Anda di halaman 1dari 2

Senin pagi, 16 Maret 2015, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas

Brawijaya kedatangan seorang tamu istimewa, yaitu Dr. Adian Husaini. Beliau saat ini
menjadi pengurus Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Pusat dan
juga sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Islam di Universitas Ibnu Khaldun
(UIKA), Bogor. Kedatangan Ustadz Adian ini dalam rangka temu akrab dengan para
jurnalis muslim di Kota Malang.
Kajian bertema Mujahid Media, Saatnya Bangkit ini merupakan prakarsa dari MIUMI
Malang Raya dan FISIP UB. Sebagai pembukaan acara, Ustadz Faris Khoirul Anam,
Lc., M.H.I. selaku Ketua MIUMI Malang Raya menyampaikan bagaimana cara kita
berinteraksi dengan kabar-kabar yang seringkali berseliweran di dunia nyata maupun di
dunia maya. Menurut dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini, sebelum menyebarkan
suatu kabar kepada orang lain, pertama kita harus melakukan cek dan ricek terlebih
dahulu, apakah berita tersebut benar. Kedua, jika berita tersebut tidak benar, maka kita
tidak boleh menyebarkannya. Tetapi, jika kabar tersebut benar, maka apakah kabar
tersebut bermanfaat jika disebarluaskan. Terakhir, jika bermanfaat, maka silakan
menyebarkan berita tersebut.
Dr. Adian di awal penyampaiannya, mengatakan bahwa seorang wartawan islam harus
meluruskan niatnya dalam mencari berita dan menyampaikan, yaitu meniatkan karena
Allah, bukan karena tujuan mencari uang. Ustadz Adian yang sudah puluhan tahun
malang melintang di dunia jurnalistik mengatakan, bahwa jurnalistik itu tidak netral,
alias tidak bisa dilepaskan dari rambu-rambu agama. Adian menyesalkan adanya koran
islam yang mengabarkan kisah perceraian sepasang selebriti beda agama dengan datar,
alias tanpa adanya penjelasan larangan nikah beda agama dari pandangan syariat.
Ustadz Adian berpesan agar kita selalu idealis, alias tetap memegang teguh agama kita
dalam bekerja, tidak terpengaruh oleh banyaknya tindakan yang menyeleweng dari
rekan kerja kita, walaupun itu akan membuat kita dijauhi.
Menurut Ustadz Adian, sebagai seorang muslim, kita juga harus memperbaiki cara
pandang kita, termasuk dalam memandang kedudukan seseorang. Kedudukan seseorang
dinilai dari ketakwaannya. Bagi Ustadz Adian, kedudukan ketua sebuah ormas Islam
pusat lebih tinggi daripada Presiden. Karena, ulama adalah pewaris para nabi, sehingga

kedudukan mereka sangatlah tinggi. Sehingga, menurut beliau, sebuah kesalahan jika
Presiden mengundang para ulama di MUI dan harus rela antri untuk menghadiri open
house di kediaman Pak Presiden. Seharusnya, Pak Presiden yang datangi MUI, tegas
Adian.
Adian yang pernah menjadi wartawan di Istana Kepresidenan era Soeharto juga tak lupa
mengingatkan, bahwa kerusakan pemerintah tak lepas dari rusaknya para ulama. Ulama
yang rusak dan tersesat, karena cinta kedudukan dan harta. Seribu Pastur sesat masih
lebih baik daripada satu ulama yang sesat, karena pastur itu umat Islam sudah
mengetahui bahwa dia memang sesat, tapi kalau ulama maka umat mudah tertipu,
lanjut Adian.
Acara diakhiri tepat pukul 11.30 WIB dan diiringi dengan wajah tercerahkan dari para
audiens.

Anda mungkin juga menyukai