Anda di halaman 1dari 20

Meningitis

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan
dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai
jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan
jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab
yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta
atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat
berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita. Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini.
Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan
dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke
dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan
peradangan pada selaput otak dan otak.
Infectious Agent Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa.
Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan
dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur
tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta
hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita)
disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20

tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus


Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus,
Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis
dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik,
cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering
ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes
simplex , Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis
aseptik(viral).

Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan
tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan
Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari
peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak,
Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman
bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.
Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia
dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi;
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan

kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal
tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
Gejala Klinis Meningitis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah
dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)
melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit
penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh
Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh
pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada
meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,
muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala
yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum,
uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah,
demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan
gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas
tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi
dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang
dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh
Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi
Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran
pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri
kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur,
keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium prodromal
selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada
anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah,

nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng,
opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa
terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan,
fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan gejala penyakit
lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai
kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai
nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial,
ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai
dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita
dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan
sebagaimana mestinya.
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
1. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi
kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada
pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
2. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri.
Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak
dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan
tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah

dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada leher.
4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti
pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi
fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
Pemeriksaan Penunjang Meningitis
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada
Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan
CT Scan.

b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus


paranasal, gigi geligi) dan foto dada
Epidemilogi Meningitis
1. Distribusi Frekuensi Meningitis
a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit ini
lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat
lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak
karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna. Puncak insidensi kasus
meningitis karena Haemophilus influenzae di negara berkembang adalah pada anak usia
kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan.
Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di
Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5
tahun. usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000. Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000.
Insidens Rate pada Setelah 10 tahun penggunaan vaksin, Di Uganda (2001-2002) Insidens
Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi

pada keadaan sosio-ekonomi rendah,

lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji), dan
penyakit ISPA. Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang
dibandingkan pada negara maju.
Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African Meningitis belt, yang
luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara.
Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000
penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik. Di daerah Malawi, Afrika
pada tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae
20-40 per 100.000 penduduk.

c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus-kasus infeksi
saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara insidensi infeksi
Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi sedangkan di daerah
Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama
musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Di
Amerika Serikat pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis virus sebesar 10,9 per 100.000
Penduduk dan sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.
2. Determinan Meningitis
a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerang bayi di bawah
usia dua tahun. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri Pneumokokus 3,4 kali lebih
besar pada anak kulit hitam dibandingkan yang berkulit putih.
Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok umur tetapi lebih sering
terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan jarang pada usia di bawah 6 bulan
kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru sangat tinggi. Diagnosa pada anak-anak
ditandai dengan test Mantoux positif dan terjadinya gejala meningitis setelah beberapa
hari mendapat suntikan BCG.
Penelitian yang dilakukan oleh Nofareni(1997-2000) di RSUP H.Adam Malik
menemukan odds ratio anak yang sudah mendapat imunisasi BCG untuk menderita
meningitis Tuberculosis sebesar 0,2.
Penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rofiq (2000) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) mengenai daya lindung vaksin TBC terhadap meningitis Tuberculosis pada anak
menunjukkan penurunan resiko terjadinya meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72 kali
bila penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak pernah diberikan BCG.

Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan dewasa
muda (12-18 tahun). Meningitis virus dapat terjadi waktu orang menderita campak,
Gondongan (Mumps) atau penyakit infeksi virus lainnya. Meningitis Mumpsvirus sering
terjadi pada kelompok umur 5-15 tahun dan lebih banyak menyerang laki-laki daripada
perempuan. Penelitian yang dilakukan di Korea (Lee,2005) , menunjukkan resiko lakilaki untuk menderita meningitis dua kali lebih besar dibanding perempuan.
b. Agent
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus. Meningitis purulenta paling
sering disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus dan Haemophilus influenza
sedangkan meningitis serosa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa dan virus.
Bakteri Pneumococcus adalah salah satu penyebab meningitis terparah. Sebanyak 20-30
% pasien meninggal akibat meningitis hanya dalam waktu 24 jam. Angka kematian
terbanyak pada bayi dan orang lanjut usia.
Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan jemaah haji dan dapat
menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup A,B,C,X,Y,Z dan
W 135. Grup A,B dan C sebagai penyebab 90% dari penderita. Di Eropa dan Amerika
Latin, grup B dan C sebagai penyebab utama sedangkan di Afrika dan Asia penyebabnya
adalah grup A.
Wabah meningitis Meningococcus yang terjadi di Arab Saudi selama ibadah haji tahun
2000 menunjukkan bahwa 64% merupakan serogroup W135 dan 36% serogroup A. Hal
ini merupakan wabah meningitis Meningococcus terbesar pertama di dunia yang
disebabkan oleh serogroup W135. Secara epidemiologi serogrup A,B,dan C paling
banyak menimbulkan penyakit.
Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya mirip sakit flu biasa
dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Pada waktu terjadi KLB Mumps, virus ini
diketahui sebagai penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik pada orang yang tidak
diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan penyebab dari 33 % kasus meningitis

aseptik, Echovirus dan Enterovirus merupakan penyebab dari 50 % kasus. Resiko untuk
terkena aseptik meningitis pada laki-laki 2 kali lebih sering disbanding perempuan.
c. Lingkungan
Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya meningitis bakteri
yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah lingkungan dengan
kebersihan yang buruk dan padat dimana terjadi kontak atau hidup serumah dengan
penderita infeksi saluran pernafasan. Risiko penularan meningitis Meningococcus juga
meningkat pada lingkungan yang padat seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah
haji.
Pada umumnya frekuensi Mycobacterium tuberculosa selalu sebanding dengan frekuensi
infeksi Tuberculosa paru. Jadi dipengaruhi keadaan sosial ekonomi dan kesehatan
masyarakat. Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan social
ekonomi rendah, lingkungan kumuh dan padat, serta tidak mendapat imunisasi.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama
musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Lebih
sering dijumpai pada anak-anak daripada orang dewasa. Kebanyakan kasus dijumpai
setelah infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Prognosis Meningitis
Prognosis meningitis

tergantung kepada umur, mikroorganisme

spesifik yang

menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan
lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan
dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat
berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta,
tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima
puluh

persen

meningitis

purulenta

mengakibatkan

kecacatan

seperti

ketulian,

keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 10% penderita


mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi.
Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi
oleh umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat
meninggal dalam waktu 6-8 minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang
jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu dan dengan pengobatan
yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.
Pencegahan Meningitis
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi
individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar
dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus
influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal
polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR
(Measles dan Rubella).
Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan
dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.
Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga
97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada
bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2
dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis
imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum
dapat membentuk antibodi.

Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik)


kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang
dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y.
Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara
memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi
syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m ventilasi 10 20% dari
luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara
mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di
lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal.
Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti
mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa
gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera.
Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga
untuk mengenali gejala awal meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray
(rontgen) paru . Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota
keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan
penderita secara dini. Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis yaitu :
1. Meningitis Purulenta
a. Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.
b. Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.
c. Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.
2. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)

Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang berat dapat
ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa prednison digunakan
sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema
otak.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau
mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan
untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan
mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya
tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk
mencegah dan mengurangi cacat.

Ensefalitis
Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme seperti bakteri,virus,parasit,fungus dan riketsia. Secara umum gejala
ensefalitis berupa demam,kejang dan kesadaran menurun.Penyakit ini dapat dijumpai
pada semua umur mulai dari anak-anak sampai orang dewasa.
Etiologi
Ensefalitis disebabkan oleh :
- Bakteri
- Virus
- Parasit
- Fungus
- Riketsia.
Klasifikasi
1. Ensefalitis Supurative
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus,
E.coli dan M.tuberculosa.
Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media,mastoiditis,sinusitis,atau
dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema,
osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan
tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema,
kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah
yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila
kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.

Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;
1.Demam
2.Kejang
3.Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda
tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,
muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin
terdapat edema papil.Tanda-tanda deficit neurologist tergantung pada lokasi dan luas
abses.
2.

Ensefalitis Syphilis

Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya
sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di
sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia.
Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema
pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian bagian lain susunan saraf
pusat.
Manifestasi klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :
a. Gejala-gejala neurologist
Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia, apraksia,
hemianopsia, kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai pupil Agryll
Robertson, nervus opticus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul
gangguanan-gangguan motoric yang progresif.
b. Gejala-gejala mental
Timbulnya proses dimensia yang progresif, intelgensia yang mundur perlahanlahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi
mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu.

3.

Ensefalitis Virus

Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :


1. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
Rabdovirus

: virus rabies

Togavirus

: virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)

Picornavirus

: enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)

Arenavirus

: virus koriomeningitis limfositoria

2. Virus DNA
Herpes virus

: herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus, virus Epstein-

barr
Poxvirus

: variola, vaksinia

Retrovirus

: AIDS

Manifestasi klinis
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, kesadaran menurun,
timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk, hemiparesis dan paralysis bulbaris.
4.

Ensefalitis Karena Parasit

a. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama
terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang
terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga
menimbulkan penyumbatan penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis
fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma.
Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.

b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala
kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia
parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di
air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut.
Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk
dan kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan
masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh
menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk
rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan
akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik
yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.

5. Ensefalitis Karena Fungus


Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus
neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang
ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta.
Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.

6. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan
Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel
sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak.
Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin
kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan cairan serobrospinal
- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan feses
- Pemeriksaan serologik darah (VDRL, TPHA)
- Pemeriksaan titer antibody
- EEG
- Foto thorax
- Foto roentgen kepala
- CT-Scan
- Arteriografi.
Diferensial Diagnosis
Pada kasus ensefalitis supurativa diagnosa bandingnya adalah :
- Neoplasma
- Hematoma subdural kronik
- Tuberkuloma
- Hematoma intraserebri.
Penatalaksanaan
1. Ensefalitis supurativa
- Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.

- Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.


2. Ensefalitis syphilis
- Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari
- Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x 500mg oral
selama 14 hari.
Bila alergi penicillin :
- Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
- Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
- Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu
- Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.
3. Ensefalitis virus
- Pengobatan simptomatis
Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg
Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
- Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes zostervaricella.
Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral tiap 4 jam
selama 10 hari.
4. Ensefalitis karena parasit
- Malaria serebral
Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan.
- Toxoplasmosis
Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
Spiramisin 3 x 500 mg/hari
- Amebiasis
Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
5. Ensefalitis karena fungus
- Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu

- Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.


6. Riketsiosis serebri
- Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari
- Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.
Prognosis
Ensefalitis supurativa angka kematian dapat mencapai 50%.

Sumber :
1. Chusid,J.G. NEUROANATOMI KORELATIF dan NEUROLOGI
FUNGSIONAL.Gajah Mada University Press.Bagian Dua. 1990.
Hal. 579-583
2. Mardjono,Mahar dan Sidarta,Priguna. NEUROLOGI KLINIS DASAR. Dian
Rakyat. 2003. Hal. 313-314, 421, 327-333.
3. Mardjono,Mahar. Sidarta ,Priguna. NEUROLOGI KLINIS DALAM
PRAKTEK UMUM. Dian Rakyat. 1999. Hal. 36-40
4. Markam,Soemarmo. KAPITA SELEKTA NEUROLOGI. Gajah Madah
University Press. Edisi Ke Dua.2003. Hal.155-162
5. Mansjoer,Arif. Suprohaita. Wardhani,Wahyu Ika. Setiowulan,Wiwiek. KAPITA
SELEKTA KEDOKTERAN. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid 2. Edisi Ketiga. 2000.

Anda mungkin juga menyukai