PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan memiliki peran yang
sangat besar dalam upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan
peningkatan daya saing bangsa. Agar peran yang strategis dan besar
tersebut dapat dijalankan dengan baik, maka sumber daya manusia
perguruan tinggi haruslah memiliki kualitas yang unggul.1
Berdasarkan
Tri
Dharma
Perguruan
Tinggi,
pendidikan
dan
dalam
sistem
kerja
ditempat
pemantauan
kesehatan
masyarakat,
serta
membentuk
kemandirian
masyarakat untuk hidup sehat. Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus
juga merupakan pusat perencanaan program dan penanggulangan masalah
kesehatan tingkat kabupaten. Dengan adanya hal tersebut, penulis berharap
dapat menganalisis permasalahan yang ada di Kabupaten Kudus, khususnya
permasalahan gizi.
Masalah gizi merupakan masalah yang sangat kompleks dan dapat
terjadi pada berbagai tingkatan umur. Salah satu kelompok umur yang rawan
terkena masalah gizi adalah balita (usia 0-59 bulan). Balita ini sangat rawan
untuk terkena masalah gizi kurang atau gizi buruk. Hal itu dikarenakan pada
usia balita, mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang
cukup dan memadai. Apabila suplai makanan tersebut tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh balita, maka dapat menyebabkan kurang gizi dan jika tidak
ditangani segera, dapat menyebabkan gizi buruk.3
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa
sebesar 5,7% anak balita di Indonesia mengalami gizi buruk dan 13,9%
mengalami gizi kurang. Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk naik dari
tahun 2007 (5,4%) dan 2010 (4,9%). Sedangkan prevalensi balita gizi kurang
naik sebesar 0,9% dari tahun 2007 dan 2013.4
Sementara itu, untuk kasus gizi kurang dan kasus gizi buruk di
Kabupaten Kudus masih terjadi setiap tahunnya. Berdasarkan data Profil
Kesehatan Kabupaten Kudus, pada tahun 2013 balita yang mengalami gizi
kurang (BB/U) sebesar 2177 kasus (3,74%) dan gizi buruk (BB/U) sebesar
445 kasus (0,76%).5 Sedangkan pada tahun 2014, balita yang mengalami gizi
kurang (BB/U) sebesar 2224 kasus (3,86%) dan gizi buruk (BB/U) sebesar
328 kasus (0,57%).6
Masalah
gizi
kurang
dan
gizi
buruk pada
balita
ini
dapat
melihat
dan
mengetahui
gambaran
pelaksanaan
program
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyebab Gizi Kurang/Buruk
Anak balita sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui
dengan membandingkan antara berat badan menurut umurnya dengan
rujukan (standar) yang telah ditetapkan yaitu dengan menggunakan standar
Anthropometri WHO 2005. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan
standar, anak disebut gizi baik (-2SD sampai 2 SD). Kalau sedikit di bawah
standar disebut gizi kurang (-3SD sampai <-2SD). Apabila jauh di bawah
standar dikatakan gizi buruk (<-3SD). Penyebab dari Gizi kurang atau Gizi
buruk dibagi menjadi 2 yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak
langsung. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:8
1. Penyebab Langsung
Penyebab langsung dari kurang gizi adalah pola konsumsi dan
penyakit yang mungkin diderita anak. Disini, timbulnya gizi kurang tidak
hanya disebabkan oleh kurangnya zat gizi yang dikonsumsi anak, tetapi
juga dikarenakan oleh penyakit. Pada anak yang pola konsumsinya tidak
baik, maka daya tahan tubuh dari anak tersebut akan menurun. Dalam
kenyataannya makanan dan penyakit secara bersama-sama merupakan
penyebab gizi kurang.
2. Penyebab Tidak Langsung
Penyebab tidak langsung dari kurang gizi adalah ketahanan
pangan di keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan
dan kesehatan lingkungan (seperti tersedianya air bersih dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan). Penyebab tidak langsung ini sangat berkaitan dengan
tingkat pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan keluarga terutama
orangtua.
B. Klasifikasi Gizi Buruk
Berdasarkan ciri-ciri atau tanda klinisnya, Gizi buruk dibagi menjadi 3 tipe,
yaitu:9
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala dari marasmus, antara lain: anak tampak kurus, rambut tipis dan
jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit
berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel
meskipun setelah makan, baggy pant, dan iga gambang.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan gangguan gizi karena kekurangan
protein. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu,
perubahan mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema
baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah
dicabut,kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis
kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi
5
dan
marasmus.
Makanan
sehari-hari
tidak
cukup
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat alur pelayanan balita gizi buruk di bawah ini:11
BAB III
METODOLOGI
A. Lokasi dan Waktu Magang
Kegiatan magang dilaksanakan selama 5 minggu yaitu dimulai pada
tanggal 27 Juli 2015 dan berakhir pada tanggal 27 Agustus 2015. Kegiatan
magang ini dilakukan dalam lima hari kerja yaitu hari Senin sampai hari
Kamis pada pukul 07.00 15.15 WIB, dan hari Jumat pada pukul 05.30
11.15 WIB (minggu I dan III) atau pada pukul 06.30 11.15 WIB (minggu II
dan IV). Lokasi magang mahasiswa yaitu di Dinas Kesehatan Kabupaten
Kudus khususnya di Seksi Gizi Masyarakat.
B. Responden
Responden dalam penyusunan laporan
mendapatkan
informasi
mengenai
gambaran
ini,
diperlukan
pelaksanaan
untuk
program
10. Screening adalah upaya yang dilakukan untuk mendeteksi individu yang
mengalami suatu masalah kesehatan atau gizi.
11. PMT Penyuluhan adalah Makanan tambahan yang diberikan kepada
balita saat melakukan penimbangan bulanan di Posyandu. Tujuannya
adalah untuk melengkapi kebutuhan gizi balita agar tidak terkena gizi
kurang.
12. PMT Pemulihan adalah Makanan tambahan yang diberikan kepada balita
dalam masa pemulihan pasca/setelah perawatan gizi buruk di Puskesmas
atau Rumah Sakit.
13. F100 adalah Formula makanan cair yang terbuat dari susu, gula, minyak
dan mineral mix, yang mengandung energi 100 kkal setiap 100
mililiternya. Formula ini dapat diberikan kepada anak balita yang sangat
kurus dan diberikan secara bertahap.
14. TFC atau Theraupetic Feeding Center adalah tempat pemberian
makanan tambahan yang disertai dengan terapi diet dan medis pada
anak yang menderita gizi buruk. Pemberian makanan tambahan tersebut
telah disesuaikan dengan usia dan kondisi balita, dengan melibatkan
peran serta orang tua (ibu) agar dapat mandiri ketika kembali ke rumah.
D. Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah data sekunder.
Data Sekunder tersebut diperoleh dengan wawancara dan studi pustaka.
1. Wawancara
Wawancara ini dilakukan dengan cara melakukan tanya-jawab dengan
kepala dan staff yang ada di Seksi Gizi Masyarakat. Tujuan dari
wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi,
tugas pokok, program, dan kegiatan-kegiatan yang ada di Seksi Gizi
Masyarakat.
2. Studi Pustaka
Studi pustaka ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan gizi yang
ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, melalui profil Kesehatan
Kabupaten Kudus, laporan bulanan dan laporan tahunan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Kegiatan
1. Uraian Kegiatan
Pada saat magang di Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, penulis
ditempatkan di Seksi Gizi Masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan
penulis selama magang adalah sebagai berikut :
a. Mendapat pengarahan dari Kepala Seksi Gizi Masyarakat
b. Mengikuti apel pagi
c. Mengikuti upacara (setiap hari Senin)
d. Mengikuti bimbingan rohani (setiap hari Rabu)
e. Mengikuti senam pagi (setiap hari Jumat)
10
f.
Masyarakat
g. Mengikuti pembinaan ruang laktasi dengan Dinas kesehatan Provinsi
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
masalah
gizi
yang
terdapat
di
Kabupaten
Kudus.
11
: 20.629 Ha
: 7.637 Ha
: 14.250 Ha
12
Kelompok Umur
(Tahun)
1
0-4
2
5-9
3
10-14
4
15-19
5
20-24
6
25-29
7
30-34
8
35-39
9
40-44
10
45-49
11
50-54
12
55-59
13
60-64
14
65-69
15
70+
Jumlah (Kab/Kota)
Laki-Laki
41.061
49.692
49.298
42.199
35.889
33.522
31.156
25.240
18.142
15.381
15.775
13.803
10.254
6.310
6.704
394.382
Jumlah Penduduk
Perempua
n
38.249
45.899
46.704
44.288
41.067
37.041
30.197
22.547
18.923
18.118
17.715
14.092
10.871
7.247
9.663
402.621
Jumlah
79.265
95.591
96.002
86.487
76.956
70.564
61.353
47.787
37.065
33.499
33.491
27.895
21.125
13.557
16.367
797.003
13
jumlah
penduduk
usia
produktif
(15
s/d
64
tahun)
Kudus
dibentuk
berdasarkan
urusan
pemerintahan
daerah
bidang
kesehatan
15
16
Berikut ini adalah gambar dari struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus:
17
18
Pelaksanaan
Program
Penanggulangan
Balita
Gizi
19
5.82%
4.35%
2010
2011
2012
3.74%
3.86%
2013
2014
0.76%
0.60%
0.57%
0.40%
2010
2011
2012
2013
2014
Gambar 4.4 Grafik Prevalensi Balita Gizi Buruk (BB/U) Kabupaten Kudus
Sedangkan prevalensi Balita gizi buruk (BB/U) jika dilihat dari grafik
di atas dapat diketahui bahwa prevalensi tertinggi pada tahun 2011, yaitu
sebesar 5,96%. Sedangkan prevalensi terendah pada tahun 2013, yaitu
sebesar 3,74%.
Sementara itu, menurut data laporan bulanan Seksi Gizi Masyarakat
bulan Januari-Juli 2015, balita yang mengalami gizi kurang sebesar 1638
kasus (2.44%) dan balita yang mengalami gizi buruk sebesar 103 kasus
20
21
BGM. Apabila berat badan balita berada di bawah garis merah atau tidak
naik 2 kali (2T), maka balita tersebut diwaspadai terkena gizi kurang.
Penentuan status gizi balita tersebut didasarkan pada standar WHO
Anthro 2005. Dikatakan gizi kurang apabila Z-score -3SD sampai <-2SD
dan gizi buruk apabila Z-score <-3SD.16
2. Penanganan
Setelah diketahui balita mengalami gizi buruk, maka selanjutnya
kader/bidan desa melaporkan ke petugas gizi puskesmas, lalu dari
Puskesmas melapor ke Dinas Kesehatan. Untuk menangani balita yang
gizi buruk, Sie Gizi Masyarakat Dinkes Kabupaten Kudus memiliki
program agar semua balita yang menderita gizi buruk mendapatkan
perawatan medis dan mendapatkan PMT Pemulihan.
a. Balita mendapatkan perawatan
Saat dirujuk di Rumah Sakit/Puskesmas, balita yang mengalami
gizi buruk akan mendapatkan berbagai upaya perawatan, antara lain :
10 langkah TAGB, F100, dan konseling gizi. Adapun yang termasuk
10 langkah TAGB adalah :
1) Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
2) Mencegah dan mengatasi hipotermia
3) Mencegah dan mengatasi dehidrasi
4) Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
5) Mengobati infeksi
6) Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
7) Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
8) Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
9) Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
10) Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
Langkah-langkah tersebut dilakukan dalam 3 fase meliputi:
penanganan awal (initial treatment), yaitu pada minggu pertama;
rehabilitasi (rehabilitation) pada minggu kedua hingga keenam; dan
tindak lanjut (follow-up) pada minggu ketujuh hingga minggu ke-26.
Sementara dalam pedoman yang disusun oleh Depkes tahun 1999,
langkah-langkah penanganan tersebut dilakukan dalam 4 fase.
Perbedaannya terletak pada penanganan minggu kedua hingga
keenam atau fase rehabilitasi, yang dibagi menjadi fase transisi, yaitu
pada minggu kedua, dilanjutkan dengan fase rehabilitasi mulai
minggu ketiga hingga keenam.17
Setelah balita diberikan 10 langkah TAGB, selanjutnya balita
tersebut diberikan F100. F100 merupakan komposisi formula diet
yang terdiri dari susu, gula, dan minyak, yang mengandung energi
22
100 kkal untuk tiap 100 ml larutan. Jumlah formula diet yang
diberikan, disesuaikan dengan kondisi klinis dan berat badan anak.
Selain itu, orangtua dari balita yang menderita gizi buruk juga
diberikan konseling gizi. Kegiatan yang dilakukan selama melakukan
konseling, antara lain :
1) Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil
penilaian pertumbuhan anak
2) Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi
3) Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi
4) Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi
anak dan cara menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran
makan dan memilih atau mengganti makanan
b. PMT Pemulihan
PMT pemulihan merupakan makanan tambahan yang diberikan
kepada balita yang mengalami masalah dalam kekurangan gizi.
Sasaran
dari
PMT
pemulihan
ini
dipilih
berdasarkan
hasil
ASI
Makanan
Lumat
Bentuk Makanan
Makanan
Makanan
Lembek
Keluarga
0-6*
6-8
9-11
12-23
24-59
Keterangan: 6* = 5 bulan 29 hari
Selain itu, PMT pemulihan tersebut juga diberikan kepada balita
gizi buruk sesuai kondisi dan kebutuhan gizinya. Untuk kebutuhan
23
ini
diberikan
kepada
balita
setiap
kali
melakukan
untuk
melihat
24
D/S
86%
82%
81%
81%
82%
80%
72%
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
kegiatan
penimbangan
serentak,
sehingga
partisipasi
2015, sudah mencapai 80,3%. Dengan capaian D/S yang sudah baik ini,
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan balita yang ada di
wilayah Kudus ini semakin terpantau, dan makanan tambahan yang
diberikan kepada balitaa semakin merata.
2. Capaian N/D
Indikator N/D dapat digunakan untuk melihat kenaikan berat
badan balita yang ditimbang. Selain itu. indikator tersebut juga sering
digunakan untuk menggambarkan seberapa besar hasil penimbangan
yang dicapai suatu daerah. Adapun capaian N/D Dinas Kesehatan
Kabupaten Kudus bulan Januari-Juli 2015 adalah sebagai berikut :
N/D
95.71%
94.58%
94.55%
94.51%
94.43%
94.38%
94.12%
26
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada bulan Januari-Juli 2015, balita gizi kurang di Kabupaten Kudus
sebesar 1638 kasus (2.44%) dan balita gizi buruk sebesar 103 kasus
(0,17%).
2. Penyebab dari terjadinya balita gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten
Kudus adalah adanya penyakit infeksi dan penyakit bawaan lahir yang
diderita oleh balita seperti Tuberculosis, kelainan jantung, dan lain
sebagainya.
3. Program penanggulangan balita gizi kurang/gizi buruk Kabupaten Kudus
dibagi menjadi 3 tahap, yaitu Screening (Penimbangan bulanan di
Posyandu), Penanganan (Balita gizi buruk mendapatkan perawatan dan
PMT Pemulihan), Pencegahan (PMT Penyuluhan)
27
DAFTAR PUSTAKA
1
Tarigan. 2003. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Status Gizi Anak Umur
3-36 bulan sebelum dan saat Krisis Ekonomi di Jawa Tengah. Buletin
Penelitian Kesehatan Depkes RI. 31(1), 1-12
10
11
Kemenkes RI. 2013. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. Jakarta:
Kemenkes RI
12
13
14
15
Sie Gizi Masyarakat DKK Kudus. 2015. Laporan Bulanan Pemantauan Status
Gizi 2015. Kudus: DKK Kudus
16
17
Amelia. 2011. Kajian Penanganan Anak Gizi Buruk dan Prospeknya. PGM.
34(1), 1-11
18
Kemenkes
RI.
2011.
Panduan
Penyelenggaraan
Pemberian
Makanan
Kemenkes RI. 2011. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II.
Jakarta: Kemenkes RI
29
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan
30
31
32