Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Farmakologi (farmakon = obat, logos = ilmu) merupakan ilmu yang
mempelajari tentang pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses
kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran, senyawa tersebut
dikenal sebagai obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari
manfaat dan risiko dari penggunaan obat. Oleh karena itu farmakologi
merupakan seni menimbang (the art of weighing) (Syarif et al., 2012).
Farmakologi medis adalah ilmu mengenai zat-zat kimia (obat) yang
berinteraksi dengan tubuh manusia. Interaksi-interaksi tersebut dapat dibagi
menjadi 2 jenis yaitu: farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakodinamik
yaitu pengaruh obat terhadap sel hidup, organ, atau makhluk hidup, secara
keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi, biokimia, dan patologi.
Sedangkan farmakokinetik adalah apa yang dialami obat yang diberikan pada
suatu makhluk hidup (Neal, 2006).
Farmakokinetik atau kinetika obat mencakup 4 proses, yakni proses
absorpsi (A), distribusi (D), metabolism (M), dan ekskresi (E). Metabolisme
atau biotransformasi, dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif, merupakan
proses eliminasi obat. Obat didefinisikan sebagai suatu senyawa yang
digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan,
atau menimbulkan suatu kondisi tertentu. Obat yang dimetabolisme nantinya
akan menghasilkan sisa metabolit yang akan diekskresikan melalui ginjal,
empedu dan jalur lain seperti melalui keringat, air mata, air liur dan lainnya
(Syarif dkk., 2012).
Oleh karena itu, pada praktikum kali ini, kami akan membuktikan
prinsip-prinsip farmakokinetik dalam tubuh, bahwa obat yang telah diberikan
secara enteral nantinya akan diabsorpsi, didistribusi dan dimetabolisme di
dalam tubuh dan akan menghasilkan sisa metabolit yang diekskresikan
melalui urin.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Setelah
diharapkan

mengikuti

mampu

praktikum

mengerti

dan

farmakologi ini
menerapkan

mahasiswa

prinsipprinsip

farmakokinetik obat di dalam tubuh sehingga memahami proses perjalanan


obat dari tempat pemberiannya hingga ke sistem sirkulasi, sampai
akhirnya diekskresikan ke luar tubuh.
2. Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa akan dapat:
a. Menjelaskan perjalanan obat atau nasib obat di dalam tubuh.
b. Memberikan obat secara enteral yaitu dengan bantuan sonde.
c. Menjelaskan regulasi dan ekskresi obat dari dalam tubuh.
d. Menentukan berbagai parameter yang mempengaruhi farmakokinetika.
e. Menentukan kadar obat yang diberikan pada tubuh.
C. Manfaat Praktikum
Setelah melakukan praktikum ini, manfaat yang dapat diperoleh oleh
mahasiswa antara lain:
a. Mahasiswa dapat mengetahui farmakokinetik obat atau perjalanan obat di
dalam tubuh.
b. Mahasiswa dapat mengetahui teknik pemberian obat secara enteral, yaitu
dengan bantuan sonde.
c. Mahasiswa dapat mengetahui regulasi dan ekskresi obat di dalam tubuh.
d. Mahasiswa dapat mengetahui berbagai parameter yang mempengaruhi
farmakokinetika.
e. Mahasiswa dapat mengetahui kadar obat yang diberikan pada tubuh.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi
Farmakologi

(pharmacology) berasal

dari

bahasa

Yunani,

yaitu pharmacon adalah obat dan logos adalah ilmu. Obat adalah setiap zat
kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup pada tingkat molekular.

Farmakologi sendiri dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang


mempelajari interaksi obat dengan konstituen (unsur pokok) tubuh untuk
menghasilkan efek terapi (therapeutic).
Banyak definisi tentang farmakologi yang dirumuskan oleh para ahli,
antara lain: Farmakologi dapat dirumuskan sebagai kajian terhadap bahanbahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia,
khususnya melalui pengikatan molekul-molekul regulator yang mengaktifkan
atau menghambat proses-proses tubuh yang normal (Katzung, 2011). Ilmu
yang mempelajari mengenai obat, mencakup sejarah, sumber, sifat kimia dan
fisik, komponen, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja, absorpsi,
distribusi, biotransformasi, ekskresi dan penggunaan obat (Farmakologi dan
Terapi UI, 2009). Farmakologi sendiri terbagi menjadi dua, yaitu:
a.

Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari kinetika dari penyerapan


obat, pendistribusian dan eliminasinya di dalam tubuh (misal melalui
ekskresi dan metabolisme). Pembelajaran farmakokinetik melibatkan
pendekatan eksperimental dan teoritikal (Shargel, 2005).

b.

Farmakodinamik

ialah salah satu subdisiplin farmakologi yang

mempelajari tentang efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme


kerjanya (Gunawan, 2007).
B. Absorpsi
Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul
obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati
sawar biologik. Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya
menentukan efektivitas obat . Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di
jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada
umumnya, membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak
sebagai membran lipid semipermeabel. Sebelum obat diabsorpsi, terlebih
dahulu obat itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan serta cepat-lambatnya
melarut menentukan banyaknya obat terabsorpsi. Dalam hal pemberian obat
per oral, cairan biologis utama adalah cairan gastrointestinal, dari sini melalui
membran biologis obat masuk ke peredaran sistemik. Disolusi obat didahului

oleh pembebasan obat dari bentuk sediaannya. Secara ringkas proses


biofarmasetik digambarkan dalam gambar 1 (Joenoes, 2010).
Obat yang terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu diabsorpsi,
jika obat tersebut terikat pada kulit atau mukosa disebut adsorpsi. Jika obat
sampai tembus ke dalam kulit, tetapi belum masuk ke kapiler disebut
penetrasi. Jika obat meresap/menembus dinding kapiler dan masuk ke dalam
saluran darah disebut absorpsi (Joenoes, 2010).
Perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral ke dalam
sirkulasi sistemik bisa dicapai dengan tiga langkah yaitu :
a. Penghantaran obat pada tempat absorpsinya
b. Obat dalam bentuk larutan
c. Penembusan obat ke dalam sirkulasi sistemik (Syukri, 2008).
Absorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh
dari sistem LADME (Liberasi-Absorpsi-Distribusi-Metabolisme-Ekskresi).
Bila pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi) sangat lamban, maka
disolusi dan juga absorpsinya lama, sehingga dapat mempengaruhi efektivitas
obat secara keseluruhan (Joenoes, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat
a. Ukuran partikel obat
Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas
permukaan yang kontak dengan cairan/pelarut. Bertambah kecil partikel,
bertambah luas permukaan total, bertambah mudah larut (Joenoes, 2010).
b. Pengaruh daya larut obat
Pengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada:
1) Sifat kimia: modifikasi kimiawi obat
2) Sifat fisik: modifikasi fisik obat
3) Prosedur dan teknik pembuatan obat
4) Formulasi bentuk sediaan/galenik dan penambahan eksipien (Joenoes,
2010).
c. Beberapa faktor lain fisiko-kimia obat.
1) Temperatur
2) pKa dan derajat ionisasi obat.
Mekanisme Lintas Membran
Mekanisme lintas membran berkaitan dengan peristiwa absorpsi,
meliputi mekanisme pasif dan aktif (Syukri, 2008).
a. Difusi pasif melalui pori
Semua senyawa yang berukuran cukup kecil dan larut dalam air
dapat melewati kanal membran. Sebagian besar membran (membran
seluler epitel usus halus dan lain-lain) berukuran kecil yaitu 4-7 dan
hanya dapat dilalui oleh senyawa dengan bobot molekul yang kecil yaitu

lebih kecil dari 150 untuk senyawa yang bulat, atau lebih kecil dari 400
jika senyawanya terdiri atas rantai panjang (Syukri, 2008).
b. Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membran
Difusi pasif menyangkut senyawa yang larut dalam komponen
penyusun membran. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan
konsentrasi atau elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga
mencapai keseimbangan pada kedua sisi membran. Waktu yang diperlukan
untuk mencapai keseimbangan tersebut mengikuti hukum difusi Fick
(Syukri, 2008).
Karakteristik fisiko-kimia sebagian besar molekul seperti
polaritas dan ukuran molekul merupakan hambatan penembusan
transmembran oleh mekanisme pasif secara filtrasi dan difusi. Difusi pasif
dengan cara melarut pada lemak penyusun membran dapat dilihat pada
gambar 3:
c. Tranpor aktif
Transpor aktif suatu molekul merupakan cara pelintasan
transmembran yang sangat berbeda dengan difusi pasif. Pada transpor
aktif diperlukan adanya pembawa. Pembawa ini dengan molekul obat
dapat membentuk kompleks pada permukaan membran. Kompleks
tersebut melintasi membran dan selanjutnya molekul dibebaskan pada
permukaan lainnya, lalu pembawa kembali menuju ke permukaan asalnya
(Syukri, 2008).
Sistem transpor aktif bersifat jenuh. Sistem ini menunjukkan
adanya suatu kekhususan untuk setiap molekul atau suatu kelompok
molekul. Oleh sebab itu dapat terjadi persaingan beberapa molekul
berafinitas tinggi yang menghambat kompetisi transpor dari molekul
berafinitas lebih rendah. Transpor dari satu sisi membran ke sisi membran
yang lain dapat terjadi dengan mekanisme perbedaan konsentrasi. Tranpor
ini memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisis adenosin trifosfat
(ATP) dibawah pengaruh suatu ATP-ase (Syukri, 2008).
d. Difusi terfasilitasi
Difusi ini merupakan cara perlintasan membran yang memerlukan
suatu pembawa dengan karakteristik tertentu (kejenuhan, spesifik dan
kompetitif). Pembawa tersebut bertanggung jawab terhadap transpor aktif,

tetapi pada transpor ini perlintasan terjadi akibat gradien konsentrasi dan
tanpa pembebasan energi (Syukri, 2008).
e. Pinositosis
Pinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh
molekul-molekul besar dan terutama oleh molekul yang tidak larut.
Perlintasan terjadi dengan pembentukan vesikula (bintil) yang melewati
membran (Syukri, 2008).
f. Transpor oleh pasangan ion
Transpor oleh pasangan ion adalah suatu cara perlintasan
membran dari suatu senyawa yang sangat mudah terionkan pada pH
fisiologik. Perlintasan terjadi dengan pembentukan kompleks yang netral
(pasangan ion) dengan senyawa endogen seperti musin, dengan demikian
memungkinkan terjadinya difusi pasif kompleks tersebut melalui membran
(Syukri, 2008).

C. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui
sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga
ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase
berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi
segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik
misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua
jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di
atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru
mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang
interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu
melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah
larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam
otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus
membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel.
Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat
bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat
dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar

obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan
berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein (Joyce,
2005).
D. Metabolisme
Metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang
terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat
diubah menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang
larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu,
pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat
berperan dalam mengakhiri kerja obat.(Ganiswarna, 2001)
Reaksi metabolisme atau biotransformasi obat dapat dibagi menjadi
dua fase, yaitu reaksi fungsionalisasl sebagai fase 1 dan reaksi bloslnfesls
(konjugasi) sebagai fase 2. Sistem enzim yang terlibat dalam proses
blotransformasi obat kebanyakan berada di hati, walaupun tiap jaringan yang
diperiksa juga memilki aktivitas metabolisme. (Brunton, 2011).
Reaksi Fase I
Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang
lebih polar melalui pemasukan atau pembukaan (unmasking) suatu gugus
fungsional (misalnya OH, -NH2, -SH) (Neal,2005). Reksi fase I bertujuan
untuk menyiapkan senyawa yang digunakan untuk metabolisme fase II dan
tidak menyiapkan obat untuk diekskresi. Sistem enzim yang terlibat pada reksi
oksidasi adalah sistem enzim mikrosomal yang disebut juga sistem Mixed
Function Oxidase (MFO) atau sistem monooksigenase. Komponen utama
yang berperan pada sistem MFO adalah sitokrom P450, yaitu komponen
oksidase terminal dari suatu sistem transfer elektron yang berada dalam
retikulum endoplasma yang bertanggung jawab terhadap reaksi-reaksi
oksidasi obat dan digolongkan sebagai enzim yang mengandung hem (suatu
hem protein ) dengan protoperfirin IX sebagai gugus prostatic.
Reaksi-reaksi yang termasuk dalam fase I antara lain:
1. Reaksi Oksidasi
Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi
pada berbagai molekul menurut proses khusus tergantung pada masingmasing struktur kimianya, Reaksi oksidasi dibagi menjadi dua, yaitu

oksidasi yang melibatkan sitokrom P450 (enzim yang bertanggungjawab


terhadap reaksi oksidasi) dan oksidasi yang tidak melibatkan sitokrom
P450.
2. Reaksi Reduksi
Reaksi ini kurang penting dibanding reaksi oksidasi. Reduksi
terutama berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat),
kadang-kadang pada karbon. Hanya beberapa obat yang mengalami
metabolisme dengan jalan reduksi, baik dalam letak mikrosomal maupun
non mikrosomal
3. Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)
Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah
hidrolisis dari ester dan amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik
mikrosomal

dan

nonmikrosomal

akan

menghidrolisis

obat

yang

mengandung gugus ester. Di hepar,lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis


dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis peptidin oleh suatu enzim. Esterase
non mikrosomal terdapat dalam darah dan beberapa jaringan.
Reaksi Fase II
Reaksi fase II merupakan reaksi konjugasi. Konjugat ini dihasilkan oleh
reaksi fase I. konjugat adalah molekul-molekul polar yang mudah
diekskesikan dan biasanya bersifat inaktif. Pembentukan konjugat melibatkan
intermediate energy tinggi dan enzim-enzim transfer yang spesifik. Beberapa
enzim terletak dalam sitosol, sehingga reaksi ini terjadi di sitosol. Nutrisi
memegang peranan penting dalam konjugasi obat.
Reaksi fase II memiliki substrat endogen berupa asam glukuronat, asam
sulfat, asam asetat, atau asam amino. Hasil dari reaksi ini yaitu sangat polar.
Reaksi fase II yang terpenting adalah glukoronidasi melalui enzim UDPglukoronil transferas (UGT), yang terjadi dalam mikrosom hati dan jaringan
ekstrahepatik lainnya. Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau
inhibisi enzim metabolism, terutama enzim CYP. Peningkatan sintesis enzim
metabolism pada tingkat transkripsi menyebabkan terjadinya peningkatan
kecepatan metabolism obat yang menjadi substrat enzim yang bersangkutan,
sehingga diperlukan peningkatan dosis obat (toleransi farmakokinetik).
Inhibisi enzim metabolism yaitu hambatan yang terjadi secara langsung
sehingga berakibat peningkatan kadar obat yang menjadi substrat dari enzim
yang dihambat juga dan terjadi secara langsung. Diperlukan penurunan dosis

10

obat agar mencegah terjadinya toksisitas. Hambatan bersifat kompetitif


karena merupakan substrat dari enzim yang sama. Namun ada juga yang
bersifat nonkompetitif yaitu dengan ikatan yang irreversible.
E. Ekskresi
Obat, setelah digunakan oleh tubuh akan dikeluarkan dari tubuh melalui
organ ekresi dalam bentuk metabolit hasil dari biotransformasi atau seperti
bentuk asalnya. Obat dalam bentuk polar diekskresikan lebih cepat dibanding
dengan obat dengan kelarutan lemak yang tinggi, kecuali pada eksresi melalui
paru-paru. ( Suyatna, 2007)
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat dapat
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuk atau metabolit hasil dari
biotransformasi. Fungsi ginjal akan matang pada usia 6-12 bulan, namun
menurut 1% per tahun saat dewasa. Ekskresi pada ginjal dapat melalui 3
proses, yaitu filtrasi glomerulus, sekresi tubulus aktif, dan reabsorbsi tubulus
pasif. ( Suyatna, 2007)
Glomerulus yang merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua
zat yang lebih kecil dari albumin melaui celah antarsel endotelnya. Filtrasi
glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yaitu plasma munis protein. Semua obat
bebas akan keluar sementara obat yang terikat protein tetap di dalam darah.
Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksumal terjadi melalui
transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug- resistance
protein) yang terdapat di membrane sel epitel dengan selektivitas berbeda,
yakni MRP untuk anion organic dan konjugat (mis. Penisilin, probenesid,
glukoronat, sulfat dan konyugat glutation), dan P-gp untuk kation organic dan
zat netral (mis. Kuinidin, digoksin). Dengan demikian terjadi kompetisi
antara asam-asam organic maupun antara basa-basa organik untuk disekresi.
Ini dimanfaatkan dalam pengobatan gonorea denga derivate penisilin.
Ampisilin dosis tunggal diberikan bersama probenesid untuk memperpanjang
kerjanya sehingga probenesid akan menghambat sekresi aktif ampisilin di
tubulus ginjal karena berkompetisi untuk transporter membran yang sama,
MRP. (Sulistia, 2007)
Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat
yang larut lemak. Derajat ionisasi yang bergantung pada pH larutan

11

dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi ginjal pada keracunan obat asam


atau obat basa. Obat asam dan obat basa yang relatif kuat terionisasi
sempurna pada pH ekstrim urin akibat asidifikasi dan alkalinisasi paksa.
Hanya obat asam (pKa antara 3,0 dan 7,5) dan obat basa ( pKa antara 6-12 )
yang dapat dipengaruhi oleh pH urin.Bila urin lebih basa, asam lemah
terionisasi lebih banyak sehingga reabsorpsinya berkurang, akibatnya
ekskresinya meningkat. Namun, jika urin lebih asam, ekskresi asam lemah
berkurang. Prnsip ini digunakan untuk mengobati kerucanan obat yang
ekskresinya dapat dipercepat dengan pembasaan atau pengasaman urin,
misalnya salisila, fenobarbital. Pada tubulus distal terdapat protein transporter
yang berfungsi untuk reabsorpsi aktif dari lumen tubulus kembali ke dalam
darah. (Sulistia, 2007)
Ekskresi untuk obat yang lain yaitu melalui empedu ke dalam usus dan
keluar berasama feses. Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di
membrane kanalikulus sel hati dan mensekresi aktif obat-obat dan metabolit
ke dalam empedu dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk aion organic
dan konyugat (glukuroat dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organic,
steroid, kolesterol, dan garam empedu. P-gp dan MRP juga terdapat di
membrane sel usus., sehngga sekresi langsung obat dan metabolit dari darah
ke lumen usus juga terjadi. Siklus enterohepatik dapat memperpanjang efek
obat, misalnya estrogen dalam kotraseptif oral. (Sulistia, 2007)
Ekskresi melalui organ lainnya yaitu seperti melalui paru terutama untuk
eliminasi gas anestetik umum. Selain itu, ekskresi juga dapat melalui berbagai
cairan yang dikeluarkan oleh tubuh seperti ASI, saliva, keringat, dan air mata.
Ekskresi ini tergantung pada difusi pasif dari bentuk nonion yan glarut lemak
melalui sel epitel kelenjar, dan pada p H. Selain itu, ekskresi melalui rambut
dan kulit mempunyai kepentingan forensik.

12

III. METODE PEMERIKSAAN


A. Alat dan Bahan
1. Alat
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Papan lilin
Spuit tuberkulin
Spuit 3 cc
Jarum steril
Beaker glass 1000cc
Kapas
Sondase

2. Bahan
A Na phobarbital
B. Cara Kerja
1.
2.
3.
4.
5.

Amatilah 1 ekor tikus putih dan timbang berat badannya


Fiksasi tikus putih pada papan lilin untuk memudahkan pemberian obat
Berikan 30mg/kgBB Na Phonebarbital dengan cara sondase/IM/IV/IP/SC
Masukkan ke dalam beaker glass.
Amati dan catatlah dari awal pemberian , timbul gejala,dan lamanya gejala
a.
Aktivasi spontan dengan respon stimulin yang masih normal
b.
Aktivasi spontan menghilang dengan gerak gerakan yang tak
c.
d.
e.

terkoordinasi terhadap stimulin tersebut


Tak ada respon terhadap stimulin tetapi masih dapat berdiri
Usaha untuk dapat berdiri dilakukan tetapi tidak berhasil
Tidak bergerak sama sekali dan tidak ada usaha untuk berdiri

6. Amati selama 30 menit setiap 5 menit.

13

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Reaksi:
Zat yang dicampurkan

Perubahan yang terjadi

KI 1%(1ml) + amilum 1% (1ml)

Tidak berubah warna (bening)

KI 1%(1ml) + amilum 1% (1ml)


+ NaOH2 10% (2-3 tetes) + HCl
1N (2-3 tetes)

Warna berubah menjadi hitam

Pada percobaan farmakokinetik kali ini dapat terlihat perubahan warna


menjadi lebih gelap pada reaksi II (kontrol positif). Sedangkan pada reaksi I
(kontrol negatif) tidak ditemukan danya perubahan warna.
B. Pembahasan
1.

Sekilas Teori Farmakokinetik


Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh
atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup empat proses,
yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi
(E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau
bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat (Gunawan, 2009).
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian
ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian
obat adalah saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan
lain-lain. Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi
sistemik ke jaringan dan cairan tubuh. Metabolisme/biotransformasi obat
adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga menjadi lebih larut
air

untuk

dapat

dibuang

keluar

tubuh.

Ekskresi

obat

artinya

eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Obat juga dapat dibuang melalui


paru-paru,

eksokrin

(keringat,

ludah,

payudara),

kulit

dan

taraktusintestinal. (Gunawan, 2009).

14

Dari beberapa penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses


farmakokinetik terdiri dari empat proses. Dengan urutan sebagai berikut:
absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi.
2. Pembahasan hasil
Pada praktikum

yang

telah

kami

lakukan

pada

materi

farmakokinetik dengan cara mengamati perubahan warna urin pada tikus


putih (Rattus norvegicus) sesuai dengan teori. Hasilnya menunjukan gejala
dan tanda-tanda yang sesuai teorinya. Pada hitungan beberapa menit
dengan dosis reaksi yang berupa kontrol negatif dan kontrol poitif, tikus
putih (Rattus norvegicus) menunjukan respon yang baik terhadap
pemberian reaksi tersebut.
Namun ada beberapa hal yang tidak dapat berjalan dengan baik
sesuai dengan teorinya ketika praktikum berlangsung. Hal-hal tersebut
dikarenakan oleh probandus yakni tikus putih (Rattus norvegicus) nonkooperatif. Melalui cara pemberian reaksi dengan menggunakan alat sonde
lambung, membuat tikus putih (Rattus norvegicus) tidak nyaman. Pada
awalnya tikus mengalami stres ketika diambil, ditunjukan dengan
banyaknya kotoran yang dikeluarkan oleh tikus putih (Rattus norvegicus).
Sehingga saat obat akan mulai diberikan, tikus mulai memberontak dan
sulit untuk diatur. Hal ini membuat proses pemberian reaksi kontrol negatif
dan kontrol positif menjadi terhambat dan tidak maksimal sesuai dengan
teori yang telah diberikan.

V.

KESIMPULAN

1. Farmakokinetik obat meliputi empat proses, yaitu absorbsi, distribusi,


metabolisme, dan ekskresi.

15

2.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi absorbsi obat diantaranya


adalah kemampuan difusi obat dalam melintasi membrane sel yang dituju,
konsentrasi obat, sirkulasi pada tempat absorbs, bentuk sediaan obat, cara
pemakaian obat, serta peningkatan metabolism seseorang ( seperti pada saat

3.

berkativitas maupun tidur).


Proses distribusi merupakan proses penyebaran obat ke jaringan dan ke
reseptor untuk menjalankan terapi melalui sirkulasi sistemik. Sebagian obat
akan terikat protein plasma dalam darah dan menjadi tidak aktif dan sebagian

lainnya merupakan obat bebas yang dapat bekerja secara langsung.


4. Proses metabolisme adalah proses merombak obat supaya menjadi lebih polar
dan mudah diekskresi. Proses ini meliputi reaksi fase I (oksidasi, reduksi, dan
hidrolisis) dan II (konjugasi). Hati merupakan organ utama dalam proses
metabolisme obat.
5. Proses ekskresi adalah proses mengeluarkan obat yang merupakan benda
asing. Ginjal adalah organ utama dalam proses ini, karena sebagian besar obat
akan dikeluarkan bersama urin, namun terdapat juga melalu kulit melalu air
keringat dan melalui pembuangan saat bernapas.

16

Anda mungkin juga menyukai