Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit


yang disebabkan oleh parasit Malaria (Plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke
dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp).
Penyakit malaria termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menyerang semua
orang, bahkan mengakibatkan kematian terutama yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium falciparum. (Depkes, 2003)
Penyakit malaria banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara,
India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempattempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Penyakit malaria
juga tidak dapat menyerang sebagian orang orang Afrika yang menderita penyakit
anemia sel sabit (sikle cell).
Anemia sel sabit merupakan suatu bentuk kelainan pada darah yang paling
sering terjadi pada masyarakat. Kelainan yang terjadi adalah adanya cacat pada
hemoglobin, yang disebut dengan istilah hemoglobinopathy. Anemia sel sabit ini
terjadi karena abnormalnya sel darah merah (Sadikin, 2001).
Anemia sel sabit bersifat menguntungkan bagi penduduk yang mengalami
endermik malaria seperti daerah daerah afrika. Hal ini terjadi karena plasmodium
dari parasit malaria tidak dapat hidup bertahan lama pada sel darah sabit.

Mengingat tidak adanya pengaruh penyakit malaria terhadap orang yang


menderita anemia sel sabit (sikle cell), maka penulis tertarik untuk membahas
makalah ini dengan judul
Terhadap Malaria

Penderita Anemia Sel Sabit (Sikle Cell)

Anti

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Ia memiliki afinitas (daya
gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di
dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen di bawa dari paruparu ke jaringan-jaringan ( Evelyn,2000).
Hemoglobin merupakan molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi)
dan rantai polipeptida globin (alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan
bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah ditentukan oleh kadar
haemoglobin. Stuktur Hb dinyatakan dengan menyebut jumlah dan jenis rantai globin
yang ada. Terdapat 141 molekul asama amino pada rantai alfa, dan 146 mol asam
amino pada rantai beta, gama dan delta.
Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin. Heme adalah
gugus prostetik yang terdiri dari atom besi, sedang globin adalah protein yang
dipecah dipecah menjadi asam amino. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah
merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari
paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Setiap orang harus memiliki sekitar 15 gram
hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta sel darah merah per
millimeter darah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah
dapat digunakan sebagai indek kapasitas pembawa oksigen pada darah.

Kekurangan hemoglobin menyebabkan terjadinya anemia, yang ditandai


dengan gejala kelelahan, sesak napas, pucat dan pusing. Kelebihan hemoglobin akan
menyebabkan terjadinya kekentalan darah jika kadarnya sekitar 18-19 gr/ml. yang
dapat mengakibatkan stroke. Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh tersedianya
oksigen pada tempat tinggal, misalnya Hb meningkat pada orang yang tinggal di
tempat yang tinggi dari permukaan laut. Selain itu, Hb juga dipengaruhi oleh posisi
pasien (berdiri, berbaring), variasi diurnal (tertinggi pagi hari) (Detikhealt, 2011).

2.2 Malaria
Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit dari kelompok
Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang ditularkan oleh
nyamuk anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak 80 spesies
anoipheles dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria.
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari
genus plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati. Sampai saat
ini dikenal cukup banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada burung, monyet,
kerbau, sapi, binatang melata.
Penyebab malaria dari genus Plasmodium, Familia Plasmodiidae, dari ordo
Coccidiidae. Penyebab malaria pada manusia di Indonesia sampai saat ini empat
spesies plasmodium yaitu Plasmodium falciparum sebagai penyebab malaria tropika,
Plasmodium vivax sebagai penyebab malaria tertiana, Plasmodium malarie sebagai
penyebab malaria kuartana dan Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai,

umumnya banyak di Afrika. (Pampana E.J. 1969; Gunawan S. 2000). Jenis


Plasmodium yang sering menyebabkan kekambuhan adalah P. vivax dan P. ovale
(Benenson, A.S., 1990; Crewe W., 1985).
Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium, biasanya
infeksi semacam ini disebut infeksi camopuran. Tapi umumnya paling banyak hanya
dua jenis parasit, yaitu campuran antara P. falcifarum denganP. vivax atau P. ovale.
Campuran tiga jenis parasit jarang sekali terjadi (Departemen Kesehatan RI, 1999).
Nyamuk Anopheles sp betina menghisap darah induk inang yang mengandung
parasit malaria, parasit aseksual dicerna bersamaan dengan eritrosit tetapi gametosit
dapat tumbuh terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi empat sampai
delapan yang masing-masing menjadi bentuk panjang seperti benang (flagel) dengan
ukuran 20 - 25 mikron, menonjol keluar dari sel induk, bergerak-gerak sebentar
kemudian melepaskan diri. Proses ini disebut dengan eksflagelasi yang hanya
berlangsung beberapa menit. Gametosit kemudian mengalami proses pematangan
(maturasi) menjadi mikrogamet dan makrogamet. gamet jantan (mikrogamet) tertarik
oleh gamet betina (makrogamet) dalam lambung nyamuk yang membentuk tonjolan
kecil tempat masuknya mikrogamet sehingga pembuahan berlangsung. Hasil
pembuahan disebut zigot.

2.3 Asam Amino

Asam amino merupakan turunan asam karboksilat yang mengandung gugus


amina. Jadi, setiap molekul asam amino sekurang-kurangnya mengandung dua buah
gugus fungsional, yaitu gugus karboksil (-COOH) dan gugus amina (-NH2).
Contoh:

gugus R adalah gugus pembeda antara asam amino yang satu dengan asam amino
yang lainnya.
a. Penggolongan asam amino
Sekitar 10 asam amino dapat disintesis dalam tubuh dari residu karbohidrat,
lemak, dan sumber dengan bantuan katalis enzim. Sedangkan sisanya tidak dapat
disintesis tubuh melainkan harus disuplai dari luar. Oleh karena itu dikenal dua istilah
berikut:
- Asam amino esensial, yakni asam amino yang tidak dapat disintesis oeh tubuh
(harus disuplai dari luar).
- Asam amino non-esensial, yakni asam amino yang dapat disintesis dalam tubuh.
Contohnya yaitu valin, leusin, dan isoleusin.
Dua molekul asam amino dapat berikatan (berkondensasi) dengan melepas
molekul air (H-OH).

Monopeptida

Monopeptida

Ikatan peptida (dipeptida)

Ikatan yang mengaitkan dua molekul asam amino ini disebut ikatan peptida,
dan senyawa yang terbentuk disebut dipeptida.

a. Sifat asam amino


1. Amfoter
Gugus fungsional pada asam amino yaitu karboksil dan amina, keduanya
mempengaruhi sifat keasaman asam amino. Asam amino dapat bereaksi dengan asam
maupun basa sehingga disebut dengan amfoter atau amfiprotik.
2. Ion Zwitter
Pada asam amino, ada gugus yang dapat melepaskan ion H+ dan ada gugus
yang dapat menerima H+. Akibatnya terbentuk molekul yang terdiri dari dua jenis
muatan, yaitu muatan positif dan muatan negatif.
Gugus karboksil (-COOH) adalah gugus asam (dapat melepas H +), sedangkan
gugus NH2 adalah gugus yang bersifat basa (dapat menyerap H +). Oleh karena itu
molekul sam amino dapat mengalami reaksi asam-basa intramolekul membentuk
suatu ion dipolar yang disebut Ion Zwitter.

Asam amino
3. Optis aktif

ion zwitter

Semua asam amino kecuali glisin, memiliki atom C simetris atau atom C
kiral, yaitu atom C yang mengikat empat gugus yang berbeda. Oleh karena itu, semua
asam amino bersifat optis. (poedjiadi, 2006)

2.4 Anemia Sel Sabit (Sickle Cell)


Anemia sel sabit (sikle cell) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai
dengan sel darah merah yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut
oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam
sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.

Gambar 1. Sel Darah Merah pada Sickle Cell


Sel yang berbentuk sabit akan menyumbat dan merusak pembuluh darah
terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang, dan organ lainnya, dan menyebabkan
berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah
pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran
darah, kerusakan organ bahkan sampai pada kematian.

Penderita anemia sel sabit (Sickle cell ) mengalami keadaan krisis secara
berulang-ulang karena gerakan fisik yang menyebabkan menjadi lemah, pusing,
kekurangan udara, dan mengalami degupan jantung dan kenaikan gerak nadi.
Kandungan hemoglobin darah seperti ini hanya setengah nilai normalnya yang ssama
dengan 15 sampai 16 gram per 100 ml, sehingga mengalami kekurangan darah
(anemik) (Lehninger, 1982).
Anemia sel sabit (sickle cell ) adalah penyakit genetik yang resesif, artinya
seseorang harus mewarisi dua gen pembawa penyakit ini dari kedua orangtuanya. Hal
inilah yang menyebabkan penyakit (sickle cell ) jarang terjadi. Seseorang yang hanya
mewarisi satu gen tidak akan menunjukkan gejala dan hanya berperan sebagai
pembawa. Jika satu pihak orangtua mempunyai gen sickle cell dan yang lain
merupakan pembawa, maka terdapat 50% kesempatan anaknya menderita anemia sel
sabit (sickle cell) dan 50% kesempatan sebagai pembawa.
Asam amino yang salah pada protein adalah akibat mutasi gen pada penderita
anemia sel sabit, gen yang menjadi rantai hemoglobin mengalami suatu mutasi
ireversibel sehingga gen itu menjadi residu valin dan tidak residu asam glutamate
yang seharusnya menempati posisi tersebut asam amino lain pada rantai bersifat
normal. Hemoglobin sel sabit adalah akibat dari adanya 1 diantara 300 jenis mutasi
yang berbeda-beda dari gen hemoglobin yang telah ditemukan pada manusia,
kebanyakan diantaranya merupakan penukaran satu asam amino pada rantai atau ,
banyak diantara mutasi ini yang telah terdeteksi oleh uji elektroforesis dan oleh

10

pemetaan hemoglobin penderita yang mengalami kelainan dalam sel darah merahnya
(Lehninger, 1982).
Hemoglobin bukan lah satu-satunya protein pada tubuh manusia yang dapat
diubah secara genetik oleh mutasi. Semua protein dalam tubuh. Bentuk globular
maupun serat dapat mengalami mutasi. Kebetulan saja hemoglobin telah banyak
dipelajari pada manusia, karena penyimpangan struktur molekulernya cenderung
mengakibatkan gejala-gejala sirkulatori atau respirasi yang nyata lebih jauh
hemoglobin mudah diisolasi dari sejumlah kecil contoh darah manusia. Mutasi yang
mengakibatkan perubahan dalam deret asam amino telah ditemukan didalam berbagai
protein manusia yang lain, seperti juga pada protein serat seperti kolagen (Lehninger,
1982).
Walaupun kita terpikir bahwa mutasi yang mengakibatkan perubahan molekul
protein sebagai penyimpangan genetik, mutasi gen khusus bagi struktur protein
tertentu dapat juga mengakibatkan perbaikan suatu molekul protein, sehingga
molekul ini dapat lebih baik berfungsi dan meningkatkan kemampuan organism yang
mengandung protein tersebut untuk bertahan terhadap lingkungan alaminya. Hal ini
juga benar bagi kasus mutasi gen yang menghasilkan hemoglobin sel sabit. Pada
beberapa daerah diafrika, darah merah berbentuk sel sabit kurang disukai bagi
pertumbuhan parasit malaria dibandingkan dengan sel darah normal. Daerah-daerah
geografis diafrika dengan kasus gen sabit tertinggi juga merupakan daerah yang
pernah menderita serangan tertinggi parasit malaria, jadi dengan memiliki gen sabit,

11

penduduk setempat daya tahan yang cukup tinggi terhadap malaria yang pernah
menyerang dan sering kali membawa kematian pada anak-anak (Lehninger, 1982).
Hemoglobi
n abnormal
C
S
Csan jose
E
Msaskatoon
Zurich
Mmilwaukee
Dpumjab

Posisi dan
residu normal
6 Glu
6 Glu
12 Glu
26 Glu
63 His
63 His
67 Val
121 Glu

Penggantian
Lys
Val
Gly
Lys
Tyr
Arg
Glu
Gln

BAB III
PENGARUH PENDERITA ANEMIA SEL SABIT (SIKLE CELL) TERHADAP
DEMAM BERDARAH

12

Anemia sel sabit (sikle cell) disebabkan karena adanya mutasi pada rantai globin dari hemoglobin, yang menyebabkan pertukaran asam glutamat (suatu asam
amino) dengan asam amino hidrofobik valin pada posisi 6. Gen yang bertanggung
jawab menyebabkan (sikle cell) merupakan gen autosom dan dapat ditemukan di
kromosom nomor 11. Penggabungan dari dua subunit -globin normal dengan dua
subunit -globin mutan membentuk hemoglobin S. Pada kondisi kadar oksigen
rendah, ketidakhadiran asam amino polar pada posisi 6 dari rantai -globin
menyebabkan terbentuknya ikatan non-kovalen di hemoglobin yang menyebabkan
perubahan bentuk dari sel darah merah menjadi bentuk sabit dan menurunkan
elastisitasnya.
Bentuk sel darah merah yang berbeda dari sel sabit disebabkan oleh bentuk
abnormal hemoglobin yang terkandung. Hemoglobin dari sel sabit disebut
hemoglobin S. sedangkan hemoglobin yang normal disebut hemoglobin A. jika
hemoglobin S mengalami deoksigenasi, protein ini menjadi tidak larut dan
membentuk rangkaian serat seperti pipa sedangkan hemoglobin A tetap larut pada
proses deoksigenasi. Pada hemoglobin S yang mengalami deoksigenasi menyebabkan
sel darah merah menjadi bentuk sabit .
Adapun susunan asam amino pada hemoglobin normal dapat dilihat pada
Gambar 2:
Val His Leu Thr Pro Glu Glu Lys
Gambar 2. Susunan Asam Amino Hemoglobin Normal

13

sedangkan susunan asam amino pada hemoglobin yang menderita penyakit sickle cell
dapat dilihat pada gambar 3 :
Val His Leu Thr Pro Val Glu Lys
Gambar 2. Susunan Asam Amino Hemoglobin Sickle Cell
Berdasarkan susunan asam amino dari gambar 2 dan 3 diatas, semua residu
asam amino yang lain di dalam kedua rantai hemoglobin S bersifat identik dengan
kedua rantai hemoglobin A. Posisi residu yang menyimpang ditemukan pada asam
amino posisi ke-6. Asam amino ke-6 pada hemoglobin normal adalah asam glutamat
sedangkan pada penderita Sickle Cell asam amino ke-6 adalah Valin. Hal inilah yang
membawa dampak sangat besar terhadap morfologi sel darah merah dan interaksi
hemoglobin dalam sel darah merah tersebut.
Struktur dari asam Glutamat dan Valin dapat dilihat pada gambar berikut:

Asam Glutamat

Valin

Berdasarkan Rumus Struktur diatas dapat dilihat bahwa Gugus R pada asam
amino valin tidak mempunyai muatan listrik, sedangkan asam glutamate mempunyai
muatan negativ pada pH 8, jadi hemoglobin sel sabit tentu mempunyai kekurangan
dua muatan negativ dibandingkan dengan hemoglobin A, satu pada masing-masing
dari kedua rantai di dalam molekul hemoglobin. Perbedaan ini menyebabkan

14

hemoglobin S bergerak pada kecepatan yang sedikit lebih rendah dibandingkan


dengan hemoglobin A di dalam medan listrik. Perubahan asam amino tersebut
menyebabkan HbS mempunyai kecenderungan untuk berikatan dengan HbS yang lain
sehingga membentuk suatu rantai spiral yang menyerupai tali tambang ketika
mengalami deoksigenasi, sehingga secara keseluruhan bentuk dari sel darah merah
tidak lagi menjadi bikonkaf, tetapi menyerupai sabit. Proses pembentukan rantai
spiral tersebut disebut dengan polimerisasi. Proses polimerisasi tersebut akan
menyebabkan adanya peningkatan viskositas dan solubilitas dari darah, sehingga
darah akan menjadi lebih kental yang kemudian dapat menyebabkan penyumbatan
pada pembuluh darah kecil.
Anemia sel sabit bersifat menguntungkan bagi penduduk yang mengalami
endermik malaria seperti daerah daerah afrika hal ini terjadi karena plasmodium
dari parasit malaria tidak dapat hidup bertahan lama pada sel darah dari penderita
Sickle Cell

(pertumbuhannya terganggu dan perlahan mati) adanya mutasi gen

khusus bagi struktur protein ini dapat mengakibatkan perbaikan suatu molekul protein
sehingga molekul ini lebih baik berfungsi dan meningkatkan kemampuan organisme
yang mengandung protein ini untuk bertahan terhadap lingkungannya.
Parasit malaria lebih suka hidup didarah normal hal ini menyebabkan sel
darah merah normal, hemoglobinya pecah premature yang membuat plasmodium
mampu bereproduksi. Sedangkan penderita anemia sel sabit memiliki daya tahan
tubuh yang cukup tinggi terhadap parasit malaria karena plasmodium tidak mampu

15

hidup pada kondisi protein seperti ini (sel sabit) posisi residu glutamat digantikan
oleh valin perubahan residu (asam amina) menyebabkan struktur yang berbeda pula.
Parasit malaria siklus hidup kompleks yang dihabiskan didalam sel darah
merah makanya parasit ini lebih menyukai sel darah merah normal (residu satu
asam aminonya glutamate tidak berubah menjadi valin) adanya perubahan residu
AA glutamate menjadi valin menyebabkan perubahan struktur dan fungsi protein
sehingga parasit malaria tidak tumbuh (berkembang). Hal ini yang terdapat pada sel
sabit
Sickle cell anemia merupakan penyakit genetis yang tidak dapat disembuhkan.
Selain dengan transplantasi sumsum tulang, saat ini belum ditemukan pengobatan
permanen untuk penyakit ini. Namun transplantasi melibatkan prosedur yang rumit
dan bukan merupakan terapi pilihan. Untuk dapat melakukan transplantasi, penderita
harus mendapatkan donor yang cocok (biasanya diperoleh dari anggota keluarga yang
tidak menderita sickle cell anemia) dengan resiko rendah terjadinya reaksi penolakan
oleh tubuh. Walaupun demikian, terdapat resiko yang nyata dari prosedur ini dan
selalu ada kemungkinan terjadinya penolakan organ transplantasi oleh tubuh
penerima.

BAB IV
KESIMPULAN

16

Anemia sel sabit dapat menguntungkan penderita anemia sel sabit (sikle cell)
karena plasmodium dari parasit malaria tidak dapat hidup bertahan lama pada sel
darah sabit (pertumbuhannya terganggu dan perlahan mati) adanya mutasi gen.

DAFTAR PUSTAKA

17

Depkes RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan
Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
Evelyn, 2000. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic, cetakan ke 23, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
L. Lehninger, albert. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga: Jakarta.
Poedjiadi, anna, dkk. 2006. Dasar-Dasar Biokimia Edisi Revisi. UI-PRES:
Jakarta.
Sadikin, Mohamad. Anemia. Dalam: Rusmiyati, editor. Biokimia Darah edisi I.
Jakarta: Widya Medika; 2001; 4; 30-8.
DAFTAR PUSTAKA orla

L. Lehninger, albert. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga: Jakarta.


Bakta, IM. Anemia Hemolitik. Dalam: Kastrifah, Purba DL, editor. Hematologi
Klinik Ringkas edisi I. Jakarta: EGC; 2007; 5; 50-96.
Benz EJ. Hemoglobinopathies. Dalam: Harrisons Principle of Internal
Medicine 15th edition CD-ROM. USA: The McGraw-Hill Companies.
2001;106; 666-74.
Beutler E. Disorders of Hemoglobin Structure: Sickle Cell Anemia and Related
Abnormalities. Dalam: Beutler E, Coller BS, Lichtman MA, Kipps TJ,
Seligsohn U, editors. Williams Hematology 8thed. USA: The
McGraw-Hill
Companies; 2001; 47; 581-605.

18

Lonergan GJ, Cline DB, Abbondanzo SL. From the Archives of the AFIP
Sickle Cell Anemia. [serial online] 2001; 21; 971-94. Available
from:http://radiographics.rsnajnls.org/cgi/content/full/21/4/971?
maxtoshow=&HITS=&hits=&RESULTFORMAT=&fulltext=From+th
e+Archives+of+the+AFIP+Sickle+Cell+Anemia&andorexactfulltext=
and&searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT.Accessed
July 2nd, 2008.
Roberts I, Montalembert M. Sickle cell disease as a paradigm of immigration
hematology: new challenges for hematologists in Europe. [serial
online] 2007;92; 865-71. Available
from:http://www.haematologica.org/cgi/content/full/92/7/865?
maxtoshow=&HITS=&hits=&RESULTFORMAT=1&andorexacttitle=
and&fulltext=Sickle+cell+disease+as+a+paradigm+of+immigration+h
ematology+new+challenges+for&andorexactfulltext=and&searchid=1
&FIRSTINDEX=0&sortspec=relevance&resourcetype=HWCIT.Acces
sed July 2nd, 2008.
Sadikin, Mohamad. Anemia. Dalam: Rusmiyati, editor. Biokimia Darah edisi I.
Jakarta: Widya Medika; 2001; 4; 30-8.
Sadikin, Mohamad. Sel Darah Merah. Dalam: Rusmiyati, editor. Biokimia
Darah edisi I. Jakarta: Widya Medika; 2001; 3; 20-9.
Walters MC, Nienhuis AW, Vichinsky E. Novel Therapeutic Approaches in
Sickle Cell Disease. [serial online] 2002; 10-34. Available

19

from:http://asheducationbook.hematologylibrary.org/cgi/content/full/2002
/1/10?
maxtoshow=&HITS=&hits=&RESULTFORMAT=1&andorexacttitle=an
d&fulltext=Novel+Therapeutic+Approaches+in+Sickle+Cell+Disease&a
ndorexactfulltext=and&searchid=1&FIRSTINDEX=0&sortspec=relevanc
e&resourcetype=HWCIT.
Walters MC, Nienhuis AW, Vichinsky E. Novel Therapeutic Approaches in
Sickle Cell Disease. [serial online] 2002; 10-34. Available
from:http://asheducationbook.hematologylibrary.org/cgi/content/full/2002
/1/10?
maxtoshow=&HITS=&hits=&RESULTFORMAT=1&andorexacttitle=an
d&fulltext=Novel+Therapeutic+Approaches+in+Sickle+Cell+Disease&a
ndorexactfulltext=and&searchid=1&FIRSTINDEX=0&sortspec=relevanc
e&resourcetype=HWCIT.Accessed July 2nd, 2008.
Wang, WC, John NL. Sickle Cell Anemia and Other Sickling Syndromes.
Dalam: Lee GR, Foerster J, Lukens J, Paraskevas F, Greer JP, Rodgers
GM, editors. Wintrobes Clinical Hematology 10thed. USA: Williams &
Wilkins;1999; 51; 1346-97.
Wayne AS, Kevy SV, Nathan DG. Transfusion management of sickle cell
disease. [serial online] 1993; 81; 1109-23. Available
from:http://bloodjournal.hematologylibrary.org.Accessed July 2nd,2008.

Anda mungkin juga menyukai