Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh
Samuel Keryanto Rumende
0961050192

Pembimbing
DR. Sudung Nainggolan,MHSc

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PERIODE 11 MEI 25 JULI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA

1. VEKTOR PENYAKIT
http://www.b2p2vrp.litbang.depkes.go.id/index.php/81-berita/138persiapan-riset-khusus-vektor-dan-reservoir-penyakit

Persiapan Riset Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit


Published on Monday, 01 September 2014 13:56

Riset Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit (Rikhus Vektora) adalah


salah satu riset skala nasional Badan Litbang Kesehatan dengan
Penanggungjawab kegiatan ada di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga. Riset dilakukan dengan latar belakang (1) tingginya
ancaman penyakit tular vektor, zoonosis yang bersifat emerging /
new emerging infectious diseases (EID) untuk menimbulkan
pandemi; (2) biogeografis Indonesia yang merupakan pertemuan dua
daerah pembagian fauna dunia (daerah Oriental dan Australia) memiliki risiko keragaman jumlah spesies
satwa liar yang akan terdistribusi di berbagai tipe habitat dan ekosistem; dan (3) data nasional terkait
taksonomi dan bionomik dari berbagai nyamuk vektor ataupun tikus serta kelelawar reservoir masih
belum ada, hanya terdapat beberapa penelitian yang dilakukan secara terpisah-pisah hingga awal tahun
2000. Rikhus Vektora direncanakan akan dilaksanakan secara bertahap di 34 provinsi di Indonesia selama
3 tahun, yang dimulai pada tahun 2015-2017. Pada tahun 2015 kegiatan dilaksanakan di 9 provinsi, tahun
2016 di 13 provinsi dan pada tahun 2017 di provinsi tersisa. Pelaksanaan persiapan dan uji coba sudah
mulai dilakukan pada tahun 2014 ini. Pelaksanaan pengumpulan data nantinya akan mencakup 136
kabupaten dengan 816 titik ekosistem di seluruh provinsi. Pengumpulan data pada Rikhus Vektora
mencakup vektor (nyamuk) dan reservoir (tikus dan kelelawar). Kegiatan akan melibatkan Dinas
Kesehatan Propinsi/ Kabupaten/Kota, berbagai Lembaga Penelitian dan sejumlah Perguruan Tinggi di
Indonesia.
Untuk mempersiapkan Rikhus Vektora ini, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan
Reservoir Penykait (B2P2VRP) Salatiga menyelanggarakan Rapat Persiapan Riset Khusus Vektor dan
Reservoir Penyakit yang dilaksanakan di Hotel Shantika Semarang pada tanggal 27-29 Agustus 2014.
Adapun peserta berasal dari Kementerian Kesehatan RI (Dirjen P2PL, Subdit Pengendalian Arbovirosis,
Subdit Pengendalian Zoonosis, Subdit Pengendalian Vektor dan Puskomlit Kemenkes), Badan Litbangkes
Kesehatan, Tim Pakar Rikhus dan Narasumber, WHO Representatif Indonesia, Kementerian Pertanian,
Kementerian Kehutanan, Kementerian Riset dan Teknologi, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman,
Komnas Pengendalian Zoonosis,Dinas Kesehatan Provinsi Seluruh Indonesia, Beberapa Universitas di
Indonesia, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan, Kantor Kesehatan Lapangan, Balai Laboratorium
Kesehatan, Balai Besar Veteriner-Wates Yogyakarta, Balai Besar Litbang Veteriner Bogor. Tujuan umum
riset adalah pemuktakhiran data vektor (nyamuk) dan reservoir (tikus dan kelelawar) penyakit sebagai
dasar pengendalian penyakit tular vektor dan reservoir di Indonesia. Tujuan khusus: Inkriminasi dan
konfirmasi spesies vektor (nyamuk) dan reservoir (tikus dan kelelawar) penyakit; Memperoleh peta
sebaran vektor dan reservoir penyakit; Mencari kemungkinan adanya vektor dan reservoir penyakit baru;
Mencari kemungkinan pathogen penyakit tular vektor dan reservoir baru Memperoleh data

penanggulangan penyakit tular vektor (DBD dan Malaria) dan


reservoir (leptospirosis) berbasis ekosistem yang telah dilakukan
secara lokal; Mengembangkan spesimen koleksi referensi vektor dan
reservoir penyakit. Manfaat Rikhus Vektora ditujukan kepada:
Pemangku Kebijakan Publik dan berbagai Institusi Penanggungjawab
Program Penanggulangan Penyakit Tular Vektor dan Reservoir atau
zoonosis; yaitu dengan menggunakan data terbaru dalam mendukung
program pengendalian yang nantinya sekaligus juga memenuhi
kebutuhan yanfaskes sesuai kondisi lokal. Masyarakat Ilmiah; yaitu dapat melakukan peningkatan
kapasitas pemeriksaan laboratorium secara nasional (SDM, metode, sar-pras); memiliki data terkini dalam
menentukan prioritas litbang di bidang vektor dan reservoir penyakit sesuai kondisi ekosistem per
wilayah (a.l. litbang obat, vaksin, alkes, deteksi dini, dll.); atau melakukan prioritas kajian terhadap
kebijakan dan program pengendalian vektor dan reservoir per wilayah Mayarakat umum; akan dapat
memperoleh penyuluhan sesuai kondisi terkini penyakit tular vektor dan reservoir berdasarkan lokal
spesifik danpemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir.
KESIMPULAN : Dari artikel di atas, pemerintah mulai sadar akan pentingnya memperoleh peta sebaran
vector dan reservoir penyakit, mencari kemungkinan adanya vector dan reservoir penyakit baru, serta
mencari kemungkinan pathogen penyakit tular vector dan reservoir penyakit baru.Program tersebut akan
dilaksanakan selama 3 tahun dari tahun 2015-2017 di 34 provinsi di Indonesia

2. HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN


http://www.bapelkescikarang.or.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=913:upaya-penyehatan-lingkungan-dan-sanitasimakanan-ibadah-haji&catid=39:kesehatan&Itemid=15

Upaya Penyehatan Lingkungan Dan Sanitasi Makanan Ibadah Haji


Posted: 11 Feb, 2015
Fahmi Arif Bapelkes Cikarang

Setiap bulan Dzulhijjah milyaran umat muslim di dunia terpusatkan perhatiannya pada ibadah haji di
Arab Saudi. Ibadah haji merupakan rukun islam yang ke 5 (lima) dan untuk melaksanakan ibadah ini
merupakan dampakan dan cita-cita setiap muslim di dunia, tak terkecuali di negara kita Indonesia.
Dengan jumlah populasi muslim terbanyak seduania, menjadikan penyelenggaraan ibadah haji di Arab
Saudi di dominasi oleh jamaah haji dari Indonesia. Tak heran karena Indonesia merupakan Negara
terbesar penerima kuota jamaah haji setiap tahunnya. Penyelenggaraan Haji setiap tahunnya menjadi hajat
besar bagi Pemerintah Indonesia. Pemerintah mempunyai tugas melindungi jamaah haji Indonesia dari
mulai keberangkatan, pelaksanaan sampai dengan kepulangan kembali ke tanah air. Segala cara
dikerahkan pemerintah untuk menjamin keselamatan, kesehatan dan kenyamanan jamaah Indonesia
selama menjalankan ibadah suci, ibadah haji. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam

menjamin keselamatan, kesehatan dan kenyamanan jamaah Haji Indonesia,


khususnya yang berkenaan dengan kesehatan adalah melakukan
penyelenggaraan kesehatan haji. Penyelenggaraan Kesehatan Haji adalah
rangkaian kegiatan pelayanan kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan,
bimbingan dan penyuluhan kesehatan kesehatan haji, pelayanan kesehatan,
imunisasi, surveilans, Penanggulangan KLB dan musibah massal, kesehatan
lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji. Pedoman
penyelenggaraan kesehatan haji tersebut secara lengkap tertuang dalam
Kepmenkes
RI
No.
442/Menkes/SK/VI/2009
tentang
Pedoman
Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia. Penyelenggaraan kesehatan haji tidak hanya dalam bentuk
kuratif dan rehabilitatif, tetapi pelayanan promotif dan preventif pun tak kalah pentingnya guna mencegah
dan meminimalisir berbagai kasus kesehatan selama ibadah haji. Salah satu upaya preventif dalam
penyelengaaraan kesehatan haji adalah upaya Sanitasi Ibadah Haji. Salah satu titik fokus dari Upaya
Sanitasi Ibadah haji adalah pada upaya Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi Makanan. Penyehatan
Lingkungan dan Sanitasi Makanan merupakan kegiatan pemeriksaan, pemantauan, kajian, rekomendasi
antisipasi, kewaspadaan dan tindakan penaggulangan serta kerjasama berbagai pihak dalam sanitasi
makanan, penyehatan lingkungan asrama/pondokan, transportasi, restoran, dan tempat-tempat pelayanan
agar jamaah haji dan petugas bebas dari ancaman terjadinya KLB keracunan dan penyakit menular, atau
gangguan kesehatan lainnya. Upaya ini dilakukan selama proses ibadah haji, dari mulai keberangkatan
sampai dengan kepulangan jamaah. Dibawah ini akan diuraikan secara garis besar tentang sasaran
kegiatan Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan pada penyelenggaraan ibadah haji, mengacu
pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 442/MENKES/SK/VI/2009 sebagai
berikut : a. Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan di tanah air. Sasaran kegiatan adalah
Asrama haji transit, asrama haji embarkasi/debarkasi, dan jasa boga haji. Terdapat dua kegiatan selama
tahap ini yaitu Pemeriksaan dan Penilaian Awal, serta kegiatan selama operasional. Obyek pemeriksaan
dan penilaian awal asrama meliputi umum, ruang bangunan, kamar tidur jamaah, penyediaan air bersih,
dapur, pengelolaan limbah, dan pengendalian vektor. Pemeriksaan dan penilaian asrama berdasarkan pada
standard asrama, standar kualitas udara dan pencahayaan di sarama, standar kepadatan ruang tidur, tempat
sampah, dan lainnya sesuai standar yang berlaku Sedangkan kegiatan selama operasional antara lain :
Melakukan pemamantauan kesehatan lingkungan Penyuluhan kesehatan lingkungan dan personal hygiene
Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi rumah makan dan jasa boga yang menyediakan
makanan dan minuman bagi jamaah haji baik sebelum berangkat, dalam perjalanan, maupun setelah tiba
dan selama di Arab Saudi Pengambilan sampel makanan dan minuman Pengendalian vektor b.
Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan di pesawat/kapal, meliputi pemeriksaan fisik
kebersihan lingkungan, pengendalian vektor, serta pengawasan hygiene sanitasi makanan. c. Penyehatan
Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan selama operasional di Saudi Arabia. Sasaran kegiatan pada tahap
ini adalah pondokan jamaah haji, pondokan petugas haji, lingkungan kantor daerah kerja dan sektor di
Jeddah, Makkah, dan Madinah, lingkungan BPHI daerah kerja dan BPHI Sektor, catering Air Port Jeddah
dan Madinah dan catering jamaah hajidan petugas haji di Daker Jeddah, Makkah dan Madinah. Pada poin
c tersebut, terdapat dua kegiatan, yaitu tahap persiapan dan tahap selama operasional. Pada tahap
persiapan, kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi Penetapan standar dan pemeriksaan serta
penilaian awal terhadap pondokan dan jasa boga. Sedangkan kegiatan selama operasional haji antara lain
meliputi : Melaksanakan pemeriksaan dan pemantauan kesehatan lingkungan kantor, pondokan
Penyuluhuan kesehatan lingkungan dan personal hygiene Pembinaan dan pengawasan hygiene dan

sanitasi jasa boga dan restoran yang terkait baik sebelum maupun selama di Arab Saudi Pengambilan
sampel makanan dan minuman
Pengendalian vektor Diharapkan dengan upaya tersebut dapat mencegah dan meminimalisir berbagai
kasus kesehatan selama penyelenggaraan ibadah haji, khusunya yang berkaitan dengan penyehatan
lingkungan dan sanitasi makanan.
KESIMPULAN : Dari artikel di atas, dalam penyelenggaraan kgiatan haji selain kegiatan pelayanan
kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan kesehatan haji,
pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans, Penanggulangan KLB dan musibah massal, kesehatan
lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji.Pemerintah juga melakukan kegiatan
preventif yaitu Sanitasi Ibadah Haji.Kegiatan Sanitasi Ibadah haji adalah pada upaya Penyehatan
Lingkungan dan Sanitasi Makanan.

3.PENYEDIAAN AIR MINUM


http://www.ditpam-pu.org/berita-269-tantangan-penyediaan-air-minum-yang-sehat-aman-dan-terjaminbagi-rakyat.html

Tantangan Penyediaan Air Minum Yang Sehat, Aman dan


Terjamin Bagi Rakyat
1.

Selasa, 03 September 2013 - 17:11:33 WIB

Jakarta Adakah yang lebih penting dari air minum yang sehat dan aman untuk dikonsumsi dan terjamin
ketersediaannya bagi rakyat Indonesia saat ini? Rasanya sulit dibayangkan jika dalam satu hari orang
tidak minum. Tentu bukan meminum air sembarangan, tetapi minum air yang sehat dan aman untuk
dikonsumsi. Tetapi apa masalahnya dengan penyediaan air minum di Indonesia? Bukankah wilayah
Indonesia dua pertiganya adalah lautan? Bukankah di seluruh wilayah Indonesia ini berdiri kokoh ratusan
gunung-gunung yang menjadi sumber air bagi ribuan sungai yang membelah daratan, mengaliri tanah
menjadi subur, dan menjadi bahan baku air minum bagi rakyat? Bahkan di negeri ini terdapat ribuan
sumber air, dan ratusan waduk atau danau. Tentu saja bukan ketersediaan air bakunya, karena air laut pun,
dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, bisa disaring dan diolah menjadi air yang layak
untuk dikonsumsi. Apalagi sekedar mengolah air sungai, air waduk atau air yang muncul dari sumber air,
tentu lebih mudah. Persoalannya ternyata bukan dari ketersediaan air baku atau teknologi pengolahannya,
tetapi terletak pada besarnya biaya yang dibutuhkan dan rumitnya perencanaan, pembangunan, dan
pengelolaan sistem penyediaan air minum (SPAM). Persoalan juga muncul ketika tidak semua daerah
kabupaten/kota memiliki sumber air baku yang layak untuk diolah menjadi air minum yang sehat, aman
dan berkelanjutan. Daftar kendala untuk penyediaan air minum yang sehat, aman dan berkelanjutan bagi
seluruh rakyat semakin panjang ketika diketahui betapa saat ini ada 17.010 desa kering dan desa rawan air
di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik akhir tahun 2011, di Indonesia terdapat 1.235
desa kering dan 15.775 desa rawan air, kata Direktur Pengembangan Air Minum (PAM), Ir. Sutjiono.
Desa-desa itu menjadi prioritas utama dalam penanganan pelayanan air minum yang sehat, aman dan
berkelanjutan, kata Direktur PAM itu ketika memaparkan Ekspose Bidang Pengembangan Air Minum TA
2014 di Kantor Kementerian PU di Jakarta, Juni 2013 lalu. Tentu saja tidak bisa sekaligus seluruh desa

kering dan rawan air itu akan mendapatkan program penyediaan air minum, mengingat terbatasnya
anggaran yang tersedia. Kami harus menentukan prioritas, yang pertama adalah menangani 326 desa
kering di wilayah rawan air berdasarkan kondisi alam dan sosial, kemudian prioritas kedua terhadap 773
desa kering di wilayah yang berpotensi terjadi rawan air berdasarkan kondisi alam dan sosialnya.
Selanjutnya, prioritas ketiga dan keempat adalah menangani 136 desa kering dan 15.775 desa rawan air,
kata Danny. Dikemukakan, tugas berat pemerintah melalui Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU, harus
dituntaskan untuk memenuhi target pembangunan nasional di bidang air bersih dan air minum, seperti
dinyatakan berkali-kali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bapak Presiden telah
menginstruksikan seluruh jajaran Kementerian PU untuk mengatasi krisis air di daerah tandus dan sulit
air, sehingga pada tahun 2025, tidak ada lagi krisis air bersih, dan semua rakyat Indonesia dapat
mengakses air bersih dan air minum yang sehat dan aman untuk dikonsumsi, kata Danny Sutjiono.
Bahkan saat berpidato di Forum Panel Sidang Majelis Umum PBB di New York, AS, akhir Mei 2013 lalu,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menuntaskan
tiga target utama Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 2015, yaitu menurunkan tingkat kematian ibu
hamil, angka kematian balita, dan meningkatkan akses rakyat terhadap air bersih dan air minum.
Deklarasi Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs) disepakati pada tahun
2000 oleh 189 negara anggota PBB saat itu. Batas akhir deklarasi MDGS adalah akhir tahun 2015.
Komitmen Presiden SBY, menurut Danny Sutjiono, sangat jelas, dalam jangka pendek, yaitu 1,5 tahun ke
depan, harus mampu memenuhi pencapaian tingkat pelayanan bidang air minum sebesar 68,87 persen
sesuai target MDGs tahun 2015, sedangkan program jangka menengah, pada tahun 2025 tidak ada lagi
rakyat Indonesia yang tidak bisa mengakses air bersih dan air minum yang sehat dan aman. Kendala
Kelembagaan Hambatan dan kendala lain dalam pembangunan sistem penyediaan air minum dan
pelayanan air minum yang sehat dan aman bagi rakyat adalah dari sisi kelembagaan. Saat ini, sebanyak
287 kabupaten/kota di Indonesia belum memiliki Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM), kemudian ada 55 kabupaten/kota yang belum memiliki lembaga pengelola SPAM, baik
berupa perusahaan daerah, badan layanan umum atau unit pelaksana teknis. Dari sisi kelembagaan
memang sangat mengkhawatirkan, karena hingga saat ini kebanyakan lembaga pengelola layanan air
minum di daerah-daerah, yang merupakan operator utama penyedia layanan air minum, tidak efisien dan
memiliki utang yang cukup besar, kata Direktur PAM Danny Sutjiono. Dikemukakan, dari sebanyak 497
kabupaten/kota di seluruh Indonesia, baru 375 kabupaten/kota yang memiliki perusahaan daerah air
minum (PDAM), sedangkan 122 kabupaten/kota belum memiliki PDAM, meskipun memiliki badan
pengelola dalam bentuk lain. Berdasarkan audit BPPSPAM terhadap 328 PDAM, katanya, hanya 171
PDAM (52 persen) yang masuk katagori sehat, sedangkan sisanya sebanyak 157 PDAM atau 48 persen,
masuk katagori sakit dan kurang sehat akibat utang yang besar, pengelolaan yang kurang efisien,
lemahnya kompetensi para pengelolanya, serta besarnya Non-Revenue Water (NRW) atau tingkat
kebocoran air yang di beberapa PDAM bahkan bisa mencapai lebih dari 50 persen. Berdasarkan audit
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2012, menurut Kepala Subdit Pengaturan
dan Pembinaan Kelembagaan (Subdit PPK) Direktorat PAM, Ditjen CIpta Karya, Kementerian PU, Ir
Hilwan, MSc, tingkat kehilangan air (NRW) secara rata-rata nasional adalah 31 persen dari total produksi
air minum nasional sebesar 127.000 liter/detik. Dengan asumsi harga air adalah Rp 2.000/meter kubik,
maka Indonesia sesungguhnya telah kehilangan penerimaan uang sebesar Rp 2,48 triliun/tahun atau setara
dengan biaya untuk membangun 3,15 juta sambungan baru, kata Hilwan. Upaya Direktorat Jenderal
Cipta Karya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan PDAM terus dilakukan, termasuk membantu
melakukan pendampingan dalam pengembangan dan perencanaan bisnis, peningkatan kinerja, pelatihan

manajemen, dan memberikan dukungan dalam


mempercepat proses penyehatan PDAM serta
percepatan penyelesaian restrukturisasi utang
PDAM. Tahun 2013 ini, Direktorat PAM, bekerja
sama dengan BPKP, Kementerian Keuangan dan
Bappenas, telah melakukan program penyehatan dan
restrukturisasi utang terhadap 86 PDAM.
Bagaimanapun, kami harus menyehatkan dulu
PDAM-nya, karena PDAM yang sehat menjadi
kunci bagi pelayanan air minum yang sehat dan
berkelanjutan terhadap rakyat, kata Hilwan.
Komitmen Pemerintah Daerah Direktur PAM Danny
Sutjiono mengakui tantangan ke depan dalam penyediaan air minum yang sehat, aman dan berkelanjutan
bagi seluruh rakyat masih sangat berat. Sesungguhnya dari sisi pembiayaan dan dari sisi komitmen dan
tanggung jawab Kementerian PU, kami telah siap untuk menuntaskan target MDGs 2015, hanya saja
diperlukan kerja sama dan komitmen yang kuat dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan
PDAM untuk bersama-sama memberikan pelayanan yang terbaik di bidang air minum bagi seluruh
rakyat, katanya. Menurut dia, tahun 2013 ini, dana APBN untuk pembangunan dan pengembangan
bidang air minum bisa mencapai Rp 5,5 triliun, dan hal itu luar biasa dan merupakan sejarah baru, karena
selama ini tidak lebih dari Rp 3,5 triliun/tahun. Bahkan terbuka untuk mendapat tambahan Rp 1,5 triliun
melalui APBN-P 2013. Tahun 2014 juga diharapkan akan mendapatkan porsi anggaran yang tidak terlalu
berbeda. Ia mengemukakan, kucuran dana APBN sudah sangat besar dalam membangun insfrastruktur
SPAM dan jaringan distribusi di bagian hulu, namun ia menyayangkan kurangnya komitmen pemerintah
daerah dan perusahaan daerah air minum untuk memanfaatkan sarana air minum yang sudah terbangun.
Seharusnya pemerintah daerah dan PDAM bisa memanfaatkan sarana air minum yang sudah terbangun
di bagian hulu, yaitu dengan membangun jaringan distribusi tersier atau sambungan pipa ke rumah-rumah
yang memang menjadi tanggung jawab mereka, katanya. Kepala daerah dan PDAM, katanya, harus
mampu menginvestasikan dana bagi penambahan jaringan tersier, meningkatkan kualitas kinerja dan
pelayanan, serta berani menerapkan tarif air minum yang setara dengan pengeluaran biaya yang telah
dikeluarkan perusahaan atau full cost recovery. Meski kondisi saat ini tingkat pelayanan bidang air
minum secara nasional baru mencaapi 55 persen lebih, sesungguhnya dari sisi kapasitas di bagian hulu
sudah mencapai 62 persen lebih, karena saat ini ada 44.000 liter/detik air minum yang tidak
termanfaatkan, dan itu setara dengan 7,4 persen tingkat pelayanan air minum, kata Danny Sutjiono.
Dengan demikian, menurut Direktur PAM, sangat realistis jika target MDGs 2015 bidang pelayanan air
minum sebesar 68,87 persen akan mampu dicapai dalam 1,5 tahun ke depan, karena sisanya hanya sekitar
6,8 persen saja. Menurut Danny Sutjiono, sesuai Direktif Presiden RI, kucuran dana APBN juga sangat
besar untuk menyediakan pelayanan air minum yang layak bagi masyarakat di kawasan perbatasan,
pulau-pulau terluar, pulau-pulau terpencil, kawasan pesisir, desa nelayan, serta bagi masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) di daerah perkotaan. Untuk kawasan perbatasan dan daerah pemekaran,
tahun ini akan dibangun SPAM di 14 lokasi, sedangkan di pulau terluar dan daerah terpencil, akan
dibangun SPAM di 21 kawasan. Pembangunan SPAM juga akan dilaksanakan di 118 desa yang masuk
kawasan daerah tertinggal, 44 kawasan pesisir, 157 desa nelayan dan di 260 kawasan perkotaan yang
dihuni masyarakat berpenghasilan rendah. Sesungguhnya, dengan banyaknya program pembangunan
dan pengembangan sarana air minum di daerah-daerah yang dilakukan melalui dana APBN, kami

optimistis target MDGs 2015 bidang pelayanan air minum sebesar 68.87 persen akan tercapai di akhir
tahun 2015, katanya. Sekarang, katanya, tinggal komitmen dan keseriusan pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota dan PDAM untuk memanfaatkan sarana penyediaan air minum yang telah
dibangun pemerintah pusat di tingkat hulu dengan membangun jaringan distribusi tersier berupa
sambungan rumah (SR). (Oleh Yayat S. Soelaeman/TU-Ditpam)
KESIMPULAN : Berdasarkan artikel di atas, Presiden SBY menargetkan dalam waktu 1,5 tahun, 3 target
MDGs yaitu menurunkan tingkat kematian ibu hamil, angka kematian balita, dan meningkatkan akses
rakyat terhadap air bersih dan air minum. Pada meningkatkan akses rakyat terhadap air bersih dan air
minum pemerintah banyak menemui tantangan salah satunya adalah banyaknya desa yang mengalami
kekurangan air bersih serta besarnya Non-Revenue Water (NRW) atau tingkat kebocoran air yang di
beberapa PDAM bahkan bisa mencapai lebih dari 50 persen. Untuk menanggulangi hal tersebut tiap tahun
APBN khusus untuk menanggulangi permasalahan air minum ditingkatkan sehingga akan meningkatkan
pula infrastruktur PDAM di tiap daerah. Pemerintah daerah dan PDAM seharusnya bisa memanfaatkan
sarana air minum yang sudah terbangun di bagian hulu, yaitu dengan membangun jaringan distribusi
tersier atau sambungan pipa ke rumah-rumah yang memang menjadi tanggung jawab mereka

4.PENGOLAHAN AIR LIMBAH


http://www.biomicrobe.com/#!Logam-Berat-didalam-Air-Limbah/c27r/A0335F67-1C32-42EF-B757C71A65BC1CA0

Logam Berat di dalam Air Limbah


Thursday, January 22, 2015

Cara Penyisihan Logam Berat di Dalam Air Limbah 1. Pengendapan Penyisihan logam berat dengan
metode pengendapan dapat menurunkan konsentrasi logam berat di dalam air limbah hingga kisaran ppm
(A. Basyal et.al., 2013). Logam berat dapat diendapkan dlm bentuk hidroksida, sulfida, dan karbonat.
Persamaan umum pengendapan logam menggunakan hidroksida adalah sebagai berikut: Mn+ + nOH-
M(OH)n Senyawa yang paling sering digunakan untuk membentuk endapan hidroksida yaitu NaOH dan
Ca(OH)2. Hal yang perlu diperhatikan saat akan menggunakan metode pengendapan hidroksida yaitu pH
dan senyawa pengompleks. Logam-logam sulfida memiliki kelarutan yang sangat kecil. Pengendapan
logam berat dalam bentuk sulfida dapat dilakukan dengan penambahan S2- (ion sulfida). Ion sulfida
menjadi dominan pada kisaran pH 14. Oleh sebab itu, pengendapan sulfida selalu dilakukan dalam
kondisi basa. Apabila kondisi ini tidak dipenuhi, maka yang akan dominan adalah H2S. Seperti kita
ketahui, senyawa ini mengeluarkan bau busuk serta bersifat racun. Berbeda dengan pengendapan
hidroksida, pengendapan menggunakan sulfida tidak terganggu oleh adanya senyawa kelat (chelating
agent). Logam-logam berat yang biasa diendapkan dengan pengendapan karbonat yaitu timbal, cadmium,
dan nikel (Precipitation of Heavy Metals from Wastewaters). Pengendapan karbonat terjadi pada pH di
atas 10 karena ion karbonat (CO32-) hanya hadir pada pH yang tinggi. Gambar berikut ini menunjukkan

hubungan antara pH dengan kelarutan logam


berat di dalam air. Kelarutan Logam Hidroksida
(Sumber: Precipitation of Heavy Metals from
Wastewaters) Kelarutan Logam Sulfida
(Sumber: Precipitation of Heavy Metals from
Wastewaters) Tabel 1. Rangkuman Pengendapan
Beberapa Jenis Logam Berat (dirangkum
dariPrecipitation of Heavy Metals from
Wastewaters) 2. Ion Exchange Metode ion
exchange banyak diaplikasikan di industri
karena
memiliki
keunggulan
untuk
menghasilkan efluen hingga berada rentang ppb
serta mampu mengolah dalam volume yang
besar (A. Basyal et.al., 2013). Kekurangannya adalah selain mahal dan sangat selektif pada pH larutan,
ion exchange juga kurang sesuai untuk menangani ion-ion dengan konsentrasi sangat tinggi karena dapat
menyebabkan penyumbatan pada resin (A. Basyal et.al., 2013) 3. Koagulasi Pada proses penyisihan
logam berat dengan koagulasi, dilakukan penambahan zat kimia yang berfungsi sebagai koagulan. 4.
Reverse osmosis Reverse osmosis merupakan proses pengolahan menggunakan membran yang diberi
tekanan osmotik. Membran yang digunakan memiliki ukuran celah < 0,001 m. Karena memanfaatkan
membran dengan bukaan celah yang sangat kecil, perlu dilakukan pengolahan pendahuluan agar partikel
berukuran besar dapat disisihkan terlebih dahulu sehingga membran tidak mudah jenuh. 5. Cementation
Cementation yaitu metode pengendapan logam melalui mekanisme elektrokimia, dimana logam yang
memiliki potensial oksidasi lebih tinggi akan melewati suatu larutan untuk menggantikan logam dengan
potensial oksidasi yang lebih rendah (A. Basyal et.al., 2013). 6. Adsorpsi Adsorpsi yaitu proses
penempelan senyawa yang terlarut pada suatu permukaan. Contoh yang paling umum yaitu dengan
menggunakan karbon aktif. Proses adsorpsi juga merupakan salah satu mekanisme di dalam biosorption
(silakan lihat artikel mengenai biosorption). 7. Elektrokoagulasi Proses elektrokoagulasi memanfaatkan
arus listrik untuk menyisihkan logam berat dari dalam air limbah (A. Basyal et.al., 2013). Arus listrik
memberi gaya elektrik untuk mendorong terjadinya reaksi kimia sehingga ion-ion yang terdapat di dalam
cairan akan bergerak kea rah kestabilan yang umumnya berwujud padat (awwtinc.com). 8.
Electrowinning Electrowinning yaitu proses electroplating yang digunakan untuk menghilangkan ion-ion
logam dari larutan konsentrat (pprc.org). Metode ini banyak digunakan di industri metalurgi dan
pertambangan (A. Basyal et.al., 2013)
KESIMPULAN : Berdasarkan artikel di atas, Ion Exchange Metode ion exchange banyak dipakai pada
industry karena dapat mengolah limbah dalam volume besar, selain memiliki keunggulan metode ini juga
mempunyai kekurangan yaitu harganya mahal dan sangat selektif terhadap pH, metode ini juga kurang
sesuai untuk menangani ion-ion denga konsentrasi sangat tinggi karena dapat menyebabkan penyumbatan
resin

5.PEMBUANGAN TINJA
http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/09/syarat-pembuangan-tinja.html

Syarat Pembuangan Tinja

Written By Kesehatan Lingkungan on Wednesday, January 21, 2015 | 8:41 PM


Standar Kesehatan Pembuatan Tinja Akses masyarakat
terhadap sarana sanitasi khususnya jamban, saat ini masih jauh
dari harapan. Berbagai kampanye dan program telah banyak
dilakukan, terakhir dengan pemberlakuan program Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM). Berbagai upaya tersebut
sebetulnya bermuara pada terpenuhinya akses sanitasi
masyarakat, khususnya jamban. Namun akses tersebut selain
berbicara kuantitas yang terpenting adalah kualitas.
Perdebatan tentang pengertian sanitasi total, pada tahap awal
akan terjadi pada ranah defenisi dan pengertian. Untuk menuju
sanitasi total, penting untuk memastikan faktor supply dan
demand tercapai dengan maksimal, untuk mewujudkan Open
Defecation Free (ODF) pada tingkat komunitas. Kenyataan di lapangan status ODF masih belum seiring
dengan terpenuhinya syarat kualitas sarana (dan ini memang sering kali harus diabaikan dulu untuk
mengejar perubahan perilaku). Namun bagaimanakah sebetulnya syarat pembuangan tinja yang
memenuhi syarat kesehatan? Menurut Ehlers dan Steel (dalam Entjang, 2000), syarat tersebut antara lain :
Tidak boleh mengotori tanah. Tidak boleh mengotori air permukaan. Tidak boleh mengotori air tanah
dalam. Denah Konstruksi Jamban Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat
bertelur atau perkembang biakan vektor penyakit lainnya. Kakus harus terlindung dari penglihatan orang
lain. Pembuatannya mudah dan murah. Untuk mencegah sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi
tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya
pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat
untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut (Notoatmodjo,2003). Tidak
mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya. Tidak
mengotori air tanah di sekitarnya. Jamban Cemplung Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat
dan kecoa, dan binatang binatang lainya. Tidak menimbulkan bau. Mudah digunakan dan dipelihara
(maintanance). Sederhana desainnya. Murah. Dapat diterima oleh pemakainya. Metode Pembuangan
Tinja Metode pembuangan tinja secara umum dibagi menjadi dua, Unsewered area dan Sewered area
(Chandra, 2007). Unsewered area terdiri Service type (conservancy system) dan Non-service type
(sanitary latrines) yang terdiri dari Bore hole latrine, Dug well or pit latrines, Water seal type of latrines
(PRAI type dan RCA type), Septic tank, Aqua privy, Chelmical closet. Metode lain berupa Latrines
suitable for camps and temporary use yang terdiri dari Shallow trench latrine dan Deep trench latrine
KESIMPULAN : Berdasarkan artikel di atas, suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila
memenuhi persyaratan yaitu Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban, Tidak mengotori air
permukaan di sekitarnya, Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.Sebagai contoh yaitu Jamban
Cemplung keunggulan yang dipunya yaitu tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa,
dan binatang binatang lainya, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara (maintanance),
sederhana desainnya, murah, dapat diterima oleh pemakainya.

6.PENCEMARAN UDARA

http://www.rri.co.id/post/berita/109702/nasional/pengamat_polusi_udara_pengaruh
i_warna_gerhana_bulan.html

Pengamat: Polusi Udara Pengaruhi Warna Gerhana Bulan


8 October 23:09 2014
KBRN, Jakarta : Warna merah pada bulan yang sedang mengalami proses gerhana bisa menjadi indikator
kualitas udara di suatu kota, kata seorang pengamat. Astronom sekaligus narator Planetarium dan
Observatorium Jakarta, Cecep Nurwendaya di Jakarta, Rabu (8/10/2014) mengatakan, merah tidaknya
warna gerhana bulan tergantung kepada tingkat polusi udara suatu kota. "Semakin kotor polusi di tempat
kita, maka semakin indah warna gerhana," kata Cecep ketika jumpa pers. Warna gerhana bulan akan
semakin merah jika tingkat polusi suatu kota itu tinggi. "Jadi jangan bangga (jika melihat gerhana bulan
merah), seharusnya kita sedih," canda Cecep. Sementara di daerah yang polusi udaranya lebih rendah,
warna gerhana bulan akan lebih cenderung kekuningan, kata Cecep, yang pernah menjadi asisten peneliti
di Observatorium Bosscha, Lembang tersebut. Warna merah ditimbulkan karena polusi terdiri dari gas
dan debu yang mempunyai sifat dan ciri khas memerahkan cahaya (reddening). Peristiwa tersebut serupa
dengan ketika terbenamnya matahari dan ketika terjadi letusan gunung berapi, abu dari gunung berapi itu
menutup langit dan akan "memerahkan" matahari, kata Cecep. Gerhana bulan total yang termasuk langka,
--disebut Gerhana Bulan Tetrad--, menghiasi langit Indonesia pada Rabu (8/10/2014) petang pukul
15:15:33 WIB hingga 20:33:43 WIB. Peristiwa gerhana bulan total tersebut bisa disaksikan oleh semua
pengamat di wilayah Indonesia, namun di wilayah Jakarta, tahapan gerhana dapat dilihat mulai saat bulan
terbit di ufuk Timur sekitar pukul 17:42:48 WIB. "Ketika itu bulan sudah pada kondisi gerhana bulan total
ditandai dengan warnanya yang merah tembaga," kata Cecep. Gerhana bulan total berlangsung selama 58
menit dan 50 detik dengan awal gerhana bulan total terjadi pada 17:25:10 sedangkan akhir gerhana total
pada 18:24:00 WIB. Namun demikian hingga pukul 18:30 WIB langit Jakarta tertutup awan sehingga
menyulitkan pengamatan terhadap gerhana bulan. Pada kesempatan tersebut, Planetarium dan
Observatorium Jakarta menyiapkan sejumlah teleskop bagi siswa dan guru yang berkeinginan untuk
melihat langsung peristiwa gerhana bulan tersebut. Menurut peta gerhana bulan total dari Planetarium dan
Observatorium Jakarta, gerhana bulan dapat diamati juga di wilayah Asia Timur, Australia, Lautan Pasifik
dan sebagian wilayah Amerika. Salah satu keistimewaan gerhana bulan pada Rabu 8 Oktober 2014 adalah
gerhana bulan tersebut merupakan bagian dari untaian empat gerhana bulan total yang berurutan. "Ini
adalah rangkaian gerhana bulan total kedua," kata dia. Dua gerhana bulan total berlangsung pada tahun
2014; 15 April dan 8 Oktober sementara dua gerhana bulan lainnya akan berlangsung pada 2015; 4 April
dan 28 September. Untaian empat gerhana bulan total yang berlangsung secara berurutan disebut Gerhana
Bulan Tetrad. Gerhana Bulan Tetrad tergolong langka karena dalam seribu tahun di milenium ketiga
hanya terdapat 32 kali fenomena tersebut. (mon/ant/WDA)
KESIMPULAN : Berdasarkan artikel di atas, Tingkat polusi udara pada suatu daerah dapat berdampak
pada tingkat kemerahan gerhana bulan.Warna merah pada gerhana bulan tersebut terjadi karena tingkat
polusi yang tinggi karena polusi tersebut terdiri dari gas dan debu yang bersifat memerahkan cahaya.Jadi
jangan terpesona akan kemerahan dari gerhana bulan yang terjadi pada 8 Oktober 2014, warna merah
tersebut mencerminkan tingkat polusi yang sangat tinggi

7.PENGELOLAAN SAMPAH PADAT

http://bamspratama01.blogspot.com/2013/11/pengertian-limbah-padat-cara.html
Pengertian Limbah Padat & Cara Pengelolaannya
Rabu, 27 November 2013
Limbah atau sampah adalah kotoran yang dihasilkan karena pembuangan sampah/zat kimia dari pabrikpabrik. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal
dari proses pengolahan. Jenis limbah padat: Kertas, kayu, kain, karet, kulit tiruan, plastik, gelas / kaca,
metal, kulit telur, dll. Sumber limbah padat: pabrik gula, pulp / kertas, limbah nuklir, pengawetan buah,
ikan atau daging. Secara garis besar limbah padat terdiri dari: 1. Limbah padat yang mudah terbakar 2.
Limbah padat yang sukar terbakar 3. Limbah padat yang mudah membusuk 4. Limbah padat yang dapat
didaur ulang 5. Limbah radioaktif 6. Bongkaran bangunan 7. Lumpur Dampak limbah padat: 1.
Timbulnya gas beracun, seperti asam sulfat(H2S), amonia(NH3), methan(CH4), CO2, dll. Gas ini akan
timbul jika limbah padat ditimbun dan membusuk karena adanya microorganisme. 2. Dapat menimbulkan
penurunan kualitas udara pada sampah yang ditumpuk. 3. Penurunan kualitas air karena limbah padat
biasanya langsung dibuang pada perairan atau bersama-sana air limbah. 4. Kerusakan permukaan tanah
Perlakuan limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis biasanya diperlakukan sebagai berikut: 1.
Ditumpuk pada areal tertentu 2. Pembakaran 3. Pembuangan Dampak limbah secara umum ditinjau dari
dampak terhadap kesehatan dan lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Dampak terhadap kesehatan 2.
Dampak terhadap lingkungan Menurut sifatnya limbah padat dapat dibagi menjadi 2 cara: 1. Pengolahan
limbah padat tanpa pengolahan 2. Pengolahan limbah padat dengab pengolahan. Pengolahan limbah dapat
juga dilakukan dengan cara sederhana, misal: dengan cara mendaur ulang, dijual kepasar loak atau
ketukang rosok. Faktor-faktor yang perlu kita perhatikan sebelum kita mengolah limbah padat: 1. Jumlah
limbah 2. Sifat fisika atau kimia limbah 3. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan 4.
Tujuan akhir dari pengolahan. Dalam proses pengelolaan limbah padat terdapat 4 proses, yaitu:
Pemisahan yaitu karena limbah padat terdiri dari ukuran yang berbeda dan kandungan yang berbeda juga
maka harus dipisahkan terlebih dahulu. Sistem pemisahan ada 3 cara, yaitu: Sistem balistik yaitu
pemisahan untuk mendapatkan ukuran atau berat yang seragam. Sistem gravitasi yaitu Sistem pemisahan
berdasarkan gaya berat. Sistem magnetis yaitu sistem penisahan berdasarkan sifat magnet. 1.
Penyusunan ukuran 2. Pengomposan 3. Pembuangan limbah
KESIMPULAN :Berdasarkan artikel di atas, Dalam pengolahan limbah padat terdapat beberapa faktor
yang harus diperhatikan yaitu jumlah limbah, sifat fisika, kemungkinan pencemaran dan kerusakan
lingkungan serta tujuan akhir dari pengolahan.

8.PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN


http://sosbud.kompasiana.com/2015/02/09/lebih-bijaksana-memandang-fenomena-sosial-perumahan-elit722267.html

Lebih Bijaksana Memandang Fenomena


Sosial Perumahan Elit
09 February 2015 | 17:43

Dampak globalisasi telah mendorong perubahan besar bagi kehidupan manusia, baik dalam aspek fisik
maupun aspek non-fisik. Aspek fisiik dapat dilihat dari produk fisik yang ada di dunia modern sekarang
ini, seperti pesatnya kemajuan teknologi, alat transportasi, dan berbagai bangunan dengan arsitektur
modern. Aspek non-fisik dapat dilihat dari perkembangan kebudayaan dan bentuk-bentuk organisasi
sosial. Kedua aspek ini dalam beberapa kasus sering saling berhubungan erat. Contoh yang jelas terlihat
di beberapa kota besar adalah fenomena pembangunan perumahan elit atau real estate. Dapat dikatakan
bahwa perumahan elit merupakan produk globalisasi yang menjawab tuntutan dan kebutuhan masyarakat
kelas menengah atas dan atas mengenai gaya hidupnya, keinginannya, kepribadiannya, kondisi
lingkungannya, dan organisasi sosialnya. Rasa akan kepemilikan ruang dan material yang dirasakan oleh
penghuni perumahan elit akan mendorong terciptanya karakteristik hubungan sosial yang unik diantara
penghuni didalamnya. Namun seringkali hubungan sosial yang unik pada konteks perumahan elit
dikonotasikan secara negatif sebagai individualistik, eksklusivisme, dan jauh dari nilai-nilai budaya lokal.
Penilaian ini mungkin akan selalu muncul jika kita melihat dari sudut pandang keberadaan perumahan elit
dengan daerah atau lingkungan di sekelilingnya. Hal ini kemudian melahirkan istilah gated community
atau komunitas berpagar (Sunyoto, 2014). Sebenarnya terdapat kajian menarik tentang bagaimana
sebenarnya profil dan kegiatan yang ada di dalam suatu perumahan elit itu sendiri. Bagaimana hubungan
sosial individu-individu di dalamnya, bagaimana kegiatan sosial yang terjadi di dalamnya, dan bagaimana
upaya-upaya dalam mengkolaborasikan unsur globalisasi dengan nilai-nilai budaya lokal. Dengan
memahami berbagai unsur tersebut, kita dapat lebih bijaksana dalam memandang perumahan elit tertentu
sebagai sebuah lingkungan sosial. Terdapat setidaknya tiga parameter yang dapat digunakan untuk
mengukur kualitas sosial dalam sebuah perumahan elit, yaitu identitas komunal, proses sosial, dan
konstruksi sosial (Sunyoto, 2014) yang berada di dalam lingkungan perumahan elit tersebut. Identitas
komunal berkaitan dengan kultur (budaya) penghuni atau kelompok penghuni dalam perumahan tersebut,
struktur sosial yang terbangun didalamnya, dan kepribadian atau aktor sosial dibalik terbangunnya sistem
sosial dalam sebuah perumahan elit. Proses sosial berkaitan dengan transformasi sosial yang terjadi dalam
lingkup penghuni perumahan elit, ataupun keterkaitannya dengan masyarakat diluar kompleks perumahan
ini. Proses sosial mencakup interdependence (ketergantungan antar penghuni), figuration (perspektif baru
penghuni mengenai lingkungan perumahannya), habitus (kebiasaan-kebiasaan baru pada penghuni), dan
involvement - detachment (penerimaan atau penolakan dari masyarakat sekitar). Sedangkan konstruksi
sosial berkaitan dengan material and ideational (gagasan penghuni dalam bertempat tinggal), desire &
belief (bagaimana proses pemenuhan kebutuhan mereka hingga dampak yang terjadi setelahnya), dan
perubahan lingkungan (tatanan makro) yang terjadi di lingkungan perumahan elit. Konsep-konsep
tersebut masih terlihat abstrak kecuali kita bisa masuk ke dalam lingkungan perumahan elit dan
mendalami berbagai informasi di dalamnya. Beberapa perumahan elit di kota-kota besar yang memiliki
tradisi budaya yang kuat dapat menjadi objek yang sangat representatif untuk dikaji ataupun diteliti.
Misalnya di Yogyakarta, perumahan elit menjadi menarik dikaji karena lokasinya yang berada di pusat
kota sehingga bersinggungan dengan budaya lokal yang kental. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah
ditengah-tengah atmosfer mewah yang ada pada sebuah perumahan elit terdapat kegiatan sosial,
perkumpulan pengikat antar penghuni, ataupun upaya-upaya dalam mempertahankan budaya lokal.
Kegiatan sosial yang positif dan respon terhadap budaya lokal tersebut bila diperhatikan atau
diimplementasikan dalam sebuah perumahan elit sebenarnya dapat mengurangi stigma negatif yang ada
di masyarakat non penghuni perumahan elit dalam memandang keberadaan perumahan elit tersebut.
Bahkan hal ini dapat menambah daya tarik sebuah perumahan elit karena tidak hanya menawarkan
lingkungan yang serba mewah, namun juga lingkungan sosial budaya yang terbangun positif di dalamnya.

Selain itu, ikatan sosial-budaya yang diupayakan dapat menekan rasa individualistik dan eksklusivisme
bagi pihak penghuni perumahan elit.
KESIMPULAN : Berdasarkan artikel di atas, kita sebagai pembaca sebaiknya bisa memandang secara
bijaksana permuahan elit.Kita bisa lihat dari tiga parameter yaitu identitas komunal, proses sosial, dan
konstruksi sosial.Proses sosial mencangkup interdependence, figuration, habitus dan involvement
detachment sedangkan konstruksi sosial mencangkup material and ideational, desire and belief, dan
perubahan lingkungan

Anda mungkin juga menyukai