Anda di halaman 1dari 10

1 Mencuci Tangan

1.1 Pengertian
Menurut Kamaruddin (2009) tangan merupakan bagian tubuh
yang lemba yang paling sering berkontak dengan kuman yang
menyebabkan penyakit dan menyebarnya. Cara terbaik untuk
mencegahnya adalah dengan membiasakan mencuci tangan
dengan memakai sabun.
Mencuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam
mencegah dan mengendalikan infeksi, dengan mencuci tangan
dapat menghilangkan sebagian besar mikroorganisme yang ada
di kulit (Hidayat, 2005).
Mencuci tangan adalah dapat menghilangkan sejumlah besar
virus dan bakteri yang menjadi penyebab berbagai penyakit,
terutama penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti diare
dan saluran nafas seperti influenza. Hampir semua orang
mengerti pentingnya mencuci tangan pakai sabun, namun masih
banyak yang tidak membiasakan diri untuk melakukannya
dengan benar pada saat yang penting (Umar, 2009).
Mencuci tangan dengan menggunakan sabun, jangan meletakkan
sabun di tempat yang kotor, dan bilas kembali sabun setelah
digunakan untuk menghindari kontaminasi (karena saat mencuci
tangan, sabun jadi kotor). Gosok sela-sela jari, bersihkan kuku,
telapak tangan sampai pergelangan dengan cermat (AMI, 2005).
1.2 Tujuan dan Manfaat Mencuci Tangan
Menurut Hidayat (2005) mencuci tangan bertujuan untuk:
1. Mencegah terjadinya infeksi melalui tangan.
2. Membantu menghilangkan mikroorganisme yang ada di kulit
atau tangan.
Banyak penyakit yang ditularkan melalui tangan, tangan
merupakan salah satu faktor penularan berbagai jenis penyakit
menular, seperti infeksi saluran pernafasan, penyakit kulit,
penyakit untuk gangguan pencernaan (diare, muntah) dan
berbagai penyakit lainnya yang dapat berpotensi membawa ke

pada arah kematian. Tangan merupakan salah satu penghantar


utama masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia. Kontak
dengan kuman dapat terjadi di mana saja, melalui meja, gagang
pintu, sendok, dan sebagainya. Penelitian bahkan menyebutkan
bahwa Keyboard komputer di perkantoran dan gagang telepon
mengandung lebih banyak kuman dari pada di toilet (Kamaruddin,
2009).
Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun juga terbukti sangat
membantu pencegahan terhadap penyakit yang berdampak pada
penurunan kualitas hidup manusia. Sehingga 15 Oktober 2008
dicanangkan sebagai Hari Mencuci Tangan Sedunia kualitas hidup
manusia. Sehingga 15 Oktober 2008 dicanangkan sebagai Hari
Mencuci Tangan Sedunia atau Global Hand Washing Day oleh PBB.
Hal ini disampaikan pada pertemuan Tahunan Air Sedunia (Annual
world Water Week) yang berlangsung pada tanggal 17 23
Agustus di Stockholm, ibukota Swedia. Tahun 2008 juga
diumumkan sebagai tahun internasional Sanitasi oleh Rapat
Umum PBB (Umar, 2009).
1.3 Saat Mencuci Tangan
Ada lima saat penting untuk melakukan cuci tangan pakai sabun,
yaitu sebelum makan, sesudah buang air besar atau buang air
kecil di toilet, sebelum memegang bayi, sesudah menceboki bayi/
anak dan sebelum menyiapkan makanan. Di saat merebaknya
infeksi influenza, termasuk flu babi, dianjurkan pula mencuci
tangan setelah tangan terkontaminasi ketika batuk dan bersin.
Bagi petugas kesehatan ada lagi saat penting, yaitu sebelum dan
sesudah memeriksa pasien, sebelum dan sesudah mengenakan
sarung tangan untuk melakukan tindakan medis. Dalam ajaran
agama Islam, ditambahkan lagi, yaitu ketika bangun dari tidur
(Umar, 2009).
1.4 Teknik Mencuci Tangan yang Benar
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka mencuci tangan
haruslah dengan air bersih yang mengalir, baik itu melalui kran

air atau disiram dengan gayung, menggunakan sabun yang


standar, setelah itu keringkan dengan handuk yang bersih atau
menggunakan tisu (Umar, 2009).
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka mencuci tangan
haruslah dengan air bersih yang mengalir, baik itu melalui kran
air atau disiram dengan gayung, menggunakan sabun yang
standar, setelah itu keringkan dengan handuk yang bersih atau
menggunakan tisu (Umar, 2009).
Menurut Kamaruddin (2009) teknik mencuci tangan yang benar
harus menggunakan sabun dan di bawah air yang mengalir,
sedangkan langkah-langkah teknik mencuci tangan yang benar
adalah
1. Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.
2. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan, akan lebih
baik jika sabun yang mengandung antiseptik.
3. Gosokkan pada kedua telapak tangan.
4. Gosokkan sampai ke ujung jari.
5. Telapak tangan menggosok punggung tangan kiri (atau
sebaliknya) dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling)
antara tangan kanan dan tangan kiri, gosokkan sela-sela jari
tersebut. Lakukan sebaliknya.
6. Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan
saling menggunci.
7. usapkan ibu jari tangan kanan dengan punggung jari lainnya
dengan gerakan saling berputar, lakukan hal yang sama dengan
ibu jari tangan kiri.
8. Gosokkan telapak tangan dengan punggung jari tangan
satunya dengan gerakan kedepan, kebelakang, berputar. Lakukan
sebaliknya.
9. Pegang pergelangan kanan kanan dengan pergelangan kiri dan
lakukan gerakan memutar. Lakukan pula pada tangan kiri.
10. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.
11. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue atau handuk,
jika menggunakan kran, tutup kran dengan tissue.

2.1.5 Teknik Mencuci Tangan di Pelayanan Kesehatan


1. Lepaskan semua aksesori pada tangan (seperti cincin atau jam
tangan).
2. Basahi jari tangan, lengan hingga siku dengan air, kemudian
alirkan sabun (12 5 ml) ke tangan dan gosokkan tangan serta
lengan sampai 5 cm di atas siku kemudian sikat ujung jari,
tangan, lengan, dan kuku tangan sebanyak kurang lebih 15 kali
gosokan, telapak tangan 10 kali gosokan hingga siku.
3. Bilas dengan air bersih yang mengalir
4. Setelah selesai, tangan di bilas dan lap diarahkan ke atas.
5. Gunakan sarung tangan steril.
(Hidayat dan Ulliyah, 2005).
2. Determinan Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
(Makmur dan Hatang, 2008)
2.1.Model Anderson
Pola penggunaan pelayanan kesehatan berbeda antara satu
daerah dengan daerah lainnya. Ada tiga faktor yang
mempengaruhi perbedaan tersebut, yaitu: perbedaan angka
kesakitan, karakteristik demografi penduduk dan faktor sosial dan
budaya (Kresno, 2005). Suatu pendekatan konseptual yang
banyak digunakan dalam survey pemanfaatan pelayanan dokter
adalah model perilaku yang dikembangkan bersama koleganya
(Andersen dan Newman, 1973 ; Aday dan Andersen 1974 ;
Andersen, dkk, 1975) Becker, 1995).
2.2.Menurut model ini keputusan untuk menggunakan pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh (Greenley, 1980):
1. Komponen Predisposisi (pendorong) seseorang untuk
menggunakan pelayanan kesehatan. Komponen ini disebut
dengan predisposing karena faktor-faktor pada komponen ini
menggambarkan karakteristik perorangan yang sudah ada
sebelum seseorang ini memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Komponen ini menjadi dasar atau motivasi bagi seseorang untuk
berperilaku dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan (Wobowo,

1992). Anderson membagi komponen predisposing ini


berdasarkan karakteristik pasien ke dalam tiga bagian meliputi
cirri demografi, struktur sosial, keyakinan terhadap pelayanan
kesehatan (Health beliefs) (Becker, 1995).
2. Komponen Enambling atau kemampuan seseorang untuk
menggunakan pelayanan kesehatan. Faktor biaya dan jarak
pelayanan kesehatan dengan rumah berpengaruh terhadap
perilaku penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan
(Kresno, 2005). Menurut Kroenger (1983) keterjangkauan
masyarakat Termasuk jarak akan fasiltitas kesehatan
mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Demikian juga
menurut Andersen, et all (1975) dalam Greenley (1980) yang
menyatakan bahwa jarak merupakan komponen kedua yang
memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan
pengobatan.
3. Komponen Need atau kebutuhan seseorang akan pelayanan
kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andersen
tahun 1964 pada 2.367 keluarga tentang penggunaan pelayanan
kesehatan, ternyata faktor kebutuhan berperan lebih besar (20%)
dimana persepsi bahwa penyakit yang di ukur dari jumlah hari
tidak dapat berkerja merupakan faktor yang paling berperan
(Becker, 1995). Pendapat serupa ditemukan dalam penelitian
Setyowati (2000) di Puskesmas Pal V Kota Pontianak yang
menunjukkan bahwa variabel kebutuhan variabel paling dominant
berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan pengobatan.
Anderson dan Sheatsley (1967) menemukan 79% orang yang
mengalami penyakit tidak mencari pengobatan dengan alasan
bahwa gejala penyakit tersebut tidak berbahaya
sehingga mereka tidak membutuhkan pelayanan kesehatan.
2.3.Model Lawrence Green
Kesehatan seorang individu maupun sebuah masyarakat akan
dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu perilaku itu sendiri, dan
faktor di luar perilaku tersebut. Faktor perilaku ditentukan oleh 3
faktor sebagai berikut:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai.
2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam
lingkungan fisik dan tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau
sarana kesehatan.
3.Karakteristik Responden yang berhubungan dengan tehnik
mencuci tangan
3.1.Umur
Umur atau satuan usia adalah satuan waktu yang mengukur
waktu keberadaan suatu benda atau zat makhluk yang hidup
maupun yang mati, semakin banyak pengalaman yang diperoleh
sehingga seseorang dapat meningkatkan kematangan mental dan
intelektual serta dapat membuat keputusan yang bijaksana dalam
bertindak (Sarwono, 2005).
Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang
yang sangat utama, umur mempunyai hubungan dengan tingkat
keterpaparan, besarnya resiko serta sikap resistensi. Perbedaan
pengalaman terhadap masalah kesehatan/ penyakit dan
pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut
(Noor, 2008).
Umur merupakan salah satu dari faktor sosial yang juga
mempengaruhi status kesehatan kesehatan seseorang dan
berdasarkan golongan umur, maka dapat dilihat perbedaan pola
penyakit (Kresno, 2000).
3.2. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu konsep guna untuk mencapai suatu
tujuan (Perubahan tingkah laku). Perilaku manusia adalah refleksi
dari berbagai gejala kejiwaan antara lain tingkat pengetahuan
yang dimiliki seseorang. Tahap pendidikan sangat menentukan
kemampuan seseorang dalam mengatasi berbagai masalah
dalam kehidupannya (Sarwono, 2005).
Pendidikan secara umum, adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,

kelompok atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa


yang di harapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat
unsur-unsur pendidikan yakni:
a. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok,
masyarakat) dan pelaku pendidikan.
b. Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang
lain).
c. Output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku)
(Notoatmodjo, 2003)
Menurut Soekanto (2004) pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar secara
aktif dapat mengembangkan petensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
keeerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Disebutkan jenjang
pendidikan dibagi menjadi pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi. Yang termasuk dalam
pendidikan dasar yaitu SD/Sederajat dan SLTP/Sederajat,
pendidikan menengah yaitu SLTA/sederajat, sedangkan
pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
menengah yang mencakup Diploma (D3), Sarjana, Magister,
Spesialis dan Doctor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
(Sarwono, 2005).
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Bauman
(1961) dan Koos (1954) (dalam Friedman, 1998), mengemukakan
bahwa semakin terdidik keluarga, maka semakin baik
pengetahuan keluarga tentang kesehatan. Hal ini juga yang turut
berpengaruh dalam aktif atau tidaknya keluarga untuk datang
menimbangkan balitanya, yaitu faktor geografis, dimana letak
dan kondisi geografis di wilayah tersebut (Octaviani, 2008).
3.3.Sumber Informasi
Informasi adalah, keterangan pemberitahuan kabar atau berita
tentang suatu media dan alat (sarana) komunikasi seperti koran,

majalah, radio, televisi, poster, dan spanduk. Media komunikasi


adalah media yang digunakan pembaca untuk mendapatkan
informasi sesuatu atau hal tentang pengetahuan. Berkaitan
dengan penyediaan informasi bagi manajemen dalam
pengambilan keputusan, informasi yang diperoleh harus
berkualitas (Tugiman, 2003) kualitas informasi tergantung tiga
hal, yaitu:
a. Akurat, bebas dari kesalahan, tidak bias atau menyesatkan.
b. Tepat waktu, informasi yang disampaikan tidak terlambat.
c. Relevan, informasi mempunyai manfaat bagi pemakainya.
Menurut Nugroho (2008), media informasi dapat dibedakan 2
kategori, yaitu media sosial dan media massa, strategi
penyampaian informasi, isi informasi dan saluran yang dipakai
untuk promosi kesehatan harus sesuai dengan audiensi sasaran,
dimana masing-masing saluran mempunyai kelemahan dan
kekuatan, strategi yang menggabungkan saluran-saluran secara
majemuk merupakan strategi uang mempunyai dampak yang
paling besar bagi upaya meningkatkan pengetahuan dalam
perubahan perilaku. Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa
media informasi kesehatan adalah semua sasaran atau upaya
untuk menyampaikan pesan atau informasi yang ingin
disampaikan oleh komunikator baik melalui media cetak,
elektronik dan media luar ruang. sehingga sasaran dapat
meningkatkan pengetahuannya yang nantinya diharapkan dapat
berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan.
3.4.Pengetahuan
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui mengenai hal atau
sesuatu pengetahuan dapat dilihat dari perilaku seseorang
(Sarwono, 2005).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu,
pengetahuan umumnya datang dari penginderaan, yaitu indera
pengliharan, pendengaran, penciuman, rasa, raba, sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoadmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitis adalah merupakan domain yang
sangat berguna untuk terbentuknya tindakan seseorang
pengetahuan yang mencakup di dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai meningkatkan suatu materi yang tidak
dipelajari sebelum Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu ini adalah pengetahuan yang
paling rendah, kata kerja yang digunakan antara lain:
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan
2. Memahami
Suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar.
3. Aplikasi
Suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil.
4. Analisis
Suatu kemampuan untuk menj abarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi. Ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
kerja, dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan
mengelompokkan.
5. Sistensis
Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi
Suatu kemampuan untuk meletakkan penelitian, terhadap suatu
materi atau objek pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi
materi ingin diukur dari subjek penelitian atau responden ke

dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaian dengan tingkat tersebut di atas (Notoadmodjo,
2003).
Berdasarkan hasil wawancara penelitian Djarismawati, dkk (2004)
terlihat jawaban penjamah tentang perlunya mencuci tangan
dengan sabun (100% menjawab perlu, tapi hasil observasi
perilaku penjamah, 100% tidak mencuci tangan dengan sabun
saat memulai pekerjaan, ini sangat bertolak belakang). Pada salah
satu syarat tentang penjamah harus mengetahui higyene
perorangan diantaranya adalah kebersihan tangan, kulit, rambut
dan pakaian kerja.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Bauman (1961) dan
Koos (1954) (dalam Friedman, 1998), mengemukakan bahwa
semakin terdidik keluarga, semakin baik pengetahuan keluarga
tentang kesehatan. Hal ini juga turut berpengaruh dalam aktif
atau tidaknya pengetahuan keluarga tentang kesehatan, yaitu
faktor geografis, dimana letak dan kondisi geografis di wilayah
tersebut (Octaviani, 2008).
Hasil penelitian Khatimah (2009) bahwa pengetahuan perawat
tentang sejalan dengan itu, mencuci tangan tergolong juga baik,
(83,33%) cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan sangat rendah (33,33%), cuci tangan sebelum
melakukan tindakan tergolong rendah (8,3%), kecapakan perawat
dalam melakukan cuci tangan tergolong baik (58,33%). Perilaku
perawat dalam menerapkan cuci tangan selama pelaksanaan
tindakan keperawatan tergolong rendah, walaupun tingkat
pengetahuan sudah cukup baik.
Hasil penelitian Hermawan (2008) didapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan yang positif tingkat pengetahuan, pendidikan,
dan persepsi, dengan perilaku ibu dalam memelihara kebersihan
diri dan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai