Nama
Michael Djajaseputa
Silvi Wulandari
Rani Cyinthia
Teresya Puteri
Junaedi Siahaan
Wirna Sihombing
NPM
Tugas
200110130087Pembahasan
200110130088Alat, bahan, prosedur
200110130089Pembahasan
200110130090Data pengamatan
200110130091Teori dasar, dapus
200110130092Tujuan, prinsip,
simpulan, editor
Nilai
TTD
TUJUAN
Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan: 1. Mengetahui dan
mampu menangani hewan untuk percobaan farmakologi secara baik. 2.
Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
responnya. 3. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute
pemberian serta pengaruhnya terhadap efek yang ditimbulkan.
II.
PRINSIP
Oral : Diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi sonde oral (kanula).
Kanula dimasukkan ke dalam mulut lalu perlahanlahan dimasukkan ke
menjulur keluar.
Intramuskular : Disuntikkan pada otot paha posterior dengan jarum
suntik No. 24
Intraperitoneal : Mencit dipegang dengan posisi kepala lebih rendah dari
abdomennya. Jarum disuntikkan dengan membentuk sudut 100 dari
abdomen, agak menepi dari garis tengah, untuk mencegah terkenanya
kandung kemih dan tidak terlalu tinggi agar tidak mengenai hati.
III.
TEORI DASAR
Rute penggunaan obat dipilih tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta
kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti
berikut:
b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacammacam rute.
(Anief, 1990).
Kecepatan dan besar kecilnya obat yang diabsorpsi pada umumnya dipengaruhi oleh
bentuk sediaan. Oleh karena itu, hal tersebut akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek
terapi obat. Bentuk sediaan obat pun dapat dapat memberi efek lokal atau sistemik. Efek
sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang
efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990).
Sejak puluhan tahun lalu penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah
dibidang kedokteran/biomedis telah dilakukan. Hewan sebagai model atau sarana
percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis/ keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping
faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis
yang mirip kejadiannya pada manusia (Tjay, T.H dan Rahardja,K, 2002).
Dalam penggunaan hewan uji, cara memegang dan menentukan jenis kelamin perlu
diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan memiliki perbedaan
dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya.
Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa
sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan
darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya (Ridwan, 2013).
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis
telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan
keselamatan manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki,yang dihasilkan oleh
Sidang Kesehatan Dunia ke 16 di Helsinki, Finlandia, pada tahun 1964. Deklarasi
tersebut merupakan rekomendasi kepada penelitian kedokteran, yaitu tentang segi etik
penelitian yang melibatkan manusia sebagai obyek penelitian. Disebutkan, perlunya
dilakukan percobaan pada hewan sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset
lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia. Hewan sebagai model atau sarana
percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis/ keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping
faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis
yang mirip kejadiannya pada manusia (Sulaksono, M.E., 1986).
Berbagai cara pemberian perlakuan terhadap hewan coba dapat dilakukan dengan
cara :
a) Per oral
Mencit atau tikus diletakkan di atas ram kawat, ekor ditarik.
Jarum suntik yang sudah disolder dimasukkan ke dalam mulut mencit namun harus
diperhatikan proses masuknya jarum agar tidak melukai organ dalam mencit.
Setelah selesai, tarik kembali jarum tersebut secara perlahan.
b) Intramuskular
Pembantu memegang paha, penyuntik memegang paha kiri dari depan dengan tangan
kiri.
Jarum ditusukkan dari balik dengan sudut tegak lurus terhadap permukaan kulit kirakira ditengah paha sehingga tusukan sampai ke otot bicep femoris.
Lalu suntikkan bahan perlakuan, tarik jarum, tempat suntikan dipijat pelan-pelan.
c) Intraperitoneal
Mencit dihandling dengan benar
Tusukkan jarum disisi dekat umbilicus / kira-kira 5mm disamping garis tengah antara
2 puting susu paling belakang
Tarik jarum lalu lepaskan mencit.
d) Subkutan
Obat/bahan disuntikkan di bawah kulit di daerah punggung, terasa longgar bila jarum
digerak-gerakkan, berarti suntikan sudah benar. Pengawasan lingkungan.
Semua jenis hewan percobaan harus ditempatkan dalam lingkungan yang stabil dan
sesuai dengan keperluan fisiologis, termasuk memperhatikan suhu, kelembaban dan
kecepatan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari. Kebanyakan hewan coba
tidak dapat berkembangbiak dengan baik pada kamar lebih tinggi dari suhu 300 C.
Mencit, tikus dan marmut maksimum perkembangbiakannya pada suhu 300 C,
kelinci pada suhu 250 C
(Malole, 1989).
IV.
ALAT BAHAN
Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
Alkohol
Diazepam
Mencit
Nacl Fisiologis
Tikus
Gambar alat
Restrainer
Syringe
Kapas
Ram
Sonde
V.
PROSEDUR
Perhitungan dosis hewan
Hewan uji disiapkan lalu masing masing ditimbang bobot badannya dengan
menggunakan timbangan , kemudian dihitung dosis yang akan digunakan
1. Rute pemberian obat melalui oral pada mencit
Mencit disiapkan. Disiapkan sonde yang telah berisi diazepam dengan dosis
yang telah ditentukan. Ekor dipegang menggunakan tangan kiri. Kulit
tengkuk dijepit dengan menggunakan telunjuk dan ibu jari kiri. Hewan
diarahkan menghadap praktikan. Sonde dimasukan ke dalam mulut lalu
perlahan lahan dimasukan menuju langit langit sampai esophagus. Obat
mulai dialirkan dari sonde. Diamati perubahan yang terjadi dan dicatat waktu
onset dan duration of effect.
2. Rute pemberian obat melalui intravena pada mencit
Mencit disiapkan, kemudian dimasukan ke dalam restrainer. Disiapkan
syiringe yang telah diisi dengan diazepam. Ekor diolesi dengan kapas yang
telah berisi alkohol. Disuntikan syiringe pada vena yang terdapat pada ekor
lalu syiringe ditekan agar obat masuk ke dalam pembuluh darah.Diamati
perubahan yang terjadi dan dicatat waktu onset dan duration of effect.
3. Rute pemberian obat melalui intraperitoneal pada
Mencit disiapkan. Disiapkan syiringe yang telah berisi diazepam dengan
dosis yang telah ditentukan. Ekor dipegang menggunakan tangan kiri. Kulit
tengkuk dijepit dengan menggunakan telunjuk dan ibu jari kiri. Hewan
diarahkan menghadap praktikan. Posisi kepala dibuat lebih rendah dari
abdomennya. Syiringe disuntikan 100dari abdomen. Diusahakan jangan
terlalu menepi dan syiringe tidak terlalu tinggi. Diamati perubahan yang
terjadi dan dicatat waktu onset dan duration of effect.
4. Rute pemberian oral pada tikus
Tikus disiapkan. Disiapkan sonde yang telah berisi NaCl fisiologis dengan
dosis yang telah ditentukan. Ekor tikus dipegang menggunakan tangan kiri.
Kulit tengkuk dijepit dengan menggunakan telunjuk dan ibu jari kiri. Hewan
diarahkan menghadap praktikan. Sonde dimasukan ke dalam mulut lalu
perlahan lahan dimasukan menuju langit langit sampai esophagus. NaCl
fisiologis mulai dialirkan dari sonde.
5. Rute pemberian intravena pada tikus
Tikus disiapkan. Kemudian dimasukan ke dalam restrainer. Disiapkan
syiringe yang telah diisi dengan NaCl fisiologis. Ekor tikus diolesi dengan
kapas yang telah berisi alkohol. Disuntikan syiringe pada vena yang terdapat
pada ekor
6. Rute pemberian intraperitoneal pada tikus
Tikus disiapkan dan disiapkan syiringe yang telah berisi NaCl fisiologis.
Ekor tikus dipegang menggunakan tangan kiri. Kulit tengkuk dijepit dengan
menggunakan telunjuk dan ibu jari kiri. Hewan diarahkan menghadap
praktikan. Posisi kepala dibuat lebih rendah dari abdomennya. Syiringe
disuntikan 100dari abdomen. Diusahakan jangan terlalu menepi dan syiringe
tidak terlalu tinggi.
7. Rute pemberian subkutan pada tikus
Tikus disiapkan, dan disiapkan syiringe yang telah berisi NaCl fisiologis.
Kulit tengkuk dijepit dengan menggunakan telunjuk dan ibu jari. Syiringe
disuntikan pada kulit bagian tengkuk.
8. Rute pemberian intramuskular pada tikus.
Tikus disiapkan, dan disiapkan syiringe yang telah berisi NaCl fisiologis.
Ekor tikus dipegang menggunakan tangan kiri. Kulit tengkuk dijepit dengan
menggunakan telunjuk dan ibu jari kiri. Hewan diarahkan menghadap
praktikan. Syiringe disuntikan pada paha bagian posterior.
VI.
HASIL PENGAMATAN
Data Pengamatan
1. Bobotbadanhewan
Hewan
Bobotbadan (g)
Tikus
137,5 g
Mencit 1
25,2 g
Mencit 2
34 g
Mencit 3
30,2 g
2. Rutepemberianobat
Hewan
Tikus
Mencit
1
Mencit
2
Mencit
3
Pemberian
Obat
Po
Foto
Iv
Ip
Sc
Im
3. Waktu onset
Waktu onset
Perhitungan
Mencit 1 =
Mencit 2 =
Mencit 1
Mencit 2
Mencit 3
6 menit
5 menit
3,5 menit
Mencit 3 =
0,25 = 0,375
Tikus =
VII.
PEMBAHASAN
absorbsi
masing-masing
cara
pemberian
dapat
pecah didalam lambung tapi baru pecah didalam usus. Dengan cara
melapisi bahan obat dengan bahan yang tahan asam. Jika absorbsi terjadi
di usus, obat dapat mengalami metabolisme oleh hati pada saat pertama
kali melintasi hati (first pass metabolism). Pemberian obat per oral
merupakan pemberian obat paling umum dilakukan karena relatif mudah
dan praktis serta murah.Kerugiannya ialah banyak faktor dapat
mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor penderita, interaksi
dalam absorpsi di saluran cerna). Karena ada obat-obat yang tidak semua
yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik.
Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus dan atau di hati
pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut (metabolisme atau
eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas pertama obat dapat dihindari
atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral, sublingual, rektal, atau
memberikannya bersama makanan. Selain itu, kerugian pemberian melalui
oral yang lain adalah ada obat yang dapat mengiritasi saluran cerna, dan
perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dilakukan saat pasien
koma.
Pemberian dengan cara intravena paling cepat responnya karena
tidak mengalami tahap absorbsi
karena langsung masuk ke dalam
vena
dan
dapat
langsung
obat
dalam
darah
langsung
dengan
(s.c)
kedalam
bagian
yaitu
tubuh
yang
sedikit
(I.P)
tidak
dilakukan
pada
manusia
karena
efek
yang
dihasilkan
lebih
cepat
dibandingkan intramuscular
dan subkutan karena obat di
metabolisme
sehingga
serempak
durasinya
agak
cepat.
Percobaan menggunakan hewan percobaan merupakan suatu
pengujian uji praklinik, yang termasuk salah satu tahap penelitian yang
terjadi sebelum uji klinik atau pengujian pada manusia.Uji praklinik
memiliki satu tujuan utama yaitu mengevaluasi keselamatan produk
baru.Informasi yang diperoleh dengan menafsirkan data dalam uji
praklinik sangat bermanfaat untuk mendeteksi untuk mencegah produk
berbahaya dan beracun agar tidak memasuki lingkungan dan masyarakat.
perilakunya juga sangat mirip manusia, dan banyak gejala kondisi manusia
yang dapat direplikasi pada tikus. Sedangkan mencit digunakan sebagai
hewan coba karena mencit memiliki kesamaan secara fisiologis dengan
hewan lainnya terutama hewan mamalia sehingga sangat cocok untuk
digunakan sebagai hewan penelitian. Keunggulan lainnya antara lain
mudah dalam penanganan, pengadaan hewan ini tidak sulit, pola
reproduksinya yang singkat, bersifat penakut, fotofobik (takut terhadap
cahaya). Selain itu, mencit memiliki keunggulan-keunggulan seperti siklus
hidup relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifatsifatnya tinggi, serta sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip
hewan lain, seperti sapi, kambing, domba, dan babi. Selain itu, tikus dan
mencit digunakan untuk hewan percobaan karena harganya relatif murah
dan dapat dibeli dalam jumlah besar dari produsen komersial yang
mengembang biakkan pengerat khusus untuk penelitian.
Mencit yang digunakan adalah mencit putih yang merupakan strain
albino yang mempunyai bulu putih. Mencit merupakan hewan yang paling
banyak digunakan sebagai hewan model laboratorium dengan kisaran
penggunaan antara 40-80%. Mencit dapat hidup mencapai umur 1-3 tahun
tetapi terdapat perbedaan usia dari berbagai galur terutama berdasarkan
kepekaan terhadap lingkungan dan penyakit. Reproduksi mencit yang
tergolong cepat menjadikan hewan ini menjadi mudah ditemukan dan juga
dikembangbiakan. Oleh karena itulah mencit sering sekali menjadi hewan
percobaan oleh para peneliti atau ahli biologi.
Prosedur pertama yang dilakukan
oleh
praktikan
adalah
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum ini.
Mencit yang digunakan berjumlah 3 ekor dimana 2 ekor jantan dan 1 ekor
betina serta 1 ekor tikus. Obat atau cairan yang digunakan adalah
diazepam dan NaCl fisiologis. Digunakan diazepam sebagai obat yang
diharapkan memiliki efek terhadap hewan percobaan. Sedangkan
penggunaan NaCl fisiologis disini karena setelah pemberian diazepam
selesai dilakukan, diharapkan pemberian selanjutnya tidak memberikan
efek apapun yang diberikan pada mencit. NaCl tidak memberikan efek
karena NaCl fisiologis memiliki kandungan dan sifat larutan yang
merupakan bahan yang juga terkandung dalam tubuh mencit, dengan
begitu tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mencit
yang diuji coba. Pada percobaan ini, Praktikan hanya mempelajari
bagaimana cara menangani hewan untuk percobaan farmakologi secara
baik dan mengenal teknik-teknik pemberian obat yaitu diantaranya cara
menyuntikkan hewan percobaan melalui intravena, intraperitonial,
subkutan, dan peroral. Volume obat atau cairan yang diberikan pada hewan
harus diperhatikan. Untuk diazepam, dosis yang diberikan jangan melebihi
dosis yang telah diperhitungkan berdasar berat badan hewan. Bahan yang
digunakan adalah diazepam dan NaCl fisiologis sebagai cairan yang akan
disuntikkan, alkohol sebagai antiseptik dan kapas sebagai media
mengusapkan alkohol pada tempat injeksi. Alkohol dapat memberikan
efek menyejukan yang dapat mengurangi rasa sakit dari suntikan yang
diberikan. Alkohol juga dapat mensterilkan daerah injeksi dari kumankuman sehingga tidak masuk ke tubuh ketika penyuntikan dilakukan. Alat
yang digunakan adalah jarum suntik, sonde, dan restainer. Jarum suntik
yang digunakan haruslah yang masih baru sehingga sifatnya masih steril
untuk mencegah masuknya kuman penyebab infeksi ketika penyuntikan
dilakukan. Sonde atau nama lainnya kanula untuk mempermudah
pemasukan cairan ke dalam kerongkongan hewan. Sedangkan restainer
dibutuhkan untuk menahan tikus untuk mempermudah injeksi pada ekor
dengan cara menahan ekornya di luar restainer. Sebelum hewan
diujicobakan, hewan ditimbang untuk menentukan volume pemberian
obat.
Langkah berikutnya setelah semua alat dan bahan disiapkan adalah
praktikan mengambil mencit dan tikus dari kandang
yang telah
penyuntikan)
dan
juga
bagi
praktikan
yang
praktikan dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kiri.
Setelah posisi mencit telah steady (kukuh/stabil) maka praktikan dapat
mulai memberikan cairan pada mencit atau tikus secara oral,
intraperitonial, intravena, maupun intramuskular.
Rute pemberian obat pertama diberikan secara peroral.Melalui rute
ini, digunakan alat suntik yang dilengkapi dengan sonde oral (kanula).
Kanula ditempelkan pada langit-langit atas mulut mencit, kemudian
masukkan pelan-pelan sampai ke esophagus/kerongkongan. Pemberian
lewat langit-langit dan dimasukkan langsung ke kekerongkongan
bertujuan agar cairan dapat langsung tertelan tanpa keluar lagi sehingga
mengurangi volume cairan yang seharusnya masuk.
Pemberian selanjutnya yaitu secara intraperitonial. Pemberian obat
secara peritoneal ini dilakukan dengan cara mencit atau tikus dipegang
dengan cara telunjuk dan ibu jari kiri menjepit kulit tengkuk sedangkan
ekornya dipegang dengan tangan kanan, lalu posisi tubuh mencit
dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap praktikan dan ekornya
dijepit diantara jari manis dan kelingking kiri. Kepala diposisikan agak
dibawah abdomen. Jarum disuntikkan dengan sudut 10o dari abdomen,
agak menepi dari garis tengah pada perut. Hal ini dilakukan untuk
mencegah terkenannya kandung kemih dan tidak terlalu tinggi agar tidak
mengenai hati.
Berikutnya, pada pemberian obat secara intravena diberikan
melalui vena ekor dengan jarum suntik no.24. Sebelum disuntikkan ke
vena ekor, ekor mencit terlebih dahulu diberi alkohol. Pemberian alkohol
ini bertujuan untuk melebarkan pembuluh darah sehingga lebih terlihat
dan jarum suntik mudah masuk ke dalam vena. Selain itu fungsi alcohol
ini adalah sebagai desinfektan sebelum jarum disuntikkan, untuk
membasmi kuman yang berada di sekitar area penyuntikkan. Penyuntikkan
yang dilakukan melalui ekor vena pada percobaan ini menyebabkan ekor
mencit menjadi berwarna putih dan membesar di daerah injeksi.
Pemberian yang benar apabila pada saat penyuntikan tidak menyebabkan
ekor menjadi putih dan membesar di daerah injeksi. Kesalahan dalam
pemberian rute obat secara intravena ini ditandai dengan keluarnya cairan
obat ketika di injeksikan pada ekor mencit. Hal ini terjadi karena cairan
obat tidak masuk ke dalam pembuluh darah.
Pada saat pengambilan cairan ke dalam jarum suntik sangat
dianjurkan untuk memperhatikan ada atau tidaknya gelembung udara pada
alat suntik. Bila terdapat gelembung di dalam alat suntik, dapat
dihilangkan dengan cara sentil tabung suntik dengan jari hingga
gelembung naik ke atas (jarum). Setelah udara sudah naik semua, buang
udara itu dengan sedikit mendorong gagang suntik (otomatis sedikit cairan
obat juga ikut terbuang). Hal ini penting untuk dilakukan karena bila
terdapat gelembung pada alat suntik yang akan digunakan dan suntikkan
tetap dilanjutkan, obat dapat menyebabkan udara tersebut masuk ke
pembuluh udara dan terus menuju jantung dan akibat terburuknya dapat
menyebabkan kematian.
Untuk pemberian diazepam hanya dilakukan pada mencit, yaitu
secara peroral, intraperitonial, dan intravena. Sedangkan untuk pemberian
NaCl fisiologis dilakukan terhadap tikus secara peroral, intraperitonial,
intravena dan intramuskular. Untuk pemberian secara intramuscular, cairan
dimasukkan pada otot paha posterios atau pangkal paha.
Masing masing rute pemberian obat dilakukan terhadap ketiga
mencit. Sonde yang dimasukkan kedalam mulut mencit berada di saluran
pernapasan. Sehingga saat cairan dimasukkan melalui sonde akan masuk
ke paru-paru dan memenuhi isi paru-paru. Hal ini menyebabkan tikus
kejang-kejang, tidak bernapas, kemudian mati. Hal ini juga yang menjadi
salah satu alasan mengapa percobaan peroral ini dilakukan terakhir karena
rentan menyebabkan kematian pada mencit karena cairan yang
dimasukkan melalui mulut tidak masuk ke esophagus dengan benar.
Efek yang ditimbulkan oleh diazepam secara umum adalah
penenang. Diazepam digunakan untuk pengelolaan gangguan kecemasan
atau untuk bantuan jangka pendek gejala kecemasan. Diazepam juga dapat
digunakan untuk meringankan agitasi, kegoyahan, dan halusinasi pada saat
penarikan alkohol dan meringankan beberapa jenis kejang otot. Hal ini
Faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
kondisi
mencit
VIII.
SIMPULAN
1. Penanganan pada hewan percobaan farmakologi telah dapat dikuasai dengan
baik dengan menggunakan hewan coba mencit dan tikus
2. Teknik pemberian obat yang dilakukan adalah secara oral, intravena, dan
intraperitonial. Dilakukan dengan pemberian dosis sesuai bobot masing-masing
hewan coba.
3. Faktor yang mempengaruhi respon dari hewan uji antara lain usia, bobot dan
status kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Med
Assoc.
Volume:
63,
Nomor:
3.
Tersedia
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1237/1210.
[Diakses tanggal 13 Maret 2015].
Sulaksono, M.E., 1986. KEADAAN DAN MASALAH HEWAN PERCOBAAN DI
INDONESIA.
Nilai : 75
Masih banyak yang belum rapi, banyak hal yang belum dijelasin secara keseluruhan.
Gimana efek obat terhadap mencit betina (hormon dsb). Kenapa ini itunya terjadi, sesuai
apa belum. Terlalu banyak teori di dalam pembahasan.