FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT
JULI 2008
DISUSUN OLEH :
FIDIYAH RUSDI
110 201 064
HIJRAH HARMANSYAH C111 04 086
PEMBIMBING
dr. HELEN M.Y.NAZARUDDIN
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
I.
II.
III.
IV.
V.
PENDAHULUAN
ANATOMI TELINGA
FISIOLOGI PENDENGARAN
JENIS GANGGUAN PENDENGARAN
PEMERIKSAAN TES GARPU TALA
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN POWER POINT
LAMPIRAN REFERENSI
I.
PENDAHULUAN
Audiologi adalah ilmu yang mempelajari pendengaran. Istilah pendengaran
dan bunyi sering dikacaukan, karena keduanya berhubungan erat sebagai akibat dan
penyebab. Pendengaran adalah peristiwa psikoakustik. Dimana sebuah objek bergetar
dalam udara, menggerakkan molekul-molekul dalam udara sehingga objek tersebuat
berpindah dalam direksi seorang pemantau.(1,2)
Defenisi pendengaran adalah persepsi terhadap rangsang bunyi. Oleh karena
persepsi sendiri artinya adalah kesadaran akan hadirnya suatu rangsangan, maka
pendengaran sebenarnya adalah aktivitas otak besar. Jadi secara faali pendengaran
terjadi di korteks serebrum, bukan di dalam telinga seperti yang kita rasakan seharihari.(1)
Adapun bunyi, defenisinya adalah getaran yang dirambatkan melalui suatu
media, utamanya udara. Bunyi sebagai peristiwa fisika dapat diukur secara objektif,
sedangkan pendengaran penderita bagi dokter yang memeriksa adalah subyektif
sifatnya.(1)
Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan bunyi melalui
hantaran udara dan hantaran tulang. Tes ini dapat menggunakan garpu tala atau
audiometer nada murni. Hasil pemeriksaan garpu tala hanya menunjukkan jenis
ketulian (kualitatif), sedangkan pemeriksaan dengan audiometri akan memberikan
jenis dan derajat ketulian (kualitatif dan kuantitatif).(2)
Dalam keadaan normal hantaran udara lebih baik dari hantaran tulang. Bila
hantaran udara lebih buruk dari hantaran tulang berarti terdapat tuli konduktif. Hal ini
dapat terjadi pada kelainan telinga luar dan atau telinga tengah misalnya serumen,
eksostosis, atresia liang, kelainan pada membran timpani, kelainan tulang-tulang
pendengaran, radang telinga tengah dan sumbatan tuba Eustachius.(1)
II.ANATOMI TELINGA
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
Telinga Luar
3
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus
akustikus eksternus), dan membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan
elastin dan kulit. Bentuk tulang rawan ini unik dan merawat trauma telinga luar harus
diusahakan untuk mempertahankan bangunan ini.(1,2)
Gambar 1.
Potongan frontal telinga
(3)
Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, sedangkan duapertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan tulang rawan
ini. Panjang liang telinga kira-kira 2,5 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang
telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar
serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.
Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. (1-4)
Membran timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan
puncaknya umbo mengarah ke medial. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone
4
of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5
untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya adalah cahaya dari luar yang
dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut
yakni sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menimbulkan timbulnya reflek cahaya.
Membran timpani umumnya bulat dan dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis
searah dengan prossesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis tersebut
di umbo sehingga didapatkan bagian anterior-superior, anterior-inferior, posteriorsuperior, dan posterior-inferior. Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan
epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus
dilekatkan, dan lapisan mukosa di bagian dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di
bagian atas prossesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membran timpani
yang disebut membran Shrapnell menjadi lemas (flaksid).(1,4)
Telinga Tengah
Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak
dengan enam sisi. Telinga tengah berbatasan dengan membran timpani dibagian luar,
didepan dengan tuba Eustachius, dibawah dengan vena jugularis, dibelakang dengan
5
aditus ad antrum dan kanalis fasialis pars vertikalis, tegmen timpani dibagian atas,
dan berturut-turut kanalis semisirkulasis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong,
tingkap bundar, dan promontorium dibagian dalam. Tulang pendengaran didalam
telinga tengah saling berhubungan. Prossesus longus maleus melekat pada membran
timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak
pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulangtulang pendengaran merupakan persendian. (1,2,4)
Terletak di atas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ Corti yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme perifer saraf pendengaran.
Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut
luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari
suatu bentuk pengungkit yang dibentuk oleh sel penyokong. Ujung saraf aferen dan
7
eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut
terdapat stereosilia yang melekat terhadap suatu selubung di atasnya yang cenderung
datar, bersifat gelatinosa dan aselular yang disebut membran tektoria. Membran
tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang disebut limbus.(4)
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung macula yang diliputi oleh sel-sel
rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus
oleh silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolith yang mengandung kalsium dan
memiliki berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena gaya gravitasi maka
gaya dari otolith akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan
rangsangan pada reseptor. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu
duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju sakkus endolimfatikus. Makula
utrikulus terletak pada bidang yang agak lurus terhadap macula sakkulus. Ketiga
kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis memiliki
suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista.
Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam
kanalis
semisirkularis
akan
menggerakkan
kupula
yang
selanjutnya
akan
endolimfe dan membran basal ke arah bawah, perilimfe dalam skala timpani akan
bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar.(2,4)
Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan mendorong
membran basal, sehingga menjadi cembung ke bawah dan menggerakkan perilimfe
pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan
berubahnya membran basal ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi
diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion natrium menjadi aliran listrik yang
diteruskan ke cabang-cabang N.VIII (N.koklearis), yang kemudian meneruskan
rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat
yang ada di lobus temporalis.(1,2,4)
Ujung-ujung saraf
Bisikan
: 15-20 dB
: 35-40 dB
Percakapan dekat
: 60 dB
: 80 dB
Klakson mobil
: 100 dB
9
Pesawat jet
: 120 dB
: 130 dB
untuk
mendengar
suara
dengan
dengan
frekuensi
rendah,
nukleusposteroventral, dan nukleus dorsal yang menerima impuls dari basis koklea,
dan berfungsi untuk mendengar suara dengan frekuensi tinggi.
Dari nukleus koklear, informasi dari kedua telinga bertemu di masing-masing nukleus
olivarius horizontal. Kemudian impulsa pendengaran berjalam melalui berbagai jalur
ke kolikulus inferior, pusat untuk refleks-refleks pendengaran, dan melalui korpus
genikulatum medial di talamus ke korteks pendengaran area Broadman 39-40.
Korteks pendnegaran primer, daerah Brodmann 41, terletak di bagian superior lobus
temporalis. Pada manusia, korteks ini terletak di fissura Silvius dan secara normal
tidak tampak pada permukaan otak.(1)
10
kelainan, sehingga dapat ditentukan apakah perlu tindakan operasi, pemberian obatobatan saja atau hanya dapat ditolong oleh alat bantu dengar (ABD) atau hearing aid.
(7)
Tes yang paling sederhana ialah tes suara bisik dan percakapan (konversasi),
Elektrokokleografi,
udara dan hantaran tulang. Hantaran udara menggunakan telinga luar dan tengah
untuk menghantarkan bunyi ke koklea dan seterusnya. Hantaran ini dianggap jalan
yang lazim untuk transmisi bunyi. Pada hantaran tulang, tulang tengkorak dibuat
bergetar dengan jalan menempelkan benda yang bergetar secara periodik, misalnya
garpu tala. Rangsang yang dihantarkan tulang diduga menggetarkan koklea tanpa
melewati telinga luar dan tengah. Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli
konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah. Kelainan di telinga
dalam menyebabkan tuli sensorineural.(1,2)
V.
12
13
14
Terdapat berbagai macam tes garpu tala, seperti tes Garis Pendengaran, tes
Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing, tes Gelle dan tes Konduksi Tulang
Absolut.(2,4,8) Untuk mempermudah interpretasi klinik, dipakai Tes garis pendengaran,
tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach secara bersamaan.(1,2)
a. Tes Garis Pendengaran
Prinsip tes garis pendengaran adalah menentukan frekuensi garpu tala yang dapat
didengar pasien dengan hantaran udara pada intensitas ambang normal. Cara
pemeriksaannya yaitu :
Semua garpu tala dibunyikan satu per satu. Dimulai dari garpu tala
berfrekuensi paling rendah sampai garpu tala berfrekuensi paling tinggi atau
sebaliknya.
Cara membunyikan garpu tala yaitu dengan memegang tangkai garpu tala lalu
dipetik secara lunak kedua kaki garpu tala dengan ujung jari atau kuku.
Bunyi garpu tala terlebih dahulu didengar oleh pemeriksa sampai bunyinya
hampir hilang. Hal ini untuk mendapatkan bunyi berintensitas paling rendah
bagi orang normal/nilai ambang normal.
15
Ada 3 interpretasi dari hasil tes garis pendengaran yang dilakukan, yaitu :
1.
Normal. Jika pasien dapat mendengar garpu tala pada semua frekuensi.
2.
Tuli konduktif. Jika batas bawah naik dimana pasien tidak dapat mendengar
bunyi berfrekuensi rendah.
3.
Tuli sensorineural. Jika batas atas turun dimana pasien tidak dapat mendengar
bunyi berfrekuensi tinggi. (1,9-11)
Sebagai contoh :
Telinga Kanan
Frekuensi
Telinga Kiri
2.048
1.024
+
+
+
+
+
512
256
128
+
-
16
Rinne positif, yaitu bila penderita masih mendengar dengungan garpu tala. Ini
menunjukkan bahwa hantaran udara lebih lama terdengar/lebih panjang
17
daripada hantaran tulang. Rinne positif terdapat pada telinga normal atau pada
tuli sensorineural.
2.
Rinne negatif, yaitu bila penderita tidak mendengar dengungan garpu tala. Ini
menunjukkan bahwa hantaran tulang lebih lama terdengar/lebih panjang
daripada hantaran udara. Rinne negatif terdapat pada tuli konduktif. (1,8,10)
Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan pseudo negatif.
Hal ini dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak dalam pemeriksaan
menangkap bunyi garpu tala karena telinga tersebut pendengarannya jauh lebih
baik daripada telinga pasien yang diperiksa.(1,9)
Dalam keadaan normal, hantaran udara (Air Conduction = AC) lebih baik
daripada hantaran tulang (Bone Conduction=BC), dan pasien akan dapat
mendengar garpu tala pada meatus akustikus eksternus setelah ia tidak dapat lagi
mendengar garpu tala pada ujung mastoid, hal ini berarti uji Rinne positif
(AB>BC). Tetapi pasien dengan tuli konduktif, mempunyai hantaran tulang yang
lebih baik daripada hantaran udara, dimana uji Rinne negatif (BC>AC). Pasien
dengan tuli sensorineural mengalami gangguan pada hantaran udara dan tulang,
tetapi akan mempertahankan respons AC>BC yang normal. Telinga tengah akan
memperkuat bunyi pada kedua posisi.(8,14)
Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi, baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak
tegak lurus, tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala
mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid
pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat
bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu
tala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah
berhenti saat kita memindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksterna.
(10,12)
c. Tes Weber
18
Membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus
pada garis median tengkorak pasien, misalnya pada dahi, verteks, dagu, atau
pada maksilla dengan kedua kaki garpu tala berada pada garis horizontal.
Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras pada 1 telinga
maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien
sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak
ada lateralisasi. (1,8,9,13-15)
19
2.
Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri mengalami tuli
sensorineural.
3.
Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli konduktif tetapi telinga kanan
lebih parah.
4.
Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli sensorineural tetapi telinga kiri
lebih parah.
5.
d. Tes Schwabach
Prinsip dari tes schwabach adalah membandingkan lamanya hantaran
tulang berlangsung antara penderita dengan dokter pemeriksa, dengan catatan
pendengaran dokternya normal. Cara pemeriksaannya, yaitu :
Garpu tala 512 Hz yang telah disentuh secara lunak diletakkan tegak lurus
pangkalnya pada planum mastoideum penderita.
Ada 3 kemungkinan interpretasi dari hasil tes Schwabach yang dilakukan, yaitu :
1.
Schwabach sama panjang. Artinya dokter tidak lagi mendengar bunyi garpu
tala, demikian pula penderita tidak mendengar lagi bila prosedur pemeriksaan
dibalik. Hal ini menunjukkan bahwa pendengaran penderita normal.
2.
Schwabach memendek. Artinya dokter tidak lagi mendengar bunyi garpu tala,
namun apabila prosedur pemeriksaan dibalik, yaitu hantaran tulang pemeriksa
diukur terlebih dahulu, baru kemudian penderita, maka penderita masih
mendengar bunyi garpu tala. Hal ini terjadi pada tuli konduktif.
Contoh soal:
Seorang dengan kurang pendengaran pada telinga kanan: Hasil tes penala:
Tes Pendengaran
Rinne
Weber
Telinga Kanan
Telinga Kiri
Negatif
Telinga Kiri
Lateralisasi ke telinga Positif
kanan
Schwabach
Memanjang
Kesimpulan: tuli konduktif pada telinga
3.
Sesuai Pemeriksa
Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai
garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat
memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.(13)
21
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Sedjawidada R. Tes pendengaran. Audiologi, Diktat kuliah THT. FKUH.
Makassar. 1977.p.102-108, 189-215.
2. Nurbaeti I, Efiati S. Gangguan Pendengaran (TULI). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Indro Soetirto, Hendarto Hendarmin,
Jenny Bashiruddin editors. FKUI. Jakarta. 2007.p.10-18
3. Murray A. Our Sense of Hearing. [on line] 2007 [cited June 27th 2008].
Available from: URL:http://faculty.washington.edu/chudler/gif/aud3.gif
4. Adams. George L. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga, Audiologi.
Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Ed ke-6. EGC. Jakarta. 1997.p.27-38,46-50.
5. Putz R. Atlas Anatomi Tubuh Manusia Sobotta. Jilid 1. EGC. Jakarta.
2004.p.289,399,400.
6. Hain TC, Hearing Testing [on line] 2007 [cited June 27th 2008]. Available
from: URL:http://www.dizzineasandbalance.com
7. Wiyadi MS. Ketulian:Pemeriksaan dan Penyebabnya. Cermin Dunia
Kedokteran no.34,1984.49 [on line] [citied April 30th 2008]. Available from:
URL:http://www.portalkalbe-files-cdk-12_ketulian.htm
23
24
25