Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah salah satu infeksi saluran napas bawah akut yang sering

dijumpai. Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan
manifestasi infeksi saluran napas bawah lainnya. Pneumonia adalah peradangan
yang mengenai parenkim paru, bagian distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.1,2
Pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal dan atipikal
berdasarkan bakteri penyebabnya. Dalam perkembangannya pneumonia saat ini
dikelompokkan menjadi pneumonia komuniti yang didapat di masyarakat dan
pneumonia nosokomial yang didapat di rumah sakit atau pusat perawatan
kesehatan. Berdasarkan data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di
Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan
nomor 3 di Vietnam.2 Insiden pneumonia komunitas di Amerika dilaporkan 12
kasus per 1000 orang pertahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat
infeksi pada orang dewasa di negara tersebut.2
Penyebab pneumonia terkadang sulit ditemukan dan memerlukan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati. Sehingga dokter diharapkan agar
dapat menilai sesegera mungkin kebutuhan hospitalisasi pasien dengan kecurigaan

pneumonia

komuniti

menggunakan

indeks

keparahan

pneumonia

yang

disesuaikan dengan kondisi klinis. Berdasarkan rekomendasi konsensus beberapa


organisasi, pengobatan awal pneumonia diberikan terapi antibiotik secara empirik
dengan memperhatikan pengalihan terapi antibiotik parenteral ke antibiotik oral
jika keluhan membaik dan pasien dapat mentoleransi pengobatan oral.2,4

1.2

TUJUAN
1.
2.
3.
4.

1.3

Mengetahui dan memahami klasifikasi pneumonia


Mengetahui dan memahami tanda dan gejala pneumonia
Mengetahui dan memahami patofisiologi pneumonia
Mengetahui dan memahami cara penanganan pneumonia

MANFAAT
Makalah ini diharapkan memberikan tambahan ilmu pengetahuan
tentang berbagai klasifikasi cedera kepala, dan mengetahui tentang
penyebab, patofisiologi, gejala dan tanda pneumonia serta bagaimana
penanganannya.

BAB II
STATUS PASIEN

2.1

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. AL

Umur

: 14 bulan

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Tlogojoyo

Suku

: Jawa

Tanggal periksa : 24 Januari 2014


Nama Ayah

: Tn. A

Umur Ayah

: 33 tahun

Pekerjaan Ayah : Wiraswasta

2.2

Nama Ibu

: Ny. N

Umur Ibu

: 26 tahun

Pekerjaan Ibu

: Ibu Rumah Tangga

ANAMNESIS

(alloanamnesis dengan ibu penderita, tanggal 27 Januai 2014 )


Keluhan Utama: Sesak
1.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang di UGD RSI diantar oleh orangtuanya setelah pasien


sesak selama 3 hari dan batuk yang tidak kunjung sembuh. Pasien juga
mengalami demam.
2.

Riwayat Penyakit Dahulu:

3.

4.
5.

Riwayat sakit serupa

: disangkal

Riwayat MRS

disangkal

Riwayat kencing manis

disangkal

Riwayat asma

disangkal

Riwayat penyakit jantung

disangkal

Riwayat hipertensi

disangkal

Riwayat alergi

disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat kencing manis

:disangkal

Riwayat asma

:disangkal

Riwayat jantung

:disangkal

Riwayat Kehamilan
Ibu kontrol sekali sebulan secara teratur ke bidan.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan, ditolong bidan , langsung menangis kuat, BB lahir 2700

gram, panjang lahir 49 cm.


Riwayat minum dan makan
ASI
: sejak lahir sekarang
Makanan pendamping ASI : Nasi tim dan sayur
7.
Riwayat Imunisasi :
BCG : +
DPT : +
Polio : +
Hepaitis B : +
Campak : +
Kesan : imunisasi dasar pada pasien lengkap
8.
Riwayat Sosial Ekonomi dan Keluarga
6.

Pasien anak kedua dari dua bersaudara, ayah bekareja sebagai wiraswasta
dan ibu adalah ibu rumah tangga, tinggal di rumah sendiri, sumber air minum
berasal dari PDAM, buang air besar di WC, sampah rumah tangga dibakar.
9.

Riwayat Kebiasaan Keluarga


-

Riwayat merokok

: disangkal

Riwayat minum kopi

: Ayah (+), Ibu (-)

Riwayat minum alkohol

: disangkal

Riwayat olah raga

: jarang olahraga

Riwayat pengisian waktu luang : menonton tv di rumah, bermain


dengan kakak dan ibu di rumah.

10. Riwayat Gizi


Riwayat gizi An. AL kesan cukup. Sehari-hari An. AL minum ASI dan
makan nasi tim serta sayur, dan keluarga makan dengan lauk pauk yang
dimasak dirumah dengan menu tahu, tempe, ayam, daging, telur dan
sayur-sayur. An. AL sesekali mengkonsumsi buah.

2.3

ANAMNESIS SISTEM
1.

Kulit

: anemis (-), sianosis (-)

2.

Kepala

: Bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, ubunubun tidak cekung.

3.

Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-/-), penglihatan


kabur (-/-)

4.

Hidung : tersumbat (-/-), mimisan (-/-)

5.

Telinga : Tidak ada kelainan

6.

Mulut : Mulut tidak kering, lidah kotor (-), sianosis (-)

7.

Tenggorokan : nyeri menelan (-), suara serak (-)

8.

Pernafasan

9.

Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)

: sesak nafas (+)

10. Gastrointestinal : nafsu makan menurun (+) muntah (-), mual (-),
nyeri perut (-)
11. Genitourinaria :BAK normal
12. Neurologik

: kejang (-), lumpuh (-),kaki kesemutan (-/-)

13. Psikiatri : emosi stabil


14. Muskuloskeletal: kaku sendi (-),nyeri otot (-)
15. Ekstremitas

2.4

Atas kanan

: bengkak ( - ), sakit ( - ), luka ( - )

Atas kiri

: bengkak ( - ), sakit ( - ), luka ( - )

Bawah kanan : bengkak ( - ), sakit ( - ), luka ( - )

Bawah kanan : bengkak ( - ), sakit ( - ), luka ( - )

PEMERIKSAAN FISIK
1.

Keadaan Umum : tampak lemas

2.

Kesadaran :compos mentis dengan GCS (4 5 6)

3.

Tanda Vital (24 januari)


Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 88 x/menit regular, isi cukup, simetris

Pernafasan : 45 x/menit
Suhu

: 370c

4.

Antropometri :
BB : 7,6 Kg
TB : 74 cm
BB/U : 5,7/ 5 x 100% = 114 %
TB/U : 57/57 x 100% = 95,36 %
BB/TB : 7,6/8,5 x 100% = 114 %
Kesan : gizi baik

5.

Kulit : coklat, turgor baik, sianosis (-)

6.

Kepala : Bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, ubunubun tidak cekung.

7.

Mata :mata cowong (-/-), sklera putih (+/+), konjunctiva merah muda
(+/+), pupil isokor (+/+), penglihatan kabur (-/-)

8.

Hidung : rinorrhea (-/-)

9.

Mulut : mukosa bibir pucat (-/-), sianosis (-/-), bibir berdarah (-/-)

10.

Telinga : ottorhea (-/-)

11.

Leher : lesi kulit (-)

12.

Toraks :
Paru

Inspeksi

: normochest, retraksi epigastrium


(+)

Palpasi
Perkusi
Auskultasi
nyaring

: fremitus sukar dinilai


: sonor kiri = kanan
: bronkovesikuler, rhonki basah halus
di

kedua

memanjang
wheezing

+ -

+ + -

+
+
+

ronki

lapangan

paru,

ekspirasi

Cor:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
13.

: iktus tidak terlihat


: iktus terapa pada LMCS RIC V
: batas jantung sukar dinilai
: irama teratur, bising tidak ada.

Abdomen :
Inspeksi : sejajar dinding dada, venektasi (-),bekas jahitan (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor baik, massa (-)
Perkusi : timpani seluruh lapangan perut
Auskultasi: peristaltik (+) normal, bising usus (+) normal

14.

Ekstremitas : palmar eritem (-)


Akral dingin
-

Oedem

15. Pemeriksaan neurologik :


Kesadaran : compos mentis
Fungsi luhur : baik
Fungsi vegetatif : baik
2.5

DDx :
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan
DDx

Bronkitis
Bronkopneumonia

Pneumonia

2.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah lengkap
Jumlah sel darah :
Hb

: 10,7 g/dL

Ht

: 33,5 %

Leukosit : 7,81 ribu/L


Trombosit: 482 ribu/L (+)
Eritrosit : 4,3 juta/mm3
PDW

: 10,3 fL

MPV

: 7,17 fL (-)

PCT

: 0.3%

LED

:-

Index :
MCV

: 78,1 fL

MCH

: 25,0 pg

MCHC

: 32 %

Diff.Count
Basofil 0,4
Eosinofil 0,4
Limfosit 27,8

10

Monosit
Netrofil
Serologi
CRP 96 (+)
2. Rontgen PA Thorax
Tampak infiltrat dan konsolidsi di kedua sisi pulmo supra dan infrahillar
2.7

Resume
Pasien datang di UGD RSI diantar oleh orangtuanya setelah pasien
sesak selama 3 hari dan batuk yang tidak kunjung sembuh. Pasien juga
mengalami demam.
Pada pemeriksaan hematologi didapatkan peningkatan trombosit dan
pada foto rontgen PA thorax ditemukan tampak infiltrat dan konsolidsi di

2.8

2.9

kedua sisi pulmo supra dan infrahilar.


WDX
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang didapatkan working diagnosa pada An. AL adalah Pneumonia.
PENATALAKSANAAN
Farmakologi :
o
o
o
o

Oksigen nasal kanul 2 L/menit


Indikasi : sesak nafas, mempertahankan oksigenasi jaringan
IVFD CI:4 10 tpm
Indikasi : maintenance
Nebul combiven + NS 1 cc + aquabidest 1 cc
Indikasi : memperlonggar jalan nafas
Kalmetason 3 x 1 mg
Indikasi : Peradangan, inflamasi, keadan alergi dan penyakit lain
yang memerlukan terapi glukokortikoid
Kontra indikasi : Herpes simplek okular
Merosan 3 x 80 mg
Indikasi : Pneumonia dan nosocomial pneumonia
Kontra indikasi : Hipersensitivitas

11

Mikasin 80 mg
Indikasi :
Efek samping :

Non farmakologi :
o
2.10

Bed Rest
FOLLOW UP

Tanggal 24 Januari 2014


S

: Batuk(+), sesak (+)

: Tanda vital: Kesadaran : compos mentis dengan GCS 456


T: 120/80 mmHg
N: 120 x/menit
RR : 45x/menit
Tax : 37oC
Status generalis : dalam batas normal

: Bronkopneumonia

: infuse NS 14 tpm, O2nasal kanul 2 L/menit, inj. Merosan 80 mg,


inj. Kalmethason 1 mg, inj. Mikasin 80 mg, Nebulizer.
Rencana pemeriksaan Foto rontgen PA

Tanggal 25 Januari 2014


S

: sesak turun, batuk

: Tanda vital: Kesadaran : compos mentis dengan GCS 456


T: 120/80 mmHg
N: 110 x/menit
RR : 30x/menit
Tax : 37oC

: Pneumonia (Thorax PA positif)

12

: : infuse NS 14 tpm, O2nasal kanul 2 L/menit, inj. Merosan 80 mg,


inj. Kalmethason 1 mg, inj. Mikasin 80 mg, Nebulizer. PO syr
racikan.

Tanggal 26 Januari 2014


S

: Batuk(+)

: Tanda vital: Kesadaran : compos mentis dengan GCS 456


T: 120/80 mmHg
N: 110 x/menit
RR : 24x/menit
Tax : 36oC
Status generalis : dalam batas normal

: Pneumonia

: infuse NS 14 tpm, inj. Merosan 80 mg, inj. Kalmethason 1 mg,


inj. Mikasin 80 mg, Nebulizer.
Rencana pemeriksaan DL dan CRP

Tanggal 27 Januari 2014


S

: Tanda vital: Kesadaran : compos mentis dengan GCS 456


T: 120/80 mmHg
N: 112 x/menit
RR : 24x/menit
Tax : 36oC

: Pneumonia (recovery CRP negatif)

13

: : infuse NS 14 tpm, O2nasal kanul 2 L/menit, inj. Merosan 80 mg,


inj. Kalmethason 1 mg, inj. Mikasin 80 mg, PO syr racikan.
Pasien boleh pulang

2.11
No

Tanggal

1.

24/1/14

FLOW SHEET
S

Batuk(+),

Tanda vital:

A
Bronkopneumo

sesak (+).

KU : compos mentis, GCS 456

nia

P
infuse NS 14 tpm
O2nasal

kanul

L/menit

T: 120/80 mmHg

inj. Merosan 80 mg,

N: 120 x/menit

inj.

RR : 45x/menit

Kalmethason 1 mg,

Tax : 37oC

inj.

Status generalis : dalam batas

Mikasin 80 mg,

normal

Nebulizer.
Rencana pemeriksaan

2.

25/1/14

Batuk(+),

Tanda vital:

Pneumonia

sesak turun.

KU : compos mentis, GCS 456

(Rontgen

T: 120/80 mmHg

Thorax positif)

N: 110 x/menit

Foto rontgen PA
infuse NS 14 tpm
O2nasal

kanul

L/menit
inj. Merosan 80 mg,
inj. Kalmethason 1

RR : 30x/menit

mg

Tax : 36,5oC

inj.Mikasin 80 mg,

Status generalis : dalam batas

Nebulizer.

normal

26/1/14

Batuk(+),

Tanda vital:

sesak turun.

KU : compos mentis, GCS 456


T: 120/80 mmHg
N: 110 x/menit
RR : 24x/menit

Pneumonia

infuse NS 14 tpm
inj. Merosan 80 mg,
inj. Kalmethason 1
mg
inj. Mikasin 80 mg,
Nebulizer.

14

Tax : 36oC
Status generalis : dalam batas
normal

27/1/14

infuse NS 14 tpm

Tanda vital:

Pneumonia

KU : compos mentis, GCS 456

(Recovery CRP

T: 120/80 mmHg

negatif)

N: 100 x/menit

inj. Merosan 80 mg,


inj. Kalmethason 1
mg
inj. Mikasin 80 mg,

RR : 24x/menit

PO syr

Tax : 36oC
Status generalis : dalam batas
normal

BAB III
IDENTIFIKASI KELUARGA

3.1

DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Pasien

: An. AL

Nama kepala keluarga: Tn. A

No

Alamat lengkap

: Tlogojoyo

Bentuk Keluarga

: Nuclear family

Nama

1. Tn. A

Status

L/P

Menikah

Umur Pendidikan Pekerjaan


45 tahun

Terakhir
SMA

Wiraswasta

Pasien

Ket

Klinik
-

Kepala
keluarga

15

2. Ny. N
3. An. P

Menikah
Belum

P
P

43 tahun
3 tahun

SMA
-

IRT
-

Ibu
Anak

4. An. AL

Menikah
Belum

12 bulN

Pasien RSI

Anak

Menikah
Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah
Kesimpulan:
Keluarga An. AL adalah nuclear family yang terdiri atas 4 orang dan tinggal
dalam satu rumah. An. AL merupakan anak kedua dari Tn. A dan Ny. N yang
tinggal dalam satu rumah.

3.2

FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
An. AL sebagai pasien dengan diagnosis Pneumonia
2. Fungsi Psikologis
An. AL tinggal dengan kedua orangtuanya dalam satu rumah.
Hubungan An. AL dengan keluarga baik dan saling memperhatikan. Ibu
pasien langsung membawa pasien ke IGD RSI setelah batuknya diobati
tidak sembuh sembuh dan sesak semakin berat.
3. Fungsi Sosial
An. AL adalah anak kedua dari 2 bersaudara. keluarga tidak
mempunyai kedudukan sosial tertentu baik dalam masyarakat sekitar.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

16

Biaya rumah sakit ditanggung oleh orang tua An. AL sendiri. Pola
makan pasien sehari-hari cukup baik masih ASI dan diberi makanan
pendamping ASI.
Kesimpulan
Dari seluruh poin dapat disimpulkan bahwa An. AL 14 bulan
dengan diagnosis pneumonia. Dari fungsi sosial dan ekonomi cukup baik.

3.3

FUNGSI FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS


Fungsi fisiologis dinilai menggunakan APGAR score. APGAR
score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau
dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi :
1. Adaptasi
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
2. Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara
anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut.
3. Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut.
4. Affection

17

Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota


keluarga.
5. Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata 5 kurang, 6-7 cukup
dan 8-10 adalah baik.
Tabel 5.1 APGAR score
APGAR Tn. AD Terhadap Keluarga

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

Sering/

Kadang-

selalu

kadang

keluarga saya bila saya menghadapi masalah


P

Saya

puas

dengan cara

keluarga

saya

membahas dan membagi masalah dengan


saya
G Saya

puas

dengan cara

keluarga

saya

menerimadan mendukung keinginan saya


untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga
mengekspresikan

kasih

sayangnya

saya

dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,


perhatian dll
R Saya puas dengan carakeluarga saya dansaya
membagi waktu bersama-sama

APGAR score Tn. A=10

Jarang/
Tidak

18

Untuk Tn. A APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :


Adaptation

: Dalam menghadapi masalah hidup, Tn. A selalu

membahas dengan keluarga.


Score : 2
Partnership : Komunikasi dengan keluarga terjalin baik.
Score : 2
Growth : Tn. A sering berdiskusi bersama dengan keluarga untuk
menentukan keputusan
Score : 2
Affection : Kasih sayang yang terjalin antara penghuni rumah terjalin
baik
Score : 2
Resolve : Tn. A sering kumpul, makan, dan keluar bersama dengan
keluarga.
Score : 2
Tabel 5.2 APGAR score
APGAR Ny. N Terhadap Keluarga
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
P

keluarga saya bila saya menghadapi masalah


Saya puas dengan cara keluarga saya

Sering/

Kadang-

Jarang/

selalu

kadang

Tidak

membahas dan membagi masalah dengan


saya
G Saya

puas

dengan cara

keluarga

saya

menerimadan mendukung keinginan saya


untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru

19

A Saya puas dengan cara keluarga


mengekspresikan

kasih

sayangnya

saya

dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,


perhatian dll
R Saya puas dengan carakeluarga saya dansaya

membagi waktu bersama-sama

APGAR score Ny. N=10


Untuk Ny. N APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation

: Dalam menghadapi masalah hidup, Ny. N selalu

membahas dengan keluarga.


Score : 2
Partnership : Komunikasi antara Ny. N dengan keluarga terjalin baik.
Score : 2
Growth : Ny. N sering berdiskusi bersama dengan keluarga untuk
menentukan keputusan
Score : 2
Affection : Kasih sayang yang terjalin antara penghuni rumah terjalin
baik
Score : 2
Resolve : Ny. N sering kumpul, makan, dan keluar bersama dengan
keluarga.
Score : 2
Tabel 5.3 APGAR score
APGAR An. P Terhadap Keluarga
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

Sering/

Kadang-

Jarang/

selalu

kadang

Tidak

20

keluarga saya bila saya menghadapi masalah


Saya puas dengan cara keluarga saya

membahas dan membagi masalah dengan


saya
G Saya

puas

dengan cara

keluarga

saya

menerimadan mendukung keinginan saya


untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga
mengekspresikan

kasih

sayangnya

saya

dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,


perhatian dll
R Saya puas dengan carakeluarga saya dansaya

membagi waktu bersama-sama

APGAR score An. P=10


Untuk An. AL APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation

: Dalam menghadapi masalah hidup, An. P selalu

membahas dengan keluarga.


Score : 2
Partnership : Komunikasi antara An. P dengan keluarga terjalin baik.
Score : 2
Growth : An. P sering berdiskusi bersama dengan keluarga untuk
menentukan keputusan
Score : 2
Affection : Kasih sayang yang terjalin antara penghuni rumah terjalin
baik
Score : 2

21

Resolve : An. P sering kumpul, makan, dan keluar bersama dengan


keluarga.
Score : 2
Tabel 5.3 APGAR score
APGAR An. AL Terhadap Keluarga
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
P

keluarga saya bila saya menghadapi masalah


Saya puas dengan cara keluarga saya

Sering/

Kadang-

Jarang/

selalu

kadang

Tidak

membahas dan membagi masalah dengan


saya
G Saya

puas

dengan cara

keluarga

saya

menerimadan mendukung keinginan saya


untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga
mengekspresikan

kasih

sayangnya

saya

dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,


perhatian dll
R Saya puas dengan carakeluarga saya dansaya

membagi waktu bersama-sama

APGAR score An. AL=10


Untuk An. AL APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation

: Dalam menghadapi masalah hidup, An. AL selalu

membahas dengan keluarga.


Score : 2
Partnership : Komunikasi antara An. AL dengan keluarga terjalin baik.
Score : 2

22

Growth : An. AL sering berdiskusi bersama dengan keluarga untuk


menentukan keputusan
Score : 2
Affection : Kasih sayang yang terjalin antara penghuni rumah terjalin
baik
Score : 2
Resolve : An. AL sering kumpul, makan, dan keluar bersama dengan
keluarga.
Score : 2

APGAR score keluarga An. AL = (10+10+10+10) : 4 = 10


Kesimpulan : Fungsi fisiologis keluarga An. AL baik.
Fungsi patologis dari keluarga An. AL dinilai dengan menggunakan alat
S.C.R.E.E.M sebagai berikut.
Tabel 5.4 SCREEM keluarga penderita

Social
Culture

Sumber
Ikut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya

Patologis
-

Menggunakan adat istiadat daerah asal


Pemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian

juga dalam ketaatannya dalam beribadah.


Penghasilan keluarga relatif cukup
Tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga ini

Religious
Economic
Educationa
l

cukup.
Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga An. AL

Medical
ke praktek dokter umum atau RS
Kesimpulan
Keluarga An. AL tidak memiliki fungsi patologis.

23

3.4

GENOGRAM KELUARGA
Bentuk keluarga An. AL adalah Nuclear family
Tn.? (?)

Tn. ? (?)

Tn.? (?)

Ny. ? (?)

Tn. ? (?)

Ny. ? (?)

Tn. A
(33th)

Ny. N (26

th)

Ny. ?
(?)

An. P(3th)
An, AL
(14bln)

Keterangan :
: Laki-laki

? : Tidak diketahui identitasnya

: Perempuan

: Garis keturunan

: Pasien

: Garis perkawinan
----------

3.5

: Tinggal serumah

INFORMASI POLA INTERAKSI KELUARGA


An. AL

Tn. A

Ny. N

An. AP

24

Keterangan :

hubungan baik

Kesimpulan :
Hubungan antara An. AL dengan keluarga baik dan dekat. Dalam keluarga
ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar keluarga.

3.6

IDENTIFIKASI FAKTOR PERILAKU DAN NON PERILAKU


KELUARGA

A.

Faktor Perilaku Keluarga


Pengetahuan
An. AL dan keluarga memiliki pengetahuan yang baik tentang
kesehatan. Tetapi keluarga pasien tidak terlalu paham terhadap
penyakit pasien sekarang ini.

Sikap
An. AL dan keluarga sangat perduli terhadap kesehatan penderita.
Ketika pasien MRS keluarga pasien bergantian menjaga pasien di
rumah sakit.

Tindakan
Keluarga selalu mengantarkan pasien untuk berobat. Ketika pasien
kesulitan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, orang tua selalu
membantu.

B. Faktor Non Perilaku


Identifikasi Lingkungan Rumah

25

Keluarga ini tinggal di sebuah rumah yang berdempetan dengan


rumah tetangganya. Terdiri dari ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 ruang
keluarga yang terdapat TV, satu dapur, dan 1 kamar mandi. Saluran
jamban memiliki septic tank. Secara keseluruhan kebersihan rumah

sudah cukup.
Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan termasuk praktek dokter, apotek dan
sebagainya masih dapat di jangkau dengan mudah oleh keluarga An.
AL. Jika salah satu anggota keluarga ada yang yang sakit biasanya
pergi berobat ke puskesmas. Dan bila dirasa sakitnya parah mereka
membawa ke dokter atau RS untuk mendapatkan perawatan yang
lebih baik.

Keturunan
Dalam keluarga An. AL tidak didapatkan penyakit turunan.

Kesimpulan :
Lingkungan rumah memenuhi syarat kesehatan dan memiliki
pengetahuan yang kurang terhadap kondisi An. AL sekarang.

26

Diagram faktor perilaku dan non perilaku


Lingkungan :
lingkungan rmah
keluarga An. AL
cukup memenuhi
syarat kesehatan

Pengetahuan :
keluarga pasien
kurang paham
terhadap penyakit
pasien.

An. AL
(Pneumoni
a)

Sikap : Keluarga
pasien sangat perduli
terhadap kondisi
pasien.

Bila sakit berobat ke


puskesmas, dokter
praktek/RS.

Tindakan : Ketika
pasien kesulitan
untuk melakukan
kegiatan sehari-hari,
orang tua selalu
membantu.

Ket:

: Faktor Perilaku
:Faktor Non-perilaku

Denah rumah An.AL

Kama
r
Mand
i

Kamar
Tidur
DAPUR

R.

Penyakit keturunan :
keluarga An. AL tidak
memiliki riwayat
penyakit keturunan.

R.
Kamar
Tidur

27

3.7

DAFTAR MASALAH

A. Masalah medis :
An. AL menderita bronkopneumonia.
B. Masalah non medis :
C. Diagram Permasalahan Pasien
Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien.
Keluarga khawatir
dengan
penyakit
AN. AL bertambah
parah.

An. AL

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

28

4.1

Anatomi Sistem Respirasi

Gambar 1. Sistem Respirasi


a.

Hidung
Hidung merupakan bagian paling atas dari alat pernapasan dan merupakan

alat pernapasan paling awal yang dilalui udara. Di hidung terdapat saraf-saraf
penciuman. Rongga hidung berhubungan dengan rongga mulut udara masuk ke
dalam rongga hidungdan melalui lubang hidung. Rongga hidung memiliki tiga
fungsi utama yaitu:

Memanaskan udara

Pada rongga hidung terdapat suatu struktur yang disebut concha. Permukaan
concha ini diliputi banyak pembuluh darah kapiler, sehingga suhunya selalu
hangat. Udara yang menuju paru-paru bila melaluinya akan dihangatkan.

Menyaring udara.

Mencegah pemasukan gas-gas yang membahayakan ke dalam paru-paru. Hal ini


dimungkinkan oleh adanya indra pembau pada hidung, sehingga jika tercium bau
gas yang tidak enak merupakan petunjuk agar hidung ditutup. GasCO yang tidak

29

berbau akan lolos dari penyaringan ini, sehingga dapat menimbulkan kematian.
Mencegah masuknya debu-debu yang terkandung di dalam udara. Hal ini
dimungkinkan oleh adanya rambut-rambut halus disebut silia, yang meliputi
selaput mukosa hidung. Ketika dilalui udara silia bergerak menggelombang.

Melembabkan udara

Keadaan selaput mukosa hidung selalu lembab dan selalu memberikan sebagian
kelembapannya untuk udara yang terisap masuk. Oleh karena itu, udara akan
menjadi lembab dan hangat sebelum masuk paru-paru.

b.

Laring
Pada bagian ujung belakang rongga hidung terdapat daerah yang disebut

faring (tekak). Faring merupakan lanjutan dari saluran hidung yang meneruskan
udara ke laring. Laring terdiri dari lempengan-lempengan tulang rawan. dan
tulang-tulang rawan pembentuk jakun. Apabila kita perhatikan bagian leher pada
laki-laki dewasa akan tampak adanya tonjolan jakun ini. Sebenarnya jakun tidak
hanya milik laki-laki saja, wanita pun memilikinya, hanya saja jakun pada wanita
tidak menonjol seperti milik laki-laki. Jakun tersusun dari katup pangkal
tenggorok, perisai tulang rawan, serta gelang-gelang tulang rawan. Pada laring
juga terdapat selaput suara yang akan bergetar jika ada udara yang melaluinya,
misalnya pada saat berbicara. Laring memiliki katup yang disebut epiglotis (anak
tekak). Epiglotis selalu dalam keadaan terbuka, dan hanya menutup jika ada
makanan yang masuk ke kerongkongan.Bagian dalam dindingnya digerakkan oleh
otot untuk menutup serta membuka glotis. Glotis adalah lubang mirip celah yang
menghubungkan trakea dengan faring.

30

c. Tracea
Batang tengorok atau trakeamerupakan saluran pernapasan yang memanjang
dari pangkal rongga mulut sampai dengan rongga dada. Trakea berbentuk pipa
tersusun dari cincin-cincin tulang rawan terletak di depan kerongkongan. Trakea
menghubungkan rongga hidung maupun rongga mulut dengan paru-paru. Maka,
di samping melalui hidung, udara pernapasan dapat juga diambil melalui mulut.
Batang tenggorok selalu dalam keadaan terbuka sehingga proses
pernapasan dapat dilakukan setiap saat.. Bagian dalam trakea licin dilapisi oleh
selaput lendir dan mempunyai lapisan yang terdiri dari sel-sel bersilia. Lapisan
bersilia ini berfungsi untuk menahan debu atau kotoran dalam udara agar tidak
masuk ke dalam paru-paru. Apabila udara yang masuk itu kotor dan tidak dapat
disaring seluruhnya serta mengandung bakteri atau virus, akan mengakibatkan
infeksi radang tenggorokan dan mengganggu jalannya pernapasan.

a.

Bronkus
Bronkus merupakan bagian yang menghubungkan paru-paru dengan trakea.

Bronkus terdapat di paru-paru kanan dan kiri. Cabang brokus ke kiri lebih
mendatar bila dibandingkan dengan cabang bronkus ke kanan. Hal ini merupakan
penyebab mengapa paru-paru kanan lebih mudah diserang penyakit dibanding
paru-paru kiri. Setiap bronkus terdiri dari lempengan tulang rawan dan dindingnya
terdiri dari otot halus. Bronkus bercabang-cabang lagi disebut bronkiolus. Dinding
bronkiolus tipis dan tidak bertulang rawan.

b.

Pulmo

31

Paru-paru adalah alat respirasi terletak antara rongga dada dan


diafragma.Diafragma adalah sekat rongga badan yang membatasi rongga dada
dan rongga perut. Selain sebagai pembatas, otot diafragma berperan aktif dalam
proses pernapasan. Paru-paru diselubungi oleh selaput elastis yang disebut pleura.
Paru-paru terdiri dari dua bagian, yaitu paru-paru kiri dan paru-paru kanan.
Paru-paru kiri terdiri dari dua gelambir, sedangkan paru-paru kanan terdiri dari
tiga gelambir. Di dalam paru-paru terdapat bronkus dan bronkiolus. Bronkiolus
paru-paru bercabang-cabang

lagi membentuk

pembuluh-pembuluh

halus.

Pembuluh-pembuluh halus ini berakhir pada gelembung-gelembung halus mirip


buah anggur yang berisi udara yang disebut alveolus. (alveoli = jamak). Yang
jumlahnya kira-kira mencapai 300.000.000 alveoli dengan luas permukaan
seluruhnya apabila direntangkan sekitar 80 meter persegi. Alveolus sangat tipis,
namun elastis dan mengandung kapiler-kapiler darah yang membentuk jaringjaring.
4.2

Fisiologi Sistem Respirasi

Proses bernapas pada manusia dapat terjadi secara sadar maupun tidak sadar.
Bernapas secara sadar terjadi jika kita melakukan pengaturan-pengaturan saat
pernapasan, misalnya pada saat latihan dengan cara menarik napas panjang,
kemudian menahannya beberapa saat, serta mengeluarkannya. Bernapas secara
tidak sadar, yaitu respirasi yang dilakukan tanpa perintah otak, misalnya pada saat
kita tidur nyenyak pun kita melakukan pernapasan.
Bernapas adalah pengambilan udara pernapasan masuk kedalam paru-paru
(inspirasi)

dan

pengeluarannya

(ekspirasi).

Inspirasi

dan

ekspirasi

ini

berlangsnglima belas sampai delapan belas kali setiap menit. Proses tersebut

32

diatur oleh otot-otot diafragma dan otot antar tulang rusuk. Kerja otot-otot
tersebutlah yang dapat mengatur volume ruang dada, memperbesar ataupun
memperkecil menurut kehendak kita
Proses bernapas selalu terjadi dua siklus, yaitu inspirasi dan ekspirasi.
Berdasarkan cara melakukan inspirasi dan ekspirasi serta tempat terjadinya,
manusia dapat melakukan dua mekanisme pernapasan, yaitu pernapasan dada dan
pernapasan perut.

a.

Pernapasan Dada
Pernapasan dada disebut juga pernapasan tulang rusuk. Proses inspirasi

diawali dengan berkontraksinya otot antar tulang rusuk, menyebabkan


terangkatnya tulang rusuk. Keadaan ini menyebabkan rongga dada membesar
sehingga tekanan udara di dalam dada menurun dan paru-paru mengembang.
Paru-paru yang mengembang menyebabkan tekanan udara rongga paru-paru
menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Dengan demikian udara dari luar
masuk ke dalam paru-paru. Sebaliknya proses ekspirasi berlangsung pada saat
otot antar tulang rusuk berelaksasi sehingga tulang rusuk turun kembali. Keadaan
ini mengakibatkan rongga dada menyempit, sehingga tekanan udara dalam rongga
dada meningkat dan paru-paru mengecil. Paru-paru yang mengecil menyebabkan
tekanan udara dalam rongga paru-paru menjadi lebih tinggi dibanding tekanan
udara luar, sehingga udara keluar dari paru-paru.

b.

Pernapasan Perut

33

Mekanisme

proses

inspirasi

pernapasan

perut

diawali

dengan

berkontraksinya otot diafragma, sehingga diafragma yang semula melengkung


berubah menjadi datar. Keadaan diafragma yang datar mengakibatkan rongga
dada dan paru-paru mengembang. Tekanan udara yang rendah dalam paru-paru
menyebabkan udara dari luar masuk ke paru-paru. Proses ekspirasi terjadi pada
saat otot diafragma berelaksasi, sehingga diafragma kembali melengkung.
Keadaan melengkungnya diafragma mengakibatkan rongga dada dan paru-paru
mengempis, tekanan udara dalam paru-paru naik, maka udara keluar dari paruparu.

4.3 Definisi
Pneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang
disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
4.4 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak di bawah umur 2 tahun.
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7

34

di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam.


Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia
dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per
1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi
pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika
adalah 10 %.Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya
ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati
urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP
Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 %
diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 %
diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus
infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka
kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat
dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
4.5 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,

35

gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab


pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar.
1. Faktor infeksi
a. Infeksi bakteri
Diplococcus Pneumoniae
Pneumococcus
Streptococcus Pneumoniae
Staphylococcus Aureus
Merupakan bakteri penyebab bronkopneumonia pada bayi dan anakanak berumur muda, yang berat, serius dan sangat progresif dengan
mortalitas tinggi.
Eschericia Coli
b. Infeksi Virus
Respiratory Syncytial Virus, Virus Sitomegalo, Virus Influenza, Virus
Parainfluenza 1,2,3, Virus Adeno, Virus Rino, Virus Epstein-Barr
Usia

Lahir 20 hari

Etiologi yang sering


Bakteri

Etiologi yang jaang


Bakteri

E.colli

Bakteri anaerob

Sreptococcus group B

Streptococcus group D

Listeria Monocytogenes

Haemophillus influenza
Streptococcus
pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks

36

Bakteri

Bakteri

Virus

Bordetella pertussis

Virus Adeno

Hamophillus

Virus Influenza
3 minggu 3 bulan

Virus

Parainfluenza

1,2,3

influenza

tipe B
Moraxella catharallis
Staphylococcus aureus

Repiratory

Syncytial

virus

Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo

Bakteri
Chlamydia trachomatis
Mycoplasma
pneumoniae
Streptococcus
pneumoniae

Bakteri
Hamophillus

influenza

tipe B
Moraxella catharallis
Neisseria meningitidis
Staphylococcus aureus

4 bulan - 5 tahun
Virus
Virus
Virus adeno
Virus influenza

Virus varisella zoster

37

Virus parainfluenza
Virus rino
Repiratory

Syncytial

virus
Bakteri

Bakteri

Chlamydia trachomatis

influenza

tipe B

Mycoplasma

Legionella sp

pneumoniae
Streptococcus
5 tahun remaja

Hamophillus

Staphylococcus aureus

pneumoniae

Virus
Virus adeno
Virus Epstein Barr
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus rino
Repiratory Syncytial virus
Virus varisella zoster

4.5 Patogenesis
Dalam

keadaan

sehat,

paru-paru

tidak

akan

terjadi

pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan


paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru-paru merupakan ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak

38

dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke


dalam saluran nafas dan paru-paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
1.
2.
3.
4.

Inhalasi langsung dari udara


Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
Penyebaran secara hematogen
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui

jalan nafas sampai ke bronkus, bronkiolus dan alveoli yang menyebabkan


radang pada jaringan sekitarnya.1,10
Mikroorganisme yang terinhalasi ke dalam saluran nafas akan
menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas yang dapat menimbulkan
gejala-gejala seperti batuk, pilek, dan demam ringan.
Apabila hal ini tidak diobati dengan segera dan sistem imun tubuh
sedang menurun maka infeksi akan berlanjut ke saluran nafas bawah. Hal ini
akan direspon dengan mengaktivasi silia dan mengeluarkan sekresi mukus
untuk mengeluarkan benda asing yang masuk. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya batuk produktif pada penderita bronkopneumonia.
Selain itu, mikroorganisme yang difagosit oleh makrofag akan
mengeluarkan sitokin berupa interleukin-1 (IL-1) yang mengakibatkan
hipotalamus menginduksi pelepasan prostaglandin E-2 (PGE-2) yang akan
menaikkan set point. Hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya
demam.1,10
Selanjutnya, timbul edema yang merupakan reaksi jaringan yang akan
mempermudah proliferasi kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang
terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel polimorfo nuklear
(PMN), fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Kemudian, deposisin fibrin

39

akan semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan
terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag mengalami peningkatan di alveoli, sel
akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
Stadium ini disebut stadium resolusi. Namun, sistem bronkopulmoner
jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.9
Stadium
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat
jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa netrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung
udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam
alveolus didapatkan fibrin, leukosit, neutrofil, eksudat dan banyak sekali
eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.
Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leuksoit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi
kongestif.
4. Stadium resolusi (7-12 hari)
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang. Secara patologi anatomi bronkopneumonia berbeda dari

40

pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan


distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotik urutan stadium
khas ini tidak terlihat.
4.6 Manifestasi Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara
ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga
memerlukan perawatan di RS.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada
anak adalah imaturitas anatomikdan imunologik, mikroorganisme penyebab yang
luas, gejala klinik yang kadang kadang tidak khas terutama pada bayi,
terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang
relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,


penurunan afsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mutah atau diare;
kadang kadang ditemukan geala infeksi ekstrapulmoner.

Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,


takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda kliis seperti pekak perkusi,

suara nafas melemah, dan ronkhi. Akan tetapi pada neonatus dan bai kecil gejala

41

dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi
dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil
Pneumonia pada neonatus sering kali terjadi akibat transmisis vertikal
ibu-anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat
kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium,
cairan amnion, atau dari servix ibu. Infeksi dapat berasal dari kimtaminasi dengan
sumber infeksi dari RS (hospital-acquired pneumoni ). Disamping itu dapat terjadi
akibat kontaminasi dengansumber infeksi dari masyarakat ( community-acquired
pneumonia).
Gambaran pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup
serangan apnea, sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah,
tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Ada
bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan
antara sepsis dan meningitis. Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil
sering ditemukan sebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas sangat tiggi di
negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%. Angka kematian di Indonesia dan di
negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap
kemungkinan adanya pneumonia pada neonatus dan bayi kecil berusia dibawah 2
bulan harus segera dirawat di RS.
infeksi oleh Chamydia trachomatis merupakan infeksi perinatl dan dapat
menyebabkan pneumonia pada bayi berusia dibawah 2 bulan. Umumnya bayi
mendapatkan infeksi dari ibu pada masa persalinan. Port dentree infeksi meliputi

42

mata, nasofaring, saluran respiratori, dan vagina. Gejala timbul pada usia 4-12
minggu. Gejala umum ; gejala infeksi respiratori ringan-sedang, ditandai dengan
batuk-batuk stacatto ( inspirasi diantara setiap satu kali batuk ), kadang kadang
disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Beberapa kasus infeksi
berkembang menjadi pneumonia berat ( sindrom pneumonitis ) dan memerlukan
perawatan. Gejala klinis meliputi ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis.
Gambaran foto rontgen thoraks tidak khas, umumnya terlihat tandatanda
hiperinflasi bilateral dengan berbagai bentuk infiltrat difus, seperti infiltrat
iinterstisial, retikulonoduler, atelektasis, bronkopneumonia, dan gambarn milier.
Antibiotik pilihan adalah makrolid intravena.

2. Pneumonia pada Balita dan Anak yang Lebih Besar.


Pada anak yang lebih besar dan remaja,

Mycoplasma pneumonae

merupakan etiologi pneumonia atipik yang cuup signifikan. Keluhan meliputi


demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, kadang kadang keluhan
gastrointestinal. Secara klinis ditemukan gejala- gejala respiratori seperti takipnea,
retraksi subkosta, nafas cuping hidung, ronki dan sianosis. Anak besar dengan
pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada. Ronki hanya ditemkan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea
merupakan gejala pneumonia yang bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau
empiema gerakan dada tertinggal di daerah efusi. Gaerakan dada juga akan
tergnggu bila terdapat nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura bertambah,
sesak nafas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan
berubah menjadi nyeri tumpul.

43

Kadang kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kann
bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke
kuadran kanan bawah menyerupai apendisistis. Abdomen mengalami distensi
kibat dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati
mungkin terba karena tertekan oleh difragma, atau memang membesar karena
terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi pneumonia.
4.7 Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Hal-hal yang dapat ditanyakan selama anamnesis meliputi9 :
a. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat,
umur orang tua, pendidikan dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama : sebagian besar balita penderita bronkopneumonia
dibawa karena sesak nafas.
c. Riwayat perjalanan penyakit :
Demam
Batuk dan pilek
Sesak nafas
d. Riwayat penyakit sebelumnya
e. Riwayat imunisasi
f. Riwayat makanan : ASI, PASI
g. Riwayat kontak dengan orang lain yang menderita penyakit tertentu
h. Riwayat berobat
2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi dapat dijumpai keadaan sebagai berikut9 :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Gelisah
Malaise
Merintih
Batuk
Sesak nafas
Nafas cuping hidung
Retraksi dada suprasternal, intercostal ataupun subcostal
Sianosis

44

Sedangkan pada perkusi dan auskultasi bronkopneumonia dijumpai


ronki basah halus nyaring tersebar, pekak tidak nyata. Namun, perkusi dan
auskultasi dari bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisiknya tergantung
pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak
dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki
basah gelembung halus sampai sedang.1
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin
pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada
auskultasi terdengar mengeras.17
3. Pemeriksaan penunjang
1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumoia virus dan juga mikoplasma umumnya ditemukan
leukosit dalam baas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada
pneumonia bakteri didapatkan leukositosis ( 15.000 40.000/mm3 ).
Dengan prdominan PMN. Leukopenia ( < 5000/mm 3 ) menunjukkan
prognosis yang buruk. Pada infeksi Chlamydia kadang kadang ditemukan
eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel PMN pada cairan eksudat
berkisar 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatigf lebih
rendah daripada glukosa darah. Kadang kadang terdapat anemia ringan
dan LED yang meningkat. Secara umum hasil peneriksaan darah perifer
lengkap tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara
pasti.

45

2. C- Reaktif Protein ( CRP )


CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat
distimulasi oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi
pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri,
atau infeksi superfisialis atau profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah
pada infeksi virus atau infeksi superfisialis daripada profunda.
3. Uji Serologis
Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara
umum, ui serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi
bakteri tipik, namun bakteri atipik sepert Mycoplasma dan chlamydia
tampak peningkatan anibodi IgM dan IgG.
4.

Pemeriksaan mikrobiologis
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat iambil dari usap

tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau


aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dari
darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia.

46

5. Pemeriksaan rontgen Thoraks


Secara umum gambaran oto thoraks terdiri dari :
a. Infiltrat

interstisial,

ditandai

dengan

peningkatan

corakan

bronkovaskuler, peribronchial cuffing dan hiperaerasi


b. Infiltrat

alveoler, merupakan

konsolidasi paru dengan

air

bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus ( pneumonia


lobaris ), atau terlihat sebagai lei tunggal yang biasanya cukup
besar, berbentuk sferis, batas tidak terlalu tegas, menyerupai lesi
tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia
c. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak bercak infiltrat yang meluas hingga ke
daerah

perifer

paru,

disertai

dengan

peningkatan

corakan

peribronkial.
Gambaran radiologis pneumonia meliputi infiltrat ringan pada satu paru
hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa
lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas.
Bila ditemukan di pru kiri dan terbanyak di lbus bawah, hal itu merupakan
prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis
lebih besar.
4.8 Pengobatan
Pengobatan bertujuan untuk mengeradikasi infeksi, menurunkan morbiditas
dan mencegah komplikasi.

47

Pada bronkopneumonia, karena termasuk dalam gejala pneumonia berat maka


merupakan indikasi untuk dirawat di rumah sakit.
Pengobatan bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
1. Pemberian antibiotika polifragmasi selama 10 - 15 hari, meliputi :
a.
Ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah

klorampenikol dengan dosis :


Umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari
Umur > 6 bulan : 50-75 mg/KgBB/hari
Dosis dibagi dalam 3-4 dosis

b.

Atau

ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah

gentamisin dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari diberikan dalam 2 dosis


c. Pada penderita yang dicurigai resisten dengan obat tersebut
berdasarkan riwayat pemakaian obat sebelumnya, atau pneumonia
berat dengan tanda bahaya, atau tidak tampak perbaikan klinis dalam
3 hari, maka obat diganti dengan cephalosporin generasi ke-3 (dosis
tergantung jenis obat) atau penderita yang tadinya mendapat
kloramfenikol

diganti

dengan

gentamisin

dengan

dosis

3-5

mg/kgBB/hr diberikan dalam 2 dosis.


2. Terapi cairan
Cairan IV desktrose 5 % ditambah NaCl 15 %
3. Tindak lanjut
a. Pengamatan rutin :
Frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan vena, hepatomegali, tanda
asidosis, dan tanda komplikasi.
b. Indikasi pulang :

48

Bila tidak sesak dan intake adekuat.


4.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul jika tidak diobati dengan baik antara lain:
a. Atelektasis
Merupakan kondisi paru-paru yang mengerut baik sebagian atau
keseluruhan akibat penyumbatan saluran udara di bronkus atau brokiolus
oleh
b. Emfisema
Suatu keadaan

paru

dengan

udara

yang

berlebihan

sehingga

mengakibatkan pelebaran atau pecahnya alveolus.


c. Empiema
Keadaan terkumpulnya pus atau nanah dalam jaringan paru hingga rongga
paru.
d. Abses paru
Adanya suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent
berupa sel radang akibat prosesn nekrosis parenkim paru.
4.10Prognosis
Sembuh total bila didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas
lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein
dan datang terlambat untuk pengobatan.1
BAB V
DASAR PENEGAKKAN DIAGNOSIS DAN
DASAR RENCANA PENATALAKSANAAN
5.1

DASAR PENEGAKKAN DIAGNOSIS


Pasien An.AL datang ke ugd dengan keluhan sesak, dari hasil anamnesa

dikatakan bahwa pasien sesak sejak 3 hari yang laludan bertambah berat. Selain

49

px juga batuk kering tanpa dahak serta pasien demam. Pasien sudah diperiksakan
ke dokter namun tidak ada perbaikan kondisi, kemudian oleh orangtuaya pasien
dibawa ke IGD RSI. Bila dilihat dari

aloanamnesa gejala pada pasien ini

ditemukan batuk kering, sesak dan nafas yg cepat (Takipnea), pada pemeriksaan
fisik didapatkan suara ronchi pada semua lapang paru. Kemudian pada
pemeriksaan Laboratorium didapatkan hasil positif tes CRP, serta pemeriksaan
radiologi ditemukan adanya infiltrat dan konsolidasi di kedua lobus paru.

5.2

PENATALAKSANAAN
A. Terapi Farmakologi
1. CI 4
2. Infuse C1:4 1050 cc/24 jam
Indikasi
C1 : 4 (Dex 5% + Ns 0,225 % )
Digunakan untuk klien umur 1 bulan samapi 3 tahun dengan kasus nondiare.
Rumus dosis maintenance cairan:
Berat badan anak dibagi menjadi tiga bagian :
10 Kg I = 100 cc
10 Kg II = 50 cc
Terapi An.A:
7,5 x 100 = 750 cc
Total Kebutuhan Cairan = 750 cc
(750 cc x 15 tetes) / 1440 menit = 8 tetes/menit
3. Oksigen
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis
tujuan utama pemberian O2 adalah untuk mengatasi keadaan
hipoksemia. Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : Konsentrasi O2

50

udara inspirasi dapat terkontrol, tidak terjadi penumpukan CO2,


mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, efisien dan ekonomis,
nyaman untuk pasien.
Kanula nasal merupakan suatu alat sederhana yang dapat
memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 6 L/menit dengan
konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal. Nasal kanul dapat
digunakan pada pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju
pernafasan teratur.
4. Kalmethason
Kalmethason berisi

Dexamethasone

adalah

glukokortikoid.

digunakan terutama dalam pengobatan inflamasi dan kondisi alergi dan


penyakit lain yang responsif terhadap glucocorticoid.
5. Merosan
6. Mikasin (Amikasin)
Injeksi Mikasin 2x80 mg/hari

Indikasi
Antibiotic

golongan

aminoglikosida

merupakan

antibakteri

broadspektrum yang aktif terhadap bakteri gram negative dan beberapa


bakteri gram positif. Digunakan untuk pengobatan jangka pendek infeksi
berat pada saluran nafas, tulang, sendi, susunan saraf pusat dan jaringan
lunak.
Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif, penderita dengan riwayat reaksi toksik
serius terhadap aminoglikosida karena adanya sensitive silang obat
golongan lain.
Efek Samping

51

Ototoksisitas, neurotoksisitas, nefrotoksisitas, skin rash, sakit kepala,


parastesi, tremor, mual muntah, eosinifilia, arthralgia, anemia, hipotensi,
muscular paralisis, apneu.
Dosis
15 mg/KgBB/hari dibagi dalam 2 atau 3 dosis yang sama. Untuk
penderita dengan berat badan yang lebih berat dosis tidak boleh melebihi
1,5 gram/hari. Untuk bayi baru lahir dosis awal diberikan 10 mg/KgBB
selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 12 jam.
7. Mucohexin (Bromhexine HCl) 5 ml mengandung 4 mg
Sirup Mucohexin 3x1 ctk

Indikasi
Merupakan

obat

batuk

golongan

ekspektoran

yang

bekerja

mengencerkan secret pada saluran pernafasan dengan jalan menghilangkan


serat-serat mukoprotein dan mukopolisakarida yang terdapat pasa sputum
sehingga mudah dikeluarkan.
Kontraindikasi
Pasiendengan gastritis, ulkus peptikum, dan ibu hamil.
Efek samping
Mual muntah, diare, dan gangguan pencernaan.
Dosis
Anak-anak : 5 ml, 3 x sehari
Dewasa : 10 ml, 3 x sehari
B. Terapi Non-farmakologi
1. Pasien disarankan tirah baring sembari mengevaluasi keadaan vital
2.

sign pasien, dan untuk memulihkan keadaan pasien setelah terjatuh.


Menjaga diri dan lebih berhati-hati saat melakukan aktifitas selama
masa penyembuhan.

52

BAB VI
PENUTUP

6.1

KESIMPULAN HOLISTIK
Diagnosa holistik :

1.

Segi Biologis
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,

didapatkan hasil bahwa An. AL (14 bulan) adalah penderita Pneumonia.


2.

Segi Psikologis
Hubungan antara An. AL dengan keluarga baik, saling membantu jika

terkena masalah. Seperti halnya An. AL yang sedang MRS keluarga akan
bergantian untuk menjaganya.
1.

Segi Sosial
Status ekonomi keluarga An. AL kesan baik.Keluarga An. AL merupakan

anggota masyarakat biasa dalam kemasyarakatannya dan sering mengikuti


kegiatan di lingkungannya.

6.2

SARAN KOMPREHENSIF
Keluarga An. AL perlu diberikan edukasi tentang cedera kepala ringan.

Mengenai penyebabnya, faktor resiko, terapi dan lain sebagainya.


a.

Promotif
Jika makan diluar harus hati-hati

b. Rehabilitatif

53

DAFTAR PUSTAKA
1.

Staf Pengajar

2.

Infomedika . Jakarta. 2010; 11:1228-1233.


World Health Organization.Pneumonia Kills More Children Than Any Other Diseases;

3.

4.
5.

Ilmu

Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak .

2005. Available from : (http://www.who.int)


Ginting, Susi.. Pneumonia, Penyebab Kematian Balita Nomor Satu. Januari 2009.
Diunduh dari : (http://www.kematian.biz/pdf/article/health/pneumonia-penyebabkematian-balita-nomor-satu.pdf)
Saroso, Sulianti.. Pneumonia. Februari 2007.
Diunduh dari : (http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=48)
Muchtar D, Ridwan. Kendala Pernafasan Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Cermin

Dunia Kedokteran. 1992; 80: 47-48.


Hidayat. Askep pada Anak dengan Bronkopneumonia; 2009.
Diunduh dari : (http://hanikamioji.wordpress.com)
7. World Health Organization. Reducing child deaths from pneumonia; 2009.
Available from : (http://www.who.int)
8. Yuwono, Djoko. Besaran Penyakit pada Balita di Indonesia; 2007.
Diunduh dari : (http://www.bmf.litbang.depkes.go.id)
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi Anak. 2008; I : 350-365.
10. Behrman,Richard E, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan I. Jakarta:EGC. 2000.
6.

p.883-889.

Anda mungkin juga menyukai