Anda di halaman 1dari 6

1

Studi Kinerja Bangunan Beton Bertulang


Pasca Gempa
Data Iranata, Endah Wahyuni, dan Abdul Hafidh,.
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya

Abstrak : Gempa bumi adalah suatu peristiwa


pergeseran tiba-tiba dari lapisan tanah di bawah permukaan
bumi yang disebabkan oleh pergerakan lempeng bumi. Ketika
pergeseran itu terjadi, timbul suatu getaran yang disebut
gelombang seismik, yaitu gempa ke segala arah. Gempa bumi
dapat menyebakan kerusakan pada bangunan.
Kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bermacammacam tingkatannya. Mulai dari kerusakan ringan pada elemen
non-struktur hingga kerusakan berat yang menyebabkan
bangunan itu runtuh. Dengan adanya kerusakan pada bangunan,
akan
mengakibatkan penurunan kinerja pada bangunan
tersebut.
Dalam tugas akhir ini membahas tentang analisis
kategori kerusakan suatu bangunan yang sudah melalui sebuah
pengujian di lapangan. Dari pengujian di lapangan tersebut, juga
didapat kurva hubungan antara displacement vs base shear .
Selain itu juga akan dilakukan analisis numerik dengan
memodelkan bangunan tersebut ke dalam program bantu
analisis struktur untuk mengetahui elastisitas struktur serta
perilaku keruntuhan dari bangunan tersebut dengan
menggunakan pushover analysis. Dari hasil analisis pushover
juga didapat sebuah output berupa kurva hubungan antara
displacement vs base shear. Kurva yang didapat dari analisis
pushover ketika dibandingkan dengan kurva hasil pengujian,
hasilnya mendekati kurva hasil pengujian. Walau tidak persis
sama, kurva hasil analisis pushover tersebut dapat diterima
karena pada dasarnya analisis pushover hanyalah berupa
pendekatan.
Kata Kunci kategori kerusakan bangunan, kinerja bangunan,
beton bertulang, pushover analysis.

I. PENDAHULUAN

empa bumi adalah suatu peristiwa pergeseran lapisan


tanah di bawah permukaan bumi yang terjadi secara tibatiba yang disebabkan oleh pergerakan lempeng bumi.
Ketika pergeseran itu terjadi, akan timbul suatu getaran yang
disebut gelombang seismik, yaitu gempa ke segala arah.
Negara Kepulauan Indonesia terletak pada perbenturan tiga
lempeng kerak bumi, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng
Pasifik dan Lempeng India-Australia. Ditinjau secara
geologis, Indonesia berada pada dua jalur gempa Sirkum
Pasifik dan jalur gempa Alpide Transasiatic, menjadikan
Indonesia sebagai Negara kepulauan yang memiliki aktivitas
gempa bumi yang cukup tinggi.
Gempa bumi dapat menyebabkan kerusakan pada
bangunan perumahan, sarana dan prasarana penting
lainnya.Kerusakan pada bangunan beton bertulang yang
terjadi bisa bermacam-macam tingkatnya.Mulai dari
kerusakan ringan pada elemen non-struktur berupa retak halus
pada plesteran hingga kerusakan berat yang menyebabkan

bangunan itu runtuh [1].Gempa yang terjadi bebrapa waktu lalu


seperti di Aceh, Nias, Padang, Yogyakarta, dan beberapa
daerah lainnya yang telah menyebabkan kerugian secara
material dan juga memakan korban jiwa, termasuk robohnya
beberapa fasilitas umum. Dengan adanya kerusakan yang
terdapat pada bangunan akan mengakibatkan penurunan
kinerja pada bangunan itu sendiri.
FEMA 356 table C1-3 membagi tingkatan kinerja
structural menjadi 3, yaitu Immediate Occupancy, Life Safety,
dan Collapse Prevention.Pada level Immadiate Occupancy,
kerusakan yang terjadi berupa retak rambut minor pada
struktur utama, dan terjadi drift (simpangan) maksimum
sebesar 1%. Kekakuan dan kemampuan bangunan dalam
menerima beban masih sama seperti saat sebelum terjadinya
gempa, sehingga bangunan dapat segera digunakan kembali.
Pada tingkatan Life Safety, terjadi kerusakan yang
signifikan pada elemen struktur, tapi masih di dalam batasan
bahwa bangunan itu tidak akan rubuh. Simpangan maksimum
yang terjadi antara1-2%.Pada tingkatan ini, perlu dilakukan
perbaikan pada elemen struktur atau pemasangan pengaku
sementara sebelum gedung tersebut digunakan kembali.
Pada tingkatan Collapse Prevention, keadaan bangunan
setelah terjadinya gempa berada pada kondisi runtuh sebagian
atau bahkan keseluruhan.Berpotensi menyebabkan cedera
pada penghuni akibat keruntuhan elemen struktur.Simpangan
maksimum yang terjadi sebesar 4%, memiliki kemungkinan
bersifat permanen.Pada kondisi ini, bangunan hampir tidak
mungkin diperbaiki dan tidak aman untuk dihuni kembali,
karena jika terjadi aktivitas gempa susulan, dapat
menyebabkan keruntuhan pada bangunan. [2].
II. URAIAN PENELITIAN
A. Jenis dan Konsep Penelitian
Penelitian ini menganalisa kategori kerusakan pada kasus
bangunan beton bertulang yang menjadi objek studi.
Dilakukan dengan memodelkan bangunan beton bertulang ke
dalam program bantuanalisa struktur komersial sesuai dengan
kategori kerusakan yang terjadi pada bangunan tersebut,
sehingga dapat menentukan kinerja bangunan pasca gempa
berdasarkan hasil analisis numeric yang telah dilakukan.
B. Proses Penelitian
Proses penelitian ini ditampilkan dalam sebuah diagram
alir metodologi yang dapat dilihat pada diagram alir dibawah
ini :

2
perpindahan lateral dari lantai 2 gedung ini yang tinggi total
7.2 m. Alasan pengambilan sumbu panjang sebagai segmen
yang diuji dikarenakan dimensi kolom yang tidak simestris,
yaitu 350 mm x 400 mm. Pada gedung ini, sumbu pendek
kolom diposisikan sejajar dengan sumbu panjang gedung yang
menjadikan hal ini sebagai landasan awal dalam pemilihan
arah pengetesan.

Start

Studi Literatur

Pengumpulan
Data

Berikut adalah data hasil pengujian gedung tersebut dalam


bentuk tabel dan grafik.

Permodelan Struktur
Menggunakan Program Analisis
Struktur Komersial

Tabel 1. Hasil Pengujian Beban Lateral pada Gedung

No

Displacement Displacement
Target
Value
%
mm
0.00
0.00
0.25
18.39
0.50
36.78
0.75
55.16
1.00
73.55
1.25
91.94
1.50
110.33
1.75
128.71
2.00
147.10
2.50
183.88
3.00
220.65
4.00
294.20

Hasil Analisis Program


Sesuai/Mendekati Hasil
Test Lapangan?

Yes

Studi Kinerja Bangunan

Kesimpulan

Selesai

Penjelasan dari diagram alir serta metodologi secara rinci


terkait penelitian dapat dilihat di Hafidh, Abdul (2013) [1].
III. HASIL DAN DISKUSI
A. Studi Kasus
Dalam penelitian ini, gedung beton bertulang yang menjadi
objek studi adalah gedung sekolah 2 lantai dengan ukuran 18,6
m x 7,7 m dan tinggi masing-masing lantai 3,6 m.
C1

C2

C3

C4

C5

C6

C7

3.85

Base Shear (ton)

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian

Base
Shear
Ton
0
90
114
116
115
114
111
107
102
91
87
36

120
100
80
60
40
20
0
0

50

100

150

200

250

300

Displacement (mm)
Gambar 3. Grafik Hasil Pengetesan di Lapangan

3.85

A1

A2

A4

A3

A5

A7

A6

3.10

3.10
1

3.10
2

3.10
3

3.10
4

3.10
5

B. Analisis Kategori Kerusakan


Pejelasan mengenai kreusakan yang terjadi pada gedung
diuraikan berdasarkan kondisi dimana gedung tersebut telah
diuji dorong hingga mencapai target perpindahan
(displacement target) yang telah ditentukan.

3.10
6

Gambar 2. Denah Gedung Objek Studi

Selama pengetesan, gedung ini diberikan beban lateral


pada sumbu panjangnya dengan menggunakan suatu aktuator
yang dipasang pada lantai 1 dan lantai 2. Gedung terus
dibebani hingga rasio simpangan atap (roof drift) mencapai
2% radian dan kekuatannya menurun hingga 50% dari
kekuatan maksmimumnya. Aktuator dikontrol agar rasio
pembebanan antara lantai 1 dan lantai 2 terjaga pada
perbandingan 1:2. Simpangan yang diperoleh adalah

1. Displacement 18,39 mm, Base Shear 90 ton


Pada tahap awal, diberikan beban awal hingga
bangunan mencapai displacement sebesar 18,39 mm.Hanya
ada retakan-retakan halus (lebar retak< 0.2 mm) pada
permukaan beton. Struktur bangunan masih berada pada
kondisi elastis.Dalam hal ini bangunan masih berada pada
tingkatan immediate occupancy

3
2. Displacement 36,78 mm, Base Shear 114 ton
Pemberian beban pada tahap ini dilakukankan hingga
bangunan mencapai target perpindahan sebesar 36,78 mm.
Berbeda dari tahap sebelumnya, dari hasil pengujian ini
kerusakan dapat terlihat jelas, baik itu pada frame-A maupun
frame-C.Bangunan sudah memasuki kondisi plastis, dimana
kemampuan elemen struktur bangunan dalam menerima
beban sudah tidak sekuat kondisi awal sebelum bangunan
dibebani. Bangunan sudah dikategorikan dalam tingkatan
life safety
3. Displacement 55,16 mm, Base Shear 116 ton
Bangunan didorong hingga mencapai displacement
55.16 mm. kerusakan yang terjadi semakin parah.Terutama
pada frame-A.kerusakan diperparah dengan rusaknya selimut
beton pada kolom A3 dan kolom A5. Kerusakan juga mulai
muncul pada frame-C.Berbeda dengan kondisi frame-A,
kerusakan pada frame-C relatif lebih ringan.bangunan sudah
berada pada titik maksimumnya dalam menerima beban,
sehingga jika dibebani lagi, kerusakan akan terus
bermunculan.
4. Displacement 73,55 mm, Base Shear 115 ton
Bangunan diuji kembali hingga mencapai displacement
73.55 mm, retakan-retakan mulai terlihat jelas muncul pada
frame-A, kolom A2 terjadi retakan yang cukup besar.
Sedangkan pada kolom A3 kolom beton hancurditandai
dengan retakan yang besar dan terlihatnya tulangan pada
kolom tersebut.Pada frame-C, kolom C3 muncul retakanretakan kecil di ujung atas kolom.Pada kolom C5 retakan
yang terjadi semakin merambat hingga sisi tengah kolom
tersebut.
5. Displacement 91,94 mm, Base Shear 114 ton
Setelah bangunan diberi beban dorong kembali hingga
mencapai displacement sebesar 91,94 mm, retakan besar
yang menyebabkan kegagalan struktur yang terjadi pada
kolom A2, kolom A3, kolom A5 serta kolom C5 menjadi
lebih besar. Akibat penambahan displacement tersebut
menimbulkan keretakan baru pada kolom-kolom bangunan,
kolom tersebut adalah kolom A4, A6, A7 dan C4.Walau
kemampuan struktur bangunan tidak berbeda jauh dari
kemampuan maksimumnya (116 ton), tetapi dengan
berbagai kerusakan yang sudah terjadi, bangunan ini sudah
dikategorikan dalam tingkatan collapse prevention
6. Displacement 110,33 mm, Base Shear 111 ton
Bangunan objek studi kembali diberikan beban lateral
hingga mencapai displacement sebesar 110,33 mm. Retak
yang terdapat pada kolom A2 dan kolom A3 menjadi
semakin besar. Hal ini dikarenakan sebelumnya kedua
kolom tersebut sudah mengalami kegagalan, sehingga kedua
kolom itu tidak mampu menerima beban lebih jauh lagi.
Kerusakan lain yang terjadi berupa lepasnya sebagian dari
selimut beton terjadi pada kolom A5 dan kolom A6. Lebar
celah retakan yang membesar juga terlihat terjadi pada
kolom C3 dan kolom C5.

7. Displacement 128,71 mm, Base Shear 107 ton


Bangunan kembali dibebani secara lateral hingga
mencapai displacement sebesar 128.71 mm. Terlihat pada
gambar, kerusakan yang semakin parah terjadi pada kolom
A2, kolom A3, kolom A6, kolom C3 dan kolom C5.
Khususnya pada kolom A6, kerusakan diperparah dengan
retakan besar dan lepasnya selimut beton hingga setengah
dari total panjang kolom. Selain pada kolom-kolom yang
sudah disebutkan, secara umum kerusakan pada kolom
lainnya berupa retakan pada salah satu atau kedua ujung
kolom yang disertai dengan kemiringan sebesar perpindahan
yang diakibatkan oleh pembebanan secara lateral.
8. Displacement 147,10 mm, Base Shear 102 ton
Pembebanan secara lateral kembali dilanjutkan hingga
bangunan mengalami displacement sebesar 147,10 mm.
Secara umum kerusakan yang terjadi tidak banyak berubah
dari yang sebelumnya. Hanya saja pada pada kolom C5,
selain retak besar yang sebelumnya sudah ada, kini
bermunculan retak-retak kecil disekitar retak besar tersebut.
9. Displacement 183,88 mm, Base Shear 91 ton
Beban lateral kembali diberikan pada bangunan objek
studi hingga mencapai perpindahan sebesar 183.88 mm.
Kerusakan yang terlihat terdapat pada kolom A4 dan A7.
Retakan pada bagian atas kolom A4 yang pada awalnya
kecil kini menjadi retakan besar yang menyebabkan
kegagalan struktur.Hal yang sama juga terjadi pada kolom
C6, retakan besar terjadi di bagian tengah-tengah kolom.
Sedangkan pada kolom A7, kerusakan tambahan yang
terjadi berupa retakan pada bagian atas kolom tersebut
Secara umum kolom-kolom yang sebelumnya sudah
mengalami kerusakan yang parah, sudah tidak mengalami
kerusakan tambahan yang berarti.Hal ini dikarenakan
kolom-kolom tersebut sudah lepas dari sumbunya dan hanya
tersambung oleh tulangan kolom. Sehingga kolom-kolom
tersebut tidak memberikan kontribusi dalam menahan beban
lateral yang diberikan.
10. Displacement 220,65 mm, Base Shear 87 ton
Bangunan kembali diberikan beban lateral hingga
displacement bangunan mencapai 220,65 mm. Retak pada
bagian atas kolom A7 menjadi lebih besar dari yang
sebelumnya . Kerusakan lainnya yang terjadi ada pada
kolom C3 dan kolom C5.Terlihat pada kedua kolom
tersebut, selimut beton lepas dari kolom.
11. Displacement 294,20 mm, Base Shear 36 ton
Bangunan kembali diberi beban lateral. Karena
sebelumnya kolom-kolom sudah mengalami kerusakan yang
parah, maka dengan beban lateral sebesar 36 ton saja sudah
mampu memberikan displacement kepada bangunan sebesar
294,20 mm. Akibat diberikannya beban lateral lagi,
menyebabkan terjadinya kegagalan struktur pada kolom A2
hingga A7. Sedangkan pada kolom A1 kerusakan masih

4
berupa kemiringan pada kolom yang disertai dengan retakan
pada kedua ujung kolom A1.Dalam keadaan seperti ini,
bangunan sudah berada di ambang keruntuhannya, dan jika
bangunan menerima suatu beban lateral lagi, dapat
menyebabkan terjadinya keruntuhan pada bangunan.
C. Analisis Struktur dan Analisis Statis Non-Linear Pushover
1. Data Umum Bangunan
Bangunan gedung yang menjadi objek studi ini adalah
bangunan yang menggunakan material beton bertulang,
dengan data-data sebagai berikut:
- Tipe bangunan : Gedung Sekolah.
- Zona gempa : Zona 2, tanah keras.
- Tinggi
: 7,2 m (2 lantai, @lantai 3,6 m).
- Panjang
: 18,6 m
- Lebar
: 7,7 m
- Mutu beton (fc)
: 15,1 MPa
- Mutu tulangan (fy) : 287,2 MPa
- Dimensi Kolom
Kolom 1 (C1) : 35 cm x 40 cm
Kolom 2 (C2) : 24 cm x 40 cm
- Dimensi Balok
Balok 1 (B1) : 35 cm x 60 cm
Balok 2 (B2) : 24 cm x 35 cm
Balok 3 (B3) : 24 cm x 45 cm
Balok 4 (B4) : 40 cm x 45 cm
Balok 5 (B5) : 40 cm x 40 cm
- Tebal Pelat Lantai/atap : 14 cm
2. Perhitungan Pembebanan
- Beban Mati
Lantai : 106 kg/m2
Atap : 75 kg/m2
- Beban Hidup
Beban hidup lantai sekolah : 250 kg/m2
Beban hidup atap
: 100 kg/m2
- Beban Gempa
Tabel 1 Gaya vertikal yang bekerja pada bangunan
Lantai
Atap
Lantai 1

Beban mati Beban


(kg)
hidup (kg)
144491.7
192619.0

Total
(kg)

10044 154535.7
25110
217729
Wt 372265

Waktu Getar Bangunan


Kontrol pembatasan waktu getar bangunan (T)
T = 0.19 x 2 = 0.38 detik
Koefisien Gempa Dasar (C)
Dengan besar nilai T = 0.38 detik., maka didapat harga
nilai C sebesar 0.30
Faktor Keutamaan (I) dan Faktor Reduksi (R)
Pada SNI 1726-2002 tabel 1, gedung sekolah
dikategorikan sebagai gedung umum, sehingga besar
nilai keutamaannya I adalah 1.Kemudian karena berada
pada wilayah gempa rendah, sehingga diasumsikan
menggunakan rangka pemikul momen biasa.Pada SNI

1726-2002 tabel 3 ditetapkan besarnya nilai faktor


reduksi R untuk gedung dengan sistem rangka pemikul
momen biasa adalah 3.5.
Gaya Geser Horizontal Akibat Gempa
.

=
372264.7
= 31908.4 kg
.
Distribusi Gaya Geser Horizontal Akibat Gempa ke
Sepanjang Tinggi Gedung
Tabel 2 gaya vertikal yang bekerja pada bangunan
Lantai Zi (m) Wi (kg) Wi x Zi (kg.m) Fi (kg) 30% Fi (kg)
2
7.2 154535.7
1112657.0 18720.5
5616.2
1
3.6 217729.0
783824.4 13187.9
3956.4

Kinerja Batas Layan (s) dan Kinerja Batas Ultimit


(M)
Tabel 3 Simpangan Struktur Akibat Beban Gempa
Simpangan
antar lantai
(mm)

Lantai hi (m) S (mm)


2
1

7.2
3.6

5.9
2.01

Batas
Simpangan Keterangan
S (mm)

3.89
2.01

30 OKE
30 OKE

Kontrol Kapasitas Penampang Balok-Kolom


Tabel 4. Rekapitulasi Tulangan Terpasang pada Balok
Elemen Dimensi
Balok B1 350 x 600
Balok B2 240 x 350
Balok B3 240 x 450
Balok B4 400 x 450
Balok B5 400 x 400

Lokasi Tul. Atas Tul. Bawah


Tumpuan 6 D19
2 D19
Lapangan 6 D19
6 D19
Tumpuan 2 D19
2 D19
Lapangan 2 D19
2 D19
Tumpuan 3 D19
2 D19
Lapangan 2 D19
3 D19
Tumpuan 3 D19
2 D19
Lapangan 2 D19
3 D19
Tumpuan 3 D19
2 D19
Lapangan 2 D19
3 D19

Berikutnya kontrol kapasitas penampang balok akan


ditampilkan dalam Tabel 5 berikut:
Tabel 5 Kontrol Penampang Balok
Ele me n

Lokasi

Balok
B1
Balok
B2
Balok
B3
Balok
B4
Balok
B5

Neg. eksterior
positif
Neg. eksterior
positif
Neg. eksterior
positif
Neg. eksterior
positif
Neg. eksterior
positif

As pasang
Mu
Tulangan
2
(kg.m)
(mm )
18859
15040
4774.5
1809.3
1669
1146.5
1829.8
1203.1
2534.2
1735.8

6 D19
6 D19
2 D19
2 D19
3 D19
3 D19
3 D19
3 D19
3 D19
3 D19

Mn
(kg.m)

Ket

1700.31 18961.61 Oke


1700.31 18961.61 Oke
566.77 3372.72 Not Oke
566.77 3372.72 Oke
850.16 6787.19 Oke
850.16 6787.19 Oke
850.16 7102.84 Oke
850.16 7102.84 Oke
850.16 6107.27 Oke
850.16 6107.27 Oke

3. Analisa Beban Dorong Statik (Pushover Analysis)


Pushover analysis atau analisis beban dorong
statik merupakan prosedur analisis untuk mengetahui
perilaku keruntuhan suatu gedung terhadap gempa.
Pushover analysis adalah analisis dimana struktur
didorong secara bertahap ditingkatkan dengan faktor
pengali hingga beberapa komponen struktur mengalami
leleh dan berdeformasi inelastis dan satu target
perpindahan lateraldan suatu titik acuan tercapai.

Base Shear (ton)

120
100
80
60
40
20
0
0

50

100 150 200 250


Displacement (mm)

300

Gambar 4. Kurva hasil pushover analysis


Tabel 6 Tabel hasil analisis pushover

Iindikator keruntuhan muncul pertama kali pada elemen


balok dan terus muncul hingga indikator tersebut muncul pada
setiap elemen struktur. Indikator menunjukkan bahwa elemen
struktur berada pada kondisi elastis menuju level kinerja IO
(Immediate Occupancy). Pada step 6, perubahan indikator
pada elemen kolom yang menunjukkan bahwa kolom tersebut
telah memasuki level kinerja LS (Life Safety), dimana
displacement bangunan telah mencapai angka 60 mm. Jika
dihubungkan dengan analisis kategori kerusakan, kerusakan
yang timbul sudah berupa retakan dan rusaknya selimut beton
pada kolom-kolom. Sehingga akan lebih baik jika dilakukan
perbaikan terlebih dahulu sebelum bangunan tersebut
digunakan kembali.
Indikator keruntuhan kembali berubah pada step 10,
dimana displacement bangunan mencapai 141.43 mm. Level
kinerja bangunan meningkat dari level LS menuju CP
(Collapse Prevention). Pada kondisi ini, bangunan sudah
berada diambang keruntuhannya, sehingga jika dalam aplikasi
nyata, bangunan ini harus segera dikosongkan demi
keselamatan penghuninya. Jika dilihat kembali analisis
kategori, maka kondisi bangunan memang sudah tidak
memungkinkan untuk digunakan karena kerusakan yang
timbul sudah sangat parah.
Bangunan akhirnya mengalami keruntuhan pada step 11
hingga step 14. Indikator keruntuhan terus berubah. Terlihat
juga pada kurva hasil analisis pushover (Gambar 4), ketika
displacement bangunan terus bertambah, tetapi base shear
yang menahan gaya lateral terus berkurang. Hal ini
menunjukkan bahwa bangunan sudah tidak kuat lagi menahan
beban lateral hingga akhirnya runtuh.
Grafik perbandingan antara hasil pengujian lapangan
dengan hasil analisis pushover akan ditunjukkan pada Gambar
7 berikut.
120
Base Shear (ton)

100
80
60
40

Gambar 5 Kondisi keruntuhan pada step 1

20
0
0

50

100

150

200

250

300

Displacement (mm)

Gambar 7 Grafik Perbandingan uji lapangan vs analisis


pushover

Gambar 6 Kondisi keruntuhan pada step 16

Dapat dilihat pada hasil uji lapangan,


kemampuan gedung dalam mehanan beban lateral terus
turun dari displacement 55.16 mm hingga akhirnya
rubuh pada displacement 294.20 mm. Berbeda dengan
hasil analisis pushover, dimana kemampuan bangunan
(dalam menahan beban lateral) yang dimodelkan ke
dalam program analisis struktur komersial tidak turun
hingga displacement 141 mm, dan baru pada titik itu

6
bangunan mengalami penurunan kinerja. Akan tetapi,
walau hasil dari analisis pushover tidak persis sama
dengan grafik hasil pengujian di lapangan, hasil dari
analisis pushover dirasa sudah dapat diterima,
mengingat bahwa hasil analisis ini masih berupa suatu
pendekatan.
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
Kesimpulan yang didapat setelah dilakukannya analisis
kategori kerusakan, analisis elastisitas struktur, dan analisis
pushover adalah sebagai berikut:
- Analisis kategori kerusakan menunjukka bahwa
bangunan hanya mengalami kerusakan ringanstruktural pada saat dibebani secara lateral hingga
mencapai displacement 18,39 mm. Bangunan masih
dalam kondisi elastis, sehingga dalam hal ini bangunan
bisa dikategorikan dalam level kinerja IO (Immediate
Occupancy).
- Bangunan memasuki level kinerja LS (Life Safety)
ketika pemberian beban lateral dilanjutkan hingga
bangunan mengalami displacement sebesar 36,78 mm.
bangunan dikategorikan dalam level kinerja LS karena
kondisi bangunan yang mengalami kerusakan sedang
pada elemen struktur nya, dalam hal ini kolom.
Kerusakan yang terjadi berupa retakan dengan lebar
celah yang lebih besar dari 0,5 cm.
- Kerusakan semakin parah ketika bangunan mengalami
displacement lebih besar dari 55,16 mm. Kerusakankerusakan pada elemen struktur yang bermunculan
setelahnya menyebabkan bangunan tidak aman lagi jika
digunakan, sehingga dalam hal ini bangunan sudah
memasuki level kinerja CP (Collapse Prevention),
maka akan lebih baik jika bangunan segera
dikosongkan demi keselamatan penggunanya.
- Analisis elastisitas menunjukkan bahwa elemen
struktur secara umum mampu menahan beban-beban
yang diberikan. Hanya pada 1 bagian saja dimana ada
elemen balok yang tidak mampu menahan beban yang
diterimanya.
- Dari hasil analisis pushover menunjukkan perilaku
keruntuhan bangunan. Bangunan masih berada pada
level kinerja IO ketika mengalami displacement
sebesar 28.69 mm. Kemudian berada pada level LS
ketika displacement 60 mm, dan CP pada displacement
141.43 mm, hingga akhirnya bangunan mulai runtuh.
- Dari perbandingan hasil uji lapangan dengan hasil
analisis pushover, diperoleh persentase perbedaan pada
level kinerja IO sebesar 35.90%, LS 38.70% dan CP
61% yang bisa dirata-ratakan hasilnya sebesar 45.2%.

DAFTAR PUSTAKA
[1]

[2]
[3]

Boen, T. 2010. Cara Memperbaiki Bangunan Sederhana yang Rusak


Akibat Gempa Bumi, Prosiding Lokakarya Nasional Bangunan
Sederhana Tahan Gempa, UII, Yogyakarta.
Federal Emergency Management Agency (FEMA-356)
Hafidh, Abdul. Studi Kinerja Bangunan Beton Bertulang Pasca
Gempa, Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember (2013).

Anda mungkin juga menyukai