Anda di halaman 1dari 5

ungsi Bandara udara adalah adalah merupakan tempat lepas landas, mendarat pesawat udara, dan

pergerakan di darat pesawat udara. Disamping itu Bandar udara merupakan simpul dari system transportasi
udara. Perencanaan, pembangunan dan pengoperasian suatu Bandar udara harus memenuhi ketentuan
keselamatan penerbangan yang secara internasional tercantum dalam annex 14 convention on international
civil aviation (Vol I : Aerodrome dan Vol : II : Ketentuan ini diadopsi dalam ketentuan nasional berupa
keputusan menteri perhubungan no. 47 thn 2002 tentang sertifikasi operasi Bandar udara dan keputusan
direktur jendral perhubungan udara terkait lainnya.
Pengoperasian Bandar udara sesuai ketentuan keselamatan penerbangan dimaksudkan untuk menjamin
keselamatan pengoperasian pesawat udara. Berkaitan dengan hal tersebut, penyelenggara Bandar udara
mempunyai kewajiban, sesuai ketentuan dalam CASR (Civil Aviation Safety Regulation) 139 : Aerodrome,
yaitu:
1. Memenuhi standar dan ketentuan terkait pengoperasian Bandar udara, termasuk arahan ditjen
perhubungan udara yang disampaikan secara tertulis.
2. memperkerjakan personil pengoperasian Bandar udara yang memiliki kualifikasi/ kompetensi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan dalam jumlah yang memadai.
3. Menjamin Bandar udara (aerodrome) dioperasikan dan dipelihara dengan tingkat perhatian sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
4. Mengoperasikan dan memelihara Bandar udar sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam Aerodrome
Manual.
Ditjen perhubungan udara melakukan pembinaan dalam pengoperasian Bandar udara berupa penerbitan
sertifikat operasi Bandar udara bagi Bandar udara yang telah memenuhi kewajiban tersebut di atas, serta
melakukan pengawasan berupa audit atau inspeksi secara berkala.
Secara luas termasuk dalam pengertian Bandar udara(aerodrome) adalah heliport (tempat atau struktur
yang digunakan untuk lepas landas, mendarat dan pergerakan da darat helicopter)
Penyelenggara Bandar udara, antara lain adalah badab usaha kebandarudaraan (PT. Angkasa Pura I II ),
Ditjen Perhubungan Udara (Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perhubungan Udara), Pemerintah Daerah Propinsi
dan Kabupaten/ kota, serta Badan Hukum Indonesia.
A. STANDAR DAN KETENTUAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Standard an ketentuan berkaitan dengan pengoperasian Bandar udara, termasuk pengoperasian heliport,
yaitu:
1. Undang-undang no.15 thn 1992 tentang penerbangan;
2. Peraturan pemerintah no.3 thn 2001 tentang keamanan dan keselamatan penerbangan
3. Peraturan pemerintah no.70 thn 2001 tentang kebandarudaraan
4. Keputusan mentri perhubungan no.47 thn2002 tentang sertifikat operasi Bandar udara
5. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/100/XI/1985 tentang tata tertib bandara
6. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/13/II/1990 tentang standar rambu terminal Bandar udara
7. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/21/I/1995 tentang standar system pemanduan parker
pesawat udara
8. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/04/I/1997 tentang sertifikasi kecakapan pemandu parker
pesawat uadara, sertifikasi operator garbarata dan sertifikasi kecakapan operator peralatan pelayanan darat
pesawat udara
9. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/130/VI/1997 tentang persyaratan standar teknis dan
operasional helideck
10. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/94/IV/1998 tentang persyaratan teknis dan operasional
fasilitas pertolongan kecelakaan penerbangan dan kebakaran
11. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/57/IV/1999 tentang pemindahan pesawat yang rusak di
Bandar udara

12. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/112/VI/1999 tentang persyaratan standar teknis dan
operasional elevated heliport
13. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/140/VI/1999 tentang prosedur kendaraan darat dan
pergerakannya di sisi udara
14. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/262/X/1999 tentang persyaratan standar teknis dan
operasional surface level heliport
15. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/345/XII/1999 tentang sertifikat kecakapan petugas dan
teknisi perawatan kendaraan PKP-PK serta petugas salvage
16. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/75/III/1999 tentang persyaratan teknis peralatan
penunjang pelayanan darat pesawat udara
17. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/11/2001 tentang standar marka dan rambu pada daerah
pergerakan pesawat udara di Bandar udara
18. Keputusan dirjen perhubungan udara no.93 thn 2001 tentang persyaratan badab hokum Indonesia
sebagai pelaksana pengujian peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara
19. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/28/IV/2003 tentang sertifikat kecakapan pelayanan
pendaratan helicopter
20. Keputusan dirjen perhubungan udara no. SKEP/76/VI/2005 tentang petunjuk pelaksana mentri
perhubungan no.47 thn 2002 tentang sertifikasi operasi bandara
B. PERSONIL PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Setiap penyelenggara bandara wajib memperjakan personil pengoperasian Bandar udara yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kualifikasi dan kompetensi personil
pengoperasian Bandar udar dibuktikan dengan sertifikat tanda kecakapan personil (STKP/SKP) yang masih
berlaku. STKP/SKP ini harus dibawa setiap menjalankan kegiatannya dan dapat diunjukan setiap kali
inspeksi.
1. STKP/SKP pengoperasian Bandar udara, termasuk heliport yang diterbitkan oleh ditjen perhubungan
udara lain.
2. STKP Operasional peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara.
3. STKP Pemandu parker pesawat udara (Marshalling).
4. STKP Helicopter landing office.
Untuk mendapatkan STKP/STK, seseorang harus mengikuti diklat, sesuai dengan kompetensi yang ingin
dimiliki, yang diselenggarakan oleh pusdiklat perhubungan udara di seluruh Indonesia, ditjen perhubungan
udara atau badab hokum Indonesia yang telah mendapatkan otorisasi untuk menyelenggarakan diklat yang
dikeluarkan oleh ditjen perhubungan udara. Setelah mengikuti diklat, seseorang harus di uji kompetensi dan
keterampilan oleh Tim Perhubungan Udara bagi peserta yang memenuhi syarat akan diterbitkan STKP/SKP.
C. PERALATAN DAN FASILITAS BANDAR UDARA
Setiap peralatan dan persyaratan yang dioperasaikan pada Bandar udara harus dipelihara sehingga
memenuhi standar yang berlaku. Inspeksi terhadap bandara/ aerodrome untuk memastikan bahwa bandara/
aerodrome dapat melayani pesawat udara dengan selamat, terutama pada keadaan:
1. Setelah terjadi angina kencang, badai dan cuaca buruk lainnya
2. Segera setelah terjadinya kecelakaan atau insiden pesawat udara di aerodrome
3. Saat diminta oleh ditjen perhubungan udara
Untuk menunjang peleyanan pesawat udara di darat, pada beberapa bandara tersedia peralatan penunjang
operasi darat pesawat udara. Setiap jenis peralatan yang dioperasikan harus sesuai peruntukannya dan
wajib memenuhi persyaratan teknis dan spesifikasi funfsionalnya yang dibuktikan dengan sertifikat keliakan
operasi yang diterbitkan oleh ditjen perhubungan udara no. SKEP/75/III/2001 tentang peralatan penunjang
pelayanan darat pesawat udara. Pengujian kelaikan peralatan dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga (badan

hukum Indonesia) yang telah mendapatkan sertifikat persetujuan dari dijen perhubungan udara. Syarat dan
tata cara bagi badan hokum Indonesia untuk mendapatkan sertifikat persetujuan sebagaimana diatur dalam
keputusan dirjen perhubungan udara no.93 thn 2001 tentang persyaratan badan hokum Indonesia sebagai
pelaksana pengujian peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara (Ground Support
Equipment/GSE).
D. PROSEDUR PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Setiap Bandar udara yang dioperasikan, wajib memeiliki sertifikat operasi Bandar udara. Salah satu
persyaratan untuk mendapatkan setifikat, pada Bandar udara yang melayani pesawat udara dengan
kapasitas tempat duduk lebih dari 30 seat, adalah tersedianya petunjuk pengoperasian bandara/ aerodrome.
Aerodrome manual disusun oleh penyelenggara bandara dalam format yang telah diatur di dalam keputusan
dirjen perhubungan udara no.76 thn 2005 (CASR 139 : Aerodrome ). Aerodrome manual berisi informasi
mengenai lokasi Bandar udara, infomasi mengenai Bandar udara yang harus organisasi penyelenggara
Bandar udara dan prosedur pengoperasian Bandar udara.
Prosedur pengoperasian Bandar udara yang harus dimuat dalam aerodrome manual. Meliputi 17 prosedur
langkah-langkah keselamatan sebagai berikut:
1. Aerodrome reporting
2. Akses ke daerah pergerakan pesawat udara
3. Aerodrome emergency plan
4. Pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadam kebakaran
5. Inspeksi terhadap daerah pergerakan pesawat udara dan obstacle limitation surface
6. Sistem kelistrikan dan alat Bantu visual
7. Pemeliharaan daerah pergerakan pesawat udara
8. Keselamatan kerja di aerodrome
9. Manajemen pengoperasian apron
10. Manajemen keselamat di apron
11. Pengawasan pergerakan kendaraan di sisi udara
12. Manajemen gangguan binatang liar
13. Pengawasan halangan
14. Pemindahan pesawat udara yang rusak
15. Penanganan bahan berbahaya
16. Operasi pada jarak pandang rendah
17. Perlindungan terhadap lokasi radar dan alat Bantu navigasi yang terdapat di bandara
E. LARANGAN DAN PEMBATASAN TERHADAP HALANGAN (OBSTACLE AND LIMITATION)
Yang dimaksud dengan halangan (obstacle) adalah:
Setiap benda yang berdiri pada atau di atas daerah larangan terdapat halangan (obstacle restriction
surface), seperti runway strip, RESA, clearway atau taxiway strip.
Setiap benda yang menembus (penetrate) kawasan keselamatan operasi penerbangan (obstacle limitation
surface/ OLS)
Obstacle limitation surface (OLS untuk non-instrument runway approach runway and precision approach
runway category 1 meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.

Conical suface
Inner horizontal surface
Trasitional surface
Take off surface
Approach surface

Obstacle limitation surface untuk precision approach runway category 2 dan 3 meliputi:

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Outer horizontal surface


Conical surface
Inner horizontal surface
Approach surface
Inner approach surface
Trasitional surface
Inner transitional surface
Baulked landing surface
Take off landing surface

Penyelenggara bandara harus menetapkan obstacle limitation surface pada aerodromenya, dan mengawasi
setiap obyek yang berada pada obstacle limitation surface. Bilamana terdapat penyelenggara atau potensial
pelanggaran, penyelenggara bandara harus melaporkan kepada ditjen perhubungan udara dan melakukan
koordinasi dengan instansi perusahaan yang terkait dengan obyek tersebut.
Obyek atau pendirian obyek baru yang berada di luar OLS dengan ketinggian 110 meter dari permukaan
tanah atau lebih harus dilaporkan kepada ditjen perhubungan udara, dan obyek atau pendirian obyek baru
di luar OLS dengan ketinggian di atas 150 meter dari permukaan tanah atau lebih harus dianggap sebagai
obstacle kecuali dinyatakan sebaliknya oleh ditjen perhubungan udara berdasarkan suatu assessment.

Berdasarkan fungsinya maka bandar udara merupakan tempat penyelenggaraan


kegiatan pemerintahan dan/atau pengusahaan.
Sebagai tempat penyelenggaraan pemerintahan maka bandar udara merupakan tempat unit kerja instansi
pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya terhadap masyarakat sesuai peraturan perundangundangan dalam urusan antara lain:
a.Pembinaan kegiatan penerbangan
b.Kepabeanan
c.Keimigrasian
d.kekarantinaan
Bandar udara sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pengusahaan maka bandarudara merupakan
tempat usaha bagi:
a.Unit Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara;
b.Badan Usaha Angkutan Udara; dan
c.Badan Hukum Indonesia atau perorangan melalui kerjasama dengan Unit Penyelenggara Bandar Udara
atau Badan Usaha Bandar Udara.
(Sumber: Undang Undang No. 1 Tentang Penerbangan dan PM.69 Tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional)
5 Mar 2009: Halaman ini pertama publikasi
9 Feb 2014: Verifikasi dan pemutakhiran terakhir

Anda mungkin juga menyukai