PENDAHULUAN
Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah appendicitis.
Sampai saat ini masih merupakan tantangan dalam peningkatan status kesehatan masyarakat
karena besarnya biaya yang diperlukan dalam penanganannya dan hilangnya tenaga kerja
akibat lambatnya pemulihan dan angka rekurensi. Dari keseluruhan jumlah operasi di
Perancis tindakan bedah hernia sebanyak 17,2 % dan 24,1 % di Amerika Serikat. 1
Hernia inguinalis sudah dicatat sebagai penyakit pada manusia sejak tahun 1500
sebelum Masehi dan mengalami banyak sekali perkembangan seiring bertambahnya
pengetahuan struktur anatomi pada regio inguinal.1
Hampir 75 % dari hernia abdomen merupakan hernia ingunalis. Untuk memahami lebih jauh
tentang hernia diperlukan pengetahuan tentang kanalis inguinalis. Hernia inguinalis dibagi
menjadi hernia ingunalis lateralis dan hernia ingunalis medialis dimana hernia ingunalis
lateralis ditemukan lebih banyak dua pertiga dari hernia ingunalis. Sepertiga sisanya adalah
hernia inguinalis medialis.Hernia lebih dikarenakan kelemahan dinding belakang kanalis
inguinalis. Hernia ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita, untuk hernia
femoralis sendiri lebih sering ditemukan pada wanita.Sedangkan jika ditemukan hernia
ingunalis pada pria kemungkinan adanya hernia ingunalis atau berkembangnya menjadi
hernia ingunalis sebanyak 50 % Perbandingan antara pria dan wanita untuk hernia ingunalis 7
: 1. Prevalensi hernia ingunalis pada pria dipengaruhi oleh umur. 1
Hernia merupakan keadaan yang lazim terlihat oleh semua dokter, sehingga
pengetahuan umum tentang manifestasi klinis, gambaran fisik dan penatalaksaan hernia
penting.
BAB II
STATUS PASIEN
Identitas pasien
Nama
: Tn.D
Jenis kelamin
Laki-laki
Umur
70 tahun
Alamat
Sukabumi
Pekerjaan
Petani
Tgl Masuk RS
27 Desember 2012
Autoanamnesis
KU
RPS
lipat paha sebelah kanan dan tidak dapat masuk lagi sejak 1 minggu SMRS, pasien
mengatakkan benjolan berawa lsejak 10 tahun yang lalu ,awalnya benjolannya
berukuran kecil, dan hilang timbul, benjolan muncul saat pasien berdiri dan
melakukan aktivita sberat (menganggkat benda-benda yang berat), lalu benjolan
hilang atau dapat masuk kembali saat pasien berbaring, Kemudian benjolan menjadi
bertambah besar dan tidak dapat masuk sendiri sejak 3 tahun yang lalu, tetapi benjolan
masih bias dimasukkan dengan bantuan tangan, 1 minggu terakhir SMRS pasien
mengatakkan benjolan tidak dapat masuk kembali walaupun dengan bantuan tangan
,dan pasien sering merasa perutnya sakit, mual dan muntah disangkal, BAB dan BAK
tidak ada keluhan,penurunan berat badan disangkal.
RPD
RPK
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran
: composmentis
TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 78 x/ m
Suhu
: 36,5 C
Pernafasan
: 18 x/m
Status Gizi
BB
: 49 kg
TB
:155 cm
Kesan
Status generalis
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thorax
:
Paru-paru
Inspeksi
bekas operasi.
Palpasi
: Tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, vokal
Perkusi
: Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi
: Vesikular (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-),
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis terlihat di linea midclavicula sinistra
Palpasi
: Ictus cordis teraba
Perkusi
: Batas Jantung normal
Auskultasi
: BJ I dan II murni regular, Murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
: Abdomen datar, Steifung (-), Countur (-)
Auskultasi
: Bising usus normal
Palpasi
: Defans muskular (-), Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan
4 kuadran abdomen (-), tidak teraba pembesaran hepar dan limpa.
Perkusi
: Timpani pada keempat kuadran abdomen.
Ekstremitas
Atas
: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah
: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Status lokalis
Palpasi : ukuran 15 x 7 cm, nyeri tekan (-), hangat (-), permukaan halus (+), batas
tegas, tes valsava (-)
: 14,5 g/dl
Trombosit
: 128.000
Leukosit
: 7500 L
Ht
: 41,8 %
GDS
: 86 mg/dl
Resume
Laki-laki 70 tahun terdapat benjolan di lipat paha sebelah kanan dan tidak dapat
masuk lagi sejak 1 minggu SMRS, benjolan sejak 10 tahun yang lalu, awalnya
benjolannya berukuran kecil dan hilang timbul, benjolan muncul saat pasien berdiri
danmenganggkat benda yang berat, benjolan hilang atau dapat masuk kembali saat
pasien berbaring, Benjolan menjadi bertambah besar dan tidak dapat masuk sendiri
sejak 3 tahun yang lalu, tetapi benjolan masih bisa dimasukkan dengan bantuan
tangan , 1 minggu terakhir SMRS benjolan tidak dapat masuk kembali walaupun
dengan bantuan tangan ,dan pasien sering merasa perutnya sakit.
Lokalis terdapat benjolan pada inguinalis dextra, terdapat benjolan di lipat paha
kanan, berbentuk lonjong , hiperemis (-) ukuran 15 x 7 cm, nyeri tekan (-), hangat
(-), permukaan halus (+), batas tegas, tes valsava (-), bising usus tidak terdengar.
Working Diagnosis
Differential Diagnosis
Rencana terapi
Hernioraphy dextra
Ranitidin 2x1 amp iv
Cefotaxime 2x1 gr iv
Ketorolac 2x30mg iv.
Metronidazole inf 3x500mg iv.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Hernia
A. Definisi
Hernia merupakan protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan.Terdapat beberapa poin penting dalam hernia, yaitu
:defek/ bagian yang lemah dari dinding rongga, kantung hernia, isi hernia, dan cincin hernia
(daerah penyempitan kantung hernia akibat defek tersebut).
Bagian-bagian Hernia :
Pintu hernia terdiri dari lapisan- lapisan dinding perut dan pangggul, jadi tebentuk dari
otot, tendon, jaringan perut dan juga tulang. Penamaan berdasarkan lokasi pintu atau
tempat masuknya.
Kantung hernia yaitu peritoneum parietalis. Terdiri dari kolum, korpus dan basis.
Kantung hernia dapat terdiri dari 2 kantung (bilokularis) dan salah satu kantungnya
dapat terletak di dalam atau diantara dinding perut (Zwerchsackform).
Kanal hernia, membentang antara cincin interna dan eksterna. Kanal ini dapat berjalan
horizontal ataupun miring. Pada hernia inguinalis, kanalnya adalah kanalis inguinalis.
Isi hernia, dapat bermacam-macam, misalnya usus halus, omentum, caecum, ovarium.
Bila isinya divertikulum meckelmaka disebut Hernia Littre, bila isinya sebagian
dinding usus disebut Hernia Richler.
B. Epidemiologi
Tujuh puluh lima persen dari semua hernia terjadi di inguinal. Hernia reponible lebih
banyak dibandingkan hernia irreponible yaitu dengan perbandingan sekitar 2:1, hernia
femoralis membuat sebuah proporsi yang jauh lebih kecil. Perbandingan hernia inguinal pada
perempuan dengan laki-laki adalah 7:1. Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan sekitar
750.000 herniorraphies inguinal dilakukan pertahun di Amerika Serikat, dibandingkan
dengan 25.000 untuk hernia femoralis, 166.000 untuk hernia umbilical, 97.000 untuk hernia
insisional dan 76.000 untuk aneka hernia dinding perut.
C. Etiologi
Terdapat dua faktor predisposisi utama hernia yaitu peningkatan tekanan intrakavitas dan
melemahnya dinding abdomen.
Tekanan yang meningkat pada abdomen terjadi karena :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
telah terbentuk sebelumnya mungkin tidak menyebabkan hernia sampai kelemahan dinding
abdomen akuisita atau kenaikan tekanan intraabdomen mengizinkan isi abdomen memasuki
kantong tersebut.
Embriologi
Proses turunnya testis mengikuti prosessus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90%
prosessus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar 30% prosessus
8
vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya berperan beberapa
persen. Tidak sampai 10% anak dengan prosessus vaginalis paten kontralateral lebih dari
setengah, sedangkan insiden hernia tidak melebihi 20%. Umumnya disimpulkan bahwa
adanya prosessus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia
tapi diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar.
Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi
prostat, konstipasi dan ascites sering disertai hernia inguinalis. Insiden hernia meningkat
dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan
tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan
relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada
keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih ventrikel,
sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal
dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis
inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis
dan n. Iliofemoralis setelah apendektomi.
D. ANATOMI
Abdomen
Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak di antara diafragma
di bagian atas dan opertura pelvis superior di bagian bawah.
Struktur dinding abdomen
Di bagian superior dinding abdomen dibentuk oleh diaphragma, yang memisahkan
cavitas abdomialis dari cavitas thoracis. Di bagian inferior, cavitas abdominalis melanjutkan
diri menjadi cavitas pelvis melalui apertura pelvis superior. Di bagian anterior, dinding
abdomen dibentuk di atas oleh bagian bawah cavea thoracis dan di bawah oleh musculus
rectus abdominis, musculus obliqus externus abdominis, musculus obliqus internus
abdominis, dan musculus transversus abdominis serta fascianya. Di bagian posterior, dinding
abdomen di garis tengah dibentuk oleh kelima vetebrae lumbales dan discus
intervetebralisnya; bagian lateral dibentuk oleh 12 costae, bagian atas oleh os coxae,
musculus psoas major, musculus quadratus lumborum, dan aponeurosis origo musculus
9
tranversus abdominis. Musculus iliacus terletak pada bagian os coxae. Dinding abdomen
dibatasi oleh selubung fascia dan peritoneum paarietaale.
10
Pendarahan
Kulit disekitar garis tengah diperdarahi oleh cabang-cabang arteria epigastrica
superior 9 sebuah cabang arteria thoracica interna) dan arteria epigastrica inferior (sebuah
cabang arteria iliaca interna). Kulit pinggang diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteria
intercostalis, arteria lumbalis, dan arteria circumfleksa ilium profunda.
Darah vena dikumpulkan melalui jejaring vena yang memancar dari umbiicalis.
Anyaman vena terseut dialirkan ke atas vena axilaris melalui vena thoracica lateralis, dan ke
bawah ke vena femoralis melalui vena epigasrica superficialis dan vena saphena magna.
Beberapa vena kecil, vena paraumbilicalis menghubungkan jejaring vena melalui umbilicus
dan sepanjang ligamentum teres hepatis ke vena porta. Vena-vena tersebut membentuk
anastomosis porta-sistemik.
Drainase limf
Pembuluh limf kulit di atas umbilikus bermuara ke atas ke dalam limfonodus
aksilaris. Pembuluh di bawah umbilicus bermuara ke dalam nodus inguinalis superfisial.
Fascia superficialis dapat dibagi menjadi lapisan luar, panniculus adiposus (fascia
camper) dan lapisan dalam, stratum membranosum (fascia scarpe). Panniculus adiposus
11
berhubungan dengan lemak superficial yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin sangat
tebal (8 cm) atau lebih pada pasien obesitas.
Stratum membranosum tipis dan menghilang di sisi lateral dan atas, tempat lapisan ini
melanjut sebagai fascia superfisialis di daerah punggung dan thorax, berturut-turut. Dibagian
inferior, stratum membranosum berjalan di depan paha dan di sini bersatu dengan fascia
profunda pada satu jari di bawah ligamentum inguinale. Di garis tengah bawah, stratum
membranosum fascia tidak melekat pada os pubis, tetapi membentuk selubung berbentuk
tubular untuk penis (atau clitoris). Di bawah perineum stratum membranosum masuk ke
dinding scrotum 9ataulabium majus pudendi). Dari sini stratum membranosum berjalan dan
melekat pada masing-masing sisi ke pinggir arcuspubicus; di sini stratum membranosum
disebut fascia collesi. Di posterior, stratum membranosum bersatu dengan corpus perineale
dan pinggir posterior membrana perinei.
Di dalam scrotum,panniculus adiposus fascia superficialis menjadi lapisan tipis otot
polos yang disebut musculus dartos. Stratum membranososum fascia superficialis tetap
merupakan lapisan yang terpisah.
Fascia profunda
Fascia profunda pada dinding anterior abdomen hanya merupakan laisan tipis jaringan
ikat yang menutupi otot-otot; fascia profunda terletak tepat disebelah profunda stratum
membranosum fascia superficialis.
Otot dinding anterior abdomen
Otot-otot dinding abdomen anterior terdiri atas tiga lapisan otot yang lebar, tipis dan
di depan berubah menjadi aponeurosis; otot-otot tersebut dari luar ke dalam yaitu musculus
oblicus externus abdominis, musculus obliqus internus abdominis, musculus transversus
abdominis. Sebagai tambahan, pada masing-masing sisi garis tengah bagian anterior terdapat
sebuah otot vertikal yang lebar, musculus rectus abdominis. Oleh karena ketiga lapisan
aponeurosis itu membungkus muskulus rectus abdominis dan membentuk vagina musculi
recti abdominis. Bagian bawah vagina musculi recti abdominis mungkin berisi sebuah otot
kecil yang dinamakan musculus pyramidalis.
12
Musculus cremaster yang berasal dari serabut-serabut bagian bawah musculus obliqu
internus abdominis, berjalan ke inferior sebagai pembungkus funiculus spermaticus dan
masuk ke scorotum.
Nama otot
Origo
Insertio
Persyarafan
Kerja
m. obliqus
Delapan costae
Processus
Enam nn.
Melindungi isi
ekternus
bagian bawah
xipoideus, linea
Thoracici bagian
abdomen;
abdominalis
menekan isi
tuberculum
Iliohypogastricus abdomen;
pubicum, crista
serta n,
membantu
iliaca
ilioingunalis
fleksio dan
(L1)
rotasi tubuh;
membantu
ekspirasi kaut;
miksi; defekasi;
partus dan
muntah
m. obliqua
Fascia
Tiga costae
Enam nn.
Sama seperti di
internus
lumbbalis, crista
bagian bawah
Thoracici bagian
atas
abdominalis
bawah dan n.
ligamentum
costales,
Iliohypogastricus
inguinale
processus
serta n.
xipoideus, linea
Ilioinguinlis (L1)
alba, symphisis
pubis.
M. transversus
Nam
Procesus
Enam nn.
Menekan isi
abdominis
cartilagines
xipoideus, linea
Thoracici bagian
abdomen
costales bagian
alba, symphisis
bawah dan n.
bawah, fascia
pubis
Iliohypogastricus
lumbalis, crista
serta n.
Ilioingunalis
ligamentum
(L1)
ingunale
13
m. rectus
Sympisis pubis
Cartilagines
Enam nn.
Menekan isi
abdominis
dan crista
costales ke 5, 6
Thoracici bagian
abdomen dan
pubica
dan 7 processus
bawah
fleksi columna
xipoideus
vertebralis; otot
tambahan
ekspirasi
m. pyramidalis
Permukaan
(jika ada)
anterior pubis
Linea abla
Meregangkan
thoracici
line alba
Canalis ingunalis
Canalis ingunalis merupakan saluran oblik yang menembus bagian bawah dinding
anterior abdomen dan terdapat pada kedua jenis kelamin. Saluran ini merupakan tempat
lewatnya struktur-struktur yang berjalan dari testis ke abdomen dan sebaliknya pada laki-laki.
Pada perempuan saluran ini dilalui oleh ligamentum teres uteri yang berjalan dari uterus ke
labium majus pudendi. Selain itu saluran ini dilewati oleh nervus ilioingunalis baik pada lakilaki maupun perempuan.
Canalis inguinalis panjangnya sekitar 4 cm pada orang dewasa dan terbentang dari
anulus inguinalis profundus, suatu lubang pada fascia transversalis berjalan ke bawah dan
medial samapi anulus inguinalis superficialis, yaitu suatu lubang pada aponeurosis obliqus
externus abdominis. Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas ligamentum inguinale.
Pada bayi baru lahir, anulus inguinalis profundus terletak hampir tepat di posterior anulus
inguinalis superficialis sehingga canalis inguinalis sangat pendek pada usia ini. Kemudian
sebagai akibat pertumbuhan, anulus inguinalis profundus bergeser ke lateral.
14
dari uterus menuju ke labium majus. Pada laki-laki maupun pada perempuan , canalis
inguinalis juga dilalui oleh nervus ilioinguinalis.
Adanya canalis inguinalis pada bagian bawah dinding anterior abdomen pada laki-laki
dan perempuan merupakan suatu tempat lemah.
1. Kecuali pada bayi baru lahir, canalis inguinalis merupakan saluran obliq dengan
daerah terlemah, yaitu anulus inguinalis superficialis dan anulus inguinalis profundus,
yang terletak pada suatu jarak tertentu.
2. Dinding anterior canalis inguinalis diperkkuat oleh serabut-serabut musculus obliqus
internus abdominis tepat di depan anulus inguinalis profundus.
3. Dinding posterior inguinalis diperkuat oleh tendo conjungtivus yang kuat tepat
dibelakang anulus inguinalis superficialis.
4. Pada waktu batuk dan mengedan, seperti pada miksi, defekasi, dan partus, serabutserabut paling bawah musculus obliqus internus abdominis dan musculus transversus
abdominis yang melengkung berkontraksi sehingga atap yang melengkung menjadi
datar dan turun mendekati lantai. Atap mungkin menekan isi canalis inguinalis ke arah
dasar sehingga sebenarnya canalis inguinalis menutup.
5. Bila diperlukan mengedan dengan kuat, seperti pada defekasi dan partus, secara
alamiah orang cenderung dalam possi jongkok, articulatio coxae fleksi, an permukaan
anterior tungksi atas mendekati permukaan anterior dinding abdomen. Dengan cara
ini bagian bawah dinding nterior andomen dilindungi oleh tungkai atas.
Klasifikasi Hernia
A. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas :
1. Hernia bawaan atau congenital
Pada hernia congenital, sebelumnya telah terbentuk kantong yang terjadi
sebagaiakibat dari perintah atau gangguan proses perkembangan intrauterine
paten prosesus vaginalis adalah salah satu contohnya.
2. Hernia dapatan atau akuisita
Terdapat dua tipe hernia akuisita :
a. Hernia primer : terjadi pada titik lemah yang terjadi alamiah, seperti pada :
- Struktur yang menembus dinding abdomen : seperti pembuluh darah
femoralis yang melalui kanalis femoralis.
- Otot dan aponeurosis yang gagal untuk saling menutup secara normal, seperti
pada regio lumbal
16
17
2. Hernia Ireponibel
Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam rongga perut. Ini
biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia.
Hernia ini disebut hernia akreta. Dapat juga terjadi karena leher yang sempit dengan
tepi yang kaku (misalnya pada : femoral, umbilical). Tidak ada keluhan rasa nyeri
ataupun sumbatan usus. Hernia ireponibel mempunyai resiko yang lebih besar untuk
terjadi obstruksi dan strangulasi daripada hernia reponibel.
18
4. Hernia Strangulata
Suplai darah untuk isi hernia terputus. Kejadian patologis selanjutnya adalah
oklusi vena dan limfe; akumulasi cairan jaringan (edema) menyebabkan
pembengkakan lebih lanjut ; dan sebagai konsekuensinya peningkatan tekanan vena.
Terjadi perdarahan vena, dan berkembang menjadi lingkaran setan, dengan
pembengkakan akhirnya mengganggu aliran arteri. Jaringannya mengalami iskemi
dan nekrosis. Jika isi hernia abdominal bukan usus, misalnya omentum, nekrosis
yang terjadi bersifat steril, tetapi strangulasi usus yang paling sering terjadi
dan menyebabkan nekrosis yang terinfeksi (gangren). Mukosa usus terlibat dan
dinding usus menjadi permeabel terhadap bakteri, yang bertranslokasi dan masuk ke
dalam kantong dan dari sana menuju pembuluh darah. Usus yang infark dan rentan,
mengalami perforasi (biasanya pada leher pada kantong hernia) dan cairan lumen
yang mengandung bakteri keluar menuju rongga peritonial menyebabkan peritonitis.
Terjadi syok sepsis dengan gagal sirkulasi dan kematian. Bila strangulasi hanya
menjepit sebagian dinding usus, hernianya disebut hernia Richter. Ileus obstruksi
mungkin parsial atau total, sedangkan benjolan hernia tidak ditemukan dan baru
terdiagnosis pada waktu laparatomi. Komplikasi hernia Richter adalah strangulasi
sehingga terjadi perforasi usus, dan pada hernia femoralis tampak seperti abses di
daerah inguinal.
19
5. Hernia Inflamasi
Isi hernia mengalami inflamasi dengan proses apapun sebagai penyebab pada jaringan
atau organ yang secara tidak normal mengalami hernia, misalnya :
1. Apendisitis akut
2. Divertikulum Meckel
3. Salpingitis akut
Hampir tidak mungkin untuk membedakan hernia yang terinflamasi dengan yang
mengalami strangulasi.
Hernia
masuk
canalis
Hernia
interna
externa
melewati
sampai
ke
cincin
cincin
spermaticus
Faktor
predisposisi
:aktifitas
Dapat
patent
procesuss
vaginalis
Biasanya
hernia
inguinalis
mencederai
n.illioinguinal
DIAGNOSIS HERNIA
A. GEJALA
Gejala lokal termasuk :
- benjolan yang bervariasi ukurannya, dapat hilang saat berbaring, dan timbul
-
saatadanya tahanan.
nyeri tumpul lokal namun terkadang tajam, rasa tidak enak yang selalu memburuk
disenja hari dan membaik pada malam hari, saat pasien berbaring bersandar dan
herniaberkurang.
Secara khas, kantung hernia dengan isinya membesar dan mengirimkan impuls yangdapat
teraba jika pasien mengedan atau batuk.
Gejala dari adanya komplikasi adalah :
-
B. TANDA
21
Pertama kali pasien diperiksa dalam keadaan berbaring, kemudian berdiri untuk
semua hernia abdominal eksterna, tidak mungkin meraba suatu hernia lipat paha yang
bereduksi pada saat pasien berbaring. Area pembengkakan di palpasi untuk menentukan
posisi yang tepat dan karakteristiknya. Benjolan dapat dikembalikan ke atau dapat semakin
membesar saat batuk merupakan suatu yang khas. Semakin nyata saat pasien berdiri.
Kontrol terhadap hernia untuk mencegah ia keluar adalah dengan menekannya dengan
jari di titik dimana reduksi dapat dilakukan. Pasien diminta untuk batuk : jika hernia tidak
muncul, berarti ia sudah dikendalikan dan menunjukkan letak leher dari sakus sudah tepat.
Tanda yang berkaitan dengan adanya komplikasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hernia didiagnosis berdasarkan gejala klinis. Pemeriksan penunjang jarang dilakukan dan
jarang mempunyai nilai.
a. Pencitraan
-
Herniografi. Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum
peritonealdan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi untuk
mengidentifikasihernia kontralateral pada groin. Mungkin terkadang berguna untuk
b. Laparaskopi
22
Hernia yang tidak diperkirakan terkadang ditemukan saat laparaskopi untuk nyeriperut yang
tidak dapat didiagnosa.
c. Operasi Eksplorasi
Pada beberapa bayi, dengan riwayat meyakinkan dari ibunya, namun tidak ditemukansecara
klinis. Operasi eksplorasi dapat dilakukan.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Tabel Benjolan lain yang harus dibedakan dari hernia pada dinding abdomen
er
a
Jaringan
Benjolan
Kulit
Lemak
Lipoma
Fasia
Fibroma
Otot
Arteri
Aneurisma
Vena
Varikosa
Limfe
Pembesaran KGB
Gonad
H
ni
inguinalis
23
Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertropi
prostat, konstipasi, dan asites, sering disertai hernia inguinalis.Insidens hernia meningkat
dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan
tekanan intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang. Hernia dapat terjadi
setelah peningkatan tekanan intra-abdominal yang tiba-tiba dan kuat seperti waktu
mengangkat barang yang sangat berat, mendorong, batuk, atau mengejan dengan kuat pada
waktu miksi atau defekasi.
3. Kelemahan otot dinding perut karena usia.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus
turur kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis
berjalan lebih vertikal. Sebaliknya, bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis
berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya
usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat
kerusakan n. ilioinguinalis dan n.iliofemoralis setelah apendektomi.
Diagnosis Hernia Inguinalis
a. Anamnesa
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia
reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu
bediri, batuk, bersin, atau mengedan, dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang
dijumpai; kalau ada biasanya dirasakan di darah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi
karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat
pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio
inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Kantong hernia yang kosong
kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang
memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar
ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin
25
teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking,
pada anak, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal
hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau
bagian sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Isi hernia, pada bayi
perempuan, yang teraba seperti sebuah massa padat biasanya terdiri atas ovarium.Diagnosis
ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan
jelas di sebelah kranial dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus . Hernia ini
harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai
sebagai pegangan untuk membedakannya.
inguinalis; berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga
Hasselbach dan disebut sebagai hernia direk2. Kantung dari inguinalis indirek berjalan
melalui anulus inguinalis profunda, lateral pembuluh epigastrika inferior, dan akhimya ke
arah skrotum.
Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan
hernia medial berbentuk tonjolan bulat.
Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak
menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke
skrotum. Hernia geser dapat terjadi di sebeblah kanan atau kiri. Hernia yng di kanan biasany
berisi sekum dan sebagian kolon ascendens, sedangkan yng di kiri berisi sebagian kolon
desendens.
Hernia inguinalis indirecta yang merupakan hernia paling sering terjadi dan dipercaya
bersifat congenital, menonjol melalui annulus inguinalis profundus, canalis inguinalis dan
keluar melalui annulus inguinalis superficialis ke scrotum atau labium majus. Sesuai dengan
bentuk dan letaknya maka disebut juga hernia inguinalis obliqua/lateralis. Hernia inguinalis
indirecta lebih sering daripada yang directa dan dua puluh kali lebih banyak pada pria
daripada wanita, sepertiganya bilateral serta lebih sering pada sisi kanan. Sesuai dengan
mekanisme terjadinya, diselubungi oleh ketiga lapisan ductus deferens.
Ada dua macam hernia inguinalis indirecta, yaitu yang congenitalis dan acquisita
(didapat). Perbedaannya secara anatomis terletak pada apakah prosesus vaginalis telah atau
belum menutup. Pada yang congenitalis processus vaginalis belum menutup sehingga isi
abdomen (usus) dapat mengisi sampai pada cavum scroti. Pada yang acquisita (didapat)
kantong hernia tidak berhubungan dengan cavum scroti karena processus vaginalis telah
menutup. Hernia inguinalis congenitalis yang sudah terjadi sejak lahir sering tidak diketahui
sampai usia anak, atau bahkan usia dewasa. Kantong hernianya berupa peritoneum, sisa
processus vaginalis yang telah menutup (ligamentum vaginale), lapisan-lapisan fascia
spermatica interna, m.cremaster, dan fascia spermatica externa serta bagi yang congenitalis
processus vaginalis tetap terbuka.
Pada wanita dimana processus vaginalis menetap (canalis Nucki), hernia dapat
menuju sampai labium majus. Jika tempat keluar hernia inguinalis indirecta terletak di
sebelah lateralis dari arteria epigastrica, hernia ingunalis directa menonjol keluar melalui
27
trigonum inguinale di sebelah medial dari arteria tersebut. Hernia inguinalis directa
menembus keluar melalui annulus inginalis superficialis yang melebar menonjol ke dinding
abdomen, ada juga yang berpendapat bahwa hernia ini tidak melalui annulus inguinalis
superficialis, tetapi menonjol melalui conjoint tendon dan mencapai annulus.
Kantung hernia indirek sebenarnya adalah suatu prosesus vaginalis yang berdilatasi
secara persisten. Hernia ini berjalan melalui anulus inguinalis profunda dan mengikuti
selubungnya ke skrotum. Pada anulus profunda, kantung mengisi sisi lateral dari korda.
Lemak properitoneal sering kali berkaitan dengan kantung indirek dan dikenal sebagai
lipoma dari korda, meskipun lemak tersebut bukan tumor.
Organ-organ retroperitoneal seperti misalnya kolon sigmoid, sekum, dan ureter dapat
tergelincir ke dalam kantung indirek. Dalam kantung itu, organ-organ tersebut menjadi
bagian dari dinding kantung dan rentan terhadap cedera selama perbaikan. Hernia sliding ini
sering kali besar dan sebagian iredusibel.
palpasi tali sperma dengan membendingkan yang kiri dan yang kanan; kadang didapatkan
tanda sarung tangan sutra.
Tabel Perbedaan antara hernia inguinalis indirek dan hernia inguinalis direk
Indirek
Usia
Direk
berapapun,
terutama
Usia pasien
muda
Lebih tua
Penyebab
Dapat kongenital
Didapat
Bilateral
20 %
50 %
Oblik
Lurus
ukuran
terbesarnya
Penurunan ke skrotum
Sering
Jarang
Terkontrol
Tidak terkontrol
Leher kantong
Sempit
Lebar
Strangulasi
Tidak jarang
Tidak biasa
Lateral
Medial
Hubungan
terbesar
dengan segera
dengan
29
31
ditemukan. Pada hernia inguinalis medialis penyebab residif umumnya karena tegangan yang
berlebihan pada jahitan plastik atau kekurangan lain dalam teknik.
Pada operasi hernia secara laparoskopi diletakkan prostesis mesh di bawah
peritoneum dinding perut.
Testis merupakan organ kelamin pria, terletak dalam scrotum. Testis akan turun
sekitar umur janin 7 bulan menuju scrotum melalui canalis inguinalis dibawah pengaruh
hormon testosterone dari testis. Testis sinistra biasanya terletak lebih rendah daripada testis
dextra. Masing-masing testis dikelilingi capsula fibrosa yang kuat, disebut tunica albuginea.
Dari permukaan dalam capsula terbentang banyak septa fibrosa yang membagi bagian dalam
testis menjadi lobulus-lobulus testis. Di dalam setiap lobulus terdapat 1-3 tubuli seminiferi
yang berkelok-kelok. Tubuli seminiferi bermuara ke rete testis, ductuli efferentes, dan
epididimis
Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri
atas tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogenia dan sel
Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel Leyding. Sel-sel spermatogenia
pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi
makanan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leyding atau disebut sel interstisial testis
berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di
tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi diepididimis
setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan
vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah dicampur dengan
cairan-caidari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat menbentuk
cairan semen.
Vaskularisasi
32
kremasterika
yang
merupakan
cabang
arteri
epigastrika.
Pengaturan suhu testis di dalam scrotum dilakukan oleh kontraksi musculus dartos
dan cremaster yang apabila berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke tubuh. Bila
suhu testis akan diturunkan, otot cremaster akan berelaksasi dan testis akan menjauhi tubuh.
Temperatur testis dalam scrotum selalu dipertahankan dibawah temperatur suhu tubuh 2-3 oC
untuk kelangsungan spermatogenesis. Molekul besar tidak dapat menembus ke lumen (bagian
dalam tubulus) melalui darah, karena adanya ikatan yang kuat antar sel Sertoli yang disebut
sawar darah testis. Fungsi dari sawar darah testis adalah untuk mencegah reaksi auto-imun.
Tubuh dapat membuat antibodi melawan spermanya sendiri, maka hal ini dicegah dengan
sawar.
Selama masa pubertas, testis berkembang untuk memulai spermatogenesis..Testis
berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin.
Fungsi testis:
33
34
A. Definisi
Varikokel, varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 2141% pria yang mandul menderita varikokel.
35
B. Epidemiologi
Dekade terakhir ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena potensinya sebagai
penyebab terjadinya disfungsi testis dan infertilitas pada pria. Diperkirakan sepertiga pria
yang mengalami gangguan kualitas semen dan infertilitas adalah pasien varikokel (bervariasi
19 - 41%). Akan tetapi tidak semua pasien varikokel mengalami gangguan fertilitas,
diperkirakan sekitar 20 - 50% didapatkan gangguan kualitas semen dan perubahan histologi
jaringan testis. Perubahan histologi testis ini secara klinis mengalami pengecilan volume
testis. Pengecilan volume testis bagi sebagian ahli merupakan indikasi tindakan pembedahan
khususnya untuk pasien pubertas yang belum mendapatkan data kualitas semen. Salah satu
cara pengobatan varikokel adalah pembedahan. Keberhasilan tindakan pembedahan cukup
baik. Terjadi peningkatan volume testis dan kualitas semen sekitar 50 - 80% dengan angka
kehamilan sebesar 20 - 50%. Namun demikian angka kegagalan atau kekambuhan adalah
sebesar 5 - 20%.
36
untuk
memahami tujuan dari mekanisme patofisiologi dari varikokel dan tingginya frekuensi
munculnya varikokel pada sisi kiri.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 7093 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika
interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan
bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri
lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya:
kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena
spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.3
37
atau
hilangnya
mekanisme
pompa
otot
atau
kurangnya
struktur
dan vena (0.5% dari kasus varikokel). Fenomena nutcracker ini dapat juga menyebabkan
peningkatan tekanan pada sistem vena testikular kiri.5
menjelaskan bahwa sebenarnya tidak terdapat katup baik pada vena spermatika sisi kanan
maupun kiri.5
Patogenesis Penyebab Spermatogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara,
antara lain:
1. Terjadi aliran darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia
karena kekurangan oksigen.
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin)
melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
Mekanisme Patofisologi
Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat
hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga
Beberapa mekanisme telah menjadi hipotesa untuk menjelaskan fenomena dari subfertilitas
yang ditemukan pada pria dengan varikokel unilateral atau bilateral, termasuk peningkatan
suhu skrotal yang menyebabkan disfungsi gonadal bilateral, refluks renal, metabolit adrenal
dari vena renalis, hipoksia, dan akumulasi gonadotoksin.
Disfungsi Bilateral
Seperti aspek lainnya dari varikokel, penyebab disfungsi testikular bilateral disamping
varikokel unilateral masih dalam studi. Aliran darah retrograd sisi kanan didapatkan pada pria
dengan varikokel sisi kiri dan menjadi mekanisme yang memungkinkan. Zorgniotti dan
MacLeod membuat hipotesa pada era tahun 1970an, dengan data yang disebutkan pada pria
dengan oligosperma dengan varikokel memiliki temperarur intraskrotal dimana 0.60C lebih
tinggi dibandingkan pada pasien dengan oligosperma tanpa varikokel. Saypol dkk dan Green
dkk keduanya mendeskripsikan peningkatan aliran darah testikular bilateral dan peningkatan
temperatur pada eksperimen dengan binatang yang dibuat varikokel artifisial unilateral.
Sebagai tambahan, dilakukan perbaikan dari varikokel tersebut dengan hasil normalisasi dari
40
aliran dan temperatur. Setelah itu, peneliti mendemonstrasikan bahwa aktivitas DNA
polimerase dan enzim DNA rekombinan pada sel germ sensitif terhadap temperatur, dengan
suhu optimal kira- kira 330C. Temperatur optimal untuk sintesis protein pada spermatid
berkisar antara 340C. Proliferasi sel germ mungkin dipengaruhi dari peningkatan suhu dari
varikokel akibat inhibisi 1 atau lebih dari enzim enzim yang penting. Trauma hipertermi
konsisten dengan penurunan jumlah spermatogonal akibat adanya apoptosis yang ditemukan
dari biopsi sampel pasien dengan varikokel. Disamping temuan ini, tidak semua peneliti
menemukan adanya hubungan antara meningkatnya temperatur intratestis dan varikokel.
Refluks dari Metabolit Vasoaktif
Karena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas terdekat satu sama lain dari
vena renalis, MacLeod menyebutkan bahwa derivat derivat dari ginjal atau adrenal dapat
menuju ke vena gonadal. Jika metabolit ini bersifat vasoaktif (mis: prostaglandin), maka
dapat menjadi berbahaya pada fungsi testis. Hasil dari beberapa studi tidak mensuport teori
ini, tetapi peningkatan jumlah norepinefrin, prostaglandin E dan F, adrenomedulin
(vasodilator poten) ditemukan pada vena spermatika pria dengan varikokel. Metabolit lainnya
seperti renin, dehidroepiandrosteron, atau kortisol tidak ditemukan. Beberapa penulis
menyebutkan
dengan
adanya
metabolit,
refluks
tidak
mengubah/mempengaruhi
spermatogenesis.
Hipoksia
Pada era 1980an, Shafik dan Bedeir berteori bahwa perbedaan gradien tekanan (dan gradien
oksigen subsekuen) antara vena renalis dan gonadal dapat menyebabkan hipoksia diantara
vena gonadal. Dua teori hipoksia lainnya yaitu: peningkatan tekanan vena dengan olahraga
dapat menyebabkan hipoksia, dan stasis dari darah menyebabkan penurunan tekanan oksigen.
Menurut Tanji dkk, pria dengan varikokel memiliki atrophy pattern muskulus kremaster
dari studi histokimia. Disamping penemuan ini, tidak ada perbedaan yang signifikan diantara
kontrol dan tekanan gas oksigen, yang dilakukan percobaan pada binatang.
Gonadotoksin
41
Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa pria yang merokok memiliki efek samping
yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok. Perokok setidaknya memiliki insiden 2
kali lebih tinggi untuk terkena varikokel, dan yang telah memiliki varikokel setidaknya 10
kali terjadi peningkatan insiden oligospermia jika dibandingkan dengan pria varikokel yang
tidak merokok. Nikotin memiliki implikasi sebagai kofaktor pada patogenesis varikokel.
Cadmium, gonadotoksin yang mudah dikenal sebagai penyebab apoptosis, ditemukan secara
signifikan pada konsentrasi testikular yang lebih tinggi dan penurunan spermatogenesis pada
pria dengan varikokel daripada pria dengan varikokel dengan normal spermatogenesis atau
obstruktif azoospermia.
F. Diagnosa dan Pemeriksaan Fisik
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun
menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri.
Anamnesa
Pada pemeriksaan dasar kelainan di dalam skrotum terlebih dahulu harus dijawab tiga
pertanyaan:
a. Apakah kelainan jelas terbatas di sebelah atas. Kelainan yang tidak terbatas di
sebelah proksimal biasanya merupakan hernia inguinalis, sedangkan bila kelainan
terbatas di sebelah atas, pasti terdapat suatu kelainan di dalam struktur skrotum.
b. Apakah kelainan bersifat kistik atau padat. Kista kecil kadang tidak menunjukkan
fluktuasi, sedangkan tumor padat yang lunak sekali dapat memberi kesan adanya
fluktuasi. Yang menentukan ialah pemeriksaan transiluminasi karena cairan jernih
selalu bersifat tembus cahaya.
c. Pertanyaan menyangkut letak dan struktur anatomin kelainan yang harus diperiksa
secara palpasi. Skrotum terdiri atas kulit yang membentuk kantung yang
mengandung funikulus spermatikus, epididimis, dan testis. Karena untuk
spermatogenesis testis membutuhkan suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu
tubuh kulit skrotum tipis sekali tanpa jaringan lemak di subkutis, yaitu lapisan
isolasi suhu. Keadaan ini memungkinkan palpasi ketiga struktur di dalam skrotum
secara teliti. Anulus inguinalis selalu dapat diraba di dinding perut bagian bawah.
42
Sebaiknya
pemeriksaan
funikulus
bilareral
sekaligus
untuk
membandingkan kiri dengan kanan. Di dalam funikulus dapat diraba vas deferens
karena sebagian besar dindingnya terdiri atas otot. Prosesus vaginalis di dalam
funikulus pada anak mungkin teraba seperti lapisan sutra, yang mungkin menjadi
tanda diagnostik untuk hernia inguinalis pada anak. Struktur lain di dalam
funikulus adalah pembuluh arteri dan vena serta otot kremaster yang sukar diraba
sendiri, kecuali bila didapatkan bendungan pleksus pampiniformis yang
merupakan varikokel.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dengan pasien dalam posisi berdiri tegak,
untuk melihat dilatasi vena. Skrotum haruslah pertama kali dilihat, adanya distensi kebiruan
dari dilatasi vena. Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi,
dengan valsava manuever ataupun tanpa valsava. Varikokel yang dapat diraba dapat
dideskripsikan sebagai bag of worms, walaupun pada beberapa kasus didapatkan adanya
asimetri atau penebalan dinding vena.
Pemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk membandingkan dengan
lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan dalam posisi berdiri, tapi tidak menghilang
dalam posisi supinasi) dari varikokel. Palpasi dan pengukuran testis dengan menggunakan
orchidometer (untuk konsistensi dan ukuran) dapat juga memberi gambaran kepada
43
pemeriksa ke patologi intragonad. Apabila disproporsi panjang testis atau volum ditemukan,
indeks kecurigaan terhadap varikokel akan meningkat.
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun
terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu pemeriksaan
auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat
mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang
sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subklinik.
Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri
dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis
dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis
teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal.
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi
dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel
menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma
muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).
Klasifikasi varikokel5
Grade
Grade I
Grade II
Grade III
44
Angiografi/venografi
USG
MRI
CT Scan
Nuclear Imaging
Angiografi/Venografi
Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk mendeteksi varikokel
yang kecil atau subklinis, karena dari penemuannya mendemonstrasikan refluks darah vena
abnormal di daerah retrograd menuju ke ISV dan pleksus pampiniformis.
Karena pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif, teknik ini biasanya hanya
digunakan apabila pasien sedang dalam terapi oklusif untuk menentukan anatomi dari vena.
Biasanya, teknik ini digunakan pada pasien yang simptomatik.
45
Positif palsu/negatif
Vena testikular seringkali spasme, dan terkadang, ada opasifikasi dari vena dengan kontras
medium dapat sulit dinilai. Selebihnya, masalah dapat diatasi dengan menggunakan kanul
menuju vena testikular kanan.
Ultrasonografi
Penemuan USG pada varikokel termasuk:
dengan testis.
Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena dominan pada kanalis
inguinalis biasanya lebih dari 2.5 mm dan saat valsava manuever diameter meningkat
sekitar 1 mm.
Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan beberapa pembesaran
USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis (grade I),
Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm dkk menemukan bahwa
USG memiliki sensitivitas sekitar 92.2%, spesifitas 100% dan akurasi 92.7%.
Positif palsu/negatif
Kista epidermoid dan spermatokel dapat memberi gambaran seperti varikokel. Jika
meragukan, USG Doppler berwarna dapat digunakan untuk diagnosa. Varikokel
intratestikular dapat memberi gambaran seperti ektasis tubular.
Gambar 1 Upper image: Longitudinal sonogram through the pampiniform plexus of the left
testis. The image shows several anechoic tubes. Lower image: The application of color
Doppler imaging in the same patient shows bidirectional flow within the anechoic tubes.
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi
pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan
47
Analisis Sperma :
1. Oligospermia : volume ejakulat < 1 cc
2. Hiperspermia : volume ejakulat > 4 cc
3. Aspermia : volume ejakulat 0 cc
4. Normozoospermia : jumlah hitungan sperma > 20 jt/cc
5. Hiperzoospermia : spermatozoa > 250 juta/cc
6. Oligozoospermia : spermatozoa 5 - 20 jt/cc
7. Oligozoospermia ekstrim : spermatozoa < 5 jt/cc
8. Kriptozoospermia : Hanya ditemukan beberapa spermatozoa saja
9. Teratozoospermia : Morfologi spermatozoa yg normal < 30 %
10. Astenozoospermia : motilitas spermatozoa < 50 %
Teknik ini masih berhubungan dengan bahaya pada arteri testikular dan limfatik dikarenakan
sulitnya menuju vena spermatika interna. Radiographic occlusion juga meiliki komplikasi
seperti migrasi embolisasi materi menuju ke vena renalis yang mengakibatkan rusaknya
ginjal dan emboli paru, tromboflebitis, trauma arteri, dan reaksi alergi dari pemberian
kontras.
Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan kanulasi perkutan dari vena
pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik. Teknik ini memiliki angka performa yang
tinggi tetapi angka rekurensi jika dibandingkan dengan yang teknik retrograd, dapat
memberikan risiko trauma pada arteri testikular.
Teknik Operasi7
Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Teknik yang
paling pertama dilakukan dengan memasang clamp eksternal pada vena lewat kulit skrotum.
Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal, inguinal atau subinguinal, laparoskopik,
dan microkroskopik varikokelektomi.
1. Teknik Retroperitoneal (Palomo)
Teknik retroperitoneal (Palomo) memiliki keuntungan mengisolasi vena spermatika
interna ke arah proksimal, dekat dengan lokasi drainase menuju vena renalis kiri.
Pada bagian ini, hanya 1 atau 2 vena besar yang terlihat. Sebagai tambahan, arteri
testikular belum bercabang dan seringkali berpisah dari vena spermatika interna.
Kekurangan dari teknik ini yaitu sulitnya menjaga pembuluh limfatik karena sulitnya
mencari lokasi pembuluh retroperitoneal, dapat menyebabkan hidrokel post operasi.
Sebagai tambahan, angka kekambuhan tinggi karena arteri testikular terlindungi oleh
plexus periarterial (vena comitantes), dimana akan terjadi dilatasi seiring berjalannya
waktu dan akan menimbulkan kekambuhan. Paralel inguinal atau retroperitoneal
kolateral bermula dari testis dan bersama dengan vena spermatika interna ke arah atas
ligasi (cephalad), dan vena kremaster yang tidak terligasi, dapat menyebabkan
kekambuhan. Ligasi dari arteri testikular disarankan pada anak anak untuk
meminimalkan kekambuhan, tetapi pada dewasa dengan infertilitas, ligasi arteri
testikular tidak direkomendasikan karena akan mengganggu fungsi testis.
50
51
diserap.
Fasia scarpa ditutup dengan jahitan yang akan diserap.
Kulit dijahit subkutikuler dengan jahitan yang dapat diserap.
Fasia M. External oblique secara hati hati disingkirkan untuk mencegah trauma
N. ilioinguinal yang terletak dibawahnya.
52
3. Teknik Laparoskopik
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan keuntungan dan
kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal dibutuhkan untuk melakukan teknik
ini, untuk memudahkan menyingkirkan pembuluh limfatik dan arteri testikular
sewaktu melakukan ligasi beberapa vena spermatika interna apabila vena comitantes
bergabung dengan arteri testikular. Teknik ini memiliki beberapa komplikasi seperti
trauma pada usus, pembuluh darah intraabdominal dan visera, emboli, dan peritonitis.
Komplikasi ini lebih serius dibandingkan dengan varikokelektomi open.
53
54
Komplikasi
Perdarahan
Infeksi
Apabila varikokel berhasil dikoreksi: tidak terabanya palpasi varix setelah 6 bulan
postoperasi, orchalgia, oligoastenospermia)
55
56
57
58
59
Komplikasi
Hidrokel
5. Teknik embolisasi8
Angiokateter kecil dimasukkan ke sistem vena, dapat lewat vena femoralis kanan
atau vena jugularis kanan.
Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau platinum
spring-like embolization coils.
Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan sendi sakroiliaka.
Pada tahap akhir, venogram dilakukan untuk memastikan semua cabang ISV
terblok, kemudian kateter dapat dikeluarkan.
60
Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien diobservasi selama
beberapa jam, kemudian dapat dipulangkan. Angka keberhasilan proses ini
mencapai 95%.
Gambar 5 Embolisasi
61
Evaluasi Pascaoperasi
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa indikator
antara lain:
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pascabedah vasoligasi tinggi dari Palomo
didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen,
dan 50% pasangan menjadi hamil.
62
Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
BAB III
KESIMPULAN
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 2141% pria yang mandul menderita varikokel.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 7093 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika
interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan
bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri
lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
63
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai
adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara
vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.
Indikasi dari dilakukannya operasi varikokel adalah varikokel yang simptomatis dan
dengan komplikasi. Beberapa tindakan operasi diantaranya adalah ligasi tinggi vena
spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah laparoskopi,
varikokelektomi cara Ivanissevich, atau secara perkutan dengan memasukkan bahan
sklerosing ke dalam vena spermatika interna ( embolisasi ).
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari
Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis
semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.
BAB I
PENDAHULUAN
Hidrokel adalah penimbunan cairan dalam selaput yang membungkus testis, yang
menyebabkan pembengkakan lunak pada salah satu testis. Penyebabnya karena gangguan
dalam pembentukan alat genitalia eksternal, yaitu kegagalan penutupan saluran tempat
turunnya testis dari rongga perut ke dalam skrotum. Cairan peritoneum mengalir melalui
saluran yang terbuka tersebut dan terperangkap di dalam skrotum sehingga skrotum
membengkak.
Sekitar 10% bayi baru lahir mengalami hidrokel, dan umumnya akan hilang sendiri
dalam tahun pertama kehidupan. Biasanya tidak terasa nyeri dan jarang membahayakan
sehingga tidak membutuhkan pengobatan segera. Pada bayi hidrokel dapat terjadi mulai dari
64
dalam rahim. Pada usia kehamilan 28 minggu , testis turun dari rongga perut bayi kedalam
skrotum, dimana setiap testis ada kantong yang mengikutinya sehingga terisi cairan yang
mengelilingi testis tersebut. Pada orang dewasa, hidrokel bisa berasal dari proses radang atau
cedera pada skrotum. Radang yang terjadi bisa berupa epididimitis (radang epididimis) atau
orchitis (radang testis).
Tunika vaginalis di skrotum sekitar testis normalnya tidak teraba, kecuali bila
mengandung cairan membentuk hidrokel, yang jelas bersifat diafan (tembus cahaya) pada
transiluminasi. Jika tidak dapat ditemukan karena besarnya hidrokel, testis harus dicari di
sebelah dorsal karena testis terletak di ventral epididimis sehingga tunika vaginalis berada di
sebelah depan. Bila ada hidrokel, testis dengan epididimis terdorong ke dorsal oleh ruang
tunika vaginalis yang membesar. Hidrokel testis mungkin kecil atau mungkin besar sekali.
Hidrokel bisa disebabkan oleh rangsangan patologik seperti radang atau tumor testis.
Pada operasi, sebagian besar dinding dikeluarkan. Kadang ditemukan hidrokel terbatas di
funikulus spermatikus yang berasal dari sisa tunika vaginalis di dalam funikulus; benjolan
tersebut jelas terbatas dan bersifat diafan pada transiluminasi.
Jarang sekali ditemukan benjolan di funikulus yang dapat dihilangkan dengan
tekanan, sedangkan memberikan kesan terbatas jelas di sebelah kranial. Bila demikian,
terdapat tunika vaginalis yang berhubungan melalui saluran sempit dengan rongga perut dan
berisi cairan rongga perut. Hernia inguinalis lateralis atau indirek yang mengandung sedikit
cairan rongga perut ini kadang diberikan nama salah hidrokel komunikans. Karena hubungan
dengan rongga perut terlalu sempit sekali. Kelainan ini memberi kesan hidrokel funikulus;
kantong hernia ini tidak dapat dimasuki usus atau omentum.
65
66
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HIDROCELE
A. Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam
rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh
sistem limfatik di sekitarnya.
B. Epidemiologi
Di USA, insidensi hidrokel adalah sekitar 10-20 per 1000 kelahiran hidup dan lebih
sering terjadi pada bayi premature. Lokasi tersering adalah di sebelah kanan, dan hanya 10%
yang terjadi secara bilateral.
Insidensi PPPVP menurun seiring dengan bertambahnya umur. Pada neonates, 80%94% memiliki PPPVP. Risiko hidrokel lebih tinggi pada bayi premature dengan berat badan
lahir kurang dari 1500 gram dibandingkan dengan bayi aterm.
C. Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1) belum
sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke
prosesus vaginalis atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam
melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder.
Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang
menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel.
Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis.
67
Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun
obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.
Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya yaitu:
1. Hidrokel_primer
Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik yang melintasi
kanalis inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan
terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika
akan diabsorpsi.
2. Hidrokel_sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat dalam suatu
masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat disebabkan
oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena
suatu proses neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan
terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah
yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.
Berdasarkan kejadian:
1.
Hidrokel akut
Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan berrwarna
2.
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macam hidrokel, yaitu
1. Hidrokel testis.
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba.
Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
2. Hidrokel funikulus.
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis,
sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada
anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
68
3. Hidrokel Komunikan
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga
prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis kantong hidrokel
besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah pada saat anak menangis. Pada palpasi
kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen
D. Patofisiologi
Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir) ataupun
ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut menyebabkan tidak menutupnya rongga
peritoneum dengan prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah rongga antara tunika vaginalis
dengan cavum peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem
limfatik disekitar. Hidrokel cord terjadi ketika processus vaginalis terobliterasi di atas testis
sehingga tetap terdapat hubungan dengan peritoneum, dan processus vaginalis mungkin tetap
terbuka sejauh batas atas scrotum. Area seperti kantung di dalam canalis inguinalis terisi
dengan cairan. Cairan tersebut tidak masuk ke dalam scrotum.
Cairan yanng seharusnya merupakan keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi
oleh sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi pada penyakit ini, telah terganggunya sistem sekresi
atau reabsorbsi cairan limfa. Dan terjadilah penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat
dari tekanan yang terus-menerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam
funikulus spermatikus. Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh
darah yang ada di daerah sekitar testis tersebut.
Selama perkembangan janin, testis terletak di sebelah bawah ginjal, di dalam rongga
peritoneal. Ketika testis turun melalui canalis inguinalis ke dalam scrotum, testis diikuti
dengan ekstensi peritoneum dengan bentuk seperti kantung, yang dikenal sebagai processus
vaginalis. Setelah testis turun, procesus vaginalis akan terobliterasi dan menjadi fibrous cord
tanpa lumen. Ujung distal dari procesus vaginalis menetap sebagai tunika yang melapisi
testis, yang dikenal sebagai tunika vaginalis. Normalnya, region inguinal dan scrotum tidak
saling berhubungan dengan abdomen. Organ viscera intraabdominal maupun cairan peritonel
seharusnya tidak dapat masuk ke dalam scrotum ataupun canalis inguinalis. Bila procesus
vaginalis tidak tertutup, dikenal sebagai persistent patent processus vaginalis peritonei
(PPPVP).
69
70
E. Gambaran Klinis
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus
dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel
yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan
pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak
kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu (1)
hidrokel testis, (2) hidrokel funikulus, dan (3) hidrokel komunikan. Pembagian ini penting
karena berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan
koreksi hidrokel.
71
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis
tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah
kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel.
Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis,
kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak
menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam
rongga abdomen.
Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan pada posisi berbaring dan berdiri. Jika pada posisi berdiri
tonjolan tampak jelas, baringkan pasien pada posisi supine. Bila terdapat resolusi pada
tonjolan (dapat mengecil), harus dipikirkan kemungkinan hidrokel komunikan atau hernia.
72
Bila tonjolan tidak terlihat, lakukan valsava maneuver untuk meningkatkan tekanan
intaabdominal. Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan dengan menyuruh pasien meniup
balon, atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada abdomen
(palpasi dalam) atau dengan menahan kedua tangan bayi diatas kepalanya sehingga bayi akan
memberontak sehingga akan menimbulkan tonjolan.
Pemeriksaan transiluminasi pada scrotum menunjukkan cairan dalam tunika vaginalis
mengarah pada hidrokel. Namun, tes ini tidak sepenuhnya menyingkirkan hernia.
Pemeriksaan penunjang
1. Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan massa
skrotum..Dilakukan didalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi
pembesaran skrotum . Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak
dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga
yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel .
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan membantu
melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel) dan
kemungkinan adanya tumor.
73
F. Diferential Diagnosis
Secara umum adanya pembengkakan skrotum memberikan gejala yang hampir sama dengan
hidrokel, sehingga sering salah terdiagnosis. Oleh karena itu diagnosis banding hidrokel
adalah
Hernia scrotalis:
Hidrokel dan hernia inguinalis bermanifestasi klinis sebagai benjolan pada daerah testis
dengan perbedaan utama berupa benjolan pada hernia bersifat hilang timbul, sedangkan pada
hidrokel, benjolan dapat berkurang tapi lama. Dengan melakukan tes transiluminasi, hidrokel
memberikan hasil tes yang positif sedangkan pada hernia inguinalis hasil tes negatif.
Pentingnya membedakan kedua kasus tersebut sehubungan dengan penanganan yang
dilakukan untuk kemudian mengurangi komplikasi yang dapat terjadi.
Varikokel
Adalah varises dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena
spermatika interna.
Gambaran klinis :
Anamnesa :
1. Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah.
2. Terdapat benjolan di atas testis yang tidak nyeri.
3. Terasa berat pada testis
Pemeriksaan Fisik : (Pasien berdiri dan diminta untuk manuver valsava)
Inspeksi dan Palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing di dalam kantung, yang
letaknya di sebelah kranial dari testis, permukaan testis licin, konsistensi elastis.
Pada posisi berbaring, benjolan akan menghilang, sedangkan pada hidrokel tidak hilang,
hanya dapat berkurang tetapi butuh waktu yang lama.
Torsi Testis
Adalah keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir sehingga terjadi gangguan
vaskularisasi dari testis yang dapat berakibat terjadinya gangguan aliran darah daripada
74
testis.
Gambaran klinis :
Anamnesa :
1. Timbul mendadak, nyeri hebat dan pembengkakan skrotum.
2. sakit perut hebat, kadang mual dan muntah.
3. nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal.
Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi
testis bengkak, terjadi retraksi testis ke arah kranial, karena funikulus spermatikus terpuntir
dan memendek, testis pada sisi yang terkena lebih tinggi dan lebih horizontal jika
dibandingkan testis sisi yang sehat.
2. Palpasi teraba lilitan / penebalan funikulus spermatikus
Pemeriksaan fisik yang paling sensitive pada torsio testis adalah hilangnya reflex
kremaster. Refleks kremaster dilakukan dengan menggores atau mencubit paha bagian
medial, menyebabkan kontraksi musculus cremaster yang akan mengangkat testis.
Refleks kremaster dikatakan positif bila testis bergerak ke arah atas minimal 0.5 cm.
Pada torsio appendix testis, teraba adanya nodul keras berdiameter 2-3 mm di ujung atas
testis, dapat tampak berwarna kebiruan, yang dikenal dengan blue dot sign.
Prehns sign negative mengindikasikan nyeri tidak berkurang dengan pengangkatan testis
dapat menunjukkan adanya torsio testis, merupakan operasi CITO dan harus dikoreksi
dalam 6 jam.
Hematocele
Adalah penumpukan darah di dalam tunika vaginalis, biasanya didahului oleh trauma.
Gambaran klinik : benjolan pada testis
Pemeriksaan Fisik :
- Masa kistik
-Transiluminasi (-)
Tumor testis
Keganasan pada pria terbanyak usia antara 15-35 tahun.
75
Gambaran klinis :
Anamnesa :
keluhan adanya pembesaran testis yang tidak nyeri.
Terasa berat pada kantong skrotum
Pemeriksaan Fisik :
Benjolan pada testis yang padat, keras, tidak nyeri pada palpasi.
G. Terapi
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan
harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika
hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Mayoritas hidrokel pada neonates akan hilang karena penutupan spontan dari PPPVP awal
setelah kelahiran. Cairan dalam hidrokel biasanya akan direabsorpsi sebelum bayi berumur 1
tahun. Berdasarkan fakta tersebut, observasi umumnya dilakukan pada hidrokel pada bayi.
Indikasi operasi perbaikan hidrokel :
o Gagal untuk hilang pada umur 2 tahun
o Rasa tidak nyaman terus-menerus akibat hidrokel permagna
o Pembesaran volume cairan hidrokel sehingga dapat menekan pembuluh darah
o Adanya infeksi sekunder (sangat jarang)
76
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini
disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan
herniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal dengan melakukan
eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong
hidrokel sesuai cara Lord. Plikasi kantong hernia (Lords procedure) digunakan untuk
hidrokel ukuran kecil sampai medium. Tehnik ini mengurangi resiko terjadiya hematoma.
Eversi dan penjahitan kantong hidrokel dibelakang testis (Jaboulay procedure) dihubungkan
dengan pengurangan kejadian rekurensi, tetapi tidak mengurangi resiko terjadinya hematom.
Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.
Analgetik
Bayi Ibuprofen 10mg/kg setiap 6-8 jam; paracetamol 15 mg/kg setiap 6-8 jam;
hindari penggunaan narkotika pada bayi karena adanya risiko apneu
Anak yang lebih besar Paracetamol dengan kodein (1mg/kg kodein) setiap 6-8 jam
Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang (naik sepeda) harus dihindari
untuk mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari scrotum, dimana dapat
terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan cryptorchidism sekunder.
Pada anak dengan usia sekolah, aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6 minggu.
Karena kebanyakan operasi hidrokel dilakuakn pada dasar pasien rawat jalan (outpatient),
pasien dapat kembali ke sekolah segera setelah tingkat kenyamanan memungkinkan
(biasanya 1-3 hari post-operasi).
Masuk ke canalis inguinalis dan diseksi PV, yang merupakan kantung hidrokel, harus
bebas dari vas deferens dan pembuluh darah.
Inspeksi annulus inguinalis interna untuk memastikan seluruh isi kantung telah
dikeluarkan seluruhnya.
78
A.
B.
79
C.
D.
E.
F.
G.
H.
H. Komplikasi operasi
Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.
I. Penyulit
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel
permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi
testis.
J. Prognosis
Dengan terapi operasi, angka rekurensi adalah kurang dari 1%.
80
BAB III
KESIMPULAN
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam
rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh
sistem limfatik di sekitarnya. Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan
karena : (1) belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di daerah
skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
Gambaran klinis pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak
nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan
konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi.
Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit
melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi.
Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang
kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi. Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar
mudah mengalami trauma dan hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang
menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi testis.
81
BAB I
PENDAHULUAN
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis sekunder terhadap infeksi.
Sebagian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong , namun virus lain dan
bakteri dapat menyebabkan orchitis.
Insidensi orchitis umumnya ditemukan pada pria prepubertas terutama pasien yang
mengalami penyakit gondong. Bakteri yang dapat menyebabkan orchitis antara lain Neisseria
gonorrhoeae, Chlamydia
trachomatis, Escherichia
coli, Klebsiella
pneumoniae ,
82
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ORCHITIS
A. Definisi
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar kasus
berhubungan dengan infeksi virus gondong , namun, virus lain dan bakteri dapat
menyebabkan orchitis.
B. Etiologi
Beberapa laporan kasus telah dijelaskan imunisasi gondong, campak, dan rubella
(MMR) dapat ,enyebabkan orchitis
Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif
atau laki-laki dengan BPH; bakteri termasuk Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia
trachomatis, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae , Pseudomonas aeruginosa ,
Staphylococcus, Streptococcus
Idiopatik
83
C. Epidemiologi
Dalam orchitis gondong, 4 dari 5 kasus terjadi pada laki-laki prepubertal (lebih muda
dari 10 tahun).
Di Amerika Serikat sekitar 20% dari pasien prepubertal dengan gondong berkembang
orchitis. Kondisi ini jarang terjadi pada laki-laki postpubertal dengan gondong.
D. Faktor Resiko
Instrumentasi dan pemasangan kateter merupakan faktor risiko yang umum untuk
epididymis akut. Urethritis atau prostatitis juga bisa menjadi faktor risiko.
Refluks urin terinfeksi dari urethra prostatik ke epididymis melalui saluran sperma
dan vas deferens bisa dipicu melalaui Valsalva atau pendesakan kuat.
E. Patofisiologi
Hippocrates pertama kali melaporkan orchitis pada abad ke-5 SM. Radang pada testis dapat
disebabkan oleh berbagai virus ataupun bakteri. Hal ini akan menimbulkan proses inflamasi
pada testis yang meliputi kalor, rubor, dolor, tumor, dan function laesa.
F. Diagnosis
Anamnesis
Kelelahan / mialgia
84
Mual
Sakit kepala
Pemeriksaan Fisik
o Pembesaran testis dan skrotum
o Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
o Pembengkakan KGB inguinal
o Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis orchitis lebih dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
G. Diagnosis Differensial
Epididimitis
Hernia scrotalis
85
Torsio testis: kemungkinan besar jika nyeri memiliki onset tiba-tiba dan parah. Lebih
umum pada pria di bawah 20 tahun (tetapi bisa terjadi pada usia berapapun).
Membedakan torsi testikular ini dalam diagnosis sangat penting dari segi bedah.
Tumor testis
Hydrocele
H. Penatalaksanaan
Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah
membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada
obat yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus. Pada pasien dengan
kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat diberikan antibiotik untuk
menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin, atau
azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan oleh Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena sudah
resisten.
1.Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif; efikasi lebih
rendah terhadap organisme gram-positif. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
mengikat
satu
atau
lebih
penicillin-binding
proteins.
Dewasa
2. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat 30S dan
kemungkinan
Digunakan
50S
dalam
kombinasi
subunit
dengan
ceftriaxone
ribosom
untuk
pengobatan
bakteri.
gonore.
Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam 1-2 dosis terbagi,
tidak melebihi 200 mg / hari
86
3.Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan mikroorganisme.
Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1 g
sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10
mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari
4.Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic.
Umumnya
digunakan
pada
pasien
>
35
tahun
dengan
orchitis.
Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari, berdasarkan TMP, PO tid /
qid selama 14 hari
5.Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S epidermidis,
dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob.
Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa
tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan
I. Komplikasi
Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa derajat atrofi testis.
Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.
Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah untuk
mengurangi tekanan dari tunika.
Abscess scrotalis
Infark testis
Rekurensi
Epididymitis kronis
87
Impotensi tidak umum setelah epididymitis akut, walaupun kejadian sebenarnya yang
didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam kualitas sperma biasanya hanya
sementara.
Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum, yang disebabkan oleh
gangguan saluran epididymal yang diamati pada laki-laki penderita epididymitis yang tidak
diobati dan yang diobati tidak tepat. Kejadian kondisi ini masih belum diketahui.
J. Prognosis
Sebagian besar kasus orchitis karena mumps menghilang secara spontan dalam 3-10 hari.
Dengan pemberian antibiotik yang sesuai, sebagian besar kasus orchitis bakteri dapat
sembuh tanpa komplikasi.
.
88
BAB III
KESIMPULAN
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar
kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong , namun, virus lain dan bakteri dapat
menyebabkan orchitis.
Etiologi orchitis Virus: orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi bakteri dan
pyogenik:
E.
Granulomatous:
coli,
Klebsiella,
T. pallidum,
Pseudomonas,
Mycobacterium
Staphylococcus,
tuberculosis,
dan
Streptococcus.
Mycobacterium
leprae,
89
EPIDIDIMITIS
A. Definisi
Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis.
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil) yang menempel di belakang
testis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma yang matur.3
Berdasarkan timbulnya nyeri, epididimitis dibedakan menjadi epididimitis akut dan
kronik. Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam
beberapa hari sedangkan pada epididimitis kronik, timbulnya nyeri dan peradangan pada
epididimis telah berlangsung sedikitnya selama enam minggu disertai dengan timbulnya
indurasi pada skrotum.4
B. Etiologi
Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien, sehingga
penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi :3,4,15,16
Infeksi bakteri non spesifik
Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella) menjadi
penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih dari
35 tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, and
Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae and N meningitides sangat jarang terjadi.
Penyakit Menular Seksual
Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35 tahun
dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae,
Treponema pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada
populasi ini.
90
Virus
Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis yang
disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus yang
sering menyebabkan epididimitis selain coxsackie virus A dan varicella
Tuberkulosis
Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberkulosis sering terjadi di daerah endemis
TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.
91
pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak dan terasa nyeri jika
disentuh.
Tindakan pembedahan seperti prostatektomi.
Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi
pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13% kasus yang dilakukan prostatektomi
suprapubik.
Kateterisasi dan instrumentasi
Terjadinya
epididimitis
akibat
tindakan
kateterisasi
maupun
pemasangan
instrumentasi dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke
epididimis.
C. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya epididimitis masih belum jelas, dimana diperkirakan
terjadinya epididimitis disebabkan oleh aliran balik dari urin yang mengandung bakteri, dari
uretra pars prostatika menuju epididimis melalui duktus ejakulatorius vesika seminalis,
ampula dan vas deferens. Oleh karena itu, penyumbatan yang terjadi di prostat dan uretra
serta adanya anomali kongenital pada bagian genito-urinaria sering menyebabkan timbulnya
epididimitis karena tekanan tinggi sewaktu miksi. Setiap kateterisasi maupun instrumentasi
seperti sistoskopi merupakan faktor resiko yang sering menimbulkan epididimitis
bakterial.4,17
Infeksi berawal di kauda epididimis dan biasanya meluas ke tubuh dan hulu
epididimis. Kemudian mungkin terjadi orkitis melalui radang kolateral. Tidak jarang
berkembang abses yang dapat menembus kulit dorsal skrotum. Jarang sekali epididimitis
disebabkan oleh refluks dari jalan kemih akibat tekanan tinggi intra abdomen karena cedera
perut.17
D. Gejala Klinis
Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari
sumber infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti duh
92
uretra dan nyeri atau itching pada uretra (akibat uretritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi
yang meningkat, dan rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang
disebut Cystitis), demam, nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang meningkat,
urgensi, dan rasa perih dan terbakar saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut
prostatitis), demam dan nyeri pada regio flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut
pielonefritis).6
Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul dari
bagian belakang salah satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis,
skrotum dan kadangkala ke daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi.
Biasanya hanya mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan
muntah.4,17
E. Tanda Klinis
Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik
adalah :3,4,15,16,17
Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran kedua testis sama
besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis dan epididimis
membengkak di permukaan dorsal testis yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari,
epididimis dan testis tidak dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi
testis. Kulit skrotum teraba panas, merah dan bengkak karena adanya udem dan
infiltrat. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri.
Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal
Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke
atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun
Pemeriksaan Laboratorium
93
Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left
(10.000-30.000/l)
Kultur urin dan pengecatan gram untuk kuman penyebab infeksi
Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae.
Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita
Pemeriksaan Radiologis
Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :4,6,16,18
1. Color Doppler Ultrasonography
Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih
banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum
lainnya.
Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien (seperti
meningkat.
Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai
2. Nuclear Scintigraphy
Pemeriksaan
ini
menggunakan
technetium-99
tracer
dan
dilakukan
untuk
akibat infeksi.
Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam
melakukan interpretasi
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penunjang lainnya
F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding epididimitis meliputi :4,15,17,19
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Orkitis
Hernia inguinalis inkarserata
Torsio testis
Seminoma testis
Trauma testis
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan
bedah, berupa :
Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik yang sering
digunakan adalah :3,4,6,15,20
95
Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi :4,19
Scrotal exploration
Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis
seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan
intrascrotal baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy.
Epididymectomy
Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kronik
epididimitis pada 50% kasus.
Epididymotomy
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa.
H. Komplikasi
96
epididimis
Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism
Fistula kutaneus
I. Prognosis
Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat
serta melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya.
Kekambuhan epididimitis pada seorang pasien adalah hal yang biasa terjadi.6
BAB I
PENDAHULUAN
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus yang terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat dan butuh
segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani dengan cepat dalam
4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan infark dari testis yang
selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis (Sjamsuhidajat, 2004).
97
Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada
laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun
dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Janin yang masih
berada di dalam uterus atau bayi baru lahir tidak jarang menderita torsio testis yang tidak
terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral.
Torsio testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan nyeri akut pada
skrotum dan kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan-keluhan nyeri pada testis
lainnya agar tidak terjadi kesalahan diagnosis yang dapat berujung pada kesalahan terapi
(Cuckow, 2000).
Penyebab dari akut skrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang tepat. Sekitar 2/3
pasien yang dicurigai menderita torsio testis dengan dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Keterlambatan dan kegagalan dalam
dignosis dan terapi akan menyebabkan proses torsio yang berlangsung lama, sehingga pada
akhirnya menyebabkan kematian testis dan jaringan disekitarnya (Cuckow, 2000).
Penatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan
karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan
bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Adapun penyebab tersering hilangnya testis
setelah mengalami torsio adalah keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan
dalam diagnosis awal (29%), dan keterlambatan terapi (13%) (Cuckow, 2000).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Etiologi
Adanya kelainan system penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami
torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan
yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat
berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi,
atau trauma yang mengenai skrotum (Purnomo, 2003).
98
Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis (sering
dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak horisontal, riwayat
kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang panjang
(Ringdahl & Teague, 2006).
Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika
seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis kiri
berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah dengan
jarum jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema. Kedua keadaan tersebut
menyebabkan iskemia testis (Wilson & Hillegas, 2006).
B. Manifestasi Klinis
ETIOLOGI
Nyeri akut pada daerah testis
disebabkan oleh torsio testis, epididimitis/orchitis akut
atau trauma pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan hingga ke daerah abdomen
sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ intraabdominal. Sedangkan
nyeri tumpul disekitar testis dapat disebabkan karena varikokel (Purnomo, 2003).
Traum
Tumor
Immobilisa
Adescende
Perubahan
Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya
a
testis
si testis
ns
keadaan extreme
mendadak dan
diikuti pembengkakan padatesticularis
testis. Keadaan itu disebut akut skrotum.
testis
Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak
diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Gejala lain yang juga dapat
muncul adalah mual dan muntah, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang
Spasme otot
kremaster
Testis berotasi
bebas
Bellclapper
jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal
ini yang membedakan dengan orchio-epididymitis (Wilson & Hillegas, 2006).
C. Patofisiologi
Aliran darah
terhenti
Iskemia testis
Nekrosis
Nyeri
menjalar ke
abdomen
Impuls dari
saraf
Stimulasi
mual-muntah
dari otak
Demam
Terasa terbakar
saat berkemih
99
B. Penegakkan diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis dengan penyebab
akut scrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak
bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotumsisi
kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi. Jika
pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat adanya testis yangterletak transversal
atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri sertatampak lebih besar bila
dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karenaadanya kongesti vena. Testis
juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena pemendekan dari
spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam
menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila dilakukan elevasi
testis (Prehn sign) (Ringdahl & Teague, 2006).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks
cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan inimemiliki
sensitivitas 99% pada torsio testis(Ringdahl & Teague, 2006).
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan
keadaan akut scrotum yang lain adalah dengan menggunakan stetoskop Doppler,
ultrasonografi Doppler, dansintigrafi testis, yang kesemuanya bertujuan untuk menilai
aliran darah ke testis. Stetoskop Doppler dan ultrasonografi konvensional tidak terlalu
bermanfaat dalam menilai aliran darah ke testis. Penilaian aliran darah testis secara
nuklir dapat membantu, tetapi membutuhkan waktu yang lama sehingga kasus bisa
100
(dikenal
sebagai
CRP)
dapat
kondisi-kondisi
lain
sebagai penyebab dari akut scrotum, antara lain (Minevich, 2007; Ringdahl & Teague,
2006) :
a. Epididymio-orchitis
b. Hydrocelearicocele
c. Hernia incarserata
d. Tumor testis
e. Torsio appendix testis/epididymis
f. Edema scrotum idiopatik
C. Terapi
1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus dapat
mengembalikan aliran darah (Purnomo, 2003).
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan
memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke
medial, maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral terlebih dahulu,
kemudian jika tidak ada perubahan, dicoba detorsi ke arah medial(Purnomo, 2003).
2. Operatif
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk
mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya
iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk
pemeriksaan
pencitraan,
laboratorium,
lain
yang
timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan angka
pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis. Atrofi testikular dapat terjadi
dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden terjadinya atrofi testis meningkat
bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis dari TT adalah kesuburan
yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi tersebut tidak diperbaiki dengan
cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari torsi testis mempengaruhi tingkat
iskemia testikular dan kemungkinan penyelamatan (Greenberg, 2005).
Komplikasi torsi testis yang paling signifikan adalah infark gonad. Kejadian
ini bergantung pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan apoptosis
testikular kontralateral juga merupakan sekuele yang diketahui mengikuti ketegangan
testis. Oleh karena itu, resiko subfertilitas harus dibicarakan dengan pasien. Testis
yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan
merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan
fertilitas dikemudian hari. Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio testis
meliputi yaitu hilangnya testis, infeksi, infertilitas sekunder, deformitas kosmetik
(Graham, 2009).
A. Teori baru
1. Detorsi Manual
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan
memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya
103
b.
c.
d.
Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih
viable
e.
kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>2448 jam). Sebagian ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan
eksplorasi dengan alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk
104
jauh dalam
penatalaksanaan torsio testis. Salah satu penatalaksanaan dari torsio testis adalah
detorsi manual yang merupakan cara terbaik untuk memperpanjang waktu menunggu
tindakan pembedahan, walaupun tidak dapat menghindarkan dari prosedur
pembedahan. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan. Operasi ini
dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan
setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable
(hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan
orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada
testis kontralateral. Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan
pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis
kontralateral (Purnomo, 2003).
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat
darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit
dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau
105
dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai
tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah hampir tidak
mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan memperburuk derajat
torsio (Govindarajan, 2011).
C. Harapan penatalaksanaan
Torsio testis merupakan salah satu kegawatdaruratan medis dalam bidang bedah
sehingga diagnosis dini serta penanganan tepat waktu penting untuk menyelamatkan
testis dari nekrosis. Pemilihan tatalaksana torsio testis, baik tindakan operasi maupun
non operasi perlu dipertimbangkan dengan baik berdasarkan letak dan derajat
keparahan torsio. Keadaan testis setelah operasi juga perlu diperhatikan untuk
mencegah timbulnya torsio testis kembali atau bahkan keadaan infertilitas.
BAB III
KESIMPULAN
membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi
kontralateral serta dari pemeriksaan Ultrasonografi Doppler berwarna merupakan
pemeriksaan noninvasif yang keakuratannya kurang lebih sebanding dengan
pemeriksaan nuclear scanning.
3. Terapi pada torsio testis dengan detorsi manual, yaitu mengembalikan posisi reposisi
ke asalnya. Jika detosi manual berhasil harus dilakukan operasi(orkidopeksi/fiksasi
testis)pada tunika dartos.
4. Keberhasilan dalam penanganan torsio dengan mencegah testis mengalami atrofi,
dimana hal tesebut berhubungan secara langsung dengan durasi dan derajat dari torsio
testis. Keterlambatan intervensi pembedahan akan memperburuk prognosis serta
meningkatkan angka kejadian atrofi testis.
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker testis meskipun kasus yang relatif jarang, merupakan keganasan tersering
pada pria kelompok usia 15 35 tahun. Perkembangan yang pesat dalam hal tehnik diagnosis,
perkembangan pemeriksaan penanda tumor, pengobatan dengan regimen kemoterapi dan
modifikasi tehnik operasi, berakibat pada penurunan angka mortalitas penderita kanker testis
107
dari 50% pada 1970 menjadi kurang dari 5% pada 1997. Dengan mulai berkembangnya
pengobatan yang efektif bahkan untuk pasien-pasien dengan keadaan lanjut, perhatian pada
tumor testis telah beralih pada penurunan morbiditas dengan menentukan protokol pengobatan
selektif pada setiap pasien.
Perubahan pada filosofi penatalaksanaan tumor testis ini didasarkan pada
penegetahuan mengenai perlunya membuat metoda terapi lapis kedua setelah metode terapi
pilihan pertama gagal.
A. Epidemiologi
Kanker testis adalah salah satu dari sedikit neoplasma yang dapat didiagnosis secara
akurat melalui pemeriksaan penanda tumor ( tumor marker ) pada serum tersangka penderita
yaitu pemeriksaan human chorionic gonadotropin (bhCG) dan -fetoprotein (AFP).
Insiden kanker testis memperlihatkan angka yang berbeda-beda di tiap negara, begitu
pula pada setiap ras dan tingkat sosioekonomi. Saat ini angka survival pasien dengan tumor
testis meningkat, hal ini memperlihatkan perkembangan dan perbaikan dalam pengobatan
dengan kombinasi kemoterapi yang efektif. Puncak insiden kasus tumor testis terjadi pada
usia-usia akhir remaja sampai usia awal dewasa ( 20-40 tahun ), pada akhir usia dewasa
( Lebih dari 60 tahun ) dan pada anak ( 0-10 tahun ). Secara keseluruhan insiden tertinggi
kasus tumor testis terjadi pada pria dewasa muda, hal ini membuat tumor ini menjadi
noeplasma tersering mengenai pria usia 20-34 tahun dan tumor tersering kedua pada pria usia
35-40 tahun. Kanker testis sedikit lebih sering terjadi pada testis kanan dibanding testis kiri,
ini berhubungan dengan lebih tingginya insidensi kriptoidosme pada testis kanan dibanding
testis kiri. Tumor primer testis bilateral dapat terjadi secara berbarengan ataupun tidak, tetapi
cenderung memiliki kesamaan jenis histologisnya. Dari penelitian oleh Bach dkk ( 1983 ) di
dapatkan seminoma merupakan tumor primer testis bilateral tersering ( 48 % ) sedangkan
limfoma maligana adalah tumor testis sekunder bilateral tersering.
B. Etiologi
Saat ini belum diketahui faktor yang menjadi penyebab terjadinya tumor testis,
adanya faktor bawaan dan didapat merupakan faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini dan
kriptokidisme merupakan faktor terkuat yang diduga menjadi penyebab kanker testis. Faktor
resiko tertinggi terjadinya kanker testis adalah adanya testis intra abdomen yang diakibatkan
108
oleh undescensus testis (1 kasus dari 20 kasus undescensus testis). Sementara itu tindakan
orchiopeksi tidak merubah potensi terjadinya keganasan testis pada kasus kriptokidisme.
Adanya bukti klinis dan eksperimental mendukung faktor kongenital sebagai etiologi
dari tumor sel germinal. Dalam perkembangan embriologinya sel germinal primordial
mengalami perubahan oleh karena faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya gangguan
dalam proses diferensiasinya. Oleh karena adanya kriptokidisme, orchitis, disgenesis gonad,
adanya kelaianan herediter ataupun oleh karena paparan bahan kimia yang bersifat
karsinogenik maka perkembangan normal sel germianl mengalami hambatan. Secara garis
besar 2 faktor yang dianggap menjadi etiologi terjadinya tumor sel germial yaitu : (1) Faktor
kongenital, (2) Faktor didapat.
a. Faktor kongenital
Kriptokidisme
Dari suatu penelitian yang dilakukan Grove ( 1954 ) memperlihatkan bahwa 7-10%
pasien dengan tumor testis memiliki riwayat kriptokidisme sebelumnya. Whiteker ( 1970 )
dan Mostofi ( 1973 ) mengemukakan 5 keadaan yang dianggap kriptokidisme menjadi
penyebab terjadinya tumor testis yaitu : 1) Morfologi sel germinal yang abnormal; 2)
Peningkatan temperatur tempat testis berada ( intraabdomen atau spermatic cord ); 3)
Gangguan aliran darah; 4) Kelainan fungsi endokrin; 5) Disgenesis kelenjar gonad.
Pria dengan riwayat kriptokidisme memiliki resiko 3-14 kali untuk terkena tumor
testis dibanding pria tanpa riwayat kriptokidisme.
b. Faktor yang didapat
Trauma
Kemungkinan trauma sebagai penyebab terjadinya tumor testis belum secara jelas
diketahui.
Hormon
Terjadinya fluktuasi hormon seks memiliki kontribusi bagi perkembangan tumor
testis, ini didasari oleh penelitian pada hewan dan manusia. Pemberian estrogen pada tikus
yang sedang hamil menyebabkan tikus tersebut melahirkan anak-anak yang menderita
kriptokidisme dan disgenesis kelanjar gonad ( Nomura dan Kanzak,1977 ). Penelitian oleh
Cosgrove ( 1977 ) memperlihatkan hal yang sama bahwa anak yang dilahirkan oleh ibu yang
mendapatkan diethylstilbestrol atau kontrasepsi oral menderita kriptokidisme dan disgenesis
kelenjar gonad.
Atrofi
109
Terjadinya infeksi bakteri nonspesifik virus mump pada testis diduga menjadi
penyebab terjadinya atrofi testis yang potensial menjadi penyebab terjadinya tumor testis.
Namun demikian peran atrofi testis sebagai faktor penyebab terjadinya tumor testis masih
merupakan spekulasi.
Terdapat klasifikasi besar yang membagi tumor testis menjadi 2 yaitu :
1. Tumor sel germinal testis, termasuk dalam kelompok ini adalah
seminoma, karsinoma sel embrional, tumor yolk sac, trratoma, koriokarsinoma dan mixed cell
tumor.
2. Tumor non sel germinal testis, meliputi tumor sel leydig, tumor
C. Tumor Sel Germinal Testis
Tumor sel germinal merupakan tumor testis yang paling sering ditemukan sebagi
tumor primer dan sisanya adalah neoplasma non germinal ( tumor sel leydig, tumor sel sertoli
dan gonadoblastoma). Sejumlah sistem klasifikasi dikemukakan untuk membagi tumor sel
germinal testis. Sistem klasifikasi berdasarkan tipe histologi dari tumor ini adalah sistem
klasifikasi yang paling banyak digunakan.
Berdasarkan klasifikasi ini tumor sel germinal testis dapat dibagi menjadi:
Seminoma
Non seminoma germ cell tumor ( NSGCT ), termasuk di dalamnya adalah karsinoma sel
embrional, teratoma, koriokarsinoma dan tumor-tumor campuran ( mixed tumors )
1. Seminoma
Terdapat 3 subtipe gambaran histologis dari tumor jenis ini yaitu :
Seminoma klasik
Disebut juga dengan typical seminoma. Seminoma jenis ini meliputi sebagian besar
dari seluruh kasus seminoma ( 85%), sering terjadi pada dekade ke 4 kehidupan namun tidak
jarang terjadi pada pria usia 40 atau 50 tahunan. Secara makroskopis tampak nodul berwarna
abu-abu yang menyatu dan secara mikroskopis telihat lapisan yang monoton pada sel besar
dengan sitoplasma yang jernih dengan inti sel padat. Dapat terlihat sel-sel sinsitiotrofoblas
110
dan ini sesuai dengan jumlah kasus seminoma yang disertai dengan adanya produksi hCG.
Seminoma anaplastik
Untuk mendiagnosis adanya seminoma anaplastik secara mikroskopis harus
ditemukan 3 atau lebih sel mitosis perlapang pandang besar dan sel-selnya memperlihatkan
adanya inti sel pleomorfisme dengan derajat yang lebih tinggi dari subtipe seminoma klasik.
Seminoma anaplastik cenderung memperlihatkan staging yang lebih tinggi dari pada subtipe
seminoma klasik. Sejumlah tanda yang menunjukkan bahwa seminoma ini lebih agresif dan
lebih memiliki potensi menyebabkan kematian dari pada jenis klasik. Hal tersebut dapat
dilihat bahwa seminoma jenis ini : (a) Memiliki aktifitas mitotik yang lebih besar, (2) rate of
invasion yang lebih tinggi, (3) rate of metastase yang tinggi dan (4) Produksi tumor marker
terutama hCG yang lebih tinggi.
Seminoma spermatositik
Secara mikroskopis tampak variasi ukuran sel dan karakter sel berupa perbedaan pada
kekeruhan sitoplasma sel dan terlihat adanya inti sel yang bulat dengan kromatin yang
memadat. Lebih dari setengah pasien dengan seminoma spermatositik berumur lebih dari 50
tahun.
B. Nonseminoma
Terdapat 5 tipe tumor yang merupakan bagian dari tumor sel germinal nonseminoma,
yaitu :
Karsinoma sel embrional
Terdapat 2 varian / tipe dari karsinoma sel embrional yaitu :
Tipe dewasa
Secara histologis memperlihatkan tanda pleomorfisme dan batas sel yang tidak jelas.
Secara makroskopis kemungkinan tampak terlihat adanya hemoragis yang luas dan jaringan
yang nekrotik.
Tipe infantil
Dengan nama lain tumor yolk sac atau tumor sinus endodermal adalah tumor testis
tersering pada bayi dan anak-anak. Jika ditemukan pada usia dewasa maka kemungkinan
merupakan tipe campuran dan sangat mungkin jenis tumor yang menghasilkan AFP. Secara
mikroskopis terlihat adanya sitoplasma yang mengalami vakuolisasi oleh adanya deposit
111
lemak dan glikogen. Tampak pula terlihat badan embrioid dan terlihat seperti embrio berusia
1-2 minggu yang terdiri dari sebuah ruang yang dikelilingi oleh sinsitiotrofoblas dan
sitotrofoblas.
Teratoma
Tumor ini dapat ditemukan pada anak-anak dan dewasa. Tumor ini terdiri lebih dari
satu lapisan sel germinal yang bervariasi dalam maturasi dan diferensiasinya. Secara
makroskopis tumor ini tampak berlobus-lobus dan terdiri dari beragam ukuran kista-kista
yang berisi materi gelatin dan musin.
Secara mikroskopis, ektoderm mungkin ditunjukkan oleh jaringan neural dan epitel
skuamosa, endoderm oleh saluran cerna, pankreas dan jaringan teratoma jenis matur memiliki
gambaran struktur yang jinak yang berasal dari ektoderm, mesoderm dan endoderm,
sedangkan teratoma jenis immatur terdiri dari jaringan primitif yang tidak terdiferensiasi
pembentuk sistem respirasi sedangkan mesoderm ditunjukkan oleh otot polos atau otot lurik,
jaringan kartilago dan tulang.
Koriokarsinoma
Keganasan ini terlihat sebagai sebuah lesi yang kecil dan biasanya terdapat suatu
pendarahan pada bagian tengahnya. Secara klinis, koriokarsinoma merupakan keganasan yang
agresif karena tumor ini menyebar luas secara hematogen lebih awal. Sebaliknya sebuah lesi
kecil pada testis dapat merupakan suatu metastase jauh dari keganasan di tempat lain.
d. Mixed cell tumor
Yang termasuk dalam tumor jenis mixed cell adalah teratokarsinoma yang bercampur
dengan teratoma dan karsinoma sel embrional. Pengobatan untuk karsinoma mixed cell yang
terdiri campuran antara seminoma dan nonseminoma sama dengan pengobatan untuk tumor
nonseminoma saja.
Karsinoma in situ
Pasien dengan tumor testis satu sisi memiliki karsinoma in situ pada testis sisi yang
lainnya.
D. Pola Penyebaran Tumor
Tumor testis hampir selalu bermetastasis secara limfogen kecuali koriokarsinoma
112
yang menyebar secara hematogen sejak staging awal. Tumor testis kanan dapat menyebar ke
kelenjar getah bening daerah interaortocaval yang terletak sejajar dengan hilus ginjal kanan,
selanjutnya tumor akan menyebar ke daerah precaval, preaorta, paracaval, iliaka komunis
kanan dan kelenjar getah bening iliaka eksterna kanan.
Tempat yang menjadi daerah penyebaran tumor testis kiri adalah paraaorta yang
sejajar dengan daerah hilus ginjal kiri, selanjutnya tumor akan menyebar ke kelenjar getah
bening preaorta, iliaka komunis kiri dan iliaka eksterna kiri.
Dari sebuah pengamatan oleh Donahue, Zachary dan Magnard ( 1982 )
memperlihatkan bahwa tumor testis kiri tidak pernah bermetastase ke kelenjar getah bening di
sisi kanan, sedangkan tumor testis kanan seringkali bermetastasis ke kelenjar getah bening
pada sisi kiri.Terjadinya penyebaran ke kelenjar getah bening di iliaka eksterna distal dan
obturator oleh karena invasi tumor ke epididimis dan funikulus spermatikus sedangkan
penyebaran ke kelenjar getah bening inguinal disebabkan terjadi invasi tumor ke tunika
albuginea dan ke kulit skrotum. Tempat yang paling sering menjadi lokasi penyebaran tumor
testis adalah daerah retroperitoneal, tempat lainnya yang juga menjadi lokasi penyebaran
tumor testis adalah paru-paru, hepar, otak, tulang, ginjal, kelenjar adrenal, gastrointestinal dan
limpa.
E. Gejala dan Tanda
Gejala yang paling sering muncul pada pasien dengan kanker testis adalah
pembesaran testis yang berlangsung gradual yang tidak disertai dengan rasa nyeri.
Penegakkan diagnnosis kanker testis diperlukan untuk memutuskan dilakukan terapi definitif (
orchidectomy ) dan sering kali pasien mengalami keterlambatan penegakkan diagnosis
( biasanya 3 6 bulan) dan ini berkaitan dengan insiden terjadinya metastase tumor. Adanya
gejala nyeri akut pada testis ditemukan pada 10% kasus dan mungkin berhubungan dengan
pendarahan intratestikuler atau oleh adanya proses iskemia/infark.
Pasien mengeluh oleh suatu gejala yang diakibatkan penyebaran/metastase tumor.
Keluhan nyeri punggung adalah keluhan tesering yang dirasakan penderita, keluhan ini akibat
penyebaran tumor ke retroperitoneal. Gejala lain adalah batuk atau sesak yang disebabkan
metastase ke paru, anoreksia,mual dan muntah (penyebaran ke retroduodenal), nyeri tulang
(metastease ke tulang), dan pembengkakan pada ekstremitas inferior (oleh karena obstruksi
vena cava) dan mungkin saja ditemukan massa di daerah leher (metastase ke kelenjar getah
bening supraclavicula). Seringkali kelainan ini ditemukan secara tidak sengaja karena tidak
ada keluhan apapun.
menyebabkan ginekomastia. Kadang keadaan umum merosot cepat dengan penurunan berat
badan.
Pada pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaaan bimanual ditemukannya
masa atau pembesaran yang menyeluruh pada testis adalah tanda utama pada banyak kasus.
Masa biasanya keras dan tidak menimbulkan nyeri tekan dan dapat dengan mudah dipisahkan
dari epididimis. Seringkali tanda ini dikaburkan oleh adanya hidrocelle tapi dapat diatasi
dengan pemeriksaan transluminasi pada skrotum.
Pemeriksaaan pada abdomen dapat ditemukan masa yang besar di daerah
retroperitoneal. Perlu juga dilakukan pemeriksaan pada daerah supraclavucula, axilla dan
inguinal.
F. Pemeriksaan Laboratorium
Sejumlah
penanda
biokomia
sangat
diperlukan
untuk
mendiagnosis
dan
gambaran radiologis yang lebih baik daripada CT-scan pada kasus tumor testis.
H. Klasifikasi
Pada tahun 1996 the American Joint Committee mengemukakan suatu klasifikasi
TNM yang mencoba membuat standar staging secara klinis pada kanker testis, yaitu :
T ( Tumor primer )
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primer
Tis : kanker intratubular ( karsinoma in situ )
T1 : Tumor terbatas pada testis dan epididimis, tidak terdapat invasi ke
pembuluh darah
T2 : Tumor melewati tunika albugenia atau terdapat invasi ke pembuluh
darah
T3 : Tumor mencapai funikulus spermatikus
T4 : Tumor mencapai kulit skrotum
N ( Kelenjar getah bening regional )
Nx : Adanya metastase ke kelenjar getah bening tidak dapaditentukan
N0 : Tidak terdapat metastase ke kelenjar getah bening
N1 : Terdapat metastase ke kelenjar getah bening dengan ukuran lesi
2 cm dan melibatkan 5 kelenjar geatah bening
N2 : Metastase > 5 kelenjar, ukuran massa 2-5 cm
N3 : Ukuran massa > 5 cm
M ( metastase jauh )
Mx : Adanya metastase jauh tidak dapat ditentukan
M0 : Tidak terdapat metastase jauh
M1 : Ditemukan adanya metastase jauh
S ( Tumor marker pada serum )
Sx : Tumor marker tidak tersedia
S0 : Nilai kadar tumor marker pada serum dalam batas normal
S1 : Nilai kadar Lactic acid dehydrogenase (LDH) <> 10 x normal atau hCG > 50.000
mlU/ml atau AFP> 10.000ng/ml
Stadium dan tingkat penyebaran karsinoma testis ( Peckham ).
Stadium Lokasi Tumor
I Tumor terbatas pada testis dan rete testis
115
biopsi
melalui
skrotum
atau
membuka
testis
harus
dihindari.
116
117
118
diperlihatkan oleh gambaran hipoekoik yang hipervaskuler pada lesi intratestikuler. Tindakan
ini dilakukan untuk menentukan diagnosis histopatologi dan staging T. Tindakan ini pada
sebagian besar kasus memiliki morbiditas dan mortalitas yang rendah serta mampu
mengontrol perkembangan tumor lokal. Tindakan orchiectomy dilakukan dengan anestesi
umum ataupun anestesi lokal dan dapat dilakukan pada pasien-pasien rawat jalan. Pasien
dalam posisi supine dengan skrotum ditempatkan dalam medan operasi yang steril. Dilakukan
insisi oblique pada daerah inguinal kira-kira 2 cm di atas tuberculum pubicum dan dapat
diperlebar sampai ke skrotum bagian atas untuk mengangkat tumor yang berukuran besar.
Insisi pada fasia Camper dan Scarpa sampai ke aponeurosis obliqus eksternus dilanjutkan
dengan menginsisi aponeurosis sesuai dengan arah seratnya sampai mencapai anulus
inguinalis internus. Indentifikasi nervus ilioinguinalis dan funikulus spermatikus setinggi
anulus inguinalis internus dibebaskan dan diisolasi dengan menggunakan klem atraumatik
atau turniket penrose 0,5 inchi. Testis dan kedua tunika pembungkusnya dikeluarkan dari
skrotum secara tumpul dengan hati-hati, jika akan dilakukan biopsa atau subtotal orchiectomy,
pengeleluaran testis dari skrotum dilakukan sebelum membuka tunika vaginalis dan
menginsisi jaringan testis. Orchiectomy radikal diakhiri dengan memasukkan funikulus
spermatikus ke dalam anulus inguinalis internus dan meligasi pembuluh darah vas deferen dan
funikulus spermatikus secara sendiri-sendiri. Dilakukan irigasi pada luka dan skrotum dan
hemostasis lalu dapat dilalukan pemasangan protease testis. Selanjutnya dilakukan penutupan
aponeurosis muskulus obliqus eksternus dengan benang prolene 2-0, fasia scarpa dijahit
dengan benang absorble dan selanjutnya dilakukan penutupan kulit. Dressing dengan
penekanan pada skrotum dapat meminimalisasi terjadinya udema paska operasi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang telah menjalani orchiektomi radikal
adalah : Pendarahan, yang terlihat dengan adanya hematoma di skrotum atau reroperitoneal;
Infeksi luka operasi; Trauma pada nervus ilioinguinal yang mengakibatkan terjadinya
hipostesia pada tungkai ipsilateral dan permukaan lateral skrotum.
120
K. Prognosis
Seminoma
Setelah dilakukan orchiektomi radikal dan pemberian radiasi eksterna, maka pada
pasien seminoma stag I 5-years disease-fre surviva rate mencapai 95% dan 92-94% pada
seminoma stag IIA. Pada pasien dengan staging yang lebih tinggi yang telah menjalani
orchiektomi radikal yang diikuti dengan pemberian kemoterapi maka 5-years disease-fre
surviva ratenya 35-75%.
Nonseminoma
Pasien pada stag I yang menjalani orchiektomi radikal dan RPLND memiliki 5-years
disease-fre surviva rate yang tinggi mencapai 96-100%. Pada pasien stag II dengan massa
tumor yang kecil dan telah menjalani orkoiektomi radikal dan kemoterapi 5-years disease-fre
surviva rate nya mencapai 90% sedangkan pasien pada stag ini tapi dengan massa tumor yang
besar yang telah dilakukan orchiektomi radikal diikuti dengan kmoterapi dan RPLND
memiliki 5-years disease-fre surviva rate sebesar 55-80%.
Tindak lanjut
Semua pasien dengan kanker sel germinal memerlukan pengamatan secara teratur.
Pasien yang telah menjalani tindakan RPLND atau radioterapi memerlukan pengamatan
lanjutan setiap 3 bulan selama 2 tahun, lalu setiap 6 bulan selama 5 tahun selanjutnya setiap
satu tahun. Pada setiap kunjungan haruslah dilakukan pemeriksaan fisik pada sisa testis,
abdomen dan kelenjar getah bening sekitarnya, perlu pula dilakukan pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan kadar AFP, hCG dan LDH. Selain itu perlu pula dilakukan
pemeriksaan foto rontgen thorak dan abdomen.
TUMOR TESTIS NON SEL GERMINAL
Tumor testis non sel germinal hanya meliputi 5-6% dari seluruh kasus tumor testis.
Terdapat 3 tipe tumor testis non sel germinal yaitu tumor sel leydig, tumor sel sertoli, dan
gonadoblastoma.
1. Tumor sel leydig
Tumor sel leydig adalah tumor testis non sel germinal tersering yang dijumpai. Tumor
ini 25% terjadi pada anak-anak, dangan 5-10% merupakan tumor bilateral. Terdapat jenis
yang jinak dan ganas. Penyebab tumor jenis ini tidak diketahui dan tidak seperti pada tumor
testis sel germinal yang dihubungkan dengan kriptokidisme maka tumor sel leydig tidak
121
dikaitkan dengan kelainan tersebut. Tampak adanya lesi kecil yang berwarna kekuningan
tanpa adanya gambaran hemoragi dan nekrosis. Terdapat sel-sel heksagonal yang granuler
dengan sitoplasma yang berisi vakuola-vakuola lemak.
Temuan klinis yang dapat ditemukan pada penyakit ini berupa virilization pada pasien
usia pra pubertas dan merupakan suatu tumor jinak. Pada pasien dewasa biasanya tidak
bergejala meskipun pada 20-25% kasus terdapat adanya ginekomastia dan tumor bersifat
ganas pada 10% kasus. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan kadar 17ketosteroid serumdan urin dan juga kadar estrogen. Pemeriksaan 17-ketosteroid penting untuk
membedakan jenis jinak dengan yang ganas, peningkatan 10-30 kali kadar enzim ini adalah
pertanda untuk tumor ganas dan indikasi untuk dilakukan RPLND.
Terapi inisial dari tumor ini adalah orchiektomi radikal. Peran kemoterapi untuk
tumor ini maih belum dapat ditentukan karena kasus tumor sel leydig sangatlah jarang.
Progonosis tumor sel leydig jenis jinak sangat baik sedangkan untuk jenis yang ganas
prognosisnya buruk.
2. Tumor sel sertoli
Tumor sel sertoli merupakan kasus yang sangat jarang, hanya meliputi kurang dari 1%
dari seluruh kasus tumor testis. Dari seluruh kasus tumor sel sertoli 10% nya merupakan jenis
ganas sedangkan sisanya merupakan lesi jinak. Pada lesi jinak terlihat sel-sel dengan
gambaran yang baik seperti pada sel leydig normal sedangkan pada jenis ganas terlihat sel
dengan batas-batas yang tidak jelas. Secara mikroskopis tampak sel-sel yang heterogen yang
merupakan campuran dari sel epitel dan sel stroma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa tumor pada testis dan terjadi
virilisasi pada penderita anak-anak. Pada 30% kasus ditemukan adanya ginekomastia pada
pasien dewasa.
Tindakan orchiektomi merupakan terapi awal untuk tumor ini dan RPLND
diindikasikan untuk jenis tumor ganas. Peran kemoterapi dan radioterapi untuk tumor sel
sertoli masih belum jelas.
3. Gonadoblastoma
Gonadoblastoma hanya meliputi 0,5% dari seluruh kasus tumor testis dan hampir
selalu ditemukan pada pasien dengan disgenesis testis. Penderita tumor ini sebagian besar
dijumpai pada usia dibawah 30 tahun. Manifestasi klinis yang terlihat pada kelainan ini
berkaitan dengan keadaan yang mendasari timbulnya gonadoblastoma yaitu adanya disgenesis
kelenjar gonad. Hal yang penting diperhatikan bahwa 4/5 pasien gonadoblasoma secara
fenotip adalah wanita dan pada penderita pria murni biasanya menderita kriptokidisme dan
122
hipospadia.
Terapi pilihan untuk gonadoblastoma adalah orchiektomi radikal. Jika ditemukan
adanya disgenesis kelenjar gonad maka tindakan gonadektomi kontralateral selain dari
pengangkatan kelenjar gonad yang terkena merupakan indikasi dari kelainan ini karena
gonadoblastoma cenderung untuk mengenai kedua testis.
123
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2004. Hal 791-792.
2. Basuki B Purnomo, Dasar-dasar Urologi. Edisi ke-2. Jakarta : CV. Sagung Seto.
2003. Hal 181-186.
3. Doherty GM. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill.2006.
Page 1049-1051
4. Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.1994. Hal 492-494.
5. Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC 2000. Hal 580-594.
6. http://www.urologi-dharmais.com/view.php?idartikel=30
7. http://images.google.com/imgres?imgurl=http://2.bp.blogspot.com
124
125