Tugasadas DR - Sud
Tugasadas DR - Sud
Oleh
Samuel Keryanto Rumende
0961050192
Pembimbing
DR. Sudung Nainggolan,MHSc
1. VEKTOR PENYAKIT
http://www.b2p2vrp.litbang.depkes.go.id/index.php/81-berita/138persiapan-riset-khusus-vektor-dan-reservoir-penyakit
Setiap bulan Dzulhijjah milyaran umat muslim di dunia terpusatkan perhatiannya pada ibadah haji di
Arab Saudi. Ibadah haji merupakan rukun islam yang ke 5 (lima) dan untuk melaksanakan ibadah ini
merupakan dampakan dan cita-cita setiap muslim di dunia, tak terkecuali di negara kita Indonesia.
Dengan jumlah populasi muslim terbanyak seduania, menjadikan penyelenggaraan ibadah haji di Arab
Saudi di dominasi oleh jamaah haji dari Indonesia. Tak heran karena Indonesia merupakan Negara
terbesar penerima kuota jamaah haji setiap tahunnya. Penyelenggaraan Haji setiap tahunnya menjadi hajat
besar bagi Pemerintah Indonesia. Pemerintah mempunyai tugas melindungi jamaah haji Indonesia dari
mulai keberangkatan, pelaksanaan sampai dengan kepulangan kembali ke tanah air. Segala cara
dikerahkan pemerintah untuk menjamin keselamatan, kesehatan dan kenyamanan jamaah Indonesia
selama menjalankan ibadah suci, ibadah haji. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam
sanitasi jasa boga dan restoran yang terkait baik sebelum maupun selama di Arab Saudi Pengambilan
sampel makanan dan minuman
Pengendalian vektor Diharapkan dengan upaya tersebut dapat mencegah dan meminimalisir berbagai
kasus kesehatan selama penyelenggaraan ibadah haji, khusunya yang berkaitan dengan penyehatan
lingkungan dan sanitasi makanan.
KESIMPULAN : Dari artikel di atas, dalam penyelenggaraan kgiatan haji selain kegiatan pelayanan
kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan kesehatan haji,
pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans, Penanggulangan KLB dan musibah massal, kesehatan
lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji.Pemerintah juga melakukan kegiatan
preventif yaitu Sanitasi Ibadah Haji.Kegiatan Sanitasi Ibadah haji adalah pada upaya Penyehatan
Lingkungan dan Sanitasi Makanan.
Jakarta Adakah yang lebih penting dari air minum yang sehat dan aman untuk dikonsumsi dan terjamin
ketersediaannya bagi rakyat Indonesia saat ini? Rasanya sulit dibayangkan jika dalam satu hari orang
tidak minum. Tentu bukan meminum air sembarangan, tetapi minum air yang sehat dan aman untuk
dikonsumsi. Tetapi apa masalahnya dengan penyediaan air minum di Indonesia? Bukankah wilayah
Indonesia dua pertiganya adalah lautan? Bukankah di seluruh wilayah Indonesia ini berdiri kokoh ratusan
gunung-gunung yang menjadi sumber air bagi ribuan sungai yang membelah daratan, mengaliri tanah
menjadi subur, dan menjadi bahan baku air minum bagi rakyat? Bahkan di negeri ini terdapat ribuan
sumber air, dan ratusan waduk atau danau. Tentu saja bukan ketersediaan air bakunya, karena air laut pun,
dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, bisa disaring dan diolah menjadi air yang layak
untuk dikonsumsi. Apalagi sekedar mengolah air sungai, air waduk atau air yang muncul dari sumber air,
tentu lebih mudah. Persoalannya ternyata bukan dari ketersediaan air baku atau teknologi pengolahannya,
tetapi terletak pada besarnya biaya yang dibutuhkan dan rumitnya perencanaan, pembangunan, dan
pengelolaan sistem penyediaan air minum (SPAM). Persoalan juga muncul ketika tidak semua daerah
kabupaten/kota memiliki sumber air baku yang layak untuk diolah menjadi air minum yang sehat, aman
dan berkelanjutan. Daftar kendala untuk penyediaan air minum yang sehat, aman dan berkelanjutan bagi
seluruh rakyat semakin panjang ketika diketahui betapa saat ini ada 17.010 desa kering dan desa rawan air
di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik akhir tahun 2011, di Indonesia terdapat 1.235
desa kering dan 15.775 desa rawan air, kata Direktur Pengembangan Air Minum (PAM), Ir. Sutjiono.
Desa-desa itu menjadi prioritas utama dalam penanganan pelayanan air minum yang sehat, aman dan
berkelanjutan, kata Direktur PAM itu ketika memaparkan Ekspose Bidang Pengembangan Air Minum TA
2014 di Kantor Kementerian PU di Jakarta, Juni 2013 lalu. Tentu saja tidak bisa sekaligus seluruh desa
kering dan rawan air itu akan mendapatkan program penyediaan air minum, mengingat terbatasnya
anggaran yang tersedia. Kami harus menentukan prioritas, yang pertama adalah menangani 326 desa
kering di wilayah rawan air berdasarkan kondisi alam dan sosial, kemudian prioritas kedua terhadap 773
desa kering di wilayah yang berpotensi terjadi rawan air berdasarkan kondisi alam dan sosialnya.
Selanjutnya, prioritas ketiga dan keempat adalah menangani 136 desa kering dan 15.775 desa rawan air,
kata Danny. Dikemukakan, tugas berat pemerintah melalui Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU, harus
dituntaskan untuk memenuhi target pembangunan nasional di bidang air bersih dan air minum, seperti
dinyatakan berkali-kali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bapak Presiden telah
menginstruksikan seluruh jajaran Kementerian PU untuk mengatasi krisis air di daerah tandus dan sulit
air, sehingga pada tahun 2025, tidak ada lagi krisis air bersih, dan semua rakyat Indonesia dapat
mengakses air bersih dan air minum yang sehat dan aman untuk dikonsumsi, kata Danny Sutjiono.
Bahkan saat berpidato di Forum Panel Sidang Majelis Umum PBB di New York, AS, akhir Mei 2013 lalu,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menuntaskan
tiga target utama Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 2015, yaitu menurunkan tingkat kematian ibu
hamil, angka kematian balita, dan meningkatkan akses rakyat terhadap air bersih dan air minum.
Deklarasi Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs) disepakati pada tahun
2000 oleh 189 negara anggota PBB saat itu. Batas akhir deklarasi MDGS adalah akhir tahun 2015.
Komitmen Presiden SBY, menurut Danny Sutjiono, sangat jelas, dalam jangka pendek, yaitu 1,5 tahun ke
depan, harus mampu memenuhi pencapaian tingkat pelayanan bidang air minum sebesar 68,87 persen
sesuai target MDGs tahun 2015, sedangkan program jangka menengah, pada tahun 2025 tidak ada lagi
rakyat Indonesia yang tidak bisa mengakses air bersih dan air minum yang sehat dan aman. Kendala
Kelembagaan Hambatan dan kendala lain dalam pembangunan sistem penyediaan air minum dan
pelayanan air minum yang sehat dan aman bagi rakyat adalah dari sisi kelembagaan. Saat ini, sebanyak
287 kabupaten/kota di Indonesia belum memiliki Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM), kemudian ada 55 kabupaten/kota yang belum memiliki lembaga pengelola SPAM, baik
berupa perusahaan daerah, badan layanan umum atau unit pelaksana teknis. Dari sisi kelembagaan
memang sangat mengkhawatirkan, karena hingga saat ini kebanyakan lembaga pengelola layanan air
minum di daerah-daerah, yang merupakan operator utama penyedia layanan air minum, tidak efisien dan
memiliki utang yang cukup besar, kata Direktur PAM Danny Sutjiono. Dikemukakan, dari sebanyak 497
kabupaten/kota di seluruh Indonesia, baru 375 kabupaten/kota yang memiliki perusahaan daerah air
minum (PDAM), sedangkan 122 kabupaten/kota belum memiliki PDAM, meskipun memiliki badan
pengelola dalam bentuk lain. Berdasarkan audit BPPSPAM terhadap 328 PDAM, katanya, hanya 171
PDAM (52 persen) yang masuk katagori sehat, sedangkan sisanya sebanyak 157 PDAM atau 48 persen,
masuk katagori sakit dan kurang sehat akibat utang yang besar, pengelolaan yang kurang efisien,
lemahnya kompetensi para pengelolanya, serta besarnya Non-Revenue Water (NRW) atau tingkat
kebocoran air yang di beberapa PDAM bahkan bisa mencapai lebih dari 50 persen. Berdasarkan audit
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2012, menurut Kepala Subdit Pengaturan
dan Pembinaan Kelembagaan (Subdit PPK) Direktorat PAM, Ditjen CIpta Karya, Kementerian PU, Ir
Hilwan, MSc, tingkat kehilangan air (NRW) secara rata-rata nasional adalah 31 persen dari total produksi
air minum nasional sebesar 127.000 liter/detik. Dengan asumsi harga air adalah Rp 2.000/meter kubik,
maka Indonesia sesungguhnya telah kehilangan penerimaan uang sebesar Rp 2,48 triliun/tahun atau setara
dengan biaya untuk membangun 3,15 juta sambungan baru, kata Hilwan. Upaya Direktorat Jenderal
Cipta Karya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan PDAM terus dilakukan, termasuk membantu
melakukan pendampingan dalam pengembangan dan perencanaan bisnis, peningkatan kinerja, pelatihan
optimistis target MDGs 2015 bidang pelayanan air minum sebesar 68.87 persen akan tercapai di akhir
tahun 2015, katanya. Sekarang, katanya, tinggal komitmen dan keseriusan pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota dan PDAM untuk memanfaatkan sarana penyediaan air minum yang telah
dibangun pemerintah pusat di tingkat hulu dengan membangun jaringan distribusi tersier berupa
sambungan rumah (SR). (Oleh Yayat S. Soelaeman/TU-Ditpam)
KESIMPULAN : Berdasarkan artikel di atas, Presiden SBY menargetkan dalam waktu 1,5 tahun, 3 target
MDGs yaitu menurunkan tingkat kematian ibu hamil, angka kematian balita, dan meningkatkan akses
rakyat terhadap air bersih dan air minum. Pada meningkatkan akses rakyat terhadap air bersih dan air
minum pemerintah banyak menemui tantangan salah satunya adalah banyaknya desa yang mengalami
kekurangan air bersih serta besarnya Non-Revenue Water (NRW) atau tingkat kebocoran air yang di
beberapa PDAM bahkan bisa mencapai lebih dari 50 persen. Untuk menanggulangi hal tersebut tiap tahun
APBN khusus untuk menanggulangi permasalahan air minum ditingkatkan sehingga akan meningkatkan
pula infrastruktur PDAM di tiap daerah. Pemerintah daerah dan PDAM seharusnya bisa memanfaatkan
sarana air minum yang sudah terbangun di bagian hulu, yaitu dengan membangun jaringan distribusi
tersier atau sambungan pipa ke rumah-rumah yang memang menjadi tanggung jawab mereka
Cara Penyisihan Logam Berat di Dalam Air Limbah 1. Pengendapan Penyisihan logam berat dengan
metode pengendapan dapat menurunkan konsentrasi logam berat di dalam air limbah hingga kisaran ppm
(A. Basyal et.al., 2013). Logam berat dapat diendapkan dlm bentuk hidroksida, sulfida, dan karbonat.
Persamaan umum pengendapan logam menggunakan hidroksida adalah sebagai berikut: Mn+ + nOH-
M(OH)n Senyawa yang paling sering digunakan untuk membentuk endapan hidroksida yaitu NaOH dan
Ca(OH)2. Hal yang perlu diperhatikan saat akan menggunakan metode pengendapan hidroksida yaitu pH
dan senyawa pengompleks. Logam-logam sulfida memiliki kelarutan yang sangat kecil. Pengendapan
logam berat dalam bentuk sulfida dapat dilakukan dengan penambahan S2- (ion sulfida). Ion sulfida
menjadi dominan pada kisaran pH 14. Oleh sebab itu, pengendapan sulfida selalu dilakukan dalam
kondisi basa. Apabila kondisi ini tidak dipenuhi, maka yang akan dominan adalah H2S. Seperti kita
ketahui, senyawa ini mengeluarkan bau busuk serta bersifat racun. Berbeda dengan pengendapan
hidroksida, pengendapan menggunakan sulfida tidak terganggu oleh adanya senyawa kelat (chelating
agent). Logam-logam berat yang biasa diendapkan dengan pengendapan karbonat yaitu timbal, cadmium,
dan nikel (Precipitation of Heavy Metals from Wastewaters). Pengendapan karbonat terjadi pada pH di
atas 10 karena ion karbonat (CO32-) hanya hadir pada pH yang tinggi. Gambar berikut ini menunjukkan
5.PEMBUANGAN TINJA
http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/09/syarat-pembuangan-tinja.html
6.PENCEMARAN UDARA
http://www.rri.co.id/post/berita/109702/nasional/pengamat_polusi_udara_pengaruh
i_warna_gerhana_bulan.html
http://bamspratama01.blogspot.com/2013/11/pengertian-limbah-padat-cara.html
Pengertian Limbah Padat & Cara Pengelolaannya
Rabu, 27 November 2013
Limbah atau sampah adalah kotoran yang dihasilkan karena pembuangan sampah/zat kimia dari pabrikpabrik. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal
dari proses pengolahan. Jenis limbah padat: Kertas, kayu, kain, karet, kulit tiruan, plastik, gelas / kaca,
metal, kulit telur, dll. Sumber limbah padat: pabrik gula, pulp / kertas, limbah nuklir, pengawetan buah,
ikan atau daging. Secara garis besar limbah padat terdiri dari: 1. Limbah padat yang mudah terbakar 2.
Limbah padat yang sukar terbakar 3. Limbah padat yang mudah membusuk 4. Limbah padat yang dapat
didaur ulang 5. Limbah radioaktif 6. Bongkaran bangunan 7. Lumpur Dampak limbah padat: 1.
Timbulnya gas beracun, seperti asam sulfat(H2S), amonia(NH3), methan(CH4), CO2, dll. Gas ini akan
timbul jika limbah padat ditimbun dan membusuk karena adanya microorganisme. 2. Dapat menimbulkan
penurunan kualitas udara pada sampah yang ditumpuk. 3. Penurunan kualitas air karena limbah padat
biasanya langsung dibuang pada perairan atau bersama-sana air limbah. 4. Kerusakan permukaan tanah
Perlakuan limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis biasanya diperlakukan sebagai berikut: 1.
Ditumpuk pada areal tertentu 2. Pembakaran 3. Pembuangan Dampak limbah secara umum ditinjau dari
dampak terhadap kesehatan dan lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Dampak terhadap kesehatan 2.
Dampak terhadap lingkungan Menurut sifatnya limbah padat dapat dibagi menjadi 2 cara: 1. Pengolahan
limbah padat tanpa pengolahan 2. Pengolahan limbah padat dengab pengolahan. Pengolahan limbah dapat
juga dilakukan dengan cara sederhana, misal: dengan cara mendaur ulang, dijual kepasar loak atau
ketukang rosok. Faktor-faktor yang perlu kita perhatikan sebelum kita mengolah limbah padat: 1. Jumlah
limbah 2. Sifat fisika atau kimia limbah 3. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan 4.
Tujuan akhir dari pengolahan. Dalam proses pengelolaan limbah padat terdapat 4 proses, yaitu:
Pemisahan yaitu karena limbah padat terdiri dari ukuran yang berbeda dan kandungan yang berbeda juga
maka harus dipisahkan terlebih dahulu. Sistem pemisahan ada 3 cara, yaitu: Sistem balistik yaitu
pemisahan untuk mendapatkan ukuran atau berat yang seragam. Sistem gravitasi yaitu Sistem pemisahan
berdasarkan gaya berat. Sistem magnetis yaitu sistem penisahan berdasarkan sifat magnet. 1.
Penyusunan ukuran 2. Pengomposan 3. Pembuangan limbah
KESIMPULAN :Berdasarkan artikel di atas, Dalam pengolahan limbah padat terdapat beberapa faktor
yang harus diperhatikan yaitu jumlah limbah, sifat fisika, kemungkinan pencemaran dan kerusakan
lingkungan serta tujuan akhir dari pengolahan.
Dampak globalisasi telah mendorong perubahan besar bagi kehidupan manusia, baik dalam aspek fisik
maupun aspek non-fisik. Aspek fisiik dapat dilihat dari produk fisik yang ada di dunia modern sekarang
ini, seperti pesatnya kemajuan teknologi, alat transportasi, dan berbagai bangunan dengan arsitektur
modern. Aspek non-fisik dapat dilihat dari perkembangan kebudayaan dan bentuk-bentuk organisasi
sosial. Kedua aspek ini dalam beberapa kasus sering saling berhubungan erat. Contoh yang jelas terlihat
di beberapa kota besar adalah fenomena pembangunan perumahan elit atau real estate. Dapat dikatakan
bahwa perumahan elit merupakan produk globalisasi yang menjawab tuntutan dan kebutuhan masyarakat
kelas menengah atas dan atas mengenai gaya hidupnya, keinginannya, kepribadiannya, kondisi
lingkungannya, dan organisasi sosialnya. Rasa akan kepemilikan ruang dan material yang dirasakan oleh
penghuni perumahan elit akan mendorong terciptanya karakteristik hubungan sosial yang unik diantara
penghuni didalamnya. Namun seringkali hubungan sosial yang unik pada konteks perumahan elit
dikonotasikan secara negatif sebagai individualistik, eksklusivisme, dan jauh dari nilai-nilai budaya lokal.
Penilaian ini mungkin akan selalu muncul jika kita melihat dari sudut pandang keberadaan perumahan elit
dengan daerah atau lingkungan di sekelilingnya. Hal ini kemudian melahirkan istilah gated community
atau komunitas berpagar (Sunyoto, 2014). Sebenarnya terdapat kajian menarik tentang bagaimana
sebenarnya profil dan kegiatan yang ada di dalam suatu perumahan elit itu sendiri. Bagaimana hubungan
sosial individu-individu di dalamnya, bagaimana kegiatan sosial yang terjadi di dalamnya, dan bagaimana
upaya-upaya dalam mengkolaborasikan unsur globalisasi dengan nilai-nilai budaya lokal. Dengan
memahami berbagai unsur tersebut, kita dapat lebih bijaksana dalam memandang perumahan elit tertentu
sebagai sebuah lingkungan sosial. Terdapat setidaknya tiga parameter yang dapat digunakan untuk
mengukur kualitas sosial dalam sebuah perumahan elit, yaitu identitas komunal, proses sosial, dan
konstruksi sosial (Sunyoto, 2014) yang berada di dalam lingkungan perumahan elit tersebut. Identitas
komunal berkaitan dengan kultur (budaya) penghuni atau kelompok penghuni dalam perumahan tersebut,
struktur sosial yang terbangun didalamnya, dan kepribadian atau aktor sosial dibalik terbangunnya sistem
sosial dalam sebuah perumahan elit. Proses sosial berkaitan dengan transformasi sosial yang terjadi dalam
lingkup penghuni perumahan elit, ataupun keterkaitannya dengan masyarakat diluar kompleks perumahan
ini. Proses sosial mencakup interdependence (ketergantungan antar penghuni), figuration (perspektif baru
penghuni mengenai lingkungan perumahannya), habitus (kebiasaan-kebiasaan baru pada penghuni), dan
involvement - detachment (penerimaan atau penolakan dari masyarakat sekitar). Sedangkan konstruksi
sosial berkaitan dengan material and ideational (gagasan penghuni dalam bertempat tinggal), desire &
belief (bagaimana proses pemenuhan kebutuhan mereka hingga dampak yang terjadi setelahnya), dan
perubahan lingkungan (tatanan makro) yang terjadi di lingkungan perumahan elit. Konsep-konsep
tersebut masih terlihat abstrak kecuali kita bisa masuk ke dalam lingkungan perumahan elit dan
mendalami berbagai informasi di dalamnya. Beberapa perumahan elit di kota-kota besar yang memiliki
tradisi budaya yang kuat dapat menjadi objek yang sangat representatif untuk dikaji ataupun diteliti.
Misalnya di Yogyakarta, perumahan elit menjadi menarik dikaji karena lokasinya yang berada di pusat
kota sehingga bersinggungan dengan budaya lokal yang kental. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah
ditengah-tengah atmosfer mewah yang ada pada sebuah perumahan elit terdapat kegiatan sosial,
perkumpulan pengikat antar penghuni, ataupun upaya-upaya dalam mempertahankan budaya lokal.
Kegiatan sosial yang positif dan respon terhadap budaya lokal tersebut bila diperhatikan atau
diimplementasikan dalam sebuah perumahan elit sebenarnya dapat mengurangi stigma negatif yang ada
di masyarakat non penghuni perumahan elit dalam memandang keberadaan perumahan elit tersebut.
Bahkan hal ini dapat menambah daya tarik sebuah perumahan elit karena tidak hanya menawarkan
lingkungan yang serba mewah, namun juga lingkungan sosial budaya yang terbangun positif di dalamnya.
Selain itu, ikatan sosial-budaya yang diupayakan dapat menekan rasa individualistik dan eksklusivisme
bagi pihak penghuni perumahan elit.
KESIMPULAN : Berdasarkan artikel di atas, kita sebagai pembaca sebaiknya bisa memandang secara
bijaksana permuahan elit.Kita bisa lihat dari tiga parameter yaitu identitas komunal, proses sosial, dan
konstruksi sosial.Proses sosial mencangkup interdependence, figuration, habitus dan involvement
detachment sedangkan konstruksi sosial mencangkup material and ideational, desire and belief, dan
perubahan lingkungan