Anda di halaman 1dari 12

DASAR-DASAR SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

I.

Pendahuluan
Pengelolaan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani sampah yang
dihasilkan penduduknya, yang secara tidak langsung turut memelihara
kesehatan masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan yang bersih, baik
dan sehat.
Pada awalnya, pemukiman seperti pedesaan memiliki kepadatan penduduk yang
masih sangat rendah. Secara alami tanah / alam masih dapat mengatasi
pembuangan sampah yang dilakukan secara sederhana (gali urug). Makin padat
penduduk suatu pemukiman atau kota dengan segala aktivitasnya, sampah
tidak dapat lagi diselesaikan di tempat; sampah harus dibawa keluar dari
lingkungan hunian atau lingkungan lainnya. Permasalahan sampah semakin
perlu untuk dikelola secara profesional.
Saat ini pengelolaan persampahan menghadapi banyak tekanan terutama akibat
semakin besarnya timbulan sampah yang dihasilkan masyarakat baik produsen
maupun konsumen. Hal ini menjadi semakin berat dengan masih dimilikinya
paradigma lama pengelolaan yang mengandalkan kegiatan pengumpulan,
pengangkutan, dan pembuangan; yang kesemuanya membutuhkan anggaran
yang semakin besar dari waktu ke waktu; yang bila tidak tersedia akan
menimbulkan banyak masalah operasional seperti sampah yang tidak terangkut,
fasilitas yang tidak memenuhi syarat, cara pengoperasian fasilitas yang tidak
mengikuti ketentuan teknis.
Pada akhirnya berbagai masalah tersebut akan bermuara pada rendahnya
kuantitas dan kualitas pelayanan dan tidak diindahkannya perlindungan
lingkungan dalam pengelolaan; yang bila tidak segera dilakukan perbaikan akan
berdampak buruk terhadap kepercayaan dan kerjasama masyarakat yang
sangat diperlukan untuk menunjang pelayanan publik yang mensejahterakan
masyarakat.
Untuk dapat mengelola sampah pemukiman atau kota yang sampahnya semakin
banyak dengan masalah yang kompleks, diperlukan
adanya suatu system
pengelolaan yang mencakup lembaga atau institusi yang dilengkapi dengan
peraturan, pembiayaan / pendanaan, peralatan penunjang yang semuanya
menjadikan suatu system, disamping kesadaran masyarakat yang cukup tinggi.

II.

Pendekatan Sistem Pengelolaan Persampahan


Beberapa Prinsip dan Pertimbangan
-

Paradigma lama penanganan sampah secara konvensional yang bertumpu


pada proses pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir perlu
diubah dengan mengedepankan proses pengurangan dan pemanfaatan
sampah.

Pengurangan dan pemanfaatan sampah secara signifikan dapat mengurangi


kebutuhan pengelolaan sehingga sebaiknya dilakukan di semua tahap yang
memungkinkan baik sejak di sumber, TPS, Instalasi Pengolahan, dan TPA.

Pengurangan dan pemanfaatan sampah sejak sumber akan memberikan


dampak positif paling menguntungkan yang berarti peran serta masyarakat
perlu dijadikan target utama

Sampah B3 rumah tangga perlu mendapat perhatian dalam penanganannya


agar tidak mengganggu lingkungan maupun kualitas sampah dalam
pengolahan di hilirnya.

Karakteristik sampah dengan kandungan organik tinggi (70-80 %)


merupakan potensi sumber bahan baku kompos sebagai soil conditioner
dan energi (gas metan) melalui proses dekomposisi secara anaerob

Daur ulang oleh sektor informal sejauh memungkinkan diupayakan menjadi


bagian dari sistem pengelolaan sampah perkotaan

Insinerator sebaiknya hanya dilakukan untuk kota-kota yang memiliki


tingkat kesulitan tinggi dalam penyediaan lokasi TPA dan memiliki
karakteristik sampah yang sesuai, serta menerapkan teknologi yang ramah
lingkungan

Tempat Pembuangan Akhir merupakan alternatif terakhir penanganan


sampah mengingat potensi dampak negatif yang tinggi. Pemanfaatan
secara berulang sebaiknya diupayakan dengan memperhatikan kualitas
produk kompos yang dihasilkan.

Pada
dasarnya
pengelolaan
sampah
ada
2
macam,
yaitu
pengelolaan/penanganan sampah setempat (individu) dan pengelolaan sampah
terpusat untuk suatu lingkungan pemukiman atau kota.

a. Penanganan Setempat
Penanganan setempat dimaksudkan penanganan yang dilaksanakan sendiri
oleh penghasil sampah dengan menanam dalam galian tanah
pekarangannya atau dengan cara lain yang masih dapat dibenarkan.
Hal ini dimungkinkan bila daya dukung lingkungan masih cukup tinggi
misalnya tersedianya lahan, kepadatan penduduk yang rendah, dll.

b. Pengelolaan Terpusat
Pengelolaan persampahan secara terpusat adalah suatu proses atau
kegiatan penanganan sampah yang terkoordinir untuk melayani suatu
wilayah / kota.
Pengelolaan sampah secara terpusat mempunyai kompleksitas yang besar
karena cakupan berbagai aspek yang terkait. Aspek aspek tersebut
dikelompokkan dalam 5 aspek utama, yakni aspek institusi, hukum, teknis
operasional, pembiayaan dan retribusi serta aspek peran serta masyarakat.

III. Aspek Pengelolaan Sampah


3.1. Aspek Teknis Operasional
1) Komposisi Sampah
Komposisi fisik sampah mencakup prosentase dari komponen pembentuk
sampah yang secara fisik dapat dibedakan antara sampah organik, kertas,
plastik, logam dan lain-lain. Komposisi sampah ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan kelayakan pengolahan sampah
khususnya daur ulang dan pembuatan kompos serta kemungkinan penggunaan
gas landfill sebagai energi alternatif.
Sebagai gambaran pada umumnya negara-negara berkembang memiliki
komposisi organik yang lebih tinggi dari negara dengan tingkat ekonomi yang
lebih tinggi. Komosisi sampah di Indonesia rata-rata mengandung organik yang
cukup tinggi (70 80 %) dan anorganik 20 30 %
Tabel 1. Timbulan & komposisi sampah berbagai negara
No

Negara

Timbulan
Organik Kertas
Plastik
(kg/cap)
(%)
(%)
(%)
1
Thailand
0.65
46
20
21
2
Vietnam
0.7
55
3
Malaysia
0.76
48
30
9.8
4
Indonesia
0.6
60
2
2
5
Asia (rata2)
0.42
75
2
1
6
Eropa (rata2)
0.72
25.4
28.7
4.6
7
Japan
1.12
11.7
38.5
11.9
8
USA
1.97
12
43
5
Sumber : B.G. Yeoh, Municipal Solid Waste Generation and Composition, Asean
Committee On Science & Technology, Sub Committee On Non Conventional
Energy Research, 2006
2) Karakteristik Sampah
Data mengenai karakteristik kimia sampah dapat dilakukan dengan cara analisa
di laboratorium. Data ini erat kaitannya dengan komposisi fisiknya, apabila
komposisi organiknya tinggi, maka biasanya kandungan airnya tinggi, nilai
kalornya rendah, kadar abunya rendah, berat jenisnya tinggi. Karakteristik
sampah di Indonesia rata-rata memiliki kadar air 60 %, nilai kalor 1000 1300
k.cal/kg, kadar abu 10 11 % dan berat jenis 250 kg/m3
Data ini penting dalam menentukan pertimbangan dalam memilih alternatif
pengolahan sampah dengan cara pembakaran (insinerator). Sebagai contoh
sampah yang memiliki kadar air tinggi (> 55 %), nilai kalor rendah (< 1300 kcal
/ kg), berat jenis tinggi (> 200 kg / m3) tidak layak untuk dibakar dengan
insinerator.
3). Sumber Sampah
Ada beberapa kategori sumber sampah yang dapat digunakan sebagai acuan,
yaitu:
Sumber sampah yang berasal dari daerah perumahan
Sumber sampah yang berasal dari daerah komersial

Sumber sampah yang berasal dari fasilitas umum


Sumber sampah yang berasal dari fasilitas sosial
Klasifikasi kategori sumber sampah tersebut pada dasarnya juga dapat
menggambarkan klasifikasi tingkat perekonomian yang dapat digunakan untuk
menilai tingkat kemampuan masyarakat dalam membayar retribusi sampah dan
menentukan pola subsidi silang.
Daerah Perumahan (rumah tangga)
Sumber sampah didaerah perumahan dibagi atas :
Perumahan masyarakat berpenghasilan tinggi (High income)
Perumahan masyarakat berpenghasilan menengah (Middle income)
Perumahan masyarakat berpenghasilan rendah / daerah kumuh (Low income
/ slum area)
Daerah komersial.
Daerah komersial umumnya didominasi oleh kawasan perniagaan, hiburan dan
lain-lain. Yang termasuk kategori komersial adalah pasar pertokoan hotel
restauran bioskop salon kecantikan industri dan lain-lain
Fasilitas umum
Fasilitas umum merupakan sarana / prasarana perkotaan yang dipergunakan
untuk kepentingan umum. Yang termasuk dalam kategori fasilitas umum ini
adalah perkantoran, sekolah, rumah sakit, apotik, gedung olah raga, museum,
taman, jalan, saluran / sungai dan lain-lain.
Fasilitas sosial
Fasilitas sosial merupakan sarana prasarana perkotaan yang digunakan untuk
kepentingan sosial atau bersifat sosial. Fasilitas sosial ini meliputi panti-panti
sosial (rumah jompo, panti asuhan) dan tempat-tempat ibadah (mesjid, gereja
pura, dan lain-lain)
Sumber lain
Dari klasifikasi sumber-sumber sampah tersebut, dapat dikembangkan lagi jenis
sumber-sumber sampah yang lain sesuai dengan kondisi kotanya atau
peruntukan tata guna lahannya. Sebagai contoh sampah yang berasal dari
tempat pemotongan hewan atau limbah pertanian ataupun buangan dari
instalasi pengolahan air limbah (sludge), dengan catatan bahwa sampah atau
limbah tersebut adalah bersifat padat dan bukan kategori sampah B3.
4). Pola Operasional
Pola operasional penanganan sampah dari sumber sampai TPA dilakukan
melalui beberapa tahap, yaitu pengumpulan, pemindahan, pengolahan,
pengangkutan dan pembuangan akhir

Diagram Operasional Penanganan Sampah


Sumber Sampah
Pengumpulan

Pemindahan

Pengolahan

Composting
Daur Ulang
Insinerasi

Pengangkutan

Pembuangan Akhir
Pewadahan
Wadah sampah individual (disumber) disediakan oleh setiap penghasil
sampah sendiri sedangkan wadah komunal dan pejalan kaki disediakan
oleh pengelola dan atau swasta. spesifikasi wadah sedemikian rupa
sehingga memudahkan operasionalnya, tidak permanen dan higienis. Akan
lebih baik apabila ada pemisahan wadah untuk sampah basah dan sampah
kering
Pengosongan sampah dari wadah individual dilakukan paling lama 2 hari
sekali sedangkan untuk wadah komunal harus dilakukan setiap hari
Pengumpulan
Pengumpulan sampah dari sumber dapat dilakukan secara langsung
dengan alat angkut (untuk sumber sampah besar atau daerah yang
memiliki kemiringan lahan cukup tinggi) atau tidak langsung dengan
menggunakan gerobak (untuk daerah teratur) dan secara komunal oleh
mayarakat sendiri (untuk daerah tidak teratur)
Penyapuan jalan diperlukan pada daerah pusat kota seperti ruas jalan
protokol, pusat perdagangan, taman kota dan lain-lain
Pemindahan
Pemindahan sampah dari alat pengumpul (gerobak) ke alat angkut (truk)
dilakukan di trasnfer depo atau container untuk meningkatkan efisiensi
pengangkutan
Lokasi pemindahan haru dekat dengan daerah pelayanan atau radius
500 m
Pemindahan skala kota ke stasiun transfer diperlukan bila jarak ke lokasi
TPA lebih besar dari 25 km

Pengangkutan
Pengangkutan secara langsung dari setiap sumber harus dibatasi pada
daerah pelayanan yang tidak memungkinkan cara operasi lainnya atau
pada daerah pelayanan tertentu berdasarkan pertimbangan keamanan
maupun estetika dengan memperhitungkan besarnya biaya operasi yang
harus dibayar oleh pengguna jasa
Penetapan rute pengangkutan sampah harus didasarkan pada hasil survey
time motion study untuk mendapatkan jalur yang paling efisien.
Jenis truk yang digunakan minimal dump truck yang memiliki kemampuan
membongkar muatan secara hidrolis, efisien dan cepat
Penggunaan arm roll truck dan compactor truck harus mempertimbangkan
kemampuan pemeliharaan
Pengolahan
Pengolahan sampah dimaksudkan untuk mengurangi volume sampah yang
harus dibuang ke TPA serta meningkatkan efisiensi penyelenggaraan
prasarana dan sarana persampahan
Teknologi pengolahan sampah dapat dilakukan melalui pembuatan kompos,
pembakaran sampah secara aman (bebas COx, SOx, NOx dan dioxin),
pemanfaatan gas metan dan daur ulang sampah. Khusus pemanfaatana
gas metan TPA (landfill gas), dapat masuk dalam CDM (clean developmant
mechanism) karena secara significan dapat mengurangi emisi gas rumah
kaca yang berpengaruh pada iklim global.
Skala pengolahan sampah mulai dari individual, komunal (kawasan), skala
kota dan skala regional.
Penerapan teknologi pengolahan harus memperhatikan aspek lingkungan,
dana, SDM dan kemudahan operasional
Pembuangan akhir
Pemilihan lokasi TPA harus mengacu pada SNI 03-3241-1994 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA. Agar keberadaan TPA tidak mencemari
lingkungan, maka jarak TPA ke badan air penerima > 100m, ke perumahan
terdekat > 500 m, ke airport 1500 m (untuk pesawat propeler) dan 3000 m
(untuk pesawat jet). Selain itu muka air tanah harus > 4 m, jenis tanah
lempung dengan nilai K < 10-6 cm/det.
Metode pembuangan akhir minimal harus dilakukan dengan controlled
landfill (untuk kota sedang dan kecil) dan sanitary landfill (untuk kota besar
dan metropolitan) dengan sistem sel
Prasarana dasar minimal yang harus disediakan adalah jalan masuk,
drainase keliling dan pagar pengaman (dapat berfungsi sebagai buffer
zone)
Fasilitas perlindungan lingkungan yang harus disediakan meliputi lapisan
dasar kedap air, jaringan pengumpul lindi, pengolahan lindi dan ventilasi
gas / flaring atau landfill gas extraction untuk mngurangi emisi gas.
Fasilitas operasional yang harus disediakan berupa alat berat (buldozer,
excavator, loader dan atau landfill compactor) dan stok tanah penutup
Penutupan tanah harus dilakukan secara harian atau minimal secara
berkala dengan ketebalan 20 - 30 cm
Penyemprotan insektisida harus dilakukan apabila penutupan sampah tidak
dapat dilakukan secara harian
Penutupan tanah akhir harus dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan
bekas TPA

Kegiatan pemantauan lingkungan harus tetap dilakukan meskipun TPA


telah ditutup terutama untuk gas dan efluen leachate, karena proses
dekomposisi sampah menjadi gas dan leahate masih terus terjadi sampai
25 tahun setelah penutupan TPA
Manajemen pengelolaan TPA perlu dikendalikan secara cermat dan
membutuhkan tenaga terdidik yang memadai
Lahan bekas TPA direkomendasikan untuk digunakan sebagai lahan
terbuka hijau.
3 . Aspek Institusi
Penyelenggara pembangunan prasarana dan sarana persampahan dapat
dilakukan secara sendiri atau terpadu oleh Pemerintah Daerah,
BUMN/BUMD, Swasta dan masyarakat
Bentuk institusi dan struktur organisasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, secara umum bentuk institusi yang ada adalah perusahaan daerah
kebersihan (PDK), dinas kebersihan (DK), dinas kebersihan dan pertamanan
(DKP), seksi kebersihan dan lain-lain. Struktur organisasi sebaiknya
mencerminkan kegiatan utama penangan sampah dari sumber sampei TPA
termasuk memiliki bagian perencaan, retribusi, penyuluhan dan lain-lain.
Instansi pengelola persampahan sebaiknya memiliki pola kerja sama dengan
instansi terkait termasuk PLN (untuk kerjasama penarikan retribusi) dan
kerja sama antar kota untuk pola penangangan sampah secara regional dan
kerja sama dengan masyarakat atau perguruan tinggi.
SDM sebaiknya memiliki keahlian bidang persampahan baik melalui
pendidikan formal (ada staf yang memiliki latar belakang pendidikan teknik
lingkungan, ekonomi, ahli manajemen dll) dan training bidang persampahan.
Kegiatan pengelolaan sampah yang tidak dapat dilaksanakan oleh
masyarakat, menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah
Kegiatan sosialisasi atau penyuluhan harus dilaksanakan secara terpadu dan
terus menerus dengan melibatkan instansi terkait, LSM dan perguruan tinggi
4. Aspek Pembiayaan
Sumber Pembiayaan
Pengelolaan persampahan dapat dibiayai dari swadaya masyarakat, investasi
swasta dan APBN / APBD
Tata cara pembiayaan mengikuti ketentuan yang berlaku
Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan pembangunan prasarana
dan sarana persampahan dalam bentuk dana maupun aset kepada
masyarakat
Pembiayaan penyediaan dan pemeliharaan pewadahan individual menjadi
tanggung jawab penghasil sampah
Tarif Retribusi
Biaya untuk penyediaan prasarana dan sarana pengumpulan serta
pengelolaannya yang dilakukan oleh masyarakat sendiri dikenakan pada
anggota masyarakat yang mendapat pelayanan dalam bentuk iuran
(besarnya ditentukan melalui musyawarah dan mufakat) dan dikordinasikan
dengan pihak instansi pengelola persampahan
Biaya untuk pengelolaan persampahan yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah atau swasta untuk kepentingan masyarakat dibebankan kepada

masyarakat dalam bentuk retribusi kebersihan. Biaya pengelolaan tersebut


meliputi biaya investasi dan biaya operasi dan pemeliharaan
Penentuan tarif retribusi disusun berdasarkan asas keterjangkauan
/willingness to pay (secara umum kemampuan masyarakat membayar
retribusi adalah 1 -2 % dari income) dan subsidi silang dari masyarakat
berpenghasilan tinggi ke masyarakat berpenghasilan rendah dan dari sektor
komersial ke non komersial tanpa meninggalkan prinsip ekonomi / cost
recovery (minimal 80 %, 20 % merupakan subsidi Pemerintah kota/kab
untuk pembersihan fasilitas umum).
Mekanisme penarikan retribusi selain dilakukan langsung oleh instansi
pengelola juga dapat dilakukan melalui kerjasama dengan PLN, PDAM,
RT/RW dan lain-lain sesuai dengan kondisi daerah pelayanan.
5. Aspek Peraturan
Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan persampahan adalah UU No 7
/ 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No 32/2004 tentang Otonomi Daerah,
UU No 33 / 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU No
23/1997 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup, UU No 24 /1992 tentang
Penataan Ruang, UU No 23/1992 tentang Kesehatan, UU No 2/1992
Perumahan dan Permukiman
Peraturan Pemerintah (PP) yang berkaitan dengan masalah persampahan
adalah PP tentang Badan Layanan Umum, PP No 16 / 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum , PP No.27 tahun 1999
tentang Amdal, PP No. 18 jo 85/1999 tentang Limbah B3 dan PP 16/2005
tentang Pengembangan Sistem penyediaan Air Minum
Agenda 21 berkaitan dengan program optimaalisasi minimalisasi limbah
secara bertahap sampai tahun 2020, Kyoto Protocol tentang CDM (clean
development mechanism), MDGs tentang upaya pencapaian target
pengurangan jumlah orang miskin dan akses terhadap air minum dan
sanitasi (target 10 dan 11)
SNI yang berkaitan dengan pedoman persampahan adalah SNI 19-24541991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, SNI tentang
Spesifikasi Controlled Landfill, SK SNI S-04-1992-03 tentang Spesifikasi
Timbulan Sampah Kota Sedang dan Kota Kecil, SNI 03-3242-1994 tentang
Tata Cara Pengelolaan Sampah Permukiman, SNI 03-3241-1994 tentang
Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA,
SNI 19-3964-1994 tentang Metode
Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah.
Pengaturan penyelenggaraan pembangunan bidang persampahan dilakukan
melalui peraturan daerah (perda) yang pada umumnya terdiri dari perda
pembentukan institusi, ketentuan umum kebersihan dan retribusi. Selain itu
juga diperlukan perda yang mengatur mengenai peran serta swasta,
penanganan limbah B3 / rumah sakit dan lain-lain.
6. Aspek Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan
Peran Serta Masyarakat
Peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana
persampahan diperlukan sejak dari perencanaan sampai dengan operasi dan
pemeliharaan
Peran serta masyarakat berkaitan dengan penyelenggaraan prasarana dan
sarana persampahan dapat berupa usulan, saran, pertimbangan, keberatan

serta bantuan lainnya atau pelaksanaan program 3R baik untuk skala


individual maupun skala kawasan.
Peningkatan peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui pendidikan
formal sejak dini, penyuluhan yang intenssif, terpadu dan terus menerus
serta diterapkannya sistem insentif dan disinsentif
Masyarakat bertanggung jawab atas penyediaan dan pemeliharaan fasilitas
pewadahan dan atau meyelenggarakan pengumpulan / pengolahan sampah
Kemitraan
Pemerintah
memberikan
peluang
kepada
pihak
swasta
untuk
menyelenggarakan pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana
persampahan serta dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif
Kemitraan dapat dilakukan terhadap sebagian atau seluruh kegiatan sistem
pembangunan persampahan, termasuk melakukan upaya pengendalian
pencemaran lingkungan.
Pola kemitraan dapat dilakukan melalui studi kelayakan dengan
memperhatikan keterjangkauan masyarakat, kemampuan Pemda, peluang
usaha dan keuntungan swasta.
Kemitraan dapat dilakukan dengan sistem BOO, BOT, kontrak manajemen,
kontrak konsesi dan lain-lain.
IV. DAMPAK PENCEMARAN AKIBAT SAMPAH
4.1. Potensi Dampak
Dalam kenyataannya banyak pengelola kebersihan menghadapi berbagai
masalah dan kendala sehingga mereka tidak dapat menyediakan pelayanan
yang baik sesuai dengan ketentuan teknis dan harapan masyarakat. Disana sini
sering terjadi pencemaran akibat pengelolaan yang kurang baik sehingga
menimbulkan berbagai masalah pencemaran selama pelaksanaan kegiatan
teknis penanganan persampahan yang meliputi: pewadahan, pengumpulan,
pemindahan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Berbagai
potensi yang menimbulkan berbagai dampak dapat meliputi :

a. Perkembangan vektor penyakit

Wadah sampah merupakan tempat yang sangat ideal bagi pertumbuhan


vektor penyakit terutama lalat dan tikus. Hal ini disebabkan dalam wadah
sampah tersedia sisa makanan dalam jumlah yang besar.
Tempat Penampungan Sementara / Container juga merupakan tempat
berkembangnya vektor tersebut karena alasan yang sama. Sudah barang
tentu akan menurunkan kualitas kesehatan lingkungan sekitarnya.
Vektor penyakit terutama lalat sangat potensial berkembangbiak di lokasi
TPA. Hal ini terutama disebabkan oleh frekwensi penutupan sampah yang
tidak dilakukan sesuai ketentuan sehingga siklus hidup lalat dari telur menjadi
larva telah berlangsung sebelum penutupan dilaksanakan. Gangguan akibat
lalat umumnya dapat ditemui sampai radius 1-2 km dari lokasi TPA

b. Pencemaran Udara

Sampah yang menumpuk dan tidak segera terangkut merupakan sumber


bau tidak sedap yang memberikan efek buruk bagi daerah sensitif sekitarnya
seperti permukiman, perbelanjaan, rekreasi, dan lain-lain. Pembakaran

sampah seringkali terjadi pada sumber dan lokasi pengumpulan terutama bila
terjadi penundaan proses pengangkutan sehingga menyebabkan kapasitas
tempat terlampaui. Asap yang timbul sangat potensial menimbulkan
gangguan bagi lingkungan sekitarnya.
Sarana pengangkutan yang tidak tertutup dengan baik juga sangat
berpotensi menimbulkan masalah bau di sepanjang jalur yang dilalui,
terutama akibat bercecerannya air lindi dari bak kendaraan.
Pada instalasi pengolahan terjadi berupa pelepasan zat pencemar ke udara
dari hasil pembuangan sampah yang tidak sempurna; diantaranya berupa :
partikulat, SO x, NO x, hidrokarbon, HCl, dioksin, dan lain-lain.
Proses dekomposisi sampah di TPA secara kontinu akan berlangsung dan
dalam hal ini akan dihasilkan berbagai gas seperti CO, CO2, CH4, H2S, dan
lain-lain yang secara langsung akan mengganggu komposisi gas alamiah di
udara, mendorong terjadinya pemanasan global, disamping efek yang
merugikan terhadap kesehatan manusia di sekitarnya.
Pembongkaran sampah dengan volume yang besar dalam lokasi pengolahan
berpotensi menimbulkan gangguan bau. Disamping itu juga sangat mungkin
terjadi pencemaran berupa asap bila sampah dibakar pada instalasi yang
tidak memenuhi syarat teknis.
Seperti halnya perkembangan populasi lalat, bau tak sedap di TPA juga
timbul akibat penutupan sampah yang tidak dilaksanakan dengan baik.
Asap juga seringkali timbul di TPA akibat terbakarnya tumpukan sampah baik
secara sengaja maupun tidak. Produksi gas metan yang cukup besar dalam
tumpukan sampah menyebabkan api sulit dipadamkan sehingga asap yang
dihasilkan akan sangat mengganggu daerah sekitarnya.

c. Pencemaran Air

Prasarana dan sarana pengumpulan yang terbuka sangat potensial


menghasilkan lindi terutama pada saat turun hujan. Aliran lindi ke saluran
atau tanah sekitarnya akan menyebabkan terjadinya pencemaran.
Instalasi pengolahan berskala besar menampung sampah dalam jumlah yang
cukup besar pula sehingga potensi lindi yang dihasilkan di instalasi juga
cukup potensial untuk menimbulkan pencemaran air dan tanah di sekitarnya.
Lindi yang timbul di TPA sangat mungkin mencemari lingkungan sekitarnya
baik berupa rembesan dari dasar TPA yang mencemari air tanah di
bawahnya. Pada lahan yang terletak di kemiringan, kecepatan aliran air tanah
akan cukup tinggi sehingga dimungkinkan terjadi cemaran terhadap sumur
penduduk yang trerletak pada elevasi yang lebih rendah.
Pencemaran lindi juga dapat terjadi akibat efluen pengolahan yang belum
memenuhi syarat untuk dibuang ke badan air penerima. Karakteristik
pencemar lindi yang sangat besar akan sangat mempengaruhi kondisi badan
air penerima terutama air permukaan yang dengan mudah mengalami
kekurangan oksigen terlarut sehingga mematikan biota yang ada.

10

d. Pencemaran Tanah

Pembuangan sampah yang tidak dilakukan dengan baik misalnya di lahan


kosong atau TPA yang dioperasikan secara sembarangan akan menyebabkan
lahan setempat mengalami pencemaran akibat tertumpuknya sampah organik
dan mungkin juga mengandung Bahan Buangan Berbahaya (B3). Bila hal ini
terjadi maka akan diperlukan waktu yang sangat lama sampai sampah
terdegradasi atau larut dari lokasi tersebut. Selama waktu itu lahan setempat
berpotensi menimbulkan pengaruh buruk terhadap manusia dan lingkungan
sekitarnya.

e. Gangguan Estetika

Lahan yang terisi sampah secara terbuka akan menimbulkan kesan


pandangan yang sangat buruk sehingga mempengaruhi estetika lingkungan
sekitarnya. Hal ini dapat terjadi baik di lingkungan permukiman atau juga
lahan pembuangan sampah lainnya.
Proses pembongkaran dan pemuatan sampah di sekitar lokasi pengumpulan
sangat mungkin menimbulkan tumpahan sampah yang bila tidak segera
diatasi akan menyebabkan gangguan lingkungan. Demikian pula dengan
ceceran sampah dari kendaraan pengangkut sering terjadi bila kendaraan
tidak dilengkapi dengan penutup yang memadai.
Di TPA ceceran sampah terutama berasal dari kegiatan pembongkaran yang
tertiup angin atau ceceran dari kendaraan pengangkut. Pembongkaran
sampah di dalam area pengolahan maupun ceceran sampah dari truk
pengangkut akan mengurangi estetika lingkungan sekitarnya
Sarana pengumpulan dan pengangkutan yang tidak terawat dengan baik
merupakan sumber pandangan yang tidak baik bagi daerah yang dilalui.
Lokasi TPA umumnya didominasi oleh ceceran sampah baik akibat
pengangkutan yang kurang baik, aktivitas pemulung maupun tiupan angin
pada lokasi yang sedang dioperasikan. Hal ini menimbulkan pandangan yang
tidak menyenangkan bagi masyarakat yang melintasi / tinggal berdekatan
dengan lokasi tersebut.

f. Kemacetan Lalu lintas

Lokasi penempatan sarana / prasarana pengumpulan sampah yang biasanya


berdekatan dengan sumber potensial seperti pasar, pertokoan, dan lain-lain
serta kegiatan bongkar muat sampah berpotensi menimbulkan gangguan
terhadap arus lalu lintas.
Arus lalu lintas angkutan sampah terutama pada lokasi tertentu seperti
transfer station atau TPA berpotensi menjadi gerakan kendaraan berat yang
dapat mengganggu lalu lintas lain; terutama bila tidak dilakukan upaya-upaya
khusus untuk mengantisipasinya.
Arus kendaraan pengangkut sampah masuk dan keluar dari lokasi
pengolahan akan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas di
sekitarnya terutama berupa kemacetan pada jam-jam kedatangan.

11

Pada TPA besar dengan frekwensi kedatangan truck yang tinggi sering
menimbulkan kemacetan pada jam puncak terutama bila TPA terletak
berdekatan dengan jalan umum.

g. Gangguan Kebisingan

Kebisingan akibat lalu lintas kendaraan berat / truck timbul dari mesin-mesin,
bunyi rem, gerakan bongkar muat hidrolik, dan lain-lain yang dapat
mengganggu daerah-daerah sensitif di sekitarnya.

Di instalasi pengolahan kebisingan timbul akibat lalu lintas kendaraan truk


sampah disamping akibat bunyi mesin pengolahan (tertutama bila digunakan
mesin pencacah sampah atau shredder).
Kebisingan di sekitar lokasi TPA timbul akibat lalu lintas kendaraan
pengangkut sampah menuju dan meninggalkan TPA; disamping operasi alat
berat yang ada.

h. Dampak Sosial

Hampir tidak ada orang yang akan merasa senang dengan adanya
pembangunan tempat pembuangan sampah di dekat permukimannya.
Karenanya tidak jarang menimbulkan sikap menentang / oposisi dari
masyarakat dan munculnya keresahan. Sikap oposisi ini secara rasional akan
terus meningkat seiring dengan peningkatan pendidikan dan taraf hidup
mereka, sehingga sangat penting untuk mempertimbangkan dampak ini dan
mengambil langkah-langkah aktif untuk menghindarinya.

4.2. Resiko Lingkungan


Komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak akibat
adanya kegiatan pembangunan sistem penyediaan air bersih akan
mencakup:
a. Geo-fisik-Kimia;
yang
meliputi:
kuantitas
dan
kualitas
air
tanah/permukaan, kualitas udara, kondisi tanah, dan kebisingan
b. Biologis: baik keanekaragaman maupun kondisi flora/fauna
c. Sosioekonomibudaya; yang meliputi: kependudukan, kesehatan
masyarakat, pola kehidupan masyarakat, mata pencaharian, estetika,
kecemburuan masyarakat, persepsi masyarakat terhadap proyek, nilai
jual tanah, situs sejarah, adat, dan lain-lain
d. Prasarana umum: jalan, saluran drainase, jaringan PLN/Telkom,
perpipaan air bersih / air limbah, dll
V.

PENUTUP
Sampah merupakan hasil sampingan dari kegiatan manusia sehari-hari. Jumlah
sampah yang semakin besar memerlukan pengelolaan yang harus dilakukan
secara bertanggung jawab.Selama tahapan penanganan sampah banyak
kegiatan dan fasilitas yang bila tidak dilakukan / disediakan dengan benar akan
menimbulkan dampak yang berpotensi mengganggu lingkungan.

12

Anda mungkin juga menyukai