PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Farmakologi (farmakon = obat, logos = ilmu) merupakan ilmu yang
mempelajari tentang pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses
kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran, senyawa tersebut
dikenal sebagai obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari
manfaat dan risiko dari penggunaan obat. Oleh karena itu farmakologi
merupakan seni menimbang (the art of weighing) (Syarif et al., 2012).
Farmakologi medis adalah ilmu mengenai zat-zat kimia (obat) yang
berinteraksi dengan tubuh manusia. Interaksi-interaksi tersebut dapat dibagi
menjadi 2 jenis yaitu: farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakodinamik
yaitu pengaruh obat terhadap sel hidup, organ, atau makhluk hidup, secara
keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi, biokimia, dan patologi.
Sedangkan farmakokinetik adalah apa yang dialami obat yang diberikan pada
suatu makhluk hidup (Neal, 2006).
Farmakokinetik atau kinetika obat mencakup 4 proses, yakni proses
absorpsi (A), distribusi (D), metabolism (M), dan ekskresi (E). Metabolisme
atau biotransformasi, dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif, merupakan
proses eliminasi obat. Obat didefinisikan sebagai suatu senyawa yang
digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan,
atau menimbulkan suatu kondisi tertentu. Obat yang dimetabolisme nantinya
akan menghasilkan sisa metabolit yang akan diekskresikan melalui ginjal,
empedu dan jalur lain seperti melalui keringat, air mata, air liur dan lainnya
(Syarif dkk., 2012).
Oleh karena itu, pada praktikum kali ini, kami akan membuktikan
prinsip-prinsip farmakokinetik dalam tubuh, bahwa obat yang telah diberikan
secara enteral nantinya akan diabsorpsi, didistribusi dan dimetabolisme di
dalam tubuh dan akan menghasilkan sisa metabolit yang diekskresikan
melalui urin.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah
diharapkan
mengikuti
mampu
praktikum
mengerti
dan
farmakologi ini
menerapkan
mahasiswa
prinsipprinsip
(pharmacology) berasal
dari
bahasa
Yunani,
yaitu pharmacon adalah obat dan logos adalah ilmu. Obat adalah setiap zat
kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup pada tingkat molekular.
b.
Farmakodinamik
lebih kecil dari 150 untuk senyawa yang bulat, atau lebih kecil dari 400
jika senyawanya terdiri atas rantai panjang (Syukri, 2008).
b. Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membran
Difusi pasif menyangkut senyawa yang larut dalam komponen
penyusun membran. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan
konsentrasi atau elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga
mencapai keseimbangan pada kedua sisi membran. Waktu yang diperlukan
untuk mencapai keseimbangan tersebut mengikuti hukum difusi Fick
(Syukri, 2008).
Karakteristik fisiko-kimia sebagian besar molekul seperti
polaritas dan ukuran molekul merupakan hambatan penembusan
transmembran oleh mekanisme pasif secara filtrasi dan difusi. Difusi pasif
dengan cara melarut pada lemak penyusun membran dapat dilihat pada
gambar 3:
c. Tranpor aktif
Transpor aktif suatu molekul merupakan cara pelintasan
transmembran yang sangat berbeda dengan difusi pasif. Pada transpor
aktif diperlukan adanya pembawa. Pembawa ini dengan molekul obat
dapat membentuk kompleks pada permukaan membran. Kompleks
tersebut melintasi membran dan selanjutnya molekul dibebaskan pada
permukaan lainnya, lalu pembawa kembali menuju ke permukaan asalnya
(Syukri, 2008).
Sistem transpor aktif bersifat jenuh. Sistem ini menunjukkan
adanya suatu kekhususan untuk setiap molekul atau suatu kelompok
molekul. Oleh sebab itu dapat terjadi persaingan beberapa molekul
berafinitas tinggi yang menghambat kompetisi transpor dari molekul
berafinitas lebih rendah. Transpor dari satu sisi membran ke sisi membran
yang lain dapat terjadi dengan mekanisme perbedaan konsentrasi. Tranpor
ini memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisis adenosin trifosfat
(ATP) dibawah pengaruh suatu ATP-ase (Syukri, 2008).
d. Difusi terfasilitasi
Difusi ini merupakan cara perlintasan membran yang memerlukan
suatu pembawa dengan karakteristik tertentu (kejenuhan, spesifik dan
kompetitif). Pembawa tersebut bertanggung jawab terhadap transpor aktif,
tetapi pada transpor ini perlintasan terjadi akibat gradien konsentrasi dan
tanpa pembebasan energi (Syukri, 2008).
e. Pinositosis
Pinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh
molekul-molekul besar dan terutama oleh molekul yang tidak larut.
Perlintasan terjadi dengan pembentukan vesikula (bintil) yang melewati
membran (Syukri, 2008).
f. Transpor oleh pasangan ion
Transpor oleh pasangan ion adalah suatu cara perlintasan
membran dari suatu senyawa yang sangat mudah terionkan pada pH
fisiologik. Perlintasan terjadi dengan pembentukan kompleks yang netral
(pasangan ion) dengan senyawa endogen seperti musin, dengan demikian
memungkinkan terjadinya difusi pasif kompleks tersebut melalui membran
(Syukri, 2008).
C. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui
sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga
ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase
berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi
segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik
misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua
jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di
atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru
mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang
interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu
melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah
larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam
otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus
membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel.
Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat
bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat
dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar
obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan
berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein (Joyce,
2005).
D. Metabolisme
Metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang
terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat
diubah menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang
larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu,
pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat
berperan dalam mengakhiri kerja obat.(Ganiswarna, 2001)
Reaksi metabolisme atau biotransformasi obat dapat dibagi menjadi
dua fase, yaitu reaksi fungsionalisasl sebagai fase 1 dan reaksi bloslnfesls
(konjugasi) sebagai fase 2. Sistem enzim yang terlibat dalam proses
blotransformasi obat kebanyakan berada di hati, walaupun tiap jaringan yang
diperiksa juga memilki aktivitas metabolisme. (Brunton, 2011).
Reaksi Fase I
Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang
lebih polar melalui pemasukan atau pembukaan (unmasking) suatu gugus
fungsional (misalnya OH, -NH2, -SH) (Neal,2005). Reksi fase I bertujuan
untuk menyiapkan senyawa yang digunakan untuk metabolisme fase II dan
tidak menyiapkan obat untuk diekskresi. Sistem enzim yang terlibat pada reksi
oksidasi adalah sistem enzim mikrosomal yang disebut juga sistem Mixed
Function Oxidase (MFO) atau sistem monooksigenase. Komponen utama
yang berperan pada sistem MFO adalah sitokrom P450, yaitu komponen
oksidase terminal dari suatu sistem transfer elektron yang berada dalam
retikulum endoplasma yang bertanggung jawab terhadap reaksi-reaksi
oksidasi obat dan digolongkan sebagai enzim yang mengandung hem (suatu
hem protein ) dengan protoperfirin IX sebagai gugus prostatic.
Reaksi-reaksi yang termasuk dalam fase I antara lain:
1. Reaksi Oksidasi
Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi
pada berbagai molekul menurut proses khusus tergantung pada masingmasing struktur kimianya, Reaksi oksidasi dibagi menjadi dua, yaitu
dan
nonmikrosomal
akan
menghidrolisis
obat
yang
10
11
12
Papan lilin
Spuit tuberkulin
Spuit 3 cc
Jarum steril
Beaker glass 1000cc
Kapas
Sondase
2. Bahan
A Na phobarbital
B. Cara Kerja
1.
2.
3.
4.
5.
13
IV.
A. Hasil
Reaksi:
Zat yang dicampurkan
untuk
dapat
dibuang
keluar
tubuh.
Ekskresi
obat
artinya
eksokrin
(keringat,
ludah,
payudara),
kulit
dan
14
yang
telah
kami
lakukan
pada
materi
V.
KESIMPULAN
15
2.
3.
16