Anda di halaman 1dari 10

Identifikasi Risiko Rantai Pasok Produk Hortikutura Di Koperasi Brenjonk

Kecamatan Trawas, Mojokerto


Supply Chain Risk Identification of Horticulture Product
at Koperasi Brenjonk in Trawas, Mojokerto
Bella Rahmawati Kusuma Wardani1), Wike Agustin Prima Dania2) , Ika Atsari Dewi 2)
1)

2)

Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran No. 1 Malang 65145
*email: bellarahmawati1@gmail.com

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang kondisi hortikultura rantai pasokan
produk yang dikelola oleh Koperasi Brenjonk dan untuk masalah risiko identitas yang terjadi dari awal proses hingga
produk hortikultura berharga. Penelitian ini mengidentifikasi risiko rantai pasok untuk menentukan risiko masingmasing pelaku rantai pasok. Identifikasi yang digunakan adalah identifikasi risiko rantai pasok dalam tahap 1 dan 2,
di mana pada tahap pertama mengidentifikasi unsur-unsur perencanaan pasokan, proses, pengiriman dan
pengembalian. Selain itu dalam tahap 2, dilakukan identifikasi mendalam tentang hasil tahap 1. Para ahli yang
digunakan telah menjadi anggota utama dari rantai pasok. Dari proses identifikasi, dapat dilihat bahwa tahap 1
masing-masing aktor memiliki kendala pada 5 pelaku, yaitu 12 kendala dalam pemasok, 14 kendala di manufaktur, 3
kendala dalam distributor dan peritel. Unsur paling dominan yang memiliki kendala adalah elemen proses atau make.
Selanjutnya, pada tahap 2, itu ditentukan bahwa unsur-unsur yang berpengaruh dalam manufaktur adalah sourcestocked-product (S1), make-to-order (M2), delivering on-stocked product (D1) dan return defective product (SR1)
dan deliver excess return product (DR3).
Kata kunci : Distributor, Manufaktur, Pasokan, Perencanaan, Pengiriman, Proses Pengembalian dan Risiko

Abstract
The purpose of this study are to provide information on the conditions of horticultural products supply chain
that is managed by the Koperasi Brenjonk and to identity the risk problems that occur from the beginning of the
process up to marketable horticulture product. This research identifies supply chain risk to determine the risk of each
supply chain actors. Identification used are the identification of supply chain risk in stage 1 and 2, where is in the
first stage it identifies the elements supply planning, process, delivery and returns. Moreover stage 2, is conducted indepth identification of the result of stage 1. The experts that used have been the primary members of the supply
chain. From the identification process, it can be seen that in stage 1 each actor has constraints, which are 12
constraint in suppliers, 14 constraint in manufacturing, 3 constraint in distributors and retailers. Most dominant
elements that has constraint is make element. Furthermore, in stage 2, it is the determined that elements that have
influence to the manufacturer are the source-stocked-product (S1), make-to-order (M2), delivering on-stocked
product (D1) and return defective product (SR1 ) and deliver excess return product (DR3).
Keywords: Delivery, Distributors, Manufacturing, Supply, Planning, Returns and Risk Process.

meningkat sejalan dengan peningkatan laju


pertumbuhan penduduk. Kondisi tersebut
ternyata belum dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya untuk memperkuat pembangunan
subsektor hortikultura (BPS, 2008). Keterkaitan
produk
hortikultura
dengan
konsumsi
masyarakat
sekarang
ini
menyebabkan
kecenderungan untuk menghindari bahan pangan
dengan kolesterol tinggi seperti produk pangan
asal ternak (Fadlina, 2003). Menurut Nopiana
(2011), produk hortikultura sangat memiliki
peran dalam kesehatan manusia, karena terdapat
sumber gizi yang bisa melengkapi makanan

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Produk
hortikultura
merupakan
kelompok produk pertanian yang memiliki nilai
strategis bagi produsen, pelaku pasar dan
konsumen di Indonesia. Aspek pasar produk
hortikultura di Indonesia masih bersifat relatif
terbuka dengan segmentasi pasar yang luas.
Dilihat dari segi pasar domestik, permintaan
produk hortikultura cenderung meningkat. Pasar
hortikultura di Indonesia sangat besar dan
menunjukkan kecenderungan yang semakin
1

pokok yang dapat berpengaruh terhadap


kesehatan manusia. Selain itu, dengan semakin
berkembangnya
produk
hortikultura
di
Indonesia, maka semakin berkembang pula pola
aturan
perkembangan
produk
dengan
menggunakan sertifikat berlabelkan organik. Hal
ini dapat memberi nilai lain produk hortikultura
di pasar dagang organik seperti keuntungan
dalam mendapatkan pengakuan konsumen secara
layak di pasar.
Pada tahun 2010 terdapat penetapan
program Indonesia Go Organik 2010 yang
menjadi suatu babak baru dalam perkembangan
pertanian organik di Indonesia. Dalam
mendukung program organik yang berkaitan
dengan produk hortikultura ini maka elemenelemen
yang
berkaitan
dalam
proses
perkembangan produk harus banyak terlibat
dalam manajemen sistem produk hortikultura,
salah satunya yaitu sistem manajemen rantai
pasok. Dalam hal ini, sistem pengukuran risiko
sangat diperlukan dalam proses alur rantai pasok
yang berkaitan dengan aktor-aktor sebagai
pelaksana. Rantai pasok lebih ditekankan pada
seri aliran dan transformasi produk, aliran
informasi dan keuangan dari tahapan bahan baku
sampai pada pengguna akhir (Handfield, 2002).
Berkaitan dengan manajemen rantai
pasok hortikultura, maka salah satu contoh
daerah yang sedang melakukan pengembangan
produk
hortikultura
yaitu
di
Dusun
Penanggungan Desa Penanggungan Kecamatan
Trawas di Kabupaten Mojokerto. Di daerah ini
terdapat sebuah perkumpulan petani organik
dengan nama Brenjonk dimana kumpulan ini
bergerak pada sektor koperasi yang menangani
kegiatan pembibitan, produksi dan pengolahan
produk organik yang dilakukan dengan membuat
gerakan pertanian organik, budidaya pertanian
secara ekologis dengan menggunakan pupuk dan
pestisida alami. Komoditas yang dikelola oleh
Koperasi Brenjonk ini antara lain sayuran
organik berupa bayam, pakchoi hijau, pakchoi
putih, lettuce, choisim, kangkung dan bayam
inggris, sedangkan untuk komoditas buah
organik yang dihasilkan adalah buah salak,
durian, alpukat, pisang lokal dan pisang ambon.
Koperasi ini bertanggung jawab terhadap segala
aktivitas yang berkaitan dengan produk
hortikultura yang dihasilkan oleh petani dari segi
produksi, pengawasan, hingga pendistribusian
produk. Produk hortikultura yang dihasilkan oleh
Koperasi Brenjonk berasal dari petani
selanjutnya
diserahkan
kepada
koperasi
kemudian dikirimkan ke pihak distributor untuk
disalurkan ke pihak peritel.

Penelitian
ini
diutamakan
pada
permasalahan produk hortikultura yang akan
menghadapi daya saing produk di pasaran serta
faktor-faktor untuk mendukung perkembangan
sertifikat organik dalam menghadapi persaingan
produk. Kondisi rantai pasok yang dianalisis
meliputi hubungan kerjasama dengan pihak lain
yang telah dijalankan mengenai produk
holtikultura, sehingga dibutuhkan analisis
identifikasi risiko rantai pasok masing-masing
aktor yang berperan dalam proses alur risiko
manajemen rantai pasok produk hortikultura.
Selanjutnya dinilai dampaknya terhadap risiko
yang menjadi tujuan masing-masing aktor
maupun tujuan rantai pasok secara keseluruhan.
Sistem pengukuran risiko sangat diperlukan
sebagai
pendekatan
dalam
rangka
mengoptimalisasi jaringan rantai pasok. Oleh
karena itu perlu dibuat suatu identifikasi risiko
risiko rantai pasok pada produk hortikultura
yang optimal untuk masing-masing pelaku rantai
pasok yang terlibat dengan tergantung pada
risiko risiko yang akan diteliti baik itu dari segi
perencanaan, pasoka, proses, pengiriman dan
proses pengembalian produk.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Koperasi
Brenjonk yang berada di Desa Penanggungan
Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto, Jawa
Timur pada bulan Oktober 2013 sampai pada
bulan April 2014. Tahapan penelitian diawali
dari penelitian pendahuluan, identifikasi
masalah, studi literatur, penyusunan kuesioner,
penentuan metode dan pengumpulan data,
analisis data dan pengolahan hasil, identifikasi
risiko rantai pasok, tahap pengidentifikasian
(tahap 1 dan tahap 2) serta penentuan
kesimpulan dan saran.
Identifikasi masalah dalam penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang
ada pada rantai pasok produk hortikultura, yang
kemudian dilakukan perumusan masalah dan
tujuan penelitian. Responden yang terdapat pada
penelitian adalah responden ahli yang secara
langsung berkaitan dengan manajemen rantai
pasok produk hortikultura, dimana responden
ahli ini terdiri dari petani hortikultura yang
tergabung dalam Koperasi Brenjonk, petugas
lapang yang merupakan karyawan dari Koperasi
Brenjonk, pihak distributor dan pihak peritel
produk organik.
Data yang digunakan dalam penelitian
adalah data primer dan sekunder yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Data primer adalah data
yang diperoleh langsung dengan cara observasi
atau pengamatan, wawancara dan opini pakar.
2

Data sekunder diperoleh dari studi pustaka,


internet,
jurnal
dan
dokumen-dokumen
pendukung lainnya. Penelitian ini menggunakan
kuesioner dengan dua tahap pada masing-masing
aktor. Kuesioner tahap pertama digunakan untuk
melakukan identifikasi dan pemetaan risiko dan
risiko rantai pasok. Kuisoner tahap kedua
digunakan untuk melakukan pengkajian dan
pengukuran risiko pada entitas bisnis produk
hortikultura yang ditinjau dari risiko pada sisi
pasokan (supply side risk), proses (process side
risk), dan permintaan (demand side risk).
Pada tahap pengidentifikasian dilakukan
analisa tujuan risiko masing-masing aktor dalam
rantai pasok produk organik dan parameter
pencapaian kinerja yang diinginkan serta risiko
yang menyertai masing-masing aktor. Pada sisi
petani yang diidentifikasi adalah proses
pembudidayaan produk hortikultura, kelayakan
usaha yang dijalankan, kompleksitas usaha, dan
penentuan harga dasar metode yang yang
digunakan adalah deep interview dan focus
group discussion (FGD). Langkah selanjutnya
adalah pengidentifikasian terhadap sisi koperasi
yang dinilai terhadap sisi pencapaian kinerja
yang menjadi tujuan yang berkaitan dengan
koordinasi rantai yang berkaitan dengan
koperasi. Pada sisi distributor dan peritel yang
diidentifikasi adalah pencapaian terhadap
penjualan produk. Hasil dari deep interview dan
FGD kemudian diidentifikasi risiko kinerja
masing-masing yang selanjutnya didapatkan
hasil kinerja dari masing-masing stakeholder
yaitu petani, koperasi/perusahaan, distributor
serta peritel.
Menurut Suharjito et al. (2010), model
identifikasi risiko rantai pasok bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menentukan peubah peubah dari setiap faktor risiko yang sangat
berpengaruh terhadap setiap risiko tingkatan
rantai pasok. Identifikasi risiko kinerja pada
tahap 1 yaitu mendefinisikan cakupan dari sisi
perencanaan (plan), pasokan (source), proses
(make), pengiriman (deliver) dan pengembalian
(return) kedalam supply chain perusahaan, serta
mengukur secara mendalam bagaimana risikorisiko dari perusahaan.. Dalam penelitian ini kita
melakukan
proses
pada
tahap
1
pengidentifikasian terhadap aktor yang diteliti
melalui pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner.
Selanjutnya pada tahap 2 yang akan dikerjakan
akan menjadi pusat pemeriksaan hubungan yang
terkait dengan hasil identifikasi ditahap 1. Pada
tahap 2 ini dapat diketahui alur hubungan yang
dapat membantu mengidentifikasi akar dari
sebuah jarak performansi dari tahap 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Gambaran Umum Koperasi
Brenjonk merupakan suatu komunitas
(Community Based Organization CBO) yang
berdiri sejak 13 Juli 2007, berbadan hukum yang
merupakan anggota Aliansi Organis Indonesia
(AOI). Koperasi Brenjonk sendiri berasal dari
kata Sumber Rejo dilafal Mber Rejo. Sumber
Rejo merupakan nama mata air di Dusun
Penanggungan. Provinsi Jawa Timur sendiri
telah menjadikan Kampung Brenjonk Organik
sebagai sentral pembibitan, produksi serta
olahan, menjadikan produk yang dihasilkan
Koperasi Brenjonk sebagai produk yang sehat.
Kegiatan utama Koperasi Brenjonk adalah
membuat dan mensosialisasi gerakan pertanian
dengan sistem organik, budidaya pertanian
secara ekologis dengan menggunakan pupuk dan
pestisida alami. Selain itu Koperasi Brenjonk
juga melakukan kegiatan pengolahan sampah
organik menjadi pupuk kompos. Rumah sayur
organik tersebar di halaman rumah penduduk,
budidaya sayur serta buah yang terdapat dalam
anjang-anjang (para-para), menjadikan Dusun
Penanggungan sebagai kampung organik,
kampung percontohan untuk seluruh wilayah
Kabupaten Mojokerto.
2. Anggota Rantai Pasok
Peningkatan risiko diperlukan untuk
memperkuat keunggulan bersaing bagi suatu
industry (Pujawan, 2005). Menurut Widodo dan
Ferdiansyah (2010), optimasi risiko manajemen
rantai pasok untuk output atau produk industri,
termasuk agroindustri kini semakin banyak
mendapat perhatian dari para praktisi dan
akademisi.
Koperasi Brenjonk memiliki anggota
rantai pasok yang melibatkan beberapa pihak
dalam
proses
pendistribusian
produk
hortikultura. Keterlibatan masing-masing pihak
tersebut terkait dengan arus produk dan arus
informasi baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dalam hal ini anggota yang terlibat
langsung dengan produk organik disebut dengan
anggota primer sedangkan yang tidak secara
langsung terlibat dengan produk organik disebut
dengan anggota sekunder. Alur rantai pasok
produk hortikultura dapat dilihat pada Gambar 1.
Menurut Chopra (2003), pada jaringan
distribusi rantai pasok memiliki enam desain
jaringan distribusi dapat digunakan untuk
memindahkan
produk
dari
pabrik
ke
pelanggan/konsumen. Sesuai dengan desain
jaringan distribusi yang ada, rantai pasok produk
hortikultura organik ini menggunakan tipe
jaringan distribusi retail storage with customer
pickup. Pemilihan jaringan distribusi ini dipilih
3

dikarenakan konsumen membeli langsung


kepada pihak peritel sebagai penjual produk.
Konsumen mendatangi peritel secara langsung
untuk membeli produk ke peritel.

pemanufaktur. Koperasi Brenjonk merupakan


komponen manufaktur dalam rantai pasok
produk hortikultura organik. Secara hukum
Koperasi Brenjonk merupakan organisasi
berbentuk
perkumpulan
dimana
secara
kelembagaan Koperasi Brenjonk memiliki
struktur yang ramping terdiri dari direktur,
sekretaris, bendahara, pengawas dan 3 orang
lainnya yang bertanggung jawab di sektor
produksi dan pemasaran produk.
2.1.3 Distributor
Menurut Prasetyo (2008), distribusi
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
rantai pasok suatu produk. Peran distribusi
sangat menentukan bagi tersampainya sebuah
produk sampai ke tangan konsumen. Begitu
halnya dengan produk hortikultura ini yang
membutuhkan sistem distribusi dalam hal
penyaluran produk ke konsumen. Dalam hal ini
peran distribusi dipegang oleh distributor salah
satu pihak yang bekerjasama dengan Koperasi
Brenjonk dalam mendistribusikan produk
hortikultura kepada peritel. Distributor tersebut
antara lain MIK (Media Inovasi Kita) dan
Twelve yang semuanya berlokasi di Surabaya.
2.1.4 Peritel
Peritel
merupakan
lembaga
yang
menangani tentang penjualan produk organik
kepada konsumen. Sayuran organik dari
distributor kemudian di salurkan kepada
beberapa peritel yang menangani pemasaran
sayuran organik diantaranya adalah pasar
tradisional yang terdapat di Kabupaten
Mojokerto, hotel, restoran dan Swalayan yaitu
Ranch Market Galaxi Mall Surabaya. Ranch
Market merupakan salah satu peritel skala besar.
Peritel besar adalah peritel berbentuk perusahaan
yang melakukan kegiatan perdagangan ritel
dalam skala besar, baik dalam arti gerai besar
saja ataupun dalam arti mempunyai gerai besar
dan sekaligus gerai kecil (Maaruf, 2006).
2.2 Anggota Sekunder
Anggota sekunder yang dimiliki oleh
Koperasi Brenjonk adalah pensuplai bahan
pengemas sayuran. Dimana perusahaan tersebut
telah mengadakan kontrak kerjasama dengan
Koperasi Brenjonk dalam mensuplai kebutuhan
bahan pengemas produk organik yang dihasilkan
oleh Koperasi Brenjonk. Bahan pengemas yang
digunakan oleh Brenjonk merupakan bahan
pengemas yang didesain untuk mengemas
produk organik. Menurut Iflah et al. (2012),
pengemasan merupakan salah satu bagian dari
rangkaian penanganan pascapanen dari produk
hortikultura.

Keterangan :
1. Supplier (petani)
2. Manufaktur (Koperasi Brenjonk)
3. Distributor
4. Peritel
5. Konsumen Akhir
6. Anggota Sekunder
(penyedia bahan pengemas)
= Aliran Produk
= Aliran Informasi
= Anggota Primer

= Anggota Sekunder
Gambar 1. Rantai Pasok Produk Hortikultura
(Sumber: Data Penelitian, 2013)
2.1 Anggota Primer
2.1.1. Supplier
Menurut Kurniawati et al. (2013), salah
satu faktor kesuksesan sebuah perusahaan adalah
dalam hal sistem pemasok atau supplier. Dalam
hal ini pemilihan pemasok yang tepat dapat
menjamin ketersediaan bahan baku untuk
menjaga lintasan produksi. Pada penelitian ini
petani merupakan pemasok produk organik
dimana produk yang dihasilkan berupa sayuran
organik atau buah organik. Sekitar 70% petani
wanita atau ibu-ibu mendominasi petani yang
bekerjasama dengan Koperasi Brenjonk. Sistem
yang dipergunakan adalah grenn house. Menurut
Harmanto et al. (2006), seiring dengan era
globalisasi pertanian terhadap sistem green
house dalam menghasilkan produk hortikultura
dengan jaminan produk yang relatif aman demi
kesehatan untuk kehidupan manusia telah
mengalami
peningkatan
seiring
dengan
meningkatnya jumlah permintaan buah atau
sayuran organik.
2.1.1 Manufaktur
Menurut Wangsa et al. (2013),
pemanufaktur atau manufaktur adalah pihak
yang melakukan permintaan komponen kepada
pemasok untuk diproduksi oleh pihak
4

Masing-masing
pelaku
akan
melakukan
beberapa aktivitas yang secara langsung
berhubungan dengan kegiatan operasional.
Aktivitas primer dapat dilihat pada Tabel 1.
3.2 Anggota Sekunder
Anggota sekunder dalam rantai pasok
produk hortikultura ini adalah anggota yang
berperan
sebagai
penyedia
barang
sampingan/tidak berhubungan langsung dengan
sistem produksi.
Anggota sekunder yang
bekerjasama dengan pihak Koperasi Brenjonk
adalah pihak yang menyediakan bahan
pengemas. Pengemas hasil pertanian ditujukan
untuk membantu mencegah atau mengurangi
kerusakan selama penanganan, pengangkutan,
dan penyimpanan selain itu bahan/produk yang
akan dikemas hendaklah bersih dan bebas dari
kotoran, cacat, atau rusak agar setelah dikemas
benar-benar tahan lama dan tidak cepat rusak
(Sembiring, 2009). Anggota sekunder secara
keseluruhan hanya bekerja sama dengan supplier
dan manufaktur untuk lebih jelasnya bisa dilihat
pada Tabel 2.

3. Aktivitas Rantai Pasok Produk Organik


Aktivitas rantai pasok ini bergantung pada
aturan sistem manajemen rantai pasok yang
diterapkan pada setiap pelaku rantai pasok yang
terlibat dalam usaha produk organik ini. Menurut
Fizzanty dan Kusnandar (2012), manajemen
rantai pasok bertujuan mengkoordinasikan
hubungan antar aktor rantai pasok, yang berarti
menciptakan cara-cara yang terorganisir di rantai
pasok untuk berinteraksi satu sama lain. Masih
menurut Fizzanty dan Kusnandar (2012),
lingkup rantai pasok bergantung pada konsensus
dari para aktor yang terlibat dalam membangun
hubungan sistem tersebut. Aktivitas rantai pasok
produk organik ini dilakukan dari kegiatan
pertama yaitu melakukan penyediaan bahan baku
dari pensuplai, kemudian melakukan proses
pemanenan produk organik, dan proses
pengemasan produk serta penjualannya.
3.1 Anggota Primer
Anggota primer yang secara langsung
terlibat dalam proses produk hortikultura organik
antara lain petani, koperasi, distributor dan
peritel.

Tabel 1. Aktivitas anggota primer rantai pasok produk hortikultura

Urutan Aktivitas
A. Aliran Barang
1. Pembelian

2. Pengolahan
dan
pengemasan

3. Pengangkutan

Supplier
Supplier membeli
input berupa bibit
dan pupuk
Supplier
melakukan
penanaman serta
pemanenan
sayuran organik
Pengangkutan
sayuran organik
diambil oleh
manufaktur

4. Penyimpanan

Supplier tidak
melakukan
penyimpanan

5. Penjualan

Supplier menjual
sayuran organik
terhadapa pihak
manufaktur
Supplier
kurang
mengetahui
informasi pasar

B. Informasi
pasar

Anggota rantai pasokan


Manufaktur
Distributor
Manufaktur membeli
Distributor
sayuran organik dari
membeli sayuran
supplier
organik kemasan
dari manufaktur
Manufaktur
Distributor tidak
melakukan
melakukan proses
pengemasan
pada pengolahan dan
sayuran organik yang pengemasan
dikirim oleh Supplier
manufaktur
meng- Distributor
ambil sayuran organik melakukan
dari
Supplier. kegiatan
Manufaktur
juga pengangkutan dari
mengirim
sayuran manufaktur ke
organik
kepada peritel
distributor
Manufkatur
Distributor tidak
melakukan
melakukan proses
penyimpanan sayuran penyimpanan
organik sementara di
lemari pendingin
Manufaktur
menjual Distributor menjual
sayuran
organik sayuran organik
dalam
kemasan kemasan pada
kepada distributor
peritel
Manufaktur
Distributor
melakukan sortasi
dan mengetahui
dan mengetahui
informasi pasar
informasi pasar

Sumber: Data Penelitian, 2014

Peritel
Peritel membeli
sayuran organik dari
distributor siap jual
Peritel tidak
melakukan proses
pengolahan dan
pengemasan
Peritel mengangkut
sayuran organik dari
tempat
penyimpanan
sementara sayuran

Peritel melakukan
penyimpanan
sementara sebelum
dipasarkan
kepada konsumen
Peritel menjual
sayuran organik
pada konsumen
akhir
Peritel
mengetahui
informasi pasar

Tabel 2. Aktivitas anggota sekunder rantai


pasok produk
Aktivitas anggota
sekunder
A. Aliran Barang
(penjualan,
pengiriman)

B. Aliran Informasi
dan jumlah

Tabel 3. Hasil Identifikasi risiko tahap 1

Produk dari anggota


sekunder
Penyedia kemasan
Penyedia kemasan menjual
kemasan
kepada
manufaktur
melakukan
proses
desain
sesuai
kebutuhan
dan
pengangkutan
dikirim
langsung ke manufaktur.
Memberikan
informasi
mengenai
desain
dari
kemasan dan Jumlah yang
dikirim
sesuai
dengan
permintaan manufaktur.

Sumber: Data Penelitian, 2014


4. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Produk
Hortikultura
Identifikasi risiko digunakan untuk
memperkirakan kesuksesan dalam tujuan jangka
panjang serta dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi setiap sistem. Sistem pengukuran risiko
diperlukan untuk melakukan monitoring dan
pengendalian,
mengkomunikasikan
tujuan
organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok,
mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif
terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang
hendak dicapai, dan menentukan arah perbaikan
untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing
(Geraldin, 2007).
4.1 Identifikasi Risiko Tahap 1
Pada rantai pasok produk hortikultura
yang dikelola oleh Koperasi Brenjonk terdapat
beberapa sistem yang akan diidentifikasi risiko
pada tahap 1. Pada tahap 1, identifikasi ini akan
menilai sistem kerja rantai pasok produk organik
dari segi perencanaan (plan), penyediaan bahan
baku (source), proses (make), pengiriman
(deliver), dan pengembalian (return). Pada
semua aspek tersebut akan diidentifikasi oleh
semua aktor yang terlibat dalam rantai pasok
produk hortikultura yang dikelola oleh Koperasi
Brenjonk. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
aktivitas dari masing-masing pelaku dalam rantai
pasok tersebut. Tujuan dari seluruh aktivitas
rantai pasokan adalah membangun sebuah rantai
pasokan yang memusatkan perhatian untuk
memaksimalkan nilai bagi pelanggan (Heizer
dan Render, 2010). Pendekatan tahap 1 ini
diteliti berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh kuesioner tahap 2 yang dilakukan
pada anggota primer produk hortikultura. Hasil
identifikasi risiko tahap 1 pada produk
hortikultura dapat dilihat pada Tabel 3.

Sumber : Data Penelitian, 2014


4.2 Identifikasi Risiko Tahap 2
Berdasarkan hasil identifikasi risiko risiko
tahap 1 yang telah dilakukan maka didapatkan
hasil bahwa Koperasi Brenjonk memiliki risiko
terbanyak dibandingakan dengan para pelaku
rantai pasok lainnya. Dari hasil identifikasi
tersebut maka Koperasi Brenjonk akan
diidentifikasi
lebih
lanjut
menggunakan
identifikasi risiko kinerja tahap 2. Tahap 2 ini
akan ditampilkan gambaran rinci dari prosesproses yang ada dalam rantai pasok Koperasi
Brenjonk, mulai dari proses yang berkaitan
dengan pemasok, aktivitas produksi dan
distribusi sampai produk diterima oleh peritel
atau konsumen.
Pada diagram identifikasi tahap 2
menggambarkan tentang penguraian identifikasi
kinerja yang dilakukan oleh Koperasi Brenjonk
dengan menggolongkannya kepada 3 unsur
utama tahap 2 yaitu planning, execution dan
enable. Diagram menunjukkan beberapa aspek
rantai pasok produk organik dari pemasok
sampai ke konsumen. Diagram ditunjukkan pada
Gambar 2.
6

Gambar 2. Identifikasi tahap 2 rantai pasok produk hortikultura


Sumber Data Penelitian, 2013

Pada sisi perencanaan, Koperasi Brenjonk


telah melakukan tindakan sesuai dengan
prosedur dalam melaksanakan permintaan dan
penawaran dalam bisnis serta pengiriman
sayuran organik kepada distributor agar dapat
mencapai target dalam mencapai tujuan bisnis
yang telah ditetapkan. Perencanaan pada
Koperasi Brenjonk ini akan dibahas kembali atau
diurutkan kembali berdasarkan perencanaan
masing-masing unsur untuk mengetahui sistem
perencanaan yang telah dibuat selama ini oleh
pihak Koperasi Brenjonk.
Dari sisi execution, pada Koperasi
Brenjonk
menunjukkan
tindakantindakan
pelaksanaan yang seharusnya dilakukan oleh
pihak manufaktur produk organik. Bagian
produksi telah membuat proses penjadwalan
pemanenan sayuran organik pada tanggal
tertentu dengan cukup baik akan tetapi masih
terdapat beberapa kendala yang dapat
mengganggu kegiatan rantai pasok, baik
pembelian atau penjualan ke distributor. Kendala
tersebut meliputi jadwal pengiriman yang tidak
menentu sehingga produk kurang bisa di prediksi
secara akurat sehingga pada periode tertentu
kurang bisa memenuhi permintaan dari
distributor secara lengkap. Pengaruh lain yaitu
mengenai kekurangan SDM yang menyebabkan

keterlambatan pengiriman pada waktu-waktu


tertentu. Namun Koperasi Brenjonk berusaha
untuk mengirimkan produk sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan.
Dari sisi enable, informasi-informasi yang
mendukung dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan
sangat
penting
bagi
keberlangsungan rantai pasok. Koperasi
Brenjonk telah memiliki alur informasi yang
cukup baik dengan pemasok dan distributor.
Alur informasi yang dilakukan masih bersifat
manual dengan melakukan kontak langsung
dengan supplier serta menggunakan sistem
kerjasama kontrak dalam pengiriman persediaan
beras organik dengan seuai permintaan sehingga
cukup efektif dalam penyesuaian jumlah beras
organik yang dibutuhkan.
5. Hasil Identifikasi Kinerja Rantai Pasok
Produk Hortikultura
Pada hasil data yang didapatkan bahwa
beberapa identifikasi kinerja telah diketahui dari
hasil penelitian pada Koperasi Brenjonk.
Analisis hasil penelitian tersebut dapat diketahui
dari analisis tahap 1 yang memperlihatkan
bahwa kinerja rantai pasok yang rendah
disebabkan oleh kinerja pada proses make yang
memiliki kendala paling banyak yaitu 5 kejadian.
Kejadian pada tahap 1 juga akan mempengaruhi
hasil pada make-to-order (M2) pada tahap 2.
Risiko-risiko yang terjadi pada proses make ini
7

memiliki beberpa kendala yang harus


diantisipasi untuk tidak terjadi pada alur rantai
pasok produk organik. Hasil analisis manufaktur
pada tahap 1 dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Hasil Identifikasi risiko tahap 1

Penyebab-penyebab utama yaitu risiko


gangguan kerusakan peralatan selama proses
pengolahan, lalu risiko kerusakan komoditas
selama proses produksi dan risiko penurunan
hasil selama proses produksi dapat dipicu dari
pengaturan proses produksi, pengecekan dan
penempatan bahan baku (material placement).
Perbaikan sarana merupakan hal yang sangat
penting
demi
kelangsungan
penunjang
pengendalian mutu suatu produk (Mardhiyah,
2009). Oleh karena itu munculnya kendalakendala lain dapat muncul dari kendala utama
tersebut.
Perlu dilakukan
perubahan dalam
pengaturan proses internal pada manufaktur
yaitu dalam unsur make serta pemeliharaandan
perawatan yang tepat bagi semua elemen yang
terkait dengan alur proses produksi rantai pasok
produk organik. Menurut Muhtadi (2009),
pemeliharaan dalam suatu industri atau
perusahaan merupakan salah satu faktoor yang
penting dalam mendukung proses produksi yang
mempunyai daya saing dipasaran. Penerapan
dapan dilakukan dengan perubahan maupun
perbaikan yang terbagi pada tiga bagian yaitu
perubahan pengolahan proses produksi yang
diterapkan untuk semua bagian, perubahan dapat
dilakukan pada proses tertentu yang memiliki
waktu tunggu, waktu proses dan tingkat layanan
yang paling lama serta melakukan proses
penjadwalan yang benar dan pengiriman produk
yang tepat sesuai dengan jadwal yang telah
dibentuk.

Sumber: Data Penelitian, 2014

Gambar 3. Skema Hasil Identifikasi Kinerja Produk Hortikultura Tahap 2


8

Handfield, R.B. dan Nicholas Jr, L,E. 2002.


Supply Chain Redesign. Prentice Hall.
Hal 25.
Heizer J. dan Render B. 2010. Manajemen
Operasi. Salemba Empat .Jakarta. Hal 2530.
Iflah T., Sutrisno dan Sunarti C.T.. 2012.
Pengaruh Kemasan Starch Based Plastic
(Bioplastik) terhadap Mutu Tomat dan
Paprika Selama Penyimpanan Dingin.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 22 (3):
189-199.
Kurniawati D., Yuliando H. dan Widodo H.K..
2013. Kriteria Pemilihan Pemasok
Menggunakan
Analytical
Network
Process. Jurnal Teknik Industri 22 (3): 252.
Maaruf H. 2006. Pemasaran Retail. Gramedia
Pustaka. Jakarta. Hal : 55-60.
Muhtadi Zaim Z.M. 2009. Manajemen
Pemeliharaan untuk Optimalisasi Laba
Perusahaan. Jurnal Pendidikan Akutansi
Indonesia 8 (1): 35-43.
Mardhiyah Y. 2009. Analisis Penerapan
Manajemen Mutu Terpadu Pada PT.
Gilland Ganesha. SKRIPSI. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Nopiana S, dan Balkis S. 2011. Analisis
Pendapatan Pola Tanam Beruntun
Tanaman
Hortikultura
di
Desa
Bangunrejo Kecamatan Tenggarong
Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara.
Jurnal EPP.8 (1)
Prasetyo B.S. 2008. Analisis Efisiensi
Distribusi Pemasaran Produk dengan
Metode Data Envelopment Analysis
(DEA). Jurnal Penelitian Ilmu Teknik
8(2) : 120-12.
Pujawan N. 2005. Supply Chain Management
Edisi Pertama. Guna Widya. Surabaya.
Hal: 45-50.
Sembiring N.N. 2009. Pengaruh Jenis Bahan
Pengemas Terhadap Kualitas Produk
Cabai Merah (Capsicum Annum L.)
Segar Kemasan Utama Penyimpanan
Dingin. Tesis. Program Studi Teknik
Industri. Universitas Sumatera Utara
Medan.
Suharjito, Marimin, Machfud, Haryanto B., dan
Sukardi. 2010. Identifikasi dan Evaluasi
Risiko Manajemen Rantai
Pasok
Komoditas Jagung dengan Pendekatan
Logika fuzzy. Jurnal Manajemen dan
Organisasi, 1(2), Hal: 119-134.
Wangsa D.I. dan Iskandar P.B. 2013.
Pengembangan Model Consigment Stock

KESIMPULAN
1.

2.

Berdasarkan kondisi rantai pasok beras


organik dapat diketahui bahwa terdapat
anggota primer dan sekunder. Anggota
primer meliputi supplier, manufaktur,
distributor dan peritel. Anggota sekunder
meliputi penyedia bahan pengemas. Pada
kasus ini Koperasi Brenjonk sebagai
manufaktur dalam rantai pasok sayur
organik. Manufaktur bertanggung jawab
terhadap sayuran organik yang dihasilkan
oleh supplier serta melakukan pengemasan
dan penjualan sayuran organik.
Hasil identifikasi permasalahan risiko yang
terjadi dari awal proses sayur organik
hingga menjadi produk layak dipasarkan
yaitu risiko komoditas memiliki produk
pesaing, mengalami keterlambatan atau
penundaan
pengolahan,
mengalami
pengembalian produk, peralatan mengalami
gangguan
kerusakan
selama
proses
pengolahan, mengalami penurunan hasil
produksi, mengalami kerusakan selama
penyimpanan, mengalami perubahan jumlah
permintaan, mengalami ketidaksesuaian
kualitas dengan standar,
mengandung
cemaran bahan kimia, mengalami kehabisan
persediaan, mengalami kerusakan ataupun
penurunan kualitas, komoditas yang dikirim
melebihi pesanan atau kebutuhan produksi
dan kontaminasi produk selama proses
pengolahan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2008. Pertanian


Hortikultura Indonesia. Diakses pada
tanggal 15 Desember 2013.
Chopra, Meindl, Hugos.2003. Tahapan
Manajemen Rantai Pasokan: strategy,
Planning and Operation. Pearson Prentice
Hall. New York.
Fadlina M.I., Suptiyono B., dan Soeaidy S.. 2013
Perencanaan Pembangunan Pertanian
Berkelanjutan. Jurnal PAL 4 (1) : 40-43.
FizzantyT. Dan Kusnandar. 2012. Pengelolaan
Logistik Dalam Rantai Pasok Produk
Pangan Segar di Indonesia. Jurnal
Penenlitian Pos dan Informatika. 2, (1):
117-33.
Geraldin H.L. Pujawan N.I dan Dewi S.D. 2007.
Manajemen Risiko dan Aksi Mitigasi
Untuk Menciptakan Rantai Pasok yang
Robust. Jurnal Teknologi dan Rekayasa
Teknik Sipil 53 (2) : 53-64.

Pada Sistem Rantai Pasok Dua Eselon


Dengan PErmintaan Berfluktuasi dan
Pemnahasan Orde Awal. Jurnal Teknik
Industri 15(1): 1-12.
Widodo H.K dan Ferdiansyah E. 2010.
Optimasi Kinerja Rantai Pasok
Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Indonesia Berdasarkan Simulasi Sistem
Dinamis. Jurnal Agritech 30(1): 46-55.

10

Anda mungkin juga menyukai