Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan mental didefinisikan sebagai salah satu fungsi mental, dalam hal
pemikiran, suasana hati, dan perilaku yang menghasilkan kegiatan produktif,
memenuhi hubungan dengan orang lain, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan
perubahan serta mengatasinya. Pandangan kontroversial dikemukakan oleh seorang
psikiater Thomas Szasz, yang percaya bahwa konsep penyakit mental harus
ditinggalkan sepenuhnya. Dalam bukunya, The Myth of Penyakit Mental, Szasz
menyatakan bahwa normalitas dapat diukur hanya dari segi apa yang orang lakukan
atau tidak lakukan dalam definisi normal di luar bidang psikiatri. Dia menyatakan
bahwa kepercayaan penyakit mental ini mirip dengan kepercayaan terhadap sihir atau
demonologi. Psikiatri telah dikritik selama bertahun-tahun oleh kelompok-kelompok
tertentu untuk memberikan gambaran dari normalitas.1
Amfetamin dan obat - obat yang menyerupai amphetamine adalah zat terlarang
yang paling banyak digunakan, keduanya menyerupai ganja, di Amerika Serikat, Asia,
Inggris, Australia, dan beberapa negara Eropa barat lainnya. Methamphetamine, zat
yang menyerupai amphetamine, telah menjadi semakin populer dalam beberapa tahun
terakhir.1
Rasemat amfetamin sulfat (Benzedrine) pertama kali disintesis pada tahun
1887 dan diperkenalkan dalam praktek klinis pada tahun 1932 sebagai inhaler untuk
pengobatan hidung tersumbat dan asma. Pada tahun 1937, tablet amphetamine sulfate
diperkenalkan untuk pengobatan narkolepsi, parkinsonisme pascaensefalitis, depresi,
dan letargi. Produksi, pemakaian legal, dan penggunaan gelap amfetamin meningkat
sampai tahun 1970-an. Saat ini US Food and Drug Administration (FDA) menyetujui
indikasi penguanaan amfetamin terbatas pada attention-deficit / hyperactivity disorder
(ADHD) dan narkolepsi. Namun, amfetamin juga digunakan dalam pengobatan
obesitas, depresi, distimia, sindrom kelelahan kronis, mengakuisisi sindrom defisiensi
kekebalan tubuh (AIDS), demensia, dan neuratenia.1

Semakin banyaknya penggunaan amfetamin tidak lepas dari beberapa dampak


yang dapat mempengruhi kesehatan. Selain fisik dapat juga mempengaruhi mental.
Adapun dampaknya terhadap aspek mental seperti delirium, gangguan mood,
gangguan seksual, gangguan psikotik, gangguan kecemasan, dan gangguan tidur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Mental
1. Definisi
Zakiah

Daradjat

mendefinisikan

kesehatan

mental

dengan

beberapa

pengertian:2
a. Terhindarnya orang dari gejala gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari
gejala gejala penyakit jiwa (psychose).
b. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang
lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup.
c. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan
memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal
mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain,
serta terhindar dari gangguan gangguan dan penyakit jiwa.
d. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh sungguh antara fungsi
fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk mengahadapi problem
problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan
kemampuan dirinya.
2. Faktor faktor yang mempengaruhi Kesehatan Mental2
a. Kompetensi
Mengembangkan keterampilan mendasar berkaitan dengan aspek fisik,
intelektual, emosional, dan sosial untuk dapat melakukan coping terhadap
masalah masalah kehidupan.
b. Pertumbuhan dan Aktualisasi Diri
Mengembangkan kecenderungan kea rah peningkatan kematangan,
pengembangan potensi dan pemenuhan diri sebagai seorang pribadi.
c. Otonomi
Memiliki ketetapan diri yang kuat, bertanggung jawab dan penentu diri
dan memiliki kebebasan yang cukup terhadap pengaruh sosial. Subjek merasa
bertanggung jawab terhadap penyakitnya dan tanggung jawab terhadap
keluarganya
d. Persepsi Terhadap Realita
3

Pandangan yang realistis terhadap diri sendiri dan dunia sekitar yang
meliputi orang lain maupun segala sesuatunya.
e. Sikap Terhadap Diri Sendiri
Mampu menerima diri sendiri apa adanya, memiliki identitas yang
jelas, mampu menilai kelebihan dan kekurangan diri sendiri secara realitas.
Subjek mengakui dengan subjek yang memiliki keinginan besar untuk sembuh
dari penyakitnya, subjek merasa memiliki harga diri.
f. Integrasi
Menguasai mesin motor dan computer. Sekarang subjek merasa telah
mengembangkan kemampuan emosional melalui mengontrol emosinya lebih
baik lagi, kemampuan sosialnya pun dikembangkan melalui kegiatan
kegiatan sosial yang ada di lingkungan sekitar, dan subjek pun aktif dalam
kegiatan karang taruna di tempat tinggalnya. Subjek merasa bahwa stress yang
dimiliki tidak terlalu tinggi karena subjek sudah merasa mampu dalam
mengendalikan stressnya.
3. Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan status mental adalah bagian dari pemeriksaan klinis yang
menggambarkan jumlah total observasi pemeriksaan klinis yang menggambarkan
jumlah total observasi pemeriksa dan kesan tentang pasien psikiatrik saat
wawancara. Walaupun riwayat pasien tetap stabil, status mental pasien dapat
berubah dari hari ke hari atau dari jam ke jam. Pemeriksaan status mental adalah
suatu gambaran tentang penampilan pasien, bicara, tindakan, dan pikiran selama
wawancara.3
a. Penampilan
Ini adalah suatu gambaran tentang tampilan pasien dan kesan fisik secara
keseluruhan yang disampaikan kepada dokter psikiatrik, seperti yang
dicerminkan dari postur, ketenangan, pakaian, dan dandanan. Contoh hal hal
di dalam kategori penampilan adalah jenis tubuh, postur, ketenangan, pakaian,
dandanan, rambut, dan kuku. Istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan penampilan adalah tampak sehat, sakit, agak sakit, seimbang,
kelihatan tua, kelihatan muda, kusut, seperti anak-anak, dan kacau. Tanda
kecemasan dicatat: tangan yang lembab, keringat pada dahi, postur tegang,
mata lebar.
4

b. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor


Kategori ini dimaksudkan pada aspek kuantitatif dari perilaku motorik pasien.
Yang termasuk di dalamnya adalah manerisme, tiks, gerakan isyarat, kedutan,
perilaku stereotipik, echopraxia, hiperaktivitas, agitasi, melawan, fleksibilitas,
rigiditas, cara berjalan, dan ketangkasan. Kegelisahan, meremas-remas tangan,
melangkah, dan manifestasi fisik lainnya harus digambarkan. Retardasi
psikomotor atau perlambatan pergerakan tubuh secara umum harus dicatat.
Tiap aktivitas yang tidak bertujuan, tidak berarti harus di gambarkan.
c. Sikap terhadap pemeriksa
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat digambarkan sebagai bekerjasama,
bersahabatpenuh perhatian, tertarik, datar, menggoda, bertahan, merendahkan,
kebingungan, apatis, bermusuhan, bermain-main, menyenangkan, mengelak,
atau berlindung; tiap kata sifat lainnya dapat digunakan. Tingkat rapport yang
ditegakkan harus dicatat.
4. Dimensi Kesehatan Mental4,5,6
a. Emosi
Emosi adalah reaksi kompleks yang mengandung tingkatan aktivitas yang
tinggi, dan diikuti perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan
perasaan yang kuat. Sehat secara emosional adalah kemampuan seseorang
untuk mengekspresikan emosinya seperti marah, senang, sedih, takut, benci
dan bosan
b. Intelektual
Berhubungan dengan kecerdasan dalam berpikir, dimana kita mampu untuk
berfikir dalam mengolah informasi dengan baik dan memecahkan masalah
yang dihadapi.
c. Sosial
Sehat secara sosial adalah sehat dalam bersosialisasi dengan masyarakat dan
lingkungan sekitar tanpa membeda-bedakan ras, agama, suku, status sosial
sehingga dapat hidup bersama dengan damai
d. Fisik
Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya,
berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut
tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak berbau, selera
5

makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan
normal
e. Spiritual
Spiritual merupakan komponen tambahan pada definisi sehat oleh WHO dan
memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu
perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk
berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah
agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak
monoton.
B. Amfetamin
1. Sejarah
Rasemat amfetamin sulfat (Benzedrine) pertama kali disintesis pada tahun
1887 dan diperkenalkan dalam praktek klinis pada tahun 1932 sebagai inhaler
untuk pengobatan hidung tersumbat dan asma. Pada tahun 1937, tablet
amphetamine

sulfate

diperkenalkan

untuk

pengobatan

narkolepsi,

parkinsonisme pascaensefalitis, depresi, dan letargi. Produksi, pemakaian


legal, dan penggunaan gelap amfetamin meningkat sampai tahun 1970-an.
Saat ini US Food and Drug Administration (FDA) menyetujui indikasi
penguanaan amfetamin terbatas pada attention-deficit / hyperactivity disorder
(ADHD) dan narkolepsi. Namun, amfetamin juga digunakan dalam
pengobatan obesitas, depresi, distimia, sindrom kelelahan kronis, mengakuisisi
sindrom defisiensi kekebalan tubuh (AIDS), demensia, dan neuratenia.1
2. Definisi
Amfetamin dan obat - obat yang menyerupai amphetamine adalah zat
terlarang yang paling banyak digunakan. Diperkenalkan dalam praktek klinis
pada tahun 1932 sebagai inhaler untuk pengobatan hidung tersumbat dan
asma.1
3. Zat yang berhubungan dengan amfetamin
Obat amfetamin klasik (dextroamphetamine,

methamphetamine,

dan

methylphenidate) mempunyai efek utamanya melalui sistem dopaminergic.


Sejumlah

obat

yang

disebut

dengan

amfetamin

racikan

(designer

amphetamine) telah dibuat dan mempunyai efek neurokimiawi pada sistem


serotonergik dan dopaminergic dan efek perilaku yang mencerminkan suatu
6

kombinasi aktivitas obat mirip amfetamin dan mirip halusinogen. Beberapa


ahli farmakologis mengklasifikasikan amfetamin racikan sebagai halusinogen;
tetapi, buku teks ini mengklasifikasikan obat tersebut dengan amfetamin
karena strukturnya yang sangat berhubungan. Contoh dari amfetamin racikan
adalah 3,4-methylenedioxymethamphetamine (MDMA), juga dikenal sebagai
ecstasy, XTC, dan Adam; N-ethyl-3,4-methylenedioxyamphetamine (MDEA),
juga

dikenal

sebagai

Eve;

5-methoxy-3,4-methylenedioxyamphetamine

(MMDA); dan 2,5-dimethoxy-4-methylamphetamine (DOM), juga dikenal


sebagai STP. Dari obat-obat tersebut, MDMA adalah yang paling banyak
diteliti dan kemungkinan merupakan yang paling banyak tersedia.3

4. Ketergantungan dan penyalahgunaan Amfetamin


Kriteria DSM-IV untuk ketergantungan dan penyalahgunaan adalah digunakan
untuk amfetamin dan zat yang berhubungan. Ketergantungan amfetamin dapat
menyebabkan penurunan cepat kemampuan seseorang untuk mengatasi
kewajiban dan ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan dan keluarga.
Orang yang menyalahgunakan amfetamin memerlukan dosis amfetamin yang
semakin tinggi untuk mendapatkan perasaan melambung yang biasanya, dan
tanda fisik penyalahgunaan amfetamin (sebagai contoh, penurunan berat
badan dan ide paranoid) hamper selalu timbul pada penyalahgunaan yang terus
menerus.3
5. Gangguan berhubungan amfetamin (atau mirip amfetamin)3
a. Gangguan pemakaian amfetamin
b. Ketergantungan amfetamin penyalahgunaan amfetamin
c. Gangguan akibat amfetamin
d. Intoksikasi amfetamin
Sebutkan jika dengan gangguan persepsi
e. Putus amfetamin
f. Delirium intoksikasi amfetamin
g. Gangguan psikotik akibat amfetamin, dengan waham
Sebutkan jika dengan onset selama intoksikasi
h. Gangguan psikotik akibat amfetamin, dengan halusinasi
Sebutkan jika dengan onset selama intoksikasi
i. Gangguan mood akibat amfetamin
Sebutkan jika dengan onset selama intoksikasi dan onset selama putus
j. Gangguan kecemasan akibat amfetamin
Sebutkan jika dengan onset selama intoksikasi
k. Gangguan seksual akibat amfetamin
7

Sebutkan jika dengan onset selama intoksikasi


l. Gangguan tidur akibat amfetamin
Sebutkan jika dengan onset selama intoksikasi dan onset selama putus
m. Gangguan berhubungan amfetamin yang tidak ditentukan

6. Kriteria Diagnostik untuk Intoksikasi Amfetamin3


a. Pemakaian amfetamin atau zat yang

berhubungan

(misalnya,

methylphenidate) yang belum lama terjadi


b. Perilaku maladaptive atau perubahan perilaku yang bermakna secara klinis
(misalnya, euphoria atau penumpulan afektif; perubahan sosiabilitas;
kewaspadaan berlebihan; kepekaan interpersonal; kecemasan, ketegangan,
atau kemarahan; perilaku stereotipik; gangguan pertimbangan; atau
gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama, atau
segera setelah, pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan.
c. Dua (atau lebih) hal berikut, berkembang selama, atau segera setelah,
pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan:
1) Takikardia atau bradikardia
2) Dilatasi pupil
3) Peninggian atau penurunan tekanan darah
4) Berkeringat atau menggigil
5) Mual atau muntah
6) Tanda-tanda penurunan berat badan
7) Agitasi atau retardasi psikomotor
8) Kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, atau aritmia jantung
9) Konfusi, kejang, diskinesia, distonia, atau koma
d. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain
Sebutkan jika dengan gangguan persepsi
7. Putus amfetamin3
Keadaan setelah intoksikasi amfetamin dapat disertai dengan kecemasan,
gemetar, mood disforik, letargi, fatigue, mimpi menakutkan (disertai oleh
rebound tidur REM [rapid eye movement]), nyeri kepala, keringat banyak,
kram otot, kram lambung, dan rasa lapar yang tidak pernah kenyang. Gejala
putus biasanya memuncak dalam dua sampai empat hari dan menghilang
dalam satu minggu. Gejala putus amfetamin yang paling serius adalah depresi,
yang dapat berat setelah penggunaan amfetamin dosis tinggi secara terus
menerus dan yang dapat disertai dengan ide atau usaha bunuh diri.

8. Kriteria diagnostik putus amfetamin3


a. Penghentian (atau penurunan ) amfetamin (atau zat yang berhubungan)
yang telah lama atau berat
b. Mood disforik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut, yang
berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A.
1) Kelelahan
2) Mimpi yang gambling dan tidak menyenangkan
3) Insomnia atau hypersomnia
4) Peningkatan nafsu makan
5) Retardasi atau agitasi psikomotor
c. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi social, pekerjaan, atau fungsi penting
lain
d. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental
9. Efek merugikan3
a. Amfetamin klasik
1) Fisik
Efek pada serebrovaskular, jantung, dan gastrointestinal adalah di
antara efek merugikan yang paling sering yang berhubungan dengan
penyalahgunaan amfetamin. Keadaan spesifik yang mengancam
kehidupan adalah infark miokardium, hipertensi berat, penyakit
kardiovaskular, dan colitis iskemik. Gejala neurologis yang terjadi
terus-menerus, dari kedutaan sampai tetani sampai kejang sampai
koma dan kematian, adalah disertai dengan dosis amfetamin yang
semakin tinggi. Penggunaan amfetamin intravena berhubungan dengan
transmisi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis dan
dengan perkembangan abses paru-paru, endocarditis, dan angitis
nekrotikan. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa informasi
tentang praktik seks yang aman dan penggunaan kondom adalah tidak
diketahui dengan baik oleh pelaku penyalahgunaan amfetamin. Efek
merugikan yang kurang mengancam kehidupan adalah kemerahan,
pucat, sianosis, demam, nyeri kepala, takikardia, palpitasi, mual,
muntah, bruxism (menggesekkan gigi), napas sesak, tremor, dan
ataksia. Penggunaan amfetamin oleh wanita mengandung telah disertai
dengan berat badan lahir rendah, lingkar kepala yang kecil, usia
kehamilan yang dini, dam retardasi pertumbuhan.
9

2) Psikologi
Efek psikologis yang merugikan dari amfetamin adalah kegelisahan,
insomnia, iritabilitas, sikap permusuhan, dan konfusi. Gejala gangguan
kecemasan, seperti gangguan kecemasan umum dan gangguan panic,
dapat diinduksi oleh penggunaan amfetamin. Ideas of reference,
waham paranoid, dan halusinasi dapat disebabkan oleh pemakaian
amfetamin.
b. Amfetamin racikan
Amfetamin racikan mempunyai efek merugikan yang sama dengan
amfetamin klasik. Tetapi, berbagai efek merugikan lainnya juga telah
dihubungkan dengan obat racikan. Secara klinis, suatu efek merugikan
yang berat yang berhubungan dengan MDMA adalah hipertemia yang
disebabkan oleh obat dan selanjutnya dieksaserbasi oleh aktivitas yang
berlebihan (sebagai contoh, berdansa dengan liar di dalam klub dansa yang
panas dan padat [dikenal sebagai raves]). Terdapat sejumlah laporan
klinis tentang kematian yang berhubungan dengan pemakaian MDMA di
bawah situasi tersebut. Peneliti dasar berbeda dala, pendapat mereka
tentang apakah MDMA menyebabkan neurotoksisitas dalam dosis yang
digunakan oleh manusia.

C. Aspek mental pada pengguna amfetamin


Adapun beberapa dampak dari penggunaan amfetamin, salah satunya adalah
dampak terhadap aspek mental, yaitu sebagai berikut :
1. Delirium
Delirium intoksikasi amfetamin adalah suatu diagnosis DSM-IV. Delirium yang
berhubungan dengan amfetamin biasanya disebabkan oleh dosis tinggi
amfetamin atau pemakaian amfetamin yang terus-menerus, sehingga gangguan
tidur mempengaruhi presentasi klinis. Kombinasi amfetamin dan zat lain dan
penggunaan amfetamin oleh seseorang yang mempunyai cedera otak yang telah
ada sebelumnya juga dapat menyebabkan perkembangan delirium.3
2. Gangguan Psikotik
10

Psikosis akibat amfetamin telah dipelajari secara luas di dalam psikiatrik


karena sangat mirip dengan skizofrenia paranoid. Kemiripan klinis telah
mengarahkan peneliti untuk berusaha mengerti patofisiologi skizofrenia
paranoid dengan mempelajari neurokimiawi psikosis akibat amfetamin. Tanda
utama dari gangguan psikotik akibat amfetamin adalah paranoia. Skizofrenia
paranoid dapat dibedakan dari gangguan psikotik akibat amfetamin oleh
sejumlah karakteristik yang membedakan yang berhubungan dengan gangguan
psikotik akibat amfetamin, termasuk menonjolnya halusinasi visual, afek yang
biasanya sesuai, hiperaktivitas, hiperseksualitas, konfusi dan inkoherensi, dan
sedikit bukti gangguan berpikir (sebagai contohnya, kekenduran asosiasi).
Beberapa penelitian telah juga menemukan bahwa, walaupun gejala positif
skizofrenia dan gangguan psikotik akibat amfetamin adalah serupa, pendataran
afek dan alogia dari skizofrenia biasanya tidak ditemukan pada gangguan
psikotik akibat amfetamin. Tetapi, secara klinis, gangguan psikotik akibat
amfetamin akut mugkin sama sekali tidak dapat dibedakan dari skizofrenia,
dan hanya resolusi gejala dalam beberapa hari atau temuan positif pada uji
saring urine yang akhirnya mengungkapkan diagnosis yang tepat. Beberapa
bukti menyatakan bahwa penggunaan amfetamin jangka panjang adalah
disertai dengan peningkatan kerentanan terhadap perkembangan psikosis di
bawah sejumlah keadaan, termasuk intoksikasi alcohol dan stress. Pengobatan
terplih untuk gangguan psikotik akibat amfetamin adalah penggunaan jangka
pendek antagonis reseptor dopamine-sebagai contoh, haloperidol (Haldol).7
DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik akibat
amfetamin dengan gangguan psikotik lainnya. DSM-IV memungkinkan dokter
menyebutkan apakah waham atau halusinasi adalah merupakan gejala yang
menonjol.3
3. Gangguan Mood
Memiliki gangguan mood menunjukkan bahwa suasana hati anak telah terusmenerus yang abnormal untuk jangka, yang pada gilirannya mengakibatkan
distress atau kerusakan yang signifikan (Amerika Psychiatric Association
[APA], 2000). Penurunan ini negatif dapat mempengaruhi sosial, akademik,
dan fungsi interpersonal (Reynolds & Kamphaus, 2003).8 DSM-IV
menyediakan kemungkinan gangguan mood akibat amfetamin dengan onset
selama intoksikasi atau putus zat. Pada umumnya, intoksikasi disertai dengan
11

ciri mood manik atau campuran, sedangkan putus amfetamin disertai dengan
ciri mood depresif.3
4. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan mempengaruhi seperdelapan dari total populasi di
seluruh dunia, dan memiliki menjadi daerah yang sangat penting dari
kepentingan penelitian di Psychopharmacology. Orang dengan gangguan
kecemasan bisa mendapatkan keuntungan dari perawatan psikologis,
farmakoterapi atau kombinasi dari keduanya. Keterbatasan umum Terapi anti
ansietas

konvensional

termasuk

gangguan

kejiwaan

co-morbid

dan

peningkatan dosis obat yang menyebabkan efek samping tak tertahankan.


keterbatasan ini telah mendorong penggunaan sistem tradisional dan alternatif
pengobatan. ini kertas ulasan penyebab, dan terapi yang efektif dan aman
untuk kecemasan gangguan.9 DSM-IV menyediakan kemungkinan gangguan
kecemasan akibat amfetamin dengan onset selama intoksikasi atau putus zat.
Amfetamin, seperti kokain, dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan
yang dilihat pada gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, dan gangguan
fobik, pada khususmya.3
5. Gangguan Seksual
Disfungsi seksual dapat diakibatkan oleh faktor psikis akibat stres yang tinggi.
Misalkan ketika menghadapi masalah keuangan, keluarga, pekerjaan,
penyakit, atau kematian anggota keluarga dapat membuat seorang wanita
depresi sehingga mengalami disfungsi seksual. Disfungsi seksual merupakan
merupakan penurunan libido atau hasrat seksual pada seseorang atau lawan
jenisnya, baik pria maupun wanita.10 Disfungsi seksual terjadi pada 45% dari
pasien yang memakai obat antipsikotik, 17% dari kontrol normal dan 61% dari
kontrol menghadiri klinik disfungsi seksual.11 Disfungsi seksual telah
dilaporkan terjadi pada sekitar 30-70% dari pasien yang menerima obat
antidepresan.21
Siklus respon seksual manusia normal konvensional dibagi menjadi empat
tahap. Gangguan respon seksual dapat terjadi pada salah satu atau lebih dari
fase ini.12
1.

Desire: biasanya ini tentang fantasi, dan keinginan untuk memiliki,

aktivitas seksual.
12

2.

Excitement: arti subjektif dari kenikmatan seksual dan perubahan

fisiologis yang menyertainya, yaitu tumescence penis dan ereksi pada pria, dan
vasokongesti panggul, pembengkakan genitalia eksternal, dan pelumasan
vagina dan ekspansi pada wanita.
3.

Orgasm: puncak kenikmatan seksual, dengan pelepasan ketegangan

seksual dan kontraksi berirama dari otot-otot perineum dan organ reproduksi.
Pada pria, sensasi keniscayaan ejakulasi diikuti oleh ejakulasi semen. Pada
wanita, terjadi kontraksi dari sepertiga bagian luar dinding vagina.
4.

Resolution: rasa relaksasi otot dan kenikmatan seutuhnya. Pria

refraktori fisiologis untuk ereksi dan orgasme untuk jangka waktu bervariasi,
sedangkan wanita mungkin dapat menanggapi rangsangan lebih lanjut
Walaupun amfetamin sering kali digunakan untuk meningkatkan pengalaman
seksual, dosis tinggi dan pemakaian jangka panjang adalah disertai dengan
impotensi dan disfungsi seksual lainnya. Disfungsi seksual tersebut
diklasifikasikan di dalam DSM-IV sebagai disfungsi seksual akibat amfetamin
dengan onset selama intoksikasi.3 Oleh karena itu, kesehatan mental diurus
sebagai prioritas dan mereka harus diyakinkan bahwa disfungsi seksual
mungkin akan meningkat sebagai konsekuensinya.20
6. Gangguan Tidur
Kriteria diagnostic untuk gangguan tidur akibat amfetamin dengan onset
selama intoksikasi atau putus amfetamin ditemukan dalam DSM-IV dalam
bagian tentang gangguan tidur. Intoksikasi amfetamin adalah disertai dengan
insomnia dan tidur yang buruk, sedangkan putus amfetamin dapat disertai
dengan hipersomnolensi dan mimpi menakutkan.
7. Gangguan yang tidak diperlukan
Jika gangguan berhubungan amfetamin (atau mirip amfetamin) tidak
memenuhi kriteria atau lebih kategori di atas, keadaan tersebut dapat
didiagnosis sebagai suatu ganguan penggunaan amfetamin yang tidak
ditentukan

(NOS;

not

other-wise

specified).

Dengan

meningkatkan

penggunaan gelap amfetamin racikan, sindrom dapat timbul tanpa memenuhi


kriteria yang dituliskan dalam DSM-IV yang mengharuskan seringnya
penggunaan kategori NOS untuk amfetamin racikan tersebut.

13

D. Pengguna amfetamin pada pasien skizofrenia


Skizofrenia merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dari gangguan
psikotik berat.13 Termasuk dalam sepuluh besar penyakit di dunia yang paling
menyusahkan golongan produktif.14 World Health Organization (WHO)
menyatakan bahwa skizofrenia merupakan salah satu top ten medical disorder
yang menyebabkan disability.15 Skizofrenia merupakan gangguan psikotik kronik
yang telah menjadi fokus penyakit global selama bertahun-tahun.16
Gangguan psikotik terutama skizofrenia merupakan masalah serius dan mungkin
menjadi fatal yang sering muncul pada periode penting perkembangan seorang
remaja hingga dewasa.17
Penyalahgunaan zat antara pasien skizofrenia adalah fenomena klinis yang
semakin diakui. Para penulis meninjau efek klinis eksperimental yang diamati
dari penyalahgunaan narkoba dan pengalaman subjektif dari pasien yang
keracunan akut. Meskipun penyalahgunaan narkoba dapat memperburuk gejala
psikotik, obat yang disalahgunakan juga dapat menyebabkan pengurangan gejala
sementara di sub kelompok pasien skizofrenia. Beberapa pasien melaporkan
merasa dysphoric, kurang cemas, dan lebih energik saat mabuk.18
E. Penggunaan amfetamin pada pasien psikotik
Umumnya peningkatkan pelepasan dopamin di nucleus accumbens adalah sangat
penting dalam mediasi amfetamin dan untuk memperkuat efek psikomotorik
stimulan (Altman 1996). Sementara jenis lain dari stimulan seperti kokain, yang
bertindak melalui kolam penyimpanan katekolamin. Amfetamin meningkatkan
pelepasan baru norepinefrin dan dopamin (Ellinwood 1977). Mekanisme psikosis
yang mendasari berikut berat penggunaan amfetamin secara integral terkait
dengan neurobiologi dari stimulan. The amfetamin menumpuk
pada tingkat tinggi di otak setelah asupan karena sangat bersifat lipofilik (Fowler
2007). Setelah dicerna, pengguna pengalamandan efek langsung yang meliputi
perasaan mendalam euforia dan kesejahteraan, mengasah perhatian, dan
meningkatkan tingkat energi (Meredith 2005). Ada banyak literatur yang
berkembang bahwa alamat awal tertentu (akut) dan jangka panjang (kronis) efek
ke neurobiologi penyalahgunaan amfetamin. Tapi pemahaman umum berbasis
neurologis metamfetamin, khususnya di akut, dosis tinggi kemungkinan terkait
dengan pengurangan diamati dalam jumlah transporter dopamin di striatum pada
manusia (Volkow 2001) penggunaan .Methamphetamine juga mengarah ke
bawah-regulasi ofD2 reseptor dopamin di striatum (Chang 2006) dan daerah
14

dalam nucleus accumbens dan anterior cingulate cortex (Paulus 2002; Leland
2008). Ada beberapa bukti bahwa konsekuensi neurobiologis penyalahgunaan
methamphetamine melibatkan perubahan di otak volume (Jernigan 2005), sebuah
temuan yang konsisten dengan volumetrik meningkat pada hewan laboratorium
terkena methamphetamine.
Methamphetamine adalah racun bagi terminal 5-HT di daerah otak depan
(Armstrong 2004), yang juga dapat berkontribusi untuk neutrofil berlarut-larut.
Sebuah minoritas individu yang menggunakan amfetamin mengembangkan
psikosis full-blown memerlukan perawatan di bagian gawat darurat atau kejiwaan
rumah sakit. Dalam kasus tersebut, gejala psikosis amfetamin umumnya termasuk
delusi

paranoid

dan

persecutory

serta

pendengaran

dan halusinasi visual di hadapan agitasi ekstrim. Lebih umum (sekitar 18%)
adalah untuk pengguna amfetamin sering melaporkan gejala psikotik yang subklinis dan yang tidak memerlukan intervensi intensitas tinggi. Laporan klinis
menunjukkan perkembangan amfetamin psikosis dan gejala sub klinis psikosis
terkait dengan sejarah hidup individu penggunaan amfetamin, yaitu, jumlah
kumulatif dan frekuensi paparan amfetamin. Dalam satu-satunya uji coba secara
acak dari obat antipsikotik untuk mengobati amphetamine psikosis, Leelahanaj
(2005) melaporkan bahwa olanzapine dan haloperidol disampaikan pada dosis
klinis yang relevan kedua menunjukkan kemanjuran yang serupa dalam
menyelesaikan gejala psikotik (93% dan 79%, masing-masing), dengan
olanzapine menunjukkan secara signifikan keamanan yang lebih besar dan
tolerabilitas dari haloperidol yang diukur dengan frekuensi dan keparahan gejala
ekstrapiramidal. Hasil ini konsisten dengan pengobatan untuk skizofrenia
menunjukkan khasiat setara antara atipikal anti-psikotik dan antipsikotik
konvensional, sebagian besar haloperidol dengan obat yang lebih tua
menyebabkan efek samping yang lebih berat (Leucht 1999) .Sementara obat antipsikotik menunjukkan keberhasilan dalam memberikan bantuan jangka pendek
ketika pengguna berat dari amfetamin mengalami psikosis, tidak ada bukti untuk
memandu keputusan mengenai perawatan klinis jangka panjang menggunakan
obat ini untuk mencegah kekambuhan untuk psikosis. Depresi atau kantuk
mungkin terjadi dan ada kemungkinan bahwa psikosis juga bisa terjadi setelah
penarikan amfetamin. Secara klinis, episode psikotik pertama terkait dengan
amfetamin mungkin sulit dibedakan dengan gangguan proses, tetapi dalam kasus
15

lama ada sejumlah poin yang menyarankan diagnosis benar meskipun obat
asupan ditolak. Gangguan perilaku dari jenis psikopat yang sering hadir jauh
sebelum timbulnya penyakit; sejarah sering sangat episodik, gejala psikotik
umumnya menanggapi dengan cepat rawat inap, apapun bentuk pengobatan yang
diberikan. Setelah episode telah diakhiri oleh penarikan obat, namun lama total
durasi penyakit, jelas bahwa ada bukti sedikit atau tidak ada dari deteri
kepribadian orasi. Kekuatan pasien abstraksi yang utuh, tidak ada kekurangan
tertentu ide, tidak ada pembatasan.19

16

BAB III
KESIMPULAN

Kesehatan mental didefinisikan sebagai salah satu fungsi mental, dalam hal
pemikiran, suasana hati, dan perilaku yang menghasilkan kegiatan produktif,
memenuhi hubungan dengan orang lain, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan
perubahan serta mengatasinya. Amfetamin dan obat - obat yang menyerupai
amphetamine adalah zat terlarang yang paling banyak digunakan Adapun beberapa
dampak dari penggunaan amfetamin, salah satunya adalah dampak terhadap aspek
mental, yaitu delirium, gangguan psikotik, gangguan mood, gangguan seksual,
ganggua tidur dan gangguan kecemasan. Penyalahgunaan zat antara pasien skizofrenia
dan psikotik saat ini menjadi fenomena klinis yang semakin diakui.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock B, Kaplan H. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral


Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippicott Williams & Wilkins. 2007.
2. Anderson, A.E., & Didomenico, L. Diet Vs Shape Contect of Popular Male and
Female Magazine: A Dose-response Relationship to The Incidince of Eating
Disorders. International Journal of Eating Disorders. 1992. P.238-287
3. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Jilid II. Binarupa Aksara Publish er. 2010.
4. Bertolote JM. The roots of the concept of mental health. World Psychiatry. 2008;
7:113-116
5. Hutschemaekers GJM, Tiemens BG, Winter M. Effects and side-effects of integrating
care: the case of mental health care in the Netherlands. International Journal of
Integrated Care. 2007; 7:1-11
6. Barry MM. Addressing the Determinant of Positive Mental Health: Concepts,
Evidence and Practice. International Journal of Mental Health Promotion. 2009; 11:114
7. Ling W, Kao U, Shoptaw SJ. Treatment for amphetamine psychosis. The Cochrane
Collaboration. Published by JohnWiley & Sons.2009
8. Lack CW, Green AL. Mood Disorders in Children and Adolescents. The Cochrane
Collaboration. Published by JohnWiley & Sons 2009.
9. Shri R. Anxiety: Causes and Management. Department of Pharmaceutical Science,
Punjabi University, Patiala, India
10. Masri, CS., Sutyarso (2013) '', 7. Correlation of Stres According to The Scale of
Social Readjustment Rating Scale and The Incident of Sexual Dysfunction in Women
Of Productive Age Couples in Puskesmas Kota Karang Teluk Betung Bandar
Lampung 2013, (), pp. 46-53
11. S. M. Smith. V. O'KEANE, R. MURRAY (2002) '', 11. Sexual dysfunction in patients
taking conventional antipsychotic medication, 181(), pp. 49-55
12. David S. Baldwin (2001) '', Depression and Sexual dysfunction, 57(), pp. 81-99.
13. Peter Pregelj. Psychosis and depression. A neurological view. Medicinka Nakladu,
Zagreb, Croatia. 2009. Vol 21:102-05
18

14. Stephen JW, Murat Y, Christos P, Michael B. Neurobiology of Schizophrenia


spectrum disorders. May 2009. Vol 38:5.p.11-15
15. Rossler,W. Salize, H.J. Van Os, Riecher RA. Size of burden of schizophrenia
and psychotic disorder. European Neuropharmacology.2005.Vol15.p399409

16. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p.170-95.
17. Howes, Fusar P, Bloomfield, S Selvaraj, Mguire. From the prodorm to chronic
schizophrenia: The neurobiology underlying psychotic symptoms and cognitive
impairment . Europe PMC Funders Group, UK. 2012 18(4): p.45965.
18. Dixon, Lisa; Haas, Gretchen; Weiden, Peter; Sweeney, John; Frances, Allen
Schizophrenia Bulletin, Vol 16(1), 1990, 69-79
19. Ling W, Kao U, Shoptaw SJ. Treatment for amphetamine psychosis. The Cochrane
Collaboration. Published by JohnWiley & Sons.2009
20. Chistina Akre, Andre Berchtold, Gerard Gmel, and Joan-Carles Suris (2014) '', 8. The
Evolution of Sexual Dysfunction in Young Men Aged 18e25 Years, 55(), pp. 736-743
21. Anurag Jhanjee, pankaj Kumar, Neeraj Kumar Gupta (2010) '', AntidepressantInduced Sexual Dysfunction: A comparison between Duloxetine and Escitalopram,
13(1), pp. 89-93.

19

Anda mungkin juga menyukai