PERMASALAHAN
Permasalahan pada kasus ini adalah :
1. Apakah penyebab kematian pada pasien ini?
2. Apakah diagnosis serta penatalaksanaan pasien ini sudah tepat?
3. Apakah kematian pada pasien ini bisa dicegah?
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Penyebab Kematian pada Pasien
Kematian pada pasien ini adalah akibat dari syok hipovolemik yang
disebabkan perdarahan pascapersalinan akibat placenta akreta. Pasien
meninggal setelah pasca seksio sesarea dengan APB dengan placenta previa
totalis, Bekas SC, Syok Hypovolemik dengan HPP dengan placenta akreta, post
ligasi ateri uterina ascenden D/S, Ligasi arteri ovarika D/S, post cardiac arrest
post RJP 1x, Penurunan kesadaran, cardiac arrest, post pemasangan kondom
kateter.
Plasenta akreta menyebabkan 7% -10% dari kasus kematian ibu di dunia.
Plasenta perkreta adalah tipe yang jarang, jika tidak didiagnosis dini, dapat
menyebabkan morbiditas berat maternal. Seksio sesarea sebelumnya dan
operasi intrauterin merupakan faktor risiko yang paling umum untuk plasenta
akreta maupun perkreta. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat
operasi caesar telah meningkat di AS dari 5,5% pada tahun 1970 menjadi 32,8%
pada tahun 2010.2 Jika tingkat operasi caesar terus meningkat pada tingkat saat
ini, lebih dari 50% dari semua kelahiran di AS diperkirakan dilakukan dengan
operasi caesar pada tahun 2020. Hal ini bisa mengakibatkan lebih dari 6000
kasus plasenta previa, 4500 kasus plasenta akreta, dan 130 kematian ibu.
(Sivasankar, 2012)
4.1.1
Plasenta Akreta
11
11
Tabel
4.1
Frekuensi
Placenta
Akreta
4.1.1.2
1.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
DAN
PEMERIKSAAN KLINIS
Kebanyakan pasien dengan
plasenta
akreta
tidak
12
12
transvaginal
aman
untuk
pasien
dengan
plasenta
previa
dan
keseluruhan,
ultrasonografi
grayscale
cukup
untuk
mendiagnosis plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 9698%, nilai prediksi positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%.
Penggunaan daya Doppler, warna Doppler, atau pencitraan tiga dimensi
tidak secara signifikan meningkatkan sensitivitas diagnostik dibandingkan
dengan yang dicapai oleh ultrasonografi grayscale saja.(ACOG, 2012)
Ultrasonografi pada plasenta akreta dapat kita lihat seperti berikut
ini:
First Trimester
1) Sebuah kantung kehamilan yang terletak di segmen bawah uterus
telah berkorelasi dengan peningkatan insiden plasenta akreta pada
trimester ketiga.
2) Beberapa ruang pembuluh darah yang tidak teratur pada placental
bed pada trimester pertama berkorelasi dengan plasenta akreta.
3) Implantasi GS pada parut bekas luka caesar merupakan temuan yang
penting. Temuan sonografi implantasi bekas luka caesar termasuk GS
tertanam ke bekas luka kelahiran sesar pada daerah dari OUI pada
dasar kandung kemih (Gambar 4.1). Jika tidak ditangani, implantasi
bekas luka caesar dapat menyebabkan kelainan utama pada plasenta
seperti plasenta akreta, perkreta, dan inkreta. Penanganan implantasi
pada bekas luka caesar termasuk injeksi langsung pada kantung
kehamilan dengan methotrexate di bawah bimbingan USG.(Eliza,
2013)
13
13
14
14
pengambilan saat USG dan dapat absen pada plasenta anterior yang
normal.
Gambar 4.4. Kelainan pada permukaan antara serosa uterus dengan kandung
kemih
15
15
16
16
17
17
bahwa
menggunakan
MRI
irisan
aksial
dapat
Radiology
guidance
document
for
safe
MRI
practices
MRI
dalam
mendiagnosis
plasenta
akreta
masih
18
18
diagnosis
plasenta
akreta
secara
pasti
dibuat
19
19
tanpa
amniosintesis.
Keputusan
untuk
pemberian
20
20
darurat
yang
terjadi
dengan
segala
komplikasinya.(AJOG, 2010)
2. Manajemen preoperatif
Persalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan
personil dan dukungan pelayanan yang diperlukan untuk mengelola
komplikasi potensial. Penilaian oleh anestesi harus dilakukan sedini
mungkin sebelum operasi. Kedua teknik anestesi baik umum dan
regional telah terbukti aman dalam situasi klinis ini. Antibiotik
profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam setelah operasi atau
kehilangan darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif Cystoscopy
dengan penempatan stent ureter dapat membantu mencegah cedera
saluran kemih. Beberapa menyarankan bahwa kateter Foley three way
ditempatkan di kandung kemih melalui uretra untuk memungkinkan
irigasi, drainase, dan distensi kandung kemih, yang diperlukan, selama
diseksi. Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan terhadap
potensi perdarahan masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian
darah dalam situasi trauma menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen
plasma. PRC dan fresh frozen plasma harus tersedia dalam kamar
operasi. Tambahan faktor koagulasi darah dan unit darah lainnya harus
diberikan dengan cepat sesuai dengan kondisi tanda-tanda vital pasien
dan stabilitas hemodinamik pasien.(ACOG, 2012)
USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat
membantu dalam menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan
incisi rahim untuk memberikan visualisasi yang memadai dan
menghindari mengganggu plasenta sebelum pengeluaran janin.(AJOG,
2010)
3. Manajemen operatif
Secara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus
yang dicurigai plasenta akreta yakni direncanakan histerektomi sesarea
21
21
litotomi
memungkinkan
menyediakan
dengan
kemiringan
penilaian
langsung
akses
untuk
lateral
dari
penempatan
yang
kiri
perdarahan
paket
untuk
vagina,
vagina,
dan
22
22
sedangkan
(19,3%)
pada
akhirnya
dilakukan
4. Manajemen postoperatif
Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta akreta
beresiko untuk mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan
dengan intraoperatif seperti hipotensi, koagulopati persisten dan
anemia, dan operasi berkepanjangan. Disfungsi ginjal, jantung, dan
organ lainnya sering terjadi dan harus dipikirkan. Sindrom Sheehan
(baik transien dan permanen) telah dilaporkan terjadi akibat perdarahan
postpartum yang massif, dan hiponatremia mungkin merupakan tanda
awal. Jika volume besar kristaloid dan produk darah diberikan saat
intraoperatif, pasien juga berisiko untuk terjadi edema paru, cidera paru
akut terkait transfusi, dan / atau sindrom gangguan pernapasan akut.
Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi
tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan).
Output urin harus diukur melalui kateter urin. Pemantauan vena
sentral ,dan penilaian perifer oksigenasi dengan pulse oksimetri dapat
membantu dalam beberapa kasus. Koreksi koagulopati dan anemia
berat dengan produk darah harus dilakukan. Pasien harus dievaluasi
secara klinis untuk potensi kehilangan darah dari luka sayatan perut dan
vagina, dan kemungkinan pendarahan intraabdominal berulang atau
retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi dan kelainan serum
elektrolit harus dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria,
kemungkinan cedera saluran kemih yang tidak diketahui harus
dipertimbangkan. Mobilisasi awal, dan kompresi intermiten untuk
mereka yang membutuhkan bedrest, dapat mengurangi risiko
komplikasi tromboemboli. (AJOG, 2010)
4.2 Apakah diagnosis serta penatalaksanaan pasien ini sudah tepat?
4.2.1
4.2.1.1 Definisi
Hilangnya darah 500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah
selesainya kala tiga persalinan (ekspulsi atau ekstraksi plasenta dan ketuban).
Normalnya, perdarahan dari tempat plasenta terutama dikontrol oleh kontraksi
24
24
dan retraksi anyaman serat-serat otot serta agregasi trombosit dan thrombus
fibrin di dalam pembuluh darah desidua (Maughan, 2006).
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat
dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok,
ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus
menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi
banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok
(Koto, 2011).
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi
lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu
melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml
tanpa
menyebabkan
gangguan
homeostasis.
Dengan
demikian
secara
25
25
Biasanya estimasi yang dibuat itu lebih kecil volumnya dibandingkan kehilangan
darah yang sebenarnya, jadi penatalaksanaan akibat kehilangan darah yang
terjadi pada kasus perdarahan postpartum ini lebih sedikit dibandingkan pada
saat operasi bedah (Morgan Hamilton, 2009).
Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta
belum lahir biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan setelah
plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri dapat diketahui
dengan palpasi uterus ; fundus uteri tinggi di atas pusat, uterus lembek, kontraksi
uterus tidak baik. Sisa plasenta yang tertinggal dalam kavum uteri dapat
diketahui dengan memeriksa plasenta yang lahir apakah lengkap atau tidak
kemudian eksplorasi kavum uteri terhadap sisa plasenta, sisa selaput ketuban,
atau plasenta suksenturiata (anak plasenta). Eksplorasi kavum uteri dapat juga
berguna untuk mengetahui apakah ada robekan rahim. Laserasi (robekan)
serviks dan vagina dapat diketahui dengan inspekulo. Diagnosis pendarahan
pasca persalinan juga memerlukan pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan Hb, COT (Clot Observation Test), kadar fibrinogen, dan lain-lain
(Perinesaei, 2008).
4.2.1.5 Penyebab
Kejadian perdarahan postpartum ini di sebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
-
26
26
Pada pasien ini terjadi perdarahan post partum akibat plasenta akreta. Plasenta
yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh
adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta
bila plasenta sampai menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut
sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan
disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium.
(Karkata, 2009). Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan
ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas
dari dinding uterus disebabkan :
-
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta)
Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta). (lubis,
2011)
pemeriksaan
intrauterin,
sewaktu
melakukan
eksplorasi
manual
27
27
4.2.2
Syok Hipovolemik
Pasien tiba di UGD RSU dr. Saiful Anwar Malang dengan keadaan umum
lemah disertai penurunan kesadaran dengan GCS 111 dengan hipotensi, nadi
28
28
Berikut ini adalah tabel gejala klinis dan klasifikasi dari hipovolemia :
29
29
Pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan
darah menurun drastis dan tak stabil walau posisi berbaring, pasien menderita
takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke susunan saraf pusat
dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan kesadaran
adalah gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi
bertahap atau malah sangat cepat. Oleh karena itu untuk menghindari untuk
mencegah kerusakan akibat syok maka diperlukan resusitasi yang agresif dan
cepat. (Wijaya, 2006)
4.2.2.2 Komplikasi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah ratarata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Curah jantung yang rendah di
bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ :
A. Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha
untuk meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup
bagi jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya
traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di
jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu
menyimpan cadangan energi. Hal ini menyebabkan kedua organ tersebut sangat
bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila
terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi
jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial preassure/MAP)
jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel
di semua organ akan terganggu.
B. Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi, dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor
dan kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respon autonom
tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain
C. Kardiovaskuler
Tiga variabel yaitu pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi)
ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volum
sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil
30
30
keterbatasan
keterbatasan
mekanisme
kompensasi
untuk
darah,
plasma,
atau
cairan
interstitiel
dalam
jumlahyang
memicu
terjadinya
difusi
plasma
dari
intravaskuler
ke
ruang
31
31
jenis
mekanisme
neurohumoral
yang
membantu
Vasokonstriksi
pembuluh
darah kutaneus
32
32
hematologi
mengaktivasi
kaskade
koagulasi
dan
oksigen
di
jaringan
menyebabkan
sel
terpaksa
33
33
34
34
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Pasien merupakan pasien plasenta previa dengan plasenta akreta yang
mengalami perdarahan akibat plasenta akreta sehingga menyebabkan syok
hipovolemik. Penyebab kematian pada pasien ini adalah Syok Hipovolemik
Didapatkan
tidak
adekuatnya
pilihan
tindakan
perdarahan
35
35
Daftar pustaka
36
37