Anda di halaman 1dari 228

KERAGAAN DAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL DI


PT. RAJAWALI II UNIT PABRIK GULA JATITUJUHMAJALENGKA

Oleh:
ANNASTIA LOHJAYANTI
F34102072

2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

KERAGAAN DAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN


PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL DI
PT. RAJAWALI II UNIT PABRIK GULA JATITUJUHMAJALENGKA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
ANNASTIA LOHJAYANTI
F34102072

2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

Annastia Lohjayanti. F34102072. Keragaan dan Sistem Penunjang Keputusan


Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal di PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula
Jati Tujuh-Majalengka. Di bawah bimbingan Bapak Marimin dan Bapak Andes
Ismayana. 2007.
RINGKASAN
Keberadaan industri gula di Indonesia memegang peranan penting bagi
masyarakat Indonesia dan sektor industri lainnya karena gula merupakan salah
satu komponen penting yang diperlukan bagi tubuh manusia, dan juga diperlukan
sebagai bahan baku bagi industri lain seperti makanan serta industri pengolahan
dan pengawetan makanan. Kebutuhan gula terus meningkat dari tahun ke tahun
seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Pada tahun 2001, impor gula mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 50
persen dari kebutuhan dalam negeri. Harga impor yang relatif murah telah
mempersulit posisi sebagian besar pabrik gula (PG) atau firms untuk bertahan
dalam Industri Gula Nasional (IGN).
Masalah utama dari industri gula adalah adanya inefisiensi dari industri
gula, yaitu pertama adalah pabrik-pabrik gula sudah mengalami masa yang aus
dan mesin-mesinnya sudah tua. Kedua, kinerja dari pabrik itu juga rendah dan
tidak cukup baik. Ketiga, dari sisi organisasi BUMN yang relatif lamban
kinerjanya, tidak ada inovasi manajemen dan inovasi produksi yang makin baik.
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa
saja yang berpengaruh terhadap kelancaran dan efisiensi proses produksi yang
akan berpengaruh terhadap kualitas produk akhir serta stasiun proses mana dalam
kegiatan produksi gula tersebut yang potensial untuk dikendalikan. Sistem
Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ini dirancang
dan dikembangkan di PT Pabrik Gula Jatujuh dalam suatu paket program
komputer. Sistem yang dirancang untuk para stake holder dalam industri gula ini
dikembangkan dengan nama SWEETCON.PROSION.
Paket program SWEETCON.PROSION tersusun atas 4 bagian utama,
yaitu Sistem Pengolahan Terpusat, Sistem Manajemen Basis Data, Sistem
Manajemen Basis Model, dan Sistem Manajemen Basis Dialog.
SWEETCON.PROSION terdiri dari empat model, yaitu model komponen kritis
proses, model kemampuan proses, model efisiensi proses produksi, dan model
SPK pengendalian proses produksi.
Perhitungan kemampuan proses dengan menggunakan deviasi maksimal
sebesar 10 persen dan diverifikasi dari data Pabrik Gula Jati Tujuh, didapatkan
deviasi stasiun gilingan sebesar 1,53 persen, pemurnian sebesar 8,40 persen,
penguapan sebesar 0 persen, kristalisasi sebesar 0 persen, dan putaran sebesar
6,26 persen. Hasil tersebut menunjukkan kinerja masing-masing tahapan proses
sudah baik dan dalam keadaan terkendali. Model komponen kritis mempunyai
keluaran yaitu mesin gilingan yang merupakan komponen paling kritis dengan
nilai ECR yang di dapat sebesar 81,49 persen, kemudian mesin penguapan 79,69
persen, mesin kristalisasi 76,59 persen, mesin pemurnian 75,79 persen, dan mesin
putaran dengan nilai ECR sebesar 72,64 persen.

Model efisiensi memiliki keluaran efisiensi absolut dan relatif. Pengukuran


efisiensi relatif menggunakan metode DEA (Data Envelopment Analisys).
Keluaran yang dihasilkan oleh model efisiensi relatif per indikator didapatkan
indikator siklus energi (43,45 persen) dan lingkungan produk akhir (57,97 persen)
tidak efisien secara relatif sedangkan indikator siklus bahan baku, pengoperasian
peralatan statis, dan masukan telah efisien secara relatif dengan nilai efisiensi
sebesar 100 persen. Perhitungan efisiensi absolut menunjukkan bahwa siklus
bahan baku dan pengoperasian peralatan statis sudah memiliki tingkat efisiensi
teknis yang baik karena mendekati 100 persen, yaitu masing-masing bernilai
95,56 persen dan 89,67 persen, sedangkan siklus energi, lingkungan produk akhir
dan masukan tidak efisien secara teknis dengan nilai efisiensi teknis masingmasing sebesar 41,52 persen, 31,90 persen, dan 43,24 persen. Begitu pula dengan
perhitungan efisiensi ekonomis didapatkan efisiensi siklus bahan baku dan
pengoperasian peralatan statis telah efisien dengan masing-masing nilai sebesar
100 persen dan 99,91 persen, sedangkan siklus energi, lingkungan produk akhir
dan masukan tidak efisien dengan nilai efisiensi masing-masing sebesar 0 persen,
27,24 persen, dan 0 persen.
Penyusunan hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses
Produksi Gula Kristal dengan menggunakan metode AHP (Analitical Hierarchy
Process) didapatkan bahwa faktor yang mempengaruhi terkendalinya suatu proses
produksi gula kristal antara lain mesin dan peralatan (0,306), kemampuan proses
(0,291), SDM (0,179), manajemen (0,129), dan faktor eksternal (0,095). Nilai
kepentingan mesin dan peralatan dilihat dari nilai ECR masing-masing peralatan
(model komponen kritis) dan nilai kepentingan kemampuan proses dilihat dari
keluaran model kemampuan proses, sedangkan untuk pembobotan faktor SDM,
manajemen, dan eksternal dilakukan oleh pakar yang berkompeten di bidang
pergulaan. Hasil pembobotan menunjukkan bahwa stasiun gilingan (0,308)
merupakan tahapan proses yang paling kritis sehingga hendaknya para pengambil
keputusan dalam proses produksi gula lebih meningkatkan pengawasan dan
melakukan tindakan pengendalian pada stasiun gilingan, kemudian stasiun
pemurnian (0,239), penguapan (0,216), masakan (0,148), dan putaran (0,089).
Salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh perusahaan pada
stasiun gilingan adalah memperhatikan kualitas bahan baku yang akan masuk
proses dan melakukan kegiatan perawatan dan perbaikan mesin gilingan yang
lebih baik.
Kata kunci

gula, pengendalian proses, kemampuan proses, efisiensi,


Equipment Critically Rating, Analitical Hierarchy Proses,
Data Envelopment Analysis.

Annastia Lohjayanti. F34102072. Performance and Decision Support System of


Sugarcane Process Control in PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula JatitujuhMajalengka. Under supervision of Marimin and Andes Ismayana. 2007.
SUMMARY
Sugarcane industry is the one of the most important for Indonesian people
and other industrial because of sugar is one of the most important thing for human
needed, and also used as part material for other industrial such as foods, and food
processing and preservation industry. Needs of sugar is increasing every year
together with rise of people growth. In 2001, sugar impor reach 1,5 million tons
sugar or about 50 percent of all domestic consumption. High level of import and
low international sugar price had been causing position of most sugar manufacture
or firms is difficult to survive on national sugarcane industrial.
Main problem in sugar industrial is inefficiency of canesugar industry itself,
caused by the machines and equipments getting old and unreliable. The second is
performance of sugarcane manufacte is low, and the third is BUMN performs so
slowly and there is no better production management innovation. Based on that
situation, this researchs objections are to evaluate and measuring capability in
each step of process, identify critical component points on sugarcane processing
production efficiency measurement in PG Jatitujuh, and formulating and gives
decision support system recommendation of sugarcane production control. This
decision support system named SWEETCON.PROSION is designed for sugar
manufacturing stake holders and developed to give convenience of monitoring
process production and choose which process have to controlled, also helps
installation manager to arrange maintenance schedule.
SWEETCON.PROSION program package consist of four main models are
model base management system, database management system, and dialogue
management system that integrated on central processing system. Model base
management system on SWEETCON.PROSION was developed with Microsoft
Visual Basic 6.0 which consist of process performance data, equipment weight
and criteria data, technical data input, technical data output, economical data
input, econimical data output, and process control weight and criteria data.
Process performance measurement using deviation limit 10 percent and
verificated with primary data of PG Jatitujuh, then the result is deviation of
milling station is 1,53 percent; purification (8,40 percent); evaporation (0
percent); cristallisation (0 percent) and sentrifugation (6,26 percent). It shows that
each station performs good and under controlled. Output of critical component
model is machines of which station most critical and analized by ECR (Equipment
Critically Rating) methods. The result is milling station as the most critical
component by the value 81,49; followed by evaporation (79,69); cristallisation
(76,59); purification (75,80); and sentrifugation (72,64).
Efficiency model has output are absolute and relative efficiency. The
measurement using DEA (Data Envelopment Analysis) methods which the output
shows that energy cycle efficiency (43,45 percent) and final product environment

efficiency (57,97 percent) is inefficient relatively, but material cycle efficiency,


equipment static operating efficiency, and input is efficient relatively (100
percent). Analysis of absolute efficiency shows that material cycle efficiency and
equipment static operating efficiencyin good efficiency technically by each value
is 95,56 percent and 89,67 percent, but energy cycle efficiency (41,52 percent),
product environment efficiency (31,90 percent) and input efficiency (43,24
percent) is not efficient. Same result for economical absolute efficiency which
material cycle efficiency (100 percent) and equipment static operating efficiency
(99,91 percent) in good efficiency, but energy cycle efficiency (0 percent),
product environment efficiency (27,24 percent) and input efficiency (0 percent) is
not efficient.
Decision support system of sugarcane process control developed using AHP
(Analitical Hierarchy Process) and shows that sugarcane processing affect by
factors are equipment (0,306), process performance (0,291), human resource
development (0,179), management (0,129), and externally factors (0,095). Weight
value given by the expert persons for the hierarchy shows that milling station
(0,308) is the most critical step base on the biggest weight it got, so that stake
holders need to give more attention and making decision to control the milling
station, followed by purification (0,239); evaporation (0,216), crystallisation
(0,148), and the last is sentrifugation (0,089).
Keywords

sugarcane,
process
control,
process
capability,
EquipmentCritically Rating, Analitical Hierarchy Process,
Data Envelopment Analysis.

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KERAGAAN DAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN


PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL DI
PT. RAJAWALI II UNIT PABRIK GULA JATITUJUHMAJALENGKA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ANNASTIA LOHJAYANTI
F34102072
Dilahirkan pada tanggal 16 Oktober 1984
Di Banyuwangi
Tanggal Lulus : 1 Februari 2007
Disetujui,
Bogor, Februari 2007

Prof. Dr. Ir Marimin, MSc

Ir. Andes Ismayana, MT

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :


Keragaan dan Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi
Gula Kristal di PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula Jatitujuh-Majalengka

Adalah hasil karya asli sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,
kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 1 Februari 2007


Yang Membuat Pernyataan,

Annastia Lohjayanti
F34102072

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 16
Oktober 1984 dari ayah yang bernama Soewarno dan ibu
yang bernama Dwi Karsi Ridarwati, sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara. Dunia pendidikan pertama kali ditempuh
pada tahun 1990 di SD Negeri Kapatihan I Banyuwangi dan
tamat pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke SLTP
Negeri 1 Banyuwangi dan lulus pada tahun 1999. Tahun
1999-2000, penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah umum yaitu
SMU Negeri 1 Glagah Banyuwangi. Tahun 2002 setelah menamatkan pendidikan
SMU, penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan S1 melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa sekolah menengah pertama, penulis aktif dalam kegiatan
pramuka SLTP Negeri 1 Banyuwangi dan menjadi Sekretaris pada Organisasi
Siswa Intra Sekolah (OSIS), sedangkan pada sekolah menengah umum, penulis
aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah sebagai sekretaris pada SMU Negeri 1
Glagah Banyuwangi. Selama perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam himpunan
profesi yaitu HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian)
sebagai pengurus biro Infokom pada periode kepengurusan 2003-2004.
Penulis seringkali mengikuti seminar dan pelatihan, seperti Stadium
General Success Story Alumni Teknologi Industri Pertanian tahun 2003, seminar
Total Quality Management (An Introduction and Application to Total Quality
Management ) pada tahun 2004, seminar plus Linux Diskless System + Internet
Murah pada tahun 2004, seminar Six Sigma (Sig Sigma Application in Bussiness
Strategy) pada tahun 2005, seminar dan pelatihan PR Professional pada tahun
2005.
Pada masa perkuliahan, penulis melakukan praktek lapangan di PT.
Rajawali I Unit Pabrik Gula Krebet Baru II Bululawang, Malang pada tahun 2005

dengan topik Aspek Manajemen Kualitas (Quality Control dan Quality


Assurance) di PT. Pabrik Gula Krebet Baru II Bululawang-Malang.

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdullillah, penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas


limpahan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula
Kristal Di PT. Rajawali II Unit Pabrik Gula Jatitujuh-Majalengka. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor yang disusun berdasarkan hasil penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2006.
Selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini, banyak pihak
yang telah ikut membantu hingga laporan ini dapat terselesaikan. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik I dan
Ir. Andes Ismayana, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik II yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi.
2. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti selaku dosen penguji, atas masukan yang telah
diberikan dalam penyempurnaan skripsi.
3. Bapak Suyudhi, Budi Hariyanto, MT, Metrika Sarmadan atas bantuan dan
bimbingannya selama penulis melakukan penelitian di PT. Pabrik Gula
Jati Tujuh-Majalengka, Bapak Hadi dan seluruh staff dan karyawan PG
Jati Tujuh atas bantuan dan kerjasamanya.
4. Ibundaku tercinta Dwi Karsi Ridarwati dan Papa Soewarno sumber
inspirasi dan semangatku yang tiada henti mencurahkan doa, perhatian,
kasih sayang, bimbingan dan semua yang terbaik bagi penulis baik selama
penelitian maupun dalam keseharian.
5. Kakakku Hayuningtyas M dan De Aini Suri tercinta yang selalu menjadi
saudara sekandung, sahabat, motivator, dan reminder terbaik yang
kumiliki.

6. Mas Aan Suliyantono Joko atas semangat, perhatian dan kasih


sayangnya baik sebelum, selama, dan sesudah penulis menyusun skripsi.
7. Keluarga keduaku: Maku Nita + Abang Billy, Adinda Nia Agustina, and
all PURI 9-ers (Genta, Amie, Wulan, Ajenk, Indri, Esy, Memey, Dina,
Suci, Liza, Dyu, Tamie, Ijul). Makasih banget buat kecerewetannya.
8. Juwi buat bantuan bimbingannya`dan semangatnya, Lutfi,` Eny dan Indra
Monyonk sebagai teman seperjuangan.
9. Arin Si Jack buat kebersamaan, kegilaan, penderitaan, dan semuanya
dari awal menginjakkan kaki di IPB hingga SKL ditangan.
10. Fifi dan Parlan sebagai teman seperjuangan PL di PG Krebet Baru (Dont
ever forget it, Guys;)).
11. Candra, Fariz, Nyit-nyit buat persahabatan, keceriaan dan segala
bantuannya selama ini serta semua teman-teman TIN 39 atas kebersamaan,
persahabatan, dorongan dan kerjasamanya.
12. Mba Wina dan Mba Desi Jatitujuh atas bantuan tempat tinggal dan
akomodasinya.
13. Seluruh teman dan pihak yang telah membantu dan memberikan semangat
kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
Kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2007

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .....................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................

xi

I.

PENDAHULUAN ...................................................................................
A. LATAR BELAKANG .......................................................................
B. TUJUAN ............................................................................................
C. RUANG LINGKUP ..........................................................................
D. OUTPUT DAN MANFAAT .............................................................

1
1
3
3
4

II.

TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
III.

IV.

TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) ..............................


PROSES PENGOLAHAN GULA KRISTAL ..................................
KOMPONEN KRITIS PROSES .......................................................
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN ............................................
EFISIENSI PROSES PRODUKSI ....................................................
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) ......................................
ANALITICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) .................................
PENELITIAN TERDAHULU ..........................................................

6
7
11
16
17
24
27
29

METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................

31

A. KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................


B. PENDEKATAN SISTEM .................................................................
1. Analisis Kebutuhan .....................................................................
2. Formulasi Permasalahan ..............................................................
3. Identifikasi Sistem .......................................................................
C. TATA LAKSANA ...........................................................................
1. Sumber dan Cara Pengumpulan Data ..........................................
2. Pengolahan Data ..........................................................................
3. Perancangan Sistem .....................................................................
4. Implementasi dan Verifikasi ........................................................

31
33
35
36
36
37
37
38
46
47

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ................................................

48

A.
B.
C.
D.

48
48
50

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ..................


STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN...........
PRODUK DAN TEKNOLOGI PROSES .........................................
SARANA DAN PRASARANA PRODUKSI GULA KRISTAL
PUTIH ...............................................................................................

53

V.

VI.

PEMODELAN SISTEM .........................................................................

58

A. KONFIGURASI MODEL .................................................................


B. RANCANGAN GLOBAL SISTEM .................................................
C. KERANGKA MODEL .....................................................................
1. Sistem Manajemen Terpusat .......................................................
2. Sistem Manajemen Basis Data ....................................................
3. Sistem Manajemen Basis Model .................................................
4. Sistem Manajemen Basis Dialog .................................................
D. IMPLEMENTASI SISTEM ..............................................................
E. VERIFIKASI DAN VALIDASI SISTEM ........................................

58
61
64
64
64
66
68
68
72

HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................

75

A. PENGUKURAN KEMAMPUAN (KINERJA) PROSES


PRODUKSI ......................................................................................
B. PENENTUAN KOMPONEN KRITIS PENDUKUNG PROSES ....
C. PENGUKURAN EFISIENSI PRODUKSI .......................................
D. PENYUSUNAN HIRARKI SISTEM PENUNJANG
KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA
KRISTAL ..........................................................................................
E. IMPLIKASI MANAJERIAL ............................................................

107
119

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................

122

75
84
90

A. KESIMPULAN ................................................................................. 122


B. SARAN .............................................................................................. 123
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 125
LAMPIRAN ......................................................................................................

127

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.

Komposisi Tebu Masak dan Niranya ...............................

Tabel 2.

Parameter Kinerja Stasiun Penimbangan Bahan Baku .................

Tabel 3.

Parameter Kinerja Stasiun Penggilingan .......................................

Tabel 4.

Parameter Kinerja Stasiun Pemurnian ..........................................

Tabel 5.

Parameter Kinerja Stasiun Penguapan ..........................................

Tabel 6.

Parameter Kinerja Stasiun Kristalisasi ..........................................

Tabel 7.

Parameter Kinerja Stasiun Putaran ................................................

10

Tabel 8.

Parameter Kinerja Stasiun Pengeringan, pendinginan dan


penyaringan ...

10

Tabel 9.

Parameter Kinerja Produk .............................................................

11

Tabel 10.

Skala Komparasi ...........................................................................

41

Tabel 11.

Kualitas Gula Kristal Putih .......................................

50

Tabel 12.

Persyaratan kapur tohor .................................................................

54

Tabel 13.

Perangkat lunak pengembang SWEETCON.PROSION ...............

70

Tabel 14.

Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Gilingan ................................

78

Tabel 15.

Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Pemurnian .............................

79

Tabel 16.

Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Penguapan ............................

81

Tabel 17.

Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Masakan ................................

82

Tabel 18.

Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Putaran ..................................

83

Tabel 19.

Hasil Perhitungan ECR Mesin dan Peralatan Proses

87

Tabel 20.

Analisis Usahatani Tanaman PC, teknologi standar PTPN ...........

91

Tabel 21.

Data yang diperlukan untuk input efisiensi teknis siklus bahan


baku ...............................................................................................

Tabel 22.

93

Data yang diperlukan untuk output efisiensi teknis siklus bahan


baku ...

93

Tabel 23.

Efisiensi teknis siklus bahan baku .................................................

94

Tabel 24.

Pemakaian energi untuk proses produksi ......................................

95

Tabel 25.

Pemakaian energi total perusahaan ...............................................

96

Tabel 26.

Efisiensi teknis siklus energi .........................................................

96

Tabel 27.

Perhitungan biaya energi proses produksi .....................................

97

Tabel 28.

Perhitungan biaya total energi yang dipakai perusahaan ..............

97

Tabel 29.

Tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan ........................

97

Tabel 30.

Biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual ...........

98

Tabel 31.

Efisiensi ekonomis siklus energi ...................................................

98

Tabel 32.

Perhitungan sisa bahan baku produk .............................................

99

Tabel 33.

Efisiensi teknis lingkungan produk akhir ......................................

99

Tabel 34.

Efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir ................................

100

Tabel 35.

Perhitungan efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis ..........

101

Tabel 36.

Perhitungan efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis ....

102

Tabel 37.

Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi teknis input ...

102

Tabel 38.

Efisiensi teknis masukan ...............................................................

103

Tabel 39.

Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi ekonomis


masukan

103

Tabel 40.

Efisiensi ekonomis masukan .........................................................

103

Tabel 41.

Efisiensi relatif per indikator ........................................................

106

Tabel 42.

Susunan Prioritas Faktor ...............................................................

112

Tabel 43.

Susunan Prioritas Kriteria Faktor ..................................................

114

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.

Struktur Hirarki Equipment Critically Rating .............................

15

Gambar 2.

Struktur Dasar Sistem Penunjang Keputusan (Kroenke, 1989) ...

17

Gambar 3.

Dua-belas Indikator Efisiensi .......................................................

20

Gambar 4.

Efisiensi Frontier dari Dua Input .................................................

25

Gambar 5.

Hirarki Metode Proses Hirarki Analitik (Saaty, 1993) ................

28

Gambar 6.

Kerangka Konseptual Penelitian ..................................................

34

Gambar 7.

Diagram Input-Output Sistem Penunjang Keputusan


Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ................................

37

Gambar 8.

Struktur Pengolahan Data ECR ...................................................

40

Gambar 9.

Konfigurasi model paket program SWEETCON.PROSION ......

57

Gambar 10. Diagram alir deskriptif model SWEETCON.PROSION ............

59

Gambar 11. DFD Level 0 SWEETCON.PROSION .......................................

62

Gambar 12. DFD Level 1 SWEETCON.PROSION .......................................

63

Gambar 13. Tampilan Splash Screen SWEETCON.PROSION ......................

70

Gambar 14. Tampilan Form Login SWEETCON.PROSION ........................

71

Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Gilingan .............

77

Gambar 16. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Pemurnian ...........

79

Gambar 17. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Penguapan ..........

80

Gambar 18. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Masakan ..............

82

Gambar 19. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Putaran ................

83

Gambar 20. Tampilan Model Komponen Kritis ..............................................

85

Gambar 21. Tampilan Model Efisiensi Produksi Absolut ...............................

104

Gambar 22. Tampilan Model Efisiensi Produksi Relatif ................................

107

Gambar 15.

Gambar 23. Diagram Sebab Akibat Pengendalian Proses Produksi Gula


Kristal ...........................................................................................

109

Gambar 24. Tampilan Model Pengendalian Proses Menu Pembobotan


Gambar 25.

Alternatif .....................................................................................

111

Hirarki Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

115

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.

Struktur Organisasi PG Jatitujuh ..............................................

128

Lampiran 2.

Neraca Massa Proses Produksi Gula PG Jatitujuh ....................

129

Lampiran 3.

Skema Pohon Industri Tanaman Tebu ....................................... 130

Lampiran 4.

Perkembangan Produksi Tahunan PG Jatitujuh Periode Tahun 131

Lampiran 5.

1999-2005 ..................................................................................
Mesin dan Peralatan Produksi Pengolahan Gula di PG. 132

Lampiran 6.

Jatitujuh ..
Skema Umum Proses Produksi Gula (Moerdokusumo, 1993) ..

133

Lampiran 7.

Syarat Gula Kristal Putih (SNI 2001) .....................................

138

Lampiran 8.

Program PG Jatitujuh Akselerasi Tahun 2004-2007 .................

139

Lampiran 9.

Konsumsi Energi di PG. Jatitujuh .............................................

140

Lampiran 10.

Sasaran PG Jatitujuh Tahun 2006 .............................................. 141

Lampiran 11.

Rencana Pemeliharaan Mesin dan Peralatan Tahun 2006 .........

142

Lampiran 12.

Data untuk perhitungan efisiensi teknis (basis : tahun 2006) ....

143

Lampiran 13.

Tampilan Hasil Pengolahan Data Kemampuan Proses .............

144

Lampiran 14.

Hasil Penilaian Kekritisan Komponen Dengan ECR

154

Lampiran 15.

Kuesioner AHP Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

158

Lampiran 16.

Kuesioner ECR Proses Produksi Gula Kristal ........................... 164

Lampiran 17.

Petunjuk Penggunaan SWEETCON.PROSION 173

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keberadaan industri gula di Indonesia memegang peranan penting bagi
masyarakat Indonesia dan sektor industri lainnya karena gula merupakan salah
satu komponen penting yang diperlukan bagi tubuh manusia, dan juga
diperlukan bahan baku bagi industri lain seperti industri tepung, makanan,
serta industri pengolahan dan pengawetan makanan. Pada tahun 2001, impor
gula mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 50 persen dari kebutuhan dalam negeri.
Kini Indonesia telah menjadi negara pengimpor gula terpenting di dunia
setelah Rusia. Impor yang tinggi serta harga internasional yang murah telah
mempersulit posisi sebagian besar pabrik gula (PG) atau firms untuk bertahan
dalam Industri Gula Nasional (IGN), apalagi untuk berkembang (Sawit, et.al,
2003).
Produktivitas gula di Jawa cenderung terus merosot. Hal ini diakibatkan
sejalan dengan waktu, mesin-mesin pabrik gula makin tua dan makin turun
kinerjanya. Sementara itu, sekitar 80 persen jumlah PG (dari 59 buah PG aktif
di seluruh Indonesia tahun 2002) dan sekitar 64 persen areal tebu berada di
pulau Jawa. Sebagian besar (53 persen) pabrik gula di Jawa didominasi oleh
PG-PG dengan kapasitas giling kecil (kurang dari 3.000 ton tebu per hari;
TCD), 44 persen berkapasitas giling antara 3.000-6.000 TCD, dan hanya 3
persen yang berkapasitas giling lebih dari 6.000 TCD. Sekitar 68 persen dari
jumlah PG yang ada telah berumur lebih dari 75 tahun (umumnya berskala
kecil) serta kurang mendapat perawatan secara memadai. Kondisi ini
menyebabkan tingkat efisiensi yang rendah (dilihat dari unit biaya produksi
per kg gula). Biaya produksi gula per unit pada PG berskala kecil jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan PG berskala besar atau bermesin relatif baru.
Bertolak belakang dari Indonesia, industri gula di negara lain makin lama
makin menunjukkan kinerja yang baik, terutama di Thailand, Amerika Latin,

China, dan India. Hal ini berdampak gula Indonesia tidak mampu bersaing
dengan

gula

impor

terutama

dari

sisi

harga.

Permasalahan inefisiensi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang


meliputi teknis dan manajemen. Pertama adalah pabrik-pabrik gula sudah
mengalami masa yang aus dan mesin-mesinnya sudah tua. Kedua, kinerja dari
pabrik itu juga rendah dan tidak cukup baik. Ketiga, dari sisi organisasi
BUMN yang relatif lamban kinerjanya, tidak ada inovasi manajemen dan
inovasi produksi yang makin baik.
Produktivitas gula yang dihasilkan PG-PG di luar Jawa relatif lebih
tinggi dan cenderung terus meningkat. Keadaan ini khususnya terjadi pada
PG-PG yang dikelola oleh swasta dengan penguasaan lahan HGU yang cukup
memadai. Sebagian besar (75 persen) dari PG-PG tersebut berskala lebih besar
dari 3.000 TCD serta berumur relatif muda (terbanyak dibangun pada tahun
1980-an atau setelahnya) sehingga teknologi yang digunakan relatif lebih
mutakhir. Berdasarkan penelitian Cahyadi (2005) terhadap kinerja beberapa
pabrik gula di Jawa yang mewakili pabrik gula skala kecil, sedang dan besar
yaitu PG. Candi Baru, PG. Lestari, dan PG. Ngadirejo masing-masing
menunjukkan kinerja sebesar 12.99 persen, 14.79 persen, dan 12.14 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pabrik-pabrik tersebut kurang baik.
PG Jatitujuh merupakan salah satu unit kegiatan yang berada dibawah
manajemen PT. RNI (Rajawali Nusantara Inddonesia). PG Jatitujuh memiliki
kapasitas produksi 4000 TCD dan memiliki lahan berstatus HGU yang
cukup luas, sehingga dimana pabrik gula dengan penerapan pola pengelolaan
budidaya dan penggilingan dalam satu manajemen yang sama sangat
berpotensi dalam peningkatan efisiensinya. Program akselerasi peningkatan
produksi gula dari sisi PG perlu terus dilakukan, untuk itu harus dilakukan
peningkatan kinerja dan efisiensi PG melalui rehabilitasi dan peningkatan
teknologi pabrik, optimalisasi kapasitas giling, serta pengurangan jam berhenti
giling (overall recovery).
Secara umum proses pembuatan gula dari bahan baku tebu dilakukan
melalui berbagai tahapan kegiatan proses. Tahapan-tahapan tersebut antara
lain stasiun gilingan, pemurnian, penguapan, masakan atau kristalisasi, dan
stasiun putaran. Pada setiap tahapan kegiatan proses dihasilkan produk utama

sekaligus produk sampingnya. Kelancaran proses dapat berjalan dengan lancar


dukungan sebuah sistem yang dapat menjaga agar proses dapat selalu
mencapai parameter-parameter yang telah ditetapkan, kapasitas produksi
tercapai, dan proses dapat berjalan tepat waktu. Hal-hal tersebut dapat dicapai
apabila diketahui dimana titik-titik kritis dalam proses yang perlu mendapat
perhatian lebih selama proses berjalan agar apabila terjadi pergeseran keadaan
terkendali atau penyimpangan dapat segera dilakukan tindakan pengendalian
dan perbaikan sehingga proses dapat kembali ke keadaan yang terkendali.
Oleh karena itu evaluasi keragaan PG Jatitujuh perlu dilakukan untuk
dapat melihat sejauh mana efektivitas kegiatan-kegiatan program yang ada.
Dengan adanya evaluasi keragaan ini diharapkan dapat menjawab beberapa
permasalahan yang mungkin terjadi pada pabrik gula terkait dengan
kebijakan-kebijakan perusahaan yang ada.

Untuk lebih memudahkan

mengendalikan kegiatan proses produksi yang terdapat pada pabrik gula,


diperlukan juga sistem penunjang keputusan pengendalian proses agar
pelaksanaan kegiatan menjadi lebih optimal. Hal ini didasarkan juga pada
penelitian Cahyadi (2005) terhadap kinerja beberapa pabrik gula di Jawa yang
mewakili pabrik gula skala kecil, sedang dan besar yaitu PG. Candi Baru, PG.
Lestari, dan PG. Ngadirejo masing-masing menunjukkan kinerja sebesar 12.99
persen, 14.79 persen, dan 12.14 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja
pabrik-pabrik tersebut kurang baik.
B. TUJUAN
Tujuan pengkajian masalah khusus ini adalah:
1. Mengevaluasi proses dan mengukur kinerja/kemampuan setiap proses.
2. Mengidentifikasi titik-titik kritis komponen yang berada didalam proses
pengolahan gula kristal
3. Mengetahui tingkat efisiensi produksi Pabrik Gula Jati Tujuh
4. Memformulasikan dan merekomendasikan sistem penunjang keputusan
pengendalian proses produksi gula kristal putih.
C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian ini secara lebih rinci adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan sampel dari tiap-tiap tahapan kritis dalam proses yang
kemudian dipantau dengan metode Statistical Process Control
2. Mengidentifikasi faktor dan titik kritis komponen pendukung proses
melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait dan menggunakan metode
Equipment Critically Rating (ECR)
3. Mengukur tingkat efisiensi produksi gula kristal putih yang didasarkan
pada beberapa indikator yang sesuai dengan kondisi perusahaan dengan
menggunakan metode Data Envelopment Analysis
4. Merancang

dan

memformulasikan

sistem

penunjang

keputusan

pengendalian proses produksi gula kristal melalui metode Analitical


Hierarchy Process (AHP).
D. OUTPUT DAN MANFAAT
Penelitian yang dilakukan menghasilkan output berupa suatu perangkat
lunak yang bernama SWEETCON.PROSION dan dokumen sistem penunjang
keputusan pengendalian proses produksi gula kristal di Pabrik Gula Jati Tujuh.
Formulasi sistem tersebut diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan

kinerja/kemampuan

masing-masing

tahapan

proses

produksi di Pabrik Gula Jati Tujuh.


2. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
3. Perusahaan dapat memantau kegiatan produksi dan segera mengambil
keputusan untuk melakukan tindakan stasiun produksi mana yang perlu
dikendalikan.
4. Sistem penunjang keputusan pengendalian produksi gula kristal dapat
diterapkan pada Pabrik Gula Jati Tujuh.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

TANAMAN TEBU
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman
setahun yang termasuk famili Graminae dan tumbuh optimal di khatulistiwa
pada 39o LU-35o Ls dengan suhu rata-rata 21oC. Tebu dapat ditanam dari
dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m di atas
permukaan laut. Di daerah pegunungan yang suhu udaranya rendah, tanaman
tebu lambat tumbuh dan rendemennya rendah (Sudiatso, 1982). Menurut
Indriani dan Sumiarsih (1992), suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman
tebu berkisar antara 24oC-30oC, terutama di dataran rendah dengan
amplitudo tidak lebih dari 6oC, dengan beda suhu antara siang dan malam
tidak lebih dari 10oC.
Tanaman tebu atau Saccharum officinarum L termasuk kedalam
keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai dengan ujung
batangnya mengandung nira dengan kadar mencapai 20 persen. Nira inilah
yang kelak dibuat kristal-kristal gula atau gula pasir. Disamping itu tebu juga
digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula merah (Anonymous, 1994).
Proses terbentuknya gula rendemen gula tebu yaitu berjalan dari ruas ke ruas
dan tingkat kemasakannya tergantung dari umur ruas. Ruas bagian bawah
lebih tua sehingga kandungan gulanya lebih banyak jika dibandingkan
dengan ruas bagian atas. Tanaman tebu dikatakan sudah optimal jika kadar
gula di sepanjang batang tebu seragam kecuali beberapa ruas bagian pucuk
(Supriyadi, 1983).
Gula yang ada pada batang tebu merupakan hasil kerja (sintesa) dari
tanaman tebu itu sendiri yang hasilnya dari berbagai unsur yang berinteraksi
yaitu unsur air, CO2 di udara dan sinar matahari. Ketiga unsur akan
berinteraksi membentuk heksosa dan pada fase pemasakan heksosa tersebut
akan disintesa menjadi sukrosa. Tebu mengandung berbagai komponen
antara lain serabut, air dan sukrosa. Sebelum diolah, tebu harus digiling

terlebih dahulu hingga dihasilkan nira. Prosentase komponen tebu masak dan
niranya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Tebu Masak dan Niranya
Komponen

Tebu

Nira

Air (%)

70-80

70-90

Gula (%)

8-12

7-10

Serat (%)

10-16

Bukan Gula (potasium, sulfat, chlorida,


calsium,

phospat,

besi,

carbonat,as

amino, protein, gum, wax, fat, starch) (%)


Kotoran (%)

2-3

2-3
0.1-0.5

Sumber: Direktorat Teknologi, RNI (2005)


B.

PROSES PENGOLAHAN GULA KRISTAL


Proses pengolahan tebu menjadi gula pasir terbagi atas tiga tingkatan
yaitu mengeluarkan air gula (nira) dari batang tebu, membersihkan air gula
dari kotoran-kotoran dan mengentalkan air gula sehingga menjadi gula
(Gautara dan Wijandi, 1973).
Secara umum tahapan proses dalam pembuatan gula pasir adalah
sebagai berikut:
1. Penimbangan bahan baku
Bahan baku tebu diangkut dari kebun dengan truk, sesampai di pabrik
akan ditimbang dan dipindahkan ke lori (kereta pengangkut tebu) menuju
meja tebu sebagai tempat dimulainya perlakuan pendahuluan pengolahan
kristal gula (Anonymous, 1984). Menurut Soerjadi (1985), bahan baku
tebu dari lori dibawa ke meja tebu dan tebu tersebut akan mengalami
perlakuan pendahuluan berupa pengupasan dan pencacahan menjadi
fraksi yang lebih kecil. Perlakuan pendahuluan dimaksudkan untuk
mempermudah pengeluaran nira saat pemerahan nira di stasiun gilingan.

Tabel 2. Parameter Kinerja Stasiun Penimbangan Bahan Baku


PARAMETER
Tingkat kemasakan tebu
Jumlah bahan pengotor (trash)
Kesegaran tebu
Pol tebu
Kadar nira tebu
Kemurnian
nira
perahan
pertama
Sumber: Cahyadi (2005)

STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
24-40
%

5
%

24
jam

12
%

80
%

85

2. Penggilingan
Tebu yang bentuknya kecil-kecil tersebut kemudian mengalami
penggilingan. Penggilingan ini dimaksudkan untuk mengambil nira
mentah dari batang tebu dan memisahkannya dari ampas (Soerjadi,
1985). Menurut Rianggoro dan Daryanto (1984), hasil pemerahan tiap
gilingan berbeda, semakin ke balakang semakin kecil hasilnya, karena
nira yang terperah sebagian ada pada bagian parensia yang dengan
penekanan sedikit saja akan terperah dengan %brix terbesar, sedangkan
untuk gilingan selanjutnya yang terperah adalah korteks dan epidermis.
Tabel 3. Parameter Kinerja Stasiun Penggilingan
PARAMETER
Kadar sabut
Tingkat
Pencacahan
(Preparation
Index)
Fibre Loading
Imbibisi % sabut
Persentase
nira
mentah tebu
Persentase
ekstraksi nira
Kapasitas giling
Sumber: Cahyadi (2005)

SYARAT
-

STANDAR
NILAI
PG.
PG.
Kecil
Sedang
14-16

PG.
Besar

Satuan
%

>

90

200
200

g/dm2
%

100

>

96

1500

3000

4500

TCD

3. Pemurnian
Tujuan pemurnian adalah untuk membuang sebanyak-banyaknya zat
bukan gula sehingga diperoleh nira yang jernih dan mengusahakan agar
kerusakan gula akibat perlakuan proses pabrikasi minimal (Sartono,
1988). Pemurnian dengan susu kapur dilakukan dalam peti defekator
(bejana yang berfungsi untuk mencampurkan susu kapur dengan nira
mentah) dengan pH 10. Sebelum dialirkan ke dalam peti defekator, nira
mentah dipanaskan pada suhu 75o. Setelah reaksi akan terbentuk endapan
Ca-phospat. Selanjutnya dilakukan pemurnian dengan gas SO2 dalam peti
sulfitasi sampai pH 7,2. Hasil reaksi berupa endapan CaSO3 yang akan
menyelubungi endapan Ca-phospat sehingga akan menghasilkan endapan
yang kompak dan porous sehingga mudah ditapis. Hasil akhir pemurnian
nira encer dengan kotorannya melalui metode pengendapan dalam peti
pengendap (Rianggoro dan Daryanto, 1984).
Tabel 4. Parameter Kinerja Stasiun Pemurnian
PARAMETER
Turbidity nira
Kadar CaO dalam nira
Jumlah bahan pengasingan bukan
gula
Persentase pol blotong
Persentase blotong terhadap tebu
Sumber: Cahyadi (2005)

STANDAR
SYARAT NILAI Satuan

50
ppm
=
80
ppm

14

2
3

%
%

4. Penguapan
Tujuan dari pengendapan adalah untuk memekatkan nira encer,
sehingga diperoleh nira dengan kepekatan yang diharapkan (64oBe)
(Anonymous, 1984). Pada proses penguapan terkadang terjadi adanya
pergerakan akibat dari kurang sempurnanya proses pemurnian.
Pembersihan secara teratur perlu dilakukan untuk memperbaiki proses
(Anonymous, 1984).

Tabel 5. Parameter Kinerja Stasiun Penguapan


PARAMETER
Tingkat kekentalan nira
Warna nira kental
Suhu nira jernih
Sumber: Cahyadi (2005)

SYARAT

STANDAR
NILAI
65
Kuning
kecoklatan
100

Satuan
%brix
o

5. Kristalisasi
Kristalisasi

adalah

proses

peningkatan

kejenuhan

nira

dan

pembentukan kristal. Tujuan kristalisasi adalah untuk mendapatkan gula


kristal sebanyak mungkin secara mudah, sederhana dan ekonomis.
Kristalisasi menghasilkan kristal gula dan tetes dalam bentuk campuran
yang dapat dipisahkan di stasiun putaran (Martoharsono, 1997).
Tabel 6. Parameter Kinerja Stasiun Kristalisasi
PARAMETER
Kekentalan masakan
Tingkat kemurnian masakan
Purity drop
Kerataan kristal
Ukuran kristal
Sumber: Cahyadi (2005)

STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
93-94 % brix

85
%
10-15
%
rata
0.8-1.1
mm

6. Putaran
Pemutaran difungsikan untuk memisahkan kristal dengan larutannya
(stroop) menggunakan proses sentrifugasi dalam saringan sehingga
massa akan terlempar. Kristal akan tertahan pada dinding saringan dan
cairan akan menembus lubang saringan. Masing-masing masakan diputar
dalam alat putaran yang berbeda (Soerjadi, 1985).
Tabel 7. Parameter Kinerja Stasiun Putaran
PARAMETER
Kadar air
Warna
Ukuran kristal
Sumber: Cahyadi (2005)

STANDAR
SYARAT NILAI Satuan

1
% brix
putih
0.8-1.1
mm

7. Pengeringan, pendinginan dan pengemasan


Dalam alat pengering dan pendingin gula terdapat penghisap debu
gula untuk kemudian ditangkap dan dilebur kembali. Seteleh dingin dan
kering, gula disaring untuk memisahkan antara gula halus, gula kasar dan
gula produk. Gula halus dan gula kasar akan dilebur kembali sedangkan
gula produk akan ditimbang dan dikemas (Sartono, 1988). Pengemasan
adalah usaha perlindungan terhadap produk dari segala macam kerusakan
dengan menggunakan wadah (Soerjadi, 1985). Gula produk ditimbang
dengan timbangan curah dengan skala yang sudah diatur untuk berat
bersihnya, dan langsung masuk ke karung dan dijahit secara otomatis.
Selanjutnya gula produk dibawa ke gudang yang memenuhi syarat untuk
disimpan dan didistribusikan ke konsumen (Anonymous, 1984).
Tabel 8. Parameter Kinerja Stasiun Pengeringan, pendinginan dan penyaringan
PARAMETER
Kadar
air
gula
sentrifugal
Suhu gula sebelum
masuk karung
Berat gula per karung
Kemasan

SYARAT

STANDAR
NILAI

Satuan

40

50

kg

Karung plastik, inner bag

Sumber: Cahyadi (2005)


8.

Produk

Agar dapat dikonsumsi secara lengsung, gula harus memenuhi syarat


SNI gula yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Beberapa parameter
penilaian kinerja produk ditampilkan dalam tabel 9.

Tabel 9. Parameter Kinerja Produk


PARAMETER
Warna kristal
Warna
larutan
(ICUMSA), IU
Besar jenis butir
Susut pengeringan
Polarisasi (oZ, 20,
o
C)
Gula reduksi
Abu kondukiviti
Zat tidak larut
Belerang dioksida
(SO2)
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Arsen (As)
C.

SYARAT

STANDAR
NILAI
GKP 1 GKP 2 GKP 3
70
65
60

Satuan
%

250

350

450

IU

0.8-1.2
0.1

0.8-1.2
0.15

0.8-1.2
0.2

% b/b
mm b/b

99.6

99.5

99.4

% b/b

0.1
0.1
5

0.15
0.15
5

0.2
0.2
5

% b/b
TCD
derajat

30

30

30

mg/kg

2
2
1

2
2
1

2
2
1

mg/kg
mg/kg
mg/kg

KOMPONEN KRITIS PROSES


Krisis adalah suatu titik balik untuk menjadi lebih baik atau menjadi
lebih buruk dan merupakan saat yang menentukan. Krisis dapat pula
didefinisikan sebagai suatu saat yang tidak stabil dimana perubahan
mendasar sering terjadi. Hasil positif atau negatif yang terjadi merupakan
probabilitas yang cenderung berulang (Fink, 1986). Selanjutnya Fink (1986)
menambahkan bahwa perusahaan yang dapat membuat perencanaan untuk
suatu keadaan yang kritis maka sebenarnya perusahaan itu selangkah lebih
maju dalam memanfaatkan kesempatan keadaan kritis tersebut dibandingkan
perusahaan yang tidak mempersiapkan perencanaan kritis.
Salah satu strategi untuk mengidentifikasi kekritisan komponen yang
menunjang dalam suatu proses produksi adalah dengan prtimbangan multi
kriteria adalah Equipment Critically Rating (ECR). ECR ini bertujuan untuk
menentukan kekritisan dari alat (equipment) yang dipakai dalam proses
produksi dengan memperhatikan kriteria-kriteria yang berhubungan dengan
strategi persediaan komponen. Keluaran dari ECR adalah tingkat kekritisan

dari mesin atau komponen. Tingkat kekritisan tersebut dapat digolongkan


dalam 4 golongan yaitu Vital, Essential, Support, dan Operational yang
disingkat dengan VESO.
Definisi dari kekritisan equipment

dalam suatu sistem produksi

adalah sebagai berikut:

Ukuran untuk dapat mengetahui perbedaan relatif pentingnya peranan


suatu equipment terhadap equipment lain dalam suatu proses produksi.

Menyatakan tingkat besarnya konsekuensi yang akan diterima terhadap


kriteria yang disetujui apabila equipment tersebut mengalami kerusakan
Penggolongan komponen berdasarkan tingkat kekritisannya ke dalam

VESO yang artinya:


1. Vital
Merupakan komponen yang dipergunakan untuk proses utama, vital
terhadap operasi komersial dan keselamatan petugas. Bila komponen
tersebut rusak akan menyebebkan mesin tersebut shutdown, mempunyai
high cost, atau plant/personal safety tidak terjamin. Komponen ini
memerlukan frekuensi monitoring yang tinggi secara periodik. Peralatan
yang termasuk kategori ini adalah semua peralatan proses utama yang
apabila rusak akan langsung mengakibatkan kehilangan produksi dan
penalty cost.
2. Essential
Adalah komponen yang dipergunakan dalam proses atau essential
terhadap operasi komersial. Bila komponen tersebut rusak akan
menyebebkan pengurangan produksi dan mempunyai high replacement
cost. Komponen ini memerlukan frekuensi monitoring tinggi secara
periodik. Peralatan yang termasuk ketegori ini adalah peralatan proses
dan peralatan auxilary, yang pada umumnya mempunyai unit cadangan
dan apabila rusak tidak langsung mengakibatkan kehilangan produksi,
akan tetapi kerusakan yang berkepanjangan (lebih dari 24 jam) akan
mengakibatkan kehilangan produksi dan pinalty cost.

3. Support
Adalah komponen yang digunakan dalam proses dan memerlukan
periodic monitoring. Bila komponen rusak, tidak akan berpengaruh
terhadap operasi komersial dan safety. Semua peralatan proses lainnya
dan peralatan penunjang kehidupan yang apabila rusak lebih dari 72 jam
baru mempengaruhi kondisi kehidupan masuk dalam kategori support.
4. Operating
Adalah semua komponen yang tidak termasuk kategori 1,2 dan 3 dan
tidak memerlukan periodic monitoring secara rutin. Bila komponen
tersebut rusak, tidak berpengaruh terhadap keselamatan dan operasi
komersial. Semua peralatan non industri dan peralatan penunjang
kehidupan yang tidak termasuk klasifikasi tersebut di atas, termasuk
kategori operasional.
Untuk menentukan faktor-faktor kritis berdasarkan penggolongannya
(VESO) dipengaruhi oleh aspek-aspek yang harus dipertimbangkan
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Aspek-aspek yang sesuai dengan
kriterianya adalah sebagai berikut:
1. Safety: penilaian terhadap komponen berdasarkan servis yang di-handle,
yang mempunyai akibat pada plant safety

dan personal safety bila

komponen tersebut rusak


2. Life support : penilaian terhadap komponen berdasarkan kegunaan
komponen tersebut pada plant safety dan personal safety, bila terjadi
kerusakan mengakibatkan tidak terjaminnya plant safety dan personal
safety.
3. Commercial : penilaian terhadap komponen berdasarkan fungsi
komponen tersebut dalam proses produksi bila terjadi kerusakan akan
mengakibatkan gangguan produksi sehingga menimbulkan penalty cost.
4. Sparing Philosophy : penilaian terhadap komponen berdasarkan tersedia
tidaknya spare komponen terhadap yang sewaktu-waktu diperlukan
langsung dapat dioperasikan untuk menunjang 100% kapasitas produksi.
5. Mean Down Time : penilaian terhadap komponen berdasarkan lama
waktu overhaul.

6. Spare Part Lead Time : penilaian terhadap komponen berdasarkan waktu


yang dibutuhkan dalam pengadaan spare part dari komponen tersebut
untuk keperluan perbaikan/overhaul baik dilihat dari manufacturing time
maupun proses logistik.
7. Reliability : penilaian terhadap komponen berdasarkan keandalan (sering
atau tidaknya komponen rusak sewaktu dioperasikan)
8. Direct Maintenance Cost : penilaian terhadap komponen berdasarkan
harga penawaran langsung dari komponen tersebut.
9. Applicability of Condition Monitoring Technique : penilaian terhadap
komponen berdasarkan kemudahan, ketelitian, dan jumlah/ jenis data
atau informasi yang dapat diperolah dari komponen guna keperluan
pemeriksaan kondisi
10. Vendor availability : penilaian terhadap komponen berdasarkan tersedia
tidaknya dukungan pemasok yang sewaktu-waktu diperlukan dapat
membantu untuk mengatasi problem teknis dari komponen tersebut bila
diperlukan.
11. Design Maturity : penilaian terhadap komponen berdasarkan teknologi
disain (rancang bangun) ataupun jaminan disain dari komponen tersebut
sehingga diperlukan ketelitian yang tinggi dalam mengoperasikan dan
memeliharanya.

HIRARKI

EQUIPMENT
CRITICALLY RATING

SAFETY

EQUIPMENT
CRITICALLY
RATING

Penyebab Ledakan
Penyebab kenaikan
temperatur
Penyebab kenaikan
tegangan
Penyebab tertimpa/berat
Merusak bagian lain
Penyebab adanya racun

Life Support

- Kemungkinan terjadi
kerugian pada manusia
dan pabrik

Commercial

- Pengaruh terhadap
produksi

KEANDALAN

Kelengkapan data

Severity kondisi Operasi


Reliability

Vendor
Availability

- Kebutuhan akan Vendor

Spare Part
Lead Time

- Lama waktu Pemesanan

Applicability
of Condition
Monitoring
Technique

Lokasi equipment
Fasilitas monitoring
Parameter monitoring
Gangguan terhadap
operasi
Akurasi data
Keahlian petugas

Gambar 1. Struktur Hirarki Equipment Critically Rating (Tingkat Kekritisan


Peralatan)

D.

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN


Menurut Eriyatno (1999), Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah
pendekatan secara sistematis dalam menentukan teknologi ilmiah yang tepat
untuk mengambil keputusan, yang merupakan konsep spesifik yang
menghubungkan sistem komputerisasi informasi dengan para pengambil
keputusan sebagai penggunanya. SPK dimaksudkan untuk memaparkan
secara terinci elemen-elemen sistem sehingga dapat menunjang dalam proses
pengambilan keputusan.
Dalam suatu proses pengambilan keputusan, perusahaan akan
menghadapi kesulitan dengan adanya alternatif-alternatif pilihan sebagai
landasan untuk tindakan yang akan dilaksanakan. Kondisi tersebut menuntut
perusahaan untuk tahu dan mengerti tentang masalah yang dihadapi,
alternatif-alternatif

yang

ada,

dan

kriteria

untuk

mengukur

atau

membandingkan setiap alternatif guna mendapatkan alternatif yang terbaik.


Sebuah cara penggambaran atau biasa disebut model diperlukan bagi sebuah
perusahaan untuk melihat gambaran masalah tersebut secara menyeluruh
(Assauri, 1999).
Eriyatno (1998), menambahkan bahwa landasan utama dalam
pengembangan

SPK

adalah

konsepsi

model.

Konsepsi

model

ini

menggambarkan hubungan abstrak antara tiga komponen utama dalam


penunjang keputusan, yaitu: (a) pengambil keputusan atau pengguna, (b)
model dan (c) data. Masing-masing komponen tersebut dikelola oleh sebuah
sistem manajemen. Masukan dan keluaran untuk pengguna dikelola oleh
sebuah manajemen dialog, untuk pelaksanaan perintah model dikelola oleh
manajemen basis model dan data dikelola dengan baik oleh manajemen basis
data. Selain mengelola data dari SPK, manajemen basis data juga
mengakomodasikan masukan data dari sumber luar sebagai pertimbangan
untuk pengambilan keputusan, seperti data organisasi, data ekonomi dan lain
sebagainya (Kroenke, 1989). Sebuah struktur dasar SPK dapat dilihat pada
Gambar 2.

Basis Model
Sistem Penunjang Keputusan

Manajemen
Basis Model

Manajemen
Dialog

Pengguna

Manajemen
Basis Data

Basis
Data

Pelayanan Data
Eksternal

Gambar 2. Struktur Dasar Sistem Penunjang Keputusan (Kroenke, 1989)


Eriyatno (1998) menambahkan, bahwa Sistem Manajemen Dialog
adalah satu-satunya subsistem yang berkomunikasi dengan pengguna yang
berfungsi untuk menerima input dan memberikan output yang dikehendaki
pengguna.
Manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model
untuk mengkomputasi pangambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas
yang tergabung dalam pemodelan SPK, seperti pembuatan model,
implementasi, pengujian, validasi, eksekusi dan pemeliharaan model
(Eriyatno, 1998).
E.

EFISIENSI PROSES PRODUKSI


Setiap manajer ataun pimpinan organisasi selalu berkepentingan dan
memiliki

tanggung

jawab

langsung

dalam

meningkatkan

kinerja

(performance) organisasi yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mengukur


kinerja organisasi (performance measurement) merupakan salah satu

prasyarat bagi manajer agar dapat memobilisasi sumber daya secara efektif
untuk meningkatkan kinerja organisasi yang dipimpinannya. Pengukuran
kinerja dapat memberi arah pada keputusan strategis yang menyangkut
perkembangan suatu organisasi di masa yang akan datang (Makmun, 2002).
Efisiensi adalah salah satu parameter kinerja yang secara teoritis
merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah
organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input
yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran
efisiensi dilakukan, suatu perusahaan dihadapkan pada kondisi bagaimana
mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada,
atau mendapatkan tingkat input yang

minimum dengan tingkat output

tertentu. Hasil identifikasi alokasi input dan output dapat digunakan untuk
analisis penyebab rendahnya tingkat efisiensi (Muliaman et al., 2003).
Tingkat efisiensi dapat diukur secara teknis dan ekonomis. Efisiensi
secara teknis dapat tercapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah
tertentu digunakan kombinasi input yang terkecil dalam satuan fisik.
Efisiensi secara ekonomis dapat tercapai apabila untuk menghasilkan output
dalam jumlah tertentu digunakan biaya terendah (Lipsey, 1987).
Dalam teknis pengukuran kinerja, Saputra (2003) menyatakan bahwa
efisiensi merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan untuk
menentukan kinerja suatu unit kegiatan ekonomi. Efisiensi pada dasarnya
adalah optimalisasi penggunaan sumber-sumber dalam upaya untuk
mencapai tujuan organisasi.

Manfaat dari pengukuran efisiensi adalah

sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif, mengidentifikasi


faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat efisiensi dan untuk
melakukan analisis-analisis yang memiliki implikasi kebijakan guna
memperbaiki tingkat efisiensi unit kegiatan ekonomi yang bersangkutan.
Menurut Kast (1985), kinerja suatu sistem atau suatu perusahaan
dapat ditinjau dari dimensi luaran sistem yang meliputi, efektifitas, efisiensi
dan kepuasan. Efektifitas berkaitan dengan kinerja dalam pencapaian tujuan,
efisiensi berkaitan dengan penggunaan sumber dan kepuasan berkaitan
dengan penghargaan atas jerih payah partisipasi anggota organisasi.

Permasalahan industri gula berpangkal pada empat hal utama yaitu:


(1) inefisiensi di tingkat usaha tani; (2) inefisiensi di tingkat PG; (3) belum
efektifnya kebijakan pemerintah guna mendorong perkembangan industri
gula Indonesia; dan (4) industri dan perdagangan gula di pasar internasional
yang sangat distortif dimana hanya beberapa negara yang menguasai pangsa
pasar gula internasional dan memberlakukan tarif impor yang rendah.
Masalah klasik pada tingkat usaha tani adalah rendahnya produktivitas dan
rendemen. Rendahnya kualitas bahan baku tebu mempunyai kontribusi
sekitar 60-75% terhadap rendahnya rendemen, sedangkan sisanya adalah
pengaruh inefisiensi pabrik.
Kondisi pabrik gula, terutama yang ada di Jawa yang umumnya sudah
tua, merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya rendemen.
Ketersediaan jumlah bahan baku yang merupakan faktor penting dalam
efisiensi pabrik, semakin terbatas sehingga PG sering mengalami kesulitan
untuk mencapai kapasitas minimum (minimum hari giling) (Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia, 2005).
Salah satu sebab rendahnya daya saing industri gula dalam negeri
adalah inefisiensi pabrik-pabrik gula yang ada. Disamping itu permasalahan
kritis yang perlu dipecahkan dalam pabrik gula untuk meningkatkan efisiensi
pabrik adalah tingginya waktu break-down yang disebabkan lemahnya
koordinasi antar stasiun produksi serta kurang optimumnya proses karena
tidak adanya sistem monitoring dan kontrol (http:// www. iptek. net. id/ ind/
jurnal/ jurnal_idx. php?doc= VIII.IIB.10.htm). Faktor inefisiensi yang
bersumber dari faktor manajemen juga memberi kontribusi terhadap
inefisiensi di tingkat PG.
Barbiroli (1996) membedakan efisiensi perusahaan atas efisiensi
teknis dan ekonomis. Kajian ini dikhususkan mengukur tingkat efisiensi
proses, produksi yang berkaitan dengan penggunaan bahan baku, energi,
waktu, penampakan kualitas, dan keperdulian terhadap lingkungan. Untuk
mempermudah mengaudit dan mengevaluasi tingkat efisiensi tersebut
Barbiroli mengajukan 12 indikator efisiensi teknis dan ekonomis.Barbiroli
(1996) memperkenalkan pengukuran efisiensi proses produksi dengan

menggunakan dua belas indikator dengan memperhatikan aspek teknis dan


ekonomisnya. Keseluruhan indikator amat penting untuk diperhatikan demi
kesuksesan aktivitas produksi. Barbiroli (1996) mengukur efisiensi dari dua
belas indikator baik secara teknis dan ekonomis, secara terpisah-pisah
(efisiensi per indikator), secara kelompok (efisiensi per kelompok indikator)
dan secara keseluruhan yaitu efisiensi keseluruhan indikator dengan
mengambil nilai rata-ratanya. Semua pengukuran ini dihitung dengan rasio
dan terpisah-pisah dalam aspek teknis dan aspek ekonomis. Dua belas
indikator Barbiroli ditunjukkan pada Gambar 3.

Efisiensi
Masukan
Efisiensi
Kualitas
Produk
Absolut
Efisiensi Volume
Produk

Efisiensi Pengoperasian
Peralatan Statis

Efisiensi
Kualitas
Produk
Konstan
Efisiensi
Keanekaragaman
Produk Campuran

Efisiensi Pengoperasian
Peralatan Dinamis

Efisiensi Siklus Bahan Baku

Efisiensi Lingkungan
Produk Akhir

Efisiensi Lingkungan
Keseluruhan Proses

Efisiensi Siklus Energi

Efisiensi Lingkungan
Siklus Energi

Gambar 3 . Dua-belas Indikator Efisiensi


Seperti yang tersaji pada Gambar 3, indikator Barbiroli terdiri dari
dua belas pengukuran efisiensi, yaitu :
1. Efisiensi Siklus Bahan Baku
Efisiensi teknis bahan baku merupakan rasio antara jumlah bahan
baku yang terkandung dalam produk jadi dan jumlah bahan baku tanpa
air yang masuk proses. Efisiensi ekonomisnya merupakan perbandingan
antara biaya tambahan bahan baku ditambah biaya untuk meng-upgrade
bahan baku yang tidak digunakan dalam proses dengan nilai bahan baku

yang termasuk dalam produk ditambah dengan nilai bahan baku yang
terkandung dalam produk.
2. Efisiensi Siklus Energi
Efisiensi siklus energi menghitung tingkat efisiensi dari energi yang
digunakan di perusahaan. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara
jumlah total konsumsi energi yang digunakan perusahaan dengan
jumlah total energi terpakai untuk proses produksi. Efisiensi
ekonomisnya merupakan rasio antara biaya tambahan untuk energi
karena nilai konversi aktual dengan nilai energi yang benar-benar
digunakan dalam proses.
3. Efisiensi Lingkungan Keseluruhan Proses
Efisiensi lingkungan keseluruhan proses terdiri atas efisiensi teknis dan
efisiensi ekonomis. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara jumlah
total bahan baku dan bahan campuran yang berpotensi tercemar yang tidak
dibuang ke lingkungan dengan jumlah total bahan baku dan bahan
campuran yang berpotensi tercemar dan tidak diubah ke dalam produk.
Efisiensi ekonomisnya didefinisikan sebagai rasio antara total biaya
untuk mengurangi potensi yang hilang dari bahan baku dan bahan
campuran yang berpotensi polusi yang digunakan dalam proses dan tidak
diubah ke dalam produk dengan nilai bahan baku yang benar-benar
dimasukkan ke dalam produk.
4. Efisiensi Lingkungan Produk Akhir
Efisiensi lingkungan produk akhir terdiri atas efisiensi teknis dan
efisiensi ekonomis. Efisiensi teknisnya merupakan rasio antara jumlah
sisa bahan baku yang tidak dibuang ke lingkungan dengan jumlah bahan
baku yang terkandung dalam produk dan efisiensi ekonomisnya
didefinisikan sebagai rasio antara biaya untuk mengurangi bahan baku
yang dibuang ke lingkungan dengan nilai bahan baku dalam produk.
5. Efisiensi Lingkungan Siklus Energi
Efisiensi teknis dari efisiensi lingkungan siklus energi adalah rasio
antara jumlah total dari limbah kimiawi dan fisik yang tidak dibuang ke
lingkungan selama siklus energi dari proses dengan jumlah total

maksimum dari limbah kimiawi dan fisik selama siklus energi dari
proses. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara total biaya untuk
meminimisasi potensi yang hilang dari limbah yang dihasilkan dalam
siklus energi dengan nilai dari energi yang benar-benar digunakan dalam
proses.
6. Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis
Efisiensi pengoperasian peralatan statis mengukur tingkat efisiensi dari
mesin dan peralatan statis yang digunakan di dalam proses produksi
ditinjau dari aspek teknis maupun dari aspek ekonomis. Efisiensi teknisnya
adalah rasio antara selisih dari waktu kerja potensial peralatan dengan
waktu henti peralatan dengan total waktu kerja potensial peralatan.
Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara biaya tambahan karena adanya
waktu henti dengan biaya produksi (pengoperasian).
7. Efisiensi Volume Produk
Nilai

efisiensi

teknis

volume

produk

akhir

didapatkan

dari

perbandingan antara jumlah produk yang dijual sebagai output teknis


dengan jumlah maksimum produk yang dihasilkan sebagai input teknis.
Efisiensi ekonomisnya adalah perbandingan antara nilai maksimum
produk yang dapat dihasilkan dikurangi dengan nilai produk terjual
dengan nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan.
8. Efisiensi Masukan
Nilai efisiensi teknis dari efisiensi masukan didefinisikan sebagai rasio
antara jumlah optimal lead time per kg dari produk dengan total lead
time aktual per unit produk yang diukur untuk kondisi normal. Efisiensi
ekonomisnya adalah perbandingan antara biaya produksi aktual per kg
dikurangi biaya produksi optimal per kg dengan biaya produksi optimal
per kg.
9. Efisiensi Pengoperasian Peralatan Dinamis
Nilai efisiensi teknis dari efisiensi pengoperasian peralatan dinamis
adalah rasio antara total waktu kerja peralatan dikurangi total down time
setelah ada produk baru tanpa modifikasi struktur proses dengan total
waktu kerja peralatan. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara biaya

amortisasi per unit untuk produk baru dengan rata-rata biaya amortisasi
per unit untuk produk lama.
10. Efisiensi Keanekaragaman Produk Campuran
Nilai Efisiensi teknis dari efisiensi keanekaragaman produk campuran
merupakan rasio antara jumlah produk baru yang didapat dari kombinasi
input tanpa modifikasi struktur proses dengan jumlah produk yang
didapat dari proses. Efisiensi ekonomisnya adalah rasio antara biaya
produksi per unit rata-rata untuk produk baru yang didapat dari kombinasi
input tanpa modifikasi struktur proses dengan biaya produksi per unit
rata-rata untuk produk campuran gabungan.
11. Efisiensi Volume Produk
Nilai

efisiensi

teknis

volume

produk

akhir

didapatkan

dari

perbandingan antara jumlah produk yang dijual sebagai output teknis


dengan jumlah maksimum produk yang dihasilkan sebagai input teknis.
Efisiensi ekonomisnya adalah perbandingan antara nilai maksimum
produk yang dapat dihasilkan dikurangi dengan nilai produk terjual
dengan nilai maksimum produk yang dapat dihasilkan.
12. Efisiensi Kualitas Produk Absolut
Efisiensi ini didapatkan dari penguraian kinerja secara global, diukur
dengan merangkai beberapa faktor kinerja.

Efisiensi teknisnya adalah

rasio antara selisih jumlah produk yang memenuhi standar dengan jumlah
produk gagal dengan produk yang memenuhi standar.

Efisiensi

ekonomisnya merupakan rasio dari selisih biaya produksi aktual per unit
dengan biaya produksi optimal per unit dengan rata-rata biaya produksi
per unit.
Nilai-nilai efisiensi teknis akan semakin baik apabila nilainya
mendekati satu. Efisiensi ekonomis akan semakin baik apabila nilai yang
didapatkan mendekati nol.
Penelitian hanya menggunakan delapan indikator dari kedua belas
indikator tersebut. Indikator-indikator yang digunakan sudah disesuaikan
dengan lingkup penelitian. Delapan indikator tersebut adalah efisiensi siklus

material, efisiensi siklus energi, efisiensi lingkungan produk akhir, efisiensi


kualitas produk absolut, efisiensi kualitas produk konstan, efisiensi
pengoperasian peralatan statis, efisiensi volume produk dan efisiensi
masukan.
F.

DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)


Salah satu metode yang dikembangkan dalam upaya pengukuran
produktivitas perusahaan atau unit kerja tertentu adalah Data Envelopment
Analysis (DEA). Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Charnes et al.
(1978) dan merupakan metode pengukuran produktivitas dengan fungsi
produksi secara non parametrik (Joro et al., 1998).
Metode Data Envelopment Analysis (DEA) diciptakan sebagai alat
evaluasi kinerja suatu aktivitas di sebuah unit entitas. Secara sederhana
pengukuran dinyatakan dengan rasio: input/output yang merupakan satuan
pengukuran produktivitas yang bisa dinyatakan secara parsial (misalnya:
output per jam kerja ataupun output per pekerja, dengan output adalah
penjualan, profit, dsb) ataupun secara total (melibatkan semua output dan
input suatu entitas ke dalam pengukuran) yang dapat membantu
menunjukkan faktor input (output) apa yang paling berpengaruh dalam
menghasilkan suatu output (penggunaan suatu input). Hanya saja perluasan
pengukuran produktivitas dari parsial ke total akan membawa kesulitan
dalam memilih input dan output apa yang harus disertakan dan bagaimana
pembobotannya (Cooper et.al, 2002).
Data Envelopment Analysis (DEA) adalah teknik perhitungan
berdasarkan program linear untuk mengukur performasi relatif unit-unit
terorganisasi dimana kehadiran input dan output majemuk menyulitkan
perbandingan (Emrouzenad, 1999). Metodologi DEA merupakan sebuah
metode non parametrik yang menggunakan model program linier untuk
menghitung perbandingan rasio output dan input untuk semua unit yang
dibandingkan. DEA diperkenalkan pertama kali oleh Charnes,Cooper, dan
Rhodes (CCR) pada tahun 1978. Hasil perhitungan metode ini disebut
sebagai nilai efisiensi relatif (Siswandi et al., 2004).

Metode DEA diciptakan sebagai alat evaluasi kinerja suatu aktivitas


di sebuah unit entitas. Secara sederhana pengukuran dinyatakan dengan rasio
antara output dan input yang merupakan satuan pengukuran produktivitas
yang bisa dinyatakan secara parsial ataupun secara total melibatkan semua
input dan output suatu entitas kedalam pengukuran yang dapat membantu
menunjukkan faktor input (output) yang paling berpengaruh terhadap suatu
entitas kedalam pengukuran. Pengukuran ini dapat membantu menunjukan
faktor input (output) yang paling berpengaruh dalam menghasilkan suatu
output (penggunaan suatu input) (Siswandi et al., 2004).
Produk atau organisasi yang akan diukur efisiensi relatifnya disebut
sebagai

Unit

Pengambil

Keputusan

(UPK)

yang

diukur

dengan

membandingkan input dan output yang digunakan dengan sebuah titik yang
terdapat pada garis frontir efisien (efficient frontier). Garis frontir efisien ini
mengelilingi atau menutupi (envelop) data dari organisasi yang bersangkutan,
dari sinilah nama DEA diambil.

Garis frontir efisien ini diperoleh dari

hubungan unit yang relatif efisien (lihat garis Q-Q' pada Gambar 4).
Titik awal

X2

Metode DEA

X2
Q

Envelopment
Frontier

X1

Q
X1

Gambar 4 . Efisiensi Frontier dari Dua Input


UPK yang berada pada garis ini dianggap memiliki efisiensi sebesar
satu, sedangkan unit yang berada di bawah garis frontir efisien memiliki
efisiensi lebih kecil dari satu. Berbeda dengan pendekatan parametrik yang
menekankan pada optimisasi persamaan regresi (single regression) pada
masing-masing UPK, metode DEA yang menggunakan pendekatan non
parametrik menekankan pada optimisasi pengukuran kinerja untuk masingmasing UPK (Siswandi et al., 2004). Formulasi matematis metode DEA
dapat dilihat pada persamaan 1 di bawah ini.

U
s

hj =

rj

Yrj

r =1
m

X ij

ij

Weighted sum of output

............(1)

Weighted sum of input

i =1

Keterangan :
m = jumlah input, s = jumlah output dan n = jumlah UPK (indikator)
hj = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...n
Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r
Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i
Yrk = jumlah atau nilai output r pada indikator k
Xrk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k

Misalkan ada n UPK yang akan dievaluasi, maka setiap UPK memberikan
nilai yang bervariasi dari sejumlah m input untuk menghasilkan s output,
efisiensi dari UPK ke-j , hj diukur dengan index rasio dimana Xij adalah nilai
positif input ke-i UPK j (i=1,2,..m) dan Yrj adalah nilai ouput ke-r UPKj
(r=1,2,.. s).
Menurut Anderson (2000), beberapa keunggulan dari metode DEA
adalah :
1. DEA dapat digunakan untuk mengevaluasi model dengan input majemuk
(multiple input) dan output majemuk (multiple output).
2. Tidak dibutuhkan asumsi yang menghubungkan antara input dengan
output.
3. Input dan output yang digunakan dapat memiliki unit pengukuran yang
sangat berbeda.
Sebaliknya, keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh metode DEA adalah:
1. Gangguan seperti error pengukuran dapat menyebabkan permasalahan
yang sangat signifikan.
2. DEA tidak dapat menggambarkan efisiensi absolut.
3. Pengujian hipotesis statistik sulit untuk dilakukan karena DEA
merupakan teknik non parametrik.

G. ANALITICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Analitical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu pendekatan analisis


yang bertujuan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak
mempunyai struktur. Analisis ini biasanya diterapkan untuk memecahkan
masalah-masalah yang terukur (kuantitatif), maupun masalah-masalah yang
memerlukan

pendapat

(judgement),

AHP

banyak

digunakan

pada

pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi


sumberdaya, dan penentuan prioritas dari strategi yang dimiliki pihak yang
terlibat (aktor) dalam situasi konflik (Saaty, 1993).
AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak
terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata
dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan tiap variabel diberi nilai
numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif
dibandingkan dengan variabel lain. Saaty (1993) menambahkan, AHP
merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan
pendekatan sistem, dimana pengembil keputusan berusaha memahami suatu
kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil
keputusan. Dalam penerapannya, disarankan sedapat mungkin menghindari
adanya penyederhanaan seperti dengan membuat asumsi-asumsi, dengan
tujuan dapat diperoleh model-model yang kuantitatif.
Menurut Marimin (2004), AHP memungkinkan pengguna untuk
memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif
majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan
perbandingan

berpasangan

(pairwise

comparison).

Semua

elemen

dikelompokkan secara logika dan diperingatkan secara konsisten sesuai


dengan suatu kriteria yang logis.
Hirarki merupakan abstraksi hubungan dan pengaruh antara elemenelemen dalam struktur pada keseluruhan ssitem yang dipelajari. Abstraksi
merupakan bentuk hubungan antara elemen yang menggambarkan sistem
secara keseluruhan. Dalam praktek tidak ada prosedur baku yang digunakan
untuk menyusun hirarki. Cara yang paling umum dilakukan adalah dengan
mempelajari literatur mengenai sistem yang dipelajari atau melakukan

diskusi dengan orang yang berhubungan dengan sistem. Hirarki dari metode
ini dibagi menjadi fokus, faktor, aktor, tujuan dan alternatif, seperti terlihat
pada Gambar 5.
Fokus

Sasaran utama

Faktor

Faktor yang terlibat

Aktor

Pelaku yang terlibat

Tujuan

Tujuan dari pelaku

Alternatif

Alternatif penyelesaian

Gambar 5. Hirarki Metode Proses Hirarki Analitik (Saaty, 1993)


Saaty (1993), menambahkan bahwa tahapan-tahapan proses dalam
PHA adalah mengidentifikasi, memahami dan menilai interaksi-interaksi dari
sistem yang ada. Penilaian dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan
terhadap elemen-elemen keputusan pada suatu tingkat hirarki keputusan
dengan menggunakan nilai skala pengukuran yang dapat membedakan setiap
pendapat serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan transformasi
dalam bentuk pendapat (kualitatif) kedalam bentuk nilai angka (kuantitatif).
Tingkat kesahihan (validitas) pendapat tergantung pada konsistensi dan
akurasi pendapat.
Keuntungan digunakannya hirarki dalam pemecahan masalah
menurut Saaty (1993) adalah sebagai berikut:
a. Hirarki mewakili suatu sistem yang dapat menerangkan bagaimana
prioritas pada level di bawahnya.

b. Hirarki memberikan informasi rinci mengenai struktur dan fungsi dari


sistem pada level yang lebih rendah dan memberikan gambaran mengenai
aktor dan tujuan pada level yang lebih tinggi.
c. Sistem akan menjadi lebih efisien jika disusun dalam bentuk hirarki
dibandingkan dalam bentuk lain
d. Bersifat stabil dan fleksibel dalam arti penambahan elemen pada struktur
yang telah tersusun baik tidask akan mengganggu penampilannya.
H. PENELITIAN TERDAHULU

Natalia (2002), melakukan penelitian dengan analisis manajemen


mutu terpadu pada perusahaan agroindustri gula cair PT Puncak Gunung
Mas, Ciracas, Jakarta Timur. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini
adalah PT PGM mempunyai masalah utama yaitu mutu produk dengan sub
penyebab yang paling mempengaruhi adalah kualitas material untuk
penyebab material, staf dan operator untuk penyebab SDM, dan produktivitas
untuk penyebab mesin. Alternatif perbaikan yang perlu untuk segera
dilakukan adalah perbaikan manajemen terutama sistem adaministrasi dan
informasi dalam manajemen, selain itu teamwork atau kerjasama tim di PT
PGM juga masih harus diperbaiki.
Trisyulianti (2003), melakukan penelitian tentang desain sistem pakar
untuk interpretasi bagan kendali mutu pakan. BKM pakan ditujukan untuk
melihat apakah kondisi proses dalam keadaan terkendali atau tidak
terkendali. Karakteristik mutu yang dijadikan parameter adalah suhu.
Pengawasan mutu proses pakan meliputi rangkaian proses pakan dari mulai
penggilingan, pencampuran, pembuatan pellet, pendinginan, pembuatan
butiran, sampai pengemasan. Sistem pakar akan memanggil data base dan
menghitung batas pengendali atas dan batas pengendali bawah, kemudian
setiap titik penerimaan contoh dipanggil untuk dibuat bagan kendali mutu.
Sistem ahli akan merekomendasikan tindakan yang harus dilakukan
operator/supervisor.
Abduh (1999), meneliti tentang aplikasi model program sasaran pada
optimasi produksi gula di pabrik gula Takalar, Sulawesi Selatan. Tujuan

penelitian ini adalah menganalisis kegiatan produksi gula dilanjutkan dengan


merancangbangun model optimasi yang merepresentasikan keadaan di
lapangan dengan memperhatikan kendala bahan baku, tenaga kerja, tenaga
kerja tebang, sarana angkutan, kapasitas pabrik giling, ketersediaan biaya,
dan lahan. Pendekatan permasalahan dilakukan dengan metode pendekatan
berencana (planned approach), sedangkan perancangan model optimasi
menggunakan kaidah program sasaran linear. Dari hasil pengolahan model
optimasi produksi gula diketahui bahwa pada pemenuhan prioritas kedua
sebagian besar kendala-kendala sasaran dapat tercapai.
Juwita (2006), melakukan penelitian dengan judul Kajian Strategi
Peningkatan Kualitas Proses dan Produk Teh di PT. Perkebunan Nusantara
VIII Gunung Mas Cisarua Bogor. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana menurunnya kinerja proses dan mesin/peralatan sebagai faktor
penyebab rendahnya kualitas teh. Pemodelan sistem dirancang dengan
menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dan DEA for Windows. Efisien
relatif per indikator menghasilkan keluaran bahwa indikator siklus bahan
baku, pengoperasian peralatan statis dan volume produk akhir masih belum
efisien secara relatif. Efisiensi relatif per kelompok indikator menghasilkan
keluaran bahwa kelompok indikator peralatan dan kelompok indikator
produk masih belum efisien secara relatif. Efisiensi mesin dan peralatan
keseluruhan menghasilkan keluaran nilai efisiensi yang masih berada di
bawah standar tingkat dunia.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN

Kajian pengawasan kegiatan produksi pada industri gula kristal ini


dilakukan untuk mengembangkan suatu model Sistem Penunjang Keputusan
yang akan membantu para pengambil keputusan (desicion maker) dalam
melakukan pengendalian proses produksi secara efektif dan efisien.
Proses produksi

merupakan

aspek yang sangat penting untuk

diperhatikan dalam pembuatan suatu produk. Keberhasilan masing-masing


tahapan proses akan mempengaruhi keberhasilan proses secara keseluruhan.
Untuk mencapai keberhasilan proses pengolahan gula secara menyeluruh,
maka perlu diketahui faktor yang berpengaruh pada masing-masing tahapan
proses dan dilakukan tindakan pengendalian apabila dalam proses tersebut ada
kondisi yang tidak sesuai dengan parameter yang diharapkan oleh perusahaan
untuk mengembalikan proses pada kondisi yang ideal. Kualitas proses
produksi yang baik akan menyebabkan produk yang dihasilkan juga
berkualitas baik. Kualitas merupakan salah satu faktor yang juga penting yang
harus dipertimbangkan untuk mengantisipasi tuntutan konsumen dan
persaingan pasar yang semakin ketat.
Sistem penunjang keputusan merupakan salah satu usaha yang dapat
diterapkan untuk mempertahankan kelancaran proses produksi, efisiensi
sumberdaya yang digunakan, dan juga untuk mempertahankan kualitas produk
yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
Perancangan sistem penunjang keputusan akan memberikan informasi dan
keluaran bagi para pengambil keputusan tentang kondisi faktor-faktor
pendukung proses dan dapat segera dilakukan tindakan apabila dalam proses
tersebut menunjukkan adanya penyimpangan atau tak terkendali.
Dalam perancangan sistem ini, dimulai dengan analisis faktor-faktor yang
berpengaruh dalam proses, yaitu dengan menilai kemampuan proses itu
sendiri. Penilaian kemampuan (kinerja proses) dilakukan dengan memantau

hasil proses pada setiap stasiun kerja berdasarkan parameter kinerja proses
yang diterapkan pada perusahaan. Hasil pemantauan proses yang didapat
dibandingkan dengan spesifikasi yang ingin dicapai perusahaan sehingga
dapat diketahui seberapa besar penyimpangan dan variasi yang ada dalam
masing-masing

stasiun

proses.

Apabila

suatu

stasiun

mengalami

penyimpangan yang melebihi batas spesifikasi atau memiliki tingkat


variabilitas yang tinggi akan dapat menyebabkan proses-proses selanjutnya
juga mengalami penyimpangan. Kegiatan pemantauan proses akan lebih
efektif bila menggunakan teknik-teknik statistika seperti diagram pengendali
dan menggunakan teknik akurasi yaitu dengan memperbolehkan terjadinya
penyimpangan sebesar 10%.
Selain kemampuan proses, faktor yang juga memegang peranan penting
dalam mendukung kelancaran proses adalah kondisi mesin dan peralatan.
Kondisi mesin dan peralatan yang baik akan dapat memperkecil tingkat
kerusakan dan dapat menekan jam henti dalam pabrik. Kerusakan mesin dapat
diantisipasi dengan mengetahui kekritisan mesin dan peralatan sehingga para
pengambil keputusan dapat menyusun jadwal perawatan dan perbaikan secara
periodik baik selama masa giling ataupun di luar masa giling. Perhitungan
mesin kritis didasarkan pada pendapat para pakar atau pihak yang
berkompeten dalam bidang tersebut untuk pembobotan kriteria dan
indikatornya serta didukung oleh data yang didapat tentang kerusakan dan jam
henti selama masa giling. Identifikasi terhadap titik-titik kritis komponen
pendukung proses tersebut menggunakan metode ECR (Equipment Critically
Rating).
Kegiatan proses produksi dapat berjalan apabila didukung oleh sumber
daya yang memadai. Ketersediaan sumber daya tersebut juga harus diatur
penggunaannya agar proses produksi dapat optimal dalam semua segi. Tingkat
efisiensi penggunaan sumber daya perlu dievaluasi agar perusahaan dapat
memperbaiki dan meningkatkan kinerja dan produktivitasnya. Aspek-aspek
yang diukur untuk mengetahui tingkat efisiensi produksi ini menggunakan
metode Data Envelopment Analysis dan melibatkan beberapa indikator yang

terdapat pada indikator Barbiroli yang juga disesuaikan dengan kondisi


perusahaan.
Pemodelan terakhir dari sistem ini adalah penyusunan hirarki
pengambilan keputusan pengendalian proses produksi. Metode AHP
diterapkan untuk menentukan tahapan kritis mana dalam proses yang harus
dikendalikan dan diperbaiki berdasarkan pembobotan faktor dan kriteria
terbesar yang dilakukan oleh pakar gula. Faktor dan kriteria yang digunakan
berdasarkan model perhitungan sebelumnya yang ditambah faktor pendukung
kualitatif dan diberi penilaian secara kuantitatif. Kerangka konseptual
penelitian terdapat pada Gambar 6.
B. PENDEKATAN SISTEM

Sistem merupakan sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam


keadaan yang saling berhubungan untuk tujuan yang sama. Pendekatan sistem
merupakan metoda pemecahan masalah yang dimulai dengan identifikasi dan
analisis kebutuhan serta diakhiri dengan hasil berupa sistem operasi yang
efektif dan efisien (Eriyatno, 1999).
Marimin (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan sistem
adalah penerapan sistem ilmiah dan manajemen. Dengan cara ini hendak
diketahui fator-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu
organisasi atau sistem. Metode ilmiah dapat menghindarkan menejemen
mengambil kesimpulan-kesimpulan yang sederhana dan simplisitis searah oleh
suatu masalah disebabkan oleh pengertian yang lebih luas mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk
memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem.
Pendekatan sistem ini dicirikan dengan adanya metodologi perencanaan
atau pengelolaan yang bersifat multidisiplin dan terorganisir, penggunaan
model matematika, mampu berfikir secara kualitatif, penggunaan teknik
simulasi dan optimasi, serta diaplikasikan dengan komputer. Pendekatan
sistem dengan menggunakan model yaitu suatu abstraksi keadaan nyata atau
penyederhanaan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem
(Eriyatno, 1999).

Penentuan Topik dan Tujuan


Penelitian

Identifikasi faktor pendukung


pengendalian proses

Pemantauan
proses

Pengumpulan data
mesin produksi

Teknik
Akurasi

Penilaian Setiap
Tahapan/stasiun
Proses

Bagan
Kendali

Pengukuran
penyimpangan
proses

Teknik
Akurasi

ECR

Pengumpulan data
input-output indikator
efisiensi produksi

Indikator
Barbiroli

Identifikasi
Faktor Kritis
Mesin

Penilaian
Kriteria
Utama

Pairwise
comparison

DEA

Penilaian
Indikator
Komponen

Identifikasi Atribut Pengendalian Proses

Penyusunan
Hirarki AHP

Pembobotan Kriteria
dan Alternatif

Perbandingan
berpasangan

Penentuan Prioritas

Evaluasi Konsistensi

Perumusan SPK Pengendalian Proses


Produksi Gula Kristal Putih

Pemodelan, implementasi, verifikasi,


evaluasi sistem

Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian


Proses Produksi Gula Kristal

AHP

Pemilihan
indikator
efisiensi

Perhitungan
efisiensi tiap
indikator

Gambar 6. Kerangka Konseptual Penelitian


1. Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu
sistem. Analisis ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru
kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan
yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan selalu mengangkut interaksi antara
respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya
sistem. Analisis ini dapat meliputi hasil survei, pendapat ahli, observasi
lapangan dan sebagainya (Marimin, 2004). Identifikasi kebutuhan dari
Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal
adalah sebagai berikut:
a. Bagian produksi

1) Bahan baku bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan


perusahaan
2) Biaya pengendalian proses relatif rendah
3) Kelancaran dan kestabilan proses produksi
4) Proses yang menyimpang dapat segera dikendalikan
5) Kontinuitas suplai bahan baku
6) Proses berjalan tepat waktu dan jam henti dapat diminimalkan
b. Bagian pengendalian mutu

1) Sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien


2) Mutu bahan baku dan produk sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan
3) Biaya pengendalian mutu relatif rendah
4) Meningkatnya jaminan kualitas dan keamanan gula
c. Operator/karyawan

1) Mengetahui tahapan-tahapan dalam proses yang kritis


2) Hanya memberi perhatian lebih pada tahapan proses yang kritis
3) Bekerja lebih efektif dan efisien

d. Bagian Maintenance

1) Mengetahui komponen-komponen pendukung proses yang kritis


2) Memperkirakan saat-saat perawatan dan perbaikan suatu komponen
3) Membuat jadwal pemeliharaan komponen pendukung proses
2. Formulasi Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi dalam pengendalian kualitas sektor pasca


panen produk gula kristal adalah sistem pengolahan yang diterapkan saat
ini belum optimal, sedangkan produk gula kristal mempunyai sifat yang
mudah rusak. Beberapa permasalahan yang ada pada sistem pengendalian
proses produksi gula kristal antara lain adanya variasi yang besar pada
setiap tahapan proses, pengambilan keputusan yang lambat dan belum
diterapkannya statistika pengendalian mutu proses produksi.
Model sistem pengendalian proses produksi yang akan dirancang,
diharapkan dapat membantu menerapkan sistem pengendalian proses
produksi secara keseluruhan dan membantu pengambilan keputusan secara
efektif dan efisien dalam biaya yang harus dikeluarkan.
3. Identifikasi Sistem

Identifikasi

sistem

merupakan

suatu

rantai

hubungan

antara

pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari


masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan
tersebut (Eriyatno, 1999). Identifikasi sistem bertujuan untuk memberi
gambaran terhadap sistem yang dikaji. Diagram yang digunakan dalam
identifikasi sistem adalah dalam bentuk diagram input output seperti yang
terlihat pada gambar 7.

Input Lingkungan
-

Standar Nasional Indonesia


Peraturan pemerintah
Keadaan sosial ekonomi
Kebijaksanaan pabrik

Input Tak Terkendali


-

Output Dikehendaki

Harga bahan baku


Harga bahan pembantu
Kontinuitas bahan baku
Mutu bahan baku
Kondisi mesin dan peralatan

Proses berjalan lancar


Produk seragam dan berkualitas tinggi
Biaya mutu optimal
Kepuasan dan kepercayaan konsumen
Efisiensi dan efektifitas pengendalian
kualitas proses produksi

Sistem Pengendalian Proses


Produksi Gula Kristal

Input Terkendali
-

Output Tak Dikehendaki

Teknik dan metode statistika


pengendalian proses
Spesifikasi mutu proses yang
diharapkan
Sumberdaya manusia
Peralatan pengendalian proses

Tingkat kecacatan tinggi


Biaya penggantian produk cacat tinggi
Kapasitas produksi menurun
Kinerja proses rendah
Jam henti banyak

MANAJEMEN PENGENDALIAN
PROSES PRODUKSI
Gambar 7. Diagram Input-Output Sistem Penunjang Keputusan
Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal
C. TATA LAKSANA
1. Sumber dan Cara Pengumpulan Data

Pengambilan data akan dilakukan di PT Rajawali II Unit PG Jatitujuh,


Cirebon pada bagian produksi dan pengendalian mutu. Dilakukan dengan
cara wawancara dengan pihak-pihak terkait yang berkompeten dan ahli

dalam industri pengolahan gula kristal putih (expert survey) dan melalui
pengamatan langsung di lapangan pada saat proses produksi berlangsung.
2. Pengolahan Data
a. Pemantauan Proses

Pemantauan proses dilakukan pada masing-masing stasiun produksi


dengan menggunakan data parameter-parameter proses yang digunakan
oleh perusahaan. Data yang telah diperoleh dianalisa dengan teknik
pengendalian kualitas statistika yang berupa bagan kendali dan diagram
kapabilitas. Dengan menggunakan diagram kendali dapat diketahui
variabilitas pada proses dan besar penyimpangannya dari batas-batas
kendali. Setelah diketahui rata-rata proses dan tingkat variasinya
kemudian dihitung menggunakan teknik akurasi, dimana akurasi dapat
didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual (average)
dengan nilai standar (true value) (Besterfield,1990). Akurasi dihitung
menggunakan persamaan:
A= X-S
Dimana :
A

= Akurasi

= Rata-rata hasil pengukuran

= Standar pabrikasi

Variasi (penyimpangan) maksimum akurasi dihitung menggunakan


persamaan berikut:
Amax = VS%*S
Dimana :
Amax

= Akurasi maksimum

VS

= Variasi standar yang masih dapat diterima (%)

= Standar pabrikasi

Persentase variasi yang digunakan adalah 10%. Nilai 10%


merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima
(acceptable) dalam dunia industri (Cahyadi, 2005). Dalam implementasi,

standar penilaian yang akan digunakan sebagai justifikasi kondisi kinerja


aktivitas atau proses adalah nilai persentase dari variasi (penyimpangan).
Justifikasi terkendali atau tidaknya suatu proses dihitung berdasarkan
nilai rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas yang terdapat dalam
stasiun tersebut. Persentase variasi aktivitas dihitung menggunakan:
%Vact = ( X

S) x 100%

act

S
Dimana :
%Vact = Persentase variasi aktivitas

act

= Rata-rata hasil pengukuran varisi aktivitas


= Standar aktivitas

Persentase variasi stasiun produksi dihitung menggunakan persamaan


sebagai berikut:

%V
n

%Vst =

act i

i =1

Dimana:
%Vst = Persentase variasi stasiun produksi
Vacti

= Persentase variasi aktivitas yang ke-i

= Jumlah aktivitas

b. Penentuan faktor dan titik-titik kritis komponen

Penentuan kekritisan komponen pendukung proses menggunakan


pendapat beberapa pakar internal peruasahaan. Dalam proses penilaian
kekritisan komponen ini disebarkan kuesioner kepada bagian pabrikasi
dan instalasi yang berkompeten sebanyak tiga orang. Dalam kuesioner
tersebut para pakar memberikan bobot untuk masing-masing indikator
dan kriteria kekritisan masing-masing mesin dan peralatan stasiun
proses. Identifikasi komponen kritis pendukung proses menggunakan
metode Equipment Critically Rating (ECR). Selain dari pembobotan

para pakar juga digunakan data dari perusahaan untuk kerusakan atau
jem henti selama proses produksi.

ECR
Bobot
Kriteria 1

Kriteria 2

Kriteria 3

Kriteria

Indikator

Gambar 8. Struktur Pengolahan Data ECR

Nilai ECR

Struktur pengolahan data ECR seperti gambar diatas menunjukkan setiap


indikator dijumlahkan dalam satu kriteria, kemudian dikalikan dengan
bobot kriteria yang dimilikinya. Jumlah nilai dari masing-masing kriteria
tersebut merupakan nilai ECR komponen.
Secara matematika prosedur tersebut digambarkan sebagai berikut:

b xN
K

ECR =

i =1

bi = Bobot masing-masing kriteria


Ni = nilai kriteria berdasarkan indikator-indikatornya

I xD
n

Di = Bobot setiap indikator


c. Analitycal Hierarchy Process (AHP)

Analisis

AHP

berdasarkan

dimulai

hasil

dengan

wawancara

melakukan
dan

penilaian

kuesioner

dari

pendapat
responden

terkait.adapun tahapan analisa data adalah sebagai berikut (Saaty, 1993):


1) Identifikasi sistem, yaitu mendefinisikan permasalahan dan rinci
pemecahan yang didinginkan, yang dilakukan dengan studi pustaka,
yaitu mempelajari beberapa dokumen terutama yang berkaitan dengan
perencanaan.

2) Penyusunan hirarki. Dalam penyusunan hirarki atau struktur


keputusan dilakukan dengan mengelompokkan elemen-elemen sistem
yang diperoleh berdasarkan studi pustaka dan dipadukan dengan
kondisi nyata di lapangan ke dalam suatu abstraksi sistem hirarki
keputusan.
3) Komparasi berpasangan. Mengembangkan pengaruh relatif setiap
elemen yang relevan terhadap masing-masing tujuan pada setiap level
hirarki. Penilaian dilakukan dengan menggunakan teknik komparasi
berpasangan (pairwise comparison) dengan memberikan bobot
numerik serta membandingkan elemen satu dengan lainnya. Dalam
menentukan

tingkat

kepentingan

(bobot),

penilaian

pendapat

(judgement) dilakukan dengan menggunakan fungsi berfikir yang


dikombinasikan dengan intuisi, perasaan dan penginderaan. Adapun
nilai dan definisi skala komparasi tersebut seperti tercantum pada
Tabel 10.
Tabel 10. Skala Komparasi (Saaty,1993)
Intensitas
Kepentingan
1

Definisi
Kedua elemen sama pentingnya

Elemen yang satu sedikit lebih


penting dibanding yang lainnya

Elemen yang satu lebih esensial


atau bersifat lebih penting,
menonjol
dibanding
elemen
lainnya
Satu elemen jelas lebih penting
dari elemen lainnya (menunjukkan
sifat
sangat
penting
yang
menonjol)
Satu elemen mutlak lebih penting
dibanding dengan lainnya

2; 4; 6; 8
Nilai Kebalikan

Penjelasan
Sumbangan dua elemen sama
besar pada sifat itu
Pengalaman dan pertimbangan
sedikit menyokong satu elemen
atas yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan
dengan kuat menyokong satu
elemen atas yang lainnya
Satu
elemen
dengan
kuat
menyokong, dominasinya tampak
dalam kenyataan

Bukti yang menyokong elemen


yang satu atas yang lainnya
memiliki
tingkat
penegasan
tertinggi
yang
mungkin
menguatkan
Nilai-nilai antara di antara dua Kompromi diperlukan antara dua
pertimbangan yang berdekatan
pertimbangan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan
aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan
dengan nilai i.

Jika C1, C2, ..., Cn merupakan elemen- elemen suatu level dalam
hirarki, maka apabila C1 dibandingkan dengan Cj didefinisikan
sebagai nilai yang mengidentifikasikan besarnya kepentingan
(kekuatan) C1 terhadap Cj. Nilai aij=1/aij merupakan perbandingan
kebalikannya. Nilai-nilai diatas akan membentuk matriks segi n (A)
untuk i,j = 1, 2, 3, ..., n. Matriks tersebut adalah sebagai berikut:

A = (aij)

C1

C2

...

Cn

C1

a12

...

a1n

C2

1/ a12

...

A2a

...

...

...

...

...

Cn

1/ a1n

1/a2n

...

4) Matriks Pendapat Gabungan. Merupakan susunan matriks beru yang


elemen-elemennya (gij) berasal dari rata-rata geometrik elemen
matriks pendapat individu (aij) yang rasio konsistensinya (CR)
memenuhi syarat. Formulasi rata-rata geometrik:
Gij = m aij (k)
Dimana:
m = jumlah responden
gij

= elemen matriks pendapat gabungan individu pada baris ke-i,

kolom ke-j
aij (k)

= elemen matriks pendapat individu pada baris ke-i,

kolom ke-j untuk matriks pendapat individu dengan CR yang


memenuhi persyaratan ke-k
k

= 1,2, ..., n

= jumlah matriks pendapat individu (responden dengan CR

memenuhi syarat)
5) Pengolahan Horisontal, digunakan untuk menyusun prioritas elemenelemen keputusan pada setiap tingkat hirarki keputusan. Pengolahan
horisontal dapat dilakukan dalam lima tahap:

a. perkalian baris (z) dengan menggunakan rumus:


VE Z4 = n aij (ij = 1...n)

b. perhitungan vektor prioritas atau vektor cirri (eigen vector) dengan


rumus: VPI = VEI
VE dimana VPI adalah elemen vektor prioritas ke-I; I = 1,2, ..., n
c. perhitungan nilai eigen maksimum (max) dengan rumus
VA = (aij) x VP, dengan VA = (VAI)
VB = VA
VP dengan VB = (VP j)
max = 1/n VB untuk I = 1,2, ..., n
VA = VB = vektor antara

d. perhitungan indeks konsistensi (CI) dengan rumus:


CI = max n
N-1

e. perhitungan rasio konsistensi (CR) dengan rumus:


CR = CI

RI dimana RI = Random Indeks (Indeks Acak)


Nilai rasio konsistensi (CR) < 0,1 merupakan nilai dengan tingkat
konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
d. Perhitungan Efisiensi

Penelitian hanya menggunakan enam indikator efisiensi proses


produksi dari dua belas indikator Barbiroli.

Pemilihan indikator ini

dilakukan berdasarkan atas penyesuaian dengan ruang lingkup penelitian


dan kondisi proses di perusahaan. Delapan indikator Barbiroli tersebut
adalah Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE),
Efisiensi Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE), Efisiensi
Lingkungan Produk Akhir (Final Product Environmental Efficiency :

FPEE), Efisiensi Kualitas Absolut Produk (Product Absolute Quality


Efficiency : PAQE), Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment
Static Operating Efficiency : ESOE), dan Efisiensi Masukan (Input
Efficiency : IE). Analisis efisiensi pada penelitian kali ini dibagi menjadi
dua macam, yaitu efisiensi absolut dan efisiensi relatif.

i. Perhitungan Efisiensi Absolut

Perhitungan efisiensi absolut menggunakan dua persamaan, yaitu :


Efisiensi absolut teknis

= output teknis.........
input teknis
Efisiensi absolut ekonomis = output ekonomis...
input ekonomis

(1)
(2)

ii. Perhitungan Efisiensi Relatif Menggunakan Analisis DEA

DEA merupakan suatu analisis yang didesain secara spesifik


untuk mengukur efisiensi relatif dari suatu unit produksi dalam
kondisi terdapat banyak output maupun banyak input yang biasanya
sulit disiasati oleh teknik analisis pengukuran efisiensi rasio maupun
analisis regresi. Efisiensi dalam DEA dinyatakan sebagai rasio antara
total output tertimbang dan total input tertimbang (Charnes et al,
1994).
Setiap unit pengambil keputusan (UPK) diasumsikan bebas untuk
menentukan bobot bagi setiap variabel-variabel output maupun input
yang ada, asalkan mampu memenuhi dua kondisi yang disyaratkan,
yaitu:
a. bobot tidak boleh negatif
b. bobot harus bersifat universal atau tidak menghasilkan indikator
efisiensi di atas normal atau lebih besar dari satu nilai bilamana
dipakai UPK yang lainnya.
Model matematis DEA untuk suatu UPK dapat dirumuskan
kedalam suatu program linear fraksional dengan menjadikan bobot
input dan output dari UPK bersangkutan sebagai variabel keputusan.
Misalkan ada n UPK yang akan dievaluasi, maka setiap UPK
memberikan nilai yang bervariasi dari sejumlah m input untuk
menghasilkan s output, efisiensi dari UPK ke-j , hj diukur dengan
index rasio dimana Xij adalah nilai positif input ke-i UPK j (i=1,2,..m)
dan Yrj adalah nilai ouput ke-r UPKj (r=1,2,.. s).

Formulasi

matematis metode DEA dapat dilihat pada persamaan 1 di bawah ini.

maksimumkan hj =

U
r =1
m

V
i =1

rj

ij

Yrj

X ij

Weighted sum of output


Weighted sum of input

..(1)

Keterangan :
m = jumlah input, s = jumlah output dan n = jumlah indikator
hj = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...n
Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r
Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i
Yrk = jumlah atau nilai output r pada indikator k
Xrk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k

dengan kendala :
s

U
r =1
m

rj

.....(2)

X ij

ij

i =1

Yrj

dan batas non negatif


Urj 0 dan Vij 0, r = 1....s dan i = 1...m

.....(3)

Persamaan (1) berbentuk fraksional yang akan bernilai maksimum


jika :
s

hj = U rj Yrj maksimumkan (0 hj 1) dan

.....(4)

r =1

ij

i =1

.....(5)

X ij

sedangkan persamaan (2) dalam bentuk linear akan menjadi :


s

U
r =1
m

ij

i =1

rj

Yrj
1

X ij

U
i =1

rj

Yrj

U
i =1

ij

i =1

X ij

.....(6)

rj Yrj -

V
i =1

ij

X ij 0

.....(7)

Selanjutnya, masing-masing program linear fraksional yang


dirumuskan dalam (1), (2) dan (3) dapat ditransformasikan ke
dalam sebuah program linear (Sutapa dan Rahardjo, 2001), yaitu :
s

Maksimumkan hj = U rj Yrj

.....(4)

r =1

dengan kendala :
m

V
i =1

ij

X ij = 1

U rj Yrj i =1

.....(5)

V
i =1

ij

X ij 0

j = 1...n

.....(7)

dan batas non negatif


Urj 0 dan Vrj 0, r = 1...s dan i = 1...m

.....(8)

Program linear yang dirumuskan dalam persamaan (4), (5), (7)


dan (8) kemudian dipecahkan dengan menggunakan metode
simpleks untuk mendapatkan solusi optimal berupa nilai efisiensi
relatif UPKr. Nilai-nilai parameter yang berupa jumlah output dan
input dari masing-masing UPK untuk kemudian dapat langsung
dimasukkan ke dalam model tanpa harus memiliki satuan yang
sama.
Setiap UPK akan membutuhkan satu program linear seperti (4)
dan (7). Program linear untuk masing-masing UPK pada dasarnya
adalah sama, perbedaannya hanya terletak pada koefisien fungsi
tujuan (4) dan koefisien fungsi kendala (5).
Analisis DEA untuk kemudian akan menghasilkan solusi
optimal untuk setiap program linear dari masing-masing UPK.
Suatu UPK dikatakan efisien secara relatif apabila nilai nilai
efisiensinya 100 %. Apabila nilai efisiensinya kurang dari 100 %
maka nilai UPK bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif.
3. Perancangan Sistem

Perancangan sistem didasarkan pada sistem yang dikaji, meliputi


perancangan sistem basis data dan basis model menggunakan data flow
diagram sebagai rancangan sistem global.

4. Implementasi dan Verifikasi

Pada

tahap

ini,

hasil

rancangan

serta

basis

pengetahuan

diimplementasikan ke dalam suatu bentuk perangkat lunak komputer.


Pengembangan model dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft
Visual Basic 6.0 dan Microsoft Front Page untuk pengembangan sistem

manajemen basis data. Selain menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0,


analisis model juga mempergunakan DEA for Windows, untuk melakukan
analisis efisiensi relatif produksi, Minitab13.3 untuk analisa kemampuan
proses, dan Expert Choice 2000 untuk analisa komponen kritis dan
pengendalian proses produksi.
Model yang telah terbentuk dalam sistem yang dibuat dilakukan
verifikasi dan validasi dengan menggunakan data aktual untuk mengetahui
apakah model tersebut cukup layak digunakan dan dapat memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan.

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A.SEJARAHDANPERKEMBANGANPERUSAHAAN
Sejarah dari pendirian Pabrik Gula Jatitujuh dimulai dengan adanya
kerjasama antara pemerintah Republik Indinesia dan Bank Dunia dalam
membentuk Indonesian Sugar Study (ISS), programnya yaitu mencari areal
baru yang berorientasi pada lahan kering.
Pabrik Gula Jatitujuh diresmikan pada tanggal 5 September 1980 oleh
Presiden Republik Indonesia Bapak Soeharto. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 10 tahun 1981 tanggal 1 April 1981, PNP XIV dirubah
satatusnya menjadi PT. Perkebunan XIV Persero dimana Pabrik Gula Jatitujuh
bernaung dibawahnya.
Perkembangan pabrik dilaksanakan dari Maret 1976 sampai Septemner
1978 dengan kontraktor Perancis (Fives Cail Babcock). Tujuan dari pendirian
pabrik adalah:
1. Meningkatkan produksi gula guna memenuhi kebutuhan konsumen dalam
negeri.
2. Menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar pabrik gula,
sehingga dapat mengurangi laju urbanisasi dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat tersebut.
3. Meningkatkan pendapatan negara dari sektor non-migas.
4. Menggunakan kembali bekas tanah hutan yang tidak produktif.
Pabrik Gula Jatitujuh terletak di desa Sumber, Kecamatan Jatitujuh,
Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat. Pabrik ini berjarak 77 km dari
Kodya Cirebon ( 7 20 km dari Jatibarang) dan

32 km dari Kodya

Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka.

B.STRUKTURORGANISASIDANKETENAGAKERJAAN
Struktur organisasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting
pada suatu perusahaan. Adanya struktur organisasi dapat diketahui dengan

jelas kedudukan (pemisahan tanggung jawab) dan hubungan antar bagian satu
dengan bagian yang lainnya, serta dapat diharapkan terjalin kerjasama yang
baik dalam menjalankan visi dan misi perusahaan.
Pabrik Gula Jatitujuh dipimpin oleh seorang general Manajer yang
bertanggung jawab kepada Direksi. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya,
seorang general Manajer dibantu oleh:
1. Kepala Bagian Sumberdaya Manusia dan Umum. Disebut juga Kepala
Bagian Administratur.
2. Kepala Bagian Tanaman. Bertanggung jawab kepada General Manajer di
bidang tanaman.
3. Kepala Bagian Pabrikasi. Bertanggung jawab kepada General Manajer
dalam bidang pabrikasi.
4. Kepala Bagian Instalasi. Bertanggung jawab dalam pengoperasian alat dan
mesin yang digunakan dalam proses produksi.
5. Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan (TUK).
Dalam pengoperasian Pabrik Gula Jatitujuh memperkerjakan sejumlah
karyawan.

Karyawan

tersebut

diklasifikasikan

berdasarkan

waktu

penggunaan, sebagai berikut:


1. Karyawan Tetap / Staff
2. Karyawan Bulanan dan Non Staff
3. Karyawan Musiman
4. Karyawan Harian
Pada musim giling karyawan bagian pabrikasi dan instalasi bekerja
selama 24 jam dengan pergantian jam kerja sebagai berikut:
Pagi

: 07.00 15.00

Siang

: 15.00 23.00

Malam

: 23.00 07.00

Sedangkan pada waktu bukan musim giling, karyawan tersebut masuk


pada jam kerja pagi. Untuk karyawan bagian Tanaman dan bagian Tata Usaha
dan Keuangan (TUK) masuk setiap hari, kecuali hari Minggu dan hari libur
pada jam kerja pagi.

C. PRODUKDANTEKNOLOGIPROSES
PG. Jatitujuh merupakan industri yang mengolah bahan baku tebu untuk
menghasilkan produk tunggal berupa gula kristal putih (SHS). Gula produk ini
dapat langsung dikonsumsi oleh masyarakat maupun digunakan sebagai bahan
baku oleh industri lain, karena itu mutu gula harus dijaga dengan baik. Mutu
gula yang baik dipengaruhi oleh mutu bahan baku dan proses yang selalu
terjaga agar sesuai standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tujuan dari
analisa tersebut adalah untuk mengetahui kualitas produk gula yang didapat
yaitu gula SHS atau produk gula kristal putih kualitas 1 dan untuk
menganalisa tentang kelayakan gula untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat
secara langsung kualitas gula ditentukan oleh P3GI (Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia) yang berada di Pasuruan (Marpaung, 2005).
Tabel 11. Kualitas Gula Kristal Putih
Kriteria
Pol
Daya Hantar Listrik
Faktor Cuci
Gula Reduksi
Kejernihan
Kejenuhan
Nilai Remisi Direduksi
Besar Butiran

Satuan
%
derajat
%
%
%
mm

Syarat
Min 99.8
Min 80
Min 0.70
Min 0.11
Min 66.5
Min 14.4
Min 59.3
0.8 1.1

Sebelum menghasilkan produk berupa gula kristal putih atau SHS


tersebut, terlebih dahulu bahan baku diolah dengan melalui beberapa tahapan
proses produksi. Tahapan produksi yang dilalui mulai dari bahan baku masuk
pabrik hingga menjadi produk adalah stasiun gilingan, stasiun pemurnian,
stasiun penguapan, stasiun masakan, dan stasiun putaran.
Bahan baku tebu masuk ke dalam proses pertama kali melalui stasiun
gilingan yang sebelumnya melewati stasiun persiapan. Stasiun gilingan
bertujuan untuk memisahkan nira dari tebu semaksimal mungkin dengan
teknik pemerahan yang seefisien mungkin dan kehilangan nira dalam ampas
sekecil mungkin. Di PG. Jatitujuh proses penggilingan menggunakan 4 unit
gilingan.

Nira yang keluar dari stasiun gilingan terdiri dari brix dan air, yang
kemudian menuju stasiun pemurnian. Tujuan dari proses pemurnian adalah
untuk memisahkan unsur bukan gula selai air dari nira mentah dengan cara
yang seefisien mungkin dan menjaga kehilangan gula sekecil mungkin.
Melalui cara ini diusahakan untuk menghilangkan kotoran dalam nira mentah
sebanyak mungkin tanpa adanya kerusakan dari sukrosa. Sistem pemurnian
yang dipakai di PG. Jatitujuh adalah sulfitasi alkalis ganda dengan adanya
penambahan gas SO2 sebanyak dua kali, yaitu di bejana sulfitasi nira mentah
dan di bejana sulfitasi nira kental. Di PG. Jatitujuh, proses sulfitasi
menggunakan dua cara yaitu ventury dan blower. Hasil dari stasiun pemurnian
adalah nira encer dan hasil samping berupa blotong. Blotong ditampung ke
truk-truk pabrik dan digunakan sebagai pupuk.
Setelah dari stasiun pemurnian, nira encer menuju ke stasiun penguapan
dimana proses yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan air dari
suatu bahan. Dalam stasiun ini diharapkan air dihilangkan hingga kadarnya
dalam nira hanya tinggal 30-35 %. Proses penguapan menyebabkan nira
menjadi kental dan pekat, mendekati konsentrasi jenuhnya. Dalam melakukan
efisiensi proses penguapan, PG. Jatitujuh menggunakan 5 buah badan penguap
dan terdapat 1 badan penguap yang tidak dioperasikan sebagai cadangan. Halhal yang harus diperhatikan dalam proses penguapan adalah bahwa proses
penguapan berlangsung singkat dan mempunyai kecepatan penguapan yang
tinggi. Keadaan seperti ini akan menjaga agar tidak terjadi kerusakan sukrosa.
Dari stasiun penguapan, nira masuk ke untreated syrup tank, lalu
dipanaskan di juice heater untuk mempersiapkan nira sebelum masuk ke
reaktor pemroses. Di dalam reaktor pemroses yang bersuhu 75-80 oC, nira
dicampur dengan asam phospat dan susu kapur. Kemudian nira hasil reaksi
diumpankan ke aerator yang berfungsi untuk menambahkan udara ke dalam
nira hasil reaksi tersebut supaya buih dan kotoran mengambang.
Nira kental yang dihasilkan stasiun penguapan menuju ke stasiun
masakan yang berfungsi untuk mengambil sukrosa dalam bentuk kristal yang
sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya serta mencegah
terjadinya kerusakan maupun kehilangan sukrosa baik oleh mikroorganisme,

suhu, pH, serta lamanya proses. Proses pemasakan dilakukan pada suatu alat
yang disebut pan masakan dengan menggunakan tekanan hampa. PG Jatitujuh
mengunakan sistem masakan ACD, dimana kristal A digunakan sebagai
produk, sedangkan kristal C dan D sebagai pemasukan bibit.
Proses masakan menghasilkan satu massa campuran antara kristal gula
dan larutan jenuh dengan sukrosa. Sehingga untuk mendapatkan kristal yang
murni maka campuran antara kristal gula dan larutan jenuh harus dipisahkan
dengan cara penyaringan menggunakan gaya sentrifugal. Stasiun puteran
bertujuan untuk memisahkan kristal gula dan larutan gula yang terdapat pada
masequite. Proses pemutaran masequite dari masakan A dan masakan D
dilakukan sebanyak 2 kali, sedangkan untuk masakan C dilakukan 1 kali.
Proses pemutaran pertama terhadap masequite A diperoleh stroop A dan
gula A. gula A (kristal) kemudian dicuci dengan air agar mudah dipompa ke
puteran kedua. Pada proses pemutaran kedua ini dihasilkan klare A dan gula
SHS I (gula produk). Masequite C pada proses pemutarannya menghasilkan
stroop C dan gula C (kristal). Sedangkan proses pemutaran yang pertama
terhadap masequite D akan diperoleh stroop D (biasa dikenal sebagai tetes
atau molases) dan gula D1 (kristal) yang kemudian ditambah air bersuhu 50
o

C untuk dipompakan ke putaran kedua. Pada proses pemutaran kedua ini

akan dihasilkan klare D dan gula D2 (kristal).


Gula produk SHS yang berasal dari puteran SHS masih dalam keadaan
panas dan basah, sehingga diperlukan suatu alat untuk mengeringkan dan juga
mendinginkan gula tersebut yang berada pada stasiun penyelesaian. Tujuan
dari stasiun penyelesaian ini adalah menghasilkan Gula Kristal Putih I (SHS I)
yang siap jual dalam keadaan kering, memiliki ukuran seragam sebagai gula
produk (0,8-1,1 mm) dan dikemas dalam tempat yang aman dari kerusakan.
Setelah keluar dari puteran SHS, gula kristal yang masih basah trun ke talang
goyang yang selanjutnya dibawa ke gedung pengeringan gula.
Kristal gula yang keluar dari alat pengering dialirkan ke pipa pendingin.
Pipa pendingin berakhir di corong alat pengering yang menuju ayakan getar.
Gula yang telah kering tersebut kemudian disaring berdasarkan perbedaan
ukuran bahan pada ayakan getar yang memakai 2 tingkat ayakan. Dua tingkat

ayakan dalam proses penyaringan ini terdiri dari saringan gula produk dan
saringan gula halus yang ukurannya berbeda.
Gula yang tidak tersaring pada saringan gula produk disebut gula krikilan
(gula kasar). Sedangkan gula yang tidak tersarimg pada saringan gula halus
disebut gula produk dan yang tersaring disebut gula halus. Gula krikilan dan
gula halus ditampung dan dilebur lagi untuk dijadikan gula produk. Gula
produk diisikan ke karung plastik dengan bobot kemasan sebesar 50 kg
dimana terdapat 2 lapis kemasan yang dipakai, yaitu berupa kantung plastik
bening sebagai kemasan primer yang berada di dalam karung plastik sebagai
kemasan sekunder. Setelah itu karung dijahit dan dikirim ke gudang.

D. SARANADANPRASARANAPRODUKSIGULAKRISTALPUTIH
a. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan di PG. Jatitujuh adalah tebu.


Keberhasilan pengusahaan tanaman tebu banyak dipengaruhi oleh kualitas
bibit tebu, yaitu murni, bebas dari hama penyakit, segar dan mempunyai
daya kecambah dan kecepatan tumbuh yang tinggi. PG. Jatitujuh
menggunakan varietas tanaman tebu yang mempunyai mutu yang bagus
yang telah direkomendasikan oleh P3GI Pasuruan. Tanaman tebu yang
digunakan terdiri dari 2 golongan utama, yaitu Plant cane (PC) dan
Ratoon cane (RC). Plant cane merupakan penanaman tanaman tebu baru

dengan menggunakan bibit baru yang mengandung sukrosa tinggi,


sedangkan ratoon merupakan generasi tebu yang tumbuh dari sisa pangkal
tebu yang telah ditebang setelah melalui proses pengepresan, biasanya
untuk ratoon ini diambil keprasan satu sampai tiga kali. Hal ini bertujuan
untuk menghindari adanya penyakit pada tanaman dan karena pada
tanaman ratoon satu sampai tiga tersebut masih mengandung sukrosa
tinggi.
b. Bahan Pembantu
Kapur Tohor

Kapur tohor dalam proses pembuatan gula berfungsi sebagai bahan


pembantu pada proses pemurnian nira yang bersifat asam, sehingga

harus dinetralkan dengan basa. Selain itu penambahan kapur


dimaksudkan untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel
kotoran, karena sifatnya mengabsorbsi kotoran tersebut. Penambahan
kapur dalam bentuk emulsi

Ca(OH)2 dengan kekentalan 7 oBe

(Baume) (Hugot, 1986).


Tabel 12. Persyaratan kapur tohor
Analisa berdasarkan berat kering
Komposisi (%)
Tidak larut dalam HCl
2
Asam Silikat
2
Oksida besi dan aluminium
2
Kalsium Oksida
85 90
Magnesium Oksida
2
Sulfat (SO42-)
2
Sumber: BP3G (Badan Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula)
Belerang

Belerang digunakan sebagai zat pembantu pada stasiun pemurnian


dan penguapan. Syarat-syarat belerang yang baik adalah kadar abu
maksimal 0.1 %, kadar lengas 0.5 %, kadar arsen 0.05 %, kadar
bituminus 0.1 % dan kadar belerang 99.5 %. Belerang sebelum
digunakan, terlebih dahulu diproses dalam bentuk gas SO2.
S(p) + O2 (g)

SO2(g)

Pada proses pemurnian, gas SO2 ini dibutuhkan untuk menetralkan


kebasaan nira setelah ditambahkan susu kapur, dari pH 9.5 menjadi 7.2.
sedangkan

pada

proses

penguapan

ditambahkan

SO2

untuk

memucatkan warna nira kental dan merubah pH dari 7.2 menjadi 5.5.
Flokulan

Flokulan merupakan zat pembantu pengendapan nira, dimana


flokulan tersebut menarik kotoran-kotoran yang ada dalam nira,
menjadi bentuk flok-flok kotoran. Flokulan yang digunakan di pabrik
gula salah satunya adalah super flok AP 110.
Phospat

Phospat digunakan untuk membantu proses pemurnian nira, serta


untuk melunakan kerak yang mungkin terbentuk pada badan
penguapan. Phospat (P2O5) yang digunakan yaitu dari TSP dan asam

phospat. Phospat (P2O5) dalam TSP akan diikat oleh unsur logam Al,
Mn dan Fe yang terdapat dalam batang tebu. Zat ini akan terus terbawa
walaupun telah digiling dan terus terkandung dalam nira
c. Sarana Penunjang

Sarana penunjang dalam proses produksi adalah fasilitas yang


diperlukan untuk memperlancar jalannya proses produksi. PG. Jatitujuh
memiliki beberapa sarana penunjang yang sangat mendukung dalam
proses produksi, antara lain:
Stasiun Boiler

Stasiun boiler merupakan sumber energi uap yang akan digunakan


untuk menggerakkan mesin-mesin pabrik. PG. Jatitujuh terdapat 3 unit
boiler, 2 unit buatan Fives Cail Babcock (FBC) Perancis, dan satu unit
yang lain buatan Hitachi, Jepang. Kapasitas uap yang dihasilkan tiap
boiler adalah 55 ton/jam.
Sumber panas pada boiler berasal dari tungku, bahan bakar dari
tungku ada 2 jenis, yaitu bahan bakar minyak (BBM) atau bagase
(ampas tebu). BBM digunakan hanya pada saat tidak ada bagase karena
dirasa cukup mahal. BBM yang digunakan adalah jenis IDO
(International Diesel Oil). Bila ampas telah tersedia maka bahan bakar
yang digunakan adalah bagase, hal ini bertujuan untuk mengurangi
biaya operasional. Uap yang dihasilkan oleh boiler kemudian disalurkan
ke stasiun penggilingan, turbin uap penghasil energi listrik, unigrator,
dan lain-lain.
Stasiun Water Treatment
o Bagian Penyedia Air untuk Proses

Kebutuhan air dipenuhi dari sumber air sungai Cimanuk. Air dari
sungai Cimanuk disedot dengan memakai 4 buah pompa dengan
debit 3 m3/menit tiap pompa. Air yang dihasilkan sebagian besar
(9395 %) digunakan dalam proses produksi, memenuhi kebutuhan
karyawan dan kantor. Sedangkan sisanya dilairkan ke bejana softener
yang ditambah dengan resin, kemudian digunakan sebagai air pengisi

boiler. Penambahan resin bertujuan untuk menghilangkan kesadahan


yang dapat menimbulkan kerak pada boiler.
o Bagian Daur Ulang Air Jatuhan

Daur ulang air ini bertujuan untuk menurunkan suhu air. Air
jatuhan adalah air hasil pengembunan dari kondensor, evaporator,
dan masakan. Air ini tidak mengandung gula dan bersuhu 46 oC. air
ini dipompa melalui pipa air jatuhan ke cooling tower (bangunan
pendingin) yang memiliki 6 buah kipas raksasa penghembus udara,
yang berfungsi untuk mendinginkan air. Kemudian air dijatuhkan
seperti air terjun , melewati hembusan udara dari kipas-kipas itu. Air
yang telah didinginkan bersuhu 39 oC kemudian dipompa oleh
pompa injeksi menuju stasiun masakan, pemurnian dan evaporator
sebagai air injeksi.
Stasiun Instrument Listrik

Stasiun ini merupakan stasiun penyedia energi listrik. Energi listrik


yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga uap. PG. Jatitujuh
memiliki 2 buah generator pembangkit listrik dengan tegangan 6000
volt/generator. Uap kering yang digunakan untuk menggerakan
generator berasal dari stasiun boiler. Energi listrik yang dihasilkan
digunakan untuk menggerakan pompa, motor listrik, penerangan, dan
lain-lain. Pembangkit listrik tenaga uap ini digunakan selama musim
giling, sedangkan pada waktu tidak giling menggunakan pembangkit
listrik tenaga diesel. Energi listrik dari pembangkit diesel ini digunakan
untuk penerangan pabrik dan perumahan karyawan.
Stasiun Besali

Stasiun ini berfungsi untuk memperbaiki alat-alat, pompa, dan


mesin-mesin pabrik yang mengalami kerusakan agar proses produksi
berjalan dengan lancar. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan adalah
pemotongan, pelubangan, pengelasan, dan membentuk besi dengan
spesifikasi alat yang diharapkan.

V. PEMODELAN SISTEM

A. KONFIGURASI MODEL

Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula


Kristal ini dirancang dan dikembangkan di PT Pabrik Gula Jatujuh dalam
suatu paket program komputer yang diberi nama SWEETCON.PROSION.
Konfigurasi model SWEETCON.PROSION ini dibuat dan dirancang sesuai
dengan struktur dasar Sistem Penunjang Keputusan, sedangkan pada rancang
bangun model terdapat rumusan formulasi matematis.

SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA

SISTEM MANAJEMEN BASIS MODEL

Data Kemampuan Proses

Model Kemampuan Proses

Data Bobot dan kriteria Mesin


dan Peralatan

Model Komponen Kritis Proses


Model Efisiensi Proses Produksi

Data Input Efisiensi Teknis


Sub Model Efisiensi Absolut
Data Output Efisiensi Teknis
Sub Model Efisiensi Relatif
Data Input Efisiensi Ekonomis
Model SPK Pengendalian Proses
Produksi

Data Output Efisiensi Ekonomis


Data Bobot dan Kriteria
Pengendalian Proses

SISTEM PENGOLAHAN
TERPUSAT

SISTEM MANAJEMEN
DIALOG

Pengguna

Gambar 9. Konfigurasi model paket program SWEETCON.PROSION

Paket program SWEETCON.PROSION tersusun atas 4 bagian utama,


yaitu Sistem Pengolahan Terpusat, Sistem Manajemen Basis Data, Sistem
Manajemen Basis Model, dan Sistem Manajemen Basis Dialog seperti yang
terlihat pada gambar 9. Sistem Pengolahan Terpusat merupakan sistem yang
mengatur interaksi antara komponen sistem yang terintegrasi dalam program,
yaitu sistem manajemen basis data dengan sistem manajemen basis dialog
dan sistem manajemen basis model. Pusat pengolahan menerima sinyal dari
sistem manejemen dialog yang bersifat interaktif dengan pengguna. Sistem
pengolahan terpusat didesain menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dalam
pengaturan desain grafis agar tampilan lebih menarik dan komunikatif.
Selain itu paket program SWEETCON.PROSION juga menyediakan fasilitas
bantuan apabila pengguna mengalami kesulitan pada saat penggunaan
program.
Sistem manajemen basis model SWEETCON.PROSION dirancang
menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0, Minitab 13.0
dan DEA for Windows. Minitab 13.0 merupakan aplikasi yang digunakan
untuk analisa data menggunakan diagram pengendali dan capability diagram,
sedangkan DEA for Windows digunakan untuk input dan perhitungan
efisiensi produksi secara relatif.
Model yang dirancang dalam SWEETCON.PROSION saling
berhubungan dan digambarkan dalam diagram alir deskriptif. Diagram alir
deskriptif menggambarkan secara keseluruhan hubungan antar model-model
yang terdapat di dalam sistem baik secara langsung maupun tak langsung.
Diagram alir deskriptif SWEETCON.PROSION dapat dilihat pada Gambar
10.

Mulai

Input Data Kemampuan Proses:


Nama Stasiun
Data Briks, Hk, pol

Input data Mesin dan Peralatan:


Jenis komponen
Bobot, kriteria dan subkriteria
mesin
Perhitungan
menggunakan ECR

Analisis menggunakan
Diagram Kendali
Proses

Output:
Mesin dan Peralatan Kritis

Output:
Proses Kritis

B
Gambar 10. Diagram alir deskriptif model SWEETCON.PROSION

Input data Efisiensi Perusahaan:


Input Teknis
Input Ekonomis
Output Teknis
Output Ekonomis

Perhitungan Efisiensi
Absolut

Perhitungan Efisiensi
Relatif

Output:
1. Efisiensi absolut
teknis
2. Efisiensi absolut
ekonomis

Output:
Efisiensi relatif per
indikator

Input:
Elemen-elemen faktor
Elemen-elemen sub faktor
Alternatif pengendalian
Penentuan prioritas tiap elemen dengan
metode AHP
Output: Bobot masing-masing elemen faktor
untuk alternatif pengendalian proses produksi

Selesai
Gambar 10. Diagram alir deskriptif model SWEETCON.PROSION (Lanjutan)

B. RANCANGAN GLOBAL SISTEM

Rancang bangun secara umum memberikan gambaran secara umum


kepada pengguna tentang sistem. Rancang bangun secara umum merupakan
persiapan dari rancang bangun secara terinci dan mengidentifikasi elemenelemen sistem informasi yang akan didesain. Teknik rancang bangun secara
umum yang digunakan dalam rancang bangun Sistem Penunjang Keputusan
Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal dibuat dengan bantuan program
Power Designer Process Analyst yang berbentuk Data Flow Diagram (DFD)

yang menggunakan beberapa simbol, yaitu:


1
Prcs_1

* Process (proses)

Simbol proses ini digunakan untuk penerimaan data, mengubah dan


menghasilkan sesuatu

Stor_2

Data Store

Data Store digunakan untuk menyimpan data di dalam sistem


Entt_3

External Entity
External Entity digunakan sebagai sumber data yang digunakan pada

model

Flow_4

Data Flow (Aliran Data)

Data Flow digunakan untuk perpindahan data antar komponen dalam

sistem.
Diagram arus data (data flow diagram/DFD) digunakan untuk
menggambarkan suatu sistem secara logika tanpa melihat lingkungan fisik
data tersebut mengalir atau lingkungan fisik dimana data tersebut disimpan.
DFD menggambarkan arus data secara terstruktur serta merupakan
dokumentasi yang baik di dalam sistem. Aliran informasi keseluruhan sistem
digambarkan oleh DFD. DFD level 0 pada Sistem Penunjang Keputusan
Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal (Gambar 11) menggambarkan
garis besar hubungan antara pelaku dan pengguna sistem yang terdiri dari

Kepala Bagian Pabrikasi, Kepala Bagian Instalasi,

Kepala Bagian TUK,

Kepala Bagian SDM, Pemerintah, dan juga para pakar ataupun auditor yang
terlibat dalam industri pergulaan.

Pakar

Pembobotan Faktor Proses


Pembobotan Komponen
Pembobotan Sistem Pengendalian Proses
Kepala Bagian
Pabrikasi
_

Pemerintah

Data Pemantauan Proses


Data Parameter Proses
Data input teknis
Data Output Teknis

Kebijakan
Data Jenis dan Jumlah Karyawan

SWEETCON_PROSION

Kepala Bagian
Instalasi

_
Data Mesin dan Peralatan Proses
Data Atribut Komponen Proses

Manajer SDM

Data Keuangan

Kepala Bagian
TUK

Gambar 11. DFD Level 0 SWEETCON.PROSION


Proses yang digambarkan dalam DFD level 0 selanjutnya diperinci
untuk

mengetahui

proses-proses

yang

terjadi

di

dalam

sistem

SWEETCON.PROSION yaitu digambarkan pada DFD level 1 yang dapat


dilihat pada Gambar 12. Proses yang terjadi pada aliran DFD level 1 terdiri
dari dua puluh proses. Berdasarkan aliran data tersebut sudah cukup
menggambarkan keseluruhan proses yang terjadi pada model sistem
SWEETCON.PROSION.

Kepala
Bagian
Pabrikasi

Data dan Parameter Proses

2
Perhitungan
batas keragaman
proses

1
Pemantauan
proses

briks_pol_HK

15

kualifikasi

Penentuan
kriteria
penilaian

Mesin peralatan proses

Hasil penilaian
komponen kritis

2
ECR

Kebijakan

Penentuan
kriteria faktor

pairwise horisontal

Pembobotan
faktor
AHP

Hasil bobot kriteria faktor


8

Hasil perhitungan efisiensi


produksi absolut

Manajer SDM

Data Jenis dan Jumlah Karyawan

14
Penentuan
atribut efisiensi
produksi

Hasil bobot
faktor tiap stasiun

5
Bobot faktor

Hasil perhitungan efisiensi produksi absolut

Input&output eff ekonomis


Input&output eff teknis
Pembobotan
kriteria faktor

kriteria tiap faktor

Identifikasi faktor
pendukung kekritisan
proses

11

10

*
8

Bobot kriteria

Pairwise vertikal

Perhitungan
efisiensi absolut

Data Mesin dan Peralatan


Identifikasi
komponen kritis

pembobotan

Penilaian
kekritisan
komponen

Hasil penilaian kemampuan stasiun proses

Kepala
Bagian
Instalasi

Pemerintah

1
Deviasi proses

6
Penentuan
indikator
komponen

Penilaian
kemampuan
proses

SPC

12
Penyusunan
hirarki SPK

Pairwise

Pemilihan
alternatif
pengendalian

Kabag TUK

Pembobotan Faktor dan Kriteria Proses


Alternatif pengendalian

Pakar

Gambar 12. DFD Level 1 SWEETCON.PROSION

Perhitungan
efisiensi relatif

Input&output eff ekonomis


Input&output eff teknis

Data keuangan

13

16

Hasil pemilihan
pengendalian stasiun proses

Hasil perhitungan efisiensi produksi relatif

Hasil perhitungan
efisiensi produksi

C. KERANGKA MODEL
1. Sistem Pengolahan Terpusat

Sistem pengolahan terpusat merupakan program utama dari sistem


SWEETCON.PROSION yang dirancang untuk mengelola dan mengatur
seluruh bagian atau komponen sistem yang terintegrasi dalam program.
Sistem pengolahan terpusat juga merupakan modul utama yang berfungsi
mengendalikan antarmuka pengguna (user interface), mengendalikan data
ke modul sistem manajemen basis data dan mengendalikan analisis
kuantitatif

pada

setiap

submodel

pada

paket

program

SWEETCON.PROSION. Pada intinya, sistem pengolahan terpusat


berfungsi untuk mengintegrasikan sistem manajemen basis data, sistem
manajemen basis model, dan sistem manajemen basis dialog, dengan cara
mengolah sinyal dari satu sistem dengan sistem lainnya sehingga dapt
berinteraksi secara timbal balik. Perintah-perintah atau input dari
pengguna akan ditransformasikan dan dikeluarkan dalam bentuk (output)
yang diinginkan oleh pengguna.
2. Sistem Manajemen Basis Data

Sistem manajemen basis data merupakan suatu kesatuan sistem


yang berfungsi sebagai pusat penyimpanan, pengolahan, pemasukan data
dan pemanggilan data apabila diperlukan, baik yang berupa data empirik
yang di-input oleh pengguna (data dinamis), maupun data-data penunjang
yang berfungsi sebagai informasi bagi pengguna (data statis). Sistem
manajemen basis data pada program SWEETCON.PROSION terdiri dari
tujuh basis data, yaitu data kemampuan proses, data bobot dan kriteria
mesin dan peralatan, data input efisiensi teknis, data output efisiensi
teknis, data input efisiensi ekonomis, data output efisiensi ekonomis, dan
data bobot dan kriteria pengendalian proses.
Basis data kemampuan proses terdiri dari data briks, pol, dan HK
dari masing-masing proses, yang nantinya dianalisa menggunakan diagram
pengendali sehingga didapatkan proses mana yang paling banyak terdapat
penyimpangan. Proses yang paling banyak terdapat penyimpangan itulah

yang bobotnya besar. Bobot yang didapat dari data kemampuan proses ini
merupakan salah satu kriteria dalam basis data untuk pengendalian proses.
Basis data bobot dan kriteria mesin dan peralatan juga sama
dengan data kemampuan proses, yaitu nantinya menghasilkan bobot yang
akan digunakan sebagai salah satu kriteria dalam basis data bobot dan
kriteria pengendalian proses. Pada basis data bobot dan kriteria mesin dan
peralatan terdiri dari input bobot dari kriteria keamanan, life support,
commercial, keandalan (realibility), vendor availability, spare part lead
time, Applicability of Condition Monitoring Technique, mean down time,

jam henti, dan kapasitas. Beberapa kriteria tersebut ada yang terbagi lagi
menjadi beberapa sub kriteria dengan input bobotnya masing-masing.
Basis data input efisiensi teknis, data output efisiensi teknis, data
input efisiensi ekonomis, dan data output efisiensi ekonomis digunakan
untuk pengukuran kinerja perusahaan. Dari input dan output secara teknis
tersebut didapatkan hasil efisiensi kinerja perusahaan secara absolut
maupun secara relatif. Indikator yang digunakan dalam pengukuran
efisiensi didasarkan pada duabelas indikator Barbiroli, tetapi yang
digunakan pada penelitian ini hanya lima indikator yang pemilihannya
disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Kelima indikator tersebut adalah
Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE), Efisiensi
Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE), Efisiensi Lingkungan
Produk Akhir (Final Product Environmental Efficiency : FPEE), Efisiensi
Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment Static Operating Efficiency :
ESOE), dan Efisiensi Masukan (Input Efficiency : IE).

Basis data bobot dan kriteria pengendalian proses merupakan basis


data yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data dari beberapa pakar yang
nantinya dianalisis menggunakan metode AHP. Kriteria yang digunakan
untuk menyusun hirarki sistem penunjang keputusan pengendalian proses
produksi gula kristal ini diantaranya berasal dari data pembobotan model
kemampuan proses dan model komponen kritis yang ditambah dengan
hasil pembobotan beberapa kriteria lain yaitu SDM, manajemen, dan
eksternal.

3. Sistem Manajemen Basis Model

Sistem manajemen basis model merupakan keterkaitan antar model


yang berfungsi untuk menganalisa data yang terdapat pada basis data
dengan tujuan sebagai penunjang keputusan dalam sistem penunjang
keputusan pengendalian proses produksi gula kristal. Sistem manajemen
basis model yang terdapat dalam SWEETCON.PROSION terdiri dari
empat model, yaitu:
a) Model komponen kritis proses
Model komponen kritis proses ini merupakan suatu model yang
digunakan untuk menganalisis dari beberapa kriteria dan subkriteria
mesin dan peralatan yang kemudian dibobotkan sehingga didapatkan
mesin dan peralatan yang paling kritis dan itu merupakan komponen
dari proses yang potensial untuk dikendalikan. Analisis komponen
(mesin dan peralatan) kritis ini menggunakan metode Equipment
Critically Rating (ECR).

Selain untuk mengetahui komponen yang paling kritis dalam


proses, hasil analisa ini juga digunakan untuk model SPK
pengendalian proses produksi sebagai salah satu kriteria yang nantinya
dibandingkan dengan kriteria yang lain sesuai dengan pendapat para
pakar.
b) Model kemampuan proses
Model kemampuan proses ini merupakan model yang berguna
untuk mengetahui kondisi selama proses. Model ini berasal dari data
kemampuan proses yang mencakup data briks, pol dan HK dari tiaptiap

tahapan

proses.

Data-data

tersebut

kemudian

dianalisa

menggunakan diagram pengendali, sehingga didapatkan proses mana


yang mengalami penyimpangan paling banyak, maka proses itulah
yang perlu untuk dikendalikan.
Sama seperti model komponen kritis proses, model kemampuan
proses ini nantinya digunakan sebagai salah satu kriteria dalam model
SPK pengendalian proses produksi yang akan dibandingkan dengan
kriteria-kriteria lainnya.

c) Model Efisiensi Proses Produksi


i. Sub Model Efisiensi Absolut
Sub model efisiensi absolut akan menghasilkan dua macam
efisiensi, yaitu efisiensi absolut teknis dan efisiensi absolut
ekonomis. Nilai perhitungan efisiensi ini akan menunjukkan
kinerja perusahaan dari segi efisiensi secara absolut berdasarkan
indikator Barbiroli. Input data pada sub model efisiensi absolut
adalah data input teknis, data input ekonomis, data output teknis,
dan data output ekonomis. Aplikasi program yang yang digunakan
untuk sub model efisiensi absolut adalah Microsoft Visual Basic
6.0.

ii. Sub Model Efisiensi Relatif


Sub model efisiensi relatif digunakan untuk menghitung nilai
efisiensi relatif dari setiap indikator yang digunakan pada sub
model efisiensi absolut dengan menggunakan metode Data
Envelopment Analysis. Data yang digunakan sebagai input adalah

data input teknis, data input ekonomis, data output teknis, dan data
output ekonomis. Pengolahan data pada sub model efisiensi relatif
ini menggunakan bantuan aplikasi program DEA for Windows yang
terintegrasi

di

dalam

sistem

penunjang

keputusan

SWEETCON.PROSION.
d) Model SPK Pengendalian Proses Produksi
Model SPK pengendalian proses produksi merupakan model
yang dirancang untuk para pengambil keputusan dalam menentukan
tahapan proses mana yang paling kritis dan potensial untuk
dikendalikan pada kegiatan pengolahan gula kristal putih di PT Pabrik
Gula Jatitujuh. Model ini yang diolah menggunakan metode Analitical
Hierarchy Process (AHP) dan dengan bantuan aplikasi program
Expert Choice 2000. Pada model SPK pengendalian proses produksi

akan dihasilkan tingkat prioritas dari faktor-faktor yang berpengaruh


dalam proses, sub faktor yang mendukung, dan alternatif proses yang
potensial untuk dikendalikan.

4. Sistem Manajemen Basis Dialog

Sistem manajemen basis dialog merupakan suatu fasilitas


penghubung yang dapat mengatur interaksi Sistem Pengolahan Terpusat
dengan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Fungsi utama dari
sistem ini adalah menerima input dan memberikan feedback berupa output
yang dikehendaki oleh pengguna. Sistem manajemen basis dialog pada
paket program SWEETCON.PROSION menyediakan fasilitas-fasilitas
pilihan yang dapat digunakan oleh pengguna untuk mempermudah dialog
antara model dengan pengguna.
D. IMPLEMENTASI SISTEM

Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal


(SWEETCON.PROSION) merupakan suatu sistem yang dirancang untuk
memberikan informasi kepada para pengambil keputusan dalam proses
produksi gula. Berdasarkan faktor dan kriteria yang terdapat dalam proses
yang berpengaruh terhadap kelancaran dan efisiensi proses, akan membantu
para pengambil keputusan tersebut untuk memantau jalannya proses dan
menentukan (memutuskan) proses mana yang perlu atau tidak perlu mendapat
pengendalian.
Implementasi merupakan suatu tahap persiapan sistem agar dapat
dioperasikan dan juga merupakan tahap pembuatan perangkat lunak.
Pengembangan paket program SWEETCON.PROSION diimplementasikan
dengan menggunakan beberapa program aplikasi pengembang utama, aplikasi
alat utama dan aplikasi pengembang bantu. Aplikasi yang digunakan dalam
pengembangan SWEETCON.PROSION beserta kegunaannya dapat dilihat
pada Tabel 13.

Tabel 13. Perangkat lunak pengembang SWEETCON.PROSION


Perangkat Lunak
Microsoft Visual Basic 6.0
Minitab 13.0
Expert Choice 2000
Microsoft FrontPage
DEA for Windows
Installshield Express 4.0

Pengembangan

Kegunaan

Keterangan

Pengembang sistem dan


basis data
Statistical Process
Control
Pengembangan Analitical
Hierarchy Process
Pembuatan tampilan dan
informasi sistem
Basis data dan
Pengembang sistem

Alat utama

Membuat file package

Pengembang utama

SWEETCON.PROSION

Pengembang utama
Alat analisa utama

Alat Bantu
Alat utama

diimplementasikan

dalam

sebuah perangkat lunak Microsoft Visual Basic 6.0 yang menghasilkan sebuah
file proyek dengan ekstensi file*.vbp. Dalam satu file ekstensi terdapat
beberapa file form dengan ekstensi *.frx. File proyek dapat dijalankan dengan
melakukan kompilasi sehingga terbentuk file bereksistensi *.exe. File proyek
yang telah dikompilasi bernama SWEETCON.exe.
Sistem ini memiliki beberapa fasilitas tambahan di luar sistem yaitu
integrasi dengan program aplikasi Minitab 13.0, Expert Choice 2000 dan DEA
for Windows. Sistem manajemen basis data dibuat dengan menggunakan
Microsoft Excell yang diintegrasikan dengan Microsoft Visual Basic 6.0.

Sistem yang dirancang bersifat stand alone yaitu hanya dapat dibuka pada
komputer yang telah memiliki instalasi Microsoft Visual Basic 6.0, Minitab
13.0, Expert Choice 2000 dan DEA for Windows. Sistem manajemen basis

data terintegrasi di dalam program Microsoft Visual Basic 6.0 dan disimpan
dalam file berekstensi *effabs, dan *eatp.
SWEETCON.PROSION dirancang sebagai program aplikasi untuk
Windows versi 32 bit, artinya SWEETCON.PROSION diharapkan dapat

dioperasikan pada sistem operasi Windows 98 hingga Windows 2000. Sistem


operasi Windows dipilih karena sistem operasi ini telah sangat luas
pemakaiannya pada komputer PC dibandingkan dengan sistem operasi
lainnya, misalnya OS-2, Linux, UNIX dan sebagainya. Selama tahap
pengembangan, SWEETCON.PROSION diimplementasikan pada komputer

PC dengan sistem operasi Windows XP Professional version 2002, processor


AMD Athlon dan memori 256 MbRAM.

SWEETCON.PROSION dapat digunakan dengan terlebih dahulu


melakukan instalasi dengan menggunakan fasilitas SWEETCON.PROSION
package. Program instalasi dibuat dengan menggunakan Installshield Express
4.0.

Program SWEETCON.PROSION dimulai dengan munculnya splash

screen yang terlihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Tampilan Splash Screen SWEETCON.PROSION


Setelah tampilan splash screen muncul, kemudian masuk ke form login
dimana sistem akan memeriksa identitas pengguna yaitu dengan cara mengisi
user ID dan password seperti yang diilustrasikan pada Gambar 14. Password
harus diisi secara benar untuk dapat masuk ke dalam menu utama dan
memiliki otoritas penuh terhadap perangkat lunak. Setelah login pada
pemeriksaan identitas utama akan muncul tampilan berupa pilihan tombol
navigasi yang berisi menu-menu yang dapat diakses berupa menu informasi,
kemampuan proses, komponen kritis, efisiensi produksi, dan pengendalian
proses.
Menu informasi dibangun dengan mengintegrasikan program Microsoft
FrontPage. Pada menu ini hanya berisikan informasi awal tentang menu-menu

yang lain dan proses umum produksi gula. Menu kemampuan proses
merupakan model yang diintegrasikan dengan program Minitab 13.0 yang
digunakan untuk memantau variabilitas dan penyimpangan proses, sehingga

nantinya didapat suatu kesimpulan apakah stasiun proses yang dinilai dalam
keadaan terkendali atau tidak.

Gambar 14. Tampilan Form Login SWEETCON.PROSION


Menu komponen kritis merupakan model yang diintegrasikan dengan
program Expert Choice 2000 untuk proses pembobotan awal, sehingga pada
akhirnya model ini akan menampilkan nilai kritis masing-masing mesin dan
peralatan stasiun proses. Menu efisiensi diintegrasikan dengan program DEA
for Windows dimana apabila dimasukkan input dan output secara teknis dan

akonomis akan dihasilkan nilai efisiensi sesuai dengan indikator yang akan
dinilai sehingga para pengambil keputusan dapat memutuskan input atau
output mana yang perlu dikurangi atau ditambahkan untuk meningkatkan
efisiensi produksi. Menu yang terakhir adalah model pengendalian proses
yaitu penyusunan hirarki berdasarkan faktor dan kriteria yang telah
dibobotkan sehingga didapatkan stasiun proses yang paling kritis adalah
stasiun yang perlu mendapat perhatian lebih dan potensial untuk dikendalikan.

E. VERIFIKASI DAN VALIDASI SISTEM

Verifikasi sistem bertujuan untuk mengetahui apakah model-model yang


terdapat pada SWEETCON. PROSION telah memenuhi kriteria yang
ditetapkan dan dapat digunakan oleh para pengambil keputusan untuk
menentukan proses manakah yang perlu dikendalikan. Verifikasi juga
bertujuan untuk menjadikan sistem lebih sempurna, stabil dan bebas dari
kesalahan yang dapat mengganggu suatu proses dalam sistem. Untuk mencari
kesalahan pada fungsi yang salah atau hilang, setiap keluaran yang dihasilkan
oleh SWEETCON. PROSION diperiksa apakah sesuai dengan masukan yang
didapatkannya.
SWEETCON.PROSION terdiri dari empat buah model utama, yaitu
model kemampuan proses, model komponen kritis, model efisiensi produksi
dan model pengendalian proses dimana model-model yang telah terbentuk
dalam program komputer tersebut diuji dengan menggunakan data aktual
untuk mengetahui kelayakan model dalam penggunaannya oleh user.
Verifikasi model kemampuan proses dilakukan dengan menggunakan
data rata-rata hasil produksi 15 harian PG Jatitujuh, model komponen kritis
diverifikasi dengan data pembobotan kriteria dan indikator mesin dan
peralatan yang telah dilakukan oleh pakar pada PG Jatitujuh. Verifikasi model
efisiensi produksi menggunakan data yang diperoleh dari bagian pabrikasi dan
TUK PG Jatitujuh, sedangkan model pengendalian proses diverifikasi dengan
hasil penilaian secara perbandingan berpasangan oleh lima pakar yang
berkompeten dalam industri gula. Hasil verifikasi masing-masing model
menunjukkan bahwa model-model tersebut dapat diterapkan sesuai dengan
kegunaan masing-masing model.
Kekurangan yang terdapat pada SWEETCON.PROSION adalah data
yang terdapat pada program Minitab 13.0 yang telah diintegrasikan dengan
model kemampuan proses tidak dapat langsung terintegrasi dengan submenu
resume kemampuan proses, sehingga pengguna harus memasukkan lagi data
rata-rata proses untuk mengetahui apakah proses terkendali atau tidak. Begitu
juga dengan model komponen kritis, bobot yang didapatkan dari rata-rata

pendapat pakar harus dimasukkan lagi pada submenu ECR keseluruhan dan
untuk masing-masing proses.
Pada model efisiensi juga masih terdapat ketidaksempurnaan, yaitu datadata yang diperlukan untuk menyusun input atau output teknis dan ekonomis
harus diolah terlebih dahulu secara manual, baru setelah didapat input dan
output teknis dimasukkan dalam program akan dihasilkan keluaran berupa
tingkat efisiensi untuk masing-masing indikator. Selain itu data harus di
masukkan sebanyak dua kali masing-masing untuk perhitungan efisiensi
produksi secara absolut dan efisiensi produksi secara relatif karena submenu
efisiensi absolut belum terintegrasi dengan submenu efisiensi relatif.
Validasi terhadap sistem dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan suatu alat ukur (instrumen) untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur dimana ukuran tersebut memprediksikan kriteria yang relevan secara
andal (apakah kriteria tersebut sudah jelas). Dalam melakukan validasi atau
yang biasa disebut pengukuran validitas juga perlu memperhatikan bahwa
pengujian tersebut dilakukan secara cukup tepat dan tidak ragu-ragu apa yang
akan diamati (harus ada definisi operasional mengenai variable yang diukur).
Validasi pada SWEETCON.PROSION bertujuan untuk mengetahui
apakah sistem dan model-model yang terdapat di dalamnya dapat dikatakan
sahih atau layak dipergunakan oleh user sasaran. Pengujian validitas
SWEETCON.PROSION terhadap model-model didapatkan bahwa dengan
meng-input data-data yang diperlukan pada tiap model akan didapat keluaran
yang sesuai dengan yang dimaksud.
Validasi model kemampuan proses dilakukan dengan menginput data
produksi akan didapatkan keluaran yaitu besarnya variasi proses dan besarnya
penyimpangan yang terjadi pada tiap proses sehingga dapat diputuskan apakah
proses tersebut berada dalam keadaan terkendali atau tidak terkendali. Model
komponen kritis memberikan keluaran bobot dan nilai kekritisan komponen
yang sebelumnya telah dibobotkan secara perbandingan berpasangan oleh
pada pakar dengan rentang bobot antara 0 sampai dengan 1, sehingga keluaran
nilai kritis yang didapatkan harus sesuai dengan teori yaitu dengan nilai
terkecil 0 dan terbesar adalah 100.

Model efisiensi memberikan keluaran berupa besar tingkat efisiensi


produksi secara absolut dan relatif dengan nilai efisiensi antara 0 persen
hingga 100 persen;

dan model pengendalian proses divalidasi dengan

memasukkan bobot yang telah diberikan oleh para pakar sehingga


keluarannya

berupa

konsistensi

hasil

perbadingan

berpasangan

dan

terbentuknya hirarki pembobotan faktor dan alternatif pengendalian proses.


Dengan demikian, model SWEETCON.PROSION dapat dikatakan valid
karena dapat digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan masing-masing
model.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENGUKURAN KEMAMPUAN (KINERJA) PROSES PRODUKSI

Menurut Adiyatna dan Marimin (2001), sebagai sistem terbuka kegiatan


agroindustri dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi sumber daya manusia (SDM), mesin, peralatan, teknologi, aset dan
modal perusahaan, sedangkan faktor eksternal antara lain meliputi pasar,
pemasok, pemerintah, lembaga keuangan, pesaing, dan investor.
Kinerja suatu sistem atau suatu perusahaan dapat ditinjau dari dimensi
luaran sistem yang meliputi efektifitas, efisiensi, dan kepuasan. Efektifitas
berkaitan dengan kinerja dalam pencapaian tujuan, efisiensi berkaitan dengan
penggunaan sumber dan kepuasan berkaitan dengan penghargaan atas jerih
payah partisipasi anggota organisasi (Kast, 1985).
Setiap tahap pengolahan ini harus selalu dikendalikan supaya benar,
karena setiap tahap pengolahan ini berperan dalam menentukan mutu dan
keamanan produk yang dihasilkan. Proses produksi gula perlu dikendalikan
untuk menghasilkan produk berupa gula kristal yang bermutu dan aman
dikonsumsi.
Kapabilitas proses didefinisikan sebagai kemampuan proses untuk
memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Process Capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan

proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang


ditetapkan

oleh

manajemen

berdasarkan

kebutuhan

pelanggan

(http://groups.yahoo.com/group/kasma1).
Pengukuran kemampuan proses merupakan salah satu bagian dari
tahapan pengendalian produksi

yang dilakukan oleh setiap operator dan

bagian analisa. Pengendalian proses produksi ini dilakukan pada beberapa titik
di setiap lini produksi. Analisa kemampuan atau kinerja proses ini dilakukan
dengan bantuan program komputer Minitab 13.0 yaitu dengan melihat
keragaman data selama proses sesuai batas-batas dan standar deviasi yang
berlaku.

Teknik analisis yang digunakan untuk memantau proses adalah dengan


melihat variasi data selama proses menggunakan batas kendali x dan s serta
diagram kapabilitas, sedangkan untuk mengukur besarnya penyimpangan
proses dari spesifikasi yang telah ditentukan oleh perusahaan adalah dengan
menggunakan teknik akurasi. Pembuatan digram kendali dan kapabilitas
menggunakan sub grup sebesar 15 karena melihat dalam satu periode giling
terdiri dari 15 hari. Analisis dimulai pada level parameter dan kemudian level
stasiun proses. Nilai toleransi penyimpangan maksimum yang digunakan
adalah sebesar 10 persen. Jika besar penyimpangan (deviasi) suatu parameter
proses terhadap standar lebih kecil atau sama dengan 10 persen maka kinerja
parameter proses tersebut berada dalam keadaan TERKENDALI, dan
sebaliknya jika besar penyimpangan (deviasi) suatu parameter proses terhadap
standar lebih besar dari 10 persen maka kinerja parameter tersebut berada
dalam keadaan TIDAK TERKENDALI. Apabila proses menunjukkan
keadaan terkendali maka para pengambil keputusan dapat tetap melanjutkan
proses menuju ke stasiun yang selanjutnya, sebaliknya apabila proses
menunjukkan keadaan tidak terkendali maka para pengambil keputusan harus
mengambil tindakan dengan melakukan evaluasi lebih mendalam pada stasiun
proses karena terdapat ketidakefisienan dalam proses karena kondisi tidak
terkendali pada salah satu stasiun proses akan menyebabkan proses
selanjutnya juga mengalami kondisi tak terkendali.
1) Stasiun Gilingan

Gambar 15. adalah tampilan model Kemampuan Proses pada aplikasi


program SWEETCON.PROSION dimana bila dipilih salah satu indikator
yang akan dinilai, akan langsung terintegrasi dengan program Minitab
13.0 yang dapat menganalisa data kemampuan proses tersebut.

Kinerja stasiun gilingan secara umum menunjukkan bahwa stasiun


gilingan berada dalam keadaan terkendali dengan besar deviasi 1,53
persen maka tingkat efisiensinya sebesar 98,47 persen. Tabel 14.
menunjukkan bahwa semua parameter proses memenuhi standar
spesifikasi yang ditetapkan oleh perusahaan, tetapi bila dilihat dari deviasi
menurut rata-rata proses terdapat parameter yang menyimpang jauh dari

rata-rata yaitu parameter imbibisi%sabut. Adanya deviasi rata-rata proses


yang cukup besar berarti rentang atau variasi kadar imbibisi%sabut pada
stasiun gilingan besar. Imbibisi%sabut merupakan perbandingan antara
kadar sabut dan kadar air imbibisi yang ditambahkan. Variasi yang besar
menunjukkan bahwa terdapat pembubuhan air imbibisi yang tidak merata
antara saat penggilingan yang satu dengan yang lain. Hal ini perlu
mendapat perhatian bagi para pengambil keputusan karena apabila kadar
sabut kecil maka menunjukkan bahwa jumlah air imbibisi yang
ditambahkan lebih besar sehingga nantinya dapat menyebabkan kadar air
proses juga lebih tinggi.

Gambar 15. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Gilingan


Kinerja gilingan terutama dapat dilihat dari tingkat ekstraksi gula
yang dihasilkan, karena stasiun gilingan merupakan tahap dimana tebu
yang mengandung nira ditekan dan diperas sedapat mungkin sehingga
kadar nira yang tertinggal di ampas nilainya sangat kecil. Semakin besar
tingkat ekstraksi oleh rol-rol gilingan, berarti kinerja stasiun gilingan
semakin baik. Tingkat ekstraksi gula selama pemantauan berdasarkan data
analisa selama proses masih di bawah standar, tetapi para pengambil
keputusan tidak perlu melakukan tindakan pengendalian karena besar

penyimpangannya masih berada dalam batas 10 persen. Tingkat ekstraksi


ini diambil dari nilai HPG yaitu kuosien ekstraksi pol nira mentah per 100
pol dalam tebu digiling. Walaupun belum sesuai standar, tetapi angka
pengawasan dan pengendalian proses lainnya yaitu briks, pol, dan HK nira
mentah tercapai serta kadar sabut yang tidak melebihi standar. Dapat
disimpulkan bahwa stasiun gilingan memiliki kinerja yang baik.
Tabel 14. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Gilingan
Parameter
Kinerja

Satuan

- Briks nira
mentah
- Pol nira
mentah
- HK nira
mentah
- Kadar sabut
- Imbibisi %
sabut
- Nm%tebu
- Ekstraksi
gula
- HPB Jumlah
- Kapasitas
giling
Rata-Rata
Kesimpulan

Nilai

Standar

Deviasi
(menurut
rata-rata)

Deviasi
(sesuai
spesifikasi)

Keterangan

12,72

12

0,55

6,00

Terkendali

9,77

0,43

8,56

Terkendali

%
%

76,77
15,43

72
14-16

1,50
1,02

6,62
0,00

Terkendali
Terkendali

%
%

191,74
96,37

200
100

18,88
3,04

(4,13)
(3,63)

Terkendali
Terkendali

%
%

94,38
91,75

>96
>90

0,53
0,87

(1,69)
0,00

Terkendali
Terkendali

4000

0,67
3,05

0,00

Terkendali

1,53

Terkendali

TCD

4019,46

Kehilangan terbesar pada stasiun gilingan adalah terikut ampas,


apalagi bila kadar kotorannya di atas 3 persen (pucuk, sogolan, daduk,
tanah), karena akan menurunkan ekstraksi gilingan. Untuk itu digunakan
angka parameter HPB Total (Hasil Bagi Pemerahan Brik) yang pada
stasiun gilingan ini didapatkan nilai sebesar 91,75. Angka minimum
adalah 90 persen, hal itu berarti pada stasiun gilingan tidak banyak gula
yang terikut ampas. Adanya nilai deviasi yang berada dalam kurung yang
juga berarti negatif, bukan berarti besar deviasinya negatif, tetapi hanya
untuk menunjukkan bahwa rata-rata yang dihasilkan berada di bawah
standar yang ditetapkan oleh perusahaan.
2) Stasiun Pemurnian

Penilaian kinerja proses pada stasiun pemurnian menggunakan model


seperti yang ditampilkan pada Gambar 16. Hasil penilaiannya terdapat

pada Tabel 15. dimana didasarkan pada beberapa indikator kinerja stasiun
pemurnian. Penilaian kinerja stasiun pemurnian menunjukkan tingkat
efisiensi stasiun pemurnian cukup baik yaitu sebesar 91.6 persen, tetapi
para pengambil keputusan harus memberikan perhatian lebih pada proses
pemurnian sebelum meneruskan proses menuju stasiun penguapan
mengingat tingkat penyimpangan proses yang hampir mendekati 10
persen.

Gambar 16. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Pemurnian


Tabel 15. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Pemurnian
Parameter Kinerja

Satuan

- Briks nira encer


- Pol nira encer
- HK nira encer
- Pol blotong
- Turbidity
- Blotong%tebu
Rata-Rata
Kesimpulan

%
%
%
%
Ppm
%

Nilai

12,92
10,18
78,85
1,96
4,03

Standar

12
9
74
2
3

Deviasi
(menurut
rata-rata)

Deviasi
(sesuai
spesifikasi)

Keterangan

0,53
0,41
1,51
0,35
0,13
0,59

7,67
0
0
0
34,33

Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Tidak Terkendali

8,40

Terkendali

Tahap pemurnian dihasilkan limbah yang berupa blotong, tetapi


seringkali masih terdapat kandungan gula dalam blotong tersebut. Pol
blotong menunjukkan kadar gula yang masih terkandung dalam blotong,

tapi kandungannya masih memenuhi standar dimana batas maksimumnya


sebesar 2. Blotong % tebu adalah perbandingan antara blotong yang
dihasilkan dengan tebu yang masuk, dimana pada proses ini ternyata kadar
blotong % tebunya melebihi batas maksimal dengan penyimpangan yang
sangat besar. Dengan banyaknya blotong yang dikandung berarti tebu
yang masuk proses masih mengandung banyak kotoran. Kinerja proses
pemurnian dinilai cukup bagus karena angka brik, pol dan HK nira encer
semuanya memenuhi standar yang berarti juga tidak perlu dilakukan
tindakan pengendalian. Para pengambil keputusan diharapkan segera
mengevaluasi kinerja mesin pemurnian karena hal ini berarti pula efek
pemurnian yang diterapkan belum efektif walaupun kadar pol dan HK
memenuhi standar. Hal ini ditunjukkan juga dengan penyimpangan briks
nira encer yang besar yang berarti bahan terlarutnya cukup banyak.
3) Stasiun Penguapan

Gambar 17. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Penguapan

Tabel 16. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Penguapan


Parameter Kinerja
-

Briks nira kental


Pol nira kental
HK nira kental
Nira kental

Satuan

%
%
%
o
C

Rata-Rata
Kesimpulan

Nilai

51,97
43,35
80,00
106,25

Standar

65
52
75-80
100

Deviasi
(menurut
rata-rata)

Deviasi
(sesuai
spesifikasi)

Keterangan

3,87
3,04
1,51
0,71
2,28

0,00
0,00
0,00
0,00

Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali

0,00

Terkendali

Hasil dari stasiun penguapan adalah nira kental. Kadar air yang
terdapat pada nira encer sebelum masuk stasiun penguapan adalah sebesar
87,08 persen, dan nira kental memiliki kadar air sebesar 48,03 persen.
Efek dari proses penguapan berhasil menguapkan air sebesar 55 persen.
Apabila menurut standar, seharusnya proses penguapan dapat menguapkan
air sebesar 60-70 persen air dalam nira encer. Hal ini menunjukkan bahwa
konstruksi dari pan-pan penguap kurang efektif. Walaupun demikian,
kinerja dari stasiun penguapan sudah efisien sebesar 100 persen melihat
semua parameter standar stasiun penguapan tidak ada yang mengalami
penyimpangan sehingga tidak perlu dilakukan tindakan pengendalian oleh
para pengambil keputusan dan proses dapat tetap dilanjutkan ke proses
masakan. Apabila konstruksi pan-pan penguap bekerja lebih efektif akan
dapat meringankan kerja stasiun masakan.
4) Stasiun Masakan

Stasiun masakan bertugas untuk mengubah nira kental yang berasal


dari stasiun penguapan menjadi kristal gula melalui sistem pemasakan.
Pabrik gula Jati Tujuh memiliki sistem masakan A, C, D yang artinya
menghasilkan gula A, gula C, dan gula D. Dari ketiga jenis gula yang
terbentuk tersebut, yang akan menjadi gula produk (SHS) hanya gula A,
maka itu dalam analisa kemampuan stasiun masakan diatas, hanya diambil
parameter dari masakan A. Data analisa tersebut menunjukkan bahwa
stasiun masakan sudah baik kinerjanya yaitu dengan efisiensi sebesar 100
persen. Kinerja stasiun penguapan yang sudah baik akan memberi
informasi pada para pengambil keputusan bahwa stasiun masakan tidak
perlu mendapat tindakan pengendalian dan proses dapat tetap dilanjutkan
ke stasiun putaran.

Gambar 18. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Masakan


Tabel 17. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Masakan
Parameter Kinerja

Satuan

- Briks masakan A
- Pol masakan A
- HK masakan A
- Purity drop
Rata-Rata
Kesimpulan

%
%
%

Nilai
93,00
80,40
86,33
13,09

Standar
93-94
79
85
10-15

Deviasi
(menurut
rata-rata)
0,41
1,77
2,12

Deviasi
(sesuai
spesifikasi)
0,00
0,00
0,00
0,00

Keterangan
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali

2,28
0,00

Terkendali

5) Stasiun Putaran

Stasiun putaran berbeda dari stasiun lainnya karena stasiun terakhir


selama proses dalam pabrik ini memiliki indikator kinerja dan keluaran
paling banyak. Hasil penilaian kinerja stasiun putaran dapat dilihat pada
Tabel 18. Dari stasiun putaran dihasilkan larutan-larutan yaitu stroop A,C
dan D; klare SHS dan klare III; gula A, C, D1, dan D2; gula SHS IA; tetes;
dan leburan, tetapi tidak semua keluaran tersebut yang digunakan sebagai
indikator kinerja stasiun putaran. Indikator yang penting pada stasiun
masakan antara lain adalah performance dari gula SHS yang merupakan
gula produk, stroop A, dan tetes yang merupakan hasil samping dari
keseluruhan proses selain ampas dan blotong.

Gambar 19. Tampilan Model Kemampuan Proses Stasiun Putaran


Tabel 18. Hasil Analisa Kemampuan Stasiun Putaran
Parameter Kinerja
- Briks gula A
- Pol gula A
- HK gula A
- Kadar air
- Briks Stroop A
- Pol Stroop A
- HK Stroop A
- Briks tetes
- Pol tetes
- HK tetes
- Tetes%tebu
Rata-Rata
Kesimpulan

Satuan
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%

Nilai

Standar

99,64
98,86
99,23
0,36
80,38
58,88
73,24
90,22
30,06
33,32
3,8

99,97
99,85
99,88
1,00
83
54
65-70
80
28-30
30-33
2,5

Deviasi
(menurut
rata-rata)
0,00
0,7
0,00
0,24
1,75
1,51
2,09
1,25
0,68
0,56
1,2
2,28

Deviasi
(sesuai
spesifikasi)
(0,33)
(0,99)
(0,65)
0
(3,16)
9,04
4,63
0
7,36
0,97
52

Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Terkendali
Tidak Terkendali

6,26

Terkendali

Keterangan

Analisis kinerja stasiun putaran menunjukkan bahwa stasiun putaran


memiliki efisiensi sebesar 93,74 persen yang ditunjukkan pula dengan
hasil briks, pol, dan HK gula A yang akan menjadi produk telah memenuhi
standar.

Walaupun

demikian,

para

pengambil

keputusan

perlu

memperhatikan hasil samping pada stasiun putaran terutama yang


mengalami penyimpangan cukup besar.
Pemantauan stasiun putaran menggunakan metode stastitikal terhadap
stroop dan tetes menunjukkan bahwa indikator-indikatornya masih berada

dalam kendali. Walaupun demikian, dari analisa tersebut penyimpangan


yang terjadi pada produk samping cukup besar, bahkan analisa tetes%tebu
menunjukkan hasil yang melebihi batas maksimal, yaitu sebesar 52 persen
dari batas maksimal adalah 2,5. Hal ini menunjukkan bahwa prosentase
hasil samping dari bahan baku cukup besar diduga karena kadar kotoran
atau bukan gula yang terikut dalam proses cukup banyak. Banyaknya gula
yang terikut pada tetes (pol tetes) juga menunjukkan terdapat
ketidakefisienan stasiun putaran karena seharusnya gula produk yang
dihasilkan dapat lebih banyak apabila kehilangan gula yang terikut dalam
hasil samping dapat ditekan.
B. PENENTUAN KOMPONEN KRITIS PENDUKUNG PROSES

Banyak kendala yang dialami sejumlah PG, selain terpuruknya harga


gula juga kurangnya bahan baku gula dari tebu produksi petani, menciutnya
lahan tebu, serta mesin-mesin PG yang usianya sudah tua (Roeswanto, 2006).
Di dalam industri pengolahan ada tahap-tahap yang dianggap sangat
penting yang menentukan kelancaran proses produksi dan berdampak pada
mutu produk yang dihasilkan. Tahap-tahap ini dianggap tahap atau proses
kritis. Tahap ini disebut tahap kritis karena jika tidak terdapat komponenkomponen pendukung yang memadai, proses tidak akan berjalan berjalan
dengan lancar, kapasitas produksi tidak tercapai, dan penggunaan sumberdaya
tidak maksimal atau dapat dikatakan proses tidak efisien. Dengan perkataan
lain, tahap kritis adalah tahap pengolahan yang dapat menentukan kelancaran
dan pencapaian mutu proses serta penggunaan komponen pendukung secara
maksimal sehingga dapat menurunkan resiko pemborosan sumberdaya sampai
batas aman secara teknis dan ekonomis.
Survei di beberapa perusahaan industri baik lokal maupun asing
menyebutkan sekitar 80 persen yang menjadi tolak ukur keberhasilan dan
daya tahan perusahaan adalah peningkatan efisiensi, efektifitas, dan
produktifitas yang optimal dari perusahaan dalam hal pengalokasian sumber
daya. Pengalokasian sumber daya menjadi hal yang sangat penting, salah satu
bentuk aplikasi dari hal tersebut adalah penggunaan fasilitasfasilitas

pendukung proses produksi yang ada untuk menyelesaikan suatu job


(pekerjaan) dengan suatu prosesor (mesin) (Hendra dan Maseleno, 2004).

Gambar 20. Tampilan Model Komponen Kritis


Model penentuan komponen kritis proses menggunakan metode
Equipment Critically Rating dimana para pakar memberikan bobot penilaian

pada masing-masing kriteria dan indikator pada setiap mesin dan peralatan
masing-masing proses. Bobot yang didapatkan tersebut menunjukkan tingkat
kekritisan mesin dan peralatan baik dalam suatu stasiun proses maupun antar
stasiun proses. Selain menggunakan bobot yang diberikan oleh para pakar,
penilaian komponen kritis ini juga menggunakan data primer yang berasal dari
musim giling sebelumnya. Apabila pada masing-masing stasiun diketahui
kriteria yang paling kritisnya, hal tersebut dapat menjadi dasar para pengambil
keputusan dalam menyusun jadwal pemeliharaan dan perbaikan mesin dan
peralatan baik diluar masa giling maupun dalam masa giling.
Terjadwalnya kegiatan perawatan mesin dan peralatan akan dapat
menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama proses, dan
dapat segera cepat melakukan tindakan pengendalian mesin apabila terjadi
penghentian

proses

karena

telah

dipersiapkan

komponen-komponen

pendukung untuk segala kemungkinan kerusakan yang terjadi pada mesin dan

peralatan berdasarkan bobot yang telah dipertimbangkan oleh para pengambil


keputusan.
Langkah pertama dilakukan pembobotan terhadap kriteria-kriteria yang
diberikan yang mempengaruhi kekritisan komponen, untuk itu diperlukan
langkah-langkah pendahuluan yaitu menentukan orang yang dianggap ahli dan
berkompeten untuk memberikan penilaian. Pada penentuan kompnen kritis di
PG Jatitujuh menggunakan pihak bagian pabrikasi dan instalasi yang
berkompeten untuk mengisi kuesioner yang berkaitan dengan penilaian mesin
dan peralatan kritis seperti yang ada pada Lampiran 16. Selanjutnya dicari
data pendukung pengambilan keputusan kekritisan komponen, seperti data
kerusakan komponen dan data jam henti.
Untuk melihat kecocokan model, dilihat data apa saja yang
memungkinkan untuk didapatkan atau disediakan oleh perusahaan. Langkah
selanjutnya adalah penambahan bobot indikator pada kriteria yang memiliki
lebih dari satu indikator. Ini dilakukan untuk menyeimbangkan pengaruh dari
perbedaan jumlah indikator. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap kriteria
utama dan indikator yang mengikutinya. Pembobotan kriteria utama dilakukan
dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) yaitu dengan
perbandingan berpasangan.
Setelah

pembobotan

kriteria

dengan

metode

AHP

dilakukan,

selanjutnya adalah tahap pembobotan indikator komponen yang dimaksudkan


untuk menyeimbangkan pengaruh dari perbedaan jumlah indikator pada
masing-masing kriteria. Dengan demikian diharapkan bahwa perbedaan dari
tingkat kekritisan akan ditentukan oleh bobot dari kriteria-kriteria yang
digunakan. Level dibawah kriteria adalah indikator komponen yang
merupakan penilaian terhadap keadaan mesin dan fungsi-fungsinya secara
lebih spesifik.
Cara memberikan penilaian pada indikator adalah secara kuantitatif atau
berdasarkan jumlah kondisi yang terjadi yang kemudian dibagi menjadi
peringkat-peringkat yang merupakan bobot dari masing-masing indikator.
Nilai yang diberikan menunjukkan tingkat kemungkinan terjadinya kondisi
yang dimaksud untuk tiap komponen. Misalnya bila nilainya 0 maka kondisi

tersebut tidak mungkin terjadi, tetapi bila nilainya 100 maka kondisi itu sangat
mungkin terjadi.
Data pembobotan indikator kemudian dipecah kedalam data komponen
dan disusun berdasarkan kriteria yang berhubungan. Data tersebut kemudian
diolah dengan rumus ECR, yaitu:

b N
k

ECR =

i =1

dimana:
bi

= bobot masing-masing kriteria

Ni

= nilai kriteria berdasarkan indikator-indikatornya

I D , dimana Ii
n

Ni

= ukuran setiap indikator

i =1

Di = bobot setiap indikator


Tabel 19. Hasil Perhitungan ECR Mesin dan Peralatan Proses
No.

Kriteria

Bobot
Gilingan

Pemurnian

Penguapan

Masakan

Putaran

Keamanan

0,0900

0,0740

0,0810

0,0840

0,0850

Life Support

0,0750

0,0640

0,0720

0,0730

0,0780

Commercial

0,0980

0,1010

0,1040

0,1050

0,1030

Keandalan

0,1220

0,1490

0,1300

0,1300

0,1300

Vendor Availability

0,1030

0,1130

0,1110

0,1030

0,1110

Spare part lead time

0,0890

0,0760

0,0860

0,0840

0,0920

Applicability of condition
monitoring technique

0,1310

0,1400

0,1230

0,1250

0,1290

Mean down time

0,1020

0,0980

0,0980

0,0960

0,0950

Jam henti

0,0709

0,0600

0,0750

0,0710

0,0550

10

Kapasitas

0,1100

0,1260

0,1210

0,1290

0,1210

Nilai ECR Total

81,49

75,80

79,69

76,59

72,64

1) Mesin Stasiun Gilingan


Hasil perhitungan menggunakan metode ECR menunjukkan bahwa
mesin dan peralatan stasiun gilingan adalah yang paling kritis
dibandingkan dengan mesin dan peralatan pada stasiun lainnya sesuai
dengan nilai kritis yang didapatkan yaitu sebesar 81,49. Kriteria terbesar
yang merupakan faktor pendukung kekritisan mesin gilingan adalah dari
segi applicability of condition monitoring technique (0,1310) seperti yang

terlihat pada Tabel 19. Kedua adalah kriteria keandalan mesin sendiri
memiliki bobot sebesar 0,1220; kemudian kriteria kapasitas yaitu besarnya
kapasitas giling akan mempengaruhi kecepatan dan efisiensi stasiun
gilingan dengan bobot sebesar 0,1100. Kemudian diikuti oleh faktor-faktor
lainnya. Hal ini juga didukung oleh jumlah jam henti pada musim giling
tahun 2006 oleh jumlah jam henti mesin gilingan yang paling tinggi
dibandingkan dengan stasiun lainnya, yang menunjukkan tingkat
kerusakan mesin dan peralatan proses paling tinggi. Selain ditentukan oleh
masing-masing bobot kriteria, kekritisan komponen juga dipengaruhi oleh
bobot dari indikator masing-masing kriteria yang secara lebih rinci dapat
dilihat pada Lampiran 14.

2) Mesin Stasiun Pemurnian


Stasiun pemurnian memiliki nilai ECR total komponen sebesar 75,80
dengan bobot terbesar dihasilkan oleh faktor keandalan dengan bobot
sebesar 0,1490 yaitu yang paling menyebabkan kekritisan mesin dan
peralatan pemurnian. Faktor kedua yang mendukung kekritisan komponen
pemurnian adalah applicability of condition monitoring technique dengan
bobot sebesar 0,1400; kemudian faktor kapasitas dalam posisi ke tiga
dengan bobot sebesar 0,1260 yang kemudian diikuti oleh faktor-faktor
lainnya.

3) Mesin Stasiun Penguapan


Stasiun penguapan yang hanya terdiri dari pan-pan penguap memiliki
faktor penyebab kekritisan utama yaitu keandalan dengan bobot sebesar
0,1300. Faktor pendukung kekritisan komponen penguapan yang kedua
dengan bobot yang tidak berbeda jauh (0,1230) adalah applicability of

condition monitoring technique; sedangkan faktor ketiga dengan bobot


sebesar 0,1210 adalah kapasitas dari pan-pan penguap sendiri dimana
seringkali terjadi jam henti yang disebabkan oleh pan-pan penguap yang
isinya terlalu penuh.

4) Mesin Stasiun Masakan


Sama seperti stasiun penguapan, faktor terbesar yang menyebabkan
kekritisan komponen stasiun masakan atau kristalisasi seperti yang terlihat
pada Gambar 21. adalah keandalan dengan bobot sebesar 0,1300. Faktor
ke dua adalah kapasitas stasiun masakan dengan bobot sebesar 0,1290.
Faktor applicability of condition monitoring technique merupakan
pendukung ke tiga dalam kekritisan komponen stasiun masakan dengan
bobot sebesar 0,1230 yang kemudian diikuti oleh kriteria lainnya.

5) Mesin Stasiun Putaran


Tabel 19. menunjukkan hasil perhitungan ECR untuk komponen
stasiun putaran dimana faktor pendukung pertama adalah keandalan
dengan bobot sebesar 0,1300. Faktor ke dua adalah applicability of

condition monitoring technique dengan bobot sebesar 0,1290. Faktor ke


tiga adalah kapasitas komponen dengan bobot sebesar 0,1210 kemudian
diikuti oleh kriteria-kriteria lainnya.

6) ECR Total
Pada hasil akhir perhitungan komponen kritis, didapatkan nilai ECR
total masing-masing komponen dan dari perhitungan tersebut diketahui
bahwa komponen pendukung proses produksi yang paling kritis adalah
stasiun gilingan dengan nilai ECR total sebesar 81,49. Komponen kritis ke
dua adalah stasiun penguapan dengan nilai ECR total sebesar 79,69
kemudian berturut-turut stasiun kristalisasi (masakan) dengan nilai ECR
total sebesar 72,05; stasiun pemurnian dengan nilai ECR total sebesar
71,30; dan yang terakhir adalah stasiun sentrifugasi (putaran) yang
memiliki nilai ECR total sebesar 70,55. Semakin banyak jam henti mesin
atau komponen suatu stasiun, akan semakin kritis komponen tersebut.
Untuk itu tujuan utama perhitungan komponen kritis ini adalah agar
perusahaan dapat mengetahui komponen mana yang paling kritis dan
dapat memperbaiki sistem pemeliharaan dan perawatan komponen
pendukung proses baik di luar masa giling maupun selama masa giling.

C. PENGUKURAN EFISIENSI PRODUKSI


Tingkat produktivitas adalah merupakan kinerja dari suatu unit produksi
atau dikenal dengan sebutan Decision Management Unit (DMU) dalam
meminimumkan input yang digunakan untuk menghasilkan suatu output
dalam suatu wilayah. Tingkat produktivitas adalah konsep mikro yang
mengukur kinerja antar input dan output suatu proses produksi yang akan
digunakan dalam meneliti tingkat efisiensi proses produksi gula kristal.
Pengukuruan kinerja suatu proses produksi dalam sektor industri
manufakturing pada kurun waktu tertentu dapat menjadi indikator kemampuan
perusahaan tersebut yang pada akhirnya akan menentukan pertumbuhan
produksi dalam perusahaan tersebut. Aktivitas sebuah perusahaan menunjukan
tentang kemampuan perusahaan itu dalam menggunakan dana-dananya secara
efektif dan menunjukan seberapa cepat perputaran dari dana-dana perusahaan
itu.
DEA mempunyai beberapa keuntungan relatif dibandingkan dengan
teknik parametrik. Dalam mengukur efisiensi, DEA mengidentifikasi unit
yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari
penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan, yang merupakan keuntungan
utama dalam aplikasi manajerial. (Epstein and Henderson, 1989). Selain itu,
DEA tidak memerlukan spesifikasi yang lengkap dari bentuk fungsi yang
menunjukkan hubungan produksi dan distribusi dari observasi. Selain itu
pendekatan parametrik sangat tergantung pada asumsi mengenai data produksi
dan distribusi.
Usahatani tebu termasuk usahatani yang memerlukan biaya yang relatif
bervariasi, bergantung lokasi dan tingkat penerapan teknik budidaya. Untuk
tanaman baru (PC), biaya usahatani adalah sekitar Rp. 12,2 - Rp. 16,3 juta per
ha. Secara lebih spesifik, analisis usahatani tanaman PC dengan menggunakan
teknologi yang standar diterapkan di PTPN disajikan pada Tabel 20. Sumber
biaya terbesar ada pada komponen pengolahan tanah dan pemeliharaan (28,5
persen), sewa lahan (28,5 persen), dan tebang angkut (20 persen). Total biaya
untuk tanaman PC mencapai sekitar Rp. 15,775 juta/ha.

Tabel 20. Analisis Usahatani Tanaman PC, teknologi standar PTPN


Uraian
Nilai (Rp)
Proporsi (%)
Biaya
28,5
4.500.000
Pengolahan tanah dan pemeliharaan
10,8
1.700.000
Bibit
5,1
810.000
Pupuk
1,6
245.000
Herbisida
20,0
3.150.000
Tebang angkut
5,5
870.600
Bunga kredit
28,5
4.500.000
Sewa lahan
100,0
15.775.600
Total biaya
Nilai produksi gula
28.500.000
Penerimaan petani (66%)
18.810.000
B/C Ratio
1,19
Asumsi : 1000 kw tebu, rendemen 7,5%, harga Rp.3.800/kg
Sumber: http://www.litbang.deptan.go.id
Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk melaksanakan strategi
restrukturisasi industri gula adalah peningkatan efisiensi teknis dan efisiensi
ekonomis pabrik-pabrik gula, terutama di Jawa. Menurut Arifin, prioritas
peningkatan efisiensi didasarkan pada analisis ekonomi dan simulasi efisiensi
teknis dan efisiensi ekonomis terhadap pabrik gula biasanya menggunakan
kriteria berikut efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis adalah
perbandingan antara produktivitas hablur yang dicapai oleh pabrik gula
(dalam ton per hektar) dengan produktivitas hablur minimal yang secara teknis
dapat dicapai oleh petani dan pabrik gula pada lahan sawah atau lahan kering
sebesar 6 ton per hektar. Kriteria efisiensi ekonomis adalah perbandingan
antara harga paritas impor sampai tingkat pabrik gula dan biaya produksi ratarata

pada

setiap

pabrik

gula

(http://www.kompas.com/kompas-

cetak/0407/10/Fokus/1138684.htm).
Penelitian ini hanya menggunakan lima indikator efisiensi proses
produksi dari dua belas indikator Barbiroli. Pemilihan indikator ini dilakukan
berdasarkan atas penyesuaian dengan ruang lingkup penelitian dan kondisi
proses produksi di perusahaan.

Lima indikator Barbiroli tersebut adalah

Efisiensi Siklus Bahan baku (Material Cycle Efficiency : MCE), Efisiensi


Siklus Energi (Energy Cycle Efficiency : ECE), Efisiensi Lingkungan Produk
Akhir (Final Product Environmental Efficiency : FPEE), Efisiensi
Pengoperasian Peralatan Statis (Equipment Static Operating Efficiency :

ESOE), dan Efisiensi Masukan (Input Efficiency : IE).

Pengukuran ini

dilakukan pada musim giling periode tahun 2006.


Limbah yang dihasilkan oleh PT Jati Tujuh antara lain ampas, pucuk
daun dan blotong, tetes, serta air buangan pabrik.. Pucuk daun dimanfaatkan
untuk pakan ternak, ampas digunakan sebagai bahan bakar pada boiler atau
dijual agar dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produk lain seperti kertas,
pupuk, dan media tumbuh tanaman. Blotong digunakan sebagai pupuk organik
bagi lahan perkebunan tebu, tetes ditampung pada tangki yang nantinya dijual
kepada pihak lain untuk digunakan sebagai bahan baku penyedap masakan
MSG, sumber pupuk, campuran makanan ternak, dan bahan pembuatan
alkohol/spiritus. Air buangan pabrik ditangan oleh unit pengolahan limbah
yang juga terdapat di area pabrik hingga netral dan dapat digunakan untuk air
siraman tanaman pada tanaman tebu. Hal ini berarti PT Jati Tujuh tidak
menghasilkan limbah atau bahan pencemar yang dapat membahayakan
lingkungan sekitar sehingga indikator Efisiensi Lingkungan Keseluruhan
Proses (Process Overall Environmental Efficiency : POEE) dan Efisiensi
Lingkungan Siklus Energi (Energy Cycle Environmental Efficiency : ECEE)
tidak digunakan dalam penelitian.
Selain itu, mesin dan peralatan yang digunakan untuk menghasilkan
gula kristal putih adalah mesin serta peralatan statis yang hanya menghasilkan
satu macam produk saja, sehingga indikator Efisiensi Pengoperasian Peralatan
Dinamis (Equipment Dynamic Operating Efficiency : EDOE) tidak
dimasukkan ke dalam analisis efisiensi produksi gula karena mesin dan
peralatan tidak dimodifikasi untuk menghasilkan produk lain selain gula
kristal putih. Indikator Efisiensi Keanekaragaman Produk Campuran (Product

Mix Variability Efficiency : PMVE) juga tidak digunakan karena struktur


proses produksi yang dianalisis hanya menghasilkan satu macam produk saja,
yaitu gula kristal putih atau SHS.

1. Efisiensi Absolut Proses Produksi


a. Efisiensi Siklus Bahan baku
1) Efisiensi teknis siklus bahan baku
Bahan baku yang masuk ke dalam proses adalah batang tebu.
Tebu yang masuk ke dalam proses produksi per periode pada
musim giling tahun 2006 adalah sebanyak 522.386,3 ton. Bahan
baku tersebut memiliki rata-rata kadar air sebesar 26,16 persen,
sehingga jumlah tebu apabila tanpa air adalah sebesar 73,84
persen dari jumlah keseluruhan, yaitu sebesar 385.730,04 ton.
Jumlah ini merupakan jumlah yang digunakan sebagai input
teknis bagi indikator efisiensi siklus bahan baku.
Jumlah produk gula kristal yang dihasilkan pada tahun 2006
adalah sebesar 37.974,21 ton dengan rata-rata kadar air sebesar
0,03 persen. Bahan baku yang terkandung dalam produk jadi
adalah sebesar 99,97 persen dari produk gula yang dihasilkan,
yaitu sebesar 37.962,82 ton. Jumlah ini merupakan output teknis
bagi indikator efisiensi siklus bahan baku.

Rincian data dan

perhitungan dapat dilihat pada Tabel 21. di bawah ini.


Tabel 21. Data yang diperlukan untuk input efisiensi teknis siklus bahan baku

Parameter
jumlah bahan baku yang masuk proses (berat
hablu dalam ton tebu)
rata-rata kadar air tebu (%)
jumlah bahan baku tanpa air (ton)

Nilai
53.662,5
25,97
39726,35

Tabel 22. Data yang diperlukan untuk output efisiensi teknis siklus bahan baku

Parameter
jumlah produk gula kristal yang keluar proses (ton)
rata-rata kadar air produk gula kristal (%)
jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk
jadi (ton)

Nilai
37.974,21
0,03
37.962,82

Tabel 23. Efisiensi teknis siklus bahan baku

Parameter
Input (ton)
Output (ton)
Efisiensi (%)

Nilai
39726,35
37.962,82
95,56

Hasil perhitungan efisiensi absolut teknis siklus bahan baku


adalah sebesar 95,56 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan memiliki efisiensi siklus bahan baku yang secara
teknis sudah baik karena mendekati nilai 100 persen.
2) Efisiensi ekonomis siklus bahan baku
Output ekonomis untuk perhitungan efisiensi ekonomis siklus
bahan baku adalah biaya tambahan bahan baku ditambah biaya
untuk meng-upgrade bahan baku yang tidak digunakan dalam
proses. Input ekonomisnya terdiri dari nilai bahan baku yang
termasuk dalam produk ditambah dengan nilai bahan baku yang
terkandung dalam produk samping.

Biaya tambahan untuk bahan baku karena tingkat konversi


aktual = biaya total bahan baku x tingkat bahan baku yang
tidak digunakan.

Biaya untuk meng-upgrade bahan baku yang tidak digunakan


dalam proses.

Nilai bahan baku yang termasuk dalam produk = biaya total


bahan baku x jumlah gula kristal yang diproduksi. Biaya total
bahan baku terdiri dari biaya pemeliharaan tanaman
menghasilkan, biaya panen dan pengangkutan dan biaya
pembelian hasil tanaman.

Nilai bahan baku yang terkandung dalam produk samping =


jumlah produk samping yang dihasilkan x nilai produk
samping (dari bahan baku yang dikandung).
Bahan baku yang berupa tebu seluruhnya digunakan dalam

proses produksi, sehingga tidak ada biaya tambahan untuk meng-

up-grade bahan baku. Dengan demikian, nilai efisiensi ekonomis

yang didapatkan adalah 100 persen.

Nilai ini menunjukkan

bahwa pengalokasian biaya dalam proses pengolahan bahan baku


di perusahaan sudah baik.

b. Efisiensi Siklus Energi


1) Efisiensi teknis siklus energi
Energi yang digunakan oleh perusahaan terdiri atas energi
listrik, bahan bakar solar, IDO (International Diesel Oil) dam
ampas.

Energi listrik digunakan untuk keperluan produksi,

perkantoran, administrasi, dan perumahan.

Bahan bakar solar

digunakan untuk generator, turbin dan keperluan transportasi,


sedangkan IDO digunakan untuk bahan bakar dari mesin pada
proses.
Energi yang digunakan untuk proses produksi terdiri atas
bahan bakar solar dan bahan bakar IDO, ditambah ampas untuk
bahan bakar boiler, sedangkan energi yang digunakan untuk
kebutuhan perusahaan seperti untuk penerangan, administrasi, dan
lain-lain terdiri bahan bakar solar.

Jenis-jenis sumber energi

tersebut mempunyai satuan perhitungan yang berbeda, sehingga


diperlukan perhitungan konversi ke dalam satuan yang sama.
Rincian data dan perhitungan secara lebih jelas dapat dilihat pada
Tabel 24, 25 dan 26.
Tabel 24. Pemakaian energi untuk proses produksi

Output

Solar (kg)

KIDO (ton)

Jumlah Energi
Jumlah Energi (kcal)

250

218.562

2.477.217,19

1.863.629.697,35
1.902.230.298,90

TEP (kcal)
Keterangan :
KLP

= konsumsi listrik untuk proses produksi

KIDO = konsumsi IDO untuk proses produksi


TEP

= total energi terpakai untuk proses produksi

Ampas (ton)
168.099,4
36.123.384,36

Tabel 25. Pemakaian energi total perusahaan

Input
Jumlah Energi
Jumlah Energi (kcal)
TEPrsh (kcal)

KSP (liter)
311.851,95
2.681.926.778,11

KIDO (ton)
218.562
1.863.629.697,35
4.581.679.859,83

Ampas (ton)
168.099,4
36.123.384,36

Keterangan :
KSP

= konsumsi solar perusahaan

KIDO

= konsumsi IDO perusahaan

Ampas = konsumsi ampas


TEP

= total konsumsi energi keseluruhan yang digunakan perusahaan


Tabel 26. Efisiensi teknis siklus energi

Parameter
Input (kcal)
Output (kcal)
Efisiensi (%)

Nilai
4.581.679.859,83
1.902.230.298,90
41,52

Setelah di dapatkan nilai total pemakaian energi untuk proses


produksi dan total pemakaian energi keseluruhan perusahaan,
maka di dapatkan nilai efisiensi teknis siklus energi. Hasil
perhitungan efisiensi absolut teknis siklus energi adalah sebesar
41,52 persen atau jauh dari 100 persen.

Hasil perhitungan

efisiensi tersebut dapat memberikan gambaran bahwa penggunaan


sumberdaya energi di perusahaan belum efisien untuk keperluan
proses produksi dibandingkan dengan alokasi sumberdaya energi
terutama bahan bakar solar untuk keperluan yang lain seperti
perkantoran, administrasi, ataupun perumahan.
2) Efisiensi ekonomis siklus energi
Data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan efisiensi
ekonomis siklus energi adalah nilai energi yang benar-benar
digunakan dalam proses sebagai input ekonomis dan biaya
tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual sebagai output
ekonomis. Biaya total untuk energi proses produksi didapatkan
dari penjumlahan biaya bahan bakar IDO, solar, dan ampas.

Demikian juga dengan biaya energi keseluruhan yang dikeluarkan


perusahaan merupakan penjumlahan dari biaya bahan bakar solar,
biaya bahan bakar IDO dan ampas. Rincian data dan perhitungan
secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 27 hingga 31.
Tabel 27. Perhitungan biaya energi proses produksi

Jenis Biaya
Biaya Solar (Rp)
Biaya IDO (Rp)
Biaya Ampas (Rp)
Total Biaya (Rp)

Nilai
1.540.699
999.846.000
58.069.000
1.059.455.699

Tabel 28. Perhitungan biaya total energi yang dipakai perusahaan

Jenis Biaya
Biaya Solar (Rp)
Biaya IDO (Rp)
Biaya Ampas (Rp)
Total Biaya (Rp)

Nilai
1.923.419.000
999.846.000
58.069.000
2.981.334.000

Tabel 29. Tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan

Parameter
TEP
(KWH)
TEPrsh (KWH)
tedk
(%)

Nilai
1.902.230.298,90
4.581.679.859,83
58,48

Keterangan :
TEP

= total energi terpakai untuk proses produksi

TEPrsh = total konsumsi energi keseluruhan yang digunakan


perusahaan
tedk

= tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan


=

1 - TEP_
1 - TEPrsh
TEP .
TEPrsh
Dari perbandingan penggunaan energi untuk proses produksi

dengan konsumsi energi total perusahaan didapatkan tingkat


energy yang tidak digunakan oleh perusahaan, yaitu sebesar 58,48

persen dari keseluruhan sumber energi yang telah dialokasikan


oleh perusahaan. Kemudian dilakukan perhitungan

untuk

mengetahui besar biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh


perusahaan karena adanya nilai konversi aktual seperti pada Tabel
30.
Tabel 30. Biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi aktual

Parameter
Biaya total energi perusahaan (Rp)
tedk (%)
BTEKA (Rp)

Nilai
2.981.334.000,00
58,48
1.743.538.248,34

Keterangan :
tedk

= tingkat energi yang tidak digunakan perusahaan

BTEKA = biaya tambahan untuk energi karena nilai konversi


aktual
Tabel 31. Efisiensi ekonomis siklus energi

Parameter
Input (Rp)
Output (Rp)
Inefisiensi (%)

Nilai
2.981.334.000 x 41,52%
1.743.538.248,34
1,41

Setelah didapatkan besarnya biaya tambahan, baru dapat


dihitung besarnya efisiensi ekonomis perusahaan dalam indikator
siklus energi dengan membandingkan antara biaya tambahan
yang dikeluarkan perusahaan karena nilai konversi aktual dengan
biaya untuk memenuhi kebutuhan energi pada proses produksi.
Dari hasil perhitungan efisiensi ekonomis, didapatkan nilai
inefisiensi sebesar 1,41 persen yang berarti tingkat efisiensinya
sebesar 99,59 persen. Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
pengeluaran perusahaan dari segi ekonomis untuk memenuhi
kebutuhan energi proses produksi sudah efisien karena sebagian
besar finansial dialokasikan untuk keperluan proses produksi.

c. Efisiensi Lingkungan Produk Akhir


1) Efisiensi teknis lingkungan produk akhir
Input teknis dari efisiensi teknis lingkungan produk akhir
adalah jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk,
sedangkan output teknisnya adalah sisa bahan baku yang tidak
dibuang ke lingkungan.

Sisa bahan baku produk ini adalah

berupa ampas, tetes dan blotong tetapi yang dibuang ke


lingkungan adalah blotong dan tetes karena ampas digunakan
sebagai bahan baku boiler. Sisa bahan baku proses tersebut
jumlahnya kandungannya pada produk sebesar 12.110,14 ton.
Rincian data dan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 32 dan 33.
Tabel 32. Perhitungan sisa bahan baku produk

Parameter
Jumlah bahan baku masuk proses (ton)
Jumlah bahan baku tanpa air (ton)
Jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk
jadi (ton)
Sisa bahan baku yang terkandung dalam produk
(ton)

Nilai
522.386,3
386.722,58
37.962,82
12.110,14

Tabel 33. Efisiensi teknis lingkungan produk akhir

Parameter
Input (kg)
Output (kg)
Efisiensi (%)

Nilai
37.962,82
12.110,14
31,90

Efisiensi teknis lingkungan produk akhir didapatkan dengan


cara membandingkan nilai bahan baku produk yang tidak dibuang
ke lingkungan dengan nilai bahan baku yang terkandung dalam
produk. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai efisiensi teknis
lingkungan produk akhir sebesar 31,90 persen. Nilai efisiensi
tersebut masih kecil, yang berarti bahwa proses produksi banyak
membentuk hasil samping yang berupa ampas, blotong, dan tetes
tersebut. Tetapi limbah atau hasil samping tersebut tidak
berbahaya dan tidak mencemari lingkungan, bahkan dapat
digunakan untuk bahan pendukung kelancaran proses produksi

ataupun sebagai bahan baku produk lain. Apabila dilihat dari


rendemen produk yang dihasilkan, sudah sangat efisien.
2) Efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir
Nilai efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir didapatkan
dari perbandingan antara biaya untuk mengurangi bahan baku
yang dibuang ke lingkungan sebagai output ekonomis dengan
nilai bahan baku dalam produk sebagai input ekonomis. Nilai
bahan baku dalam produk didefinisikan sebagai berikut :
Nilai bahan baku dalam produk = biaya total untuk pengadaan
bahan baku x tingkat konversi
Biaya total untuk pengadaan bahan baku terdiri atas biaya panen
dan pengangkutan bahan baku tebu, sedangkan tingkat konversi
adalah sebesar 100 persen karena seluruh bahan baku digunakan
di dalam proses produksi.
Biaya untuk mengurangi bahan baku yang dibuang ke
lingkungan terdiri atas biaya untuk pemeliharaan tanaman tebu
seperti pemupukan, penyemprotan hama dan peremajaan;
sedangkan nilai bahan baku dalam produk terdiri atas biaya panen
dan pengangkutan bahan baku tebu. Perhitungan efisiensi dapat
dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Efisiensi ekonomis lingkungan produk akhir

Parameter
Input (Rp)
Output (Rp)
Inefisiensi (%)

Nilai
22.403.669.000
163.000.191.000
73

Hasil perhitungan inefisiensi ekonomis menunjukkan nilai


sebesar 73 persen. Nilai perhitungan inefisiensi ekonomis yang
lebih dari 50 persen menunjukkan bahwa perusahaan belum
efisien dalam mengalokasikan (meminimisasi) biaya untuk
menangani limbah yang dihasilkan.

d. Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis


1) Efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis
Input teknis dari efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis
adalah total waktu kerja potensial peralatan, sedangkan output
teknisnya merupakan selisih dari waktu kerja potensial peralatan
dengan waktu henti peralatan. Pengoperasian peralatan statis yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah mesin dan peralatan yang
digunakan untuk melakukan proses produksi gula kristal putih
dari mulai gilingan hingga sentrifugasi.
Waktu kerja standar yang telah ditentukan oleh perusahaan
adalah selama delapan jam kerja untuk masing-masing shift
dimana pekerja terbagi dalam tiga, namun lama waktu kerja
sebenarnya dari mesin dan peralatan produksi di pabrik
tergantung dari jumlah bahan baku yang dihasilkan oleh kebun.
Rincian waktu kerja secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel 35. Perhitungan efisiensi teknis pengoperasian peralatan statis

Parameter (jam)
1. Waktu kerja optimal peralatan (jam/hari): (input)
2. Waktu kerja aktual peralatan (jam/hari): (output)
3. Waktu Henti peralatan
Efisiensi (%)
Perhitungan

efisiensi

tersebut

Nilai
24
21,52
1,86
92,25

menunjukkan

bahwa

pengoperasian peralatan yang dilakukan masih belum sesuai


antara pemakaian optimal dan pemakaian aktual, sehingga nilai
efisiensi tidak mencapai 100 persen. Namun, sekalipun nilainya
tidak mencapai 100 persen, tingkat efisiensinya cukup tinggi yaitu
sebesar 92,25 persen.
2) Efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis
Efisiensi ekonomis peralatan statis didefinisikan sebagai rasio
antara biaya tambahan karena adanya waktu henti sebagai output
ekonomis dengan biaya produksi (pengoperasian) sebagi input
ekonomis. Biaya tambahan dalam perhitungan didapatkan dari

perkalian antara waktu henti, gaji pekerja per jam dan jumlah
pekerja. Perhitungan disajikan pada Tabel 36.
Tabel 36. Perhitungan efisiensi ekonomis pengoperasian peralatan statis

Parameter
Waktu henti (jam)
Gaji pekerja per hari (Rp)
Gaji pekerja per jam (Rp)
Jumlah pekerja @shift (orang)
Biaya tambahan (Rp) (output)
Biaya pengoperasian (Rp) (input)
Efisiensi (%)

Nilai
218,92
10.824,59
1.353,07
81
23.993.420
27.637.202.000
0,087

Nilai efisiensi ekonomis peralatan statis menunjukkan tingkat


efisiensi sebesar 0,087 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa
secara ekonomis perusahaan sudah sangat efisien.

e. Efisiensi Masukan
1) Efisiensi teknis masukan
Nilai efisiensi teknis masukan didapatkan dari perbandingan
antara jumlah optimal lead time per kg dari produk sebagai output
teknis dengan total lead time aktual per kg dari produk sebagai
input teknis. Lead time optimal per kg didapatkan dari hasil
pembagian antara lead time selama satu periode dengan jumlah
produksi optimal, sedangkan lead time aktual per kg didapatkan
dari hasil pembagian antara lead time selama satu periode dengan
jumlah produksi aktual. Perhitungan dapat dilihat pada Tabel 37
dan 38.
Tabel 37. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi teknis input

Parameter
Jumlah produksi optimal (ton/hari)
Jumlah produksi aktual (ton/hari)
Lead time selama satu periode (jam)
Lead time optimal per ton (menit)
Lead time aktual per ton (menit)

Nilai
8791,2
3898,53
0,006
0,16
0,37

Keterangan :
Perhitungan lead time selama satu periode mempertimbangkan :
1 periode = 15-16 hari
1 hari

= 24 jam kerja
Tabel 38. Efisiensi teknis masukan

Parameter
Input (menit)
Output (menit)
Efisiensi (%)

Nilai
0,37
0,16
43

Nilai efisiensi teknis pada musim giling tahun 2006 yaitu


sebesar 43 persen, yang menunjukkan bahwa proses produksi
memiliki efisiensi lead time yang masih rendah.
2) Efisiensi ekonomis masukan
Efisiensi

ekonomis

masukan

didapatkan

dengan

cara

membandingkan output ekonomis dengan input ekonomis. Input


ekonomis adalah biaya produksi optimal per kg, sedangkan output
ekonomis merupakan selisih antara biaya produksi aktual per kg
dengan biaya produksi optimal per kg. Rincian data dan
perhitungan disajikan pada tabel 39 dan 40.
Tabel 39. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan efisiensi ekonomis masukan

Parameter
Biaya produksi optimal per ton (Rp)
Biaya produksi aktual per ton (Rp)

Nilai
13.642,22
30.763,29

Tabel 40. Efisiensi ekonomis masukan


Parameter

Input (Rp)
Output (Rp)
Efisiensi (%)

Nilai

13.642,22
17.121,07
125,5

Nilai efisiensi ekonomis masukan perusahaan sebesar 125,5


persen. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sangat tidak
efisien dalam hal ini, sebab dari perhitungan didapat perbedaan
yang mencolok antara biaya produksi aktual dengan biya produksi

optimal, dimana biaya produksi aktual jauh lebih besar dibanding


biaya produksi optimal.

Gambar 21. Tampilan Model Efisiensi Produksi Absolut


Dari seluruh hasil pengukuran efisiensi produksi diatas dapat
digunakan sebagai dasar oleh para pengambil keputusan dalam perusahaan
bahwa empat dari lima indikator perlu dikaji ulang input-input yang
digunakan agar dapat menghasilkan output yang optimal baik secara teknis
maupun ekonomis, dimana hanya indikator efisiensi siklus energi yang
pemanfaatan sumberdayanya paling efisien secara teknis tetapi tidak
secara ekonomis sedangkan indikator efisiensi masukan menunjukkan
hasil tidak efisien secara teknis dan paling tidak efisien secara ekonomis.

2. Efisiensi Relatif Proses Produksi


Melalui analisis DEA, dilakukan pengukuran efisiensi relatif dari
setiap indikator. Pada penelitian ini dilakukan dua macam pengukuran
efisiensi relatif, yaitu efisiensi relatif masing-masing indikator dan
efisiensi relatif kelompok indikator. Perhitungan yang dilakukan pada
setiap indikator atau UPK memiliki dua buah input dan dua buah output
yang dipandang dari aspek teknis dan aspek ekonomis.

Efisiensi relatif diukur menggunakan 12 indikator seperti yang tertera


pada Gambar 3, sehingga pengukuran efisiensi relatif masing-masing
indikator terdiri dari 12 UPK dengan dua input dan dua output untuk
masing-masing UPK. Selanjutnya, data dari nilai-nilai input dan output
dimasukkan ke dalam rumusan DEA yang berupa programa linier (4)-(7).
Pengukuran efisiensi relatif setiap indikator dapat dirumuskan sebagai
berikut :

m = jumlah input yaitu 2, s = jumlah output yaitu 2 dan n = jumlah


UPK (indikator) yaitu 12

Ek = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...12


Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r, r = 1 (aspek teknis),
r = 2 (aspek ekonomis)

Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i, i = 1 (aspek teknis), i =


2 (aspek ekonomis)

Yrk = jumlah atau nilai output r pada indikator k


Xrk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k
Persamaan yang sama seperti (4)-(7) dalam rumusan DEA digunakan
pula untuk melakukan pengukuran efisiensi relatif per kelompok indikator.
Pengukuran dirumuskan sebagai berikut :

m = jumlah input yaitu 2, s = jumlah output yaitu 2 dan n = jumlah


UPK (kelompok indikator) yaitu 6

Ek = efisiensi relatif dari kelompok indikator ke k, k = 1...6


Ur = bobot tertimbang dan output kelompok indikator ke r, r = 1
(aspek teknis), r = 2 (aspek ekonomis)

Vi = bobot tertimbang dari input kelompok indikator ke i, i = 1 (aspek


teknis),

i = 2 (aspek ekonomis)

Yrk = jumlah atau nilai output r pada kelompok indikator ke k,


merupakan total jumlah output dari semua indikator dalam satu
kelompok indikator r.

Xrk = jumlah atau nilai input i pada kelompok indikator ke k,


merupakan jumlah keseluruhan input dari semua indikator dalam satu
kelompok indikator i.

Suatu UPK dikatakan efisien secara relatif apabila nilai efisiensinya


100 persen. Apabila nilai nya tidak mencapai 100 persen, maka UPK
bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif.
Tabel 41. Efisiensi relatif per indikator

Indikator

Efisiensi Relatif (%)

Efisiensi Siklus Bahan baku


(Material Cycle Efficiency : MCE)
Efisiensi Siklus Energi
(Energy Cycle Efficiency : ECE)
Efisiensi Lingkungan Produk Akhir
(Final Product Environmental Efficiency : FPEE)
Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis
(Equipment Static Operating Efficiency : ESOE)
Efisiensi Masukan
(Input Efficiency : IE).

100
43,45
57,97
100
100

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Data Envelopment

Analysis, didapatkan nilai efisiensi relatif dari setiap indikator proses


produksi seperti yang ditampilkan pada Tabel 41.

Gambar 22. Tampilan Model Efisiensi Produksi Relatif


Pada Tabel 41. menunjukkan bahwa terdapat tiga indikator efisiensi
dalam proses produksi yang telah efisien secara relatif yaitu efisiensi
siklus bahan baku, efisiensi pengoperasian peralatan statis, dan efisiensi
masukan sedangkan efisiensi siklus energi dan efisiensi lingkungan produk

akhir

tidak

efisien

secara

relatif.

Aplikasi

program

SWEETCON.PROSION untuk model efisiensi produksi relatif merupakan


model yang diintegrasikan dengan software DEA for Windows dan tidak
bersatu dengan model efisiensi absolut. Hasil analisa efisiensi produksi
relatif dapat dilihat pada Gambar 22.
Indikator siklus energi menunjukkan inefisiensi karena apabila ditinjau
secara teknis alokasi energi terutama bahan bakar solar penggunaannya
belum efisien karena lebih banyak yang dialokasikan untuk penggunaan
diluar proses produksi. Walaupun demikian, secara ekonomis siklus energi
telah dapat dikatakan efisien karena perbandingan antara biaya tambahan
yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk energi karena adanya
konversi aktual nilainya kecil (mendekati nol persen).
Indikator lingkungan produk akhir juga belum efisien secara relatif.
Hal ini dapat dilihat dari ketidakefisienan secara teknis, yaitu sisa bahan
baku

yang

terkandung

dalam

produk

jumlahnya

masih

sedikit

dibandingkan dengan jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk


jadi. Dengan adanya ketidakefisienan secara teknis, menyebabkan efisiensi
ekonomis juga tidak tercapai karena biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan untuk menangani`atau mengurangi bahan baku yang terbuang
ke lingkungan cukup besar.

D. PENYUSUNAN HIRARKI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN


PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL
Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu priosedur

logis dan

kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai proses pengambilan


keputusan, tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan.
Dengan kata lain, cara untuk membuat model suatu keputusan yang
memungkinkan dilakukannya pemeriksaan da pengujian (Mangkusubroto dan
Trisnadi, 1987)
Dalam melakukan analisa bagi persoalan keputusan, tahap awal yang
perlu dilakukan adalah mengungkapkan tujuan berkenaan dengan apa yang
ingin dicapai oleh pengambil keputusan. Pada penyusunan hirarki SPK

Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ini yang merupakan fokus atau
tujuan pengambilan keputusan adalah identifikasi faktor pengendalian proses
produksi.
Pengendalian proses dalam sistem penunjang keputusan pengendalian
proses produksi gula kristal mencakup seluruh faktor yang berdampak
terhadap proses seperti parameter proses, peralatan, bahan, personil dan
kondisi lingkungan proses. Faktor dalam kasus ini dapat disebut juga sebagai
kriteria dalam pengambilan keputusan secara umum. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam kriteria antara lain:

lengkap, sehingga dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan


tersebut;

operasional, sehingga dapat digunakan dalam analisa;

tidak berlebihan, sehingga menghindarkan perhitungan berulang; dan

minimum, agar lebih mudah mengkomprehensifkan persoalan.


Pada studi kasus pengendalian proses di PT Pabrik Gula Jati Tujuh,

dididentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran dan


tercapainya kualitas selama proses produksi yang dimulai dari stasiun gilingan
hingga stasiun putaran. Faktor-faktor pendukung tersebut terbagi menjadi
lima macam, yaitu mesin dan peralatan; kemampuan proses; sumber daya
manusia;

manajemen;

dan

faktor

eksternal.

Untuk

mengidentifikasi

keterkaitan faktor-faktor tersebut digambarkan pada Gambar 24.


Faktor-faktor pendukung utama yang berpengaruh terhadap proses akan
bertindak sebagai cabang/tulang dari garis horisontal utama. Cabang atau
tulang dari diagram tulang ikan akan diisi oleh kriteria faktor. Diagram sebab
akibat selanjutnya dikembangkan menjadi sebuah model struktur

hirarki.

Seluruh bobot yang dihasilkan dari pengolahan menggunakan metode

Analitical Hierarchy Process (AHP) ini dapat diinterpretasikan sebagai suatu


persentase dari keseluruhan faktor yang dibobotkan.
Model struktur hirarki pada sistem penunjang keputusan ini terdiri dari
empat tingkat dimana tingkat pertama adalah fokus, yaitu identifikasi faktor
pengendalian proses produksi Pabrik Gula Jati Tujuh. Tingkat ke dua adalah

Gambar 23. Diagram Sebab Akibat Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

faktor pendukung proses produksi gula kristal putih yaitu mesin dan peralatan;
kemampuan proses; SDM; manajemen; dan faktor eksternal.
Tingkat tiga merupakan penjabaran dari tingkat dua atau disebut kriteria
faktor, yang terdiri dari kriteria yang berbeda-beda untuk masing-masing
faktor. Faktor mesin dan peralatan didukung oleh sepuluh kriteria, yaitu (1)
keamanan, (2) life support, (3) commercial, (4) keandalan, (5) vendor

availability, (6) spare part lead time, (7) applicability of condition monitoring
technique, (8) mean down time, (9) jam henti, (10) kapasitas.
Faktor kemampuan proses ditunjukkan oleh brik, pol dan HK dari
masing masing tahapan proses, sedangkan faktor SDM terdiri dari
ketrampilan; pengetahuan; pengalaman; kedisiplinan; dan tanggung jawab dari
para personel yang terlibat selama proses produksi berjalan. Faktor
manajemen memiliki kriteria kebijakan dan tujuan mutu; SOP (standar
operasional prosedur) yang baku; dan fasilitas produksi, sedangkan faktor
eksternal terdiri dari kriteria kebijakan pemerintah; daya tawar petani yang
tinggi; dan daya saing produk impor.
Masing-masing stasiun terdiri dari proses-proses yang berbeda, dan
proses produksi gula kristal putih berjalan secara kontinyu. Secara berurutan
proses pembentukan gula kristal dimulai dari stasiun gilingan, kemudian
pemurnian, penguapan, kristalisasi, dan yang terakhir putaran. Walaupun
kuantitas dan kualitas gula kristal sebesar 60-75 persen ditentukan oleh
kualitas bahan baku tebu, tetapi sisanya adalah pengaruh inefisiensi pabrik
untuk menekan kehilangan gula agar dihasilkan rendemen yang tinggi.
Apabila pada salah satu proses terdapat kondisi yang tidak sesuai dengan
parameter yang ditetapkan, hal itu berarti proses berada dalam keadaan tidak
terkendali yang dapat menyebabkan keseluruhan proses terhenti. Struktur
hirarki identifikasi faktor pengendalian proses produksi gula PG Jati Tujuh
dan pembobotannya dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Tampilan Model Hirarki Pengendalian Proses


Berdasarkan studi pustaka dan penelitian terdahulu, didapatkan faktorfaktor utama pendukung agar proses produksi gula kristal terjaga kelancaran
dan kualitasnya yaitu mesin dan peralatan, kemampuan proses, SDM,
manajemen, dan faktor eksternal. Sumber informasi untuk penyusunan hirarki
pengendalian proses produksi ini didapatkan dari data empiris dan informasi
dari ahli. Data empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dari
perusahaan yang dapat digunakan untuk menaksir distribusi kemungkinan
munculnya suatu kejadian. Dalam hal ini data empiris digunakan untuk
pembobotan nilai pada faktor atau kriteria kemampuan proses, yaitu data yang
penying adalah data briks, pol, dan HK walaupun pada model penilaian
kemampuan proses sebelumnya banyak parameter proses yang digunakan.
Dalam beberapa hal, karena terbatasnya pengetahuan, waktu, dan lainlain, data empiris sulit sekali diperoleh. Dalam keadaan seperti ini maka satusatunya sumber informasi adalah pendapat atau pandangan subyektif dari ahli
atau orang yang lebih mengetahui tentang kondisi tersebut. Informasi dari ahli
digunakan dalam pengisian kuesioner. Kuesioner yang diberikan kepada para
pakar gula dan beberapa pihak perusahaan yang berkompeten dimana dalam
hal ini terdiri dari 5 (lima) pakar industri gula. Pengisian kuesioner diperoleh
bobot dan prioritas setiap faktor seperti tercantum pada Tabel 42.

Tabel 42. Susunan Prioritas Faktor

Faktor
Mesin dan peralatan
Kemampuan proses
SDM
Manajemen
Eksternal
Rasio Inkonsistensi

Bobot

Prioritas

0,359
0,272
0,174
0,121
0,074

1
2
3
4
5

0.02

Faktor utama yang paling berpengaruh terhadap terkendalinya proses


produksi gula kristal di Pabrik Gula Jati Tujuh adalah mesin dan peralatan
dengan bobot sebesar 0,359. Kondisi sebagian besar pabrik gula yang ada di
Jawa sangat tua, yang berarti bahwa mesin-mesin yang digunakan untuk
proses produksi juga banyak yang sudah aus sehingga kinerja mesin tersebut
makin rendah. Hal ini seringkali menyebabkan kerusakan pada mesin dan
peralatan pada saat kegiatan produksi berlangsung. Apabila kerusakan yang
terjadi dalam kondisi yang parah, maka dengan terpaksa proses produksi
terhenti atau dihentikan guna proses perbaikan mesin dan peralatan yang rusak
tersebut. Itulah mengapa mesin merupakan faktor utama yang paling
berpengaruh terhadap kelancaran proses. Selain kerusakan, turunnya kinerja
mesin atau peralatan ditunjukkan oleh ketidakefisienan pada tahap-tahap
proses yang dapat menyebabkan kehilangan gula semakin besar dan pada
akhir proses rendemen yang dihasilkan juga rendah.
Faktor yang menempati urusan penting ke dua adalah kemampuan
proses itu sendiri (0,272). Kemampuan masing-masing tahapan/stasiun proses
dilihat dari tercapai atau tidaknya tujuan perusahaan untuk menciptakan
keadaan proses yang selalu terkendali sehingga nantinya juga berdampak pada
gula kualitas produk gula kristal yang dihasilkan. Peringkat ketiga adalah
faktor SDM (0,174) yang merupakan faktor yang sangat penting bagi
kelangsungan kegiatan perusahaan. Sumber daya manusia yang berkualitas
adalah hal yang sangat diperlukan oleh perusahaan. Namun hal yang idak
boleh dilupakan adalah bahwa terkadang sumber daya manusia malah
mendatangkan kendala yang menyebabkan proses produksi menjadi tidak
terkendali.

Peringkat keempat adalah faktor manajemen (0,121) dan ke lima adalah


eksternal (0,074) yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap
proses. Manajemen mempunyai perngaruh yang cukup penting karena tanpa
adanya campur tangan manajemen perusahaan tidak akan dapat mencapai visi
dan misi yang diinginkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi proses
produksi karena akan menentukan langkah yang diambil oleh pihak
manajemen untuk meningkatkan kualitas proses agar dapat bersaing dengan
industri perusahaan lain.
Pengolahan vertikal dilakukan untuk masing-masing kriteria pada
masing-masing faktor pendukung proses seperti ditunjukkan pada Tabel 43.
Mesin dan peralatan mempunyai sepuluh kriteria, yaitu (1) keamanan
(0,0300), (2) life support (0,0202), (3) commercial (0,319), (4) keandalan
(0,0550), (5) vendor availability (0,0312), (6) spare part lead time (0,0332),
(7) applicability of condition monitoring technique (0,0405), (8) mean down

time (0,0330), (9) jam henti (0,0250), (10) kapasitas (0,0595).


Kriteria faktor untuk faktor kemampuan proses adalah briks, pol, dan
HK. Ketiga kriteria tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang sama, yaitu
dengan bobot masing-masing sebesar 0,0906. Pihak pabrik Gula Jati Tujuh
menilai bahwa menilai bahwa briks, pol, dan HK adalah hal yang sangat
penting untuk diperhatikan secara periodik, sehingga perusahaan berusaha
untuk selalu memantau kadar briks, pol, dan HK pada setiap proses agar
apabila terjadi perubahan atau kondisi yang tidak sesuai dengan standar proses
dapat segera dilakukan tindakan pengendalian.
Faktor SDM yang memiliki lima kriteria menunjukkan kriteria
kedisiplinan yang memegang peranan paling penting dengan bobot sebesar
0,0578, kemudian disusul oleh kriteria tanggung jawab dengan bobot sebesar
0,0403, ketrampilan dengan bobot sebesar 0,0263, pengalaman dengan bobot
sebesar 0,0411, dan yang terakhir adalah kriteria pengetahuan dengan bobot
sebesar 0,0246.
Sumber daya manusia merupakan faktor yang juga penting dalam
mendukung kelancaran proses produksi, karena segala kegiatan pemantauan
dan pengendalian selama proses dilakukan oleh manusia. Hasil pembobotan

tersebut menunjukkan bahwa perusahaan justru tidak mementingkan


pengetahuan seperti perusahaan atau industri lain yang dalam pemilihan
karyawannya sangat memperhatikan tingkat pengetahuan. Hal ini dikarenakan
pekerjaan yang dilakukan selama proses merupakan pekerjaan yang hanya
perlu modal pelatihan dan kebanyakan karyawan yang bekerja selama musim
giling sudah berpengalaman bekerja bertahun-tahun dan turun temurun.
Pekerjaan yang dilakukan mencakup pemantauan, analisa, dan dokumentasi
data secara periodik yang dicatat selama proses produksi untuk kemudian
dilaporkan pada bagian produksi yang lebih tinggi. Itulah mengapa
pengetahuan tidak terlalu penting bagi karyawan yang bekerja selama proses
produksi berlangsung.
Tabel 43. Susunan Prioritas Kriteria Faktor

Faktor

Kriteria Faktor

Keamanan
Life Support
Commercial
Keandalan
Vendor Availability
Mesin dan
Spare Part Lead Time
peralatan
Applicability of Condition
Monitoring Technique
Mean Down Time
Jam henti
Kapasitas
Briks
Kemampuan
Pol
Proses
HK
Ketrampilan
Pengetahuan
SDM
Pengalaman
Kedisiplinan
Tanggung jawab
Kebijakan dan tujuan mutu
Manajemen SOP yang baku
Fasilitas proses
Kebijakan pemerintah
Daya tawar petani yang
Eksternal
tinggi
Daya saing produk impor

Bobot

Prioritas

0,0300
0,0202
0,0319
0,0550
0,0312
0,0332

1
2
4
3
8
6

0,0405

0,0330
0,0250
0,0595
0,0906
0,0906
0,0906
0,0263
0,0246
0,0249
0,0578
0,0403
0,0349
0,0315
0,0542
0,0309

7
9
10
1
1
1
2
5
4
1
3
1
2
3
1

0,0223

0,0208

Rasio
Inkonsistensi

0,05

0,00

0,03

0,01

0,02

Identifikasi Faktor Pengendalian Proses


Produksi

Fokus

Mesin & Peralatan


0.359
0.263

Faktor

Kriteria
Faktor

Alternatif
Pengendalian

Keamanan
(0.0534)
(0.0300)
Life Support (0.0434)
(0.0202)
Commercial (0.022)
(0.0319)
Keandalan
(0.0550)
(0.034)
Vendor availability
(0.0312)
(0.0179)
Spare Part Lead Time
(0.0332)
(0.0199)
Applicability of Condition
Monitoring Technique
(0.0405)
(0.0216)
Mean Down Time
(0.0330)
(0.0187)
Jam henti
(0.016)
(0.0250)
Kapasitas
(0.0595)
(0.0158)

Proses Pra pengolahan


& Penggilingan
(0.308)
(0.214)

Kemampuan Proses
0.272
0.246
- Briks (0.0819)
(0.0906)
- Pol (0.
(0.0819)
0906)
- HK (0.0819)
(0. 0906)

Proses
Pemurnian
(0.239)
(0.194)

SDM
0.242
0.174
- Ketrampilan
(0.0263)
(0.0506)
- Pengetahuan
(0.0246)
(0.0385)
- Pengalaman
(0.0249)
(0.0411)
- Kedisiplinan
(0.0578)
(0.0658)
- Tanggung jawab
(0.0403)
(0.0459)

Proses
Penguapan
(0.216)
(0.202)

Manajemen
0.121
0.184

Eksternal
0.074
0.065

- Kebijakan dan
tujuan mutu (0.349)
- (0.0892)
SOP yang baku
- SOP
(0.0315)
yang baku
- (0.0491)
Fasilitas proses
- Fasilitas
(0.0542) proses
(0.0456)

- Kebijakan
pemerintah (0.033)
- Daya
(0.0309)
tawar petani
- tinggi
Daya tawar
(0.0164)
petani
- Daya
tinggisaing
(0.0223)
- perusahaan
Daya saing lain
perusahaan lain
(0.0156)
(0.0208)

Proses
Kristalisasi
(0.148)
(0.208)

Gambar 32.
25. Hirarki Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal

Proses
Sentrifugasi
(0.089)
(0.183)

Kedisiplinan menjadi kriteria yang paling penting, diduga karena proses


produksi gula kristal merupakan proses yang kompleks dan berjalan secara
kontinyu sehingga setiap tahapan prosesnya harus diperhatikan dengan
seksama. Seperti yang diungkapkan oleh bagian pabrikasi Pabrik Gula Jati
Tujuh bahwa hal yang paling penting untuk diperhatikan selama proses pada
dasarnya menyangkut tiga hal utama, yaitu waktu, suhu dan pH (kadar
keasaman). Selain kedisiplinan, ketrampilan dan tanggungjawab serta
pengalaman dari para operator juga merupakan kriteria yang menentukan
kondisi proses. Tenaga yang terampil akan cepat tanggap dalam mengerjakan
tugasnya selama proses yang apabila didukung dengan rasa tanggung jawab
maka dia tidak akan melalaikan tugas dan melakukan pekerjaan dengan
sungguh-sungguh sesuai dengan bidangnya.
Faktor manajemen dan eksternal masing-masing memiliki tiga
kriteria. Peringkat pertama pada faktor manajemen adalah fasilitas proses
dengan bobot sebesar 0,0542 kemudian diikuti oleh kebijakan dan tujuan mutu
dengan bobot sebesar 0,0349; dan yang terakhir adalah SOP yang baku
dengan bobot sebesar 0,0315.

Manajemen memberi kontribusi terhadap

efisien tidaknya suatu pabrik gula. Seperti yang diungkapkan Ketua Umum
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil, industri gula
belum efisien karena manajemen kurang baik dan teknologi masih lemah.
Kebanyakan pabrik gula memiliki karakter manajemen yang merupakan
kombinasi antara gaya feodalistik dipadu dengan paternalistik badan usaha
milik negara, dengan demikian akan makin mempersulit upaya revitalisasi dan
restrukturisasi industri gula dalam negeri (http://www.kompas.com/kompascetak/0407/10/Fokus/1138684.htm).
Kebijakan dan tujuan mutu yang ingin dicapai oleh manajemen
perusahaan akan mengatur segala sesuatu yang menyangkut kegiatan
produksi, sehingga arah yang ingin dicapai perusahaan jelas kemudian
didukung oleh adanya SOP yang baku maka proses harus sedapat mungkin
berjalan sesuai dengan yang tercantum dalam SOP. Fasilitas proses juga
merupakan dukungan manajemen untuk mencapai tujuan mutu proses dan
produk yang dikehendaki.

Faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah di peringkat pertama


dengan bobot sebesar 0,309; peringkat kedua adalah kriteria daya tawar petani
yang tinggi dengan bobot sebesar 0,0223; dan yang terakhir adalah daya saing
produk impor dengan bobot sebesar 0,0208. Kebijakan pemerintah merupakan
hal yang juga penting untuk diperhatikan karena hal tersebut merupakan
dukungan dan peraturan bagi kelangsungan dan kemajuan industri gula pada
umumnya, sehingga perusahaan dapat melakukan penyesuaian terhadap
kebijakan yang berlaku. Daya tawar petani yang tinggi akan mempengaruhi
proses produksi gula kristal karena apabila harga yang ditawarkan oleh petani
terlalu tinggi, perusahaan harus mengeluarkan anggaran lebih untuk memasok
bahan baku. Apabila tidak memasok tebu petani kemungkinan kegiatan
produksi produksi akan tersendat-sendat karena aliran bahan baku tidak
lancar. Ditambah pula apabila rendemen tebu petani yang rendah akan
menyebabkan perusahaan berusaha lebih keras selama proses untuk
mempertahankan rendemen dan menekan kehilangan selama proses. Tetapi
pada Pabrik Gula Jati Tujuh peran petani hanya sebagai pendukung, karena
sebagian besar bahan baku adalah dari kebun milik perusahaan sendiri (HGU).
Di pasar internasional, Indonesia merupakan salah satu negara importer
gula terbesar. Adanya daya saing produk impor yang didukung dengan
kebijakan

pemerintah

membuat

perusahaan

terpacu

untuk

selalu

meningkatkan kinerjanya. Untuk itu di hilir diperlukan pengembangan


teknologi pengolahan tebu menjadi gula yang lebih efisien dan bermutu baik,
sehingga diharapkan gula nasional dapat bersaing dengan gula impor baik
dipasar dalam negeri maupun global.
Hasil pembobotan pada tingkat terakhir hirarki identifikasi faktor
pengendalian proses produksi Pabrik Gula Jati Tujuh menunjukkan dari
berbagai faktor yang telah dibobotkan secara pairwise (berpasangan), stasiun
gilingan adalah tahapan yang harus segera mendapat perhatian dan
pengendalian dengan bobot sebesar 0,308; kemudian berturut-turut diikuti
oleh stasiun pemurnian dengan bobot sebesar 0,239; stasiun penguapan
dengan bobot sebesar 0,216; stasiun kristalisasi dengan bobot sebesar 0,148;
dan stasiun sentrifugasi dengan bobot sebesar 0,089.

Pada stasiun gilingan faktor paling penting untuk mendapat perhatian


adalah dari segi SDM-nya terlebih dahulu yaitu dengan bobot sebesar 0,342
yang kemudian diikuti oleh faktor mesin dan peralatan dengan bobot sebesar
0,331; faktor kemampuan proses dengan bobot sebesar 0,154; faktor
manajemen dengan bobot sebesar 0,121; dan faktor eksternal dengan bobot
sebesar 0,054. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keadaan proses di
stasiun gilingan yang tidak terkontrol disebabkan oleh SDM yang kurang baik
dalam bekerja. Kondisi mesin dan peralatan juga tergolong kritis, sesuai
dengan perhitungan komponen kritis dengan menggunakan ECR pada bahasan
sebelumya. Setelah mesin dan peralatan, kemampuan atau kinerja proses pada
stasiun gilingan yang diperhatikan. Tetapi dari hasil analisa kemampuan
proses sebelumnya menunjukkan kinerja briks, pol, HK nira mentah yang
merupakan keluaran stasiun gilingan memenuhi standar sehingga tidak perlu
dikendalikan. Faktor manajemen dan eksternal adalah dua hal terakhir yang
harus diperhatikan pada stasiun gilingan apabila performance atau kinerja
gilingan menunjukkan keadaan tidak terkendali.
Stasiun pemurnian mendapat posisi ke dua untuk dikendalikan, dan hal
yang paling penting mendapat perhatian adalah faktor mesin dan peralatan
dengan bobot sebesar 0,471; kemudian faktor kemampuan proses dengan
bobot sebesar 0,257; SDM dengan bobot sebesar 0,145; manajemen dengan
bobot sebesar 0,084; dan faktor eksternal dengan bobot sebesar 0,043.
Keseluruhan hirarki sistem penunjang keputusan pengendalian gula
kristal menunjukkan bobot kriteria mana yang paling penting diperhatikan
oleh para pengambil keputusan manajerial untuk meningkatkan produktivitas
dan efisiensi keseluruhan proses produksi yang didukung oleh adanya setiap
model yang menampilkan analisis lebih mendalam bagi setiap kriteria. Hirarki
pengendalian proses juga menunjukkan tingkat kepentingan faktor-faktor yang
mempengaruhi terkendalinya suatu proses yang tidak dapat diukur secara
kuantitatif seperti faktor SDM, manajemen, dan eksternal, tetapi dengan
adanya pembobotan faktor tersebut oleh pakar maka dapat ditentukan
seberapa

besar

pengaruhnya

terhadap

kelangsungan

proses.

Hasil identikasi keragaan PG Jatitujuh secara keseluruhan menunjukkan


bahwa PG Jatitujuh secara umum memiliki kinerja yang cukup baik bila
dibandingkan dengan pabrik gula lainnya di Jawa, dilihat dari keluaran yang
dihasilkan, walaupun masih terdapat ketidakefisienan dalam beberapa aspek.
Hal ini didukung dengan fasilitas yang dimiliki oleh PG Jatitujuh yang
memiliki lahan HGU yang cukup luas didukung dengan kebijakan manajemen
yang baik sehingga dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki
semaksimal mungkin untuk keperluan proses produksi. Tersedianya lahan
HGU akan menjaga kontinuitas bahan baku dan kewenangan perusahaan
dalam mengatur strategi di tingkat usahatani guna meningkatkan rendemen
yang ingin dicapai, sedangkan kebanyakan pabrik gula di Indonesia bahan
bakunya masih berasal dari petani dimana kualitas dan kontinuitas bahan
bakunya tidak terjamin. Demikian halnya pada aspek mesin dan peralatan
dimana umumnya pabrik gula di Indonesia berusia cukup tua sehingga
kinerjanya tidak lagi bagus, tetapi dengan manajemen yang baik maka secara
bertahap dilakukan perawatan dan penggantian mesin dan peralatan dengan
yang baru apabila mesin dan peralatan tersebut sudah benar-benar tidak dapat
berfungsi secara efisien.

B. IMPLIKASI MANAJERIAL
Sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal
(SWEETCON.PROSION) ini diharapkan dapat membantu dan mempermudah
dalam pemantauan kegiatan proses produksi gula kristal baik dari
kemampuan/kinerja proses masing-masing stasiun maupun dari mesin dan
peralatan masing-masing stasiun. Informasi yang dihasilkan oleh sistem
penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal berguna bagi
pihak perusahaan terutama bagi bagian pabrikasi dan instalasi. Bagi Pabrik
Gula Jati Tujuh, informasi hasil keluaran model pada SWEETCON.PROSION
berguna bagi General Manajer, kepala pabrikasi, dan kepala bagian instalasi
dalam memantau proses yang terjadi pada setiap stasiun serta dapat segera
melakukan tindakan pengendalian apabila dalam proses terlihat adanya
penyimpangan atau bagi pihak instalasi dapat segera mempersiapkan suku

cadang ataupun peralatan pendukung dan segera melakukan tindakan


perbaikan apabila terjadi kerusakan pada mesin dan peralatan produksi.
Dengan terkendalinya semua kegiatan proses produksi maka akan dapat
mencapai tujuan kualitas produk akhir yang diinginkan oleh perusahaan.
Model kemampuan proses merupakan memberikan input yang berupa
parameter atau indikator penting pada tiap proses dan keluaran yang
memberikan keputusan bagi pihak pabrik perlu atau tidaknya dilakukan
tindakan perbaikan. Pabrik Gula Jati Tujuh selama ini hanya melakukan
kegiatan monitoring secara manual dan periodik. Selain itu dokumentasi data
yang selama ini dilakukan belum terorganisir dengan baik. Dengan adanya
model penilaian kemampuan/kinerja proses ini dapat memberikan informasi
secara cepat bagi pihak pabrikasi dan dapat dilakukan evaluasi dengan hanya
membuka data yang telah tersimpan dengan mudah.
Mesin dan peralatan merupakan faktor yang juga penting bagi kelancaran
proses produksi. Model komponen kritis memberikan informasi mesin dan
peralatan dari stasiun mana yang dinilai paling kritis. Melalui model ini dapat
dilakukan perencanaan persediaan suku cadang atau pemantauan lebih pada
mesin dan peralatan yang dinilai kritis. Apabila salah satu mesin dan peralatan
kritis dapat menyebabkan seluruh proses produksi terhenti sehingga target
produksi tidak tercapai dan dapat dikatakan bahwa proses tidak berjalan secara
efisien. Dengan adanya model ini juga diharapkan bagian instalasi dan
produksi dapat merancang program perawatan mesin dan peralatan baik di
luar masa giling maupun dalam masa giling
Model efisiensi produksi memberikan suatu kemudahan bagi perusahaan
untuk menganalisa keefisienan perusahaan baik secara teknis maupun secara
ekonomis. Efisiensi produksi yang dinilai oleh model ini berdasarkan pada
lima indikator yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Keluaran dari model
ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan kegiatan peningkatan produktivitas
atau kinerja bagi perusahaan. Selain itu, model efisiensi produksi dapat
dijadikan rekomendasi bagi periode giling selanjutnya.
Model pengendalian proses merupakan integrasi dari model kemampuan
proses dan model komponen proses dengan ditambah faktor-faktor lain

pendukung proses. Model yang menggunakan metode AHP ini dapat selalu di-

up grade apabila salah satu faktor pendukung proses produksi mengalami


perubahan prioritas atau tingkat kepentingan bagi manajemen perusahaan.
Dari keseluruhan tingkat prioritas yang didapat, maka perusahaan dapat
mengambil keputusan tahapan produksi mana yang dinilai paling kritis kritis
berdasarkan faktor-faktor pendukungnya sehingga pihak perusahaan dapat
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas demi kemajuan
perusahaan.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Proses produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu mesin dan
peralatan produksi, kemampuan masing-masing tahapan proses, SDM,
manajemen,

dan

faktor

eksternal.

Sistem

penunjang

keputusan

pengendalian proses produksi gula kristal dirancang dengan nama


SWEETCON.PROSION yang terdiri dari empat model yaitu kemampuan
proses, komponen kritis, efisiensi produksi, dan pengendalian produksi.
2. Model kemampuan proses merupakan memberikan input yang berupa
parameter atau indikator penting pada tiap proses dan keluaran yang
memberikan keputusan bagi pihak pabrik perlu atau tidaknya dilakukan
tindakan perbaikan pengendalian. Hasil penilaian kemampuan atau kinerja
proses menunjukkan bahwa secara umum setiap stasiun memiliki kinerja
yang baik dan tidak ada yang perlu mendapat tindakan pengendalian.
3. Perhitungan komponen kritis proses menggunakan metode ECR
(Equipment Critically Rating) dimana mesin dan peralatan yang memiliki
nilai tertinggi merupakan komponen paling kritis untuk diperhatikan dan
diintensifkan perawatannya. Hasil perhitungan ECR total didapatkan
komponen pendukung proses yang paling kritis adalah mesin gilingan
dengan nilai sebesar 81,49 diikuti dengan mesin penguapan (79,69),
kristalisasi (76,59), pemurnian (75,80), dan yang paling tidak kritis adalah
mesin putaran (72,64).
4. Hasil perhitungan efisiensi absolut didapatkan hasil siklus energi,
lingkungan produk akhir dan masukan belum efisien secara teknis dengan
masing-masing tingkat efisiensi sebesar 41,52 persen, 31,90 persen, dan
43,24 persen. Sedangkan dari segi

ekonomis siklus energi inefisien

sebesar 140,86 persen, lingkungan produk akhir inefisien sebesar 72,76


persen, dan masukan inefisien sebesar 125,5 persen

5. Hasil perhitungan efisiensi relatif antar indikator menunjukkan indikator


siklus bahan baku dan pengoperasian peralatan statis telah efisien secara
relatif, sedangkan indikator siklus energi dan lingkungan produk akhir
tidak efisien secara relatif.
6. Sistem penunjang keputusan yang dimulai dengan mengidentifikasi faktorfaktor

yang

mempengaruhi

proses.

Dari

pembobotan

kriteria

menggunakan metode AHP didapatkan bahwa mesin dan peralatan


memiliki bobot paling tinggi yang mempengaruhi efisiensi dan kinerja
proses produksi, kemudian faktor kemampuan proses, SDM, manajemen,
dan eksternal. Dari keseluruhan analisa masing-masing faktor pendukung
proses, didapatkan bahwa gilingan merupakan stasiun yang harus
dikendalikan karena merupakan yang paling kritis berdasarkan hasil
pembobotannya yaitu sebesar 0,308.

B. SARAN

Penelitian ini menyarankan babarapa hal sebagai berikut:


1. Perusahaan hendaknya lebih memperhatikan faktor-faktor pendukung
proses yang digunakan dalam sistem ini yaitu mesin dan peralatan,
kemampuan proses, SDM, manajemen, dan faktor eksternal yang saling
berkaitan satu sama lain.
2. Sistem monitoring dan dokumentasi data perlu lebih terinci dan dilakukan
evaluasi secara periodik agar mengetahui variasi dan kinerja dari masingmasing stasiun proses dan dengan sistem

yang terintegrasi ini dapat

membantu penyimpanan data tersebut karena menggunakan metode


Stastistical Process Control yang selama ini sudah dinilai cukup efektif
dalam mengukur kinerja proses produksi.
3. Hendaknya perusahaan mempergunakan ECR untuk monitoring mesin dan
peralatan

pendukung

proses

seperti

yang

terdapat

pada

sistem

SWEETCON.PROSION ini karena sangat fleksibel, dinamis dan dapat


digunakan sebagai dasar untuk merencanakan program penjadwalan
perawatan mesin sehingga jam henti pada proses produksi dapat ditekan.

4. Kelancaran dan efisiensi pada proses produksi gula kristal perlu


melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses dan hendaknya
peningkatan kualitas SDM diperlukan untuk menuingkatkan produktivitas
dan tujuan pabrik gula.
5. Aplikasi SWEETCON.PROSION perlu dievaluasi lebih lanjut dan
disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi nyata
di perusahaan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran dan
peningkatan kinerja proses produksi yang digunakan dalam paket program
SWEETCON.PROSION harus selalu di-up date dan dikembangkan agar
sesuai dengan kondisi mendatang.

DAFTAR PUSTAKA
Abduh.Abduh, M. 1999. Aplikasi Model Program Sasaran pada Optimasi
Produksi Gula di Pabrik Gula Takalar Sulawesi Selatan. Tesis. Program
Pasca Sarjana, IPB
Adiyatna dan Marimin. 2001. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol XII
No.I.
__________. 1994. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar
Swadaya, Jakarta
Ariani, D. W. 1999.Manajemen Kualitas. Andi Offset, Jakarta
Assauri. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
Barbiroli, R. 1996. New Indicators for Measuring The Manifold Aspects of
Technical and Economics Efficiency of Production Processes and
Technologies. J. Tech-Inovation Vol 16 (9): 191:203
Cahyadi. 2005. Model Penilaian Cepat Kinerja Industri Gula. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Charnes, A. W. W. Cooper dan Rhodes. 1978. Measuring The Efficiency of
Decision Making Units. J. Operation Research Vol. 2: 429-444
Charnes, A. W. W, A. Y. Lewin dan L. M. Seiford. 1994. Data Envelopment
Analysis : Theory, Methodology and Application. Kluwer Academic
Publishers, Boston.
Emrouzenad, A. 1999. Tutorial in DEA. http://www.DEAZone.com
Eriyatno. 1998. Analisa Sistem Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi, Institut Pertanian Bogor
Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen.
IPB Press, Bogor
Fink, S. 1986. Crisis Management, Planning
for Inevitable. American
Management Association. New York, USA
Gautara dan Wijandi. 1973. Dasar Pengolahan Gula I dan II. Departemen
Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor
Hendra dan Maseleno. 2004. http://www.ies.eepis-its.edu/ies2004paper/48.pdf
Juwita.Juwita, M. 2006. Kajian Strategi Peningkatan Kualitas Proses dan Produk
Teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, Cisarua Bogor.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kroenke, D. 1989. Management Information System. McGraw-Hill, New York
Lipsey, R. 1987. Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi Kedelapan. Jilid I. Erlangga,
Jakarta.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.


Grasindo, Jakarta
Martoharsono, S. 1997. Pengolahan Tebu Menjadi Gula. Yayasan Pembina
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Masyhuri dan Rahayu,L. W. 2004. Neraca Gula tahun 2004 dan Proyeksi tahun
2005. UGM, Yogyakarta
Muliaman D. H., W. Santoso, D. Ilyas dan E. Mardanugraha. 2003. Analisis
Efisiensi Industri Perbankan Indonesia : Penggunaan Metode Non
Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA), Riset Bank Indonesia
Jakarta.
http://www.bi.go.id/web/id/Riset+Survey+Dan+Publikasi/Riset/Riset+Ter
kait+sistem+Keuangan/Penggunaan+Metode+Nonparametrik+Data+Envel
opment+Analysis+(DEA).htm
Natalia. 2002. Analisis Manajemen Mutu Terpadu pada Perusahaan Agroindustri
Gula Cair PT Puncak Gunung Mas, Ciracas, Jakarta Timur. Skripsi.
Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, IPB
PTP XXI-XXII (Persero). 1984. Uraian Cara Pengolahan Tebu Menjadi Gula
Kristal. PTP XXI-XXII (Persero), Surabaya
Rianggoro dan Daryanto. 1984. Proses Pembuatan Gula dan Ketel Uap. Tarsito,
Bandung
Saaty,Saaty. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki
Analitik untuk Pengambilan Keputusan dan Situasi yang Komplek.
Terjemahan. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta
Saputra, A dan P. Mahardika. 2003. Analisis Kinerja Pemerintah Daerah: Suatu
Pendekatan dengan Mempergunakan Data Envelopment Analysis di
Seluruh Daerah Kota dan Kabupaten di Propinsi Bali. J. Ekonomi Vol.
7(2): 159-172
Sartono. 1988. Pengantar Metode Pengawasan Pabrik Gula. Lembaga Pendidikan
Perkebunan, Yogyakarta
Soerjadi. 1985. Alat Pengolahan Pabrik gula. Lembaga Pendidikan Perkebunan,
Yogyakarta
Sudiatso. 1988. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB
Press, Bogor
Supranto, J. 1988. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. UI Press, Jakarta
Supriyadi. 1983. Rendemen Tebu dan Liku-liku Permasalahannya. Kanisius,
Yogyakarta
Trisyulianti. 2003. Desain Sistem Pakar untuk Interpretasi Bagan Kendali Mutu
Pakan. Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB
http://groups.yahoo.com/group/kasma1, 2005
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0407/10/Fokus/1138684.htm)
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0407/10/Fokus/1138684.htm
http:// www. iptek. net. id/ ind/ jurnal/ jurnal_idx. php?doc= VIII.IIB.10.htm

LAMPIRAN

DIREKSI
PT. PG RAJAWALI II
GENERAL MANAGER

Kepala Tanaman I

Kabag TU & K

Kasie keuangan
Kasie Akuntansi
Kep. Gd. Material
Kep. Gd. Hasil

Kabag SDM & Umum

Kasie SDM & Umum

Kabag Instalasi

Staf Instalasi

Kabag Pabrikasi

Staf Pabrikasi

Kepala Tanaman II

Kepala Tanaman II

HTO/SKK

HTO/SKK

Staf Tanaman

Staf Tanaman

Kepala Unit

Kabag
Mekanisasi

Staf
Mekanisasi

Kep.
Tebang/Angkut

Kep. BST

Staf
Tebang/Angkut

Staf BST

Lampiran 1. Struktur Organisasi PG Jatitujuh

STRUKTUR ORGANISASI
KARYAWAN PIMPINAN PT. PG RAJAWALI II
UNIT PG JATITUJUH
TAHUN 2005

100 ton tebu


Tebu
Brix 12,73 %
pol 9,07 %
pH 5,6

36 ma ta pisa u
600 rpm

Pemotong
Tebu

Tebu 10 c m

72 m ata pisau
Ca ca han
600 rpm
tebu 3 - 5 c m

Unigrator

4,03 ton
pol 2,20 %

Nira menta h 89,04 ton

Gilingan

Brix 12,86 %
pol 9,26 %
HK 72,0 %
pH 5,6

Ampas
33,76 ton
brix 3,78 %
pol 2,42 %

Pemurnian I

Blotong

Nira jernih 84,50 ton


brix 13,05 %
pol 9,66 %
HK 74,0 %
pH 7,6
66,26 ton

Penguapan
Nira kental 18,24 ton
brix 60,47 %
pol 45,67 %
HK 75,5 %
pH 6,5

GULA SHS

Masakan dan
Putaran

6,27 ton
brix 99,97 %
pol 99,86 %
pol 99,9 %
Molasses
3,85 ton
brix 92,30 %
pol 30,40 %
HK 32,9 %

Pemurnian II
Brix 57,97 %
pol 44,57 %
HK 76,9 %
pH 5,7

Air

Lampiran 2. Neraca Massa Proses Produksi Gula PG Jatitujuh

23,16 ton
Air Im bibisi

Lampiran 3. Skema Pohon Industri Tanaman Tebu

Lampiran 4. Perkembangan Produksi Tahunan PG Jatitujuh Periode Tahun


1999-2005

PERKEMBANGAN PRODUKSI TAHUNAN


PG JATITUJUH PERIODE TAHUN 1999-2005
80
60
40
20
0

2000

2001

2002

2003

2004

2005

Luas

8.088

8.911

8.042

6.834

7.275

7.575

Tebu ton/Ha

67.7

59.5

35.2

62.5

71.4

73.5

Rendemen

5.17

4.94

6.46

7.4

7.6

7.8

Gula (ton)

28.406

26.266

18.325

31.701

39.587

43.221

3.51

2.95

2.28

4.64

5.45

5.73

5.47802

5.3012

5.196486

5.56762

Gula ton/ha
Tebu (Juta ku)

2.828142
4.271106
TAHUN

Nama Alat / Mesin

Tempat Pemakaian

Fungsi

Keterangan

Menerina tebu hasil tebang angkut dan membawa


tebu yang digiling ke dalam cane carrier secara
konstan agar pembebanan pada alat-alat di stasiun
gilingan juga konstan
Mengangkut tebu dari meja tebu ke pisau tebu dan
unigrator untuk dicacah

Jumlah 2 buah (memenuhi sistem FIFO), kemiringan 20o.


Panjang 12 m, lebar 8 m. Dilengkapi leveler/perata. Kecepatan
gerak 160 m/s

Meja Tebu

Stasiun Pendahuluan

Cane Carrier

Stasiun Pendahuluan

Pisau Tebu

Stasiun Pendahuluan

Memotong/memperkecil tebu menjadi bagianbagian yang lebih pendek agar memudahkan proses
selanjutnya di unigrator

Jumlah 36 mata pisau dala 1 silinder. Ukuran tiap mata pisau


56 x 17,8 x 1,6 cm (panjang, lebar, tebal). Merek FCB France.

Unigrator

Stasiun Pendahuluan

Terdiri dari 72 buah palu dari bahan block casting dengan


kecepatan putar tinggi (600 rpm)

Leveler (Perata Tebu


Halus)

Stasiun Pendahuluan

Belt Conveyor

Stasiun Pendahuluan

Menghancurkan potongan-potongan batang tebu


menjadi bentuk serabut sehingga memperbesar luas
permukaan agar diperoleh pemerahan nira
sebanyak-banyaknya
Meratakan tebu agar tidak melebihi batas yang
diizinkan sehingga pemasukan tebu ke gilingan
menjadi teratur
Mengangkut/membawa hasil pencacahan ke stasiun
gilingan dari unigrator

Gilingan (4-Three Roller


Mill)

Stasiun Gilingan

Memerah nira dalam tebu (sabut tebu) sebanyakbanyaknya melalui proses penekanan

Turbin Gilingan

Stasiun Gilingan

Menggerakkan gilingan

Jumlah alat 4 buah terdiri dari 3 baterai/unit. Tiap unit gilingan


terdiri dari 3 roll, yaitu roll atas (d=980 mm, p=2140 mm) yang
berputar berlawanan arah dengan roll depan (d=980 mm,
p=2134 mm) dan roll belakang (d=1033 mm, p=2134 mm).
Terdapat pula roll pengisi untuk membantu proses. Pada tiap
gilingan terdapat alur V untuk mempertinggi efek pemerahan
serta tempat mengalirnya nira hasil perahan.
Jumlah 1 unit per unit gilingan, memakai tenaga uap dengan
suhu 340o C

Hydraulic Gilingan

Stasiun Gilingan

Menekan atau mengatur


terhadap sabut tebu

Elektromotor gilingan

Stasiun Gilingan

Menggerakkan gilingan

10

penekanan

gilingan

Panjang 41 m, tinggi 2,134 m, kecepatan gerak 0-0,3 m/s


(dapat diatur), memiliki 300 lembar lempeng pembawa tebu

Memiliki 30 tangan perata, bekerja berlawanan arah aliran tebu


Memiliki kemiringan 10o, gaya gesek yang besar dan anti
korosi, terbuat dari bahan karet

Mengakibatkan roll gilingan bergerak naik turun berdasarkan


dari ketebalan sabut yang masuk ke gilingan
Jumlah 2 unit pada gilingan I dan IV, menggunakan tenaga
listrik, menggerakkan roll belakang.

Lampiran 5. Mesin dan Peralatan Produksi Pengolahan Gula di PG. Jatitujuh

No

11

Intermediate Belt
Conveyor

Stasiun Gilingan

membawa ampas yang telah diperah dari unit


gilingan satu ke unit gilingan yang lain

Memiliki ukuran panjang 4 m dan lebar 2,2 m dengan


kemiringan 15o

12

Cush-Cush Elevator

Stasiun Gilingan

Menyaring nira mentah dari gilingan I, II, III, IV


agar nira yang diperoleh tidak mengandung ampas
yang terbawa pada waktu proses penggilingan
(terjatuh bersama nira lewat sela-sela roll gilingan)

Panjang bagian datar 12 m dan panjang bagian miring 7 m


dengan sudut kemiringan 45o

13

Timbangan Nira Mentah

Stasiun Pemurnian

Untuk mengetahui data jumlah nira mentah yang


dihasilkan dari proses penggilingan setiap jam

Ukuran 170 x 160 x 210 cm (p x l x t). Kapasitas timbang


5000kg/siklus. Merek Avery Weiller tipe Servo Duplex

14

Pemanas Nira

Stasiun Pemurnian

Mempercepat reaksi-reaksi pada larutan nira (pada


pemanas
I),
mematikan
jasad
renik
danmenyempurnakan reaksi pengendapan (pada
pemanas II),dan menyiapkan suhu yang tepat
sebelum masuk ke evaporator (pada pemanas III)

Memiliki 3 tipe pemanas, yaitu pemanas nira I (suhu


pemanasan 70-75o C), pemanas nira II (suhu pemanasan 100105o C), pemanas nira III (suhu pemanasan 110-115o C)

15

Defekator

Stasiun Pemurnian

Mencampur nira mentah dengan susu kapur hingga


nira menjadi basa (tidak terlalu asam) dan kotorankotoran yang ada dalam nira dapat diikat oleh
pencampuran yang homogen

Jumlah 2 buah dengan waktu proses 5 menit pada defekator I


dan kurang dari 1 menit pada defekator II

16

Bejana Sulfitasi

Stasiun Pemurnian

Mencanpurkan nira kapur dengan SO2 sehomogen


mungkin hingga pH 7,2-7,4 atau pH yang
dikehendaki (pada bejana sulfitasi nira mentah)
serta untuk memucatkan warna nira kental dengan
cara mencampurkan gar SO2 dengan nira kental
(pada bejana sulfitasi nira kental)

Terdiri dari 2 jenis alat dengan 2 sistem yang berbeda, yaitu


system blower dan system verntury. Diameter alat = 2,5 m

17

Profloc Tower

Stasiun Pemurnian

Menghilangkan udara/gas yang tidak terembunkan


yang terlarut dalam nira agar tidak mengganggu
proses pengendapan

Dilengkapi ruangan ampas halus. Tinggi alat 6 meter, dengan


kapasitas 6,5 m3. pada alat ini ditambahkan flokulan untuk
membantu proses pengendapan

18

Clarifier/Bejana
Pengendap

Stasiun Pemurnian

Memisahkan endapan dan jernihan (nira jernih)


berdasarkan perbedaan densitas antara endapan dan
jernihan

Jumlah 2 buah dengan kapasitas masing-masing 250 m3


dengan sistem kontinu. Merupakan alat pemisah sistem
padatan cairan dengan prinsip pengendapan

19

Rotary Vacuum Filter


(RVF) / Penapis Nira
Kotor

Stasiun Pemurnian

Memisahkan/menapis
kotoran
dari
nira
menghasilkan nira jernih dan blotong secara
kontinu dengan memakai prinsip penyaringan

Bagian utama dari alat ini terdiri dari suatu silinder yang
berputar (tromol) dan dilapisi dengan saringan halus yang
terbuat dari stainless steel dengan jumlah lubang 625 per m2
dengan diameter 0,5 mm. Silinder dari RVF terbagi menjadi 24
segmen yang dihubungkan dengan instalasi vakumtinggi (4045 CmHg) dan vakum rendah (10-15 CmHg). Alat ini
dilengkapi dengan pipa pemberi air panas, bak penampung nira
kotor, dan skraper karet

20

Bagacillo Mixer

Stasiun Pemurnian

Mencampur nira kotor dengan ampas halus sebagai


persiapan sebelum masuk ke RVF

21

Juice Syrup Purification


(JSP)

Stasiun Pemurnian

Memisahkan kotoran yang berbentuk buih (akibat


penambahan udara) dari nira kental yang keluar
dari evaporator sebelum dilakukan proses
kristalisasi

22

Evaporator / badan
penguap

Stasiun penguapan

Menguapkan air yang dikandung oleh nira jernih


sehingga nira berubah menjadi nira kental

Memiliki perlengkapan tambahan berupa aerator, pemanas nira


(Juice Heater), reaktor pemroses, dan tanki bahan penunjang.
Metode pemisahan kotoran yang dilakukan adalah metode
floating (pengapungan). JSP dapat pula memproduksi nira
yang dapat menghasilkan gula rafinasi (gula industri) dengan
menambahkan flokulan kation
Total evaporator yang dimiliki PG Jatitujuh sejumlah 6 buah, 1
diantaranya telah rusak sehingga hanya 5 yang beroperasi. Dari
5 evaporator yang dapat beroperasi, setiap harinya digunakan 4
evaporator (quadruple effect), sedangkan 1 buah sisanya
dibersihkan secara bergantian. Luas pemanas adalah 1600 m2
(pada evaporator 2, 3, dan 4) dan 1000 m2 (pada evaporator 5
dan 6)

23

Kondensor

Stasiun penguapan

Mengembunkan uap menjadi air kembali dengan


cara menurunkan titik didih nira sehingga
kecepatan penguapan tinggi

Tinggi alat 4050 mm dengan diameter sebesar 6000 mm

24

Penangkap nira

Stasiun penguapan
dan pemasakan

Memisahkan sebagian kecil nira yang ikut


teruapkan bersama air agar tidak perusak peralatan
dan menurunkan produksi nira

25

Pan masakan

Stasiun pemasakan

Mengkristalkan zat gula yang terkandung dalam


nira kental dengan cara menaikkan konsentrasi nira
kental serhingga sebagian besar sukrosa dipisahkan
menjadi kristal gula dan cairan

Terdapat 6 buah pan masakan dengan luas pemanas sebesar


330 m2 per pan. Volume per pan masakan adalah 55 m3 dengan
panjang pipa pemanas 460 mm berjumlah 1300 batang
pipa.Dari 6 pan pemasakan yang ada, terdiri dari buah pan
pemasak A, 1 pan pemasak C, 1 pan pemasak D, dan 1 pan
pemasak C/D

26

Palung pendingin

Stasiun pemasakan

Menampung dan mendinginkan masakan yang


turun dari pan masakan dan sebagai tempat
terjadinya proses kristalisasi lanjutan akibat dari
pendinginan suhu
Memisahkan gula dari zat zat yang tidak dapat
dijadikan kristal lagi (tetes) secara terus menerus
(kontinue) dari masakan D

Kecepatan putaran pengaduk sebesar 5 rpm

27

Low Grade Centrifugal

Stasiun putaran

28

High Grade Centrifugal

Stasiun putaran

Memisahkan masakan A menjadi gula A dan stroop


A (putaran 1) atau klare A (putaran 2) serta
memisahkan masakan C menjadi gula C dan steoop
C

29

Talang goyang

Stasiun penyelesaian

Menampung dan menghantar gula SHS basah

30

Sugar Elevator Conveyor

Stasiun penyelesaian

Mengangkut gula SHS yang masih basah dari


talang goyang ke pengering gula

Ukuran 98 x 0,4 m (p x l). Bahan karet

31

Rotary Dryer and Cooler

Stasiun penyelesaian

Meneringkan dan mendinginkan gula SHS

Terdiri dari 6 silinder pengering dan 6 silinder pendingin

32

Blower

Stasiun penyelesaian

33

Cyclone Separator

Stasiun penyelesaian

34

Sugar Malter

Stasiun penyelesaian

Menghembuskan udara panas agar gula cepat


kering
Menangkap debu gula kering lalu dengan
penyemprotan air di dalam, debu jatuh ke tangki
leburan
Tenpat krikilan dan gula halus disatukan untuk
dilebur kembali ke masakan D2

35

Ayakan getar (Vibrating


Screen)

Stasiun penyelesaian

Menyaring gula SHS sehingga diperoleh gula


produk / standar, sedangkan sisanya berupa gula
halus / debu dan gula krikil

Terdiri dari 3 tingkat ayakan dengan 2 jenis saringan

36

Belt Conveyor 1

Stasiun penyelesaian

Membawa gula produk dari hasil ayakan getar ke


bucket elevator

Bahan karet

37

Silinde magnet (Magnetic


Drum)

Stasiun penyelesaian

Memisahkan dan menagkap logam logam kecil


yang terbawa oleh gula produk

Prinsip pemisahan kotoran dengan magnet

Berjumlah 7 unit (5 unit untuk masakan D1 (putaran pertama)


dan 2 unit untuk masakan D2 (putaran kedua)). Kecepatan
putaran adalah 1900 rpm dengan sudut basket 300. kapasitas 48 ton/jam
Alat ini bekerja secara diskontinue / batch yang membutuhkan
waktu untuk pengisian gula dan penyekrapan. Alat yang
digunakan untuk putaran jenis ini sebanyak 7 unit (2 unit untuk
masakan C, 3 unit untuk masakan A, dan 2 unit untuk SHS).
Kapasitas alat adalah sebesar 22 ton/jam

Berbentuk huruf U (silinder vertikal)


-

38

Dry Sugar Bucket Elevator

Stasiun penyelesaian

Memindahkan gula yang dibawa oleh belt conveyor


1 ke penampung gula / hopper secara vertikal

Pemindah berbentuk mangkuk - mangkuk

39

Sugar Conveyor to Hopper

Stasiun penyelesaian

Membagi gula kering yang dibawa oleh bucket


elevator ke hopper kiri, tengah dan kanan

Bahan karet

40

Sugar Hopper

Stasiun penyelesaian

Menampung gula seberlum ditimbang dan dikemas

Kapasitas 180 ton, terbagi dalam 3 bagian badan

41

Weighting and Bagging


Machine

Stasiun penyelesaian

Terdiri dari timbangan dan mesin jahit karung, masing


masing berjumlah 3 buah

42

Carrier Gula

Stasiun penyelesaian

Menimbang gula yang dimasukkan ke karung (per


50 kg) dan menjahit karung gula yang telah
dimasukkan gula produk SHS yang dilapis plasti
sebelumnya
Membawa gula produk dalam karung ke mesin
jahit sampai ke belt conveyor II

43

Belt Conveyor II

Stasiun penyelesaian

Membawa karung gula produk yang telah dijahit


untuk disimpan di gudang gula

Lampiran 6. Skema Umum Proses Produksi Gula (Moerdokusumo, 1993)

TEBU

PENGGILINGAN

AMPAS
(BAGASSE)

NIRAMENTAH
PEMURNIAN

BLOTONG
(FILTERCAKE)

NIRAJERNIH
KEHILANGAN
GULA

PEMASAKAN
NIRAKENTAL
KRISTALISASI

GULAPASIR

TETES
(MOLASSES)

Lampiran 7. Syarat Gula Kristal Putih (SNI 2001)


Kriteria Uji

Satuan

Persyaratan
GKP 1

GKP 2

GKP 3

Warna kristal

Min, 70

Min, 65

Min, 60

Warna larutan

IU

Maks, 250

Maks, 350

Maks,450

Besar Jenis Butir

mm

0,8 1,2

0,8 1,2

0,8 1,2

Susut

% b/b

Maks, 0,1

Maks, 0,15

Maks, 0,2

pengeringan

Min, 99,6

Min, 99,5

Min, 99,4

Polarisasi ( 20oC) %b/b

Maks, 0,10

Maks, 0,15

Maks, 0,20

%b/b

Maks, 0,10

Maks, 0,15

Maks, 0,20

Maks, 5

Maks, 5

Maks, 5

mg/kg

Maks, 30

Maks, 30

Maks, 30

Cemaran logam:

mg/kg

Maks, 2,0

Maks, 2,0

Maks, 2,0

Timbal (Pb)

mg/kg

Maks, 2,0

Maks, 2,0

Maks, 2,0

Tembaga

mg/kg

Maks, 1,0

Maks, 1,0

Maks, 1,0

Gula pereduksi

Abu konduktivity derajat


Bahan asing
tidak larut
Bahan tambahan
makanan (SO2)

(Cu)

Arsen (As)

Lampiran 8. Program PG Jatitujuh Akselerasi Tahun 2004-2007

Tahun Giling

Uraian
Luas (Ha)
Tebu (Ton/Ha)
Jumlah Tebu (Ku)

2004

2005

2006

2007

2008

7150

7450

7800

8000

8200

675

700

725

750

775

4826250 5215000

5655000

6000000 6355000

Rendemen (%)

7,60

7,70

7,85

8.00

8,10

Hablur (Ku/Ha)

51,3

53,9

56,91

60

62,78

366795

401555

443918

480000

514755

Gula/Ha (Ku/Ha)

51,45

54,06

57,08

60,18

62,96

Jumlah Gula (Ku)

367895

402760

445249

481440

516299

Inclusive

3800

3900

4350

4500

4500

Exclusive
Jumlah Hari Giling
(hr)

4000

4200

4800

5000

5000

127

134

130

133

141

Jumlah Hablur (Ku)

Kap. Giling (TTH)

Lampiran 9. Konsumsi Energi di PG. Jatitujuh


Tabel Konsumsi Uap di PG. Jatitujuh
Masukan Uap
Masukan Uap
Total Uap
Stasiun
Baru
Bekas
Kg uap / MJ / Kg Kg uap /
MJ /
MJ / Kg
%
ton tebu
gula
ton tebu Kg gula
gula
Turbin Generator
378,76
18,29
18,29
34,34
Turbin Gilingan
401,31
19,38
19,38
36,39
Turbin Air
53,54
2,58
2,58
4,84
Pengisi Ketel
Pemurnian
69,21
3,34
3,34
6,27
Penguapan
146,99
7,10
7,10
13,33
Masakan
42,06
2,03
2,03
3,81
Putaran
11,18
0,54
0,54
1,01
Total
833,61
40,25
269,44
13,01
53,26
100
Output Ketel
944,06 kg uap/ ton tebu giling
Uap
Tabel Konsumsi Energi Listrik Pada Proses Produksi Gula
Stasiun
Masukan Energi
(MJ/kg gula tebu)
Stasiun Gilingan
0,11989
Stasiun Pemurnian
0,01969
Stasiun Penguapan
0,23944
Stasiun Masakan
0,01435
Stasiun Putaran dan Palung Pendingin
0,26331
Stasiun Pengering dan Pengemasan
0,02383
Stasiun Ketel Uap
0,23830
Unit Pengolahan Air
0,07499
Penerangan
1,35671 x 10-6
Total
0,99644

Persentase
12,03
1,98
24,03
1,44
26,42
2,39
23,91
7,52
1,36 x 10-6
100

Lampiran 10. Sasaran PG Jatitujuh Tahun 2006


No

Uraian

Sat

1.
2.
3.

Kapasitas giling Inclusif


Kapasitas giling Exclusif
Jam berhenti giling :
- Luar Pabrik (A)
- Dalam Pabrik (B)
Pemakaian Residu
HPB I
HPB Total
HPG
HPG 12,5
PSHK
% Pol Ampas
Bahan kering ampas
Uap % tebu

Ton
Ton
Jam
Jam
Jam
Ltr
%
%
%
%
%
%
%
%

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
12

Real
2004

Real
2005

AP/Sasaran
2006

3.755,4
4.171,7

3.387,1
3.888,4

4300
4400

11,50
170,25
1.652.300
60,87
91,56
92,56
94,77
95,22
2,02
49,40
0,67

136,50
366,92
2.240.988
59,84
89,42
90,42
92,65
95,28
2,54
49,10
0,65

4%
6%
1.140.000
61.11
91.79
92.81
95.11
95.11
2.0
50
0.65

Lampiran 11. Rencana Pemeliharaan Mesin dan Peralatan Tahun 2006

Rencana bobot dan Beban Pekerjaan Pemeliharaan Tahun 2006 PG


Jatitujuh
Stasiun
Ketelan
Gilingan
Pemurnian
Penguapan
Masakan
Pendingin
Puteran
Besali
Listrik & Instrumen

%
18.30
36.86
4.87
10.04
4.78
3.78
7.57
1.66
21.55

Upaya Peningkatan Sasaran Produksi Th 2006 Bagian Instalasi PG


Jatitujuh
URAIAN
1. Mengoperasikan
pabrik sebagai
kapasitas rencana

2. Menekan jam
berhenti gil 6%

ACTION PLAN
- Mengupayakan keajegan
gil 3A (Ajeg, Antep,
Anteng)
- Optimalisasi operasional
truk tipper + side carrier
- Optimalisasi perawatan +
maintenance dlm pabrik
- Peremajaan/replacement
mesin/alat yg sudah
aus/rusak karena
pemakaian
- Optimalisasi preventive
maintenance

3. Minimal pemakaian
BBM/IDO dgn
sasaran 0,15 lt/kw
tebu

- Optimalisasi kinerja gil


dgn pol ampas 2 dan
bhn kering ampas 50
- Penyediaan uap sesuai
kebutuhan & pd tekanan
2
o
kerja 26 kg/cm , 350 C
- Diupayakan operasional
full bagasse

SARANA PENDUKUNG

- Pembuatan kartu perbaikan


dan perawatan alat & mesin u/
masing-masing unit alt/mesin
- Penyempurnaan beberapa
peralatan seperti : belt cane
shradded conveyor, bagasse
belt conveyor, auto water level
control boiler, pemasangan
auto syncrone pd alternator
- Penyediaan suku cadang
alat/mesin-mesin kritis
- Penggantian accumulator unit
gil 4 telah dilaksanakan &
rekondisi linner, piston
hydraulic gil 4 unit (8 buah)
- Penanganan serius perangkat
bagasse handling di bagasse
storage
- Tersedianya stok ampas ball
sebanyak 30 ribu ball yang
layak pakai setara dengan
138.157 lt IDO/residu

Lampiran 12. Data untuk perhitungan efisiensi teknis (basis : tahun 2006)
Jenis Data yang Diperlukan Untuk
Perhitungan Efisiensi Teknis
Jumlah bahan baku yang masuk proses
Rata-rata kadar air tebu
Jumlah produk gula yang keluar proses
Rata-rata kadar air produk
Konsumsi listrik untuk proses produksi
Konsumsi solar
Konsumsi IDO (International Diesel Oil)
Konsumsi ampas
Konsumsi listrik perusahaan
Konsumsi solar perusahaan
Waktu kerja optimal peralatan proses
Waktu kerja peralatan aktual proses
Waktu henti

Nilai

Satuan

522.386,3
26,16
37.974,21
0,03
1.064.827.748,49
250
218.562
172.702,8
1.064.827.748
49.396.133,74
24
21,52
1,86

ton
%
ton
%
Kkal
kg
ton
ton
Kkal
Kkal
jam
jam
jam

Data untuk perhitungan efisiensi ekonomis (basis : tahun 2006)


Jenis Data yang Diperlukan Untuk
Perhitungan Efisiensi Ekonomis
Biaya Listrik proses produksi
Biaya Ampas
Biaya IDO proses produksi
Biaya Listrik yang dipakai perusahaan
Biaya Solar yang dipakai perusahaan
Total energi terpakai untuk proses
produksi
Total konsumsi energi keseluruhan yang
digunakan perusahaan
Biaya untuk pemeliharaan tanaman
Biaya panen dan pengangkutan bahan
baku
Biaya produksi aktual per ton
Biaya produksi optimal per ton
Waktu henti
Gaji pekerja per hari
Jumlah pekerja @shift
Biaya pengoperasian
Biaya produksi optimal per kg
Biaya produksi aktual per kg
Sumber : PG Jatitujuh, Majalengka

Nilai

Satuan

1.921.878.302,33
58.069.000
999.846.000
656.395.290
1.540.697,67
2.930.657.328,39

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Kkal
Kkal

2.977.470.142
2.526.680.633
22.403.669.000

Rp
Rp

30763,29
13642,22
218,92
10.824,59
81
27.637.202.000
8.366,57
13.650,02

Rp
Rp
Jam
Rp
orang
Rp
Rp
Rp

Lampiran 13. Tampilan Hasil Pengolahan Data Kemampuan Proses


Process Capability Analysis for C1

USL

Target LSL

Process Data
13.100

Target
LSL
Mean

USL
Within

12.000
12.350
12.724

Overall

Sample N
115
StDev (Within) 0.438577
StDev (Overall) 0.549672

Potential (Within) Capability


Cp
CPU
CPL

0.29
0.29
0.28

Cpk

0.28

Cpm

0.14

Pp

Overall Capability
0.23

PPU
PPL
Ppk

0.23
0.23
0.23

11.0

11.5

12.0

12.5

13.0

13.5

14.0

14.5

Observed Performance
PPM < LSL
200000.00

Exp. "Within" Performance


PPM < LSL
196896.56

Exp. "Overall" Performance


PPM < LSL
248123.84

PPM > USL


PPM Total

PPM > USL


PPM Total

PPM > USL


PPM T otal

200000.00
400000.00

195634.32
392530.88

246973.65
495097.48

Gambar 1.Briks Nira Mentah


Process Capability Analysis for C1

USL

Target

Process Data
10.1100

Target
LSL
Mean

LSL

USL
Within

9.0000
9.4400
9.7670

Overall

115
Sample N
StDev (Within) 0.312747
StDev (Overall) 0.433915

Potential (Within) Capability


Cp
CPU
CPL

0.36
0.37
0.35

Cpk

0.35

Cpm

0.13

Pp

Overall Capability
0.26

PPU
PPL
Ppk

0.26
0.25
0.25

8.5

9.0

Observed Performance
234782.61
PPM < LSL
PPM > USL
PPM Total

200000.00
434782.61

9.5

10.0

Exp. "Within" Performance


147847.12
PPM < LSL
PPM > USL
PPM Total

136409.67
284256.79

Gambar 2.Pol Nira Mentah

10.5

11.0
Exp. "Overall" Performance
225513.25
PPM < LSL
PPM > USL
PPM Total

214653.52
440166.76

Process Capability Analysis for C1

USL

LSL Target
USL

Process Data
77.6500

Within

77.0000
75.8800
76.7655

T arget
LSL
Mean

Overall

115
Sample N
StDev (Within) 0.65757
StDev (Overall) 1.50299

Potential (Within) Capability


Cp
CPU
CPL

0.45
0.45
0.45

Cpk

0.45

Cpm

0.19

Pp

Overall Capability
0.20
0.20
0.20
0.20

PPU
PPL
Ppk

72

74

76

Observed Performance
286956.52
PPM < LSL

80

Exp. "Within" Performance


89055.76
PPM < LSL

313043.48
600000.00

PPM > USL


PPM T otal

78

PPM > USL


PPM Total

82
Exp. "Overall" Performance
277881.89
PPM < LSL

89290.36
178346.12

PPM > USL


PPM Total

278095.37
555977.27

Gambar 3.HK Nira Mentah


Process Capability Analysis for C1

USL

LSL

Process Data
16.5100

Target
LSL
Mean

TargetUSL
Within

16.0000
14.3500
15.4287

Overall

115
Sample N
StDev (Within) 0.75856
StDev (Overall) 1.02250

Potential (Within) Capability


Cp
CPU
CPL

0.47
0.48
0.47

Cpk

0.47

Cpm

0.31

Pp

Overall Capability
0.35

PPU
PPL
Ppk

0.35
0.35
0.35

11

12

13

Observed Performance
182608.70
PPM < LSL
PPM > USL
PPM T otal

139130.43
321739.13

14

15

16

Exp. "Within" Performance


77508.88
PPM < LSL
PPM > USL
PPM Total

77010.94
154519.82

Gambar 4. Sabut%tebu

17

18

19

Exp. "Overall" Performance


145721.82
PPM < LSL
PPM > USL
PPM Total

145139.16
290860.98

Process Capability Analysis for C1

USL

LSL

Process Data
94.7200

Target
LSL
Mean

USL

Target
Within

96.0000
94.0300
94.3776

Overall

115
Sample N
StDev (Within) 0.395580
StDev (Overall) 0.530620

Potential (Within) Capability


Cp
CPU
CPL

0.29
0.29
0.29

Cpk

0.29

Cpm

0.07

Pp

Overall Capability
0.22

PPU
PPL
Ppk

0.22
0.22
0.22

92

93

Observed Performance
139130.43
PPM < LSL
PPM > USL
PPM T otal

208695.65
347826.09

94

95

Exp. "Within" Performance


189803.22
PPM < LSL
PPM > USL
PPM Total

193340.44
383143.65

96
Exp. "Overall" Performance
256228.42
PPM < LSL
PPM > USL
PPM Total

259350.78
515579.20

Gambar 5. Ekstraksi Gilingan (HPG)


Process Capability Analysis for C1

USL

LSL

Process Data
212.550

T arget
LSL
Mean

Target USL
Within

200.000
170.940
191.742

Overall

Sample N
115
StDev (Within) 16.5634
StDev (Overall) 18.8772

Potential (Within) Capability


Cp
CPU
CPL

0.42
0.42
0.42

Cpk

0.42

Cpm

0.34

Pp

Overall Capability
0.37

PPU
PPL
Ppk

0.37
0.37
0.37

150

170

190

210

230

250

270

Observed Performance
PPM < LSL
121739.13

Exp. "Within" Performance


PPM < LSL
104573.44

Exp. "Overall" Performance


PPM < LSL
135236.02

PPM > USL


PPM T otal

PPM > USL


PPM T otal

PPM > USL


PPM T otal

147826.09
269565.22

104513.49
209086.94

Gambar 6. Imbibisi%sabut

135172.95
270408.97

Gambar 7. Kapasitas Giling

Gambar 8. Nira mentah%tebu

Gambar 9. Briks Masakan A

Gambar 10. HK Masakan A

Gambar 11. Pol Masakan A

Gambar 12. Blotong%tebu

Gambar 13. Briks Nira Encer

Gambar 14. HK Nira Encer

Gambar 15. Pol Blotong

Gambar 16. Pol Nira Encer

Gambar 17. Briks Nira Kental

Gambar 18. Pol Nira Kental

Gambar 19. HK Nira Kental

Gambar 20.Briks Tetes

Gambar 21. Briks Gula

Gambar 22. HK Gula A

Gambar 23. Briks Stroop

Gambar 24. HK Stroop

Gambar 25. HK Tetes

Gambar 26. Pol Gula A

Gambar 27.Pol Stroop

Gambar 28. Pol tetes

Gambar 29. Tetes%tebu


Lampiran 14. Hasil Penilaian Kekritisan Komponen Dengan ECR
Jenis Komponen : Mesin Proses Gilingan
No.
1

KRITERIA
Keamanan

BOBOT

KOMPONEN

KRITERIA

0.0900

BOBOT

NILAI

PERKALIAN

INDIKATOR

INDIKATOR

INDIKATOR

Ledakan

0.1300

75

9.75

Temperatur

0.1300

100

13.00

Tegangan

0.1700

75

12.75

Berat

0.2400

100

24.00

Merusak bagian lain

0.2000

100

20.00

Racun

0.1300

75

9.75

Kemungkinan terjadi

50

50

Pengaruh terhadap

100

100

Kelengkapan data

0.4500
0.1900

75
75

33.75
14.25

KETERANGAN
8.03

89.25
2

Life Support

0.0750

kerugian pada

3.75

manusia dan pabrik


50

Commercial

0.0980

Severity
Reliability

0.3600

75

27

Vendor
Availability

0.1030

Kebutuhan akan

75

75

Spare Part Lead


Time

0.0890

Lama waktu

Applicability of
Condition
Monitoring
Technique

0.1310

Vendor

9.80

100

0.1220

Keandalan

produksi

9.15

75
7.72

75
1

50

50

4.45
13.10

Pemesanan

Lokasi equipment

0.1500

100

15

Fasilitas monitoring

0.1500

100

15

Parameter monitoring

0.1900

100

19

Gangguan terhadap

0.1300

100

13

operasi
Akurasi data

0.1900

100

19

Keahlian petugas

0.1900

100

19

Mean Down Time

Jam henti

10

Kapasitas

0.1020

100

Lama Overhaul

100

100

10.20

100

0.0709

Banyak/lamanya jam
henti

54.18

54.18

0.1100

Besarnya kapasitas
komponen tiap proses

100

100

4.28

54.18
11.00

100
81.49

Jenis Komponen
No.
1

KRITERIA
Keamanan

BOBOT

KOMPONEN

KRITERIA

0.0740

: Mesin Proses Pemurnian


BOBOT

INDIKATOR

NILAI

INDIKATOR

PERKALIAN

INDIKATOR

Ledakan

0.2930

50

14.65

Temperatur

0.2640

50

13.20

Tegangan

0.1620

50

8.10

Berat

0.0910

50

4.55

Merusak bagian lain

0.2270

75

17.03

Racun

0.1230

50

6.15

Kemungkinan terjadi

75

75

75

75

0.3710
0.3500

75
75

27.82
26.25

Reliability

0.2790

75

20.93

Kebutuhan akan

75

75

KETERANGAN
4.71

63.68
2

Life Support

0.0640

4.80

kerugian pada

manusia dan pabrik


75

Pengaruh terhadap

Commercial

0.1010
0.1490

5
6

Vendor
Availability
Spare Part Lead
Time

0.1130
0.0760
0.1400

Applicability of
Condition
Monitoring
Technique

Mean Down Time

Jam henti

10

Kapasitas

Kelengkapan data

Severity

Keandalan

7.58

produksi
75
11.17

75

Vendor

8.47

75

Lama waktu

75

75

5.70

Lokasi equipment

0.1200

75

9.00

13.14

Fasilitas monitoring

0.1260

75

9.45

Parameter monitoring

0.1460

100

14.60

Gangguan terhadap

0.1570

100

15.70

Pemesanan

operasi

0.0980
0.0600

0.1260

Akurasi data

0.2730

100

27.30

Keahlian petugas

0.1780

100

17.80

Lama Overhaul

75

75

93.85
7.35

75

Banyak/lamanya jam
henti

4.50

4.50

Besarnya kapasitas
komponen tiap proses

100

100

0.27

4.50
12.60

100
75.80

Jenis Komponen

: Mesin Proses Penguapan

No.
1

KRITERIA
Keamanan

BOBOT

KOMPONEN

KRITERIA

0.0810

BOBOT

INDIKATOR

NILAI

INDIKATOR

PERKALIAN

INDIKATOR

KETERANGAN

Ledakan

0.0870

25

2.17

Temperatur

0.2210

50

11.05

3.80

Tegangan

0.1230

50

6.15

Berat

0.2140

75

16.05

Merusak bagian lain

0.2660

25

6.65

Racun

0.0890

50

4.90

Kemungkinan terjadi

50

50

100

100

0.4210
0.3010

100
75

42.10
22.57

Reliability

0.2790

100

27.90

Kebutuhan akan

75

75
75

8.32

75

75

6.45

Lokasi equipment

0.1170

100

11.70

10.69

Fasilitas monitoring

0.1300

50

6.60

Parameter monitoring

0.1290

50

6.45

Gangguan terhadap

0.1580

100

15.80

46.98
2

Life Support

0.0720

3.60

kerugian pada
manusia dan pabrik
50

Commercial

0.1040
0.1300

Vendor
Availability

Spare Part Lead


Time

0.1110
0.0860
0.1230

Applicability of
Condition
Monitoring
Technique

Mean Down Time

Kelengkapan data

100

12.03

92.58

Vendor
Lama waktu
Pemesanan

operasi

0.0980

10.40

produksi

Severity

Keandalan

Pengaruh terhadap

Akurasi data

0.1700

100

17.00

Keahlian petugas

0.2950

100

29.50

Lama Overhaul

100

100

86.95
9.80

100

Jam henti

0.0750

Banyak/lamanya jam
henti

33.08

33.08

10

Kapasitas

0.1210

Besarnya kapasitas
komponen tiap proses

100

100

2.48

33.08
12.10

100
79.69

Jenis Komponen
No.
1

KRITERIA
Keamanan

BOBOT

KOMPONEN

KRITERIA

0.0840

: Mesin Proses Masakan


BOBOT

NILAI

PERKALIAN

INDIKATOR

INDIKATOR

INDIKATOR

Ledakan

0.0990

75

2.48

Temperatur

0.1630

50

8.15

Tegangan

0.1150

50

5.75

Berat

0.2450

50

12.25

Merusak bagian lain

0.2890

25

7.22

Racun

0.0890

25

2.23
38.08

KETERANGAN
3.20

100

100

Pengaruh terhadap

75

75

Kelengkapan data

0.2880
0.4090

75
75

21.60
30.67

Reliability

0.3030

75

22.72

Kemungkinan terjadi

Life Support

kerugian pada manusia

0.0730

7.30

dan pabrik
100

Commercial

0.1050

4
Keandalan

5
6

0.1300

Severity

Vendor
Availability

0.1030

Kebutuhan akan

Spare Part Lead


Time

0.0840

Lama waktu Pemesanan

Applicability of
Condition
Monitoring
Technique

produksi

Mean Down Time

Jam henti

10

Kapasitas

0.1250

0.0960

Vendor

7.88

75
9.75

75
75

75

7.72

75
1

75

75

6.30
11.16

Lokasi equipment

0.1560

75

11.70

Fasilitas monitoring

0.1100

100

11.00

Parameter monitoring

0.1000

75

7.50

Gangguan terhadap

0.1280

100

12.80

operasi
Akurasi data

0.1730

75

12.98

Keahlian petugas

0.3330

100

33.30

Lama Overhaul

100

100

89.28
9.60

100

0.0710

Banyak/lamanya jam
henti

11

11

0.1290

Besarnya kapasitas
komponen tiap proses

100

100

0.78

11
12.90

100
76.59

Jenis Komponen
No.
1

KRITERIA
Keamanan

BOBOT

: Mesin Proses Putaran

KOMPONEN

KRITERIA

0.0850

BOBOT

NILAI

PERKALIAN

INDIKATOR

INDIKATOR

INDIKATOR

Ledakan

0.2830

25

7.07

Temperatur

0.0960

75

7.20

Tegangan

0.1190

75

8.92

Berat

0.2080

75

15.60

Merusak bagian lain

0.3410

25

8.53

Racun

0.820

50

4.10

Kemungkinan terjadi

100

100

75

75

0.2360
0.4910

50
75

11.80
36.83

Reliability

0.2720

100

27.20

Kebutuhan akan

75

75

KETERANGAN
4.37

5.42
2

Life Support

kerugian pada manusia

0.0780

7.80

dan pabrik

100
3

Pengaruh terhadap

Commercial

0.1030
0.1300

5
6

Vendor
Availability

0.1110

Spare Part Lead


Time

0.0920
0.1290

Applicability of
Condition
Monitoring
Technique

Mean Down Time

Kelengkapan data

Severity

Keandalan

7.72

produksi

Vendor

Lama waktu Pemesanan

75
9.86

75.83
8.32

75
1

75

75

6.90
8.44

Lokasi equipment

0.1290

75

9.68

Fasilitas monitoring

0.1550

75

11.63

Parameter monitoring

0.1150

50

5.75

Gangguan terhadap

0.1160

50

5.80

operasi

0.0950

Akurasi data

0.1500

50

7.50

Keahlian petugas

0.3340

75

25.05

Lama Overhaul

75

75

65.40
7.13

75

Jam henti

0.0550

Banyak/lamanya jam
henti

0.00

0.00

10

Kapasitas

0.1210

Besarnya kapasitas
komponen tiap proses

100

100

0.00

0.00
12.10

100
72.64

PENGGUNAAN PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM


SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN
PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL

Tanggal Pengisian

: .................................................

Nama Responden

: .................................................

Pekerjaan/Jabatan

: .................................................

No Telp.

: .................................................

Tanda Tangan

:
..................................................

Dilakukan Oleh:
Annastia Lohjayanti
F34102072

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

PETUNJUK PENGISIAN

I.
1.
2.
3.
4.

UMUM
Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan Kuesioner
Berikan penilaian terhadap hirarki perumusan sistem penunjang keputusan
pengendalian proses produksi gula kristal dengan cara mengisi lembar pengisian
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kepentingan/peran
komponen dalam satu level hirarki yang berkaitan dengan komponen-komponen level
sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II.
Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia.

II.

SKALA PENILAIAN
Definisi dari skala yang digunakan adalah sebagai berikut:
Intensitas
Definisi
Kepentingan
1
A sama penting dengan B
3
A sedikit lebih penting dari B
1/3
Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A)
5
A jelas lebih penting dari B
1/5
Kebalikannya (B jelas lebih penting dari A)
7
A sangat jelas lebih penting dari B
1/7
Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A)
9
A mutlak lebih penting dari B
1/9
Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari A)
2; 4; 6; 8 atau
Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan
1/2, 1/4, 1/6, 1/8

Contoh Pengisian:
Misalkan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi tidak terkendalinya proses produksi gula
kristal yaitu faktor X, Y, dan Z. Berdasarkan tingkat kepentingan maka faktor tersebut disusun
dalam bentuk tabel seperti pada contoh berikut:
Elemen Faktor B

Elemen Faktor A

X
1

X
Y
Z
Keterangan :
Nilai pada (a)
Nilai pada (b)
Nilai pada (c)

:
:
:

Y
(a)
3
1

Z
(b)
1/3
(c)

Faktor X sedikit lebih penting dari Y


Faktor Z sedikit lebih penting dari X
Faktor Z antara sama penting dengan lebih penting dibanding faktor
Y

Matriks Pendapat (Kuesioner) Individu


Identifikasi Permasalahan dan Pengendalian
Proses Produksi Gula Kristal PT. Jatitujuh
I.

Dalam proses produksi gula kristal terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam
menjaga terkendali atau tidaknya suatu proses. Pembandingan dan penentuan bobot
prioritas kriteria faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Mesin dan peralatan
2. Kemampuan Proses
3. Sumber Daya Manusia
4. Manajemen
5. Eksternal
Di antara faktor pendukung proses produksi tersebut di atas, bandingkan tingkat
kontribusinya terhadap Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Proses Produksi Gula
Kristal di PG. Jatitujuh.

FAKTOR
Elemen Faktor B
Elemen Faktor A
Mesin dan Peralatan
Kemampuan Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
II.

Mesin dan
Peralatan
1

Kemampuan
Proses
...
1

SDM

Manajemen

Eksternal

...
...
1

...
...
...
1

...
...
...
...
1

Pembandingan dan penentuan bobot prioritas subkriteria faktor yang mempengaruhi


proses produksi atas mesin dan peralatan, bahan baku, SDM, manajemen, dan bahan
pembantu.
1. Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari mesin dan peralatan
a. Keamanan (safety) : penilaian terhadap komponen berdasarkan servis yang dihandle, yang mempunyai akibat pada plant safety dan personal safety bila
komponen tersebut rusak
b. Life Support : penilaian terhadap komponen berdasarkan kegunaan komponen
tersebut pada plant safety dan personal safety, bila terjadi kerusakan
mengakibatkan tidak terjaminnya plant safety dan personal safety
c. Commercial : penilaian terhadap komponen berdasarkan fungsi komponen tersebut
dalam proses produksi bila terjadi kerusakan akan mengakibatkan gangguan
produksi sehingga menimbulkan penalty cost.
d. Keandalan (reliability) : penilaian terhadap komponen berdasarkan keandalan
(sering atau tidaknya komponen rusak sewaktu dioperasikan)
e. Vendor Availability : penilaian terhadap komponen berdasarkan tersedia tidaknya
dukungan pemasok yang sewaktu-waktu diperlukan dapat membantu untuk
mengatasi problem teknis dari komponen tersebut bila diperlukan.
f. Spare Part Lead Time : penilaian terhadap komponen berdasarkan waktu yang
dibutuhkan dalam pengadaan spare part dari komponen tersebut untuk keperluan
perbaikan/overhaul baik dilihat dari manufacturing time maupun proses logistik.
g. Applicability of Condition Monitoring Technique : penilaian terhadap komponen
berdasarkan kemudahan, ketelitian, dan jumlah/ jenis data atau informasi yang
dapat diperoleh dari komponen guna keperluan pemeriksaan kondisi
h. Mean down time : penilaian terhadap komponen berdasarkan lamanya overhaul
akibat terjadinya kerusakan komponen
i.
Jam henti : penilaian terhadap komponen berdasarkan lamanya jam henti yang
terjadi akibat kerusakan komponen
j.
Kapasitas : penilaian terhadap komponen berdasarkan besarnya kapasitas
komponen

SUBKRITERIA FAKTOR DARI MESIN DAN PERALATAN


Elemen Faktor B
Elemen
Faktor A

Keaman
an

Life
Support

...
1

Keamanan
Life Support
Commercial
Keandalan
Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time
Applicability
of Condition
Monitoring
Technique
Mean Down
Time
Jam henti
Kapasitas

Commercial

...
...
1

Applicability
of Condition
Monitoring
Technique

Mean
Down
Time

Jam
henti

Kapasi
tas

...
...
...
...

...
...
...
...

...
...
...
...

...
...
...
...

...
...
...
...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Keandal
an

Vendor
Availabi
lity

Spare
Part
Lead
Time

...
...
...
1

...
...
...
...
1

1
1

2.

Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari kemampuan proses
a. Briks
b. Pol
c. HK

SUBKRITERIA FAKTOR DARI KEMAMPUAN PROSES


Elemen Faktor B

Elemen Faktor A

Briks
1

Briks
Pol
HK
3.

Pol
...
1

HK
...
...
1

Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari sumber daya
manusia
a. Ketrampilan
b. Pengetahuan
c. Pengalaman
d. Kedisiplinan
e. Tanggung Jawab

SUBKRITERIA FAKTOR DARI SUMBER DAYA MANUSIA


Elemen Faktor B
Elemen Faktor A
Ketrampilan
Pengetahuan
Pengalaman
Kedisiplinan
Tanggung
Jawab
4.

Ketrampilan

Pengetahuan

Pengalaman

Kedisiplinan

...
1

...
...
1

...
...
...
1

Tanggung
Jawab
...
...
...
...

Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari manajemen


a. Kebijakan dan tujuan mutu

b.
c.

SOP yang baku


Fasilitas Proses

SUBKRITERIA FAKTOR DARI MANAJEMEN


Elemen Faktor B
Elemen Faktor A

Kebijakan dan
tujuan mutu

SOP yang baku

Fasilitas Proses

...

...

...
1

Kebijakan dan
tujuan mutu
SOP yang baku
Fasilitas Proses
5.

Sub kriteria faktor yang mempengaruhi proses produksi dari segi eksternal
a. Kebijakan pemerintah
b. Daya tawar petani tinggi
c. Daya saing produk impor

SUBKRITERIA FAKTOR DARI EKSTERNAL


Elemen Faktor B
Elemen Faktor A

Kebijakan
pemerintah

Daya tawar petani


tinggi

Daya saing Produk


Impor

...

...

...

Kebijakan
pemerintah
Daya tawar petani
tinggi
Daya saing Produk
Impor
III.

Terdapat beberapa alternatif tahapan proses produksi yang harus dikendalikan


sehubungan dengan tujuan-tujuan diatas, yaitu:
1. Pengendalian Stasiun Penggilingan
2. Pengendalian Stasiun Pemurnian
3. Pengendalian Stasiun Penguapan
4. Pengendalian Stasiun Kristalisasi
5. Pengendalian Stasiun Sentrifugasi
Dari alternatif pengendalian tujuan yang ingin dicapai, bandingkan tingkat kepentingan
masing-masing alternatif pengendalian dalam tahapan proses produksi gula kristal.

ALTERNATIF PENGENDALIAN
a. Pengendalian Stasiun Penggilingan
Elemen Faktor B
Elemen Faktor A
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal

b.

Mesin dan
Peralatan

Kemampuan
Proses

SDM

Manajemen

Eksternal

...

...

...

...

...

...

...

...
1

...
...
1

Pengendalian Stasiun Pemurnian


Elemen Faktor B

Elemen Faktor A
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan

Mesin dan
Peralatan

Kemampuan
Proses

SDM

Manajemen

Eksternal

...

...

...

...

...

...

...

Proses
SDM
Manajemen
Eksternal

c.

...
1

...
...
1

Pengendalian Stasiun Penguapan


Elemen Faktor B

Elemen Faktor A
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
d.

Mesin dan
Peralatan

Kemampuan
Proses

SDM

Manajemen

Eksternal

...

...

...

...

...

...

...

...
1

...
...
1

Pengendalian Kristalisasi
Elemen Faktor B

Elemen Faktor A
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal
e.

Mesin dan
Peralatan

Kemampuan
Proses

SDM

Manajemen

Eksternal

...

...

...

...

...

...

...

...
1

...
...
1

Pengendalian Sentrifugasi
Elemen Faktor B

Elemen Faktor A
Mesin dan
Peralatan
Kemampuan
Proses
SDM
Manajemen
Eksternal

Mesin dan
Peralatan

Kemampuan
Proses

SDM

Manajemen

Eksternal

...

...

...

...

...

...

...

...
1

...
...
1

Lampiran 17. Kuesioner ECR Proses Produksi Gula Kristal

KUESIONER
PENGGUNAAN PROSES HIRARKI EQUIPMENT
CRITICALLY RATING DALAM SISTEM PENUNJANG
KEPUTUSAN PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA
KRISTAL DI PT JATITUJUH-MAJALENGKA

Tanggal Pengisian

: .................................................

Nama Responden

: .................................................

Pekerjaan Responden

: .................................................

Jabatan

: .................................................

Tanda Tangan

:
..................................................

Dilakukan Oleh:
Annastia Lohjayanti
F34102072

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

PETUNJUK PENGISIAN
III. UMUM
5. Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan
Kuesioner
6. Berikan penilaian terhadap komponen kritis pendukung
pengendalian proses produksi gula kristal dengan cara
mengisi lembar pengisian
7. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan tingkat
kepentingan/peran komponen dalam satu level yang berkaitan
dengan komponen-komponen level sebelumnya menggunakan
skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II.
8. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang
telah tersedia.
IV.

SKALA PENILAIAN
Definisi dari skala yang digunakan adalah dengan memberikan
penilaian menggunakan skala terukur, yaitu dari 1 9 dengan
keterangan sebagai berikut:
Misal:

Skala
1

Keterangan

:
:

Sangat tidak
aman
:
:

Sangat
merugikan
:
:

Sangat
lama
:
:

Sangat aman

Tidak
merugikan sama
sekali

Tidak lama

dll.

HIRARKI

EQUIPMENT
CRITICALLY RATING

SAFETY

EQUIPMENT
CRITICALLY
RATING

Penyebab Ledakan
Penyebab kenaikan
temperatur
Penyebab kenaikan
tegangan
Penyebab tertimpa/berat
Merusak bagian lain
Penyebab adanya racun

Life Support

- Kemungkinan terjadi
kerugian pada manusia
dan pabrik

Commercial

- Pengaruh terhadap
produksi

KEANDALAN

Kelengkapan data

Severity kondisi Operasi


Reliability

Vendor
Availability

- Ketersediaan akan
Vendor

Spare Part
Lead Time

- Lama waktu Pemesanan

Applicability
of Condition
Monitoring
Technique

Mean Down
Time

Lokasi equipment
Fasilitas monitoring
Parameter monitoring
Gangguan terhadap
operasi
Akurasi data
Keahlian petugas

- Lama
Overhaul

Jam Henti

- Banyak/lamanya jam
henti

Kapasitas

- Besarnya kapasitas
komponen tiap proses

TABEL PERBANDINGAN KRITERIA-KRITERIA ECR


i.

Keamanan
Indikator
Penyebab Ledakan
Penyebab kenaikan temperatur
Penyebab kenaikan tegangan
Penyebab tertimpa/berat
Merusak bagian lain dalam proses
Penyebab adanya racun

Nilai
...
...
...
...
...
...

Ket penilaian:
1

tidak menyebabkan ledakan/ kenaikan temperatur/ kenaikan

tegangan/ tertimpa/ berat/ kerusakan bagian lain/ racun

:
:
9

sangat berpengaruh dalam menyebabkan ledakan/ kenaikan temperatur/


kenaikan tegangan/ tertimpa/ berat/ kerusakan bagian lain/ racun

ii.

Keandalan
Indikator
Kelengkapan data
Severity (kerumitan) kondisi Operasi

Reliability

Nilai
...
...
...

Ket penilaian:
1
:

data sangat lengkap / kondisi operasi tidak rumit/ tidak andal

data tidak lengkap / kondisi operasi sangat rumit/ sangat andal

:
:
9

iii.

Applicability of Condition Monitoring Technique


Indikator
Lokasi equipment
Fasilitas monitoring
Parameter monitoring
Gangguan terhadap operasi
Akurasi data
Keahlian petugas

Nilai
...
...
...
...
...
...

Ket penilaian:
1

: lokasi sangat bagus /strategis untuk monitoring / fasilitas sangat banyak /


parameter sangat baik / gangguan tidak ada / data sangat akurat /petugas

:
:
:

sangat ahli

: lokasi tidak bagus /strategis untuk monitoring / fasilitas tidak tersedia /


parameter tidak baik / gangguan sangat banyak / data tidak akurat
/petugas tidak ahli

Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen


Tanggal

Jenis Komponen : Mesin Proses Gilingan


No.
1

KRITERIA
Keamanan

BOBOT
KRITERIA

KOMPONEN
Ledakan
Temperatur
Tegangan
Berat
Merusak bagian
lain
Racun

Life
Support

Commercial

Kemungkinan
terjadi kerugian
pada manusia dan
pabrik

Pengaruh
terhadap produksi
Kelengkapan data

Keandalan

Severity
kondisi Operasi

Reliability

Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time

Kebutuhan akan
Vendor
Lama waktu
Pemesanan
Lokasi equipment
Fasilitas

Applicabilit
y of
Condition
Monitoring
Technique

monitoring
Parameter

monitoring

Gangguan
terhadap operasi
Akurasi data
Keahlian petugas

Mean Down
Time

Jam henti

10

Kapasitas

Lama Overhaul
Banyak/lamanya
jam henti
Besarnya kapasitas
komponen tiap
proses

BOBOT
INDIKATOR

NILAI
INDIKATOR

PERKALIAN
INDIKATOR

KETERANGAN

Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen


Tanggal

Jenis Komponen : Mesin Proses Pemurnian


No.
1

KRITERIA
Keamanan

BOBOT
KRITERIA

KOMPONEN
Ledakan
Temperatur
Tegangan
Berat
Merusak bagian
lain
Racun

Life
Support

Commercial

Kemungkinan
terjadi kerugian
pada manusia dan
pabrik

Pengaruh
terhadap produksi
Kelengkapan data

Keandalan

Severity
kondisi Operasi

Reliability

Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time

Kebutuhan akan
Vendor
Lama waktu
Pemesanan
Lokasi equipment
Fasilitas

Applicabilit
y of
Condition
Monitoring
Technique

monitoring
Parameter

monitoring

Gangguan
terhadap operasi
Akurasi data
Keahlian petugas

Mean Down
Time

Jam henti

10

Kapasitas

Lama Overhaul

Banyak/lamanya
jam henti
Besarnya kapasitas
komponen tiap
proses

BOBOT
INDIKATOR

NILAI
INDIKATOR

PERKALIAN
INDIKATOR

KETERANGAN

Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen


Tanggal

Jenis Komponen : Mesin Proses Evaporasi (Penguapan)


No.
1

KRITERIA
Keamanan

BOBOT
KRITERIA

KOMPONEN
Ledakan
Temperatur
Tegangan
Berat
Merusak bagian
lain
Racun

Life
Support

Commercial

Kemungkinan
terjadi kerugian
pada manusia dan
pabrik

Pengaruh
terhadap produksi
Kelengkapan data

Keandalan

Severity
kondisi Operasi

Reliability

Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time

Kebutuhan akan
Vendor
Lama waktu
Pemesanan
Lokasi equipment
Fasilitas

Applicabilit
y of
Condition
Monitoring
Technique

monitoring
Parameter

monitoring

Gangguan
terhadap operasi
Akurasi data
Keahlian petugas

Mean Down
Time

Jam henti

10

Kapasitas

Lama Overhaul
Banyak/lamanya
jam henti
Besarnya kapasitas
komponen tiap
proses

BOBOT
INDIKATOR

NILAI
INDIKATOR

PERKALIAN
INDIKATOR

KETERANGAN

Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen


Tanggal

Jenis Komponen : Mesin Proses Kristalisasi (Masakan)


No.
1

KRITERIA
Keamanan

BOBOT

KOMPONEN

KRITERIA

Ledakan
Temperatur
Tegangan
Berat
Merusak bagian lain
Racun
Kemungkinan terjadi

Life Support

Commercial

kerugian pada
manusia dan pabrik
Pengaruh terhadap
produksi
Kelengkapan data

Keandalan

Severity
kondisi Operasi

Reliability
5

Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time

Kebutuhan akan
Vendor
Lama waktu
Pemesanan
Lokasi equipment
Fasilitas monitoring

Applicability
of Condition
Monitoring
Technique

Parameter

monitoring
Gangguan terhadap
operasi
Akurasi data
Keahlian petugas

Mean Down
Time

Lama Overhaul

Jam henti

Banyak/lamanya jam

10

Kapasitas

henti
Besarnya kapasitas
komponen tiap proses

BOBOT
INDIKATOR

NILAI
INDIKATOR

PERKALIAN
INDIKATOR

KETERANGAN

Tabel Check List Penentuan Bobot Komponen


Tanggal

Jenis Komponen : Mesin Proses Sentrifugasi (Putaran)


No.
1

KRITERIA
Keamanan

BOBOT
KRITERIA

KOMPONEN
Ledakan
Temperatur
Tegangan
Berat
Merusak bagian
lain
Racun

Life
Support
Commercial

Kemungkinan
terjadi kerugian
pada manusia dan
pabrik
Pengaruh
terhadap produksi
Kelengkapan data

Keandalan

Severity
kondisi Operasi

5
6

Vendor
Availability
Spare Part
Lead Time

Reliability

Kebutuhan akan
Vendor
Lama waktu
Pemesanan
Lokasi equipment
Fasilitas

Applicabilit
y of
Condition
Monitoring
Technique

monitoring
Parameter

monitoring

Gangguan
terhadap operasi
Akurasi data
Keahlian petugas

Mean Down
Time

Jam henti

10

Kapasitas

Lama Overhaul
Banyak/lamanya
jam henti
Besarnya kapasitas
komponen tiap
proses

BOBOT
INDIKATOR

NILAI
INDIKATOR

PERKALIAN
INDIKATOR

KETERANGAN

Lampiran 18. Petunjuk Penggunaan SWEETCON.PROSION

1. Tentang Program:
Program SWEETCON.PROSION dikembangkan untuk mengkaji keragaan
suatu pabrik gula dan sistem penunjang keputusan pengendalian proses
produksi gula Kristal. SWEETCON.PROSION dirancang dengan
menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 dan DEA for
Windows. Basis data yang dikembangkan terintegrasi dengan programprogram lain seperti Minitab 13.0, Microsoft Frontpage, dan Expert Choice 2000.
2. Persyaratan Instalasi:
Software:
Microsoft Visual Basic 6.0
DEA for Windows
Minitab 13.0
Microsoft Frontpage
Expert Choice 2000
Hardware:
Satu unit PC dengan minimal RAM 128 MB
Monitor dengan resolusi 1024x768 pixels
Sistem operasi Microsoft Windows 98/Windows 2000/Windows ME/Windows
XP
CD room dengan kecepatan 52x
Ruang kosong pada hardisk sebesar 5 MB
3. Instalasi program
Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam proses instalasi
SWEETCON.PROSION Untuk melakukan prosedur instalasi disediakan
sebuah CD yang berisi 3 (tiga) buah file, diantaranya: Sweetcon.cab,
setup.exe, dan setup.lst. Berikut adalah beberapa tahapan prosedur instalasi
SWEETCON.PROSION:
Hapus Versi Sebelumnya
Instalasi
tidak
dapat
menghapus
secara
otomatis
aplikasi
SWEETCON.PROSION yang telah terinstal pada waktu sebelumnya.
Lakukan penghapusan jika sebelumnya anda telah meng-instal Aplikasi
SWEETCON.PROSION
sesuai
prosedur
Menghapus
Aplikasi
SWEETCON.PROSION dari Windows.
Jalankan File Instalasi

Jalankan file instalasi SWEETCON.PROSION dengan meng-klik ganda


setup.exe pada direktori / drive dimana file ini ditempatkan. Ikuti semua
petunjuk yang ditayangkan pada proses selanjutnya, biasanya pengguna hanya
melakukan persetujuan dengan menekan tombol [Enter] pada setiap dialog
yang ditampilkan.
Update File System (Jika Diperlukan)
Untuk kasus tertentu terkadang sistem operasi harus melakukan prosedur
updating file system terlebih dahulu sebelum proses instalasi dilanjutkan. Tetapi
jangan khawatir, konfigurasi ini dilakukan secara otomatis, dan instalasi akan
meminta windows untuk di-restart sebelum progres dilanjutkan. Setujui
permintaan ini dengan menekan tombol [Enter], windows secara otomatis
akan melakukan booting ulang, jika tidak - lakukan booting ulang secara
manual. Ulangi lagi prosedur instalasi dari awal.
Instalasi Selesai
Jika proses instalasi berjalan dengan lancar, windows akan membuat program
group baru dengan nama SWEETCON.PROSION.
Untuk
mengaktifkannya, klik shortcut pada Start|Programs|Sweetcon.Prosion
System Files|Sweetcon.Prosion System Files.

4. Penggunaan Program
a. Program SWEETCON.PROSION dimulai dengan munculnya loading
splash sebagai berikut:

b. Setelah tampilan loading splash, untuk masuk kedalam menu utama


program maka harus terlebih dahulu mengisi password seperti tampilan
berikut:

c. Model Informasi
Model informasi berisikan informasi statis tentang proses umum
produksi gula, beserta mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses.

d. Model Kemampuan Proses


Model kemampuan proses digunakan untuk menilai kinerja masingmasing proses, yaitu dengan melihat besar variasi dan penyimpangannya.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengklik menu model
Komponen Kritis sehingga akan keluar tampilan seperti berikut:

Kemudian dipilih pada submenu yaitu salah satu stasiun proses yang akan
dinilai, misalnya pada stasiun gilingan akan muncul pilihan model yang
dapat dipilih. Misalkan dipilih model untuk menilai HK nira mentah,
kemudian tekan tombol klik disini untuk melanjutkan sehingga muncul
tampilan seperti berikut:

Lalu dimasukkan data 15 harian yang akan dievaluasi pada kolom pertama
dan dipilih menu Stat Control charts X-bar R yang akan
muncul dialog box seperti berikut:

Untuk mengisinya, dipilih Single column dan diisi dengan kolom yang
berisi data, yaitu C1, kemudian isi besar subgroup. Karena pada
penilaiannya menggunakan data 15 harian, maka diisi dengan 15 pada
Subgroup size, kemudian tekan tombol Estimate sehingga muncul
tampilan seperti :

Diklik pada button Subgroup size dan diisi dengan 15 lalu tekan OK.
Setelah kembali pada dialog box yang pertama, tekan OK lagi sehingga
muncul tampilan seperti:

Dari gambar dapat dilihat tingkat variasi dan tren data yang terbentuk dari
stasiun tersebut. Untuk melihat besar deviasi terhadap rata-rata proses,
dipilih menu Stat Quality tools Capability analysis
(Normal) sehingga muncul tampilan:

Kemudian diisi lagi kolom yang terdapat data yang akan dinilai, yaitu C1
dan Subgroup size sebesar 15. Setelah itu diisi batas bawah (Lower spec)
dan batas atas (upper spec) yang didapatkan pada diagram-X sebelumnya,
kemudian klik Options yang akan muncul tampilan seperti berikut:

Apabila pada perusahaan terdapat taget yang ingin dicapai, maka pada
target diisi dengan angka yang ditetapkan perusahaan, kemudian besar
sigma yang digunakan, apakah 3-sigma atau 6-sigma dan klik OK.
Setelah kembali pada dialog box sebelumnya, klik OK sehingga muncul
grafik seperti berikut:

Dari gambar dapat dilihat besar deviasi rata-rata proses dan kondisi
proses diantara target.
Setelah rata-rata proses dan deviasi didapatkan, program tersebut ditutup
untuk kembali pada menu utama model kemampuan proses pada

SWEETCON.PROSION. Kemudian dipilih submenu resume, yang akan


muncul tampilan berikut:

Pada resume, kemudian dimasukkan masing-masing rata-rata proses yang


telah dinilai sebelumnya pada kolom yang berwarna kuning, sehingga
secara otomatis pula sistem dapat menilai apakah proses tersebut
terkendali atau tidak. Apabila terkendali maka proses dapat dilanjutkan,
tetapi bila tidak terkendali maka para pengambil keputusan dapat
melakukan tindakan untuk mengatasinya.
e. Model Komponen Kritis
Model komponen kritis digunakan untuk menilai kekritisan komponen
(mesin dan peralatan) pendukung setiap stasiun proses. Diawali dengan
memilih menu model komponen kritis dan akan keluar tampilan seperti
berikut:

Kemudian dapat dipilih model yang akan dibobotkan berdasarkan


kuesioner yang telah diberi pembobotan oleh pakar ysng juga telah dirataratakan. Misalkan dipilih ECR Mesin lalu tekan klik disini untuk
melanjutkan dan akan muncul tampilan berikut:

Setelah dialog box muncul, isikan goal atau tujuan pembobotan dan klik
OK. Untuk membuat cabang-cabang dari goal tersebut adalah dengan
mengklik kanan pada goal dan pilih edit node, begitu juga node-node
dibawahnya.

Setelah itu dilakukan perbandingan berpasangan dengan mengklik pada


sehingga muncul tampilan dibawah ini. Kemudian isikan
gambar
masing-masing bobot. Apabila yang berwarna hitam adalah suatu angka
x maka yang berwarna merah adalah 1/x. dari tabel juga dapat dilihat
nilai inkonsistensinya.

Setelah dilakukan pembobotan pada masing-masing kriteria dan


alternatifnya, maka muncul tampilan akhir hasil pembobotan rata-rata
pakar seperti berikut:

Program pembobotan tersebut ditutup, kemudian kembali ke menu


model komponen kritis pada SWEETCON.PROSION dan dipilih
submenu ECR Keseluruhan sehingga muncul tampilan berikut:

Pada submenu ini terdapat tabel pembobotan kriteria, bobot indikator,


dan nilai indikator yang kesemuanya telah diberikan oleh pakar. Untuk
pembobotan kriteria dan indikator sebelumnya telah dianalisa pada
submodel Kritis Proses sebelumnya. Secara otomatis hasil perhitungan
didapatkan nilai ECR pada masing-masing komponen maupun resume
yang merupakan nilai kekritisan semua komponen.
f. Model Efisiensi Produksi
Model efisiensi proses produksi digunakan untuk melakukan perhitungan
efisiensi absolut dan efisiensi relatif proses produksi dengan
menggunakan indikator Barbiroli.
1) Model efisiensi absolut
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengklik menu
efisiensi produksi kemudian mengklik menu indikator. Tambahkan
satu persatu indikator yang akan digunakan lalu lanjutkan dengan
menekan tombol [Enter]. Tampilan akan terlihat seperti berikut:

Tambahkan aspek-aspek yang akan digunakan di dalam analisa yang


dilanjutkan dengan mengklik menu aspek lalu dilanjutkan dengan
menekan tombol [Enter]. Tampilan yang terlihat adalah:

Nilai input dari setiap aspek yang digunakan untuk masing-masing


indikator dimasukkan dengan mengklik menu input. Nilai yang
dimasukkan tidak boleh bernilai negatif. Tampilannya adalah sebagai
berikut:

Nilai output dari setiap aspek yang digunakan untuk masing-masing


indikator dimasukkan dengan cara mengklik menu output. Nilai yang
dimasukkan tidak boleh bernilai negatif. Tampilannya adalah sebagai
berikut:

2) Model efisiensi Relatif


Model efisiensi relatif merupakan suatu analisis yang didesain secara
spesifik untuk mengukur efisiensi relatif dari suatu unit produksi
dalam kondisi terdapat banyak output maupun banyak input. Untuk

melakukan analisis efisiensi relatif, klik menu Efisiensi Relatif yang


akan terlihat tampilan seperti berikut:

Selanjutnya mengklik tombol klik disini untuk melanjutkan. Program


DEA for Windows akan terpanggil pada program
SWEETCON.PROSION.
Data dimasukkan dengan mengklik menu edit, kemudian pilih insert
column dan insert row. Jumlah tabel dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan data. Lalu data dimasukkan kedalam baris dan kolom yang
sudah terbentuk.
Klik menu run dilanjutkan mengklik tombol select IO untuk
menentukan data yang bertindak sebagai input dan output lalu dipilih
select unit untuk menentukanindikator-indikator yang digunakan.
Setelah itu diklik tombol run dilanjutkan dengan execute. Pilih jenis
tabel dan keluaran yang diinginkan dan sesuaikan pengaturan lainnya
dilanjutkan dengan menekan tombol OK sehingga hasil perhitungan
efisiensi relative akan muncul seperti tampilan berikut:

g. Model Pengendalian Proses


Aplikasi model Pengendalian Proses menggunakan metode AHP dengan
penilaian fuzzy dalam rentang 1 (satu) sampai 9 (sembilan). Menu model
pengendalian proses dibagi lagi kedalam dua submenu, yaitu pembobotan
kriteria dan pembobotan alternatif yang keduanya dianalisa menggunakan
metode yang sama. Aplikasi model menggunakan proses hirarki analisa
memiliki 2 (dua) bagian panel dialog utama yaitu area struktur jaringan
yang merupakan halaman muka dan matriks pendapat pakar. Disamping
itu model ini dilengkapi dengan panel resume analisis serta beberapa
tombol perintah yang terdapat pada masing-masing panel. Visualisasi
halaman utama model AHP dapat dilihat dilihat pada tampilan berikut:
Kumpulan tombol perintah

Hirarki/layer

Elemen

Area struktur
jaringan

Grup elemen
Informasi hasil
analisis

Konektor

Informasi dokumen
aktif

Area struktur jaringan digunakan untuk menentukan struktur jaringan


dalam permasalahan yang dianalisa. Pada halaman ini pengguna dapat
melakukan penambahan atau penghapusan terhadap hirarki/ layer,
grup/sub layer, elemen, dan jaringan/koneksi antar elemen. Di samping
itu pengguna juga dapat melakukan bebera hal yang berkaitan dengan
dokumentasi diantaranya: membuat dokumen (permasalahan) baru;
membuka dokumen yang tersimpan pada media; menyimpan dokumen
aktif ke dalam bentuk file; mengatur ukuran kertas/kanvas; transfer
struktur jaringan ke memori dalam bentuk bitmap; menampilkan matriks
pendapat; melakukan agregasi vertical; dan menampilkan fasilitas bantuan
ini.
Secara hirarkis area struktur jaringan merupakan kumpulan dari satu atau
lebih layer/hirarki. Setiap layer/hirarki terdiri dari beberapa grup/sub
layer/slab yang masing masing merupakan kesatuan dari beberapa
elemen.
Sementara itu jaringan/koneksi merupakan hubungan
keterkaitan antara satu elemen dengan elemen lainnya pada layer/hirarki
yang berbeda. Sebuah elemen yang memiliki jaringan/koneksi kepada
elemen lain pada layer/hirarki di atasnya memberikan arti bahwa elemen
tersebut mempengaruhi. Sebaliknya jika elemen tersebut memiliki
jaringan/koneksi kepada elemen pada layer/hirarki di bawahnya, elemen
ini dipengaruhi.
Operasi Pada Layer/Hirarki
Layer atau hirarki merupakan kumpulan grub/sub layer, dengan demikian
sebelum pengguna melakukan operasi editing terhadap grup/sub layer
terlebih dahulu perlu dibuat sebuah layer/hirarki. Menambahkan
layer/hirarki pada area struktur jaringan dapat dilakukan dengan
menggunakan perintah Tambahkan layer baru. Arahkan pointer pada
tombol yang terletak pada kumpulan tombol perintah (bagian kanan atas
aplikasi), kemudian klik tombol ini sebuah layer/hirarki baru akan
dibuat dan ditempatkan pada posisi paling kanan setelah layer terakhir
dibuat.
Ada beberapa operasi yang dapat dilakukan pada layer/hirarki yang
dibuat diantaranya mengganti deskripsi layer/hirarki, menghapus layer
yang bersangkutan, menambahkan grup/sub layer, dan mengatur posisi
anggotanya (grup/sub layer). Semua pilihan operasi ini dapat diakses
dengan meng-klik tombol
pada layer. Visualisasi layer/hirarki beserta
beberapa pilihan operasi yang dapat digunakan diilustrasikan pada
Gambar 2.

Keterangan
layer/hirarki
Klik di sini untuk menampilkan menu utama
Mengganti deskripsi/keterangan layer/hirarki
Menghapus layer
Menambahkan grup/sub layer baru
Menyusun posisi grup/sub layer secara otomatis

Gambar 2. Layer/hirarki dan beberapa pilihan operasinya.


Mengganti deskripsi layer/hirarki
Desksipsi layer/hirarki dapat diganti sesuai kebutuhan seperti tujuan,
aktor, faktor, strategi dan seterusnya. Untuk mengganti deskripsi
layer/hirarki, aktifkan menu pilihan layer/hirarki dengan meng-klik
tombol
pada layer, kemudian pilih perintah Edit Keterangan Layer
Ini. Sekali perintah ini dijalankan, judul layer akan berubah menjadi
mode edit. Gantilah keterangan layer/hirarki sesuai keperluan kemudian
diakhiri dengan menekan [Enter] untuk menyetujui perubahan. Untuk
membatalkannya, tekan tombol [Esc] pada keyboard.
Persiapan
mengganti deskripsi layer/hirarki juga dapat diaktifkan dengan meng-klik
ganda judul layer/hirarki yang bersangkutan.
Menghapus layer/hirarki
Layer/hirarki dapat dihapus jika layer/hirarki ini tidak diperlukan. Klik
tombol
pada layer, kemudian pilih perintah Hapus Layer Ini. Perlu
diketahui bahwa penghapusan layer akan mengakibatkan semua grup/sub
layer beserta elemen elemen yang ada pada layer/hirarki ini akan
dihapus. Di samping itu penghapusan ini tidak dapat dibatalkan, karena
itu yakinkan terlebih dahulu sebelum melakukan operasi ini.
Menambahkan grup/sub layer pada layer/hirarki
Grup/sub layer dapat ditambahkan melalui operasi Tambahkan
Grup/Sub Layer pada menu pilihan layer. Arahkan pointer pada tombol
, kemudian klik tombol ini untuk menampilkan menu pilihan layer.
Pilihlah perintah yang bersesuaian untuk menambahkan.
Mengatur posisi grup secara otomatis
Posisi grup/sub layer yang terdapat pada sebuah layer/hirarki dapat
disusun secara otomatis. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan meng-klik
perintah Susun Kembali Posisi Semua Grup yang ada pada menu pilihan
layer.

Operasi Pada Grup/Sub Layer


Grup/sub layer yang merupakan anggota dari sebuah layer diartikan
sebagai kumpulan elemen elemen. Dengan demikian penambahan
elemen tidak dapat dilakukan sebelum grup/sub layer-nya dibuat.
Pembuatan grup/sub layer dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur
yang telah dijelaskan pada bagian operasi pada layer/hirarki.
Ada beberapa operasi dasar yang dapat dilakukan pada grup/sub layer ini
di antaranya mengganti deskripsi/keterangan sub layer, menghapus grup,
menambahkan elemen pada grup, dan mengkopi grup beserta elemen
elemennya ke memori. Operasi operasi ini dapat diakses dengan mengklik tombol
pada grup/sub layer.
Keterangan
grup/sub layer
Klik di sini untuk menampilkan pilihan grup/sub layer
Mengganti deskripsi/keterangan grup/sub layer
Menghapus grup/sub layer

Gambar 3. Visualisasi grup/sub


layer elemen
besertapada
pilihan
Menambahkan
grupoperasinya.
Mengkopi gambar grup & elemennya ke memori

Mengganti deskripsi grup/sub layer


Deskripsi atau keterangan dari sebuah grup dapat diganti sesuai
kebutuhan. Aktifkan pilihan grup/sub layer dengan mengklik tombol
pada grup/sub layer, kemudian pilih Edit Keterangan Grup/Sub Layer
Ini. Sekali perintah ini dijalankan, judul grup/sub layer berubah menjadi
mode edit. Gantilah deskripsi/keterangan sesuai keperluan kemudian
tekan [Enter] untuk menyetujui atau [Esc] untuk membatalkan.
Menghapus grup/sub layer
Grup/sub layer dapat dihapus jika tidak dipergunakan dalam analisa.
Aktifkan pilihan operasi grup/sub layer dengan meng-klik tombol
pada grup/sub layer, kemudian klik perintah Hapus Grup/sub Layer
Ini. Perlu diketahui bahwa kegiatan ini tidak dapat dibatalkan. Di
samping itu penghapusan grup/sub layer mengakibatkan semua elemen
yang ada pada grup/sub layer ini juga dihapus. Dengan demikian
yakinkan terlebih dahulu sebelum melakukan operasi ini.
Menambahkan elemen pada grup
Elemen pada grup/sub layer dapat ditambahkan melalui operasi
Tambahkan Elemen Pada Grup/Sub Layer Ini pada menu pilihan

grup/sub layer. Arahkan pointer di atas tombol


pada grup/sub layer,
kemudian klik tombol ini untuk menampilkan menu pilihan grup/sub
layer. Pilihlah perintah yang bersesuaian untuk menambahkan.
Mengkopi tampilan grup
Sebuah grup beserta elemen elemennya dapat dikopi ke memori untuk
kemudian digunakan pada aplikasi windows lainnya dalam bentuk bitmap.
Klik tombol
pada grup/sub layer untuk mengaktifkan pilihan operasi
grup/sub layer kemudian gunakan perintah Kopi Grup Ini Ke
Memori. Sekali perintah ini dijalankan, visualisasi grup beserta elemen
elemennya tersimpan di memori. Gunakan operasi Paste pada aplikasi
dimana laporan anda dibuat untuk menempelkan gambar ini.
Operasi pada Elemen dan Jaringannya
Secara taksis elemen merupakan entitas akhir dalam arsitektur jaringan
AHP. Elemen elemen berkumpul dalam sebuah grup/sub layer dan
grup/sub layer ini berkumpul dalam sebuah layer/hirarki. Elemen juga
merupakan objek terpenting dalam jaringan AHP, karena jaringan AHP
pada prinsipnya menghubungkan elemen elemen ini tanpa
memperhatikan grup/sub layer atau layer/hirarki-nya.
Beberapa operasi dasar yang dapat dilakukan terhadap sebuah elemen di
antaranya mengganti deskripsi/keterangan elemen, menghapus elemen,
menambahkan dan menghapus koneksi, menampilkan matriks pendapat,
dan memilih warna teks dan warna konektor. Penambahan elemen dapat
dilakukan dengan mengikuti prosedur pada bagian operasi pada grup/sub
layer
.
Keterangan
grup/sub layer
Klik kanan area elemen ini untuk menampilkan pilihan operasi elemen
Mengganti deskripsi/keterangan elemen
Menghapus elemen
Menambahkan elemen yang dipengaruhi
Menambahkan elemen yang mempengaruhi
Menghapus elemen yang dipengaruhi
Menghapus elemen yang mempengaruhi

Gambar 4. Visualisasi pilihan operasi pada objek elemen.


Mengganti deskripsi elemen
Deskripsi atau keterangan elemen dapat diganti sesuai keperluan analisa.
Aktifkan pilihan operasi elemen dengan meng-klik kanan elemen tersebut

kemudian klik perintah Edit Keterangan Elemen Ini. Pada dialog yang
ditampilkan, silahkan ganti deskripsi/keterangan elemen tersebut,
kemudian tekan [Enter] atau klik [OK] untuk melanjutkan dan tekan
[Esc] atau klik [Cancel] untuk membatalkan. Untuk meyakinkan hasil
editing anda, arahkan kembali pointer ke wilayah elemen tersebut, tunggu
beberapa saat sampai ditayangkan informasi singkat mengenai elemen ini.

Gambar 5. Visualisasi dialog editing deskripsi/keterangan elemen.


Menghapus elemen
Sebuah elemen dapat dihapus apabila tidak diperlukan dalam jaringan
AHP. Menghapus elemen dapat dilakukan dengan menggunakan
perintah yang disediakan pada menu pilihan elemen. Klik-kanan elemen
yang akan dihapus, kemudian klik perintah Hapus Elemen Ini. Perlu
diketahui bahwa perintah ini tidak dapat dibatalkan, yakinkan terlebih
dahulu bahwa elemen tersebut betul betul akan di hapus. Operasi
penghapusan elemen secara otomatis akan menghapus semua konektor
yang terhubung dengan elemen yang bersangkutan.
Menambah koneksi elemen
Koneksi antar elemen dapat dibuat dengan memberikan perintah
Tambahkan koneksi dari elemen... atau Tambahkan koneksi ke
elemen.... Kedua perintah ini terdapat pada menu pilihan elemen.
Aktifkan menu pilihan elemen dengan cara meng-klik kanan elemennya,
kemudian klik perintah yang bersesuaian. Perintah Tambahkan koneksi
dari elemen... artinya menambahkan elemen elemen yang dipengaruhi,
dan perintah Tambahkan koneksi ke elemen... berarti menambahkan
elemen elemen yang mempengaruhi elemen tersebut. Koneksi antar
elemen ditandai dengan adanya sebuah garis penghubung atara dua
elemen tersebut.
Penambahan konektor antar elemen juga dapat dilakukan dengan cara
melakukan operasi drag drop. Seretlah elemen yang dipengaruhi ke
elemen lain yang mempengaruhinya. Jika berhasil / diperbolehkan,
konektor akan dibuat.

Menghapus koneksi antar elemen


Koneksi antara dua elemen dapat dihapus apabila tidak diperlukan.
Aktifkan menu pilihan operasi elemen dengan cara meng-klik kanan salah
satu elemen yang berhubungan kemudian klik perintah yang bersesuaian.
Untuk menghapus koneksi ke elemen sebelumnya (elemen yang
dipengaruhi) gunakan perintah Hapus Koneksi dari Elemen dan
untuk menghapus koneksi ke elemen berikutnya (elemen yang
mempengaruhi) gunakan perintah Hapus Koneksi Ke Elemen.
Perlu diketahui bahwa penghapusan konektor ini akan menghapus
beberapa data penilaian pakar pada matriks pendapat karena matriks
pendapat sebetulnya dibuat berdasarkan koneksi yang terbentuk antara
beberapa elemen. Di samping itu operasi ini tidak dapat dibatalkan,
karena itu yakinkan terlebih dahulu jika anda akan menghapusnya.
Menampilkan matriks pendapat
Untuk menampilkan matriks pendapat pakar yang mempengaruhi sebuah
elemen, pengguna dapat menggunakan perintah yang disediakan pada
menu pilihan operasi elemen. Klik kanan elemen tersebut kemudian
pilih perintah Tampilkan Matriks Pendapat Pakar Terhadap Elemen x, x
adalah elemen anda pilih. Petunjuk operasional pada matriks pendapat
pakar dibahas khusus pada bagian Matriks Pendapat Pakar.
Mengatur warna teks dan konektor
Warna teks pada elemen dan warna konektor antar elemen dapat diganti
sesuai selera pengguna. Perintah perintah ini disediakan pada menu
pilihan operasi elemen yang dapat ditayangkan dengan meng-klik kanan
elemen yang bersangkutan.
Untuk mengganti warna teks pada elemen, gunakan perintah Memilih
Warna Huruf dan Konektor|Pilih Warna Huruf.... Pada dialog yang
ditampilkan, pilihlah warna sesuai selera kemudian klik [OK] untuk
menyetujui atau [Esc] untuk membatalkan. Jika dialog pilihan warna teks
ini disetujui maka warna teks akan berubah sesuai pilihan anda.
Warna konektor juga dapat diganti sesuai selera pengguna. Klik kanan
elemen yang merupakan awal koneksi kemudian gunakan perintah
Memilih Warna Huruf dan Konektor|Pilih Warna Konektor.... Pada
dialog yang ditampilkan pilihlah warna sesuai selera kemudian klik [OK]
untuk menyetujui atau [Esc] untuk membatalkan. Jika dialog pilihan
warna ini disetujui, maka semua konektor yang berasal dari elemen ini
(menuju elemen elemen pada layer/hirarki yang lebih tinggi) warnanya
akan diganti sesuai pilihan pengguna.

Pilihlah salah satu warna


yang tersedia pada dialog
ini

Klik di sini untuk


menampilkan warna
lainnya

Klik di sini untuk


melanjutkan

Klik di sini untuk


membatalkan

Gambar 6. Dialog Pilihan Warna Teks dan Konektor.


Panel Resume Analisis
Panel resume analisis digunakan sebagai panel hasil agregasi pendapat
pakar secara vertikal. Panel ini terletak pada bagian kanan aplikasi seperti
tampak pada Gambar 7.
Ada dua perintah yang dapat
digunakan oleh pengguna pada panel
resume analisis ini yaitu mengkopi
Kopi resume ke memori
resume ke memori dan menutup
Tutup panel resume
resume analisis.
Panel resume
analisis hanya dapat dimunculkan
Gambar 7. Visualisasi Panel
sesaat setelah proses agregasi selesai
Resume Analisis.
dilakukan, karena itu jika panel ini
tidak tampak maka lakukan proses agregasi.
Hasil pengolahan AHP yang ditayangkan pada panel resume analisis
dapat dikopi ke memori dalam bentuk bitmap untuk keperluan reporting.
Arahkan pointer menuju tombol
kemudian klik tombol ini, resume
analisis akan disimpan dalam memori. Gunakan operasi Paste pada
aplikasi reporting anda (Microsoft Word misalnya) untuk menempelkan
gambar resume ini. Resume analisis dapat dihilangkan apabila tidak
diperlukan (misalnya area struktur jaringan terlalu kecil). Klik tombol
pada panel resume analisis untuk menghilangkannya.
Matriks Pendapat Pakar
Matriks pendapat pakar merupakan lembar pengisian pendapat pakar
mengenai pengaruh elemen elemen terhadap elemen lainnya yang
berada pada hirarki yang lebih tinggi. Penilaian ini mencerminkan

kekuatan perbandingan kekuatan 2 (dua) buah elemen terhadap elemen


lain yang dipengaruhinya, karena itu dialog pendapat pakar disajikan
dalam bentuk matriks.
Kopi semua pendapat ke memori
Tambahkan responden baru
Tutup matriks pendapat
Kopi pendapat ke memori
Informasi Pakar

Informasi Konsistensi
Pendapat

Pendapat Agregat dari Keseluruhan


Pakar

Informasi mengenai elemen yang


berpengaruh

Gambar 8. Visualisasi Matriks Pendapat Pakar.


Halaman matriks pendapat pakar terdiri dari dua bagian utama yaitu
matriks pendapat individu dan matriks pendapat agregat. Matriks
pendapat individu adalah matriks pendapat dimana pengguna dapat
melakukan input data berdasarkan hasil pengamatan. Matriks pendapat
individu terletak pada bagian kiri layar dan terdiri dari satu atau lebih
matriks yang disediakan untuk satu atau lebih responden. Di sisi lain
(sebelah kanan) terdapat sebuah matriks pendapat yang merupakan
matriks pendapat agregat.
Menambah dan Menghapus Matriks Pendapat
Secara default model AHP menyediakan sebuah matriks yakni untuk
seorang responden/pakar. Akan tetapi pakar/responden ini dapat
ditambah atau dikurangi sesuai keperluan.
Untuk menambahkan responden, arahkan pointer pada tombol
yang
terletak di sebelah kanan atas halaman matriks pendapat. Klik tombol ini
sebuah matriks baru ditambahkan dengan nama responden/pakar yang
secara default diberikan inisial R. Gantilah informasi responden/pakar
ini sesuai keperluan dengan menggunakan prosedur mengganti informasi
responden.
Untuk menghapus pendapat pakar, gunakan perintah Hapus Matriks
Pendapat Ini. Arahkan pointer di atas tombol
yang terdapat pada
baris terbawah matriks pendapat yang bersangkutan. Klik tombol ini
pendapat pakar akan dihapus. Perlu diketahui bahwa perintah ini tidak
dapat dibatalkan, yakinkan terlebih dahulu sebelum anda menghapusnya.

Mengganti Informasi Responden


Informasi responden dapat diganti sesuai keperluan pengguna. Klik
ganda pada area informasi responden kemudian masukan informasi
responden sesuai keperluan. Tekan [Enter] untuk menyetujui atau [Esc]
untuk membatalkan. Catatan : Dianjurkan untuk memberikan informasi
responden yang unik dan singkat untuk menghindari kemungkinan
konfliknya variabel dalam sistem.
Mengkopi Pendapat ke Memori
Pendapat pakar dapat dikopi ke memori windows dalam bentuk bitmap.
Fasilitas ini dirancang khusus untuk keperluan reporting atau
dokumentasi lainnya. Untuk mengkopi pendapat masing masing pakar,
arahkan pointer pada tombol
Kopi matriks pendapat ke memori
yang terdapat pada baris terbawah matriks pendapat yang bersangkutan.
Klik tombol ini, pendapat akan disimpan dalam memori untuk kemudian
digunakan pada aplikasi windows lainnya. Untuk mengkopi semua
pendapat sekaligus, gunakan tombol kopi yang terdapat pada bagian
kanan atas halaman matriks pendapat.
Melakukan Prosedur Agregasi Horisontal
Agregasi horisontal merupakan serangkaian prosedur iteratif untuk
menghasilkan vektor yang stasioner (lamda maksimum). Prosedur ini
pada prinsipnya melibatkan operasi perkalian matriks berulang sehingga
menghasilkan nilai vektor dalam ketelitian 4 (empat) desimal. Klik
tombol
pada matriks pendapat untuk melakukan prosedur agregasi.
Hasil perhitungannya ditayangkan dalam kolom vektor. Perintah ini juga
melibatkan perhitungan agregat dari pendapat pendapat pakar dengan
menggunakan rata rata geometris, hasilnya ditayangkan pada matriks
pendapat agregat (matriks pendapat yang ditempatkan pada bagian kanan
halaman).
Matriks Pendapat dan Vektor Prioritas
Pengisian matriks pendapat terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu pengisian
pendapat dengan membandingkan masing masing elemen (non direct)
dan pengisian secara langsung (direct). Pengisian pendapat non direct
dilakukan dengan cara membandingkan kekuatan pengaruh antar elemen
pada baris terhadap elemen elemen pada kolom. Apabila pengaruh
elemen baris lebih besar dari pada pada kolom maka nilai yang diberikan
adalah x, sebaliknya jika elemen kolom lebih besar daripada elemen baris
maka nilai yang diberikan adalah 1/x. x didefinisikan sebagai tingkat
kekuatan pengaruh yang nilainya antara 1 dan 9.
Untuk pengisian pendapat non direct, arahkan pointer pada tombol

pada sel yang diperbandingkan, kemudian klik tombol ini.

Pada menu
penilaian yang muncul disediakan beberapa pilihan nilai, klik salah satu

perintah sesuai penilaian pakar terhadap sel tersebut. Tidak semua sel
diperbolehkan untuk diisi karena secara beberapa sel akan diisi secara
otomatis. Untuk diagonal utama misalnya secara otomatis akan diberi
nilai 1 (satu) dan untuk diagonal yang berlawanan akan diberi nilai inversi
dari data masukan.

Aktifkan ceklis ini jika pendapat direct


Klik ganda di kolom ini untuk penilaian
direct

Klik tombol ini untuk


menampilkan pilihan nilai

Gambar 9. Visualisasi Penilaian Matriks Pendapat Pakar


Pendapat direct dimaksudkan untuk mengisi pendapat pakar secara
langsung tanpa membandingkan antara elemen elemennya. Dengan
demikian penilaian kekuatan diberikan secara langsung oleh pengguna
dengan memasukan nilai numerik. Perhitungan vektor untuk pendapat
direct disini cukup sederhana yaitu dengan membuat proporsi dari nilai
totalnya.
Untuk penilaian direct dari sebuah elemen dapat dilakukan dengan cara
meng-klik ganda kolom Direct pada baris yang bersesuaian dengan
elemennya. Masukkan penilaian sesuai pengamatan kemudian tekan
[Enter] untuk melanjutkan atau [Esc] untuk membatalkan.
Menutup Halaman Matriks Pendapat
Menutup halaman matriks pendapat pakar untuk kembali ke halaman
utama dapat dilakukan dengan cara mengklik tombol sebelah kanan
halaman matriks pendapat. Arahkan pointer pada tombol tersebut,
kemudian lakukan klik kiri pada mouse anda.
Informasi Elemen Elemen Yang Berpengaruh
Informasi elemen pada baris dan kolom yang ditampilkan hanya berupa
nomor elemen dan bukan informasi elemen sebenarnya. Informasi
elemen elemen ini diletakan pada bagian bawah kanan atau setelah
matriks pendapat agregat.
Interpretasi Pendapat Direct dan Non Direct
Bagaimana pendapat direct dan non direct digunakan dalam pengolahan
vertikal ?.
Pada agregasi/pengolahan vertikal pendapat yang
diperhitungkan adalah pendapat geometris dari keseluruhan pakar.
Pendapat ini tergantung dari opsi yang ditetapkan pengguna pada saat
pengisian matriks pendapat. Jika semua opsi Direct? yang ada pada

matriks pendapat diaktifkan, maka nilai yang diagregasi adalah nilai nilai
direct-nya. Sementara jika salah satu dari pendapat opsi Direct ?
dimatikan maka agregasi yang dilakukan adalah agregasi terhadap
penilaian non direct. Dengan demikian agregasi direct pada proses
pengolahan vertikal ini hanya dilakukan apabila semua opsi Direct ?
pada matriks pendapat diaktifkan.
Tombol Perintah Utama
Pada halaman utama aplikasi ini disediakan sebuah kumpulan tombol
perintah yang diletakkan pada bagian kanan atas aplikasi. Kumpulan
tombol perintah ini dirancang untuk beberapa kepentingan diantaranya
utilitas
dokumentasi,
setting
halaman/kanvas,
menambahkan
layer/hirarki, melakukan agregasi vertikal, dan menampilkan petunjuk
teknis penggunaan aplikasi. Berikut adalah visualisasi dan keterangan
singkat mengenai kumpulan tombol perintah utama.

Petunjuk teknis penggunaan


Lakukan agregasi pengolahan
Menambahkan layer/hirarki baru
Setting ukuran halaman/kanvas
Mengkopi struktur jaringan ke
Menyimpan dokumen aktif
Membuka dokumen
Membuat dokumen baru

Gambar 10. Kumpulan tombol perintah utama


Membuat Dokumen Baru
Membuat dokumen baru merupakan perintah yang dapat digunakan
untuk mengosongkan lembar kerja dan membuat struktur jaringan yang
betul betul baru. Arahkan pointer di atas tombol
yang terdapat
pada kumpulan tombol perintah, kemudian klik tombol ini lembar
kerja/area struktur jaringan akan dikosongkan dan database baru akan
dibuat.
Membuka Dokumen
Aplikasi model Analisis Hirarki Proses menyediakan fasilitas untuk
membuka dokumen yang sebelumya telah tersimpan dalam media
penyimpan seperti hard disk, floppy disk, flash disk, dan sejenisnya. Klik
tombol
(membuka dokumen) yang terdapat pada kumpulan tombol
perintah utama kemudian pengguna diminta untuk menentukan nama
dokumen yang akan dibuka. Silahkan tentukan lokasi dimana dokumen
tersebut diletakkan kemudian klik [Open] atau tekan [Enter] untuk
melanjutkan. Untuk membatalkan, klik tombol [Cancel] atau tekan [Esc]

pada keyboard. Semua dokumen Analisis Hirarki Proses secara default


disimpan dalam file berekstensi *.eatp. Visualisasi Dialog pembukaan
dokumen dapat dilihat pada Gambar 11.

Pilih lokasi file di sini

Klik nama file yang akan


dibuka
Klik di sini untuk melanjutkan
Klik di sini untuk membatalkan

Gambar 11. Visualisasi dialog membuka dokumen


Menyimpan dokumen aktif
Ada kemungkinan pengguna tidak dapat melanjutkan pekerjaan karena
satu dan lain hal sementara simulasi atau bahkan entri data belum selesai.
Dalam kondisi ini pengguna dapan menunda pekerjaan tersebut
kemudian dilanjutkan pada kesempatan lain. Simpanlah dokumen
tersebut dalam bentuk file. Klik tombol
(Menimpan dokumen aktif)
yang terletak pada kumpulan tombol perintah utama. Jika dokumen yang
sedang aktif belum memiliki nama dokumen, maka dialog permintaan
nama dokumen akan ditampilkan. Tetapkan lokasi dan nama dokumen
pada dialog tersebut, kemudian klik [OK] atau tekan [Enter] untuk
melanjutkan dan klik [OK] atau tekan [Esc] untuk membatalkan. Jika
dokumen tersebut sudah mempunyai nama file, sistem tidak lagi meminta
nama dokumen.

Pilih lokasi file di sini

Tuliskan nama file di sini


Klik di sini untuk melanjutkan
Klik di sini untuk membatalkan

Gambar 12. Dialog menyimpan dokumen


Kopi ke memori
Untuk keperluan laporan mengenai struktur jaringan dan vektor
vektornya, pengguna dapat menggunakan fasilitas kopi struktur jaringan
ke memori. Perintah ini digunakan untuk mengkopi struktur jaringan ke
memori untuk kemudian ditempelkan pada aplikasi pelaporan lain seperti
Microsoft Word, Microsoft Excel, Microsoft Powerpoint, dan sejenisnya. Klik
tombol yang bertanda
yang diletakkan pada kumpulan tombol
perintah utama, struktur jaringan beserta vektor vektornya otomatis
tersimpan di memori dalam bentuk bitmap. Gunakan fasilitas Paste pada
aplikasi pelaporan anda untuk menempelkan struktur jaringan ini.
Setting ukuran halaman/kanvas
Ukuran kertas/halaman/lembar kerja struktur jaringan dapat diubah
sesuai keperluan. Gunakan perintah
(Setting ukuran kertas/kanvas),
kemudian pada dialog yang ditampilkan silahkan pilih jenis kertas sesuai
keinginan anda. Jika jenis kertas tidak tersedia, pengguna dapat
menentukan ukuran kertas secara manual dalam satuan cm. untuk
menyetujui perubahan ukuran kertas/kanvas, klik [Lanjut] atau tekan
[Enter], dan untuk membatalkannya klik [Batal] atau tekan [Esc] pada
keyboard.
Klik di sini untuk
melanjutkan
Klik di sini untuk
membatalkan
Ceklis ini menunjukkan bahwa
dimensi horisontal ditukar dengan
vertikal dan sebaliknya

Gambar 13. Visualisasi pilihan ukuran kertas

Menambahkan layer/hirarki baru


Tombol berikutnya yang disediakan pada kumpulan tombol perintah
adalah tombol yang dapat digunakan untuk menambahkan layer/hirarki
baru ( ). Klik tombol tersebut jika anda ingin menambahkan
layer/hirarki baru, sebuah layer baru akan dibuat dan ditempatkan pada
kolom paling kanan dalam struktur jaringan.
Melakukan prosedur agregasi vertikal
Agregasi vertikal merupakan prosedur yang digunakan untuk menghitung
nilainilai vektor semua elemen yang terlibat dalam analisis. Untuk
melakukan prosedur agregasi vertikal, model AHP menyediakan sebuah
tombol yang ditempatkan pada kumpulan tombol perintah utama.
Arahkan pointer pada tombol yang bertanda , kemudian klik tombol
ini. Silahkan tunggu beberapa saat lamanya sampai pointer berubah
dalam posisi normal dan informasi vektor semua elemen telah
ditampilkan.
Menampilkan petunjuk teknis penggunaan aplikasi
Untuk menampilkan petunjuk teknis penggunaan model, pengguna dapat
meng-klik tombol perintah yang bertanda
pada kumpulan tombol
perintah utama. Petunjuk penggunaan ini akan ditampilkan pada aplikasi
windows help.

Anda mungkin juga menyukai