Anda di halaman 1dari 14

BAB III

PENGARUH PENGGUNAAN OBAT ANTI INFLAMASI NON STEROID PADA


KESUBURAN WANITA DITINJAU DARI ISLAM

3.1 Infertilitas Ditinjau dari Islam


Hipokampus merupakan salah satu bagian dari otak besar manusia (khususnya sistem
limbik). Bagian otak ini berperan pada kegiatan mengingat (memori), kognitif dan juga
regulasi emosi (Mikail, 2011). Dalam Islam, ketika otak bekerja dan salah satu kerja otak itu
adalah berpikir, maka otak yang bekerja atau berfungsi tersebut disebut akal (Hasanudin,
2009). Otak dan akal adalah pusat aktifitas pikiran manusia berada. Seluruh peradaban
manusia pun dihasilkan oleh kedua hal ini. Itu pula, kenapa dunia binatang tidak memiliki
peradaban seperti manusiatidak punya sains, teknologi, seni budaya, bahkan agama
(Anonim-B, 2013). Bicara tentang otak dan akal, Al-Quran memiliki cakupan yang luas
tentang otak dan akal, seperti pada ayat berikut ini :

Artinya :Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Q.S Ali Imran (3) : 190)
Akal berasal dari bahasa Arab al-aql atau aqala. Lafadz aql berasal dari kata
aqala yaqilu-aqlan yang berarti habasa (menahan, mengikat), berarti juga ayada
(mengokohkan); serta arti lainnya adalah fahima (memahami). Lafaz aql juga disebut
dengan al-qalb (hati). Disebut aql (akal) karena akal itu mengikat pemiliknya dari
kehancuran, maka orang yang berakal (aqil) adalah orang-orang yang dapat menahan
amarahnya dan mengendalikan hawa nafsunya (Dasuki, 1993).

Kata dasar al aql tidak ditemui dalam Al-Quran. Dipakai sebagai kata kerja sebanyak
49 kali, yaitu penyebutan 1 kali dalam bentuk lampau dan 48 kali dalam bentuk sekarang.
Penyebutannya meliputi : aqluh 1 kali, taqiluun 24 kali, naqil 1 kali, yaqiluhaa 1 kali dan
yaqiluun 22 kali (Pasiak, 2007).
Menurut Harun Nasution, kata aqala mengandung arti mengerti, memahami dan
berpikir. Izutsu menambahkan bahwa kata aql masuk ke dalam filsafat Islam dan mengalami
perubahan arti. Dengan pengaruh masuknya filsafat Yunani ke dalam filsafat Islam, kata
al-aql mengandung arti sama dengan nous. Dalam filsafat Yunani, nous mengandung arti
daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia (Hasanudin 2009).

Artinya :Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (QS Al-Ankabut (29) : 43)
Dengan demikian, kemampuan pemahaman dan pemikiran tidak melalui al-qalb yang
berpusat di dada, tetapi melalui al-aql yang berpusat di kepala (Hasanudin 2009).
Endang Saefuddin Anshori (Hasanudin, 2009) mendefinisikan akal adalah suatu
potensi ruhaniah manusia yang berkesanggupan untuk mengerti sedikit secara teoritis realistis
kosmis yang mengelilinginya, dalam mana ia sendiri juga termasuk, dan untuk secara praktis
merubah dan mempengaruhinya. Dari pengertian tersebut, akal dapat diartikan sebagai
potensi ruhaniah yang terdapat dalam manusia yang berkemampuan mengetahui, mengingat,
berangan-angan dan memahami suatu realitas kosmis dan mampu merubahnnya.
Al-Quran menjelaskan bahwa orang-orang yang berakal adalah orang-orang yang
memadukan fungsi antara pikiran (korteks) dan perasaan (sistem limbik) secara maksimum,
sehingga ketika memperoleh keyakinan (kesimpulan tertinggi berupa keimanan) bakal
menggetarkan jantung-hati (qalb), yang berada di dalam dada. Memang dalam kaitan antara

akal dan qalbu sering dilakukan oleh para ilmuwan-ilmuwan muslim, karena dalam proses
berpikir memang saling berhubungan dengan qalbu (Anonim-B, 2013).
Istilah akal seringkali disamakan dengan istilah otak atau ratio. Meskipun
keduanya merujuk adanya persamaan, tetapi juga mengandung perbedaan yang cukup
mendasar. Pengertian otak misalnya adalah merujuk pada materi (jaringan saraf yang
lembut) yang terdapat dalam tempurung kepala. Di samping terdapat pada manusia, otak juga
terdapat pada binatang. Beda halnya akal hanya terdapat pada manusia, manusia bisa saja
berotak tetapi tidak berakal seperti orang gila (Dasuki, 1993).
Para filosof muslim sepakat bahwa akal sebagai daya berpikir manusia yang terletak
di kepala dibagi menjadi dua, yaitu akal praktis dan akal teoritis. Akal praktis adalah akal
yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indera pengingat, sedangkan akal
teoritis adalah menangkap arti-arti murni, yaitu arti-arti yang tidak pernah ada dalam materi,
seperti Tuhan, roh dan malaikat (Kartanegara M, 2003).
Imam al-Syatibi menyatakan, seluruh umat sepakat bahwa syariat Islam dibangun
untuk menjaga lima dlaruriyyah yaitu memelihara agama (hifzh al-Din), memelihara jiwa
(hifzh al-Nafs), memelihara akal (hifzh al-aql), memelihara keturunan (hifzh al-Nasl) dan
memelihara harta (hifzh al-Mal). Islam sangat menekankan pemeliharaan akal. Akal
diposisikan sebagai sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan insani. Manusia
dimuliakan dari makhluk lain karena eksistensi akalnya. Akal diberikan kebebasan untuk
memahami, memikirkan dan menggunakan dalil atau bukti logis dan menolak taqlid buta.
Dianjurkan menjaga kecerdasannya, baik secara fisik seperti asupan gizi yang halal dan baik
maupun psikis melalui pendidikan yang baik, khususnya pendidikan keagamaan (Zuhroni,
2010).
3.2 Bayi Tabung Ditinjau dari Islam
3.2.1 Definisi Bayi Tabung Ditinjau dari Islam

Secara etimologi, hadhanah berasal dari akar bahasa Arab yang berarti mengasuh,
merawat, memeluk (Munawir, 1997). Menurut ahli fiqh, sebagaimana dikutip oleh Abu Bakar
al-Jabir, memberikan arti hadhanah sebagai usaha memelihara anak dari segala macam
bahaya yang mungkin menimpanya,
mengusahakan pendidikannya

menjaga kesehatan jasmani maupun rohaninya,

hingga ia sanggup berdiri sendiri menghadapi kehidupan

sebagai seorang muslim (Subkhan, 2009).


Anak dirumuskan dalam Al-Quran adalah suatu perhiasan di dunia :

Artinya : Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan
yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan. (Q.S Al-Kahfi (18) : 46)
Sebagaimana telah diketahui bahwa pemeliharaan anak merupakan tanggung jawab
kedua orang tuanya (suami istri) (Subkhan, 2009). Dasar hukum pengasuhan anak, tercantum
dalam Al-Quran :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (Q.S At-Tahrim (66) : 6).
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa para orang tua diperintahkan oleh Allah
swt untuk menjaga keluarganya, dimana keluarga dalam hal ini ialah anak, dari api neraka

dengan berusaha menanamkan nilai-nilai yang baik di dalam keluarga itu sendiri agar seluruh
anggota keluarga dapat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
3.2.2 Hukum Penggunaan Teknologi Reproduksi Manusia
Bagi seorang

hadhinah

(pengasuh) yang menangani dan menyelenggarakan

kepentingan anak kecil yang di asuhnya yaitu adanya kecukupan dan kecakapan yang
memerlukan syarat-syarat tertentu. Jika syarat-syarat tertentu ini tidak dipenuhi satu saja
maka gugurlah kebolehan menyelenggarakan hadhanah-nya. Adapun syarat-syaratnya itu
adalah (Subkhan, 2009) :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Berakal sehat
Dewasa (baligh)
Mampu mendidik
Amanah dan berbudi
Islam
Keadaan wanita (ibu) belum kawin
Merdeka
Sebagian ahli Fiqh berpendapat bahwa pengasuhan anak yang paling baik adalah

apabila dilaksanakan oleh kedua orang tuanya yang masih terikat oleh tali perkawinan.
Apabila kedua orang tuanya sudah bercerai maka dikembalikan pada peraturan yang ada
(Subkhan, 2009).
Tugas mengasuh lebih diutamakan pada ibunya sampai anak itu mumayyiz. Setelah
anak mumayyiz maka anak tersebut diserahkan kepada pihak yang lebih mampu, baik dari
segi ekonomi maupun dari segi pendidikan diantara keduanya. Jikalau keduanya mempunyai
kemampuan yang sama maka anak itu diberi hak untuk memilih yang mana di antara kedua,
ayah dan ibunya yang ia sukai untuk tinggal bersama. Apabila orang yang menempati urutan
terdahulu terdapat suatu halangan yang mencegahnya dari hak hadhanah, maka hak tersebut
berpindah kepada orang yang menempati urutan berikutnya (Subkhan, 2009).
Seperti yang ditulis dalam Mugniyyah MJ, menurut Ulama Syafiiyyah urutan orang
yang berhak hadhanah adalah ibu, kemudian ibunya ibu, apabila tidak ada, dengan syarat ada

hubungan waris, kemudian bapak, kemudian ibunya bapak, apabila tidak ada dengan syarat
ada hubungan waris kemudian kerabat dekat dari arah perempuan, kemudian kerabat dekat
dari arah laki-laki (Subkhan, 2009)
Sedangkan menurut Ulama Hanafiyyah adalah pindahnya hak hadhanah dari ibu
kepada ibunya ibu, kemudian ibunya bapak, kemudian saudara perempuan sekandung,
kemudian saudara perempuan seibu, kemudian saudara perempuan sebapak, kemudian anak
perempuan saudara perempuan sekandung, kemudian anak perempuan saudara perempuan
seibu demikian itu hingga sampai kepada bibi (darah ibu) dan bibi (dari ayah) (Subkhan,
2009).
Dan menurut Ulama Malikiyyah pindahnya (hak hadhanah) dari ibu kepada ibunya
ibu, jika tidak ada kemudian bibi dari ibu sekandung kemudian bibi dari ibu yang seibu,
kemudian bibinya ibu (dari arah ibu), kemudian bibinya ibu (dari ayah), kemudian ibu ibunya
bapak, kemudian ibunya bapaknya bapak dan seterusnya (Subkhan, 2009).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa urutan yang berhak hadhanah
ini dianjurkan adalah seorang ibu atau wanita. Hal ini dapat diartikan bahwa memang di
dalam diri seorang ibu atau wanita memiliki sifat-sifat tertentu yang umumnya tidak dimiliki
oleh ayah ataupun laki-laki seperti perasa, halus, lembut dan penuh kasih sayang.
3.2.3 Alasan Bolehnya Bayi Tabung
Penanaman iman kepada Allah harus dilakukan sejak anak masih kecil, bahkan
sebenarnya tugas orang tua dalam menanamkan keimanan sudah dilakukan ketika memilih
pasangan hidup, menikah secara Islam, etika hubungan suami istri mengikuti cara-cara yang
dicontohkan Rasulullah SAW (Muhyani, 2012).
Tanggung jawab orang tua pada pendidikan anak dimulai ketika anak baru lahir. Nabi
Muhammad SAW sangat menganjurkan pada orang tua untuk melaksanakan kegiatan yang
berkenaan dengan kelahiran bayi. Kegiatan-kegiatan ini adalah (Mahmud dkk, 2013) :

1) Menyambut dengan berita gembira


Islam mengajarkan agar anak yang baru dilahirkan disambut dengan gembira, juga
dianjurkan agar menggembirakan dan membahagiakan seseorang yang melahirkan anak. Hal
ini dimaksudkan untuk membangun dan menguatkan ikatan persaudaraan di antara sesama
muslim. Selain itu, dianjurkan untuk mendoakan ibu dan bayinya.
2) Membisikkan adzan dan iqamah di telinga bayi
Salah satu bentuk pendidikan awal bagi anak adalah membacakan adzan pada telinga
sebelah kanan dan iqamah pada telinga sebelah kiri ketika lahir. Berdasarkan kesepakatan
para ulama, bahwa mengumandangkan adzan dan iqamah pada saat bayi lahir ke dunia
hukumnya adalah sunnah. Keutamaan lainnya dari pelaksanaan ini adalah agar apa yang
pertama-tama menembus pendengaran manusia adalah kalimat-kalimat seruan Yang Maha
Tinggi, yang mengandung kebesaran Tuhan dan syahadat.
3) Tahnik
Tahnik adalah memamah kurma, kemudian memasukkan ke mulut bayi. Hal ini
dilakukan untuk melatih anak makan dan minum.
4) Tasmiyah
Memberi nama yang baik pada anak adalah hal yang sangat penting. Nama yang
diberikan membuat pengaruh yang amat besar bagi orang yang diberi nama itu karena secara
tidak langsung nama merupakan doa bagi anak.
5) Akikah
Kata Akikah secara etimologis berasal dari kata aqqa memiliki makna membelah atau
memotong. Sedangkan dalam pengertian terminologis adalah binatang yang disembelih pada
hari ketujuh dari hari kelahiran anak, akan tetapi jika tidak dapat boleh juga disembelih
beberapa hari setelah hari itu, asal anak belum sampai baligh. Untuk anak laki-laki

hendaknya disembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan satu ekor
kambing.
Hikmah dari pelaksanaan akikah adalah merupakan kurban yang dapat mendekatkan
anak kepada Allah swt, mengokohkan tali persaudaraan, sarana yang dapat menghapus
kemiskinan di masyarakat.
6) Mencukur rambut bayi
Nasih Ulwan mengutip pendapat Ibn al-Qayyim, mengatakan bahwa cukuran rambut
anak yang baru dilahirkan mengandung hikmah higienis, karena mencukur rambut anak akan
memperkuat anak itu, membuka selaput kulit kepala, dan mempertajam indera penglihatan,
penciuman dan pendengaran. Selain itu bernilai sosial karena bersedekah dengan emas
sebanyak berat timbangan rambut anak
7) Menyusui
Islam memerintahkan agar anak-anak disusui secara langsung oleh ibunya sendiri
dengan memberikan ASI. Karena ASI dianggap sebagai makanan yang lengkap bagi anak,
yang memenuhi syarat-syarat keselamatan dan kesehatan.
8) Khitan
Kata khitan secara etimologis berasal dari kata khatana yang berarti memotong.
Sedangkan secara terminologis khitan adalah membuka atau memotong kulit (quluf) yang
menutupi ujung kemaluan dengan tujuan agar bersih dari najis.
Nasih Ulwan mendeskripsikan tentang tanggung jawab orang tua dalam pendidikan
anak menjadi (Mahmud dkk, 2013) :
1) Tanggung jawab pendidikan iman
Tanggung jawab pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan
sejak anak mampu berkomunikasi, membiasakannya dengan rukun Islam sejak anak
memahami, dan mengajarkan kepada anak dengan dasar-dasar syariah.

Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan bahwa dalam rangka untuk menumbuhkan


kesadaran beragama, hendaklah didasarkan kepada wasiat-wasiat Rasulullah SAW dan
petunjuknya seperti (Muhyani, 2012) :
a. Awali dengan kalimat La Ilaha Illallah
Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda :
Bacakanlah kepada anak-anak kamu kalimat pertama dengan La Ilaha Illallah (tidak ada
Tuhan selain Allah)
Rahasianya adalah agar kalimat tauhid dan syiar masuk Islam itu menjadi yang
pertama masuk ke dalam pendengaran anak, kalimat yang pertama diucapkan oleh lisannya
dan lafal pertama yang dipahami anak.
b. Mengenalkan hukum-hukum halal dan haram kepada anak sejak dini
Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa ia berkata :
Ajarkanlah mereka untuk taat kepada Allah dan takut berbuat maksiat kepada Allah serta
suruhlah anak-anak kamu untuk mentaati perintah-perintah dan menjauhi laranganlarangan. Karena hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka
Rahasianya adalah agar ketika akan membukakan kedua matanya dan tumbuh besar,
ia telah mengenal perintah-perintah Allah, sehingga ia bersegera untuk melaksanakannya.
c. Menyuruh anak untuk beribadah ketika sudah memasuki usia 7 tahun
Al-Hakim dan Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Amr bin Al-Ash r.a dari
Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda :
Perintahkan anak-anakmu menjalankan ibadah shalat jika mereka sudah berusia tujuh
tahun. Dan jika mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau
melaksanakannya dan pisahkan tempat tidur mereka
Dalam kaitannya dengan kesadaran religius dalam Islam ajaran yang paling utama
adalah bagaimana anak sadar melaksanakan ibadah terutama shalat, Allah berfirman :

Artinya : Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa (Q.S Taha (20) :
132)
Pada ayat di atas Allah memerintahkan pada orang tua untuk mengajak anak-anaknya
mendirikan shalat dan perlu disadari oleh orang tua bahwa masa kanak-kanak bukanlah masa
taklif (pembebanan syariat), melainkan masa persiapan, pelatihan dan pembiasaan untuk
sampai kepada masa taklif ketika mereka sampai pada usia baligh, sehingga pada masa baligh
mereka sudah memiliki kesadaran religius dalam menunaikan kewajiban-kewajiban agama
mereka.
d. Mendidik anak untuk mencintai Rasul, keluarganya, dan membaca Al-Quran
Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ali r.a bahwa Nabi SAW bersabda :
Didiklah anak-anakmu pada tiga hal : mencintai Nabi kamu, mencintai keluarganya dan
membaca Al-Quran. Sebab orang-orang yang ahli Al-Quran itu berada dalam lingkungan
singgasana Allah pada hari tidak ada perlindungan selain daripada perlindungan-Nya
beserta para Nabi-Nya dan orang-orang yang suci
Hadits di atas mengisyaratkan agar anak mampu meneladani perjalanan hidup orangorang dahulu, baik mengenai gerakan, kepahlawanan maupun jihad mereka, agar mereka juga
memiliki keterkaitan sejarah, baik perasaan maupun kejayaannya, dan juga agar mereka
terkait dengan Al-Quran baik semangat, metode maupun bacaan.
2) Tanggung jawab pendidikan akhlak
Tanggung jawab pendidikan akhlak adalah serangkaian prinsip dasar moral dan
keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak
yang merupakan buah iman yang kuat dan pertumbuhan sikap keberagamaan yang benar

sejak masa pemula hingga ia menjadi mukalaf, yaitu siap mengarungi lautan kehidupan
(Muhyani, 2012).
3) Tanggung jawab pendidikan jasmani
Tanggung jawab pendidikan jasmani adalah agar anak-anak tumbuh dewasa dengan
kondisi fisik yang kuat, sehat, bergairah, dan bersemangat. Termasuk dalam menyediakan
makanan dan minuman yang sehat dan halal, menyediakan pakaian yang sesuai dengan
syariat Islam, menyediakan tempat tinggal yang baik, dan lain sebagainya (Muhyani, 2012).
4) Tanggung jawab pendidikan psikis
Tanggung jawab pendidikan psikis adalah untuk mendidik anak semenjak mulai
mengerti supaya bersikap berani, terbuka, mandiri, suka menolong, bisa mengendalikan
amarah, dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan moral secara mutlak serta
terhindar dari sifat-sifat buruk (Muhyani, 2012).
5) Tanggung jawab pendidikan sosial
Tanggung jawab pendidikan sosial adalah mendidik anak sejak kecil agar terbiasa
menjalankan perilaku sosial yang utama, dasar-dasar kejiwaan yang mulia yang bersumber
pada akidah Islamiyah yang kekal dan kesadaran iman yang mendalam, agar ditengah-tengah
masyaraat nanti ia mampu bergaul dan berperilaku sosial yang baik, memiliki keseimbangan
akal yang matang dan tindakan yang bijaksana (Muhyani, 2012).
6) Tanggung jawab pendidikan intelektual
Tanggung jawab pendidikan intelektual adalah membentuk pola pikir anak dengan
segala sesuatu yang bermanfaat, seperti ilmu-ilmu agama, kebudayaan, dan peradaban
(Muhyani, 2012).
3.2.4 Keterlibatan Donor
3.2.5 Fatwa Ulama Indonesia tentang Bayi Tabung
3.3 Tinjauan Islam mengenai Pengaruh Pengasuhan Orang Tua terhadap Volume
Hipokampus Anak

Keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak. Orang tua terutama ibu merupakan
pendidik pertama dan utama bagi anak dalam membentuk pribadinya. Sedangkan ayah
mempengaruhi anaknya melalui sifatnya yang mengembangkan kepribadian, menanamkan
disiplin, memberikan arahan dan dorongan serta bimbingan agar anak tambah berani dalam
menghadapi kehidupan. Apabila anak tumbuh dalam atmosfir yang baik (keluarganya)
memperoleh bimbingan, arahan, dan adanya saling menyayangi antar anggota keluarga, maka
anak akan tumbuh seperti apa yang ia lihat dan ia dengar dari semua perilaku orang-orang
disekitarnya. Melihat pentingnya peran keluarga, maka wajib bagi setiap kaum muslimin
untuk membangun keluarga atas dasar kebenaran, keadilan, kasih sayang, tolong menolong,
dan saling hormat menghormati yang dibangun berdasarkan iman (Muhyani, 2012).
Berbagai stimulasi yang diberikan oleh orang tua kepada anak akan menentukan
kualitas ikatan emosionalnya. Al-Quran menggambarkan pentingnya hubungan ibu dan anak
pada tahun-tahun pertama kelahiran, terutama melalui pemberian ASI. Tetapi menurut Islam,
tanggung jawab pemberian stimulasi tidak harus sepenuhnya dibebankan pada ibunya.
Tanggung jawab ini dapat dibagi dengan ayahnya, atau dengan orang lain yang mau
membantu proses pengasuhan anak (Hasan, 2006). Seperti yang dinyatakan dalam Al-Quran :

Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya
ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan,
maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. (Q.S Al-Baqarah (2) : 233)
Anak yang kurang mengalami perhatian sosial atau bahkan mengalami kekerasan dari
figur ibu (maternal deprivation), dapat berkembang menjadi seseorang yang penyendiri dan
apatis. Anak bahkan dapat mengalami kekurangan perkembangan intelektual, masalah
perilaku dan gangguan ikatan reaktif (reactive attachment disorder) (Hasan, 2006).
Selain itu keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik,
atau gap communication, juga dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental
(mental illness) bagi anak. Oleh karena itu pengasuhan yang dipraktekkan oleh orang tua
dalam keluarga diasumsikan sebagai sumber belajar dan perkembangan anak (Muhyani,
2012).
Dalam hal ini stimulasi positif khususnya yang berasal dari keluarga bersifat penting
karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa orang-orang yang berakal adalah
orang-orang yang memadukan fungsi antara pikiran (korteks) dan perasaan (sistem limbik)
secara maksimum. Peran hipokampus yang merupakan salah satu dari sistem limbik sebagai
pusat memori akan menyimpan kesimpulan proses-proses rasional yang terjadi di korteks.
Proses berpikir lewat penglihatan dan pendengaran yang terjadi di korteks pun bakal masuk
dan tersimpan di hipokampus (Anonim-B, 2013). Dalam proses ini jika stimulasi yang
diberikan buruk maka nantinya pasti akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan
akal anak.
Penelitian tentang anak yatim di panti asuhan yang memiliki program pengasuhan
yang baik, menunjukkan bahwa anak-anak yatim tersebut tidak mengalami maternal

deprivation selama pengasuh-pengasuh pada panti asuhan tersebut memberikan stimulasi


yang dibutuhkan untuk anak, baik fisik maupun emosional (Hasan, 2006).
Sedangkan penelitian sebelumnya yang telah dimulai semenjak tahun 1950an
menunjukkan perawatan anak yang buruk saat anak dirawat dipanti asuhan menunjukkan
akibat yang kurang baik dan bersifat jangka panjang pada perkembangan kognitif, emosi dan
sosial dari seorang anak (Dalimunthe, 2009)
Selain itu, pengalaman traumatis anak mengalami penelantaran dan juga pegasuhan
yang salah sering ditemukan sebagai prediktor munculnya problem psikologis lain di masa
depan, seperti merokok, penyalahgunaan zat dan perilaku seks berisiko (Margaretha dkk,
2013). Untuk itu, tak salah jika ada yang berpendapat bahwa keluarga merupakan faktor
utama dalam membentuk anak yang sehat secara mental.

Anda mungkin juga menyukai