Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Konsep dari Sindrom Metabolik telah ada sejak 80 tahun yang lalu,
pada tahun 1920, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama
yang menggambarkan sekumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat
menyebabkan resiko penyakit kardiovaskuler aterosklerosis yaitu hipertensi,
hiperglikemi dan gout (Eckel, dkk, 2005).
Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan berbagai faktor resiko:
dislipidemi, hiperglikemi dan hipertensi secara bersamaan dikenal sebagai
multiple risk factor untuk penyakit kardiovaskuler dan disebut dengan
sindrom X. Selanjutnya sindrom X ini dikenal dengan sindrom resistensi
insulin. Dan kemudian NCEP-ATP III menamakan dengan istilah Sindrom
Metabolik. Konsep Sindrom Metabolik ini telah banyak diterima secara
Internasional (Reaven, 1988).
Sindroma Metabolik (SM) merupakan kelainan metabolik kompleks
yang diakibatkan oleh peningkatan obesitas (Wijaya, 2004).

Perdebatan

tentang definisi ini terjadi seiring dengan hasil penelitian yang terus
berkembang, namun seluruh kelompok studi tersebut setuju bahwa obesitas,
resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen utama
SM (Khan et al., 2005). Meskipun SM memiliki berbagai definisi yang
berbeda, pada akhirnya memiliki tujuan yang sama, yaitu mengenali sedini
mungkin gejala gangguan metabolik sebelum seseorang jatuh ke dalam
beberapa komplikasi(Grundy, 2004).

B. KASUS SINDROM METABOLIK


Ibu Sumiyati 55 tahun, berat badan 90 kg dan tinggi badan 159cm.
Tekanan darah 150/100 mmHg mempunyai kebiasaan makan yang banyak,
kemudian datang ke poliklinik Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta dengan
keluhan sering merasa pusing, sering kencing atau poliuria, mudah lelah dan
kedua kaki terasa kesemutan.
Sejak 2 tahun yang lalu penderita merasakan sering kencing sehari
bisa 10 sampai 15 kali dan tidak pernah berobat ke dokter. Penderita 5 tahun
yang lalu pernah menderita gout arthritis. Anaknya laki-laki umur 15 tahun
pernah dirawat di rumah sakit yang sama dikatakan sakit kencing manis atau
diabetes melitus. Anaknya sebelum menderita kencing manis, semula gemuk
atau obes tetapi sekarang menjadi kurus. Saudara laki-lakinya umur 60 tahun
kaki kirinya pernah diamputasi dan sekarang dirawat di rumah sakit karena
minum glibenklamid pagi 1 tablet, siang 1 tablet dan sore 1 tablet dan tidak
mau makan.
Penderita sudah membawa hasil laboratorium : glukosa darah puasa
250 mg/dl, kolesterol total 250 mg/dl, trigliserida 350 mg/dl, HDL kolesterol
35 mg/dl, LDL kolesterol 215 mg/dl, ureum 70 mg/dl, creatinin 2,0 mg/dl dan
asam urat 10 mg/dl.

BAB II

ISI

A. DEFINISI
Sindrom metabolik (sering disebut juga sindrom X, atau insulin
resistant syndrome) merupakan

istilah yang digunakan ketika seseorang

pengidap obesitas telah memiliki tiga dari lima faktor risiko (Arisman,2011).
Kelima faktor risiko ini dapat dilihat pada tabel :
Tabel.1 Kriteria Sindrom Metabolik
Kriteria NCEP/ATP III1

Kriteria WHO2

Tiga dari kriteria sindrom metabolik

Dislipidemia(DM tipe II, gula

berikut

darah puasa terganggu, TGT


(Toleransi glukosa terganggu),
atau resistensi insulin) plus 2
kriteria sindrom metabolik

Lingkaran perut lebih dari >88 cm

berikut
BMI >30 dan atau rasio pinggang

(wanita), dan >102 cm (pria)

pinggul > 0,9 (pria), >0,85

Tigliserida 150 mg/dl


HDL <40mg/dl (pria), <50mg/dl

(wanita)
Trigliserida 150 mg/dl
HDL <35mg/dl (pria), <39mg/dl

(wanita)
Tekanan darah 130/85 mmHg
Gula darah puasa 110 mg/dl

(wanita)
Tekanan darah 140/90 mmHg
Mikroalbuminuria (ekskresi
albumin urin >20g/menit), dan
rasio albumin/ kreatinin 30
mg/g

Sindrom metabolik merupakan kondisi yang diakibatkan kelainan


metabolik yang meliputi:

1. Obesitas

sentral

Terjadi karena berkurangnya aktifitas fisik dan perubahan pola


makan. Peningkatan jumlah lemak yang disimpan dalam rongga perut
sentral obesitas sering terdeteksi dengan mengukur lingkar perut dan
membandingkannya dengan keliling pinggul. Juga disebut obesitas intra
abdomen atau mendalam. Besar lingkar pinggang pada remaja berkaitan
erat dengan kemungkinan menderita penyalit DM type II dan penyakit
komplikasi dari sindom metabolisme ( hipertensi, kolesterol tinggi,
serangan jantung, stoke, kerusakan hati dan ginjal). Mereka yang
beresiko tinggi adalah yang berada di atas presentil 90 dari semua usia
dan jenis kelamin.
2. Dislipidemia aterogenik
Kadar trigliserid meningkat dan kadar kolesterol HDL rendah.
Triasilgliserol atau trigliserid merupakan bentuk asam lemak cadangan
utama dan merupakam ester dari alkohol gliserol dengan asam lemak.
Trigliserid adalah sebagai zat energi. Lemak disimpan di dalam tubuh
dalam bentuk trigliserid. Apabila sel membutuhkan energi, enzim lipase
dalam sel lemak akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam
lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah. HDL membantu
menghilangkan timbunan lemak dalam pembuluh darah. Semakin banyak
kadar HDL dalam darah semakin baik untuk jantung. Kadar kolesterol
HDL yang rendah dapat meningkatkan resiko terjadinya serangan jantung
hingga stroke.
Meskipun

belum

sepenuhnya

dimengerti,

perkembangan

displidemia pada penyandang DM diyakini berlatar resistensi insulin


( Betteridge DJ, 2000 ). Resistensi insulin dalam jaringan lemak
menyebabkan peningkatan produksi dan pelepasan asam lemak, yang
akan merangsang produksi trigliserida serta VLDL jika asam lemak ini

terperangkap di dalam hati. Partikel trigliserida dan VLDL menempati


posisi ikatan tempat lipase bekerja, menyebabkan enzim ini tidak lagi
mampu membersihkan lemak. Akibatnya waktu paruh trigliserida dalam
plasma memanjang ( Reusch JE, 2002 ).
3. Tekanan Darah Meningkat (Hipertensi)
Tekanan darah adalah tekanan yang membantu aliran darah ke
pembuluh darah. Tekanan darah tinggi adalah kondisi ketika tekanan
darah di arteri terlalu tinggi. Tekanan darah tinggi akan merusak
pembuluh darah. Jika tekanan darah tinggi berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, pembuluh darah akan menebal dan menjadi kurang
fleksibel. Hal ini disebut arterosklesrosis dan dapat mempengaruhi arteri
yang memberikan darah ke jantung.
4. Resistensi insulin
Suatu keadaan dimana ambilan glukosa yang distimulasioleh
insulin di berbagai jaringan seperti liver, jaringan lemak, otot skeletal
berkurang (tidak dapat menggunakan insulin secara efisien) sehingga
mengakibatkan kadar glukosa dalam darah meningkat.
Kadar glukosa yang tinggi dalam waktu lama dapat menyebabkan
disfungsi

endotel

dan

akhirnya

dapat

mempercepat

proses

arterosklesrotik. Untuk kadar insulin yang lebih banyak daripada normal


untuk mempertahankan keadaaan normoglikemi.
Faktor-faktor yang terbukti berpengaruh pada resistensi insulin ini,
meliputi :
a. Faktor genetik
b. Penggunaan karbohidrat dan gula secara berlebihan
c. Penggunaan asam lemak jenuh yang berlebihan, sementara lemak
esensial terlalu sedikit
d. Ketidakseimbangan antara kalsium dan magnesium
e. Penggunaan stimulan dan obat tertentu

f. Stress

Asupan pangan
berlebihan
GENETIK

Resistensi Insulin
hiperinsulinemia

Komplikasi
makrovaskular

ADIPOGENESIS, BERAT
BADAN
BERLEBIH
2
hiperinsulinemia
hiperglikemia DM tipe II
OBESITAS

Stress, kerusakan pankreas


Ketidakaktifan
Komplikasi
fisik
makro/mikro
Gambar 1.2 Diagram Alir Keterjadian Sindrom Metabolik. ( Arisman. 2011 )
vaskular
Bukti campur tangan komponen genetik diperoleh berdasarkan hasil
kajian keluarga yang menunjukkan bahwa sindrom metabolik sangat mungkin
dimiliki seorang pengidap obesitas jika orang tuanya merupakan penyandang
diabetes, hipertensi, atau keduanya. Prevalensi kembar monozigot, dalam
menampakan komponen sindrom ini, lebih tinggi ketimbang kembar dizigot.
Karbohidrat adalah penyumbang kelimpahan insulin, terutama akibat
penggunaan refined sugar secara berlebihan dalam jangka panjang.
Kelimpahan asam lemak jenuh, khususnya ketidak selarasan perbandingan
antara asam-asam lemak bebas (omega 3 dan omega 6 ), mengakibatkan
ketidaknormalan membran sel pada akhirnya menghambat masuknya molekul
glukosa kedalam sel.
Magnesium ialah mineral yang banyak berperan dalam berbagai
kegiatan metabolik, seperti relaksasi otot dan syaraf, pencernaan lemak,
aktivitas normal kelenjar tiroid, penurunan kadar kolesterol, dan lain-lain.
Terkikisnya magnesium langsung memicu kontraksi pembuluh darah,
mengakiatkan peninggian tekanan darah serta perangsangan sistem syaraf
secara berlebihan.( Arisman. 2011 )
Keadaan metabolik yang bertalian resistensi insulin :

Resistensi leptin

Dislipidemia
Kadar lipoprotein meningkat
Homosistein meningkat
Trigliserida tinggi
Sistem transpor glukosa otot lurik (GLUT-4) terganggu
Hiperkortisolisme
Tekanan darah meningkat
Kadar GH rendah (Kelly, Gregory S. 2000)
Lebih parah lagi,magnesium juga merupakan komponen penting

dalam pembentukan insulin, disamping insulin itu sendiri berperan aktif


dalam proses uptake mineral ini ke dalam sel. Resistensi insulin mengurangi
penyerapan magnesium, yang ikut memicu hiperaktivitas sel yang pada
gilirannya kelak akan menambah beban resistensi insulin.
Di pihak lain, kelebihan glukosa dalam darah menyebabkan
pertambahan uptake calsium ke dalam sel. Pertambahan uptake calsium yang
diikuti pengurangan uptake magnesium akan mengganggu keseimbangan
calsium magnesium. Dampak dari dominasi ion calsium ialah perangsangan
sel secara berlebihan (overstimulation) oleh calsium mengakibatkan
hipersensitifitas sel.( Arisman. 2011 )

B. PEMBAHASAN KASUS
Sakit kepala yang dialami Ibu Sumiyati utamanya berkaitan dengan
prostaglandin, adapun patogenesisnya adalah sebagai berikut :Ibu Sumiyati
memiliki hipertensi, hal ini menyebabkan mudahnya terjadi perubahan
vascular, perubahan vascular ini baik secara langsung maupun tidak langsung
(hipertensi menyebabkan tunica intima sel vascular rupture) menimbulkan
stimulus nyeri yang ditangkap oleh nosiseptor pada sel yang bersangkutan.

Ibu Sumiyati mengalami mudah lelah, hal ini disebabkan resistensi


insulin sehingga terjadi gangguan pada sel-sel tubuhnya untuk menggunakan
glukosa yang ada di plasma walaupun kadar glukosa darah yang tinggi, dan
pada akhirnya aktivitas pembentukan energi yang berasal dari glukosa
menjadi berkurang dan energi yang terbentuk pun sedikit sekali. Volumeurin
meningkat akibat terjadinya diuresis osmotik dan kehilangan air yang bersifat
obligatorik pada saat yang bersamaan (poliuria) kejadian ini selanjutnya
menyebabkan

dehidrasi

(hiperosmolaritas).

Glukosuria

menyebabkan

kehilangan kalori yang cukup besar (4,1 kkal untuk setiap gram karbohidrat
yang disekresikan keluar) sehingga hal ini menyebabkan Ibu Sumiyati merasa
lelah yang berlebihan.
Bila jumlah glukosa yang memasuki tubulus ginjal dalam filtrat
glomerolus meningkat diatas kadar kritis, hal ini secara normal dapat timbul
bila konsentrasi glukosa darah meningkat sebesar 250 mg/dl, suatu kadar
yang disebut sebagai nilai ambang darah untuk timbulnya glukosa dalam urin.
Ibu Sumiyati memilki nafsu makan yang tinggi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa asupan glukosa yang didapatnya juga tinggi. Pada
keadaan normal, hal ini tidak akan menjadi masalah. Tetapi pada kasus ini
terlihat beberapa gejala klinis yang dialami oleh Ibu Sumiyati, dan hal itu
diduga terjadi akibat adanya gangguan pada proses pengaturan metabolisme
glukosa yang melibatkan insulin. Mungkin karena sekresinya yang berkurang,
kerusakan pada sel yang memproduksinya atau karena reseptornya yang
kurang sensitif terhadap pengikatan glukosa.
Pada kasus ini Ibu Sumiyati mengalami dislipidemia yang mengacu
pada hiperglikemia. Suatu keadaan yang hiperglikemia akan mempengaruhi
kerja tubulus ginjal mengingat perannya untuk mereabsorbsi kembali
glukosa. Kadar glukosa yang dapat ditoleransi oleh ginjal hanya mencapai
160-180 mg/dl. Jika lebih dari kadar tersebut maka akan terjadi Glikosuri,
glukosa keluar bersama urine. Pengeluaran kadar glukosa yang tinggi ini

membutuhkan air yang cukup banyak. Pada kasus ini, kemungkinan terjadi
gangguan reseptor insulin untuk mengaktifkan GLUT 4 yang akan membawa
glukosa masuk ke dalam sel. Keadaan ini akan menimbulkan hiperglikemik
pada ECF dan hipoglikemik ICF, memaksa tubuh untuk mempertahankan
homeostasis dengan cara pengeluaran urine yang meningkat atau poliuria.
Setelah terjadi poliuria maka kadar glukosa darah akan menurun tetapi
bersamaan dengan itu, air yang digunakan untuk transport glukosa juga telah
banyak hilang sehingga akan menyebakan respon rasa haus pada hipotalamus
hingga pada akhirnya terjadi polidipsi. Gangguan insulin dan reseptornya
membuat glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga proses glikolisis
juga terganggu, akhirnya energi yang dihasilkan akan berkurang dan
menyebabkan lemas. Disamping itu sel kekurangan glukosa akan
menyebabkan respon untuk makan banyak atau polifagi. Polifagi timbul
karena terjadinya poliuria dan polidipsi. Dimana ketika tubuh tidak sanggup
memetabolisme karbohidrat yang kita makan akibat terjadinya resistensi
insulin, tubuh akan kehilangan kalori, sehingga rasa lapar semakin besar.
Dampak polyphagia adalah nafsu makan yang berlebih sejak kecil merupakan
salah satu factor penyebab obesitas yang dialami Ibu Sumiyati. Pada orang
obesitas biasanya terjadi pembesaran pada sel-sel lemaknya sehingga
mempengaruhi reseptor insulin yang terdapat di sel yang berakibat pada
perubahan struktur/ bentuk reseptor sehingga insulin tidak dapat berikatan
dengan reseptornya di sel.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sindrom metabolik ( sering disebut juga sindrom X, atau insulin resistant
syndrome) merupakan istilah yang digunakan ketika seseorang pengidap obesitas

telah memiliki tiga dari lima faktor risiko. Kondisi yang diakibatkan kelainan
metabolik yang meliputi :
Obesitas sentral
Dislipidemia aterogenik
Tekanan darah meningkat (hipertensi)
Resistensi insulin.
Penyakit ini dapat dicegah dan ditangani dengan cara mengatur polamakan
dan olah raga yang sehat.

10

Anda mungkin juga menyukai