F07alo PDF
F07alo PDF
Oleh:
ANNASTIA LOHJAYANTI
F34102072
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ANNASTIA LOHJAYANTI
F34102072
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
sugarcane,
process
control,
process
capability,
EquipmentCritically Rating, Analitical Hierarchy Process,
Data Envelopment Analysis.
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
SURAT PERNYATAAN
Adalah hasil karya asli sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,
kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Annastia Lohjayanti
F34102072
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 16
Oktober 1984 dari ayah yang bernama Soewarno dan ibu
yang bernama Dwi Karsi Ridarwati, sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara. Dunia pendidikan pertama kali ditempuh
pada tahun 1990 di SD Negeri Kapatihan I Banyuwangi dan
tamat pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke SLTP
Negeri 1 Banyuwangi dan lulus pada tahun 1999. Tahun
1999-2000, penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah umum yaitu
SMU Negeri 1 Glagah Banyuwangi. Tahun 2002 setelah menamatkan pendidikan
SMU, penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan S1 melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa sekolah menengah pertama, penulis aktif dalam kegiatan
pramuka SLTP Negeri 1 Banyuwangi dan menjadi Sekretaris pada Organisasi
Siswa Intra Sekolah (OSIS), sedangkan pada sekolah menengah umum, penulis
aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah sebagai sekretaris pada SMU Negeri 1
Glagah Banyuwangi. Selama perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam himpunan
profesi yaitu HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian)
sebagai pengurus biro Infokom pada periode kepengurusan 2003-2004.
Penulis seringkali mengikuti seminar dan pelatihan, seperti Stadium
General Success Story Alumni Teknologi Industri Pertanian tahun 2003, seminar
Total Quality Management (An Introduction and Application to Total Quality
Management ) pada tahun 2004, seminar plus Linux Diskless System + Internet
Murah pada tahun 2004, seminar Six Sigma (Sig Sigma Application in Bussiness
Strategy) pada tahun 2005, seminar dan pelatihan PR Professional pada tahun
2005.
Pada masa perkuliahan, penulis melakukan praktek lapangan di PT.
Rajawali I Unit Pabrik Gula Krebet Baru II Bululawang, Malang pada tahun 2005
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .....................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................
viii
xi
I.
PENDAHULUAN ...................................................................................
A. LATAR BELAKANG .......................................................................
B. TUJUAN ............................................................................................
C. RUANG LINGKUP ..........................................................................
D. OUTPUT DAN MANFAAT .............................................................
1
1
3
3
4
II.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
III.
IV.
6
7
11
16
17
24
27
29
31
31
33
35
36
36
37
37
38
46
47
48
A.
B.
C.
D.
48
48
50
53
V.
VI.
58
58
61
64
64
64
66
68
68
72
75
107
119
122
75
84
90
127
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
10
Tabel 8.
10
Tabel 9.
11
Tabel 10.
41
Tabel 11.
50
Tabel 12.
54
Tabel 13.
70
Tabel 14.
78
Tabel 15.
79
Tabel 16.
81
Tabel 17.
82
Tabel 18.
83
Tabel 19.
87
Tabel 20.
91
Tabel 21.
Tabel 22.
93
93
Tabel 23.
94
Tabel 24.
95
Tabel 25.
96
Tabel 26.
96
Tabel 27.
97
Tabel 28.
97
Tabel 29.
97
Tabel 30.
98
Tabel 31.
98
Tabel 32.
99
Tabel 33.
99
Tabel 34.
100
Tabel 35.
101
Tabel 36.
102
Tabel 37.
102
Tabel 38.
103
Tabel 39.
103
Tabel 40.
103
Tabel 41.
106
Tabel 42.
112
Tabel 43.
114
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
15
Gambar 2.
17
Gambar 3.
20
Gambar 4.
25
Gambar 5.
28
Gambar 6.
34
Gambar 7.
37
Gambar 8.
40
Gambar 9.
57
59
62
63
70
71
77
79
80
82
83
85
104
107
Gambar 15.
109
Alternatif .....................................................................................
111
115
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
128
Lampiran 2.
129
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
1999-2005 ..................................................................................
Mesin dan Peralatan Produksi Pengolahan Gula di PG. 132
Lampiran 6.
Jatitujuh ..
Skema Umum Proses Produksi Gula (Moerdokusumo, 1993) ..
133
Lampiran 7.
138
Lampiran 8.
139
Lampiran 9.
140
Lampiran 10.
Lampiran 11.
142
Lampiran 12.
143
Lampiran 13.
144
Lampiran 14.
154
Lampiran 15.
158
Lampiran 16.
Lampiran 17.
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keberadaan industri gula di Indonesia memegang peranan penting bagi
masyarakat Indonesia dan sektor industri lainnya karena gula merupakan salah
satu komponen penting yang diperlukan bagi tubuh manusia, dan juga
diperlukan bahan baku bagi industri lain seperti industri tepung, makanan,
serta industri pengolahan dan pengawetan makanan. Pada tahun 2001, impor
gula mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 50 persen dari kebutuhan dalam negeri.
Kini Indonesia telah menjadi negara pengimpor gula terpenting di dunia
setelah Rusia. Impor yang tinggi serta harga internasional yang murah telah
mempersulit posisi sebagian besar pabrik gula (PG) atau firms untuk bertahan
dalam Industri Gula Nasional (IGN), apalagi untuk berkembang (Sawit, et.al,
2003).
Produktivitas gula di Jawa cenderung terus merosot. Hal ini diakibatkan
sejalan dengan waktu, mesin-mesin pabrik gula makin tua dan makin turun
kinerjanya. Sementara itu, sekitar 80 persen jumlah PG (dari 59 buah PG aktif
di seluruh Indonesia tahun 2002) dan sekitar 64 persen areal tebu berada di
pulau Jawa. Sebagian besar (53 persen) pabrik gula di Jawa didominasi oleh
PG-PG dengan kapasitas giling kecil (kurang dari 3.000 ton tebu per hari;
TCD), 44 persen berkapasitas giling antara 3.000-6.000 TCD, dan hanya 3
persen yang berkapasitas giling lebih dari 6.000 TCD. Sekitar 68 persen dari
jumlah PG yang ada telah berumur lebih dari 75 tahun (umumnya berskala
kecil) serta kurang mendapat perawatan secara memadai. Kondisi ini
menyebabkan tingkat efisiensi yang rendah (dilihat dari unit biaya produksi
per kg gula). Biaya produksi gula per unit pada PG berskala kecil jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan PG berskala besar atau bermesin relatif baru.
Bertolak belakang dari Indonesia, industri gula di negara lain makin lama
makin menunjukkan kinerja yang baik, terutama di Thailand, Amerika Latin,
China, dan India. Hal ini berdampak gula Indonesia tidak mampu bersaing
dengan
gula
impor
terutama
dari
sisi
harga.
Ruang lingkup penelitian ini secara lebih rinci adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan sampel dari tiap-tiap tahapan kritis dalam proses yang
kemudian dipantau dengan metode Statistical Process Control
2. Mengidentifikasi faktor dan titik kritis komponen pendukung proses
melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait dan menggunakan metode
Equipment Critically Rating (ECR)
3. Mengukur tingkat efisiensi produksi gula kristal putih yang didasarkan
pada beberapa indikator yang sesuai dengan kondisi perusahaan dengan
menggunakan metode Data Envelopment Analysis
4. Merancang
dan
memformulasikan
sistem
penunjang
keputusan
kinerja/kemampuan
masing-masing
tahapan
proses
A.
TANAMAN TEBU
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman
setahun yang termasuk famili Graminae dan tumbuh optimal di khatulistiwa
pada 39o LU-35o Ls dengan suhu rata-rata 21oC. Tebu dapat ditanam dari
dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m di atas
permukaan laut. Di daerah pegunungan yang suhu udaranya rendah, tanaman
tebu lambat tumbuh dan rendemennya rendah (Sudiatso, 1982). Menurut
Indriani dan Sumiarsih (1992), suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman
tebu berkisar antara 24oC-30oC, terutama di dataran rendah dengan
amplitudo tidak lebih dari 6oC, dengan beda suhu antara siang dan malam
tidak lebih dari 10oC.
Tanaman tebu atau Saccharum officinarum L termasuk kedalam
keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai dengan ujung
batangnya mengandung nira dengan kadar mencapai 20 persen. Nira inilah
yang kelak dibuat kristal-kristal gula atau gula pasir. Disamping itu tebu juga
digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula merah (Anonymous, 1994).
Proses terbentuknya gula rendemen gula tebu yaitu berjalan dari ruas ke ruas
dan tingkat kemasakannya tergantung dari umur ruas. Ruas bagian bawah
lebih tua sehingga kandungan gulanya lebih banyak jika dibandingkan
dengan ruas bagian atas. Tanaman tebu dikatakan sudah optimal jika kadar
gula di sepanjang batang tebu seragam kecuali beberapa ruas bagian pucuk
(Supriyadi, 1983).
Gula yang ada pada batang tebu merupakan hasil kerja (sintesa) dari
tanaman tebu itu sendiri yang hasilnya dari berbagai unsur yang berinteraksi
yaitu unsur air, CO2 di udara dan sinar matahari. Ketiga unsur akan
berinteraksi membentuk heksosa dan pada fase pemasakan heksosa tersebut
akan disintesa menjadi sukrosa. Tebu mengandung berbagai komponen
antara lain serabut, air dan sukrosa. Sebelum diolah, tebu harus digiling
terlebih dahulu hingga dihasilkan nira. Prosentase komponen tebu masak dan
niranya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Tebu Masak dan Niranya
Komponen
Tebu
Nira
Air (%)
70-80
70-90
Gula (%)
8-12
7-10
Serat (%)
10-16
phospat,
besi,
carbonat,as
2-3
2-3
0.1-0.5
STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
24-40
%
5
%
24
jam
12
%
80
%
85
2. Penggilingan
Tebu yang bentuknya kecil-kecil tersebut kemudian mengalami
penggilingan. Penggilingan ini dimaksudkan untuk mengambil nira
mentah dari batang tebu dan memisahkannya dari ampas (Soerjadi,
1985). Menurut Rianggoro dan Daryanto (1984), hasil pemerahan tiap
gilingan berbeda, semakin ke balakang semakin kecil hasilnya, karena
nira yang terperah sebagian ada pada bagian parensia yang dengan
penekanan sedikit saja akan terperah dengan %brix terbesar, sedangkan
untuk gilingan selanjutnya yang terperah adalah korteks dan epidermis.
Tabel 3. Parameter Kinerja Stasiun Penggilingan
PARAMETER
Kadar sabut
Tingkat
Pencacahan
(Preparation
Index)
Fibre Loading
Imbibisi % sabut
Persentase
nira
mentah tebu
Persentase
ekstraksi nira
Kapasitas giling
Sumber: Cahyadi (2005)
SYARAT
-
STANDAR
NILAI
PG.
PG.
Kecil
Sedang
14-16
PG.
Besar
Satuan
%
>
90
200
200
g/dm2
%
100
>
96
1500
3000
4500
TCD
3. Pemurnian
Tujuan pemurnian adalah untuk membuang sebanyak-banyaknya zat
bukan gula sehingga diperoleh nira yang jernih dan mengusahakan agar
kerusakan gula akibat perlakuan proses pabrikasi minimal (Sartono,
1988). Pemurnian dengan susu kapur dilakukan dalam peti defekator
(bejana yang berfungsi untuk mencampurkan susu kapur dengan nira
mentah) dengan pH 10. Sebelum dialirkan ke dalam peti defekator, nira
mentah dipanaskan pada suhu 75o. Setelah reaksi akan terbentuk endapan
Ca-phospat. Selanjutnya dilakukan pemurnian dengan gas SO2 dalam peti
sulfitasi sampai pH 7,2. Hasil reaksi berupa endapan CaSO3 yang akan
menyelubungi endapan Ca-phospat sehingga akan menghasilkan endapan
yang kompak dan porous sehingga mudah ditapis. Hasil akhir pemurnian
nira encer dengan kotorannya melalui metode pengendapan dalam peti
pengendap (Rianggoro dan Daryanto, 1984).
Tabel 4. Parameter Kinerja Stasiun Pemurnian
PARAMETER
Turbidity nira
Kadar CaO dalam nira
Jumlah bahan pengasingan bukan
gula
Persentase pol blotong
Persentase blotong terhadap tebu
Sumber: Cahyadi (2005)
STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
50
ppm
=
80
ppm
14
2
3
%
%
4. Penguapan
Tujuan dari pengendapan adalah untuk memekatkan nira encer,
sehingga diperoleh nira dengan kepekatan yang diharapkan (64oBe)
(Anonymous, 1984). Pada proses penguapan terkadang terjadi adanya
pergerakan akibat dari kurang sempurnanya proses pemurnian.
Pembersihan secara teratur perlu dilakukan untuk memperbaiki proses
(Anonymous, 1984).
SYARAT
STANDAR
NILAI
65
Kuning
kecoklatan
100
Satuan
%brix
o
5. Kristalisasi
Kristalisasi
adalah
proses
peningkatan
kejenuhan
nira
dan
STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
93-94 % brix
85
%
10-15
%
rata
0.8-1.1
mm
6. Putaran
Pemutaran difungsikan untuk memisahkan kristal dengan larutannya
(stroop) menggunakan proses sentrifugasi dalam saringan sehingga
massa akan terlempar. Kristal akan tertahan pada dinding saringan dan
cairan akan menembus lubang saringan. Masing-masing masakan diputar
dalam alat putaran yang berbeda (Soerjadi, 1985).
Tabel 7. Parameter Kinerja Stasiun Putaran
PARAMETER
Kadar air
Warna
Ukuran kristal
Sumber: Cahyadi (2005)
STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
1
% brix
putih
0.8-1.1
mm
SYARAT
STANDAR
NILAI
Satuan
40
50
kg
Produk
SYARAT
STANDAR
NILAI
GKP 1 GKP 2 GKP 3
70
65
60
Satuan
%
250
350
450
IU
0.8-1.2
0.1
0.8-1.2
0.15
0.8-1.2
0.2
% b/b
mm b/b
99.6
99.5
99.4
% b/b
0.1
0.1
5
0.15
0.15
5
0.2
0.2
5
% b/b
TCD
derajat
30
30
30
mg/kg
2
2
1
2
2
1
2
2
1
mg/kg
mg/kg
mg/kg
3. Support
Adalah komponen yang digunakan dalam proses dan memerlukan
periodic monitoring. Bila komponen rusak, tidak akan berpengaruh
terhadap operasi komersial dan safety. Semua peralatan proses lainnya
dan peralatan penunjang kehidupan yang apabila rusak lebih dari 72 jam
baru mempengaruhi kondisi kehidupan masuk dalam kategori support.
4. Operating
Adalah semua komponen yang tidak termasuk kategori 1,2 dan 3 dan
tidak memerlukan periodic monitoring secara rutin. Bila komponen
tersebut rusak, tidak berpengaruh terhadap keselamatan dan operasi
komersial. Semua peralatan non industri dan peralatan penunjang
kehidupan yang tidak termasuk klasifikasi tersebut di atas, termasuk
kategori operasional.
Untuk menentukan faktor-faktor kritis berdasarkan penggolongannya
(VESO) dipengaruhi oleh aspek-aspek yang harus dipertimbangkan
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Aspek-aspek yang sesuai dengan
kriterianya adalah sebagai berikut:
1. Safety: penilaian terhadap komponen berdasarkan servis yang di-handle,
yang mempunyai akibat pada plant safety
HIRARKI
EQUIPMENT
CRITICALLY RATING
SAFETY
EQUIPMENT
CRITICALLY
RATING
Penyebab Ledakan
Penyebab kenaikan
temperatur
Penyebab kenaikan
tegangan
Penyebab tertimpa/berat
Merusak bagian lain
Penyebab adanya racun
Life Support
- Kemungkinan terjadi
kerugian pada manusia
dan pabrik
Commercial
- Pengaruh terhadap
produksi
KEANDALAN
Kelengkapan data
Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time
Applicability
of Condition
Monitoring
Technique
Lokasi equipment
Fasilitas monitoring
Parameter monitoring
Gangguan terhadap
operasi
Akurasi data
Keahlian petugas
D.
yang
ada,
dan
kriteria
untuk
mengukur
atau
SPK
adalah
konsepsi
model.
Konsepsi
model
ini
Basis Model
Sistem Penunjang Keputusan
Manajemen
Basis Model
Manajemen
Dialog
Pengguna
Manajemen
Basis Data
Basis
Data
Pelayanan Data
Eksternal
tanggung
jawab
langsung
dalam
meningkatkan
kinerja
prasyarat bagi manajer agar dapat memobilisasi sumber daya secara efektif
untuk meningkatkan kinerja organisasi yang dipimpinannya. Pengukuran
kinerja dapat memberi arah pada keputusan strategis yang menyangkut
perkembangan suatu organisasi di masa yang akan datang (Makmun, 2002).
Efisiensi adalah salah satu parameter kinerja yang secara teoritis
merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah
organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input
yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran
efisiensi dilakukan, suatu perusahaan dihadapkan pada kondisi bagaimana
mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada,
atau mendapatkan tingkat input yang
tertentu. Hasil identifikasi alokasi input dan output dapat digunakan untuk
analisis penyebab rendahnya tingkat efisiensi (Muliaman et al., 2003).
Tingkat efisiensi dapat diukur secara teknis dan ekonomis. Efisiensi
secara teknis dapat tercapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah
tertentu digunakan kombinasi input yang terkecil dalam satuan fisik.
Efisiensi secara ekonomis dapat tercapai apabila untuk menghasilkan output
dalam jumlah tertentu digunakan biaya terendah (Lipsey, 1987).
Dalam teknis pengukuran kinerja, Saputra (2003) menyatakan bahwa
efisiensi merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan untuk
menentukan kinerja suatu unit kegiatan ekonomi. Efisiensi pada dasarnya
adalah optimalisasi penggunaan sumber-sumber dalam upaya untuk
mencapai tujuan organisasi.
Efisiensi
Masukan
Efisiensi
Kualitas
Produk
Absolut
Efisiensi Volume
Produk
Efisiensi Pengoperasian
Peralatan Statis
Efisiensi
Kualitas
Produk
Konstan
Efisiensi
Keanekaragaman
Produk Campuran
Efisiensi Pengoperasian
Peralatan Dinamis
Efisiensi Lingkungan
Produk Akhir
Efisiensi Lingkungan
Keseluruhan Proses
Efisiensi Lingkungan
Siklus Energi
yang termasuk dalam produk ditambah dengan nilai bahan baku yang
terkandung dalam produk.
2. Efisiensi Siklus Energi
Efisiensi siklus energi menghitung tingkat efisiensi dari energi yang
digunakan di perusahaan. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara
jumlah total konsumsi energi yang digunakan perusahaan dengan
jumlah total energi terpakai untuk proses produksi. Efisiensi
ekonomisnya merupakan rasio antara biaya tambahan untuk energi
karena nilai konversi aktual dengan nilai energi yang benar-benar
digunakan dalam proses.
3. Efisiensi Lingkungan Keseluruhan Proses
Efisiensi lingkungan keseluruhan proses terdiri atas efisiensi teknis dan
efisiensi ekonomis. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara jumlah
total bahan baku dan bahan campuran yang berpotensi tercemar yang tidak
dibuang ke lingkungan dengan jumlah total bahan baku dan bahan
campuran yang berpotensi tercemar dan tidak diubah ke dalam produk.
Efisiensi ekonomisnya didefinisikan sebagai rasio antara total biaya
untuk mengurangi potensi yang hilang dari bahan baku dan bahan
campuran yang berpotensi polusi yang digunakan dalam proses dan tidak
diubah ke dalam produk dengan nilai bahan baku yang benar-benar
dimasukkan ke dalam produk.
4. Efisiensi Lingkungan Produk Akhir
Efisiensi lingkungan produk akhir terdiri atas efisiensi teknis dan
efisiensi ekonomis. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara jumlah
sisa bahan baku yang tidak dibuang ke lingkungan dengan jumlah bahan
baku yang terkandung dalam produk dan efisiensi ekonomisnya
didefinisikan sebagai rasio antara biaya untuk mengurangi bahan baku
yang dibuang ke lingkungan dengan nilai bahan baku dalam produk.
5. Efisiensi Lingkungan Siklus Energi
Efisiensi teknis dari efisiensi lingkungan siklus energi adalah rasio
antara jumlah total dari limbah kimiawi dan fisik yang tidak dibuang ke
lingkungan selama siklus energi dari proses dengan jumlah total
maksimum dari limbah kimiawi dan fisik selama siklus energi dari
proses. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara total biaya untuk
meminimisasi potensi yang hilang dari limbah yang dihasilkan dalam
siklus energi dengan nilai dari energi yang benar-benar digunakan dalam
proses.
6. Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis
Efisiensi pengoperasian peralatan statis mengukur tingkat efisiensi dari
mesin dan peralatan statis yang digunakan di dalam proses produksi
ditinjau dari aspek teknis maupun dari aspek ekonomis. Efisiensi teknisnya
adalah rasio antara selisih dari waktu kerja potensial peralatan dengan
waktu henti peralatan dengan total waktu kerja potensial peralatan.
Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara biaya tambahan karena adanya
waktu henti dengan biaya produksi (pengoperasian).
7. Efisiensi Volume Produk
Nilai
efisiensi
teknis
volume
produk
akhir
didapatkan
dari
amortisasi per unit untuk produk baru dengan rata-rata biaya amortisasi
per unit untuk produk lama.
10. Efisiensi Keanekaragaman Produk Campuran
Nilai Efisiensi teknis dari efisiensi keanekaragaman produk campuran
merupakan rasio antara jumlah produk baru yang didapat dari kombinasi
input tanpa modifikasi struktur proses dengan jumlah produk yang
didapat dari proses. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara biaya
produksi per unit rata-rata untuk produk baru yang didapat dari kombinasi
input tanpa modifikasi struktur proses dengan biaya produksi per unit
rata-rata untuk produk campuran gabungan.
11. Efisiensi Volume Produk
Nilai
efisiensi
teknis
volume
produk
akhir
didapatkan
dari
rasio antara selisih jumlah produk yang memenuhi standar dengan jumlah
produk gagal dengan produk yang memenuhi standar.
Efisiensi
ekonomisnya merupakan rasio dari selisih biaya produksi aktual per unit
dengan biaya produksi optimal per unit dengan rata-rata biaya produksi
per unit.
Nilai-nilai efisiensi teknis akan semakin baik apabila nilainya
mendekati satu. Efisiensi ekonomis akan semakin baik apabila nilai yang
didapatkan mendekati nol.
Penelitian hanya menggunakan delapan indikator dari kedua belas
indikator tersebut. Indikator-indikator yang digunakan sudah disesuaikan
dengan lingkup penelitian. Delapan indikator tersebut adalah efisiensi siklus
Unit
Pengambil
Keputusan
(UPK)
yang
diukur
dengan
membandingkan input dan output yang digunakan dengan sebuah titik yang
terdapat pada garis frontir efisien (efficient frontier). Garis frontir efisien ini
mengelilingi atau menutupi (envelop) data dari organisasi yang bersangkutan,
dari sinilah nama DEA diambil.
hubungan unit yang relatif efisien (lihat garis Q-Q' pada Gambar 4).
Titik awal
X2
Metode DEA
X2
Q
Envelopment
Frontier
X1
Q
X1
U
s
hj =
rj
Yrj
r =1
m
X ij
ij
............(1)
i =1
Keterangan :
m = jumlah input, s = jumlah output dan n = jumlah UPK (indikator)
hj = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...n
Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r
Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i
Yrk = jumlah atau nilai output r pada indikator k
Xrk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k
Misalkan ada n UPK yang akan dievaluasi, maka setiap UPK memberikan
nilai yang bervariasi dari sejumlah m input untuk menghasilkan s output,
efisiensi dari UPK ke-j , hj diukur dengan index rasio dimana Xij adalah nilai
positif input ke-i UPK j (i=1,2,..m) dan Yrj adalah nilai ouput ke-r UPKj
(r=1,2,.. s).
Menurut Anderson (2000), beberapa keunggulan dari metode DEA
adalah :
1. DEA dapat digunakan untuk mengevaluasi model dengan input majemuk
(multiple input) dan output majemuk (multiple output).
2. Tidak dibutuhkan asumsi yang menghubungkan antara input dengan
output.
3. Input dan output yang digunakan dapat memiliki unit pengukuran yang
sangat berbeda.
Sebaliknya, keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh metode DEA adalah:
1. Gangguan seperti error pengukuran dapat menyebabkan permasalahan
yang sangat signifikan.
2. DEA tidak dapat menggambarkan efisiensi absolut.
3. Pengujian hipotesis statistik sulit untuk dilakukan karena DEA
merupakan teknik non parametrik.
pendapat
(judgement),
AHP
banyak
digunakan
pada
berpasangan
(pairwise
comparison).
Semua
elemen
diskusi dengan orang yang berhubungan dengan sistem. Hirarki dari metode
ini dibagi menjadi fokus, faktor, aktor, tujuan dan alternatif, seperti terlihat
pada Gambar 5.
Fokus
Sasaran utama
Faktor
Aktor
Tujuan
Alternatif
Alternatif penyelesaian
A. KERANGKA PEMIKIRAN
merupakan
hasil proses pada setiap stasiun kerja berdasarkan parameter kinerja proses
yang diterapkan pada perusahaan. Hasil pemantauan proses yang didapat
dibandingkan dengan spesifikasi yang ingin dicapai perusahaan sehingga
dapat diketahui seberapa besar penyimpangan dan variasi yang ada dalam
masing-masing
stasiun
proses.
Apabila
suatu
stasiun
mengalami
Pemantauan
proses
Pengumpulan data
mesin produksi
Teknik
Akurasi
Penilaian Setiap
Tahapan/stasiun
Proses
Bagan
Kendali
Pengukuran
penyimpangan
proses
Teknik
Akurasi
ECR
Pengumpulan data
input-output indikator
efisiensi produksi
Indikator
Barbiroli
Identifikasi
Faktor Kritis
Mesin
Penilaian
Kriteria
Utama
Pairwise
comparison
DEA
Penilaian
Indikator
Komponen
Penyusunan
Hirarki AHP
Pembobotan Kriteria
dan Alternatif
Perbandingan
berpasangan
Penentuan Prioritas
Evaluasi Konsistensi
AHP
Pemilihan
indikator
efisiensi
Perhitungan
efisiensi tiap
indikator
d. Bagian Maintenance
Identifikasi
sistem
merupakan
suatu
rantai
hubungan
antara
Input Lingkungan
-
Output Dikehendaki
Input Terkendali
-
MANAJEMEN PENGENDALIAN
PROSES PRODUKSI
Gambar 7. Diagram Input-Output Sistem Penunjang Keputusan
Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal
C. TATA LAKSANA
1. Sumber dan Cara Pengumpulan Data
dalam industri pengolahan gula kristal putih (expert survey) dan melalui
pengamatan langsung di lapangan pada saat proses produksi berlangsung.
2. Pengolahan Data
a. Pemantauan Proses
= Akurasi
= Standar pabrikasi
= Akurasi maksimum
VS
= Standar pabrikasi
S) x 100%
act
S
Dimana :
%Vact = Persentase variasi aktivitas
act
%V
n
%Vst =
act i
i =1
Dimana:
%Vst = Persentase variasi stasiun produksi
Vacti
= Jumlah aktivitas
para pakar juga digunakan data dari perusahaan untuk kerusakan atau
jem henti selama proses produksi.
ECR
Bobot
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Kriteria
Indikator
Nilai ECR
b xN
K
ECR =
i =1
I xD
n
Analisis
AHP
berdasarkan
dimulai
hasil
dengan
wawancara
melakukan
dan
penilaian
kuesioner
dari
pendapat
responden
tingkat
kepentingan
(bobot),
penilaian
pendapat
Definisi
Kedua elemen sama pentingnya
2; 4; 6; 8
Nilai Kebalikan
Penjelasan
Sumbangan dua elemen sama
besar pada sifat itu
Pengalaman dan pertimbangan
sedikit menyokong satu elemen
atas yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan
dengan kuat menyokong satu
elemen atas yang lainnya
Satu
elemen
dengan
kuat
menyokong, dominasinya tampak
dalam kenyataan
Jika C1, C2, ..., Cn merupakan elemen- elemen suatu level dalam
hirarki, maka apabila C1 dibandingkan dengan Cj didefinisikan
sebagai nilai yang mengidentifikasikan besarnya kepentingan
(kekuatan) C1 terhadap Cj. Nilai aij=1/aij merupakan perbandingan
kebalikannya. Nilai-nilai diatas akan membentuk matriks segi n (A)
untuk i,j = 1, 2, 3, ..., n. Matriks tersebut adalah sebagai berikut:
A = (aij)
C1
C2
...
Cn
C1
a12
...
a1n
C2
1/ a12
...
A2a
...
...
...
...
...
Cn
1/ a1n
1/a2n
...
kolom ke-j
aij (k)
= 1,2, ..., n
memenuhi syarat)
5) Pengolahan Horisontal, digunakan untuk menyusun prioritas elemenelemen keputusan pada setiap tingkat hirarki keputusan. Pengolahan
horisontal dapat dilakukan dalam lima tahap:
= output teknis.........
input teknis
Efisiensi absolut ekonomis = output ekonomis...
input ekonomis
(1)
(2)
Formulasi
maksimumkan hj =
U
r =1
m
V
i =1
rj
ij
Yrj
X ij
..(1)
Keterangan :
m = jumlah input, s = jumlah output dan n = jumlah indikator
hj = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...n
Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r
Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i
Yrk = jumlah atau nilai output r pada indikator k
Xrk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k
dengan kendala :
s
U
r =1
m
rj
.....(2)
X ij
ij
i =1
Yrj
.....(3)
.....(4)
r =1
ij
i =1
.....(5)
X ij
U
r =1
m
ij
i =1
rj
Yrj
1
X ij
U
i =1
rj
Yrj
U
i =1
ij
i =1
X ij
.....(6)
rj Yrj -
V
i =1
ij
X ij 0
.....(7)
Maksimumkan hj = U rj Yrj
.....(4)
r =1
dengan kendala :
m
V
i =1
ij
X ij = 1
U rj Yrj i =1
.....(5)
V
i =1
ij
X ij 0
j = 1...n
.....(7)
.....(8)
Pada
tahap
ini,
hasil
rancangan
serta
basis
pengetahuan
A.SEJARAHDANPERKEMBANGANPERUSAHAAN
Sejarah dari pendirian Pabrik Gula Jatitujuh dimulai dengan adanya
kerjasama antara pemerintah Republik Indinesia dan Bank Dunia dalam
membentuk Indonesian Sugar Study (ISS), programnya yaitu mencari areal
baru yang berorientasi pada lahan kering.
Pabrik Gula Jatitujuh diresmikan pada tanggal 5 September 1980 oleh
Presiden Republik Indonesia Bapak Soeharto. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 10 tahun 1981 tanggal 1 April 1981, PNP XIV dirubah
satatusnya menjadi PT. Perkebunan XIV Persero dimana Pabrik Gula Jatitujuh
bernaung dibawahnya.
Perkembangan pabrik dilaksanakan dari Maret 1976 sampai Septemner
1978 dengan kontraktor Perancis (Fives Cail Babcock). Tujuan dari pendirian
pabrik adalah:
1. Meningkatkan produksi gula guna memenuhi kebutuhan konsumen dalam
negeri.
2. Menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar pabrik gula,
sehingga dapat mengurangi laju urbanisasi dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat tersebut.
3. Meningkatkan pendapatan negara dari sektor non-migas.
4. Menggunakan kembali bekas tanah hutan yang tidak produktif.
Pabrik Gula Jatitujuh terletak di desa Sumber, Kecamatan Jatitujuh,
Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat. Pabrik ini berjarak 77 km dari
Kodya Cirebon ( 7 20 km dari Jatibarang) dan
32 km dari Kodya
B.STRUKTURORGANISASIDANKETENAGAKERJAAN
Struktur organisasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting
pada suatu perusahaan. Adanya struktur organisasi dapat diketahui dengan
jelas kedudukan (pemisahan tanggung jawab) dan hubungan antar bagian satu
dengan bagian yang lainnya, serta dapat diharapkan terjalin kerjasama yang
baik dalam menjalankan visi dan misi perusahaan.
Pabrik Gula Jatitujuh dipimpin oleh seorang general Manajer yang
bertanggung jawab kepada Direksi. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya,
seorang general Manajer dibantu oleh:
1. Kepala Bagian Sumberdaya Manusia dan Umum. Disebut juga Kepala
Bagian Administratur.
2. Kepala Bagian Tanaman. Bertanggung jawab kepada General Manajer di
bidang tanaman.
3. Kepala Bagian Pabrikasi. Bertanggung jawab kepada General Manajer
dalam bidang pabrikasi.
4. Kepala Bagian Instalasi. Bertanggung jawab dalam pengoperasian alat dan
mesin yang digunakan dalam proses produksi.
5. Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan (TUK).
Dalam pengoperasian Pabrik Gula Jatitujuh memperkerjakan sejumlah
karyawan.
Karyawan
tersebut
diklasifikasikan
berdasarkan
waktu
: 07.00 15.00
Siang
: 15.00 23.00
Malam
: 23.00 07.00
C. PRODUKDANTEKNOLOGIPROSES
PG. Jatitujuh merupakan industri yang mengolah bahan baku tebu untuk
menghasilkan produk tunggal berupa gula kristal putih (SHS). Gula produk ini
dapat langsung dikonsumsi oleh masyarakat maupun digunakan sebagai bahan
baku oleh industri lain, karena itu mutu gula harus dijaga dengan baik. Mutu
gula yang baik dipengaruhi oleh mutu bahan baku dan proses yang selalu
terjaga agar sesuai standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tujuan dari
analisa tersebut adalah untuk mengetahui kualitas produk gula yang didapat
yaitu gula SHS atau produk gula kristal putih kualitas 1 dan untuk
menganalisa tentang kelayakan gula untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat
secara langsung kualitas gula ditentukan oleh P3GI (Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia) yang berada di Pasuruan (Marpaung, 2005).
Tabel 11. Kualitas Gula Kristal Putih
Kriteria
Pol
Daya Hantar Listrik
Faktor Cuci
Gula Reduksi
Kejernihan
Kejenuhan
Nilai Remisi Direduksi
Besar Butiran
Satuan
%
derajat
%
%
%
mm
Syarat
Min 99.8
Min 80
Min 0.70
Min 0.11
Min 66.5
Min 14.4
Min 59.3
0.8 1.1
Nira yang keluar dari stasiun gilingan terdiri dari brix dan air, yang
kemudian menuju stasiun pemurnian. Tujuan dari proses pemurnian adalah
untuk memisahkan unsur bukan gula selai air dari nira mentah dengan cara
yang seefisien mungkin dan menjaga kehilangan gula sekecil mungkin.
Melalui cara ini diusahakan untuk menghilangkan kotoran dalam nira mentah
sebanyak mungkin tanpa adanya kerusakan dari sukrosa. Sistem pemurnian
yang dipakai di PG. Jatitujuh adalah sulfitasi alkalis ganda dengan adanya
penambahan gas SO2 sebanyak dua kali, yaitu di bejana sulfitasi nira mentah
dan di bejana sulfitasi nira kental. Di PG. Jatitujuh, proses sulfitasi
menggunakan dua cara yaitu ventury dan blower. Hasil dari stasiun pemurnian
adalah nira encer dan hasil samping berupa blotong. Blotong ditampung ke
truk-truk pabrik dan digunakan sebagai pupuk.
Setelah dari stasiun pemurnian, nira encer menuju ke stasiun penguapan
dimana proses yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan air dari
suatu bahan. Dalam stasiun ini diharapkan air dihilangkan hingga kadarnya
dalam nira hanya tinggal 30-35 %. Proses penguapan menyebabkan nira
menjadi kental dan pekat, mendekati konsentrasi jenuhnya. Dalam melakukan
efisiensi proses penguapan, PG. Jatitujuh menggunakan 5 buah badan penguap
dan terdapat 1 badan penguap yang tidak dioperasikan sebagai cadangan. Halhal yang harus diperhatikan dalam proses penguapan adalah bahwa proses
penguapan berlangsung singkat dan mempunyai kecepatan penguapan yang
tinggi. Keadaan seperti ini akan menjaga agar tidak terjadi kerusakan sukrosa.
Dari stasiun penguapan, nira masuk ke untreated syrup tank, lalu
dipanaskan di juice heater untuk mempersiapkan nira sebelum masuk ke
reaktor pemroses. Di dalam reaktor pemroses yang bersuhu 75-80 oC, nira
dicampur dengan asam phospat dan susu kapur. Kemudian nira hasil reaksi
diumpankan ke aerator yang berfungsi untuk menambahkan udara ke dalam
nira hasil reaksi tersebut supaya buih dan kotoran mengambang.
Nira kental yang dihasilkan stasiun penguapan menuju ke stasiun
masakan yang berfungsi untuk mengambil sukrosa dalam bentuk kristal yang
sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya serta mencegah
terjadinya kerusakan maupun kehilangan sukrosa baik oleh mikroorganisme,
suhu, pH, serta lamanya proses. Proses pemasakan dilakukan pada suatu alat
yang disebut pan masakan dengan menggunakan tekanan hampa. PG Jatitujuh
mengunakan sistem masakan ACD, dimana kristal A digunakan sebagai
produk, sedangkan kristal C dan D sebagai pemasukan bibit.
Proses masakan menghasilkan satu massa campuran antara kristal gula
dan larutan jenuh dengan sukrosa. Sehingga untuk mendapatkan kristal yang
murni maka campuran antara kristal gula dan larutan jenuh harus dipisahkan
dengan cara penyaringan menggunakan gaya sentrifugal. Stasiun puteran
bertujuan untuk memisahkan kristal gula dan larutan gula yang terdapat pada
masequite. Proses pemutaran masequite dari masakan A dan masakan D
dilakukan sebanyak 2 kali, sedangkan untuk masakan C dilakukan 1 kali.
Proses pemutaran pertama terhadap masequite A diperoleh stroop A dan
gula A. gula A (kristal) kemudian dicuci dengan air agar mudah dipompa ke
puteran kedua. Pada proses pemutaran kedua ini dihasilkan klare A dan gula
SHS I (gula produk). Masequite C pada proses pemutarannya menghasilkan
stroop C dan gula C (kristal). Sedangkan proses pemutaran yang pertama
terhadap masequite D akan diperoleh stroop D (biasa dikenal sebagai tetes
atau molases) dan gula D1 (kristal) yang kemudian ditambah air bersuhu 50
o
ayakan dalam proses penyaringan ini terdiri dari saringan gula produk dan
saringan gula halus yang ukurannya berbeda.
Gula yang tidak tersaring pada saringan gula produk disebut gula krikilan
(gula kasar). Sedangkan gula yang tidak tersarimg pada saringan gula halus
disebut gula produk dan yang tersaring disebut gula halus. Gula krikilan dan
gula halus ditampung dan dilebur lagi untuk dijadikan gula produk. Gula
produk diisikan ke karung plastik dengan bobot kemasan sebesar 50 kg
dimana terdapat 2 lapis kemasan yang dipakai, yaitu berupa kantung plastik
bening sebagai kemasan primer yang berada di dalam karung plastik sebagai
kemasan sekunder. Setelah itu karung dijahit dan dikirim ke gudang.
D. SARANADANPRASARANAPRODUKSIGULAKRISTALPUTIH
a. Bahan Baku
SO2(g)
pada
proses
penguapan
ditambahkan
SO2
untuk
memucatkan warna nira kental dan merubah pH dari 7.2 menjadi 5.5.
Flokulan
phospat. Phospat (P2O5) dalam TSP akan diikat oleh unsur logam Al,
Mn dan Fe yang terdapat dalam batang tebu. Zat ini akan terus terbawa
walaupun telah digiling dan terus terkandung dalam nira
c. Sarana Penunjang
Kebutuhan air dipenuhi dari sumber air sungai Cimanuk. Air dari
sungai Cimanuk disedot dengan memakai 4 buah pompa dengan
debit 3 m3/menit tiap pompa. Air yang dihasilkan sebagian besar
(9395 %) digunakan dalam proses produksi, memenuhi kebutuhan
karyawan dan kantor. Sedangkan sisanya dilairkan ke bejana softener
yang ditambah dengan resin, kemudian digunakan sebagai air pengisi
Daur ulang air ini bertujuan untuk menurunkan suhu air. Air
jatuhan adalah air hasil pengembunan dari kondensor, evaporator,
dan masakan. Air ini tidak mengandung gula dan bersuhu 46 oC. air
ini dipompa melalui pipa air jatuhan ke cooling tower (bangunan
pendingin) yang memiliki 6 buah kipas raksasa penghembus udara,
yang berfungsi untuk mendinginkan air. Kemudian air dijatuhkan
seperti air terjun , melewati hembusan udara dari kipas-kipas itu. Air
yang telah didinginkan bersuhu 39 oC kemudian dipompa oleh
pompa injeksi menuju stasiun masakan, pemurnian dan evaporator
sebagai air injeksi.
Stasiun Instrument Listrik
V. PEMODELAN SISTEM
A. KONFIGURASI MODEL
SISTEM PENGOLAHAN
TERPUSAT
SISTEM MANAJEMEN
DIALOG
Pengguna
Mulai
Analisis menggunakan
Diagram Kendali
Proses
Output:
Mesin dan Peralatan Kritis
Output:
Proses Kritis
B
Gambar 10. Diagram alir deskriptif model SWEETCON.PROSION
Perhitungan Efisiensi
Absolut
Perhitungan Efisiensi
Relatif
Output:
1. Efisiensi absolut
teknis
2. Efisiensi absolut
ekonomis
Output:
Efisiensi relatif per
indikator
Input:
Elemen-elemen faktor
Elemen-elemen sub faktor
Alternatif pengendalian
Penentuan prioritas tiap elemen dengan
metode AHP
Output: Bobot masing-masing elemen faktor
untuk alternatif pengendalian proses produksi
Selesai
Gambar 10. Diagram alir deskriptif model SWEETCON.PROSION (Lanjutan)
* Process (proses)
Stor_2
Data Store
External Entity
External Entity digunakan sebagai sumber data yang digunakan pada
model
Flow_4
sistem.
Diagram arus data (data flow diagram/DFD) digunakan untuk
menggambarkan suatu sistem secara logika tanpa melihat lingkungan fisik
data tersebut mengalir atau lingkungan fisik dimana data tersebut disimpan.
DFD menggambarkan arus data secara terstruktur serta merupakan
dokumentasi yang baik di dalam sistem. Aliran informasi keseluruhan sistem
digambarkan oleh DFD. DFD level 0 pada Sistem Penunjang Keputusan
Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal (Gambar 11) menggambarkan
garis besar hubungan antara pelaku dan pengguna sistem yang terdiri dari
Kepala Bagian SDM, Pemerintah, dan juga para pakar ataupun auditor yang
terlibat dalam industri pergulaan.
Pakar
Pemerintah
Kebijakan
Data Jenis dan Jumlah Karyawan
SWEETCON_PROSION
Kepala Bagian
Instalasi
_
Data Mesin dan Peralatan Proses
Data Atribut Komponen Proses
Manajer SDM
Data Keuangan
Kepala Bagian
TUK
mengetahui
proses-proses
yang
terjadi
di
dalam
sistem
Kepala
Bagian
Pabrikasi
2
Perhitungan
batas keragaman
proses
1
Pemantauan
proses
briks_pol_HK
15
kualifikasi
Penentuan
kriteria
penilaian
Hasil penilaian
komponen kritis
2
ECR
Kebijakan
Penentuan
kriteria faktor
pairwise horisontal
Pembobotan
faktor
AHP
Manajer SDM
14
Penentuan
atribut efisiensi
produksi
Hasil bobot
faktor tiap stasiun
5
Bobot faktor
Identifikasi faktor
pendukung kekritisan
proses
11
10
*
8
Bobot kriteria
Pairwise vertikal
Perhitungan
efisiensi absolut
pembobotan
Penilaian
kekritisan
komponen
Kepala
Bagian
Instalasi
Pemerintah
1
Deviasi proses
6
Penentuan
indikator
komponen
Penilaian
kemampuan
proses
SPC
12
Penyusunan
hirarki SPK
Pairwise
Pemilihan
alternatif
pengendalian
Kabag TUK
Pakar
Perhitungan
efisiensi relatif
Data keuangan
13
16
Hasil pemilihan
pengendalian stasiun proses
Hasil perhitungan
efisiensi produksi
C. KERANGKA MODEL
1. Sistem Pengolahan Terpusat
pada
setiap
submodel
pada
paket
program
yang bobotnya besar. Bobot yang didapat dari data kemampuan proses ini
merupakan salah satu kriteria dalam basis data untuk pengendalian proses.
Basis data bobot dan kriteria mesin dan peralatan juga sama
dengan data kemampuan proses, yaitu nantinya menghasilkan bobot yang
akan digunakan sebagai salah satu kriteria dalam basis data bobot dan
kriteria pengendalian proses. Pada basis data bobot dan kriteria mesin dan
peralatan terdiri dari input bobot dari kriteria keamanan, life support,
commercial, keandalan (realibility), vendor availability, spare part lead
time, Applicability of Condition Monitoring Technique, mean down time,
jam henti, dan kapasitas. Beberapa kriteria tersebut ada yang terbagi lagi
menjadi beberapa sub kriteria dengan input bobotnya masing-masing.
Basis data input efisiensi teknis, data output efisiensi teknis, data
input efisiensi ekonomis, dan data output efisiensi ekonomis digunakan
untuk pengukuran kinerja perusahaan. Dari input dan output secara teknis
tersebut didapatkan hasil efisiensi kinerja perusahaan secara absolut
maupun secara relatif. Indikator yang digunakan dalam pengukuran
efisiensi didasarkan pada duabelas indikator Barbiroli, tetapi yang
digunakan pada penelitian ini hanya lima indikator yang pemilihannya
disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Kelima indikator tersebut adalah
Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE), Efisiensi
Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE), Efisiensi Lingkungan
Produk Akhir (Final Product Environmental Efficiency : FPEE), Efisiensi
Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment Static Operating Efficiency :
ESOE), dan Efisiensi Masukan (Input Efficiency : IE).
tahapan
proses.
Data-data
tersebut
kemudian
dianalisa
data input teknis, data input ekonomis, data output teknis, dan data
output ekonomis. Pengolahan data pada sub model efisiensi relatif
ini menggunakan bantuan aplikasi program DEA for Windows yang
terintegrasi
di
dalam
sistem
penunjang
keputusan
SWEETCON.PROSION.
d) Model SPK Pengendalian Proses Produksi
Model SPK pengendalian proses produksi merupakan model
yang dirancang untuk para pengambil keputusan dalam menentukan
tahapan proses mana yang paling kritis dan potensial untuk
dikendalikan pada kegiatan pengolahan gula kristal putih di PT Pabrik
Gula Jatitujuh. Model ini yang diolah menggunakan metode Analitical
Hierarchy Process (AHP) dan dengan bantuan aplikasi program
Expert Choice 2000. Pada model SPK pengendalian proses produksi
Pengembangan
Kegunaan
Keterangan
Alat utama
Pengembang utama
SWEETCON.PROSION
Pengembang utama
Alat analisa utama
Alat Bantu
Alat utama
diimplementasikan
dalam
sebuah perangkat lunak Microsoft Visual Basic 6.0 yang menghasilkan sebuah
file proyek dengan ekstensi file*.vbp. Dalam satu file ekstensi terdapat
beberapa file form dengan ekstensi *.frx. File proyek dapat dijalankan dengan
melakukan kompilasi sehingga terbentuk file bereksistensi *.exe. File proyek
yang telah dikompilasi bernama SWEETCON.exe.
Sistem ini memiliki beberapa fasilitas tambahan di luar sistem yaitu
integrasi dengan program aplikasi Minitab 13.0, Expert Choice 2000 dan DEA
for Windows. Sistem manajemen basis data dibuat dengan menggunakan
Microsoft Excell yang diintegrasikan dengan Microsoft Visual Basic 6.0.
Sistem yang dirancang bersifat stand alone yaitu hanya dapat dibuka pada
komputer yang telah memiliki instalasi Microsoft Visual Basic 6.0, Minitab
13.0, Expert Choice 2000 dan DEA for Windows. Sistem manajemen basis
data terintegrasi di dalam program Microsoft Visual Basic 6.0 dan disimpan
dalam file berekstensi *effabs, dan *eatp.
SWEETCON.PROSION dirancang sebagai program aplikasi untuk
Windows versi 32 bit, artinya SWEETCON.PROSION diharapkan dapat
yang lain dan proses umum produksi gula. Menu kemampuan proses
merupakan model yang diintegrasikan dengan program Minitab 13.0 yang
digunakan untuk memantau variabilitas dan penyimpangan proses, sehingga
nantinya didapat suatu kesimpulan apakah stasiun proses yang dinilai dalam
keadaan terkendali atau tidak.
akonomis akan dihasilkan nilai efisiensi sesuai dengan indikator yang akan
dinilai sehingga para pengambil keputusan dapat memutuskan input atau
output mana yang perlu dikurangi atau ditambahkan untuk meningkatkan
efisiensi produksi. Menu yang terakhir adalah model pengendalian proses
yaitu penyusunan hirarki berdasarkan faktor dan kriteria yang telah
dibobotkan sehingga didapatkan stasiun proses yang paling kritis adalah
stasiun yang perlu mendapat perhatian lebih dan potensial untuk dikendalikan.
pendapat pakar harus dimasukkan lagi pada submenu ECR keseluruhan dan
untuk masing-masing proses.
Pada model efisiensi juga masih terdapat ketidaksempurnaan, yaitu datadata yang diperlukan untuk menyusun input atau output teknis dan ekonomis
harus diolah terlebih dahulu secara manual, baru setelah didapat input dan
output teknis dimasukkan dalam program akan dihasilkan keluaran berupa
tingkat efisiensi untuk masing-masing indikator. Selain itu data harus di
masukkan sebanyak dua kali masing-masing untuk perhitungan efisiensi
produksi secara absolut dan efisiensi produksi secara relatif karena submenu
efisiensi absolut belum terintegrasi dengan submenu efisiensi relatif.
Validasi terhadap sistem dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan suatu alat ukur (instrumen) untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur dimana ukuran tersebut memprediksikan kriteria yang relevan secara
andal (apakah kriteria tersebut sudah jelas). Dalam melakukan validasi atau
yang biasa disebut pengukuran validitas juga perlu memperhatikan bahwa
pengujian tersebut dilakukan secara cukup tepat dan tidak ragu-ragu apa yang
akan diamati (harus ada definisi operasional mengenai variable yang diukur).
Validasi pada SWEETCON.PROSION bertujuan untuk mengetahui
apakah sistem dan model-model yang terdapat di dalamnya dapat dikatakan
sahih atau layak dipergunakan oleh user sasaran. Pengujian validitas
SWEETCON.PROSION terhadap model-model didapatkan bahwa dengan
meng-input data-data yang diperlukan pada tiap model akan didapat keluaran
yang sesuai dengan yang dimaksud.
Validasi model kemampuan proses dilakukan dengan menginput data
produksi akan didapatkan keluaran yaitu besarnya variasi proses dan besarnya
penyimpangan yang terjadi pada tiap proses sehingga dapat diputuskan apakah
proses tersebut berada dalam keadaan terkendali atau tidak terkendali. Model
komponen kritis memberikan keluaran bobot dan nilai kekritisan komponen
yang sebelumnya telah dibobotkan secara perbandingan berpasangan oleh
pada pakar dengan rentang bobot antara 0 sampai dengan 1, sehingga keluaran
nilai kritis yang didapatkan harus sesuai dengan teori yaitu dengan nilai
terkecil 0 dan terbesar adalah 100.
berupa
konsistensi
hasil
perbadingan
berpasangan
dan
oleh
manajemen
berdasarkan
kebutuhan
pelanggan
(http://groups.yahoo.com/group/kasma1).
Pengukuran kemampuan proses merupakan salah satu bagian dari
tahapan pengendalian produksi
bagian analisa. Pengendalian proses produksi ini dilakukan pada beberapa titik
di setiap lini produksi. Analisa kemampuan atau kinerja proses ini dilakukan
dengan bantuan program komputer Minitab 13.0 yaitu dengan melihat
keragaman data selama proses sesuai batas-batas dan standar deviasi yang
berlaku.
Satuan
- Briks nira
mentah
- Pol nira
mentah
- HK nira
mentah
- Kadar sabut
- Imbibisi %
sabut
- Nm%tebu
- Ekstraksi
gula
- HPB Jumlah
- Kapasitas
giling
Rata-Rata
Kesimpulan
Nilai
Standar
Deviasi
(menurut
rata-rata)
Deviasi
(sesuai
spesifikasi)
Keterangan
12,72
12
0,55
6,00
Terkendali
9,77
0,43
8,56
Terkendali
%
%
76,77
15,43
72
14-16
1,50
1,02
6,62
0,00
Terkendali
Terkendali
%
%
191,74
96,37
200
100
18,88
3,04
(4,13)
(3,63)
Terkendali
Terkendali
%
%
94,38
91,75
>96
>90
0,53
0,87
(1,69)
0,00
Terkendali
Terkendali
4000
0,67
3,05
0,00
Terkendali
1,53
Terkendali
TCD
4019,46
pada Tabel 15. dimana didasarkan pada beberapa indikator kinerja stasiun
pemurnian. Penilaian kinerja stasiun pemurnian menunjukkan tingkat
efisiensi stasiun pemurnian cukup baik yaitu sebesar 91.6 persen, tetapi
para pengambil keputusan harus memberikan perhatian lebih pada proses
pemurnian sebelum meneruskan proses menuju stasiun penguapan
mengingat tingkat penyimpangan proses yang hampir mendekati 10
persen.
Satuan
%
%
%
%
Ppm
%
Nilai
12,92
10,18
78,85
1,96
4,03
Standar
12
9
74
2
3
Deviasi
(menurut
rata-rata)
Deviasi
(sesuai
spesifikasi)
Keterangan
0,53
0,41
1,51
0,35
0,13
0,59
7,67
0
0
0
34,33
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Tidak Terkendali
8,40
Terkendali
Satuan
%
%
%
o
C
Rata-Rata
Kesimpulan
Nilai
51,97
43,35
80,00
106,25
Standar
65
52
75-80
100
Deviasi
(menurut
rata-rata)
Deviasi
(sesuai
spesifikasi)
Keterangan
3,87
3,04
1,51
0,71
2,28
0,00
0,00
0,00
0,00
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
0,00
Terkendali
Hasil dari stasiun penguapan adalah nira kental. Kadar air yang
terdapat pada nira encer sebelum masuk stasiun penguapan adalah sebesar
87,08 persen, dan nira kental memiliki kadar air sebesar 48,03 persen.
Efek dari proses penguapan berhasil menguapkan air sebesar 55 persen.
Apabila menurut standar, seharusnya proses penguapan dapat menguapkan
air sebesar 60-70 persen air dalam nira encer. Hal ini menunjukkan bahwa
konstruksi dari pan-pan penguap kurang efektif. Walaupun demikian,
kinerja dari stasiun penguapan sudah efisien sebesar 100 persen melihat
semua parameter standar stasiun penguapan tidak ada yang mengalami
penyimpangan sehingga tidak perlu dilakukan tindakan pengendalian oleh
para pengambil keputusan dan proses dapat tetap dilanjutkan ke proses
masakan. Apabila konstruksi pan-pan penguap bekerja lebih efektif akan
dapat meringankan kerja stasiun masakan.
4) Stasiun Masakan
Satuan
- Briks masakan A
- Pol masakan A
- HK masakan A
- Purity drop
Rata-Rata
Kesimpulan
%
%
%
Nilai
93,00
80,40
86,33
13,09
Standar
93-94
79
85
10-15
Deviasi
(menurut
rata-rata)
0,41
1,77
2,12
Deviasi
(sesuai
spesifikasi)
0,00
0,00
0,00
0,00
Keterangan
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
2,28
0,00
Terkendali
5) Stasiun Putaran
Satuan
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
Nilai
Standar
99,64
98,86
99,23
0,36
80,38
58,88
73,24
90,22
30,06
33,32
3,8
99,97
99,85
99,88
1,00
83
54
65-70
80
28-30
30-33
2,5
Deviasi
(menurut
rata-rata)
0,00
0,7
0,00
0,24
1,75
1,51
2,09
1,25
0,68
0,56
1,2
2,28
Deviasi
(sesuai
spesifikasi)
(0,33)
(0,99)
(0,65)
0
(3,16)
9,04
4,63
0
7,36
0,97
52
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Tidak Terkendali
6,26
Terkendali
Keterangan
Walaupun
demikian,
para
pengambil
keputusan
perlu
pada masing-masing kriteria dan indikator pada setiap mesin dan peralatan
masing-masing proses. Bobot yang didapatkan tersebut menunjukkan tingkat
kekritisan mesin dan peralatan baik dalam suatu stasiun proses maupun antar
stasiun proses. Selain menggunakan bobot yang diberikan oleh para pakar,
penilaian komponen kritis ini juga menggunakan data primer yang berasal dari
musim giling sebelumnya. Apabila pada masing-masing stasiun diketahui
kriteria yang paling kritisnya, hal tersebut dapat menjadi dasar para pengambil
keputusan dalam menyusun jadwal pemeliharaan dan perbaikan mesin dan
peralatan baik diluar masa giling maupun dalam masa giling.
Terjadwalnya kegiatan perawatan mesin dan peralatan akan dapat
menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama proses, dan
dapat segera cepat melakukan tindakan pengendalian mesin apabila terjadi
penghentian
proses
karena
telah
dipersiapkan
komponen-komponen
pendukung untuk segala kemungkinan kerusakan yang terjadi pada mesin dan
pembobotan
kriteria
dengan
metode
AHP
dilakukan,
tersebut tidak mungkin terjadi, tetapi bila nilainya 100 maka kondisi itu sangat
mungkin terjadi.
Data pembobotan indikator kemudian dipecah kedalam data komponen
dan disusun berdasarkan kriteria yang berhubungan. Data tersebut kemudian
diolah dengan rumus ECR, yaitu:
b N
k
ECR =
i =1
dimana:
bi
Ni
I D , dimana Ii
n
Ni
i =1
Kriteria
Bobot
Gilingan
Pemurnian
Penguapan
Masakan
Putaran
Keamanan
0,0900
0,0740
0,0810
0,0840
0,0850
Life Support
0,0750
0,0640
0,0720
0,0730
0,0780
Commercial
0,0980
0,1010
0,1040
0,1050
0,1030
Keandalan
0,1220
0,1490
0,1300
0,1300
0,1300
Vendor Availability
0,1030
0,1130
0,1110
0,1030
0,1110
0,0890
0,0760
0,0860
0,0840
0,0920
Applicability of condition
monitoring technique
0,1310
0,1400
0,1230
0,1250
0,1290
0,1020
0,0980
0,0980
0,0960
0,0950
Jam henti
0,0709
0,0600
0,0750
0,0710
0,0550
10
Kapasitas
0,1100
0,1260
0,1210
0,1290
0,1210
81,49
75,80
79,69
76,59
72,64
terlihat pada Tabel 19. Kedua adalah kriteria keandalan mesin sendiri
memiliki bobot sebesar 0,1220; kemudian kriteria kapasitas yaitu besarnya
kapasitas giling akan mempengaruhi kecepatan dan efisiensi stasiun
gilingan dengan bobot sebesar 0,1100. Kemudian diikuti oleh faktor-faktor
lainnya. Hal ini juga didukung oleh jumlah jam henti pada musim giling
tahun 2006 oleh jumlah jam henti mesin gilingan yang paling tinggi
dibandingkan dengan stasiun lainnya, yang menunjukkan tingkat
kerusakan mesin dan peralatan proses paling tinggi. Selain ditentukan oleh
masing-masing bobot kriteria, kekritisan komponen juga dipengaruhi oleh
bobot dari indikator masing-masing kriteria yang secara lebih rinci dapat
dilihat pada Lampiran 14.
6) ECR Total
Pada hasil akhir perhitungan komponen kritis, didapatkan nilai ECR
total masing-masing komponen dan dari perhitungan tersebut diketahui
bahwa komponen pendukung proses produksi yang paling kritis adalah
stasiun gilingan dengan nilai ECR total sebesar 81,49. Komponen kritis ke
dua adalah stasiun penguapan dengan nilai ECR total sebesar 79,69
kemudian berturut-turut stasiun kristalisasi (masakan) dengan nilai ECR
total sebesar 72,05; stasiun pemurnian dengan nilai ECR total sebesar
71,30; dan yang terakhir adalah stasiun sentrifugasi (putaran) yang
memiliki nilai ECR total sebesar 70,55. Semakin banyak jam henti mesin
atau komponen suatu stasiun, akan semakin kritis komponen tersebut.
Untuk itu tujuan utama perhitungan komponen kritis ini adalah agar
perusahaan dapat mengetahui komponen mana yang paling kritis dan
dapat memperbaiki sistem pemeliharaan dan perawatan komponen
pendukung proses baik di luar masa giling maupun selama masa giling.
pada
setiap
pabrik
gula
(http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0407/10/Fokus/1138684.htm).
Penelitian ini hanya menggunakan lima indikator efisiensi proses
produksi dari dua belas indikator Barbiroli. Pemilihan indikator ini dilakukan
berdasarkan atas penyesuaian dengan ruang lingkup penelitian dan kondisi
proses produksi di perusahaan.
Pengukuran ini
Parameter
jumlah bahan baku yang masuk proses (berat
hablu dalam ton tebu)
rata-rata kadar air tebu (%)
jumlah bahan baku tanpa air (ton)
Nilai
53.662,5
25,97
39726,35
Tabel 22. Data yang diperlukan untuk output efisiensi teknis siklus bahan baku
Parameter
jumlah produk gula kristal yang keluar proses (ton)
rata-rata kadar air produk gula kristal (%)
jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk
jadi (ton)
Nilai
37.974,21
0,03
37.962,82
Parameter
Input (ton)
Output (ton)
Efisiensi (%)
Nilai
39726,35
37.962,82
95,56
Output
Solar (kg)
KIDO (ton)
Jumlah Energi
Jumlah Energi (kcal)
250
218.562
2.477.217,19
1.863.629.697,35
1.902.230.298,90
TEP (kcal)
Keterangan :
KLP
Ampas (ton)
168.099,4
36.123.384,36
Input
Jumlah Energi
Jumlah Energi (kcal)
TEPrsh (kcal)
KSP (liter)
311.851,95
2.681.926.778,11
KIDO (ton)
218.562
1.863.629.697,35
4.581.679.859,83
Ampas (ton)
168.099,4
36.123.384,36
Keterangan :
KSP
KIDO
Parameter
Input (kcal)
Output (kcal)
Efisiensi (%)
Nilai
4.581.679.859,83
1.902.230.298,90
41,52
Hasil perhitungan
Jenis Biaya
Biaya Solar (Rp)
Biaya IDO (Rp)
Biaya Ampas (Rp)
Total Biaya (Rp)
Nilai
1.540.699
999.846.000
58.069.000
1.059.455.699
Jenis Biaya
Biaya Solar (Rp)
Biaya IDO (Rp)
Biaya Ampas (Rp)
Total Biaya (Rp)
Nilai
1.923.419.000
999.846.000
58.069.000
2.981.334.000
Parameter
TEP
(KWH)
TEPrsh (KWH)
tedk
(%)
Nilai
1.902.230.298,90
4.581.679.859,83
58,48
Keterangan :
TEP
1 - TEP_
1 - TEPrsh
TEP .
TEPrsh
Dari perbandingan penggunaan energi untuk proses produksi
untuk
Parameter
Biaya total energi perusahaan (Rp)
tedk (%)
BTEKA (Rp)
Nilai
2.981.334.000,00
58,48
1.743.538.248,34
Keterangan :
tedk
Parameter
Input (Rp)
Output (Rp)
Inefisiensi (%)
Nilai
2.981.334.000 x 41,52%
1.743.538.248,34
1,41
Parameter
Jumlah bahan baku masuk proses (ton)
Jumlah bahan baku tanpa air (ton)
Jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk
jadi (ton)
Sisa bahan baku yang terkandung dalam produk
(ton)
Nilai
522.386,3
386.722,58
37.962,82
12.110,14
Parameter
Input (kg)
Output (kg)
Efisiensi (%)
Nilai
37.962,82
12.110,14
31,90
Parameter
Input (Rp)
Output (Rp)
Inefisiensi (%)
Nilai
22.403.669.000
163.000.191.000
73
Parameter (jam)
1. Waktu kerja optimal peralatan (jam/hari): (input)
2. Waktu kerja aktual peralatan (jam/hari): (output)
3. Waktu Henti peralatan
Efisiensi (%)
Perhitungan
efisiensi
tersebut
Nilai
24
21,52
1,86
92,25
menunjukkan
bahwa
perkalian antara waktu henti, gaji pekerja per jam dan jumlah
pekerja. Perhitungan disajikan pada Tabel 36.
Tabel 36. Perhitungan efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis
Parameter
Waktu henti (jam)
Gaji pekerja per hari (Rp)
Gaji pekerja per jam (Rp)
Jumlah pekerja @shift (orang)
Biaya tambahan (Rp) (output)
Biaya pengoperasian (Rp) (input)
Efisiensi (%)
Nilai
218,92
10.824,59
1.353,07
81
23.993.420
27.637.202.000
0,087
e. Efisiensi Masukan
1) Efisiensi teknis masukan
Nilai efisiensi teknis masukan didapatkan dari perbandingan
antara jumlah optimal lead time per kg dari produk sebagai output
teknis dengan total lead time aktual per kg dari produk sebagai
input teknis. Lead time optimal per kg didapatkan dari hasil
pembagian antara lead time selama satu periode dengan jumlah
produksi optimal, sedangkan lead time aktual per kg didapatkan
dari hasil pembagian antara lead time selama satu periode dengan
jumlah produksi aktual. Perhitungan dapat dilihat pada Tabel 37
dan 38.
Tabel 37. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi teknis input
Parameter
Jumlah produksi optimal (ton/hari)
Jumlah produksi aktual (ton/hari)
Lead time selama satu periode (jam)
Lead time optimal per ton (menit)
Lead time aktual per ton (menit)
Nilai
8791,2
3898,53
0,006
0,16
0,37
Keterangan :
Perhitungan lead time selama satu periode mempertimbangkan :
1 periode = 15-16 hari
1 hari
= 24 jam kerja
Tabel 38. Efisiensi teknis masukan
Parameter
Input (menit)
Output (menit)
Efisiensi (%)
Nilai
0,37
0,16
43
ekonomis
masukan
didapatkan
dengan
cara
Parameter
Biaya produksi optimal per ton (Rp)
Biaya produksi aktual per ton (Rp)
Nilai
13.642,22
30.763,29
Input (Rp)
Output (Rp)
Efisiensi (%)
Nilai
13.642,22
17.121,07
125,5
i = 2 (aspek ekonomis)
Indikator
100
43,45
57,97
100
100
akhir
tidak
efisien
secara
relatif.
Aplikasi
program
yang
terkandung
dalam
produk
jumlahnya
masih
sedikit
logis dan
Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ini yang merupakan fokus atau
tujuan pengambilan keputusan adalah identifikasi faktor pengendalian proses
produksi.
Pengendalian proses dalam sistem penunjang keputusan pengendalian
proses produksi gula kristal mencakup seluruh faktor yang berdampak
terhadap proses seperti parameter proses, peralatan, bahan, personil dan
kondisi lingkungan proses. Faktor dalam kasus ini dapat disebut juga sebagai
kriteria dalam pengambilan keputusan secara umum. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam kriteria antara lain:
manajemen;
dan
faktor
eksternal.
Untuk
mengidentifikasi
hirarki.
Gambar 23. Diagram Sebab Akibat Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal
faktor pendukung proses produksi gula kristal putih yaitu mesin dan peralatan;
kemampuan proses; SDM; manajemen; dan faktor eksternal.
Tingkat tiga merupakan penjabaran dari tingkat dua atau disebut kriteria
faktor, yang terdiri dari kriteria yang berbeda-beda untuk masing-masing
faktor. Faktor mesin dan peralatan didukung oleh sepuluh kriteria, yaitu (1)
keamanan, (2) life support, (3) commercial, (4) keandalan, (5) vendor
availability, (6) spare part lead time, (7) applicability of condition monitoring
technique, (8) mean down time, (9) jam henti, (10) kapasitas.
Faktor kemampuan proses ditunjukkan oleh brik, pol dan HK dari
masing masing tahapan proses, sedangkan faktor SDM terdiri dari
ketrampilan; pengetahuan; pengalaman; kedisiplinan; dan tanggung jawab dari
para personel yang terlibat selama proses produksi berjalan. Faktor
manajemen memiliki kriteria kebijakan dan tujuan mutu; SOP (standar
operasional prosedur) yang baku; dan fasilitas produksi, sedangkan faktor
eksternal terdiri dari kriteria kebijakan pemerintah; daya tawar petani yang
tinggi; dan daya saing produk impor.
Masing-masing stasiun terdiri dari proses-proses yang berbeda, dan
proses produksi gula kristal putih berjalan secara kontinyu. Secara berurutan
proses pembentukan gula kristal dimulai dari stasiun gilingan, kemudian
pemurnian, penguapan, kristalisasi, dan yang terakhir putaran. Walaupun
kuantitas dan kualitas gula kristal sebesar 60-75 persen ditentukan oleh
kualitas bahan baku tebu, tetapi sisanya adalah pengaruh inefisiensi pabrik
untuk menekan kehilangan gula agar dihasilkan rendemen yang tinggi.
Apabila pada salah satu proses terdapat kondisi yang tidak sesuai dengan
parameter yang ditetapkan, hal itu berarti proses berada dalam keadaan tidak
terkendali yang dapat menyebabkan keseluruhan proses terhenti. Struktur
hirarki identifikasi faktor pengendalian proses produksi gula PG Jati Tujuh
dan pembobotannya dapat dilihat pada Gambar 24.
Faktor
Mesin dan peralatan
Kemampuan proses
SDM
Manajemen
Eksternal
Rasio Inkonsistensi
Bobot
Prioritas
0,359
0,272
0,174
0,121
0,074
1
2
3
4
5
0.02
Faktor
Kriteria Faktor
Keamanan
Life Support
Commercial
Keandalan
Vendor Availability
Mesin dan
Spare Part Lead Time
peralatan
Applicability of Condition
Monitoring Technique
Mean Down Time
Jam henti
Kapasitas
Briks
Kemampuan
Pol
Proses
HK
Ketrampilan
Pengetahuan
SDM
Pengalaman
Kedisiplinan
Tanggung jawab
Kebijakan dan tujuan mutu
Manajemen SOP yang baku
Fasilitas proses
Kebijakan pemerintah
Daya tawar petani yang
Eksternal
tinggi
Daya saing produk impor
Bobot
Prioritas
0,0300
0,0202
0,0319
0,0550
0,0312
0,0332
1
2
4
3
8
6
0,0405
0,0330
0,0250
0,0595
0,0906
0,0906
0,0906
0,0263
0,0246
0,0249
0,0578
0,0403
0,0349
0,0315
0,0542
0,0309
7
9
10
1
1
1
2
5
4
1
3
1
2
3
1
0,0223
0,0208
Rasio
Inkonsistensi
0,05
0,00
0,03
0,01
0,02
Fokus
Faktor
Kriteria
Faktor
Alternatif
Pengendalian
Keamanan
(0.0534)
(0.0300)
Life Support (0.0434)
(0.0202)
Commercial (0.022)
(0.0319)
Keandalan
(0.0550)
(0.034)
Vendor availability
(0.0312)
(0.0179)
Spare Part Lead Time
(0.0332)
(0.0199)
Applicability of Condition
Monitoring Technique
(0.0405)
(0.0216)
Mean Down Time
(0.0330)
(0.0187)
Jam henti
(0.016)
(0.0250)
Kapasitas
(0.0595)
(0.0158)
Kemampuan Proses
0.272
0.246
- Briks (0.0819)
(0.0906)
- Pol (0.
(0.0819)
0906)
- HK (0.0819)
(0. 0906)
Proses
Pemurnian
(0.239)
(0.194)
SDM
0.242
0.174
- Ketrampilan
(0.0263)
(0.0506)
- Pengetahuan
(0.0246)
(0.0385)
- Pengalaman
(0.0249)
(0.0411)
- Kedisiplinan
(0.0578)
(0.0658)
- Tanggung jawab
(0.0403)
(0.0459)
Proses
Penguapan
(0.216)
(0.202)
Manajemen
0.121
0.184
Eksternal
0.074
0.065
- Kebijakan dan
tujuan mutu (0.349)
- (0.0892)
SOP yang baku
- SOP
(0.0315)
yang baku
- (0.0491)
Fasilitas proses
- Fasilitas
(0.0542) proses
(0.0456)
- Kebijakan
pemerintah (0.033)
- Daya
(0.0309)
tawar petani
- tinggi
Daya tawar
(0.0164)
petani
- Daya
tinggisaing
(0.0223)
- perusahaan
Daya saing lain
perusahaan lain
(0.0156)
(0.0208)
Proses
Kristalisasi
(0.148)
(0.208)
Gambar 32.
25. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal
Proses
Sentrifugasi
(0.089)
(0.183)
efisien tidaknya suatu pabrik gula. Seperti yang diungkapkan Ketua Umum
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil, industri gula
belum efisien karena manajemen kurang baik dan teknologi masih lemah.
Kebanyakan pabrik gula memiliki karakter manajemen yang merupakan
kombinasi antara gaya feodalistik dipadu dengan paternalistik badan usaha
milik negara, dengan demikian akan makin mempersulit upaya revitalisasi dan
restrukturisasi industri gula dalam negeri (http://www.kompas.com/kompascetak/0407/10/Fokus/1138684.htm).
Kebijakan dan tujuan mutu yang ingin dicapai oleh manajemen
perusahaan akan mengatur segala sesuatu yang menyangkut kegiatan
produksi, sehingga arah yang ingin dicapai perusahaan jelas kemudian
didukung oleh adanya SOP yang baku maka proses harus sedapat mungkin
berjalan sesuai dengan yang tercantum dalam SOP. Fasilitas proses juga
merupakan dukungan manajemen untuk mencapai tujuan mutu proses dan
produk yang dikehendaki.
pemerintah
membuat
perusahaan
terpacu
untuk
selalu
besar
pengaruhnya
terhadap
kelangsungan
proses.
B. IMPLIKASI MANAJERIAL
Sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal
(SWEETCON.PROSION) ini diharapkan dapat membantu dan mempermudah
dalam pemantauan kegiatan proses produksi gula kristal baik dari
kemampuan/kinerja proses masing-masing stasiun maupun dari mesin dan
peralatan masing-masing stasiun. Informasi yang dihasilkan oleh sistem
penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal berguna bagi
pihak perusahaan terutama bagi bagian pabrikasi dan instalasi. Bagi Pabrik
Gula Jati Tujuh, informasi hasil keluaran model pada SWEETCON.PROSION
berguna bagi General Manajer, kepala pabrikasi, dan kepala bagian instalasi
dalam memantau proses yang terjadi pada setiap stasiun serta dapat segera
melakukan tindakan pengendalian apabila dalam proses terlihat adanya
penyimpangan atau bagi pihak instalasi dapat segera mempersiapkan suku
pendukung proses. Model yang menggunakan metode AHP ini dapat selalu di-
dan
faktor
eksternal.
Sistem
penunjang
keputusan
yang
mempengaruhi
proses.
Dari
pembobotan
kriteria
B. SARAN
pendukung
proses
seperti
yang
terdapat
pada
sistem
DAFTAR PUSTAKA
Abduh.Abduh, M. 1999. Aplikasi Model Program Sasaran pada Optimasi
Produksi Gula di Pabrik Gula Takalar Sulawesi Selatan. Tesis. Program
Pasca Sarjana, IPB
Adiyatna dan Marimin. 2001. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol XII
No.I.
__________. 1994. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar
Swadaya, Jakarta
Ariani, D. W. 1999.Manajemen Kualitas. Andi Offset, Jakarta
Assauri. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
Barbiroli, R. 1996. New Indicators for Measuring The Manifold Aspects of
Technical and Economics Efficiency of Production Processes and
Technologies. J. Tech-Inovation Vol 16 (9): 191:203
Cahyadi. 2005. Model Penilaian Cepat Kinerja Industri Gula. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Charnes, A. W. W. Cooper dan Rhodes. 1978. Measuring The Efficiency of
Decision Making Units. J. Operation Research Vol. 2: 429-444
Charnes, A. W. W, A. Y. Lewin dan L. M. Seiford. 1994. Data Envelopment
Analysis : Theory, Methodology and Application. Kluwer Academic
Publishers, Boston.
Emrouzenad, A. 1999. Tutorial in DEA. http://www.DEAZone.com
Eriyatno. 1998. Analisa Sistem Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi, Institut Pertanian Bogor
Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen.
IPB Press, Bogor
Fink, S. 1986. Crisis Management, Planning
for Inevitable. American
Management Association. New York, USA
Gautara dan Wijandi. 1973. Dasar Pengolahan Gula I dan II. Departemen
Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor
Hendra dan Maseleno. 2004. http://www.ies.eepis-its.edu/ies2004paper/48.pdf
Juwita.Juwita, M. 2006. Kajian Strategi Peningkatan Kualitas Proses dan Produk
Teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, Cisarua Bogor.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kroenke, D. 1989. Management Information System. McGraw-Hill, New York
Lipsey, R. 1987. Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi Kedelapan. Jilid I. Erlangga,
Jakarta.
LAMPIRAN
DIREKSI
PT. PG RAJAWALI II
GENERAL MANAGER
Kepala Tanaman I
Kabag TU & K
Kasie keuangan
Kasie Akuntansi
Kep. Gd. Material
Kep. Gd. Hasil
Kabag Instalasi
Staf Instalasi
Kabag Pabrikasi
Staf Pabrikasi
Kepala Tanaman II
Kepala Tanaman II
HTO/SKK
HTO/SKK
Staf Tanaman
Staf Tanaman
Kepala Unit
Kabag
Mekanisasi
Staf
Mekanisasi
Kep.
Tebang/Angkut
Kep. BST
Staf
Tebang/Angkut
Staf BST
STRUKTUR ORGANISASI
KARYAWAN PIMPINAN PT. PG RAJAWALI II
UNIT PG JATITUJUH
TAHUN 2005
36 ma ta pisa u
600 rpm
Pemotong
Tebu
Tebu 10 c m
72 m ata pisau
Ca ca han
600 rpm
tebu 3 - 5 c m
Unigrator
4,03 ton
pol 2,20 %
Gilingan
Brix 12,86 %
pol 9,26 %
HK 72,0 %
pH 5,6
Ampas
33,76 ton
brix 3,78 %
pol 2,42 %
Pemurnian I
Blotong
Penguapan
Nira kental 18,24 ton
brix 60,47 %
pol 45,67 %
HK 75,5 %
pH 6,5
GULA SHS
Masakan dan
Putaran
6,27 ton
brix 99,97 %
pol 99,86 %
pol 99,9 %
Molasses
3,85 ton
brix 92,30 %
pol 30,40 %
HK 32,9 %
Pemurnian II
Brix 57,97 %
pol 44,57 %
HK 76,9 %
pH 5,7
Air
23,16 ton
Air Im bibisi
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Luas
8.088
8.911
8.042
6.834
7.275
7.575
Tebu ton/Ha
67.7
59.5
35.2
62.5
71.4
73.5
Rendemen
5.17
4.94
6.46
7.4
7.6
7.8
Gula (ton)
28.406
26.266
18.325
31.701
39.587
43.221
3.51
2.95
2.28
4.64
5.45
5.73
5.47802
5.3012
5.196486
5.56762
Gula ton/ha
Tebu (Juta ku)
2.828142
4.271106
TAHUN
Tempat Pemakaian
Fungsi
Keterangan
Meja Tebu
Stasiun Pendahuluan
Cane Carrier
Stasiun Pendahuluan
Pisau Tebu
Stasiun Pendahuluan
Memotong/memperkecil tebu menjadi bagianbagian yang lebih pendek agar memudahkan proses
selanjutnya di unigrator
Unigrator
Stasiun Pendahuluan
Stasiun Pendahuluan
Belt Conveyor
Stasiun Pendahuluan
Stasiun Gilingan
Memerah nira dalam tebu (sabut tebu) sebanyakbanyaknya melalui proses penekanan
Turbin Gilingan
Stasiun Gilingan
Menggerakkan gilingan
Hydraulic Gilingan
Stasiun Gilingan
Elektromotor gilingan
Stasiun Gilingan
Menggerakkan gilingan
10
penekanan
gilingan
No
11
Intermediate Belt
Conveyor
Stasiun Gilingan
12
Cush-Cush Elevator
Stasiun Gilingan
13
Stasiun Pemurnian
14
Pemanas Nira
Stasiun Pemurnian
15
Defekator
Stasiun Pemurnian
16
Bejana Sulfitasi
Stasiun Pemurnian
17
Profloc Tower
Stasiun Pemurnian
18
Clarifier/Bejana
Pengendap
Stasiun Pemurnian
19
Stasiun Pemurnian
Memisahkan/menapis
kotoran
dari
nira
menghasilkan nira jernih dan blotong secara
kontinu dengan memakai prinsip penyaringan
Bagian utama dari alat ini terdiri dari suatu silinder yang
berputar (tromol) dan dilapisi dengan saringan halus yang
terbuat dari stainless steel dengan jumlah lubang 625 per m2
dengan diameter 0,5 mm. Silinder dari RVF terbagi menjadi 24
segmen yang dihubungkan dengan instalasi vakumtinggi (4045 CmHg) dan vakum rendah (10-15 CmHg). Alat ini
dilengkapi dengan pipa pemberi air panas, bak penampung nira
kotor, dan skraper karet
20
Bagacillo Mixer
Stasiun Pemurnian
21
Stasiun Pemurnian
22
Evaporator / badan
penguap
Stasiun penguapan
23
Kondensor
Stasiun penguapan
24
Penangkap nira
Stasiun penguapan
dan pemasakan
25
Pan masakan
Stasiun pemasakan
26
Palung pendingin
Stasiun pemasakan
27
Stasiun putaran
28
Stasiun putaran
29
Talang goyang
Stasiun penyelesaian
30
Stasiun penyelesaian
31
Stasiun penyelesaian
32
Blower
Stasiun penyelesaian
33
Cyclone Separator
Stasiun penyelesaian
34
Sugar Malter
Stasiun penyelesaian
35
Stasiun penyelesaian
36
Belt Conveyor 1
Stasiun penyelesaian
Bahan karet
37
Stasiun penyelesaian
38
Stasiun penyelesaian
39
Stasiun penyelesaian
Bahan karet
40
Sugar Hopper
Stasiun penyelesaian
41
Stasiun penyelesaian
42
Carrier Gula
Stasiun penyelesaian
43
Belt Conveyor II
Stasiun penyelesaian
TEBU
PENGGILINGAN
AMPAS
(BAGASSE)
NIRAMENTAH
PEMURNIAN
BLOTONG
(FILTERCAKE)
NIRAJERNIH
KEHILANGAN
GULA
PEMASAKAN
NIRAKENTAL
KRISTALISASI
GULAPASIR
TETES
(MOLASSES)
Satuan
Persyaratan
GKP 1
GKP 2
GKP 3
Warna kristal
Min, 70
Min, 65
Min, 60
Warna larutan
IU
Maks, 250
Maks, 350
Maks,450
mm
0,8 1,2
0,8 1,2
0,8 1,2
Susut
% b/b
Maks, 0,1
Maks, 0,15
Maks, 0,2
pengeringan
Min, 99,6
Min, 99,5
Min, 99,4
Maks, 0,10
Maks, 0,15
Maks, 0,20
%b/b
Maks, 0,10
Maks, 0,15
Maks, 0,20
Maks, 5
Maks, 5
Maks, 5
mg/kg
Maks, 30
Maks, 30
Maks, 30
Cemaran logam:
mg/kg
Maks, 2,0
Maks, 2,0
Maks, 2,0
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks, 2,0
Maks, 2,0
Maks, 2,0
Tembaga
mg/kg
Maks, 1,0
Maks, 1,0
Maks, 1,0
Gula pereduksi
(Cu)
Arsen (As)
Tahun Giling
Uraian
Luas (Ha)
Tebu (Ton/Ha)
Jumlah Tebu (Ku)
2004
2005
2006
2007
2008
7150
7450
7800
8000
8200
675
700
725
750
775
4826250 5215000
5655000
6000000 6355000
Rendemen (%)
7,60
7,70
7,85
8.00
8,10
Hablur (Ku/Ha)
51,3
53,9
56,91
60
62,78
366795
401555
443918
480000
514755
Gula/Ha (Ku/Ha)
51,45
54,06
57,08
60,18
62,96
367895
402760
445249
481440
516299
Inclusive
3800
3900
4350
4500
4500
Exclusive
Jumlah Hari Giling
(hr)
4000
4200
4800
5000
5000
127
134
130
133
141
Persentase
12,03
1,98
24,03
1,44
26,42
2,39
23,91
7,52
1,36 x 10-6
100
Uraian
Sat
1.
2.
3.
Ton
Ton
Jam
Jam
Jam
Ltr
%
%
%
%
%
%
%
%
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
12
Real
2004
Real
2005
AP/Sasaran
2006
3.755,4
4.171,7
3.387,1
3.888,4
4300
4400
11,50
170,25
1.652.300
60,87
91,56
92,56
94,77
95,22
2,02
49,40
0,67
136,50
366,92
2.240.988
59,84
89,42
90,42
92,65
95,28
2,54
49,10
0,65
4%
6%
1.140.000
61.11
91.79
92.81
95.11
95.11
2.0
50
0.65
%
18.30
36.86
4.87
10.04
4.78
3.78
7.57
1.66
21.55
2. Menekan jam
berhenti gil 6%
ACTION PLAN
- Mengupayakan keajegan
gil 3A (Ajeg, Antep,
Anteng)
- Optimalisasi operasional
truk tipper + side carrier
- Optimalisasi perawatan +
maintenance dlm pabrik
- Peremajaan/replacement
mesin/alat yg sudah
aus/rusak karena
pemakaian
- Optimalisasi preventive
maintenance
3. Minimal pemakaian
BBM/IDO dgn
sasaran 0,15 lt/kw
tebu
SARANA PENDUKUNG
Lampiran 12. Data untuk perhitungan efisiensi teknis (basis : tahun 2006)
Jenis Data yang Diperlukan Untuk
Perhitungan Efisiensi Teknis
Jumlah bahan baku yang masuk proses
Rata-rata kadar air tebu
Jumlah produk gula yang keluar proses
Rata-rata kadar air produk
Konsumsi listrik untuk proses produksi
Konsumsi solar
Konsumsi IDO (International Diesel Oil)
Konsumsi ampas
Konsumsi listrik perusahaan
Konsumsi solar perusahaan
Waktu kerja optimal peralatan proses
Waktu kerja peralatan aktual proses
Waktu henti
Nilai
Satuan
522.386,3
26,16
37.974,21
0,03
1.064.827.748,49
250
218.562
172.702,8
1.064.827.748
49.396.133,74
24
21,52
1,86
ton
%
ton
%
Kkal
kg
ton
ton
Kkal
Kkal
jam
jam
jam
Nilai
Satuan
1.921.878.302,33
58.069.000
999.846.000
656.395.290
1.540.697,67
2.930.657.328,39
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Kkal
Kkal
2.977.470.142
2.526.680.633
22.403.669.000
Rp
Rp
30763,29
13642,22
218,92
10.824,59
81
27.637.202.000
8.366,57
13.650,02
Rp
Rp
Jam
Rp
orang
Rp
Rp
Rp
USL
Target LSL
Process Data
13.100
Target
LSL
Mean
USL
Within
12.000
12.350
12.724
Overall
Sample N
115
StDev (Within) 0.438577
StDev (Overall) 0.549672
0.29
0.29
0.28
Cpk
0.28
Cpm
0.14
Pp
Overall Capability
0.23
PPU
PPL
Ppk
0.23
0.23
0.23
11.0
11.5
12.0
12.5
13.0
13.5
14.0
14.5
Observed Performance
PPM < LSL
200000.00
200000.00
400000.00
195634.32
392530.88
246973.65
495097.48
USL
Target
Process Data
10.1100
Target
LSL
Mean
LSL
USL
Within
9.0000
9.4400
9.7670
Overall
115
Sample N
StDev (Within) 0.312747
StDev (Overall) 0.433915
0.36
0.37
0.35
Cpk
0.35
Cpm
0.13
Pp
Overall Capability
0.26
PPU
PPL
Ppk
0.26
0.25
0.25
8.5
9.0
Observed Performance
234782.61
PPM < LSL
PPM > USL
PPM Total
200000.00
434782.61
9.5
10.0
136409.67
284256.79
10.5
11.0
Exp. "Overall" Performance
225513.25
PPM < LSL
PPM > USL
PPM Total
214653.52
440166.76
USL
LSL Target
USL
Process Data
77.6500
Within
77.0000
75.8800
76.7655
T arget
LSL
Mean
Overall
115
Sample N
StDev (Within) 0.65757
StDev (Overall) 1.50299
0.45
0.45
0.45
Cpk
0.45
Cpm
0.19
Pp
Overall Capability
0.20
0.20
0.20
0.20
PPU
PPL
Ppk
72
74
76
Observed Performance
286956.52
PPM < LSL
80
313043.48
600000.00
78
82
Exp. "Overall" Performance
277881.89
PPM < LSL
89290.36
178346.12
278095.37
555977.27
USL
LSL
Process Data
16.5100
Target
LSL
Mean
TargetUSL
Within
16.0000
14.3500
15.4287
Overall
115
Sample N
StDev (Within) 0.75856
StDev (Overall) 1.02250
0.47
0.48
0.47
Cpk
0.47
Cpm
0.31
Pp
Overall Capability
0.35
PPU
PPL
Ppk
0.35
0.35
0.35
11
12
13
Observed Performance
182608.70
PPM < LSL
PPM > USL
PPM T otal
139130.43
321739.13
14
15
16
77010.94
154519.82
Gambar 4. Sabut%tebu
17
18
19
145139.16
290860.98
USL
LSL
Process Data
94.7200
Target
LSL
Mean
USL
Target
Within
96.0000
94.0300
94.3776
Overall
115
Sample N
StDev (Within) 0.395580
StDev (Overall) 0.530620
0.29
0.29
0.29
Cpk
0.29
Cpm
0.07
Pp
Overall Capability
0.22
PPU
PPL
Ppk
0.22
0.22
0.22
92
93
Observed Performance
139130.43
PPM < LSL
PPM > USL
PPM T otal
208695.65
347826.09
94
95
193340.44
383143.65
96
Exp. "Overall" Performance
256228.42
PPM < LSL
PPM > USL
PPM Total
259350.78
515579.20
USL
LSL
Process Data
212.550
T arget
LSL
Mean
Target USL
Within
200.000
170.940
191.742
Overall
Sample N
115
StDev (Within) 16.5634
StDev (Overall) 18.8772
0.42
0.42
0.42
Cpk
0.42
Cpm
0.34
Pp
Overall Capability
0.37
PPU
PPL
Ppk
0.37
0.37
0.37
150
170
190
210
230
250
270
Observed Performance
PPM < LSL
121739.13
147826.09
269565.22
104513.49
209086.94
Gambar 6. Imbibisi%sabut
135172.95
270408.97
KRITERIA
Keamanan
BOBOT
KOMPONEN
KRITERIA
0.0900
BOBOT
NILAI
PERKALIAN
INDIKATOR
INDIKATOR
INDIKATOR
Ledakan
0.1300
75
9.75
Temperatur
0.1300
100
13.00
Tegangan
0.1700
75
12.75
Berat
0.2400
100
24.00
0.2000
100
20.00
Racun
0.1300
75
9.75
Kemungkinan terjadi
50
50
Pengaruh terhadap
100
100
Kelengkapan data
0.4500
0.1900
75
75
33.75
14.25
KETERANGAN
8.03
89.25
2
Life Support
0.0750
kerugian pada
3.75
Commercial
0.0980
Severity
Reliability
0.3600
75
27
Vendor
Availability
0.1030
Kebutuhan akan
75
75
0.0890
Lama waktu
Applicability of
Condition
Monitoring
Technique
0.1310
Vendor
9.80
100
0.1220
Keandalan
produksi
9.15
75
7.72
75
1
50
50
4.45
13.10
Pemesanan
Lokasi equipment
0.1500
100
15
Fasilitas monitoring
0.1500
100
15
Parameter monitoring
0.1900
100
19
Gangguan terhadap
0.1300
100
13
operasi
Akurasi data
0.1900
100
19
Keahlian petugas
0.1900
100
19
Jam henti
10
Kapasitas
0.1020
100
Lama Overhaul
100
100
10.20
100
0.0709
Banyak/lamanya jam
henti
54.18
54.18
0.1100
Besarnya kapasitas
komponen tiap proses
100
100
4.28
54.18
11.00
100
81.49
Jenis Komponen
No.
1
KRITERIA
Keamanan
BOBOT
KOMPONEN
KRITERIA
0.0740
INDIKATOR
NILAI
INDIKATOR
PERKALIAN
INDIKATOR
Ledakan
0.2930
50
14.65
Temperatur
0.2640
50
13.20
Tegangan
0.1620
50
8.10
Berat
0.0910
50
4.55
0.2270
75
17.03
Racun
0.1230
50
6.15
Kemungkinan terjadi
75
75
75
75
0.3710
0.3500
75
75
27.82
26.25
Reliability
0.2790
75
20.93
Kebutuhan akan
75
75
KETERANGAN
4.71
63.68
2
Life Support
0.0640
4.80
kerugian pada
Pengaruh terhadap
Commercial
0.1010
0.1490
5
6
Vendor
Availability
Spare Part Lead
Time
0.1130
0.0760
0.1400
Applicability of
Condition
Monitoring
Technique
Jam henti
10
Kapasitas
Kelengkapan data
Severity
Keandalan
7.58
produksi
75
11.17
75
Vendor
8.47
75
Lama waktu
75
75
5.70
Lokasi equipment
0.1200
75
9.00
13.14
Fasilitas monitoring
0.1260
75
9.45
Parameter monitoring
0.1460
100
14.60
Gangguan terhadap
0.1570
100
15.70
Pemesanan
operasi
0.0980
0.0600
0.1260
Akurasi data
0.2730
100
27.30
Keahlian petugas
0.1780
100
17.80
Lama Overhaul
75
75
93.85
7.35
75
Banyak/lamanya jam
henti
4.50
4.50
Besarnya kapasitas
komponen tiap proses
100
100
0.27
4.50
12.60
100
75.80
Jenis Komponen
No.
1
KRITERIA
Keamanan
BOBOT
KOMPONEN
KRITERIA
0.0810
BOBOT
INDIKATOR
NILAI
INDIKATOR
PERKALIAN
INDIKATOR
KETERANGAN
Ledakan
0.0870
25
2.17
Temperatur
0.2210
50
11.05
3.80
Tegangan
0.1230
50
6.15
Berat
0.2140
75
16.05
0.2660
25
6.65
Racun
0.0890
50
4.90
Kemungkinan terjadi
50
50
100
100
0.4210
0.3010
100
75
42.10
22.57
Reliability
0.2790
100
27.90
Kebutuhan akan
75
75
75
8.32
75
75
6.45
Lokasi equipment
0.1170
100
11.70
10.69
Fasilitas monitoring
0.1300
50
6.60
Parameter monitoring
0.1290
50
6.45
Gangguan terhadap
0.1580
100
15.80
46.98
2
Life Support
0.0720
3.60
kerugian pada
manusia dan pabrik
50
Commercial
0.1040
0.1300
Vendor
Availability
0.1110
0.0860
0.1230
Applicability of
Condition
Monitoring
Technique
Kelengkapan data
100
12.03
92.58
Vendor
Lama waktu
Pemesanan
operasi
0.0980
10.40
produksi
Severity
Keandalan
Pengaruh terhadap
Akurasi data
0.1700
100
17.00
Keahlian petugas
0.2950
100
29.50
Lama Overhaul
100
100
86.95
9.80
100
Jam henti
0.0750
Banyak/lamanya jam
henti
33.08
33.08
10
Kapasitas
0.1210
Besarnya kapasitas
komponen tiap proses
100
100
2.48
33.08
12.10
100
79.69
Jenis Komponen
No.
1
KRITERIA
Keamanan
BOBOT
KOMPONEN
KRITERIA
0.0840
NILAI
PERKALIAN
INDIKATOR
INDIKATOR
INDIKATOR
Ledakan
0.0990
75
2.48
Temperatur
0.1630
50
8.15
Tegangan
0.1150
50
5.75
Berat
0.2450
50
12.25
0.2890
25
7.22
Racun
0.0890
25
2.23
38.08
KETERANGAN
3.20
100
100
Pengaruh terhadap
75
75
Kelengkapan data
0.2880
0.4090
75
75
21.60
30.67
Reliability
0.3030
75
22.72
Kemungkinan terjadi
Life Support
0.0730
7.30
dan pabrik
100
Commercial
0.1050
4
Keandalan
5
6
0.1300
Severity
Vendor
Availability
0.1030
Kebutuhan akan
0.0840
Applicability of
Condition
Monitoring
Technique
produksi
Jam henti
10
Kapasitas
0.1250
0.0960
Vendor
7.88
75
9.75
75
75
75
7.72
75
1
75
75
6.30
11.16
Lokasi equipment
0.1560
75
11.70
Fasilitas monitoring
0.1100
100
11.00
Parameter monitoring
0.1000
75
7.50
Gangguan terhadap
0.1280
100
12.80
operasi
Akurasi data
0.1730
75
12.98
Keahlian petugas
0.3330
100
33.30
Lama Overhaul
100
100
89.28
9.60
100
0.0710
Banyak/lamanya jam
henti
11
11
0.1290
Besarnya kapasitas
komponen tiap proses
100
100
0.78
11
12.90
100
76.59
Jenis Komponen
No.
1
KRITERIA
Keamanan
BOBOT
KOMPONEN
KRITERIA
0.0850
BOBOT
NILAI
PERKALIAN
INDIKATOR
INDIKATOR
INDIKATOR
Ledakan
0.2830
25
7.07
Temperatur
0.0960
75
7.20
Tegangan
0.1190
75
8.92
Berat
0.2080
75
15.60
0.3410
25
8.53
Racun
0.820
50
4.10
Kemungkinan terjadi
100
100
75
75
0.2360
0.4910
50
75
11.80
36.83
Reliability
0.2720
100
27.20
Kebutuhan akan
75
75
KETERANGAN
4.37
5.42
2
Life Support
0.0780
7.80
dan pabrik
100
3
Pengaruh terhadap
Commercial
0.1030
0.1300
5
6
Vendor
Availability
0.1110
0.0920
0.1290
Applicability of
Condition
Monitoring
Technique
Kelengkapan data
Severity
Keandalan
7.72
produksi
Vendor
75
9.86
75.83
8.32
75
1
75
75
6.90
8.44
Lokasi equipment
0.1290
75
9.68
Fasilitas monitoring
0.1550
75
11.63
Parameter monitoring
0.1150
50
5.75
Gangguan terhadap
0.1160
50
5.80
operasi
0.0950
Akurasi data
0.1500
50
7.50
Keahlian petugas
0.3340
75
25.05
Lama Overhaul
75
75
65.40
7.13
75
Jam henti
0.0550
Banyak/lamanya jam
henti
0.00
0.00
10
Kapasitas
0.1210
Besarnya kapasitas
komponen tiap proses
100
100
0.00
0.00
12.10
100
72.64
Tanggal Pengisian
: .................................................
Nama Responden
: .................................................
Pekerjaan/Jabatan
: .................................................
No Telp.
: .................................................
Tanda Tangan
:
..................................................
Dilakukan Oleh:
Annastia Lohjayanti
F34102072
PETUNJUK PENGISIAN
I.
1.
2.
3.
4.
UMUM
Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan Kuesioner
Berikan penilaian terhadap hirarki perumusan sistem penunjang keputusan
pengendalian proses produksi gula kristal dengan cara mengisi lembar pengisian
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kepentingan/peran
komponen dalam satu level hirarki yang berkaitan dengan komponen-komponen level
sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II.
Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia.
II.
SKALA PENILAIAN
Definisi dari skala yang digunakan adalah sebagai berikut:
Intensitas
Definisi
Kepentingan
1
A sama penting dengan B
3
A sedikit lebih penting dari B
1/3
Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A)
5
A jelas lebih penting dari B
1/5
Kebalikannya (B jelas lebih penting dari A)
7
A sangat jelas lebih penting dari B
1/7
Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A)
9
A mutlak lebih penting dari B
1/9
Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari A)
2; 4; 6; 8 atau
Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan
1/2, 1/4, 1/6, 1/8
Contoh Pengisian:
Misalkan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi tidak terkendalinya proses produksi gula
kristal yaitu faktor X, Y, dan Z. Berdasarkan tingkat kepentingan maka faktor tersebut disusun
dalam bentuk tabel seperti pada contoh berikut:
Elemen Faktor B
Elemen Faktor A
X
1
X
Y
Z
Keterangan :
Nilai pada (a)
Nilai pada (b)
Nilai pada (c)
:
:
:
Y
(a)
3
1
Z
(b)
1/3
(c)
Dalam proses produksi gula kristal terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam
menjaga terkendali atau tidaknya suatu proses. Pembandingan dan penentuan bobot
prioritas kriteria faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Mesin dan peralatan
2. Kemampuan Proses
3. Sumber Daya Manusia
4. Manajemen
5. Eksternal
Di antara faktor pendukung proses produksi tersebut di atas, bandingkan tingkat
kontribusinya terhadap Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula
Kristal di PG. Jatitujuh.
FAKTOR
Elemen Faktor B
Elemen Faktor A
Mesin dan Peralatan
Kemampuan Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
II.
Mesin dan
Peralatan
1
Kemampuan
Proses
...
1
SDM
Manajemen
Eksternal
...
...
1
...
...
...
1
...
...
...
...
1
Keaman
an
Life
Support
...
1
Keamanan
Life Support
Commercial
Keandalan
Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time
Applicability
of Condition
Monitoring
Technique
Mean Down
Time
Jam henti
Kapasitas
Commercial
...
...
1
Applicability
of Condition
Monitoring
Technique
Mean
Down
Time
Jam
henti
Kapasi
tas
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
Keandal
an
Vendor
Availabi
lity
Spare
Part
Lead
Time
...
...
...
1
...
...
...
...
1
1
1
2.
Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari kemampuan proses
a. Briks
b. Pol
c. HK
Elemen Faktor A
Briks
1
Briks
Pol
HK
3.
Pol
...
1
HK
...
...
1
Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari sumber daya
manusia
a. Ketrampilan
b. Pengetahuan
c. Pengalaman
d. Kedisiplinan
e. Tanggung Jawab
Ketrampilan
Pengetahuan
Pengalaman
Kedisiplinan
...
1
...
...
1
...
...
...
1
Tanggung
Jawab
...
...
...
...
b.
c.
Kebijakan dan
tujuan mutu
Fasilitas Proses
...
...
...
1
Kebijakan dan
tujuan mutu
SOP yang baku
Fasilitas Proses
5.
Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari segi eksternal
a. Kebijakan pemerintah
b. Daya tawar petani tinggi
c. Daya saing produk impor
Kebijakan
pemerintah
...
...
...
Kebijakan
pemerintah
Daya tawar petani
tinggi
Daya saing Produk
Impor
III.
ALTERNATIF PENGENDALIAN
a. Pengendalian Stasiun Penggilingan
Elemen Faktor B
Elemen Faktor A
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
b.
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
...
...
...
...
...
...
...
...
1
...
...
1
Elemen Faktor A
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
...
...
...
...
...
...
...
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
c.
...
1
...
...
1
Elemen Faktor A
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
d.
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
...
...
...
...
...
...
...
...
1
...
...
1
Pengendalian Kristalisasi
Elemen Faktor B
Elemen Faktor A
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
e.
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
...
...
...
...
...
...
...
...
1
...
...
1
Pengendalian Sentrifugasi
Elemen Faktor B
Elemen Faktor A
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
...
...
...
...
...
...
...
...
1
...
...
1
KUESIONER
PENGGUNAAN PROSES HIRARKI EQUIPMENT
CRITICALLY RATING DALAM SISTEM PENUNJANG
KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA
KRISTAL DI PT JATITUJUH-MAJALENGKA
Tanggal Pengisian
: .................................................
Nama Responden
: .................................................
Pekerjaan Responden
: .................................................
Jabatan
: .................................................
Tanda Tangan
:
..................................................
Dilakukan Oleh:
Annastia Lohjayanti
F34102072
PETUNJUK PENGISIAN
III. UMUM
5. Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan
Kuesioner
6. Berikan penilaian terhadap komponen kritis pendukung
pengendalian proses produksi gula kristal dengan cara
mengisi lembar pengisian
7. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan tingkat
kepentingan/peran komponen dalam satu level yang berkaitan
dengan komponen-komponen level sebelumnya menggunakan
skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II.
8. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang
telah tersedia.
IV.
SKALA PENILAIAN
Definisi dari skala yang digunakan adalah dengan memberikan
penilaian menggunakan skala terukur, yaitu dari 1 9 dengan
keterangan sebagai berikut:
Misal:
Skala
1
Keterangan
:
:
Sangat tidak
aman
:
:
Sangat
merugikan
:
:
Sangat
lama
:
:
Sangat aman
Tidak
merugikan sama
sekali
Tidak lama
dll.
HIRARKI
EQUIPMENT
CRITICALLY RATING
SAFETY
EQUIPMENT
CRITICALLY
RATING
Penyebab Ledakan
Penyebab kenaikan
temperatur
Penyebab kenaikan
tegangan
Penyebab tertimpa/berat
Merusak bagian lain
Penyebab adanya racun
Life Support
- Kemungkinan terjadi
kerugian pada manusia
dan pabrik
Commercial
- Pengaruh terhadap
produksi
KEANDALAN
Kelengkapan data
Vendor
Availability
- Ketersediaan akan
Vendor
Spare Part
Lead Time
Applicability
of Condition
Monitoring
Technique
Mean Down
Time
Lokasi equipment
Fasilitas monitoring
Parameter monitoring
Gangguan terhadap
operasi
Akurasi data
Keahlian petugas
- Lama
Overhaul
Jam Henti
- Banyak/lamanya jam
henti
Kapasitas
- Besarnya kapasitas
komponen tiap proses
Keamanan
Indikator
Penyebab Ledakan
Penyebab kenaikan temperatur
Penyebab kenaikan tegangan
Penyebab tertimpa/berat
Merusak bagian lain dalam proses
Penyebab adanya racun
Nilai
...
...
...
...
...
...
Ket penilaian:
1
:
:
9
ii.
Keandalan
Indikator
Kelengkapan data
Severity (kerumitan) kondisi Operasi
Reliability
Nilai
...
...
...
Ket penilaian:
1
:
:
:
9
iii.
Nilai
...
...
...
...
...
...
Ket penilaian:
1
:
:
:
sangat ahli
KRITERIA
Keamanan
BOBOT
KRITERIA
KOMPONEN
Ledakan
Temperatur
Tegangan
Berat
Merusak bagian
lain
Racun
Life
Support
Commercial
Kemungkinan
terjadi kerugian
pada manusia dan
pabrik
Pengaruh
terhadap produksi
Kelengkapan data
Keandalan
Severity
kondisi Operasi
Reliability
Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time
Kebutuhan akan
Vendor
Lama waktu
Pemesanan
Lokasi equipment
Fasilitas
Applicabilit
y of
Condition
Monitoring
Technique
monitoring
Parameter
monitoring
Gangguan
terhadap operasi
Akurasi data
Keahlian petugas
Mean Down
Time
Jam henti
10
Kapasitas
Lama Overhaul
Banyak/lamanya
jam henti
Besarnya kapasitas
komponen tiap
proses
BOBOT
INDIKATOR
NILAI
INDIKATOR
PERKALIAN
INDIKATOR
KETERANGAN
KRITERIA
Keamanan
BOBOT
KRITERIA
KOMPONEN
Ledakan
Temperatur
Tegangan
Berat
Merusak bagian
lain
Racun
Life
Support
Commercial
Kemungkinan
terjadi kerugian
pada manusia dan
pabrik
Pengaruh
terhadap produksi
Kelengkapan data
Keandalan
Severity
kondisi Operasi
Reliability
Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time
Kebutuhan akan
Vendor
Lama waktu
Pemesanan
Lokasi equipment
Fasilitas
Applicabilit
y of
Condition
Monitoring
Technique
monitoring
Parameter
monitoring
Gangguan
terhadap operasi
Akurasi data
Keahlian petugas
Mean Down
Time
Jam henti
10
Kapasitas
Lama Overhaul
Banyak/lamanya
jam henti
Besarnya kapasitas
komponen tiap
proses
BOBOT
INDIKATOR
NILAI
INDIKATOR
PERKALIAN
INDIKATOR
KETERANGAN
KRITERIA
Keamanan
BOBOT
KRITERIA
KOMPONEN
Ledakan
Temperatur
Tegangan
Berat
Merusak bagian
lain
Racun
Life
Support
Commercial
Kemungkinan
terjadi kerugian
pada manusia dan
pabrik
Pengaruh
terhadap produksi
Kelengkapan data
Keandalan
Severity
kondisi Operasi
Reliability
Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time
Kebutuhan akan
Vendor
Lama waktu
Pemesanan
Lokasi equipment
Fasilitas
Applicabilit
y of
Condition
Monitoring
Technique
monitoring
Parameter
monitoring
Gangguan
terhadap operasi
Akurasi data
Keahlian petugas
Mean Down
Time
Jam henti
10
Kapasitas
Lama Overhaul
Banyak/lamanya
jam henti
Besarnya kapasitas
komponen tiap
proses
BOBOT
INDIKATOR
NILAI
INDIKATOR
PERKALIAN
INDIKATOR
KETERANGAN
KRITERIA
Keamanan
BOBOT
KOMPONEN
KRITERIA
Ledakan
Temperatur
Tegangan
Berat
Merusak bagian lain
Racun
Kemungkinan terjadi
Life Support
Commercial
kerugian pada
manusia dan pabrik
Pengaruh terhadap
produksi
Kelengkapan data
Keandalan
Severity
kondisi Operasi
Reliability
5
Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time
Kebutuhan akan
Vendor
Lama waktu
Pemesanan
Lokasi equipment
Fasilitas monitoring
Applicability
of Condition
Monitoring
Technique
Parameter
monitoring
Gangguan terhadap
operasi
Akurasi data
Keahlian petugas
Mean Down
Time
Lama Overhaul
Jam henti
Banyak/lamanya jam
10
Kapasitas
henti
Besarnya kapasitas
komponen tiap proses
BOBOT
INDIKATOR
NILAI
INDIKATOR
PERKALIAN
INDIKATOR
KETERANGAN
KRITERIA
Keamanan
BOBOT
KRITERIA
KOMPONEN
Ledakan
Temperatur
Tegangan
Berat
Merusak bagian
lain
Racun
Life
Support
Commercial
Kemungkinan
terjadi kerugian
pada manusia dan
pabrik
Pengaruh
terhadap produksi
Kelengkapan data
Keandalan
Severity
kondisi Operasi
5
6
Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time
Reliability
Kebutuhan akan
Vendor
Lama waktu
Pemesanan
Lokasi equipment
Fasilitas
Applicabilit
y of
Condition
Monitoring
Technique
monitoring
Parameter
monitoring
Gangguan
terhadap operasi
Akurasi data
Keahlian petugas
Mean Down
Time
Jam henti
10
Kapasitas
Lama Overhaul
Banyak/lamanya
jam henti
Besarnya kapasitas
komponen tiap
proses
BOBOT
INDIKATOR
NILAI
INDIKATOR
PERKALIAN
INDIKATOR
KETERANGAN
1. Tentang Program:
Program SWEETCON.PROSION dikembangkan untuk mengkaji keragaan
suatu pabrik gula dan sistem penunjang keputusan pengendalian proses
produksi gula Kristal. SWEETCON.PROSION dirancang dengan
menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 dan DEA for
Windows. Basis data yang dikembangkan terintegrasi dengan programprogram lain seperti Minitab 13.0, Microsoft Frontpage, dan Expert Choice 2000.
2. Persyaratan Instalasi:
Software:
Microsoft Visual Basic 6.0
DEA for Windows
Minitab 13.0
Microsoft Frontpage
Expert Choice 2000
Hardware:
Satu unit PC dengan minimal RAM 128 MB
Monitor dengan resolusi 1024x768 pixels
Sistem operasi Microsoft Windows 98/Windows 2000/Windows ME/Windows
XP
CD room dengan kecepatan 52x
Ruang kosong pada hardisk sebesar 5 MB
3. Instalasi program
Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam proses instalasi
SWEETCON.PROSION Untuk melakukan prosedur instalasi disediakan
sebuah CD yang berisi 3 (tiga) buah file, diantaranya: Sweetcon.cab,
setup.exe, dan setup.lst. Berikut adalah beberapa tahapan prosedur instalasi
SWEETCON.PROSION:
Hapus Versi Sebelumnya
Instalasi
tidak
dapat
menghapus
secara
otomatis
aplikasi
SWEETCON.PROSION yang telah terinstal pada waktu sebelumnya.
Lakukan penghapusan jika sebelumnya anda telah meng-instal Aplikasi
SWEETCON.PROSION
sesuai
prosedur
Menghapus
Aplikasi
SWEETCON.PROSION dari Windows.
Jalankan File Instalasi
4. Penggunaan Program
a. Program SWEETCON.PROSION dimulai dengan munculnya loading
splash sebagai berikut:
c. Model Informasi
Model informasi berisikan informasi statis tentang proses umum
produksi gula, beserta mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses.
Kemudian dipilih pada submenu yaitu salah satu stasiun proses yang akan
dinilai, misalnya pada stasiun gilingan akan muncul pilihan model yang
dapat dipilih. Misalkan dipilih model untuk menilai HK nira mentah,
kemudian tekan tombol klik disini untuk melanjutkan sehingga muncul
tampilan seperti berikut:
Lalu dimasukkan data 15 harian yang akan dievaluasi pada kolom pertama
dan dipilih menu Stat Control charts X-bar R yang akan
muncul dialog box seperti berikut:
Untuk mengisinya, dipilih Single column dan diisi dengan kolom yang
berisi data, yaitu C1, kemudian isi besar subgroup. Karena pada
penilaiannya menggunakan data 15 harian, maka diisi dengan 15 pada
Subgroup size, kemudian tekan tombol Estimate sehingga muncul
tampilan seperti :
Diklik pada button Subgroup size dan diisi dengan 15 lalu tekan OK.
Setelah kembali pada dialog box yang pertama, tekan OK lagi sehingga
muncul tampilan seperti:
Dari gambar dapat dilihat tingkat variasi dan tren data yang terbentuk dari
stasiun tersebut. Untuk melihat besar deviasi terhadap rata-rata proses,
dipilih menu Stat Quality tools Capability analysis
(Normal) sehingga muncul tampilan:
Kemudian diisi lagi kolom yang terdapat data yang akan dinilai, yaitu C1
dan Subgroup size sebesar 15. Setelah itu diisi batas bawah (Lower spec)
dan batas atas (upper spec) yang didapatkan pada diagram-X sebelumnya,
kemudian klik Options yang akan muncul tampilan seperti berikut:
Apabila pada perusahaan terdapat taget yang ingin dicapai, maka pada
target diisi dengan angka yang ditetapkan perusahaan, kemudian besar
sigma yang digunakan, apakah 3-sigma atau 6-sigma dan klik OK.
Setelah kembali pada dialog box sebelumnya, klik OK sehingga muncul
grafik seperti berikut:
Dari gambar dapat dilihat besar deviasi rata-rata proses dan kondisi
proses diantara target.
Setelah rata-rata proses dan deviasi didapatkan, program tersebut ditutup
untuk kembali pada menu utama model kemampuan proses pada
Setelah dialog box muncul, isikan goal atau tujuan pembobotan dan klik
OK. Untuk membuat cabang-cabang dari goal tersebut adalah dengan
mengklik kanan pada goal dan pilih edit node, begitu juga node-node
dibawahnya.
Hirarki/layer
Elemen
Area struktur
jaringan
Grup elemen
Informasi hasil
analisis
Konektor
Informasi dokumen
aktif
Keterangan
layer/hirarki
Klik di sini untuk menampilkan menu utama
Mengganti deskripsi/keterangan layer/hirarki
Menghapus layer
Menambahkan grup/sub layer baru
Menyusun posisi grup/sub layer secara otomatis
kemudian klik perintah Edit Keterangan Elemen Ini. Pada dialog yang
ditampilkan, silahkan ganti deskripsi/keterangan elemen tersebut,
kemudian tekan [Enter] atau klik [OK] untuk melanjutkan dan tekan
[Esc] atau klik [Cancel] untuk membatalkan. Untuk meyakinkan hasil
editing anda, arahkan kembali pointer ke wilayah elemen tersebut, tunggu
beberapa saat sampai ditayangkan informasi singkat mengenai elemen ini.
Informasi Konsistensi
Pendapat
Pada menu
penilaian yang muncul disediakan beberapa pilihan nilai, klik salah satu
perintah sesuai penilaian pakar terhadap sel tersebut. Tidak semua sel
diperbolehkan untuk diisi karena secara beberapa sel akan diisi secara
otomatis. Untuk diagonal utama misalnya secara otomatis akan diberi
nilai 1 (satu) dan untuk diagonal yang berlawanan akan diberi nilai inversi
dari data masukan.
matriks pendapat diaktifkan, maka nilai yang diagregasi adalah nilai nilai
direct-nya. Sementara jika salah satu dari pendapat opsi Direct ?
dimatikan maka agregasi yang dilakukan adalah agregasi terhadap
penilaian non direct. Dengan demikian agregasi direct pada proses
pengolahan vertikal ini hanya dilakukan apabila semua opsi Direct ?
pada matriks pendapat diaktifkan.
Tombol Perintah Utama
Pada halaman utama aplikasi ini disediakan sebuah kumpulan tombol
perintah yang diletakkan pada bagian kanan atas aplikasi. Kumpulan
tombol perintah ini dirancang untuk beberapa kepentingan diantaranya
utilitas
dokumentasi,
setting
halaman/kanvas,
menambahkan
layer/hirarki, melakukan agregasi vertikal, dan menampilkan petunjuk
teknis penggunaan aplikasi. Berikut adalah visualisasi dan keterangan
singkat mengenai kumpulan tombol perintah utama.