prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran,
baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga
mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu
banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil.
Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Pembesaran
kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria
lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (5079tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya
perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak
dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian
bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian
bermanifes dengan gejala klinik. Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan
terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat
dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara
konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya
adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia
yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai
bedah1. II. KELENJAR PROSTAT A. Anatomi Prostat merupakan kelenjar berbentuk
konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler,yang terletak disebelah
inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika)
dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan
berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex
kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm1. Pada bagian
anterior disokong oleh ligamentum pubo-prostatika yang melekatkan prostat pada
simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat vesikula seminalis, vas
deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers berasal dari fusi tonjolan
dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan biasanya dapat menahan invasi
karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium lanjut. Pada bagian posterior ini,
prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang berjalan secara oblique dan
bermuara pada veromentanum didasar uretra prostatika persis dibagian proksimal
spingter eksterna. Pada permukaan superior, prostat melekat pada bladder outlet
dan spingter interna sedangkan dibagian inferiornya terdapat diafragama
urogenitalis yang dibentuk oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan perineal membungkus
otot levator ani yang tebal. Diafragma urogenital ini pada wanita lebih lemah oleh
karena ototnya lebih sedikit dan fasia lebih sedikit2. Gambar 1. kelenjar prostat dan
uretra Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior,
medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi
atas 4 bagian utama2: Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan
nonglandular. Ini merupakan sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat
yang glandular dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian 2,3 dan 4). Zona perifer, yang
merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular, membentuk bagian lateral dan
posterior atau dorsal organ ini. Secara skematik zona ini dapat digambarkan seperti
suatu corong yang bagian distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya
terbuka untuk menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk baji. Saluransaluran dari zona perifer ini bermuara pada uretra pars prostatika bagian distal.
Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang glandular, dikenal
sebagai jaringan kelenjar yang berbentuk baji sekeliling duktus ejakulatorius
dengan apexnya pada verumontanum dan basisnya pada leher buli-buli. Saluransalurannya juga bermuara pada uretra prostatika bagian distal. Zona central dan
perifer ini membentuk suatu corong yang berisikan segmen uretra proximal dan
bagianventralnya tidak lengkap tertutup melainkan dihubungkan oieh stroma
fibromuskular. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang
terkecil (5 %), terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang berbentuk
silinder dan dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona transisional dan kelenjar
periuretral bersama-sama kadang-kadang disebut sebagai kelenjar preprostatik. B.
Epidemiologi Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang
ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami
peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada
peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia1.
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini
dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang
berusia 80 tahun3. C. Etiologi Belum diketahui secara pasti, saat ini terdapat
beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
antara lain1: Teori Hormonal Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan
kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi.
Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH.
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu
antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa
di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan
merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa
testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian
estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah
perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi
dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya
pembesaran prostat. Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh
kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan
menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol
pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan
dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang
progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan
sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari
fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang
bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap
estrogen. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan) Peranan dari growth factor ini
Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak
menilai sendiri derajat keluhannya. Perbedaan ini yang mendasari mengapa skor
Madsen-Iversen digunakan di Sub Bagian Urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo3.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE)
sangat penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang
keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya
kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat.
Pada perabaan prostat harus diperhatikan1: a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia
prostat konsistensinya kenyal) b. Simetris/ asimetris c. Adakah nodul pada prostate
d. Apakah batas atas dapat diraba e. Sulcus medianus prostate f. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan
nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau
teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu
prostat akan teraba krepitasi1. Kelenjar prostat Normal Kelenjar prostat Hiperplasia,
ada pendorongan prostat kearah rectum Kelenjar prostat Karsinoma,teraba nodul
keras Gambar 4. Digital Rectal Examination , Kelenjar Prostat Normal, Hiperplasia,
Karsinoma2. Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria
bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi
pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica
urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus
mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula
diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,
fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus1. F. pemeriksaan
Penunjang Pemeriksaan Laboratorium1 Darah Ureum, kreatinin, elektrolit, Blood
urea nitrogen, Prostate Specific Antigen (PSA), Gula darah Urine Kultur urin dan
test sensitifitas, urinalisis dan pemeriksaan mikroskopis, sedimen Pemeriksaan
pencitraan1 a. Foto polos abdomen (BNO) Dari sini dapat diperoleh keterangan
mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau
divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke
tulang dari carsinoma prostat b. Pielografi Intravena (IVP) Pembesaran prostat dapat
dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada dasar kandung kemih atau ujung
distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula
mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun
hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli). Foto
setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin. c. Sistogram retrograde Memberikan
gambaran indentasi pada pasien yang telah dipasang kateter karena retensi urin. d.
Transrektal Ultrasonografi (TRUS) Deteksi pembesaran prostat dengan mengukur
residu urin e. MRI atau CT scan Jarang dilakukan. Digunakan untuk melihat
pembesaran prostat dan dengan bermacam macam potongan Pemeriksaan lain1
Uroflowmetri Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran ditentukan
oleh daya kontraksi otot detrusor, tekanan intravesika, resistensi uretra. Angka
normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati
yang banyak ditemukan pada otot polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan
kapsul prostat. Dengan demikian, akan terjadi relaksasi di daerah prostat sehingga
tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan mengurangi derajat obstruksi.
Obat ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif cepat. Efek samping
dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan
pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah (fatique). Pengobatan
dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan beberapa pertanyaan,
seperti berapa lama akan diberikan dan apakah efektivitasnya akan tetap baik
mengingat sumbatan oleh prostat makin lama akan makin berat dengan tumbuhnya
volume prostat. Contoh obat: prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat
dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari2.
Penghambat enzim 5a reduktase Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim
5a reduktase, sehingga testosteron tidak diubah menjadi dehidrotestosteron.
Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan prostat menurun, sehingga tidak
akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan perbaikan simptom
setelah 6 bulan terapi. Salah satu efek samping obat ini adalah menurunnya libido
dan kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride dosis 5 mg/hari. Kombinasi
penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a reduktase Terapi kombinasi
penghambat adrenergik a-1 dan penghambat enzim 5a reduktase pertama kali
dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996. Terdapat penurunan skor dan
peningkatan Qmax pada kelompok yang menggunakan penghambat adrenergik a-1.
Namun, masih terdapat keraguan mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih
kecil dibandingkan kelompok lain. Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Fitoterapi Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan
poluler diberikan di Eropa dan baru-baru ini di Amerika. Obat-obatan tersebut
mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum africanum,
Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan
Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan
keamanannya3. Terapi Bedah Konvensional Prostatektomi digolongkan dalam 2
golongan3: 1. Prostatektomi terbuka : a. Prostatektomi suprapubik transvesikalis
(Freyer) Prostatektomi retropubik (Terence Millin) Prostatektomi perinealis (Young) 2.
Prostatektomi tertutup : a. Reseksi transuretral. Bedah beku Open simple
prostatectomy Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat
terlalu besar, di atas 100 gram, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli.
Dapat dilakukan dengan teknik transvesikal atau retropubik. Operasi terbuka
memberikan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada TUR-P1-23. Terapi
Invasif Minimal Transurethral resection of the prostate (TUR-P) Prinsip TUR-P adalah
menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang menimbulkan obstruksi
dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter. Sampai saat ini, TUR-P masih
merupakan baku emas dalam terapi BPH. Sembilan puluh lima persen prostatektomi
dapat dilakukan dengan endoskopi3. Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan,
infeksi, hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi karena bekuan darah. Komplikasi
jangka panjang adalah struktur uretra, ejakulasi retrograd (75%), inkontinensia
(<1%),>3. Transurethral incision of the prostate (TUIP) Dilakukan terhadap
penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan ukuran prostat kecil,
yang sering terdapat hiperplasia komisura posterior (leher kandung kemih yang
tinggi)3. Teknik ini meliputi insisi pada arah jam 5 dan 7. Penyulit yang bisa terjadi
adalah ejakulasi retrograd3. Terapi laser Terdapat dua sumber energi yang
digunakan, yaitu Nd YAG dan holmium YAG. Tekniknya antara lain Transurethral
laser induced prostatectomy (TULIP) yang dilakukan dengan bantuan USG, Visual
coagulative necrosis, Visual laser ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial
laser therapy3. Keuntungan terapi laser adalah perdarahan minimal, jarang
terjadinya sindrom TUR, mungkin dilakukan pada pasien yang menjalani terapi
antikoagulan, dan dapat dilakukan tanpa perlu dirawat di rumah sakit3. Kerugiannya
di antaranya tidak didapatkan jaringan untuk pemeriksaan histopatologi, diperlukan
waktu pemasangan kateter yang lebih lama, keluhan iritatif yang lebih banyak, dan
harga yang mahal1,2. Efek samping yang pernah dilaporkan di Indonesia adalah
perdarahan (2%), nyeri pasca operasi (3%), retensi (19%), ejakulasi retrograd (3%),
dan disfungsi ereksi (1%)3. . Microwave hyperthermia Memanaskan jaringan
adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra atau rektum sampai suhu 4245oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi3. Trans urethral needle ablation (TUNA)
Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat
mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas,
sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di jaringan prostat3.
High intensity focused ultrasound (HIFU) Melalui probe yang ditempatkan di rektum
yang memancarkan energi ultrasound dengan intensitas tinggi dan terfokus3.
Intraurethral stent Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa
prostatika untuk mempertahankan lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada
pasien dengan harapan hidup terbatas dan tidak dapat dilakukan anestesi atau
pembedahan3. Transurethral baloon dilatation Dilakukan dengan memasukkan
kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika dan leher kandung kemih. Prosedur
ini hanya efektif bila ukuran prostat kurang dari 40 g, sifatnya sementara, dan
jarang dilakukan lagi3.