
menurun (+), perut terasa membesar (+), dan badan
dan mata ikterik (+). Keadaan umum sakit sedang
dengan kulit ikterik (+), sklera ikterik (+/+), pekak alih
(+), tes undulasi (+), asites (+), palmar ikterik (+),
plantar pedis ikterik (+).
Riwayat tekanan darah tinggi (+) 10 tahun terkontrol.
Riwayat diabetes (+) 15 tahun terkontrol. Riwayat
ikterik (+) 1 tahun. Riwayat melena (+) 1 tahun.
Riwayat kebiasaan minum obat-obatan (+) obat
hipertensi dan DM. Riwayat kebiasaan minum (+)
minuman berenergi sejak 4 tahun sehari @ 1 botol

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah


didapatkan Hb 10.4, Hct 32, trombosit 97, eritrosit
2,96, kreatinin : 1,6, natrium : 132 , calcium ion: 1.06,
bilirubin total: 4.11, bilirubin direk: 2.83, bilirubin
indirek: 1.28, protein total: 6,2, albumin: 1.8, globulin :
44, HbsAg (reaktif). PT/APTT : 21.6/43.7, SGOT/SGPT
126/112. Pemeriksaan urin didapatkan leukosit 25,
eritrosit 250, epitel squamous 3-5, silinder granulated
20-25. Pada pemeriksaan USG abdomen, kesan sirosis
hepatis.

PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien mengeluhkan perut terasa penuh
dan kembung. Perut semakin membesar. Pada perkusi
abdomen didapatkan timpani, pekak alih (+) dan tes
undulasi (+). Hal ini menunjukkan tanda dan gejala
asites

Patogenesis asites terjadi karena pengaruh tekanan


tinggi dari vena hepatica yang mengalir ke vena cava
meningkat sebesar 3-7 mmHg di atas normal sehingga
menimbulkan transudasi cairan dari sinusoid hati dan
kapiler porta ke rongga abdomen (Guyton & Hall, 2006).

Pasien mengeluh mata dan badan berwarna kuning


semakin lama semakin bertambah. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan: ikterik pada kulit, sclera, daerah
kedua palmar, dan plantar pedis.
Ikterus
hiperbilirubinemia.
Ikterus
1) Bilirubin terkonjugasi
hiperbilirubinemia
akibat
bilirubin
terkonjugasi dapat dikeluarkan melalui urin
dan nontoksik
2) Bilirubin tak terkonjugasi
Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut air
karena transport dalam plasma terikat pada
albumin dan tidak dapat melalui membran
glomerulus sehingga tidak dapat dikeluarkan
melalui urin.
Jenis ini ditemukan dalam penyakit hepatoseluler
difus
akibat hepatitis virus, obat, atau sirosis

Dengan demikian, ikterus terjadi akibat


ketidakseimbangan produksi dan pengeluaran bilirubin
dengan mekanisme di bawah ini:*
1. Produksi bilirubin berlebihan
2. Penurunan penyerapan oleh hati
3. Gangguan konjugasi
4. Penurunan ekskresi hepatoseluler
5. Gangguan aliran empedu
*no 1-3 penyebab hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, 45 penyebab hiperbilirubinemia terkonjugasi (Nurdjanah,
2009; Crawford, 2007).
Ikterus mulai terlihat pada sclera apabila kadar
bilirubin 2-3 mg/dl dan tampak nyata pada kadar
bilirubin 7 mg%.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium pasien ini, kadar
bilirubin total: 4.11 md/dl, bilirubin direk: 1.28 mg/dl,
bilirubin indirek: 2.83 mg/dl.

Tanda dan gejala yang dialami pasien mengarah pada


klinis sirosis hepatis.
Sirosis hepatis secara klinis akan memberikan
gambaran dari hepatoselular dan hipertensi portal.
Gambaran hepatoselular pada pasien ini ditemukan
- icterus
- bilirubin meningkat,
- gangguan pembekuan darah - Peningkatan enzim
transaminase
- penurunan albumin
Sedangkan gambaran hipertensi portal pada pasien ini
ditemukan asites. Hal ini didukung dari hasil
pemeriksaan laboratorium
- PT: 21.6 detik - albumin: 1.8 g/dl
- APTT : 43.7 detik
- SGOT/SGPT : 126/112
Pemeriksaan USG Abdomen kesan sirosis hepatis.

Secara fungsional, sirosis terbagi atas:


a. Sirosis hati kompensata
Pada atadium kompensata ini belum terlihat gejalagejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada
saat pemeriksaan screening.
b. Sirosis hati dekompensata (sirosis hati aktif)
Pada stadium ini gejala-gejala nampak jelas.
Pada pasien ini lebih mengarah pada sirosis hepatis
jenis dekompensata, karena nampak gejala yang jelas,
baik hepatoseluler (ikterus, gangguan pembekuan
darah, penurunan albumin, bilirubin meningkat, dan
peningkatan enzim transaminase) maupun hipertensi
porta (asites).
- Selain itu, Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
HbsAg reaktif dan anti HCV non reaktif. Hasil tersebut
menunjukkan pasien menderita hepatitis B. Kadar
SGOT/SGPT: 126/112. Pada hepatitis kronis, kadar
SGOT/SGPT >1. Hal ini disebabkan karena kerusakan
utama terjadi pada hepatosit bagian inti sel sehingga

Pasien ini memiliki riwayat pengobatan DM selama 15


tahun.
Beberapa studi menunjukkan bahwa DM tipe II dapat
menjadi faktor etiologi penyakit hati kronis non
alkoholik yang berkembang menjadi sirosis (GarciaCompean et al., 2009). Pasien dengan hepatitis kronis,
DM dan fibrosis berisiko tiga kali lebih besar menjadi
hepatoma dibandingkan pasien nondiabetik (Donadon et
al., 2008).
Telah diketahui bahwa perlemakan hati, obesitas dan
resistensi insulin merupakan kofaktor kerusakan hati.
Pada pasien DM, kerusakan hati juga dapat disebabkan
akibat hepatotoksiksitas obat hipoglikemik oral (GarciaCompean et al., 2009).

Riwayat pengobatan hepatotoksik pada pasien juga


dapat disebabkan penggunaan acetaminophen
(paracetamol) sebagai analgetik.
Kerusakan hati akibat paracetamol tidak hanya terjadi
karena penggunaan overdosis ataupun dosis tinggi,
tetapi juga dapat terjadi akibat penggunaan dosis
rendah yang berkepanjangan (<4g/hari).
Kerusakan hati akibat paracetamol bukan disebabkan
oleh obatnya, namun karena metabolit toksik yang
dihasilkan oleh kompleks enzim sitokrom P450 pada
hati. Akumulasi metabolit ini berbahaya karena dapat
menyebabkan deplesi antioksidan endogen gluthatione
sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kshirsagar et al.,
2010).

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan


kreatinin sebesar 1,6 mg/dl.
Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melaui kombinasi
filtrasi dan sekresi.
Peningkatan kreatinin melebihi nilai normal
mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Pada
pasien ini peningkatan kreatinin serum bisa disebabkan
dari :
- Acute Kidney Injury (gagal ginjal akut)
- Diabetes mellitus (nefropati DM)

Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinik


akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi
secara mendadak yang menyebabkan retensi sisa
metabolisme nitrogen (ureum kreatinin) dan non
nitrogen, dengan atau tanpa disertai oligouria

Berdasarkan pemeriksaan lab, diagnosis ditegakkan


apabila terjadi peningkatan kreatinin serum secara
mendadak sebesar 0,5 mg% pada pasien dengan kadar
kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkatkan >20% bila
keadaan awal >2,5 mg% (Markum, 2009).

Penyebab utama gagal ginjal akut pada pasien sirosis


hepatis adalah gangguan prerenal atau sindrom
hepatorenal (Mucio-Bermejo, 2012).

Sindrom Hepatorenal (SHR) merupakan sindrom


reversibel pada pasien sirosis dengan hipertensi portal
dan kerusakan hati, dimana fungsi ginjal yang
terganggu ditandai dengan abnormalitas pada fungsi
kardiovaskuler dan aktivitas berlebihan saraf simpatis
dan sistem renin-angiotensin (Salerno et al, 2007)
Secara klinis sindrom hepatorenal diklasifikasikan
dalam dua tipe, yaitu tipe 1 dan 2.
SHR tipe 1
Manifestasi SHR tipe 1 sangat progresif dimana terjadi
peningkatan serum kreatini 2x lipat (nilai awal kreatinin
serum > 2,5 mg/dl) atau penurunan kreatinin clearance
50% dari nilai awal hingga mencapai 20 ml/menit dalam
waktu kurang dari 2 minggu.
SHR tipe 2
Bentuk kronis SHR ditandai dengan penurunan LFG
yang lebih lambat. Kondisi klinis pasien biasanya lebih
baik daripada SHR tipe 1.

Kriteria diagnostik digunakan untuk menetukan


sindrom hepatorenal berdasarkan International Ascites
Clubs Diagnostic Criteria of Hepatorenal Syndrome
meliputi kriteria:
1. Sirosis dengan ascites.
2. Kreatinin serum >1,5 mg/dl.
3. Tidak ada syok.
4. Tidak ada hipovolemia (tidak ada perbaikan fungsi
ginjal setelah 2 hari tanpa pemberian diuretik dan
volume ekspander dengan albumin dosis 1 g/kg/hari).
5. Tidak sedang dalam pengobatan dengan obat
nefrotoksik.
6. Tidak ada penyakit ginjal intrinsik (proteinuria < 0,5
g/hari; sel darah merah urin < 50/LPK; ultrasonografi
ginjal normal) (Salerno et al, 2007).
Apabila penyebab peningkatan kadar kreatinin serum
pada pasien ini disebabkan sindrom hepatorenal maka
terapi yang digunakan antara lain terapi suportif berupa

Kemungkinan lain penyebab peningkatan kreatinin


serum pada kasus ini yaitu nefropati DM yang
merupakan komplikasi mikroangiopati dari DM

Diagnosis nefropati dimulai dari terjadinya albuminuria


pada pasien DM. Apabila kadar albumin atau protein
dalam urin sangat rendah sehingga sulit dideteksi
dengan metode pemeriksaan urin biasa tetapi sudah
mencapai >30 mg/24 jam atau >20 mikrogram/menit
disebut mikroalbuminuria dan dianggap sebagai
nefropati insipien.

Pada pasien ini, pemeriksaan protein urin menunjukkan


hasil negatif sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
micral test untuk mendeteksi mikroalbuminuria pada
nefropati DM
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan untuk

Keluhan lain yang dirasakan pasien ini yaitu lemas, dan


nafsu makan menurun yang dapat menunjukkan gejala
anemia
Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan
hemoglobin (Hb : 10.4 g/dl). Dari indeks eritrosit
didapatkan MCV : 90 /um, MCH: 30 Pg, MCHC: 35 g/dl
sehingga
jenis
anemianya
adalah
normokromik
normositik.
Penyebab anemia normositik normokromik antara lain:
1. anemia pasca perdarahan akut
2. anemia aplastik
3. anemia hemolitik didapat
4. anemia akibat penyakit kronik
5. anemia pada gagal ginjal kronik
6. anemia pada sindrom mielodisplastik
7. anemia pada keganasan hematologic (Bakta, 2007)

Kemungkinan
penyebab
anemia
normositik
normokromik pada pasien ini adalah anemia akibat
penyakit kronis. Pada kasus ini, penyakit kronis yang
diderita pasien adalah penyakit hati (sirosis hepatis dan
hepatitis B)

Pada penyakit hari kronik alkoholik terjadi defisiensi


nutrisi dan memerlukan management yang tepat.
Defisiensi asam folat dari intake yang tidak adekuat,
defisiensi besi karena perdarahan dan intake yang tidak
adekuat menjadi penyebab dari anemia pada penyakit
hati kronik (Adamson, 2008).

Kadar ion kalsium pada pasien ini menurun (1,06).


Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat
dari berbagai masalah. Sebagian besar kalsium dalam
darah dibawa oleh protein albumin
Albumin

konsentrasi kalsium dalam darah

Hipokalsemia paling sering terjadi pada penyakit yang


menyebabkan hilangnya kalsium dalam jangka lama
melalui air kemih atau kegagalan untuk memindahkan
kalsium dari tulang. Pada pasien ini diberikan terapi
CaCO3 tablet 3x1 untuk memenuhi kebutuhan kalsiun
tubuh.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai