Anda di halaman 1dari 125

BAB I

PENDAHULUAN
Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah appendicitis.
Sampai saat ini masih merupakan tantangan dalam peningkatan status kesehatan masyarakat
karena besarnya biaya yang diperlukan dalam penanganannya dan hilangnya tenaga kerja
akibat lambatnya pemulihan dan angka rekurensi. Dari keseluruhan jumlah operasi di
Perancis tindakan bedah hernia sebanyak 17,2 % dan 24,1 % di Amerika Serikat. 1
Hernia inguinalis sudah dicatat sebagai penyakit pada manusia sejak tahun 1500
sebelum Masehi dan mengalami banyak sekali perkembangan seiring bertambahnya
pengetahuan struktur anatomi pada regio inguinal.1
Hampir 75 % dari hernia abdomen merupakan hernia ingunalis. Untuk memahami lebih jauh
tentang hernia diperlukan pengetahuan tentang kanalis inguinalis. Hernia inguinalis dibagi
menjadi hernia ingunalis lateralis dan hernia ingunalis medialis dimana hernia ingunalis
lateralis ditemukan lebih banyak dua pertiga dari hernia ingunalis. Sepertiga sisanya adalah
hernia inguinalis medialis.Hernia lebih dikarenakan kelemahan dinding belakang kanalis
inguinalis. Hernia ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita, untuk hernia
femoralis sendiri lebih sering ditemukan pada wanita.Sedangkan jika ditemukan hernia
ingunalis pada pria kemungkinan adanya hernia ingunalis atau berkembangnya menjadi
hernia ingunalis sebanyak 50 % Perbandingan antara pria dan wanita untuk hernia ingunalis 7
: 1. Prevalensi hernia ingunalis pada pria dipengaruhi oleh umur. 1
Hernia merupakan keadaan yang lazim terlihat oleh semua dokter, sehingga
pengetahuan umum tentang manifestasi klinis, gambaran fisik dan penatalaksaan hernia
penting.

BAB II
STATUS PASIEN

Identitas pasien
Nama

: Tn.D

Jenis kelamin

Laki-laki

Umur

70 tahun

Alamat

Sukabumi

Pekerjaan

Petani

Tgl Masuk RS

27 Desember 2012

Autoanamnesis
KU

: Benjolan di lipat paha kanan sejak 1 minggu SMRS

RPS

: Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan terdapat benjolan di

lipat paha sebelah kanan dan tidak dapat masuk lagi sejak 1 minggu SMRS, pasien
mengatakkan benjolan berawa lsejak 10 tahun yang lalu ,awalnya benjolannya
berukuran kecil, dan hilang timbul, benjolan muncul saat pasien berdiri dan
melakukan aktivita sberat (menganggkat benda-benda yang berat), lalu benjolan
hilang atau dapat masuk kembali saat pasien berbaring, Kemudian benjolan menjadi
bertambah besar dan tidak dapat masuk sendiri sejak 3 tahun yang lalu, tetapi benjolan
masih bias dimasukkan dengan bantuan tangan, 1 minggu terakhir SMRS pasien
mengatakkan benjolan tidak dapat masuk kembali walaupun dengan bantuan tangan
,dan pasien sering merasa perutnya sakit, mual dan muntah disangkal, BAB dan BAK
tidak ada keluhan,penurunan berat badan disangkal.
RPD

: Belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat

operasi disangkal. Riwayat trauma pada abdomen disangkal.

RPK

: Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.

R. Pengobatan : Pasien belum pernah berobat ke dokter atau berobat dengan


pengobatan alternatif
R. Alergi

: Alergi obat dan makanan disangkal.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: composmentis

Tanda tanda vital

TD

: 120/80 mmHg

Nadi

: 78 x/ m

Suhu

: 36,5 C

Pernafasan

: 18 x/m

Status Gizi

BB

: 49 kg

TB

:155 cm

Kesan

: 40/1,552 = 20,39 Normal.

Status generalis

Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher

: Normochepal, distribusi rambut merata


: Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterus -/-, Refleks cahaya (+/+)
: Deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-)
: Normotia, sekret (-/-), serumen (-/-)
: Faring tidak hiperemis
: Pembesaran Kelenjar Tiroid (-), Pembesaran KGB (-)
3

Thorax
:
Paru-paru

Inspeksi

: Normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka

bekas operasi.
Palpasi
: Tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, vokal

fremitus sama simetris dekstra sinistra.

Perkusi
: Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi
: Vesikular (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-),
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis terlihat di linea midclavicula sinistra
Palpasi
: Ictus cordis teraba
Perkusi
: Batas Jantung normal
Auskultasi
: BJ I dan II murni regular, Murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
: Abdomen datar, Steifung (-), Countur (-)
Auskultasi
: Bising usus normal
Palpasi
: Defans muskular (-), Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan
4 kuadran abdomen (-), tidak teraba pembesaran hepar dan limpa.
Perkusi
: Timpani pada keempat kuadran abdomen.
Ekstremitas
Atas
: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah
: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Status lokalis

Inspeksi : terdapat benjolan di inguinalkanan, berbentuk lonjong , hiperemis (-)

Palpasi : ukuran 15 x 7 cm, nyeri tekan (-), hangat (-), permukaan halus (+), batas
tegas, tes valsava (-)

Auskultasi : bising usus tidak terdengar

Pemeriksaan Laboratorium 27/12/12


Hb

: 14,5 g/dl

Trombosit

: 128.000

Leukosit

: 7500 L

Ht

: 41,8 %

GDS

: 86 mg/dl

Resume

Laki-laki 70 tahun terdapat benjolan di lipat paha sebelah kanan dan tidak dapat
masuk lagi sejak 1 minggu SMRS, benjolan sejak 10 tahun yang lalu, awalnya
benjolannya berukuran kecil dan hilang timbul, benjolan muncul saat pasien berdiri
danmenganggkat benda yang berat, benjolan hilang atau dapat masuk kembali saat
pasien berbaring, Benjolan menjadi bertambah besar dan tidak dapat masuk sendiri
sejak 3 tahun yang lalu, tetapi benjolan masih bisa dimasukkan dengan bantuan
tangan , 1 minggu terakhir SMRS benjolan tidak dapat masuk kembali walaupun
dengan bantuan tangan ,dan pasien sering merasa perutnya sakit.

Kesadaran : composmentis, tanda-tanda vital TD : 120/80 mmHg, HR : 78x/menit,


RR

:18x/menit, Suhu : 36,5o C. Status generalis dalam batas normal. Status

Lokalis terdapat benjolan pada inguinalis dextra, terdapat benjolan di lipat paha
kanan, berbentuk lonjong , hiperemis (-) ukuran 15 x 7 cm, nyeri tekan (-), hangat
(-), permukaan halus (+), batas tegas, tes valsava (-), bising usus tidak terdengar.
Working Diagnosis

Hernia inguinalis lateralis dextra ireponibel

Differential Diagnosis

Hernia femoralis dextra ireponibel


Hidrokel
Varikokel
Orchitis
Epididimitis
Torsio Testis
Ca Testis

Rencana terapi

Hernioraphy dextra
Ranitidin 2x1 amp iv
Cefotaxime 2x1 gr iv
Ketorolac 2x30mg iv.
Metronidazole inf 3x500mg iv.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Hernia
A. Definisi

Hernia merupakan protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan.Terdapat beberapa poin penting dalam hernia, yaitu
:defek/ bagian yang lemah dari dinding rongga, kantung hernia, isi hernia, dan cincin hernia
(daerah penyempitan kantung hernia akibat defek tersebut).

Bagian-bagian Hernia :

Pintu hernia terdiri dari lapisan- lapisan dinding perut dan pangggul, jadi tebentuk dari
otot, tendon, jaringan perut dan juga tulang. Penamaan berdasarkan lokasi pintu atau
tempat masuknya.

Kantung hernia yaitu peritoneum parietalis. Terdiri dari kolum, korpus dan basis.
Kantung hernia dapat terdiri dari 2 kantung (bilokularis) dan salah satu kantungnya
dapat terletak di dalam atau diantara dinding perut (Zwerchsackform).

Kanal hernia, membentang antara cincin interna dan eksterna. Kanal ini dapat berjalan
horizontal ataupun miring. Pada hernia inguinalis, kanalnya adalah kanalis inguinalis.

Isi hernia, dapat bermacam-macam, misalnya usus halus, omentum, caecum, ovarium.
Bila isinya divertikulum meckelmaka disebut Hernia Littre, bila isinya sebagian
dinding usus disebut Hernia Richler.

Selubung hernia, merupakan lapisan-lapisan yang menyelubungi kantung hernia. Pada


hernia inguinalis selubung hernia dibentuk oleh kantung peritoneum, lemak
preperotoneal, fascia transversalis, m.cremaster, fascia superficialis perineal dan
epidermis. Pengetahuan mengenai selubung hernia ini penting untuk pembedahan.

B. Epidemiologi

Tujuh puluh lima persen dari semua hernia terjadi di inguinal. Hernia reponible lebih
banyak dibandingkan hernia irreponible yaitu dengan perbandingan sekitar 2:1, hernia
femoralis membuat sebuah proporsi yang jauh lebih kecil. Perbandingan hernia inguinal pada
perempuan dengan laki-laki adalah 7:1. Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan sekitar
750.000 herniorraphies inguinal dilakukan pertahun di Amerika Serikat, dibandingkan
dengan 25.000 untuk hernia femoralis, 166.000 untuk hernia umbilical, 97.000 untuk hernia
insisional dan 76.000 untuk aneka hernia dinding perut.

C. Etiologi
Terdapat dua faktor predisposisi utama hernia yaitu peningkatan tekanan intrakavitas dan
melemahnya dinding abdomen.
Tekanan yang meningkat pada abdomen terjadi karena :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengangkat beban berat


Batuk PPOK
Tahanan saat miksi BPH atau karsinoma
Tahanan saat defekasi konstipasi atau obstruksi usus besar
Distensi abdomen yang mungkin mengindikasikan adanya gangguan intraabdomen
Perubahan isi abdomen, misalnya : adanya asites, tumor jinak atau ganas,
kehamilan,lemak tubuh.

Kelemahan dinding abdomen terjadi karena :


1.
2.
3.
4.

Umur yang semakin bertambah


Malnutrisibaik makronutrien (protein, kalori) atau mikronutrien (misalnya: Vit. C)
Kerusakan atau paralisis dari saraf motorik
Abnormal metabolisme kolagen.
Seringkali, berbagai faktor terlibat. Sebagai contoh, adanya kantung kongenital yang

telah terbentuk sebelumnya mungkin tidak menyebabkan hernia sampai kelemahan dinding
abdomen akuisita atau kenaikan tekanan intraabdomen mengizinkan isi abdomen memasuki
kantong tersebut.
Embriologi
Proses turunnya testis mengikuti prosessus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90%
prosessus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar 30% prosessus
8

vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya berperan beberapa
persen. Tidak sampai 10% anak dengan prosessus vaginalis paten kontralateral lebih dari
setengah, sedangkan insiden hernia tidak melebihi 20%. Umumnya disimpulkan bahwa
adanya prosessus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia
tapi diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar.
Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi
prostat, konstipasi dan ascites sering disertai hernia inguinalis. Insiden hernia meningkat
dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan
tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan
relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada
keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih ventrikel,
sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal
dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis
inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis
dan n. Iliofemoralis setelah apendektomi.

D. ANATOMI
Abdomen
Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak di antara diafragma
di bagian atas dan opertura pelvis superior di bagian bawah.
Struktur dinding abdomen
Di bagian superior dinding abdomen dibentuk oleh diaphragma, yang memisahkan
cavitas abdomialis dari cavitas thoracis. Di bagian inferior, cavitas abdominalis melanjutkan
diri menjadi cavitas pelvis melalui apertura pelvis superior. Di bagian anterior, dinding
abdomen dibentuk di atas oleh bagian bawah cavea thoracis dan di bawah oleh musculus
rectus abdominis, musculus obliqus externus abdominis, musculus obliqus internus
abdominis, dan musculus transversus abdominis serta fascianya. Di bagian posterior, dinding
abdomen di garis tengah dibentuk oleh kelima vetebrae lumbales dan discus
intervetebralisnya; bagian lateral dibentuk oleh 12 costae, bagian atas oleh os coxae,
musculus psoas major, musculus quadratus lumborum, dan aponeurosis origo musculus
9

tranversus abdominis. Musculus iliacus terletak pada bagian os coxae. Dinding abdomen
dibatasi oleh selubung fascia dan peritoneum paarietaale.

Struktur dinding abdomen


Dinding anterior abdomen dibentuk oleh kulit, fascia superfisialis, fascia profunda,
otot-otot, fascia extraperitonealis, dan peritoneum parietale.
Kulit
Garis garis lipatan kulit alami berjalan konstan dan hampir horizontal disekitar
tubuh. secara klinis hal ini penting karena insisi sepanjang garis lipatan ini akan sembuh
dengan sedikit jaringan parut sedangkan insisi yang menyilang garis-garis ini akan sembuh
dengan jaringan parut yang menonjol.
Persyarafan
Persyarafan kulit dinding anterior abdomen berasal dari rami anteriores enam nervi
thoracici bagian bawah dan nervus limbalis bagian 1. Nervi thoracici tersebut merupakan
lima nervi intercostalis bagian bawah dan nervus subcostalis, dan nervus lumbalis 1 diwakili
oleh nervus iliohypogastricus dan nervus ilioinguinalis, cabang-cabang dari pleksus lumbalis.
Dermatom T7 terletak pada epigastrium, tepat di atas procecus xipoideus, dermatom T10
meliputi umbilicus; dan dermatom L1 terletk tepat di atas ligamentum inguinale dan sympisis
pubica.

10

Pendarahan
Kulit disekitar garis tengah diperdarahi oleh cabang-cabang arteria epigastrica
superior 9 sebuah cabang arteria thoracica interna) dan arteria epigastrica inferior (sebuah
cabang arteria iliaca interna). Kulit pinggang diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteria
intercostalis, arteria lumbalis, dan arteria circumfleksa ilium profunda.
Darah vena dikumpulkan melalui jejaring vena yang memancar dari umbiicalis.
Anyaman vena terseut dialirkan ke atas vena axilaris melalui vena thoracica lateralis, dan ke
bawah ke vena femoralis melalui vena epigasrica superficialis dan vena saphena magna.
Beberapa vena kecil, vena paraumbilicalis menghubungkan jejaring vena melalui umbilicus
dan sepanjang ligamentum teres hepatis ke vena porta. Vena-vena tersebut membentuk
anastomosis porta-sistemik.
Drainase limf
Pembuluh limf kulit di atas umbilikus bermuara ke atas ke dalam limfonodus
aksilaris. Pembuluh di bawah umbilicus bermuara ke dalam nodus inguinalis superfisial.
Fascia superficialis dapat dibagi menjadi lapisan luar, panniculus adiposus (fascia
camper) dan lapisan dalam, stratum membranosum (fascia scarpe). Panniculus adiposus

11

berhubungan dengan lemak superficial yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin sangat
tebal (8 cm) atau lebih pada pasien obesitas.
Stratum membranosum tipis dan menghilang di sisi lateral dan atas, tempat lapisan ini
melanjut sebagai fascia superfisialis di daerah punggung dan thorax, berturut-turut. Dibagian
inferior, stratum membranosum berjalan di depan paha dan di sini bersatu dengan fascia
profunda pada satu jari di bawah ligamentum inguinale. Di garis tengah bawah, stratum
membranosum fascia tidak melekat pada os pubis, tetapi membentuk selubung berbentuk
tubular untuk penis (atau clitoris). Di bawah perineum stratum membranosum masuk ke
dinding scrotum 9ataulabium majus pudendi). Dari sini stratum membranosum berjalan dan
melekat pada masing-masing sisi ke pinggir arcuspubicus; di sini stratum membranosum
disebut fascia collesi. Di posterior, stratum membranosum bersatu dengan corpus perineale
dan pinggir posterior membrana perinei.
Di dalam scrotum,panniculus adiposus fascia superficialis menjadi lapisan tipis otot
polos yang disebut musculus dartos. Stratum membranososum fascia superficialis tetap
merupakan lapisan yang terpisah.
Fascia profunda
Fascia profunda pada dinding anterior abdomen hanya merupakan laisan tipis jaringan
ikat yang menutupi otot-otot; fascia profunda terletak tepat disebelah profunda stratum
membranosum fascia superficialis.
Otot dinding anterior abdomen
Otot-otot dinding abdomen anterior terdiri atas tiga lapisan otot yang lebar, tipis dan
di depan berubah menjadi aponeurosis; otot-otot tersebut dari luar ke dalam yaitu musculus
oblicus externus abdominis, musculus obliqus internus abdominis, musculus transversus
abdominis. Sebagai tambahan, pada masing-masing sisi garis tengah bagian anterior terdapat
sebuah otot vertikal yang lebar, musculus rectus abdominis. Oleh karena ketiga lapisan
aponeurosis itu membungkus muskulus rectus abdominis dan membentuk vagina musculi
recti abdominis. Bagian bawah vagina musculi recti abdominis mungkin berisi sebuah otot
kecil yang dinamakan musculus pyramidalis.

12

Musculus cremaster yang berasal dari serabut-serabut bagian bawah musculus obliqu
internus abdominis, berjalan ke inferior sebagai pembungkus funiculus spermaticus dan
masuk ke scorotum.
Nama otot

Origo

Insertio

Persyarafan

Kerja

m. obliqus

Delapan costae

Processus

Enam nn.

Melindungi isi

ekternus

bagian bawah

xipoideus, linea

Thoracici bagian

abdomen;

abdominalis

alba, crista ubica bawah dan n.

menekan isi

tuberculum

Iliohypogastricus abdomen;

pubicum, crista

serta n,

membantu

iliaca

ilioingunalis

fleksio dan

(L1)

rotasi tubuh;
membantu
ekspirasi kaut;
miksi; defekasi;
partus dan
muntah

m. obliqua

Fascia

Tiga costae

Enam nn.

Sama seperti di

internus

lumbbalis, crista

bagian bawah

Thoracici bagian

atas

abdominalis

iliaca, 2/3 lateral dan crtilagines

bawah dan n.

ligamentum

costales,

Iliohypogastricus

inguinale

processus

serta n.

xipoideus, linea

Ilioinguinlis (L1)

alba, symphisis
pubis.
M. transversus

Nam

Procesus

Enam nn.

Menekan isi

abdominis

cartilagines

xipoideus, linea

Thoracici bagian

abdomen

costales bagian

alba, symphisis

bawah dan n.

bawah, fascia

pubis

Iliohypogastricus

lumbalis, crista

serta n.

iliaca, 1/3 lateral

Ilioingunalis

ligamentum

(L1)

ingunale

13

m. rectus

Sympisis pubis

Cartilagines

Enam nn.

Menekan isi

abdominis

dan crista

costales ke 5, 6

Thoracici bagian

abdomen dan

pubica

dan 7 processus

bawah

fleksi columna

xipoideus

vertebralis; otot
tambahan
ekspirasi

m. pyramidalis

Permukaan

(jika ada)

anterior pubis

Linea abla

Dua bela nn.

Meregangkan

thoracici

line alba

Canalis ingunalis
Canalis ingunalis merupakan saluran oblik yang menembus bagian bawah dinding
anterior abdomen dan terdapat pada kedua jenis kelamin. Saluran ini merupakan tempat
lewatnya struktur-struktur yang berjalan dari testis ke abdomen dan sebaliknya pada laki-laki.
Pada perempuan saluran ini dilalui oleh ligamentum teres uteri yang berjalan dari uterus ke
labium majus pudendi. Selain itu saluran ini dilewati oleh nervus ilioingunalis baik pada lakilaki maupun perempuan.
Canalis inguinalis panjangnya sekitar 4 cm pada orang dewasa dan terbentang dari
anulus inguinalis profundus, suatu lubang pada fascia transversalis berjalan ke bawah dan
medial samapi anulus inguinalis superficialis, yaitu suatu lubang pada aponeurosis obliqus
externus abdominis. Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas ligamentum inguinale.
Pada bayi baru lahir, anulus inguinalis profundus terletak hampir tepat di posterior anulus
inguinalis superficialis sehingga canalis inguinalis sangat pendek pada usia ini. Kemudian
sebagai akibat pertumbuhan, anulus inguinalis profundus bergeser ke lateral.

14

Dinding canalis inguinalis


Seluruh panjang dinding anterior canalis guinlais dibentuk oleh aponeurosis musculus
obliqua externus abdominis. Dinding anterior ini diperkuat sepertiga lateralnya oleh serabutserabut origo muscuus obliqus internus abdominis yang berasal dari ligamentum inguinale.
Oleh karena itu dinding ini paling kuat di tempat berhadapan dengan bagian yang paling
lemah dari dinding posterior, yaitu anulus inguinalis profudus.
Seluruh panjang dinding posterior canalis inguinalis dibentuk oleh fascia
transversalis. Dinding posterior ini diperkuat di sepertiga medialnya oleh tendo conjungtivus,
yaitu gabungan tendo dari insertio musculus obliqus internus abdominis dan musculus
trasnversus abdominis yang melekat pada crista pubica dan pecten ossis pbis. Oleh karena itu
dinding ini paling kuat di tempat berhadapan dengan bagian paling lemah dari dinding
anterior yaitu anulus inginalis superficialis.
Dinding inferior atau dasar canalis inguinalis dibentuk oleh lipatan pinggir bawah
aponeurosis musculus obliqus externus abdominis yang disebut ligamentum inguinale dan
ujung medialnya disebut ligamentum lacunare.
Dinding superior atau atap canalis inguinalis dibentuk oleh serabut-serabut terbawah
musculus obliqus internus abdominis dan musculus transversus abdominis yang melengkung.
Fungsi canalis inguinalis
Canalis inguinalis memungkinkan struktur-struktur yang terdapat di dalam funiculus
spermaticus berjalan dari atau ke testis menuju abdomen dan sebaliknya pada laki-laki. Pada
perempuan, canalis inguinalis yang lebih kecil emungkinkan ligamentum teres uteri berjalan
15

dari uterus menuju ke labium majus. Pada laki-laki maupun pada perempuan , canalis
inguinalis juga dilalui oleh nervus ilioinguinalis.
Adanya canalis inguinalis pada bagian bawah dinding anterior abdomen pada laki-laki
dan perempuan merupakan suatu tempat lemah.
1. Kecuali pada bayi baru lahir, canalis inguinalis merupakan saluran obliq dengan
daerah terlemah, yaitu anulus inguinalis superficialis dan anulus inguinalis profundus,
yang terletak pada suatu jarak tertentu.
2. Dinding anterior canalis inguinalis diperkkuat oleh serabut-serabut musculus obliqus
internus abdominis tepat di depan anulus inguinalis profundus.
3. Dinding posterior inguinalis diperkuat oleh tendo conjungtivus yang kuat tepat
dibelakang anulus inguinalis superficialis.
4. Pada waktu batuk dan mengedan, seperti pada miksi, defekasi, dan partus, serabutserabut paling bawah musculus obliqus internus abdominis dan musculus transversus
abdominis yang melengkung berkontraksi sehingga atap yang melengkung menjadi
datar dan turun mendekati lantai. Atap mungkin menekan isi canalis inguinalis ke arah
dasar sehingga sebenarnya canalis inguinalis menutup.
5. Bila diperlukan mengedan dengan kuat, seperti pada defekasi dan partus, secara
alamiah orang cenderung dalam possi jongkok, articulatio coxae fleksi, an permukaan
anterior tungksi atas mendekati permukaan anterior dinding abdomen. Dengan cara
ini bagian bawah dinding nterior andomen dilindungi oleh tungkai atas.

Klasifikasi Hernia
A. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas :
1. Hernia bawaan atau congenital
Pada hernia congenital, sebelumnya telah terbentuk kantong yang terjadi
sebagaiakibat dari perintah atau gangguan proses perkembangan intrauterine
paten prosesus vaginalis adalah salah satu contohnya.
2. Hernia dapatan atau akuisita
Terdapat dua tipe hernia akuisita :
a. Hernia primer : terjadi pada titik lemah yang terjadi alamiah, seperti pada :
- Struktur yang menembus dinding abdomen : seperti pembuluh darah
femoralis yang melalui kanalis femoralis.
- Otot dan aponeurosis yang gagal untuk saling menutup secara normal, seperti
pada regio lumbal

16

- Jaringan fibrosa yang secara normal berkembang untuk menutup defek,


seperti pada umbilikus
b. Hernia Sekunder : terjadi pada tempat pembedahan atau trauma pada dinding,
seperti pada laparatomi dan trauma tembus.
B. Hernia diberi nama menurut letaknya,contohnya diafragma, inguinal, umbilical, femoral,
dll.
C. Hernia menurut riwayat alamiah dan komplikasi yang terjadi : Riwayat alamiah
perkembangan hernia yaitu pembesaran progresif, regresi yang tidak spontan. Pengecualian
untuk hernia umbilikalis kongenital pada neonatus, dimana orifisium dapat menutup beberapa
tahun setelah lahir. Seiring berjalannya waktu, hernia membesar dan kecenderungan untuk
terjadi komplikasi yang mengancam jiwa semakin bertambah. Hernia dapat reponibel,
ireponibel, obstruksi, strangulasi, atau terjadi inflamasi.
1. Hernia reponibel
Bila isi hernia dapat keluar masuk, tetapi kantungnya menetap. Isinya tidak
serta merta muncul secara spontan, namun terjadi bila disokong gaya gravitasi atau
tekanan intraabdominal yang meningkat. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan
masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus.

Gambar Hernia reponibel

17

2. Hernia Ireponibel
Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam rongga perut. Ini
biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia.
Hernia ini disebut hernia akreta. Dapat juga terjadi karena leher yang sempit dengan
tepi yang kaku (misalnya pada : femoral, umbilical). Tidak ada keluhan rasa nyeri
ataupun sumbatan usus. Hernia ireponibel mempunyai resiko yang lebih besar untuk
terjadi obstruksi dan strangulasi daripada hernia reponibel.

Gambar Hernia Ireponibel


3. Hernia obstruksi
Hernia obstruksi berisi usus, dimana lumennya tertutup. Biasanya obstruksi
terjadi pada leher kantong hernia. Jika obstruksi terjadi pada kedua tepi usus, cairan
berakumulasi di dalamnya dan terjadi distensi (closed loop obstruction). Biasanya
suplai darah masih baik, tetapi lama kelamaan dapat terjadi strangulasi. Istilah
inkarserataterkadang dipakai untuk menggambarkan hernia yang ireponibel tetapi
tidak terjadi strangulasi. Oleh sebab itu, hernia ireponibel yang mengalami obstruksi
dapat juga disebut dengan inkarserata. Operasi darurat untuk hernia inkarserata
merupakan operasi terbanyak nomor dua operasi darurat untuk apendisitis. Selain itu,
hernia inkarserata merupakan penyebab obstruksi usus nomor satu di Indonesia.

18

Gambar Hernia inkarserata dengan ileus obstruksi usus

4. Hernia Strangulata
Suplai darah untuk isi hernia terputus. Kejadian patologis selanjutnya adalah
oklusi vena dan limfe; akumulasi cairan jaringan (edema) menyebabkan
pembengkakan lebih lanjut ; dan sebagai konsekuensinya peningkatan tekanan vena.
Terjadi perdarahan vena, dan berkembang menjadi lingkaran setan, dengan
pembengkakan akhirnya mengganggu aliran arteri. Jaringannya mengalami iskemi
dan nekrosis. Jika isi hernia abdominal bukan usus, misalnya omentum, nekrosis
yang terjadi bersifat steril, tetapi strangulasi usus yang paling sering terjadi
dan menyebabkan nekrosis yang terinfeksi (gangren). Mukosa usus terlibat dan
dinding usus menjadi permeabel terhadap bakteri, yang bertranslokasi dan masuk ke
dalam kantong dan dari sana menuju pembuluh darah. Usus yang infark dan rentan,
mengalami perforasi (biasanya pada leher pada kantong hernia) dan cairan lumen
yang mengandung bakteri keluar menuju rongga peritonial menyebabkan peritonitis.
Terjadi syok sepsis dengan gagal sirkulasi dan kematian. Bila strangulasi hanya
menjepit sebagian dinding usus, hernianya disebut hernia Richter. Ileus obstruksi
mungkin parsial atau total, sedangkan benjolan hernia tidak ditemukan dan baru
terdiagnosis pada waktu laparatomi. Komplikasi hernia Richter adalah strangulasi
sehingga terjadi perforasi usus, dan pada hernia femoralis tampak seperti abses di
daerah inguinal.
19

Gambar Hernia Strangulata

5. Hernia Inflamasi
Isi hernia mengalami inflamasi dengan proses apapun sebagai penyebab pada jaringan
atau organ yang secara tidak normal mengalami hernia, misalnya :
1. Apendisitis akut
2. Divertikulum Meckel
3. Salpingitis akut
Hampir tidak mungkin untuk membedakan hernia yang terinflamasi dengan yang
mengalami strangulasi.

E. Klasifikasi Hernia Inguinalis


Hernia Inguinalis Medialis

Hernia

masuk

canalis

Hernia

inguinalis karena kelemahan

interna

dinding posterior dan tidak

externa

melewati cincin internal

Hernia Inguinalis Lateralis

melewati
sampai

ke

cincin
cincin

Dapat masuk ke scrotum

Terdapat di posterior funiculus


20

spermaticus

Tidak pernah masuk scrotum

Jarang terjadi strangulata

Biasanya pada pria dan usia tua

Biasanya pada peroko dengan


kelemahan jaringan conective

Faktor

predisposisi

:aktifitas

berat, batuk, dan ketegangan.

Dapat

Jika kongenital dapat terjadi


karena

patent

procesuss

vaginalis

Biasa terjadi pada pria dan


wanita

Pada semua umur

Biasanya

hernia

inguinalis

dextra lebih sering daripada


hernia inguinalis sisnistra

mencederai

n.illioinguinal

DIAGNOSIS HERNIA
A. GEJALA
Gejala lokal termasuk :
- benjolan yang bervariasi ukurannya, dapat hilang saat berbaring, dan timbul
-

saatadanya tahanan.
nyeri tumpul lokal namun terkadang tajam, rasa tidak enak yang selalu memburuk
disenja hari dan membaik pada malam hari, saat pasien berbaring bersandar dan
herniaberkurang.

Secara khas, kantung hernia dengan isinya membesar dan mengirimkan impuls yangdapat
teraba jika pasien mengedan atau batuk.
Gejala dari adanya komplikasi adalah :
-

obstruksi usus : colic, muntah, distensi, konstipasi


strangulasi : tambahan dari gejala obstruksi, rasa nyeri yang menetap pada hernia,
demam, takikardi.

B. TANDA

21

Pertama kali pasien diperiksa dalam keadaan berbaring, kemudian berdiri untuk
semua hernia abdominal eksterna, tidak mungkin meraba suatu hernia lipat paha yang
bereduksi pada saat pasien berbaring. Area pembengkakan di palpasi untuk menentukan
posisi yang tepat dan karakteristiknya. Benjolan dapat dikembalikan ke atau dapat semakin
membesar saat batuk merupakan suatu yang khas. Semakin nyata saat pasien berdiri.
Kontrol terhadap hernia untuk mencegah ia keluar adalah dengan menekannya dengan
jari di titik dimana reduksi dapat dilakukan. Pasien diminta untuk batuk : jika hernia tidak
muncul, berarti ia sudah dikendalikan dan menunjukkan letak leher dari sakus sudah tepat.
Tanda yang berkaitan dengan adanya komplikasi

Ireponibel : benjolan yang iredusibel, tanpa rasa nyeri3.


Obstruksi : hernia tegang, lunak, dan iredusibel. Mungkin ada distensi abdomen,

dangejala lain dari obstruksi usus


Strangulasi : tanda-tanda dari hernia obstruksi, tetapi ketegangan semakin nyata.
Kulitdi atasnya dapat hangat, inflamasi, dan berindurasi.Strangulasi menimbulkan
nyeri hebat dalam hernia yang diikuti dengan cepat oleh nyeri tekan, obstruksi, dan
tanda atau gejala sepsis. Reduksi dari hernia strangulasi adalah kontraindikasi jika
ada sepsis atau isi dari sakus yang diperkirakan mengalami gangrenosa.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hernia didiagnosis berdasarkan gejala klinis. Pemeriksan penunjang jarang dilakukan dan
jarang mempunyai nilai.
a. Pencitraan
-

Herniografi. Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum
peritonealdan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi untuk
mengidentifikasihernia kontralateral pada groin. Mungkin terkadang berguna untuk

memastikanadanya hernia pada pasien dengan nyeri kronis pada groin.


USG. Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis,

misalnyapada Spigelian hernia.


CT dan MRI. Berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi (misalnya :
hernia obturator)

b. Laparaskopi
22

Hernia yang tidak diperkirakan terkadang ditemukan saat laparaskopi untuk nyeriperut yang
tidak dapat didiagnosa.
c. Operasi Eksplorasi
Pada beberapa bayi, dengan riwayat meyakinkan dari ibunya, namun tidak ditemukansecara
klinis. Operasi eksplorasi dapat dilakukan.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Tabel Benjolan lain yang harus dibedakan dari hernia pada dinding abdomen

er
a

Jaringan

Benjolan

Kulit

Kista sebasea atau epidermoid

Lemak

Lipoma

Fasia

Fibroma

Otot

Tumor yang mengalami hernia melalui pembungkusnya

Arteri

Aneurisma

Vena

Varikosa

Limfe

Pembesaran KGB

Gonad

Ektopik testis / ovarium

H
ni

inguinalis

23

Faktor yang dipandang berperan kausal adalah :


1. Adanya prosesus vaginalis yang terbuka
2. Peninggian tekanan di dalam rongga perut
3. Kelemahan otot dinding perut karena usia.
1. Adanya prosesus vaginalis yang tetap terbuka
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90%
prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar 30% prosesus
vaginalis belum tertutup Akan tetapi, kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen.
Tidak sampai 10 % dengan anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada
lebih dari separuh populasi anak, dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral, tetapi
insidens hernia tidak melebih 20 %. Umumnya disimpulkan adanya prosesus vaginalis yang
paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor lain,
seperti anulus inguinalis yang cukup besar.
Insidens hernia inguinalis pada bayi dan anak antara 1 dan 2 %. Kemungkinan terjadi
hernia pada sisi kanan 60 %, sisi kiri 20-25 % dan bilateral 15 %. Kejadian hernia bilateral
pada anak perempuan dibandingkan lelaki kira-kira sama (10%) walaupun frekuensi prosesus
vaginalis yang tetap terbuka lebih tinggi pada perempuan.
Anak yang pernah menjalani operasi hernia pada waktu bayi, mempunyai
kemungkinan 16% mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa. Insidens hernia
inguinalis pada orang dewasa kira-kira 2 %. Kemungkinan terjadi hernia bilateral dari
insidens tersebut mendekati 10 %.
2. Peninggian tekanan intraabdomen
24

Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertropi
prostat, konstipasi, dan asites, sering disertai hernia inguinalis.Insidens hernia meningkat
dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan
tekanan intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang. Hernia dapat terjadi
setelah peningkatan tekanan intra-abdominal yang tiba-tiba dan kuat seperti waktu
mengangkat barang yang sangat berat, mendorong, batuk, atau mengejan dengan kuat pada
waktu miksi atau defekasi.
3. Kelemahan otot dinding perut karena usia.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus
turur kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis
berjalan lebih vertikal. Sebaliknya, bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis
berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya
usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat
kerusakan n. ilioinguinalis dan n.iliofemoralis setelah apendektomi.
Diagnosis Hernia Inguinalis
a. Anamnesa
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia
reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu
bediri, batuk, bersin, atau mengedan, dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang
dijumpai; kalau ada biasanya dirasakan di darah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi
karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat
pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio
inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Kantong hernia yang kosong
kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang
memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar
ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin
25

teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking,
pada anak, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal
hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau
bagian sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Isi hernia, pada bayi
perempuan, yang teraba seperti sebuah massa padat biasanya terdiri atas ovarium.Diagnosis
ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan
jelas di sebelah kranial dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus . Hernia ini
harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai
sebagai pegangan untuk membedakannya.

Hernia Inguinalis Indirek


Disebut juga henia inguinalis lateralis, karena keluar dari rongga peritoneum melalui
anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian
hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan, jika cukup panjang, menonjol keluar dari
anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini
disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada di dalam m.kremaster, terletak anteromedial
terhadap vas deferens dan struktur lain dalam tali sperma.
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika
inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran, yaitu anulus dan kanalis
26

inguinalis; berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga
Hasselbach dan disebut sebagai hernia direk2. Kantung dari inguinalis indirek berjalan
melalui anulus inguinalis profunda, lateral pembuluh epigastrika inferior, dan akhimya ke
arah skrotum.
Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan
hernia medial berbentuk tonjolan bulat.
Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak
menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke
skrotum. Hernia geser dapat terjadi di sebeblah kanan atau kiri. Hernia yng di kanan biasany
berisi sekum dan sebagian kolon ascendens, sedangkan yng di kiri berisi sebagian kolon
desendens.
Hernia inguinalis indirecta yang merupakan hernia paling sering terjadi dan dipercaya
bersifat congenital, menonjol melalui annulus inguinalis profundus, canalis inguinalis dan
keluar melalui annulus inguinalis superficialis ke scrotum atau labium majus. Sesuai dengan
bentuk dan letaknya maka disebut juga hernia inguinalis obliqua/lateralis. Hernia inguinalis
indirecta lebih sering daripada yang directa dan dua puluh kali lebih banyak pada pria
daripada wanita, sepertiganya bilateral serta lebih sering pada sisi kanan. Sesuai dengan
mekanisme terjadinya, diselubungi oleh ketiga lapisan ductus deferens.
Ada dua macam hernia inguinalis indirecta, yaitu yang congenitalis dan acquisita
(didapat). Perbedaannya secara anatomis terletak pada apakah prosesus vaginalis telah atau
belum menutup. Pada yang congenitalis processus vaginalis belum menutup sehingga isi
abdomen (usus) dapat mengisi sampai pada cavum scroti. Pada yang acquisita (didapat)
kantong hernia tidak berhubungan dengan cavum scroti karena processus vaginalis telah
menutup. Hernia inguinalis congenitalis yang sudah terjadi sejak lahir sering tidak diketahui
sampai usia anak, atau bahkan usia dewasa. Kantong hernianya berupa peritoneum, sisa
processus vaginalis yang telah menutup (ligamentum vaginale), lapisan-lapisan fascia
spermatica interna, m.cremaster, dan fascia spermatica externa serta bagi yang congenitalis
processus vaginalis tetap terbuka.
Pada wanita dimana processus vaginalis menetap (canalis Nucki), hernia dapat
menuju sampai labium majus. Jika tempat keluar hernia inguinalis indirecta terletak di
sebelah lateralis dari arteria epigastrica, hernia ingunalis directa menonjol keluar melalui
27

trigonum inguinale di sebelah medial dari arteria tersebut. Hernia inguinalis directa
menembus keluar melalui annulus inginalis superficialis yang melebar menonjol ke dinding
abdomen, ada juga yang berpendapat bahwa hernia ini tidak melalui annulus inguinalis
superficialis, tetapi menonjol melalui conjoint tendon dan mencapai annulus.
Kantung hernia indirek sebenarnya adalah suatu prosesus vaginalis yang berdilatasi
secara persisten. Hernia ini berjalan melalui anulus inguinalis profunda dan mengikuti
selubungnya ke skrotum. Pada anulus profunda, kantung mengisi sisi lateral dari korda.
Lemak properitoneal sering kali berkaitan dengan kantung indirek dan dikenal sebagai
lipoma dari korda, meskipun lemak tersebut bukan tumor.
Organ-organ retroperitoneal seperti misalnya kolon sigmoid, sekum, dan ureter dapat
tergelincir ke dalam kantung indirek. Dalam kantung itu, organ-organ tersebut menjadi
bagian dari dinding kantung dan rentan terhadap cedera selama perbaikan. Hernia sliding ini
sering kali besar dan sebagian iredusibel.

Gambaran Klinis Hernia inguinalis indirek


Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha yang timbul
pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat, dan menghilang waktu istirahat
baring. Pada bayi dan anak-anak, adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha biasanya
diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu dan anak atau bayi sering gelisah, banyak
menangis, dan kadang-kadang perut kembung, harus dipikirkan kemungkinan hernia
strangulata.
Pada inspeksi diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum, atau
labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk
sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam
keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan
dapat direposisi. Setelah benjolan tereposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada
anak-anak, kadang cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar.
Pada hernia insipien tonjolan hanya dapat dirasakan menyentuh ujung jari di dalam
kanalis inguinalis dan tidak menonjol keluar. Pada bayi dan anak-anak kadang tidak terlihat
adanya benjolan pada waktu menangis, batuk, atau mengedan. Dalam hal ini perlu dilakukan
28

palpasi tali sperma dengan membendingkan yang kiri dan yang kanan; kadang didapatkan
tanda sarung tangan sutra.
Tabel Perbedaan antara hernia inguinalis indirek dan hernia inguinalis direk
Indirek
Usia

Direk
berapapun,

terutama

Usia pasien

muda

Lebih tua

Penyebab

Dapat kongenital

Didapat

Bilateral

20 %

50 %

Penonjolan saat batuk

Oblik

Lurus

Tidak segera mencapai ukuranMencapai

ukuran

Muncul saat berdiri

terbesarnya

Reduksi saat berbaring

Dapat tidak tereduksi segera Tereduksi segera

Penurunan ke skrotum

Sering

Jarang

Oklusi cincin internus

Terkontrol

Tidak terkontrol

Leher kantong

Sempit

Lebar

Strangulasi

Tidak jarang

Tidak biasa

Lateral

Medial

Hubungan

terbesar

dengan segera

dengan

pembuluh darah epigastric


inferior

E. Tata Laksana Hernia Inguinalis

29

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian


penyangga atau penunjang utnuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Reposisi
tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada pasien anak-anak. Reposisi
dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan
tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang
tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak inkarserasi lebih sering terjadi pada umur
dibawah dua tahun. Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia
jarang terjadi dibandingkan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia yang lebih
elastis pada anak-anak. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian
sedatif dan kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil, anak disiapkan untuk
operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil, dalam waktu 6 jam harus
dilakukan operasi segera.
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah direposisi
dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup. Namun, cara yang
sudah berumur lebih dari 4000 tahun ini masih saja dipakai sampai sekarang. Sebaiknya cara
ini tidak dianjurkan karena menimbulkan komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot
dinding perut di daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anakanak cara ini dapat menimbulkan atrofi testis karena tekanan pada tali sperma yang
mengandung pembuluh darah testis.
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan rasional hernia inguinalis.
Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosa ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri
atas herniotomi dan hernioplastik.
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia
dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplastik lebih penting dalam
mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode
hernioplastik, seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus,
menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m.transversus
internus abdominis dan m.obliqus obliqus internus abdominis yang dikenal dengan nama
conjoint tendon ke ligamentum inguinale Poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan
30

fasia transversa, m.transversus abdominis, m. obliqus internus abdominis ke ligamentum


Cooper pada metode McVay.
Metode Bassini merupakan teknik herniorafi yang pertama dipublikasi tahun 1887.
Setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekonstruksi dasar lipat paha dengan cara
mengaproksimasi muskulus obliqus internus, muskulus transversus abdominis, dan fasia
transversalis dengan traktus iliopubik dan ligamentum inguinale. Teknik dapat diterapkan,
baik pada hernia direk maupun indirek.
Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik herniotomi
Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan dari otot-otot yang dijahit. Untuk mengatasi
masalah ini, pada tahun delapan puluhan dipopulerkan pendekatan operasi bebas regangan.
Pada teknik itu digunakan prostesis mesh untuk memperkuat fasia transversalis yang
membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa menjahitkan otot-otot ke inguinal.
Pada hernia kongenital pada bayi dan anak-anak yang faktor penyebabnya adalah
prosesus vaginalis yang tidak menutup hanya dilakukan herniotomi karena anulus inguinalis
internus cukup elastis dan dinding belakang kanalis cukup kuat.
Terapi operatif hernia bilateral pada bayi dan anak dilakukan dalam satu tahap.
Mengingat kejadian hernia bilateral cukup tinggi pada anak, kadang dianjurkan eksplorasi
kontralateral secara rutin, terutama pada hernia inguinalis sisnistra. Hernia bilateral pada
orang dewasa, dinajurkan melakukan operasi dalam satu tahap,kecuali jika ada
kontraindikasi.
Kadang ditemukan insufisiensi dinding belakang kanalis inguinalis dengan hernia
inguinalis medialis besar yang biasanya bilateral. Dalam hal ini, diperlukan hernioplastik
yang dilakukan secara cermat dan teliti. Tidak satu pun teknik yang dapat menjamin bahwa
tidak akan terjadi residif. Yang penting diperhatikan ialah mencegah terjadinya tegangan pada
jahitan dan kerusakan pada jaringan. Umumnya dibutukan plastik dengan bahan prostesis
mesh misalnya.
Terjadinya residif lebih banyak dipengaruhi oleh teknik reparasi dibandingkan dengan
faktor konstitusi.Pada hernia inguinalis lateralis penyebab resididf yang paling sering ialah
penutupan anulus inguinalis internus yang tidak memadai, di antaranya karena diseksi
kantong yang kurang sempurna, adanya lipoma preperitoneal, atau kantung hernia tidak

31

ditemukan. Pada hernia inguinalis medialis penyebab residif umumnya karena tegangan yang
berlebihan pada jahitan plastik atau kekurangan lain dalam teknik.
Pada operasi hernia secara laparoskopi diletakkan prostesis mesh di bawah
peritoneum dinding perut.

ANATOMI DAN FISIOLOGI TESTIS

Testis merupakan organ kelamin pria, terletak dalam scrotum. Testis akan turun
sekitar umur janin 7 bulan menuju scrotum melalui canalis inguinalis dibawah pengaruh
hormon testosterone dari testis. Testis sinistra biasanya terletak lebih rendah daripada testis
dextra. Masing-masing testis dikelilingi capsula fibrosa yang kuat, disebut tunica albuginea.
Dari permukaan dalam capsula terbentang banyak septa fibrosa yang membagi bagian dalam
testis menjadi lobulus-lobulus testis. Di dalam setiap lobulus terdapat 1-3 tubuli seminiferi
yang berkelok-kelok. Tubuli seminiferi bermuara ke rete testis, ductuli efferentes, dan
epididimis
Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri
atas tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogenia dan sel
Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel Leyding. Sel-sel spermatogenia
pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi
makanan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leyding atau disebut sel interstisial testis
berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di
tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi diepididimis
setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan
vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah dicampur dengan
cairan-caidari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat menbentuk
cairan semen.
Vaskularisasi
32

Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :


1. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta
2. Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior
3. Arteri

kremasterika

yang

merupakan

cabang

arteri

epigastrika.

Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis.


Plesksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.

Pengaturan suhu testis di dalam scrotum dilakukan oleh kontraksi musculus dartos
dan cremaster yang apabila berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke tubuh. Bila
suhu testis akan diturunkan, otot cremaster akan berelaksasi dan testis akan menjauhi tubuh.
Temperatur testis dalam scrotum selalu dipertahankan dibawah temperatur suhu tubuh 2-3 oC
untuk kelangsungan spermatogenesis. Molekul besar tidak dapat menembus ke lumen (bagian
dalam tubulus) melalui darah, karena adanya ikatan yang kuat antar sel Sertoli yang disebut
sawar darah testis. Fungsi dari sawar darah testis adalah untuk mencegah reaksi auto-imun.
Tubuh dapat membuat antibodi melawan spermanya sendiri, maka hal ini dicegah dengan
sawar.
Selama masa pubertas, testis berkembang untuk memulai spermatogenesis..Testis
berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin.
Fungsi testis:

Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus, diatur FSH

Sekresi testosterone oleh sel Leydig, diatur oleh LH.

33

34

Dinding scrotum terdiri dari :


1. Cutis
2. Fascia superficialis
3. Musculus dartos
4. Fascia spermatica externa
5. Fascia cremasterica
6. Fascia spermatica interna
7. Tunica vaginalis

A. Definisi
Varikokel, varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 2141% pria yang mandul menderita varikokel.

35

B. Epidemiologi
Dekade terakhir ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena potensinya sebagai
penyebab terjadinya disfungsi testis dan infertilitas pada pria. Diperkirakan sepertiga pria
yang mengalami gangguan kualitas semen dan infertilitas adalah pasien varikokel (bervariasi
19 - 41%). Akan tetapi tidak semua pasien varikokel mengalami gangguan fertilitas,
diperkirakan sekitar 20 - 50% didapatkan gangguan kualitas semen dan perubahan histologi
jaringan testis. Perubahan histologi testis ini secara klinis mengalami pengecilan volume
testis. Pengecilan volume testis bagi sebagian ahli merupakan indikasi tindakan pembedahan
khususnya untuk pasien pubertas yang belum mendapatkan data kualitas semen. Salah satu
cara pengobatan varikokel adalah pembedahan. Keberhasilan tindakan pembedahan cukup
baik. Terjadi peningkatan volume testis dan kualitas semen sekitar 50 - 80% dengan angka
kehamilan sebesar 20 - 50%. Namun demikian angka kegagalan atau kekambuhan adalah
sebesar 5 - 20%.

36

C. Anatomi dan Fisiologi


Sangatlah penting untuk mengetahui anatomi dari pembuluh darah testikular

untuk

memahami tujuan dari mekanisme patofisiologi dari varikokel dan tingginya frekuensi
munculnya varikokel pada sisi kiri.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 7093 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika
interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan
bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri
lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya:
kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena
spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.3

37

Etiologi varikokel secara umum:4


1. Dilatasi

atau

hilangnya

mekanisme

pompa

otot

atau

kurangnya

struktur

penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus


pampiniformis.
2. Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
3. Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan
dengan kedalam v. spermatika interna kiri.
4. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika .
5. Tekanan v. spermatika interna meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat.
6. Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.
D. Etiologi
Suplai arteri testis mempunyai 3 komponen mayor yaitu: arteri testikular, arteri kremaster dan
arteri vasal. Walaupun kebanyakan darah arterial pada testis berasal dari arteri testikular,
sirkulasi kolateral testikular membutuhkan perfusi yang adekuat dari testis, walaupun arteri
testikular terligasi atau mengalami trauma. Drainase venous dari testis diprantarai oleh
pleksus pampiniformis, yang menuju ke vena testikular (spermatika interna), vasal
(diferensial), dan kremasterik (spermatika eksternal). Walapun varikokel dari vena spermatika
biasanya ditemui pada saat pubertas, sepertinya terjadi perubahan fisiologi normal yang
terjadi saat pubertas dimana terjadi peningkatan aliran darah testikular menjadi dasar
terjadinya anomali vena yang overperfusi dan terkadang terjadi ektasis vena.5
Peningkatan Tekanan Vena
Perbedaan letak vena spermatika interna kanan dan kiri menyebabkan terplintirnya vena
spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran darah retrogard. Darah vena dari testis
kanan dibawa menuju vena cava inferior pada sudut oblique (kira kira 30 0). Sudut ini,
bersamaan dengan tingginya aliran vena kava inferior diperkirakan dapat meningkatkan
drainase pada sisi kanan (Venturi effect). Sebagai perbandingan, vena testikular kiri menuju
ke arteri renalis kiri (kira kira 900). Insersi menuju vena renalis kiri sepanjang 8 10 cm
lebih ke arah kranial daripada insersi dari vena spermatic interna kanan, yang berarti sisi kiri
8 10 cm memiliki kolum hidrostatik yang lebih panjang dengan peningkatan tekanan dan
relatifnya aliran darah lebih lambat pada posisi vertikal.
Vena renalis kiri dapat juga terkompres di daerah proksimal diantara arteri mesenterika
superior dan aorta (0.7% dari kasus varikokel), dan distalnya diantara arteri iliaka komunis
38

dan vena (0.5% dari kasus varikokel). Fenomena nutcracker ini dapat juga menyebabkan
peningkatan tekanan pada sistem vena testikular kiri.5

Anastomosis Vena Kolateral


Studi anatomi menggambarkan terdapat anastomosis sistem drainase superfisial dan interna,
bersamaan dengan kiri-ke-kanan hubungan vena pada ureter (L3-5), spermatik, skrotal,
retropubik, saphenus, sakral dan pleksus pampiniformis. Vena spermatika kiri memiliki
cabang medial dan lateral pada level L4-penemuan ini penting dan harus dilakukan untuk
menentukan penanganan varikokel. Prosedur yang dilakukan diatas level L4 memiliki risiko
kegagalan lebih tinggi karena percabangan multipel dari sistem vena spermatika.5
Katup inkompeten
Pada tahun 1966, Ahlberg menjelaskan bahwa pembuluh testis berisi katup yang protektif
terhadap varikokel, dan ini merupakan kekurangan atau ketidakmampuan pada sisi kiri yang
menyebabkan terjadinya varikokel. Untuk mendudung gagasan ini, ia menemukan tidak
adanya/hilangnya katup pada 40% postmortem vena spermatika kiri dibandingkan dengan
23% hilangnya pada sisi kanan. Keraguan telah dilemparkan pada teori ini, namun, dari studi
radiologi terbaru yang dilakukan oleh Braedel dkk menemukan bahwa 26.2% pasien dengan
katup yang kompeten tetap ditemukan varikokel. Beberapa anatomis kini bahkan
39

menjelaskan bahwa sebenarnya tidak terdapat katup baik pada vena spermatika sisi kanan
maupun kiri.5
Patogenesis Penyebab Spermatogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara,
antara lain:
1. Terjadi aliran darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia
karena kekurangan oksigen.
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin)
melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
Mekanisme Patofisologi
Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat
hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga
Beberapa mekanisme telah menjadi hipotesa untuk menjelaskan fenomena dari subfertilitas
yang ditemukan pada pria dengan varikokel unilateral atau bilateral, termasuk peningkatan
suhu skrotal yang menyebabkan disfungsi gonadal bilateral, refluks renal, metabolit adrenal
dari vena renalis, hipoksia, dan akumulasi gonadotoksin.
Disfungsi Bilateral
Seperti aspek lainnya dari varikokel, penyebab disfungsi testikular bilateral disamping
varikokel unilateral masih dalam studi. Aliran darah retrograd sisi kanan didapatkan pada pria
dengan varikokel sisi kiri dan menjadi mekanisme yang memungkinkan. Zorgniotti dan
MacLeod membuat hipotesa pada era tahun 1970an, dengan data yang disebutkan pada pria
dengan oligosperma dengan varikokel memiliki temperarur intraskrotal dimana 0.60C lebih
tinggi dibandingkan pada pasien dengan oligosperma tanpa varikokel. Saypol dkk dan Green
dkk keduanya mendeskripsikan peningkatan aliran darah testikular bilateral dan peningkatan
temperatur pada eksperimen dengan binatang yang dibuat varikokel artifisial unilateral.
Sebagai tambahan, dilakukan perbaikan dari varikokel tersebut dengan hasil normalisasi dari

40

aliran dan temperatur. Setelah itu, peneliti mendemonstrasikan bahwa aktivitas DNA
polimerase dan enzim DNA rekombinan pada sel germ sensitif terhadap temperatur, dengan
suhu optimal kira- kira 330C. Temperatur optimal untuk sintesis protein pada spermatid
berkisar antara 340C. Proliferasi sel germ mungkin dipengaruhi dari peningkatan suhu dari
varikokel akibat inhibisi 1 atau lebih dari enzim enzim yang penting. Trauma hipertermi
konsisten dengan penurunan jumlah spermatogonal akibat adanya apoptosis yang ditemukan
dari biopsi sampel pasien dengan varikokel. Disamping temuan ini, tidak semua peneliti
menemukan adanya hubungan antara meningkatnya temperatur intratestis dan varikokel.
Refluks dari Metabolit Vasoaktif
Karena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas terdekat satu sama lain dari
vena renalis, MacLeod menyebutkan bahwa derivat derivat dari ginjal atau adrenal dapat
menuju ke vena gonadal. Jika metabolit ini bersifat vasoaktif (mis: prostaglandin), maka
dapat menjadi berbahaya pada fungsi testis. Hasil dari beberapa studi tidak mensuport teori
ini, tetapi peningkatan jumlah norepinefrin, prostaglandin E dan F, adrenomedulin
(vasodilator poten) ditemukan pada vena spermatika pria dengan varikokel. Metabolit lainnya
seperti renin, dehidroepiandrosteron, atau kortisol tidak ditemukan. Beberapa penulis
menyebutkan

dengan

adanya

metabolit,

refluks

tidak

mengubah/mempengaruhi

spermatogenesis.
Hipoksia
Pada era 1980an, Shafik dan Bedeir berteori bahwa perbedaan gradien tekanan (dan gradien
oksigen subsekuen) antara vena renalis dan gonadal dapat menyebabkan hipoksia diantara
vena gonadal. Dua teori hipoksia lainnya yaitu: peningkatan tekanan vena dengan olahraga
dapat menyebabkan hipoksia, dan stasis dari darah menyebabkan penurunan tekanan oksigen.
Menurut Tanji dkk, pria dengan varikokel memiliki atrophy pattern muskulus kremaster
dari studi histokimia. Disamping penemuan ini, tidak ada perbedaan yang signifikan diantara
kontrol dan tekanan gas oksigen, yang dilakukan percobaan pada binatang.

Gonadotoksin
41

Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa pria yang merokok memiliki efek samping
yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok. Perokok setidaknya memiliki insiden 2
kali lebih tinggi untuk terkena varikokel, dan yang telah memiliki varikokel setidaknya 10
kali terjadi peningkatan insiden oligospermia jika dibandingkan dengan pria varikokel yang
tidak merokok. Nikotin memiliki implikasi sebagai kofaktor pada patogenesis varikokel.
Cadmium, gonadotoksin yang mudah dikenal sebagai penyebab apoptosis, ditemukan secara
signifikan pada konsentrasi testikular yang lebih tinggi dan penurunan spermatogenesis pada
pria dengan varikokel daripada pria dengan varikokel dengan normal spermatogenesis atau
obstruktif azoospermia.
F. Diagnosa dan Pemeriksaan Fisik
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun
menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri.
Anamnesa
Pada pemeriksaan dasar kelainan di dalam skrotum terlebih dahulu harus dijawab tiga
pertanyaan:
a. Apakah kelainan jelas terbatas di sebelah atas. Kelainan yang tidak terbatas di
sebelah proksimal biasanya merupakan hernia inguinalis, sedangkan bila kelainan
terbatas di sebelah atas, pasti terdapat suatu kelainan di dalam struktur skrotum.
b. Apakah kelainan bersifat kistik atau padat. Kista kecil kadang tidak menunjukkan
fluktuasi, sedangkan tumor padat yang lunak sekali dapat memberi kesan adanya
fluktuasi. Yang menentukan ialah pemeriksaan transiluminasi karena cairan jernih
selalu bersifat tembus cahaya.
c. Pertanyaan menyangkut letak dan struktur anatomin kelainan yang harus diperiksa
secara palpasi. Skrotum terdiri atas kulit yang membentuk kantung yang
mengandung funikulus spermatikus, epididimis, dan testis. Karena untuk
spermatogenesis testis membutuhkan suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu
tubuh kulit skrotum tipis sekali tanpa jaringan lemak di subkutis, yaitu lapisan
isolasi suhu. Keadaan ini memungkinkan palpasi ketiga struktur di dalam skrotum
secara teliti. Anulus inguinalis selalu dapat diraba di dinding perut bagian bawah.

42

Funikulus spermatikus dapat ditentukan karena keluar dari anulus inguinalis


eksternus.

Sebaiknya

pemeriksaan

funikulus

bilareral

sekaligus

untuk

membandingkan kiri dengan kanan. Di dalam funikulus dapat diraba vas deferens
karena sebagian besar dindingnya terdiri atas otot. Prosesus vaginalis di dalam
funikulus pada anak mungkin teraba seperti lapisan sutra, yang mungkin menjadi
tanda diagnostik untuk hernia inguinalis pada anak. Struktur lain di dalam
funikulus adalah pembuluh arteri dan vena serta otot kremaster yang sukar diraba
sendiri, kecuali bila didapatkan bendungan pleksus pampiniformis yang
merupakan varikokel.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dengan pasien dalam posisi berdiri tegak,
untuk melihat dilatasi vena. Skrotum haruslah pertama kali dilihat, adanya distensi kebiruan
dari dilatasi vena. Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi,
dengan valsava manuever ataupun tanpa valsava. Varikokel yang dapat diraba dapat
dideskripsikan sebagai bag of worms, walaupun pada beberapa kasus didapatkan adanya
asimetri atau penebalan dinding vena.

Pemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk membandingkan dengan
lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan dalam posisi berdiri, tapi tidak menghilang
dalam posisi supinasi) dari varikokel. Palpasi dan pengukuran testis dengan menggunakan
orchidometer (untuk konsistensi dan ukuran) dapat juga memberi gambaran kepada
43

pemeriksa ke patologi intragonad. Apabila disproporsi panjang testis atau volum ditemukan,
indeks kecurigaan terhadap varikokel akan meningkat.
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun
terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu pemeriksaan
auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat
mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang
sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subklinik.
Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri
dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis
dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis
teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal.
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi
dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel
menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma
muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).
Klasifikasi varikokel5

Grade

Temuan dari pemeriksaan fisik

Grade I

Ditemukan dengan palpasi, dengan valsava

Grade II

Ditemukan dengan palpasi, tanpa valsava, tidak terlihat dari kulit


skrotum

Grade III

Dapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum

44

Beberapa teknik yang dapat digunakan sebagai pencitraan varikokel:6

Angiografi/venografi

USG

MRI

CT Scan

Nuclear Imaging

Angiografi/Venografi
Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk mendeteksi varikokel
yang kecil atau subklinis, karena dari penemuannya mendemonstrasikan refluks darah vena
abnormal di daerah retrograd menuju ke ISV dan pleksus pampiniformis.
Karena pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif, teknik ini biasanya hanya
digunakan apabila pasien sedang dalam terapi oklusif untuk menentukan anatomi dari vena.
Biasanya, teknik ini digunakan pada pasien yang simptomatik.
45

Positif palsu/negatif
Vena testikular seringkali spasme, dan terkadang, ada opasifikasi dari vena dengan kontras
medium dapat sulit dinilai. Selebihnya, masalah dapat diatasi dengan menggunakan kanul
menuju vena testikular kanan.

Ultrasonografi
Penemuan USG pada varikokel termasuk:

Struktur anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang letaknya berdekatan

dengan testis.
Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena dominan pada kanalis
inguinalis biasanya lebih dari 2.5 mm dan saat valsava manuever diameter meningkat

sekitar 1 mm.
Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan beberapa pembesaran

pembuluh darah dengan diameter 8 mm.


Varikokel dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial, lateral, anterior, posterior,

atau inferior dari testis)


USG Doppler dengan pencitraan berwarna dapat membantu mendiferensiasi channel
vena dari kista epidermoid atau spermatokel jika terdapat keduanya.
46

USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis (grade I),

intermiten (grade II),dan kontinu (grade III)


Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area hipoekoik yang kurang jelas
pada testis. Gambarannya berbentuk oval dan biasanya terletak di sekitar mediastinum
testis.

Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm dkk menemukan bahwa
USG memiliki sensitivitas sekitar 92.2%, spesifitas 100% dan akurasi 92.7%.
Positif palsu/negatif
Kista epidermoid dan spermatokel dapat memberi gambaran seperti varikokel. Jika
meragukan, USG Doppler berwarna dapat digunakan untuk diagnosa. Varikokel
intratestikular dapat memberi gambaran seperti ektasis tubular.

Gambar 1 Upper image: Longitudinal sonogram through the pampiniform plexus of the left
testis. The image shows several anechoic tubes. Lower image: The application of color
Doppler imaging in the same patient shows bidirectional flow within the anechoic tubes.
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi
pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan

47

gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan


suatu terapi.
Algoritma Penatalaksanaan

Gambar 2 Algoritma untuk penatalaksanaan varikokel


48

Analisis Sperma :
1. Oligospermia : volume ejakulat < 1 cc
2. Hiperspermia : volume ejakulat > 4 cc
3. Aspermia : volume ejakulat 0 cc
4. Normozoospermia : jumlah hitungan sperma > 20 jt/cc
5. Hiperzoospermia : spermatozoa > 250 juta/cc
6. Oligozoospermia : spermatozoa 5 - 20 jt/cc
7. Oligozoospermia ekstrim : spermatozoa < 5 jt/cc
8. Kriptozoospermia : Hanya ditemukan beberapa spermatozoa saja
9. Teratozoospermia : Morfologi spermatozoa yg normal < 30 %
10. Astenozoospermia : motilitas spermatozoa < 50 %

Indikasi Tindakan Operasi


Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan dengan infertilitas,
penurunan volume testikular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu dilakukan tindakan operasi.
Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal harus dioperasi
dengan tujuan membalikkan proses yang progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi
testis. Untuk varikokel subklinis pada pria dengan faktor infertilitas tidak ada keuntungan
dilakukan tindakan operasi. Varikokel terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau dengan
nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus dilakukan operasi segera.
Ligasi varikokel pada remaja dengan atrofi testikular ipsilateral memberi hasil peningkatan
volume testis, untuk itu tindakan operasi sangat direkomendasikan pada pria golongan usia
ini. Remaja dengan varikokel grade I II tanpa atrofi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk
melihat pertumbuhan testis, jika didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka
disarankan untuk dilakukan varikokelektomi.
Alternatif Terapi
Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan varikokel klinis, ada
beberapa alternatif untuk varikokelektomi. Saat ini terdapat teknik nonbedah termasuk
percutaneous radiographic occlusion dan skleroterapi. Teknik retrogard perkutaneus dengan
menggunakan kanul vena femoralis dan memasang balon/coil pada vena spermatika interna.
49

Teknik ini masih berhubungan dengan bahaya pada arteri testikular dan limfatik dikarenakan
sulitnya menuju vena spermatika interna. Radiographic occlusion juga meiliki komplikasi
seperti migrasi embolisasi materi menuju ke vena renalis yang mengakibatkan rusaknya
ginjal dan emboli paru, tromboflebitis, trauma arteri, dan reaksi alergi dari pemberian
kontras.
Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan kanulasi perkutan dari vena
pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik. Teknik ini memiliki angka performa yang
tinggi tetapi angka rekurensi jika dibandingkan dengan yang teknik retrograd, dapat
memberikan risiko trauma pada arteri testikular.
Teknik Operasi7
Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Teknik yang
paling pertama dilakukan dengan memasang clamp eksternal pada vena lewat kulit skrotum.
Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal, inguinal atau subinguinal, laparoskopik,
dan microkroskopik varikokelektomi.
1. Teknik Retroperitoneal (Palomo)
Teknik retroperitoneal (Palomo) memiliki keuntungan mengisolasi vena spermatika
interna ke arah proksimal, dekat dengan lokasi drainase menuju vena renalis kiri.
Pada bagian ini, hanya 1 atau 2 vena besar yang terlihat. Sebagai tambahan, arteri
testikular belum bercabang dan seringkali berpisah dari vena spermatika interna.
Kekurangan dari teknik ini yaitu sulitnya menjaga pembuluh limfatik karena sulitnya
mencari lokasi pembuluh retroperitoneal, dapat menyebabkan hidrokel post operasi.
Sebagai tambahan, angka kekambuhan tinggi karena arteri testikular terlindungi oleh
plexus periarterial (vena comitantes), dimana akan terjadi dilatasi seiring berjalannya
waktu dan akan menimbulkan kekambuhan. Paralel inguinal atau retroperitoneal
kolateral bermula dari testis dan bersama dengan vena spermatika interna ke arah atas
ligasi (cephalad), dan vena kremaster yang tidak terligasi, dapat menyebabkan
kekambuhan. Ligasi dari arteri testikular disarankan pada anak anak untuk
meminimalkan kekambuhan, tetapi pada dewasa dengan infertilitas, ligasi arteri
testikular tidak direkomendasikan karena akan mengganggu fungsi testis.

50

Gambar 3 Modified Palomo retroperitoneal approach for varicocelectomy

Pasien dalam posisi supinasi pada meja operasi.


Insisi horizontal daerah iliaka dari umbilikus ke SIAS sepanjang 7 10 cm

tergantung besar tubuh pasien.


Aponeurosis M. External oblique diinsisi secara oblique.
M. Internal oblique terpisah 1 cm ke arah lateral dari M. Rectus abdominis dan M.

Transversus abdominis diinsisi.


Peritoneum dipisahkan dari dinding abdomen dan diretraksi.
Pembuluh spermatic terlihat berdekatan dengan peritoneum, sangatlah penting

menjaganya tetap berdekatan dengan peritoneum.


Dilanjutkan memotong dinding abdomen menuju M. Psoas posterior.
Dengan retraksi luas memudahkan untuk mengindentifikasi vena spermatika, dan
< 10% kasus arteri spermatika mudah dilihat, terisolasi dari seluruh struktur

spermatik dan mudah dikenali.


Proses operasi ditentukan dari penemuan intraoperatif. Pada kasus dengan vena
tunggal dan tidak ada kolateral, arteri dapat dikenali dan hanya akan dijaga
apabila tidak bersamaan dengan vena kecil yang menyatu dengan arteri. Pada
kasus dengan vena multipel, kolateral akan teridentifikasi dan seluruh pembuluh
darah dari ureter menuju dinding abdomen terligasi. Pembuluh darah spermatika

51

secara umum terinspeksi pada jarak 7 8 cm dan diligasi dengan

pemisahan/pemotongan, kemudian dijahit permanen.


Setelah hemostasis dipastikan, M. Oblique internal, M. Transversus abdominis,
dan M. External oblique ditutup lapis demi lapis dengan jahitan yang dapat

diserap.
Fasia scarpa ditutup dengan jahitan yang akan diserap.
Kulit dijahit subkutikuler dengan jahitan yang dapat diserap.

2. Teknik Inguinal (Ivanissevich)

Insisi dibuat 2 cm diatas simfisis pubis.

Fasia M. External oblique secara hati hati disingkirkan untuk mencegah trauma
N. ilioinguinal yang terletak dibawahnya.

Pemasangan Penrose drain pada saluran sperma.

Insisi fasia spermatika, kemudian akan terlihat pembuluh darah spermatika.

Setiap pembuluh darah terisolasi, kemudian diligasi dengan menggunakan benang


yang nonabsorbable.

Setelah semua pembuluh darah kolateral terligasi, fasia M. External oblique


ditutup dengan benang yang absorbable dan kulit dijahit subkutikuler.

52

Gambar 4 Teknik Inguinal

3. Teknik Laparoskopik
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan keuntungan dan
kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal dibutuhkan untuk melakukan teknik
ini, untuk memudahkan menyingkirkan pembuluh limfatik dan arteri testikular
sewaktu melakukan ligasi beberapa vena spermatika interna apabila vena comitantes
bergabung dengan arteri testikular. Teknik ini memiliki beberapa komplikasi seperti
trauma pada usus, pembuluh darah intraabdominal dan visera, emboli, dan peritonitis.
Komplikasi ini lebih serius dibandingkan dengan varikokelektomi open.

53

Indikasi dilakukan operasi:

Infertilitas dengan produksi semen yang jelek

Ukuran testis mengecil

Nyeri kronis atau ketidaknyamanan dari varikokel yang besar

54

Komplikasi

Perdarahan

Infeksi

Atrofi testis atau hilangnya testis

Kegagalan mengkoreksi varikokel

Apabila varikokel berhasil dikoreksi: tidak terabanya palpasi varix setelah 6 bulan
postoperasi, orchalgia, oligoastenospermia)

4. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)


Microsurgical subinguinal atau inguinal merupakan teknik terpilih untuk melakukan
ligasi varikokel. Saluran spermatika dielevasi ke arah insisi, untuk memudahkan
pengelihatan, dan dengan menggunakan bantuan mikroskop pembesaran 6x hingga
25x, periarterial yang kecil dan vena kremaster akan dengan mudah diligasi, serta
ekstraspermatik dan vena gubernacular sewaktu testis diangkat. Fasia intraspermatika
dan ekstraspermatika secara hati hati dibuka untuk mencari pembuluh darah. Arteri
testikular dapat dengan mudah diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop.
Pembuluh limfatik dapat dikenali dan disingkirkan, sehingga menurunkan komplikasi
hidrokel.

55

56

57

58

59

Komplikasi

Hidrokel

Rekurens; dikarenakan ligasi inkomplit

Iskemia testis dan atrofi; karena trauma dari arteri testikular

5. Teknik embolisasi8

Embolisasi varikokel dilakukan dengan anestesi intravena sedasi dan lokal


anestesi.

Angiokateter kecil dimasukkan ke sistem vena, dapat lewat vena femoralis kanan
atau vena jugularis kanan.

Kateter dimasukan dengan guiding fluoroskopi ke vena renalis kiri (karena


kebanyakan varikokel terdapat di sisi kiri) dan kontras venogram.

Dilakukan ISV venogram sebagai peta untuk mengembolisasi vena.

Kateter kemudian dimanuever ke bawah vena menuju kanalis inguinalis internal.

Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau platinum
spring-like embolization coils.

Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan sendi sakroiliaka.

Dapat ditambahkan sclerosing foam untuk menyelesaikan embolisasi.

Pada tahap akhir, venogram dilakukan untuk memastikan semua cabang ISV
terblok, kemudian kateter dapat dikeluarkan.

Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit, untuk


mencapai hemostasis.

60

Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien diobservasi selama
beberapa jam, kemudian dapat dipulangkan. Angka keberhasilan proses ini
mencapai 95%.

Gambar 5 Embolisasi

61

Gambar 6 Venogram pasca embolisasi

Evaluasi Pascaoperasi
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa indikator
antara lain:

Bertambahnya volume testis

Perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan)

Pasangan menjadi hamil

Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pascabedah vasoligasi tinggi dari Palomo
didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen,
dan 50% pasangan menjadi hamil.

62

Prognosis
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : bonam

BAB III
KESIMPULAN
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 2141% pria yang mandul menderita varikokel.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 7093 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika
interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan
bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri
lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
63

Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai
adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara
vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.
Indikasi dari dilakukannya operasi varikokel adalah varikokel yang simptomatis dan
dengan komplikasi. Beberapa tindakan operasi diantaranya adalah ligasi tinggi vena
spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah laparoskopi,
varikokelektomi cara Ivanissevich, atau secara perkutan dengan memasukkan bahan
sklerosing ke dalam vena spermatika interna ( embolisasi ).
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari
Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis
semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.

BAB I
PENDAHULUAN

Hidrokel adalah penimbunan cairan dalam selaput yang membungkus testis, yang
menyebabkan pembengkakan lunak pada salah satu testis. Penyebabnya karena gangguan
dalam pembentukan alat genitalia eksternal, yaitu kegagalan penutupan saluran tempat
turunnya testis dari rongga perut ke dalam skrotum. Cairan peritoneum mengalir melalui
saluran yang terbuka tersebut dan terperangkap di dalam skrotum sehingga skrotum
membengkak.
Sekitar 10% bayi baru lahir mengalami hidrokel, dan umumnya akan hilang sendiri
dalam tahun pertama kehidupan. Biasanya tidak terasa nyeri dan jarang membahayakan
sehingga tidak membutuhkan pengobatan segera. Pada bayi hidrokel dapat terjadi mulai dari
64

dalam rahim. Pada usia kehamilan 28 minggu , testis turun dari rongga perut bayi kedalam
skrotum, dimana setiap testis ada kantong yang mengikutinya sehingga terisi cairan yang
mengelilingi testis tersebut. Pada orang dewasa, hidrokel bisa berasal dari proses radang atau
cedera pada skrotum. Radang yang terjadi bisa berupa epididimitis (radang epididimis) atau
orchitis (radang testis).
Tunika vaginalis di skrotum sekitar testis normalnya tidak teraba, kecuali bila
mengandung cairan membentuk hidrokel, yang jelas bersifat diafan (tembus cahaya) pada
transiluminasi. Jika tidak dapat ditemukan karena besarnya hidrokel, testis harus dicari di
sebelah dorsal karena testis terletak di ventral epididimis sehingga tunika vaginalis berada di
sebelah depan. Bila ada hidrokel, testis dengan epididimis terdorong ke dorsal oleh ruang
tunika vaginalis yang membesar. Hidrokel testis mungkin kecil atau mungkin besar sekali.
Hidrokel bisa disebabkan oleh rangsangan patologik seperti radang atau tumor testis.
Pada operasi, sebagian besar dinding dikeluarkan. Kadang ditemukan hidrokel terbatas di
funikulus spermatikus yang berasal dari sisa tunika vaginalis di dalam funikulus; benjolan
tersebut jelas terbatas dan bersifat diafan pada transiluminasi.
Jarang sekali ditemukan benjolan di funikulus yang dapat dihilangkan dengan
tekanan, sedangkan memberikan kesan terbatas jelas di sebelah kranial. Bila demikian,
terdapat tunika vaginalis yang berhubungan melalui saluran sempit dengan rongga perut dan
berisi cairan rongga perut. Hernia inguinalis lateralis atau indirek yang mengandung sedikit
cairan rongga perut ini kadang diberikan nama salah hidrokel komunikans. Karena hubungan
dengan rongga perut terlalu sempit sekali. Kelainan ini memberi kesan hidrokel funikulus;
kantong hernia ini tidak dapat dimasuki usus atau omentum.

65

66

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

HIDROCELE
A. Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam
rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh
sistem limfatik di sekitarnya.

B. Epidemiologi
Di USA, insidensi hidrokel adalah sekitar 10-20 per 1000 kelahiran hidup dan lebih
sering terjadi pada bayi premature. Lokasi tersering adalah di sebelah kanan, dan hanya 10%
yang terjadi secara bilateral.
Insidensi PPPVP menurun seiring dengan bertambahnya umur. Pada neonates, 80%94% memiliki PPPVP. Risiko hidrokel lebih tinggi pada bayi premature dengan berat badan
lahir kurang dari 1500 gram dibandingkan dengan bayi aterm.

C. Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1) belum
sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke
prosesus vaginalis atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam
melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder.
Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang
menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel.
Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis.

67

Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun
obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.

Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya yaitu:
1. Hidrokel_primer
Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik yang melintasi
kanalis inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan
terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika
akan diabsorpsi.
2. Hidrokel_sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat dalam suatu
masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat disebabkan
oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena
suatu proses neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan
terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah
yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.
Berdasarkan kejadian:
1.
Hidrokel akut
Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan berrwarna
2.

kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel polimorf.


Hidrokel kronis
Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan dan
walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang menyebabkan nyeri.

Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macam hidrokel, yaitu
1. Hidrokel testis.
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba.
Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
2. Hidrokel funikulus.
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis,
sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada
anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
68

3. Hidrokel Komunikan
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga
prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis kantong hidrokel
besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah pada saat anak menangis. Pada palpasi
kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen
D. Patofisiologi
Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir) ataupun
ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut menyebabkan tidak menutupnya rongga
peritoneum dengan prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah rongga antara tunika vaginalis
dengan cavum peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem
limfatik disekitar. Hidrokel cord terjadi ketika processus vaginalis terobliterasi di atas testis
sehingga tetap terdapat hubungan dengan peritoneum, dan processus vaginalis mungkin tetap
terbuka sejauh batas atas scrotum. Area seperti kantung di dalam canalis inguinalis terisi
dengan cairan. Cairan tersebut tidak masuk ke dalam scrotum.
Cairan yanng seharusnya merupakan keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi
oleh sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi pada penyakit ini, telah terganggunya sistem sekresi
atau reabsorbsi cairan limfa. Dan terjadilah penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat
dari tekanan yang terus-menerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam
funikulus spermatikus. Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh
darah yang ada di daerah sekitar testis tersebut.
Selama perkembangan janin, testis terletak di sebelah bawah ginjal, di dalam rongga
peritoneal. Ketika testis turun melalui canalis inguinalis ke dalam scrotum, testis diikuti
dengan ekstensi peritoneum dengan bentuk seperti kantung, yang dikenal sebagai processus
vaginalis. Setelah testis turun, procesus vaginalis akan terobliterasi dan menjadi fibrous cord
tanpa lumen. Ujung distal dari procesus vaginalis menetap sebagai tunika yang melapisi
testis, yang dikenal sebagai tunika vaginalis. Normalnya, region inguinal dan scrotum tidak
saling berhubungan dengan abdomen. Organ viscera intraabdominal maupun cairan peritonel
seharusnya tidak dapat masuk ke dalam scrotum ataupun canalis inguinalis. Bila procesus
vaginalis tidak tertutup, dikenal sebagai persistent patent processus vaginalis peritonei
(PPPVP).

69

Gambar 2. Patogenesis Hidrokel


Bila PPPVP berdiameter kecil dan hanya dapat dilalui oleh cairan, dinamakan sebagai
hidrokel komunikan. Bila PPPVP berdiameter besar dan dapat dilalui oleh usus, omentum,
atau organ viscera abdomen lainnya, dinamakan sebagai hernia. Banyak teori yang membahas
tentang kegagalan penutupan processus vaginalis. Otot polos telah diidentifikasi terdapat
pada jaringan PPPVP, dan tidak terdapat pada peritoneum normal. Jumlah otot polos yang
ada mungkin berhubungan dengan tingkat patensi processus vaginalis. Sebagai contoh,
jumlah otot polos yang lebih besar terdapat pada kantung hernia dibandingkan dengan
PPPVP dari hidrokel. Penelitian terus berlanjut untuk menentukan peranan otot polos pada
pathogenesis ini.
Mekanisme terjadinya PPPVP juga berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan
intraabdominal. Keadaan apapun yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intraabdominal dapat menghambat atau menunda proses penutupan processus vaginalis.
Keadaan tersebut antara lain batuk kronis (seperti pada TB paru), keadaan yang membuat
bayi sering mengedan (seperti feses keras), dan tumor intraabdomen. Keadaan tersebut di atas
menyebabkan peningkatan risiko terjadinya PPPVP yang dapat berakibat sebagai hidrokel
maupun hernia.

70

Gambar 3. Jenis-jenis Hidrokel

E. Gambaran Klinis
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus
dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel
yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan
pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak
kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu (1)
hidrokel testis, (2) hidrokel funikulus, dan (3) hidrokel komunikan. Pembagian ini penting
karena berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan
koreksi hidrokel.

71

Gambar 4. Hidrokel komunikans (pada anak)

Gambar 5. Hidrokel non-komunikans (pada dewasa)

Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis
tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah
kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel.
Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis,
kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak
menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam
rongga abdomen.

Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan pada posisi berbaring dan berdiri. Jika pada posisi berdiri
tonjolan tampak jelas, baringkan pasien pada posisi supine. Bila terdapat resolusi pada
tonjolan (dapat mengecil), harus dipikirkan kemungkinan hidrokel komunikan atau hernia.

72

Bila tonjolan tidak terlihat, lakukan valsava maneuver untuk meningkatkan tekanan
intaabdominal. Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan dengan menyuruh pasien meniup
balon, atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada abdomen
(palpasi dalam) atau dengan menahan kedua tangan bayi diatas kepalanya sehingga bayi akan
memberontak sehingga akan menimbulkan tonjolan.
Pemeriksaan transiluminasi pada scrotum menunjukkan cairan dalam tunika vaginalis
mengarah pada hidrokel. Namun, tes ini tidak sepenuhnya menyingkirkan hernia.

Gambar 6. Tes Transiluminasi

Pemeriksaan penunjang
1. Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan massa
skrotum..Dilakukan didalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi
pembesaran skrotum . Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak
dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga
yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel .
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan membantu
melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel) dan
kemungkinan adanya tumor.
73

F. Diferential Diagnosis
Secara umum adanya pembengkakan skrotum memberikan gejala yang hampir sama dengan
hidrokel, sehingga sering salah terdiagnosis. Oleh karena itu diagnosis banding hidrokel
adalah

Hernia scrotalis:
Hidrokel dan hernia inguinalis bermanifestasi klinis sebagai benjolan pada daerah testis
dengan perbedaan utama berupa benjolan pada hernia bersifat hilang timbul, sedangkan pada
hidrokel, benjolan dapat berkurang tapi lama. Dengan melakukan tes transiluminasi, hidrokel
memberikan hasil tes yang positif sedangkan pada hernia inguinalis hasil tes negatif.
Pentingnya membedakan kedua kasus tersebut sehubungan dengan penanganan yang
dilakukan untuk kemudian mengurangi komplikasi yang dapat terjadi.

Varikokel
Adalah varises dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena
spermatika interna.
Gambaran klinis :
Anamnesa :
1. Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah.
2. Terdapat benjolan di atas testis yang tidak nyeri.
3. Terasa berat pada testis
Pemeriksaan Fisik : (Pasien berdiri dan diminta untuk manuver valsava)
Inspeksi dan Palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing di dalam kantung, yang
letaknya di sebelah kranial dari testis, permukaan testis licin, konsistensi elastis.
Pada posisi berbaring, benjolan akan menghilang, sedangkan pada hidrokel tidak hilang,
hanya dapat berkurang tetapi butuh waktu yang lama.

Torsi Testis
Adalah keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir sehingga terjadi gangguan
vaskularisasi dari testis yang dapat berakibat terjadinya gangguan aliran darah daripada
74

testis.
Gambaran klinis :
Anamnesa :
1. Timbul mendadak, nyeri hebat dan pembengkakan skrotum.
2. sakit perut hebat, kadang mual dan muntah.
3. nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal.
Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi
testis bengkak, terjadi retraksi testis ke arah kranial, karena funikulus spermatikus terpuntir
dan memendek, testis pada sisi yang terkena lebih tinggi dan lebih horizontal jika
dibandingkan testis sisi yang sehat.
2. Palpasi teraba lilitan / penebalan funikulus spermatikus

Pemeriksaan fisik yang paling sensitive pada torsio testis adalah hilangnya reflex
kremaster. Refleks kremaster dilakukan dengan menggores atau mencubit paha bagian
medial, menyebabkan kontraksi musculus cremaster yang akan mengangkat testis.
Refleks kremaster dikatakan positif bila testis bergerak ke arah atas minimal 0.5 cm.

Pada torsio appendix testis, teraba adanya nodul keras berdiameter 2-3 mm di ujung atas
testis, dapat tampak berwarna kebiruan, yang dikenal dengan blue dot sign.

Prehns sign negative mengindikasikan nyeri tidak berkurang dengan pengangkatan testis
dapat menunjukkan adanya torsio testis, merupakan operasi CITO dan harus dikoreksi
dalam 6 jam.

Hematocele
Adalah penumpukan darah di dalam tunika vaginalis, biasanya didahului oleh trauma.
Gambaran klinik : benjolan pada testis
Pemeriksaan Fisik :
- Masa kistik
-Transiluminasi (-)

Tumor testis
Keganasan pada pria terbanyak usia antara 15-35 tahun.
75

Gambaran klinis :
Anamnesa :
keluhan adanya pembesaran testis yang tidak nyeri.
Terasa berat pada kantong skrotum
Pemeriksaan Fisik :
Benjolan pada testis yang padat, keras, tidak nyeri pada palpasi.

G. Terapi
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan
harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika
hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Mayoritas hidrokel pada neonates akan hilang karena penutupan spontan dari PPPVP awal
setelah kelahiran. Cairan dalam hidrokel biasanya akan direabsorpsi sebelum bayi berumur 1
tahun. Berdasarkan fakta tersebut, observasi umumnya dilakukan pada hidrokel pada bayi.
Indikasi operasi perbaikan hidrokel :
o Gagal untuk hilang pada umur 2 tahun
o Rasa tidak nyaman terus-menerus akibat hidrokel permagna
o Pembesaran volume cairan hidrokel sehingga dapat menekan pembuluh darah
o Adanya infeksi sekunder (sangat jarang)

Gambar 7. Hidrokel testis

76

Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini
disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan
herniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal dengan melakukan
eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong
hidrokel sesuai cara Lord. Plikasi kantong hernia (Lords procedure) digunakan untuk
hidrokel ukuran kecil sampai medium. Tehnik ini mengurangi resiko terjadiya hematoma.
Eversi dan penjahitan kantong hidrokel dibelakang testis (Jaboulay procedure) dihubungkan
dengan pengurangan kejadian rekurensi, tetapi tidak mengurangi resiko terjadinya hematom.
Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.

Penatalaksanaan Post Operasi Hidrokel


Penyembuhan post-operasi hidrokel biasanya cepat.
Terapi yang diberikan antara lain :

Analgetik
Bayi Ibuprofen 10mg/kg setiap 6-8 jam; paracetamol 15 mg/kg setiap 6-8 jam;
hindari penggunaan narkotika pada bayi karena adanya risiko apneu
Anak yang lebih besar Paracetamol dengan kodein (1mg/kg kodein) setiap 6-8 jam

Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang (naik sepeda) harus dihindari
untuk mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari scrotum, dimana dapat
terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan cryptorchidism sekunder.

Pada anak dengan usia sekolah, aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6 minggu.

Karena kebanyakan operasi hidrokel dilakuakn pada dasar pasien rawat jalan (outpatient),
pasien dapat kembali ke sekolah segera setelah tingkat kenyamanan memungkinkan
(biasanya 1-3 hari post-operasi).

Teknik Operasi Hidrokel (High Ligation)


o

Memeriksa anak untuk mengkonfirmasi adanya testis.

Membuat incisi inguinal kecil

Masuk ke canalis inguinalis dan diseksi PV, yang merupakan kantung hidrokel, harus
bebas dari vas deferens dan pembuluh darah.

Keluarkan isi kantung hidrokel (cairan) ke dalam abdomen


77

Ligasi kantung pada atau di atas annulus inguinalis interna

Inspeksi annulus inguinalis interna untuk memastikan seluruh isi kantung telah
dikeluarkan seluruhnya.

Jahit lapisan fascia dan kulit..

78

A.

Incisi pada kuadran bawah abdomen sepanjang 2-4cm, ke arah lateral


dari titik tepat di atas spina pubic.

B.

Fascia superfisialis telah diincisi. Musculus obliqus externus terlihat.

79

C.

Musculus obliqus externus telah diincisi, tampak kantung hidrokel dan


cord.

D.

Fascia oblique externus dijepit, memperlihatkan musculus cremaster


dan fascia spermaticus interna melapisi kantung dan cord.

E.

Kantung yang melalui canalis inguinalis dan annulus inguinalis externa


dipisahkan dari cord di bawahnya. Ujung distal telah dibuka sebagian. Ujung proximal
akan dilakukan high ligation pada leher kantung.

F.

Ujung proximal kantung diangkat. Retroperitoneal fat pad yang selalu


ada dan merupakan indikasi titik untuk high ligation. Jahitan dilakukan pada leher
kantung. Setelah dijahit, jahitan kedua dilakukan pada distal dari jahitan pertama untuk
memastikan ligasi yang permanen.

G.

Musculus oblique externus dijahit.

H.

Menjahit jaringan subcuticular.

H. Komplikasi operasi
Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.

I. Penyulit
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel
permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi
testis.

J. Prognosis
Dengan terapi operasi, angka rekurensi adalah kurang dari 1%.

80

BAB III
KESIMPULAN

Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam
rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh
sistem limfatik di sekitarnya. Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan
karena : (1) belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di daerah
skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
Gambaran klinis pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak
nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan
konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi.
Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit
melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi.
Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang
kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi. Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar
mudah mengalami trauma dan hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang
menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi testis.

81

BAB I
PENDAHULUAN

Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis sekunder terhadap infeksi.
Sebagian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong , namun virus lain dan
bakteri dapat menyebabkan orchitis.
Insidensi orchitis umumnya ditemukan pada pria prepubertas terutama pasien yang
mengalami penyakit gondong. Bakteri yang dapat menyebabkan orchitis antara lain Neisseria
gonorrhoeae, Chlamydia

trachomatis, Escherichia

coli, Klebsiella

pneumoniae ,

Pseudomonas aeruginosa , Staphylococcus, Streptococcus, bakteri tersebut biasanya


menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif atau laki-laki dengan BPH
Untuk menegakkan diagnosis orchitis diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang baik. Pemeriksaan penunjang tidak terlalu membantu untuk menegakkan diagnosis
orchitis. USG dapat membantu menyingkirkan diagnosis lain nya seperti torsio testis.
Penatalaksanaan dari orchitis terutama bersifat suportif karena biasanya sebagian
besar pasien orchitis akan sembuh spontan dalam 3- 10 hari, kecuali bila penyebabnya
bakteri, perlu diberikan antibiotik.

82

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ORCHITIS
A. Definisi
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar kasus
berhubungan dengan infeksi virus gondong , namun, virus lain dan bakteri dapat
menyebabkan orchitis.

B. Etiologi

Virus: orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi Coxsackievirus tipe A,


varicella, dan echoviral jarang terjadi.

Infeksi bakteri dan pyogenik: E. coli, Klebsiella, Pseudomonas, Staphylococcus, dan


Streptococcus

Granulomatous: T. pallidum, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium leprae,


Actinomycetes

Trauma sekitar testis

Virus lain meliputi coxsackievirus , varicella , dan echovirus .

Beberapa laporan kasus telah dijelaskan imunisasi gondong, campak, dan rubella
(MMR) dapat ,enyebabkan orchitis

Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif
atau laki-laki dengan BPH; bakteri termasuk Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia
trachomatis, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae , Pseudomonas aeruginosa ,
Staphylococcus, Streptococcus

Idiopatik

83

C. Epidemiologi

Kejadian diperkirakan 1 diantara 1.000 laki-laki

Dalam orchitis gondong, 4 dari 5 kasus terjadi pada laki-laki prepubertal (lebih muda
dari 10 tahun).

Dalam orchitis bakteri, sebagian besar kasus berhubungan dengan epididimitis


(epididymo-orchitis), dan mereka terjadi pada laki-laki yang aktif secara seksual lebih
tua dari 15 tahun atau pada pria lebih tua dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat jinak
(BPH).

Di Amerika Serikat sekitar 20% dari pasien prepubertal dengan gondong berkembang
orchitis. Kondisi ini jarang terjadi pada laki-laki postpubertal dengan gondong.

D. Faktor Resiko

Instrumentasi dan pemasangan kateter merupakan faktor risiko yang umum untuk
epididymis akut. Urethritis atau prostatitis juga bisa menjadi faktor risiko.

Refluks urin terinfeksi dari urethra prostatik ke epididymis melalui saluran sperma
dan vas deferens bisa dipicu melalaui Valsalva atau pendesakan kuat.

E. Patofisiologi
Hippocrates pertama kali melaporkan orchitis pada abad ke-5 SM. Radang pada testis dapat
disebabkan oleh berbagai virus ataupun bakteri. Hal ini akan menimbulkan proses inflamasi
pada testis yang meliputi kalor, rubor, dolor, tumor, dan function laesa.

F. Diagnosis
Anamnesis

Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.

Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.

Kelelahan / mialgia

Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan

84

Demam dan menggigil

Mual

Sakit kepala

Pemeriksaan Fisik
o Pembesaran testis dan skrotum
o Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
o Pembengkakan KGB inguinal
o Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis orchitis lebih dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan darah tidak dapat membantu menegakkan diagnosis orchitis.

USG dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan torsio testis.

G. Diagnosis Differensial

Epididimitis

Hernia scrotalis

85

Torsio testis: kemungkinan besar jika nyeri memiliki onset tiba-tiba dan parah. Lebih
umum pada pria di bawah 20 tahun (tetapi bisa terjadi pada usia berapapun).
Membedakan torsi testikular ini dalam diagnosis sangat penting dari segi bedah.

Tumor testis

Hydrocele

H. Penatalaksanaan

Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah
membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada
obat yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus. Pada pasien dengan
kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat diberikan antibiotik untuk
menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin, atau
azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan oleh Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena sudah
resisten.

1.Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif; efikasi lebih
rendah terhadap organisme gram-positif. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
mengikat

satu

atau

lebih

penicillin-binding

proteins.

Dewasa

IM 125-250 mg sekali, anak : 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d

2. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat 30S dan
kemungkinan
Digunakan

50S
dalam

kombinasi

subunit
dengan

ceftriaxone

ribosom
untuk

pengobatan

bakteri.
gonore.

Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam 1-2 dosis terbagi,
tidak melebihi 200 mg / hari

86

3.Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan mikroorganisme.
Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1 g
sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10
mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari

4.Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic.
Umumnya

digunakan

pada

pasien

>

35

tahun

dengan

orchitis.

Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari, berdasarkan TMP, PO tid /
qid selama 14 hari

5.Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S epidermidis,
dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob.
Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa
tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan

I. Komplikasi
Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa derajat atrofi testis.
Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.
Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah untuk
mengurangi tekanan dari tunika.
Abscess scrotalis
Infark testis
Rekurensi
Epididymitis kronis
87

Impotensi tidak umum setelah epididymitis akut, walaupun kejadian sebenarnya yang
didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam kualitas sperma biasanya hanya
sementara.
Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum, yang disebabkan oleh
gangguan saluran epididymal yang diamati pada laki-laki penderita epididymitis yang tidak
diobati dan yang diobati tidak tepat. Kejadian kondisi ini masih belum diketahui.

J. Prognosis

Sebagian besar kasus orchitis karena mumps menghilang secara spontan dalam 3-10 hari.
Dengan pemberian antibiotik yang sesuai, sebagian besar kasus orchitis bakteri dapat
sembuh tanpa komplikasi.
.

88

BAB III
KESIMPULAN

Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar
kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong , namun, virus lain dan bakteri dapat
menyebabkan orchitis.
Etiologi orchitis Virus: orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi bakteri dan
pyogenik:

E.

Granulomatous:

coli,

Klebsiella,

T. pallidum,

Pseudomonas,
Mycobacterium

Staphylococcus,
tuberculosis,

dan

Streptococcus.

Mycobacterium

leprae,

Actinomycetes, trauma, virus lain meliputi coxsackievirus , varicella , dan echovirus .


Insidensi orchitis karena gondong, 4 dari 5 kasus terjadi pada laki-laki prepubertal
(lebih muda dari 10 tahun). Dalam orchitis bakteri, sebagian besar kasus berhubungan dengan
epididimitis (epididymo-orchitis), dan mereka terjadi pada laki-laki yang aktif secara seksual
lebih tua dari 15 tahun atau pada pria lebih tua dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat jinak
(BPH).
Gejala klinis: nyeri dan pembengkakan testis. Kelelahan, demam dan menggigil ,
mual, sakit kepala Pada pemeriksaan fisik tampak pembesaran testis dan skrotum, lebih
hangat, kadang pembesaran KGB inguinal.
Penatalaksanaan meliputi terapi supportif dan antibiotika yang sesuai jika
penyebabnya bakteri.
Komplikasi: sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa
derajat atrofi testis, gangguan kesuburan dilaporkan pada tingkat 7-13%, kemandulan jarang
dalam kasus-kasus orchitis unilateral, abscess scrotal , infark testis, rekurensi
Prognosis sebagian besar baik, jika penyebabnya virus, dapat hilang 3 -10 hari, jika
penyebabnya bakteri dengan pemberian antibiotik dapat sembuh tanpa komplikasi.

89

EPIDIDIMITIS
A. Definisi
Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis.
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil) yang menempel di belakang
testis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma yang matur.3
Berdasarkan timbulnya nyeri, epididimitis dibedakan menjadi epididimitis akut dan
kronik. Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam
beberapa hari sedangkan pada epididimitis kronik, timbulnya nyeri dan peradangan pada
epididimis telah berlangsung sedikitnya selama enam minggu disertai dengan timbulnya
indurasi pada skrotum.4
B. Etiologi
Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien, sehingga
penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi :3,4,15,16
Infeksi bakteri non spesifik
Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella) menjadi
penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih dari
35 tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, and
Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae and N meningitides sangat jarang terjadi.
Penyakit Menular Seksual
Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35 tahun
dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae,
Treponema pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada
populasi ini.

90

Virus
Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis yang
disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus yang
sering menyebabkan epididimitis selain coxsackie virus A dan varicella
Tuberkulosis
Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberkulosis sering terjadi di daerah endemis
TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.

Penyebab infeksi lain (seperti brucellosis, coccidioidomycosis, blastomycosis,


cytomegalovirus [CMV], candidiasis, CMV pada HIV) dapat menjadi penyebab
terjadinya epididimitis namun biasanya hanya terjadi pada individu dengan sistem

imun tubuh yang rendah atau menurun.


Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya refluks.
Vaskulitis (seperti Henoch-Schnlein purpura pada anak-anak) sering menyebabkan
epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik.

Penggunaan Amiodarone dosis tinggi


Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis
awal 600 mg/hari 800 mg/ hari selama 1 3 minggu secara bertahap dan dosis
pemeliharaan 400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200
mg/hari) akan menimbulkan antibodi amiodarone HCL yang kemudian akan menyerang
epidididmis sehingga timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering terkena adalah
bagian cranial dari epididimis dan kasus ini terjadi pada 3-11 % pasien yang
menggunakan obat amiodarone.
Prostatitis
Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan
oleh bakteri maupun non bakteri dapat menyebar ke skrotum, menyebabkan timbulnya
epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh
terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan,
daerah antara penis dan anus serta punggung bagian bawah, demam dan menggigil. Pada

91

pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak dan terasa nyeri jika
disentuh.
Tindakan pembedahan seperti prostatektomi.
Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi
pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13% kasus yang dilakukan prostatektomi
suprapubik.
Kateterisasi dan instrumentasi
Terjadinya

epididimitis

akibat

tindakan

kateterisasi

maupun

pemasangan

instrumentasi dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke
epididimis.
C. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya epididimitis masih belum jelas, dimana diperkirakan
terjadinya epididimitis disebabkan oleh aliran balik dari urin yang mengandung bakteri, dari
uretra pars prostatika menuju epididimis melalui duktus ejakulatorius vesika seminalis,
ampula dan vas deferens. Oleh karena itu, penyumbatan yang terjadi di prostat dan uretra
serta adanya anomali kongenital pada bagian genito-urinaria sering menyebabkan timbulnya
epididimitis karena tekanan tinggi sewaktu miksi. Setiap kateterisasi maupun instrumentasi
seperti sistoskopi merupakan faktor resiko yang sering menimbulkan epididimitis
bakterial.4,17
Infeksi berawal di kauda epididimis dan biasanya meluas ke tubuh dan hulu
epididimis. Kemudian mungkin terjadi orkitis melalui radang kolateral. Tidak jarang
berkembang abses yang dapat menembus kulit dorsal skrotum. Jarang sekali epididimitis
disebabkan oleh refluks dari jalan kemih akibat tekanan tinggi intra abdomen karena cedera
perut.17
D. Gejala Klinis
Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari
sumber infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti duh

92

uretra dan nyeri atau itching pada uretra (akibat uretritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi
yang meningkat, dan rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang
disebut Cystitis), demam, nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang meningkat,
urgensi, dan rasa perih dan terbakar saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut
prostatitis), demam dan nyeri pada regio flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut
pielonefritis).6
Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul dari
bagian belakang salah satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis,
skrotum dan kadangkala ke daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi.
Biasanya hanya mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan
muntah.4,17
E. Tanda Klinis
Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik
adalah :3,4,15,16,17

Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran kedua testis sama
besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis dan epididimis
membengkak di permukaan dorsal testis yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari,
epididimis dan testis tidak dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi
testis. Kulit skrotum teraba panas, merah dan bengkak karena adanya udem dan

infiltrat. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri.
Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal
Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke
atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun

pemeriksaan ini kurang spesifik.


Pembesaran kelanjar getah bening di regio inguinalis.
Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu adanya

pengeluaran sekret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.


Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan
Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus
urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dll.

Pemeriksaan Laboratorium

93

Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya suatu


infeksi adalah:4,16,17

Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left

(10.000-30.000/l)
Kultur urin dan pengecatan gram untuk kuman penyebab infeksi
Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae.
Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita

Pemeriksaan Radiologis
Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :4,6,16,18
1. Color Doppler Ultrasonography

Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih
banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum

lainnya.
Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien (seperti

ukuran bayi berbeda dengan dewasa)


Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada
arteri testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung

meningkat.
Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai

komplikasi dari epididimitis.


Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang
disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo
yang heterogen pada ultrasonografi.

2. Nuclear Scintigraphy

Pemeriksaan

ini

menggunakan

technetium-99

tracer

dan

dilakukan

untuk

mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai


ultrasonografi.
94

Pada epididimitis akut, akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras


Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia

akibat infeksi.
Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam
melakukan interpretasi

3. Vesicouretrogram (VCUG), cystourethroscopy, dan USG abdomen


Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali kongenital pada pasien
anak-anak dengan bakteriuria dan epididimitis.
E. Diagnosis
Diagnosis epididimitis dapat ditegakkan melalui :4
a)
b)
c)
d)

Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penunjang lainnya

F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding epididimitis meliputi :4,15,17,19
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Orkitis
Hernia inguinalis inkarserata
Torsio testis
Seminoma testis
Trauma testis

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan
bedah, berupa :
Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik yang sering
digunakan adalah :3,4,6,15,20

95

Fluorokuinolon, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten

terhadap kuman gonorhoeae


Sefalosforin (Ceftriaxon)
Levofloxacin atau ofloxacin untuk mengatasi infeksi klamidia dan digunakan pada

pasien yang alergi penisilin


Doksisiklin, azithromycin, dan tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri

non gonokokal lainnya


o Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti :16
Pengurangan aktivitas
Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua sampai

tiga hari untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum.


Kompres es
Pemberian analgesik dan NSAID
Mencegah penggunaan instrumentasi pada urethra

Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi :4,19
Scrotal exploration
Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis
seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan
intrascrotal baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy.

Epididymectomy
Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kronik
epididimitis pada 50% kasus.
Epididymotomy
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa.
H. Komplikasi

96

Komplikasi dari epididimitis adalah :3,4

Abses dan pyocele pada skrotum


Infark pada testis
Epididimitis kronis dan orchalgia
Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari duktus

epididimis
Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism
Fistula kutaneus

I. Prognosis
Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat
serta melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya.
Kekambuhan epididimitis pada seorang pasien adalah hal yang biasa terjadi.6

BAB I
PENDAHULUAN

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus yang terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat dan butuh
segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani dengan cepat dalam
4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan infark dari testis yang
selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis (Sjamsuhidajat, 2004).
97

Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada
laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun
dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Janin yang masih
berada di dalam uterus atau bayi baru lahir tidak jarang menderita torsio testis yang tidak
terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral.
Torsio testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan nyeri akut pada
skrotum dan kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan-keluhan nyeri pada testis
lainnya agar tidak terjadi kesalahan diagnosis yang dapat berujung pada kesalahan terapi
(Cuckow, 2000).
Penyebab dari akut skrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang tepat. Sekitar 2/3
pasien yang dicurigai menderita torsio testis dengan dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Keterlambatan dan kegagalan dalam
dignosis dan terapi akan menyebabkan proses torsio yang berlangsung lama, sehingga pada
akhirnya menyebabkan kematian testis dan jaringan disekitarnya (Cuckow, 2000).
Penatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan
karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan
bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Adapun penyebab tersering hilangnya testis
setelah mengalami torsio adalah keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan
dalam diagnosis awal (29%), dan keterlambatan terapi (13%) (Cuckow, 2000).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Etiologi
Adanya kelainan system penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami
torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan
yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat
berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi,
atau trauma yang mengenai skrotum (Purnomo, 2003).

98

Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis (sering
dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak horisontal, riwayat
kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang panjang
(Ringdahl & Teague, 2006).
Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika
seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis kiri
berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah dengan
jarum jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema. Kedua keadaan tersebut
menyebabkan iskemia testis (Wilson & Hillegas, 2006).
B. Manifestasi Klinis
ETIOLOGI
Nyeri akut pada daerah testis
disebabkan oleh torsio testis, epididimitis/orchitis akut
atau trauma pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan hingga ke daerah abdomen
sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ intraabdominal. Sedangkan
nyeri tumpul disekitar testis dapat disebabkan karena varikokel (Purnomo, 2003).

Traum
Tumor
Immobilisa
Adescende
Perubahan
Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya
a
testis
si testis
ns
keadaan extreme
mendadak dan
diikuti pembengkakan padatesticularis
testis. Keadaan itu disebut akut skrotum.
testis

Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak
diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Gejala lain yang juga dapat
muncul adalah mual dan muntah, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang
Spasme otot
kremaster

Testis berotasi
bebas

Bellclapper

jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal
ini yang membedakan dengan orchio-epididymitis (Wilson & Hillegas, 2006).
C. Patofisiologi

Aliran darah
terhenti
Iskemia testis

Nekrosis

Nyeri
menjalar ke
abdomen

Impuls dari
saraf

Stimulasi
mual-muntah
dari otak

Demam

Terasa terbakar
saat berkemih

99

B. Penegakkan diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis dengan penyebab
akut scrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak
bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotumsisi
kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi. Jika
pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat adanya testis yangterletak transversal
atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri sertatampak lebih besar bila
dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karenaadanya kongesti vena. Testis
juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena pemendekan dari
spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam
menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila dilakukan elevasi
testis (Prehn sign) (Ringdahl & Teague, 2006).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks
cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan inimemiliki
sensitivitas 99% pada torsio testis(Ringdahl & Teague, 2006).
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan
keadaan akut scrotum yang lain adalah dengan menggunakan stetoskop Doppler,
ultrasonografi Doppler, dansintigrafi testis, yang kesemuanya bertujuan untuk menilai
aliran darah ke testis. Stetoskop Doppler dan ultrasonografi konvensional tidak terlalu
bermanfaat dalam menilai aliran darah ke testis. Penilaian aliran darah testis secara
nuklir dapat membantu, tetapi membutuhkan waktu yang lama sehingga kasus bisa
100

terlambat ditangani. Ultrasonografi Doppler berwarna merupakan pemeriksaan


noninvasif yang keakuratannya kurang lebih sebanding dengan pemeriksaan nuclear
scanning. Ultrasonografi Doppler berwarna dapat menilai aliran darah, dan dapat
membedakan aliran darah intratestikular dan aliran darah dinding scrotum. Alat ini
juga dapat digunakan untuk memeriksa kondisi patologis lain pada scrotum
(Purnomo, 2003).
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin, dan
pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya inflamasi kecuali pada torsio yang
sudah lama dan mengalami keradangan steril (Purnomo, 2003).
Pada umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis torsio
testismasih meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti klinis yang nyata
(Minevich, 2007; Ringdahl & Teague, 2006).
Adanya peningkatan acute-fase protein

(dikenal

sebagai

CRP)

dapat

membedakanproses inflamasi sebagai penyebab akut scrotum (Rupp, 2006).


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus
urinarius pada pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Pyuria dengan atau tanpa
bakteri mengindikasikan adanya suatu proses infeksi dan mungkin mengarah
kepada epididimitis. Selain itu perlu jugadilakukan pemeriksaan darah dan
sediment urin (Purnomo, 2003).
b. Pemeriksaan Radiologis
Color Doppler Ultrasonography (Saladdin, 2009).
1) Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis.
2) Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan sensitivitas
82-90% dan spesifitas 100%.
3) Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar testis
yang echotexture\Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas yang terjadi
pada skrotum seperti hematom, torsio appendiks dan hidrokel.
4) Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan
adanya perubahan yang semakin heterogen menandakan proses nekrosis
sudah mulai terjadi.
Nuclear Scintigraphy (Saladdin, 2009):
1) Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk
melihat aliran darah testis.
2) Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran
darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.
101

3) Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah


iskemia akibat infeksi.
4) Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
5) Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu skrotum
merupakan tanda patognomonik terjadinya torsio.
3. Dianosis Banding
Torsio testis harus selalu dibedakan dengan

kondisi-kondisi

lain

sebagai penyebab dari akut scrotum, antara lain (Minevich, 2007; Ringdahl & Teague,
2006) :
a. Epididymio-orchitis
b. Hydrocelearicocele
c. Hernia incarserata
d. Tumor testis
e. Torsio appendix testis/epididymis
f. Edema scrotum idiopatik
C. Terapi
1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus dapat
mengembalikan aliran darah (Purnomo, 2003).
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan
memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke
medial, maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral terlebih dahulu,
kemudian jika tidak ada perubahan, dicoba detorsi ke arah medial(Purnomo, 2003).
2. Operatif
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk
mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya
iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk
pemeriksaan

pencitraan,

laboratorium,

atau prosedur diagnostik

lain

yang

mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan(Purnomo, 2003).


D. Prognosis
Bila dilakukan penangan sebelum 6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan
pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi. Viabilitas testis
sangat berkurang bila dioperasi setelah 6 jam.
E. Komplikasi
Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat
daruratan dalam bidang urologi. Nekrosis tubular pada testis yang terlibat jelas terlihat
setelah 2 jam dari torsi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset gejala yang
102

timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan angka
pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis. Atrofi testikular dapat terjadi
dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden terjadinya atrofi testis meningkat
bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis dari TT adalah kesuburan
yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi tersebut tidak diperbaiki dengan
cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari torsi testis mempengaruhi tingkat
iskemia testikular dan kemungkinan penyelamatan (Greenberg, 2005).
Komplikasi torsi testis yang paling signifikan adalah infark gonad. Kejadian
ini bergantung pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan apoptosis
testikular kontralateral juga merupakan sekuele yang diketahui mengikuti ketegangan
testis. Oleh karena itu, resiko subfertilitas harus dibicarakan dengan pasien. Testis
yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan
merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan
fertilitas dikemudian hari. Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio testis
meliputi yaitu hilangnya testis, infeksi, infertilitas sekunder, deformitas kosmetik
(Graham, 2009).

A. Teori baru
1. Detorsi Manual
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan
memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya
103

ke medial maka dianjurkan memutar testis ke arah lateral terlebih dahulu,


kemudian jika tidak terjadi perubahan dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya
nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Detorsi manual
merupakan cara terbaik untuk memperpanjang waktu menunggu tindakan
pembedahan, tetapi tidak dapat menghindarkan dari prosedur pembedahan. Jika
detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan (Purnomo, 2003).
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit
gawat darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini
sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya
terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari
RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah
hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan
memperburuk derajat torsio (Govindarajan, 2011).
2. Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada
arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang
mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis (Purnomo,
2003).
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk
mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya
iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk
pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang
mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan (Govindarajan, 2011).
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu (Govindarajan, 2011):
a.

Untuk memastikan diagnosis torsio testis

b.

Melakukan detorsi testis yang torsio

c.

Memeriksa apakah testis masih viable

d.

Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih
viable

e.

Memfiksasi testis kontralateral


Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh

kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>2448 jam). Sebagian ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan
eksplorasi dengan alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk
104

membuktikan diagnosis, untuk menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan


untuk melakukan orkidopeksi pada testis kontralateral. Saat pembedahan,
dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini dilakukan
karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu
(Govindarajan, 2011).
Jika testis masih hidup, dilakuakn orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika
dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi
dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk
mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah
mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian
disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis
jika tetap dibiarkan berada dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi
antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari (Purnomo,
2003).

B. Kekurangan dan kelebihan teori baru


Berdasarkan teori baru tentang penatalaksanaan masalah yang dibandingkan
dengan teori sebelumnya

tidak ada perbedaan yang terlalu

jauh dalam

penatalaksanaan torsio testis. Salah satu penatalaksanaan dari torsio testis adalah
detorsi manual yang merupakan cara terbaik untuk memperpanjang waktu menunggu
tindakan pembedahan, walaupun tidak dapat menghindarkan dari prosedur
pembedahan. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan. Operasi ini
dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan
setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable
(hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan
orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada
testis kontralateral. Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan
pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis
kontralateral (Purnomo, 2003).
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat
darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit
dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau
105

dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai
tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah hampir tidak
mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan memperburuk derajat
torsio (Govindarajan, 2011).
C. Harapan penatalaksanaan
Torsio testis merupakan salah satu kegawatdaruratan medis dalam bidang bedah
sehingga diagnosis dini serta penanganan tepat waktu penting untuk menyelamatkan
testis dari nekrosis. Pemilihan tatalaksana torsio testis, baik tindakan operasi maupun
non operasi perlu dipertimbangkan dengan baik berdasarkan letak dan derajat
keparahan torsio. Keadaan testis setelah operasi juga perlu diperhatikan untuk
mencegah timbulnya torsio testis kembali atau bahkan keadaan infertilitas.

BAB III
KESIMPULAN

1. Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya


gangguan aliran darah pada testis.
2. Dari anamnesis biasanya pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum serta
mengalami pembengkakan pada testis. Sedangkan dari pemeriksaan fisis, testis
106

membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi
kontralateral serta dari pemeriksaan Ultrasonografi Doppler berwarna merupakan
pemeriksaan noninvasif yang keakuratannya kurang lebih sebanding dengan
pemeriksaan nuclear scanning.
3. Terapi pada torsio testis dengan detorsi manual, yaitu mengembalikan posisi reposisi
ke asalnya. Jika detosi manual berhasil harus dilakukan operasi(orkidopeksi/fiksasi
testis)pada tunika dartos.
4. Keberhasilan dalam penanganan torsio dengan mencegah testis mengalami atrofi,
dimana hal tesebut berhubungan secara langsung dengan durasi dan derajat dari torsio
testis. Keterlambatan intervensi pembedahan akan memperburuk prognosis serta
meningkatkan angka kejadian atrofi testis.

BAB I
PENDAHULUAN

Kanker testis meskipun kasus yang relatif jarang, merupakan keganasan tersering
pada pria kelompok usia 15 35 tahun. Perkembangan yang pesat dalam hal tehnik diagnosis,
perkembangan pemeriksaan penanda tumor, pengobatan dengan regimen kemoterapi dan
modifikasi tehnik operasi, berakibat pada penurunan angka mortalitas penderita kanker testis

107

dari 50% pada 1970 menjadi kurang dari 5% pada 1997. Dengan mulai berkembangnya
pengobatan yang efektif bahkan untuk pasien-pasien dengan keadaan lanjut, perhatian pada
tumor testis telah beralih pada penurunan morbiditas dengan menentukan protokol pengobatan
selektif pada setiap pasien.
Perubahan pada filosofi penatalaksanaan tumor testis ini didasarkan pada
penegetahuan mengenai perlunya membuat metoda terapi lapis kedua setelah metode terapi
pilihan pertama gagal.
A. Epidemiologi
Kanker testis adalah salah satu dari sedikit neoplasma yang dapat didiagnosis secara
akurat melalui pemeriksaan penanda tumor ( tumor marker ) pada serum tersangka penderita
yaitu pemeriksaan human chorionic gonadotropin (bhCG) dan -fetoprotein (AFP).
Insiden kanker testis memperlihatkan angka yang berbeda-beda di tiap negara, begitu
pula pada setiap ras dan tingkat sosioekonomi. Saat ini angka survival pasien dengan tumor
testis meningkat, hal ini memperlihatkan perkembangan dan perbaikan dalam pengobatan
dengan kombinasi kemoterapi yang efektif. Puncak insiden kasus tumor testis terjadi pada
usia-usia akhir remaja sampai usia awal dewasa ( 20-40 tahun ), pada akhir usia dewasa
( Lebih dari 60 tahun ) dan pada anak ( 0-10 tahun ). Secara keseluruhan insiden tertinggi
kasus tumor testis terjadi pada pria dewasa muda, hal ini membuat tumor ini menjadi
noeplasma tersering mengenai pria usia 20-34 tahun dan tumor tersering kedua pada pria usia
35-40 tahun. Kanker testis sedikit lebih sering terjadi pada testis kanan dibanding testis kiri,
ini berhubungan dengan lebih tingginya insidensi kriptoidosme pada testis kanan dibanding
testis kiri. Tumor primer testis bilateral dapat terjadi secara berbarengan ataupun tidak, tetapi
cenderung memiliki kesamaan jenis histologisnya. Dari penelitian oleh Bach dkk ( 1983 ) di
dapatkan seminoma merupakan tumor primer testis bilateral tersering ( 48 % ) sedangkan
limfoma maligana adalah tumor testis sekunder bilateral tersering.
B. Etiologi
Saat ini belum diketahui faktor yang menjadi penyebab terjadinya tumor testis,
adanya faktor bawaan dan didapat merupakan faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini dan
kriptokidisme merupakan faktor terkuat yang diduga menjadi penyebab kanker testis. Faktor
resiko tertinggi terjadinya kanker testis adalah adanya testis intra abdomen yang diakibatkan
108

oleh undescensus testis (1 kasus dari 20 kasus undescensus testis). Sementara itu tindakan
orchiopeksi tidak merubah potensi terjadinya keganasan testis pada kasus kriptokidisme.
Adanya bukti klinis dan eksperimental mendukung faktor kongenital sebagai etiologi
dari tumor sel germinal. Dalam perkembangan embriologinya sel germinal primordial
mengalami perubahan oleh karena faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya gangguan
dalam proses diferensiasinya. Oleh karena adanya kriptokidisme, orchitis, disgenesis gonad,
adanya kelaianan herediter ataupun oleh karena paparan bahan kimia yang bersifat
karsinogenik maka perkembangan normal sel germianl mengalami hambatan. Secara garis
besar 2 faktor yang dianggap menjadi etiologi terjadinya tumor sel germial yaitu : (1) Faktor
kongenital, (2) Faktor didapat.
a. Faktor kongenital
Kriptokidisme
Dari suatu penelitian yang dilakukan Grove ( 1954 ) memperlihatkan bahwa 7-10%
pasien dengan tumor testis memiliki riwayat kriptokidisme sebelumnya. Whiteker ( 1970 )
dan Mostofi ( 1973 ) mengemukakan 5 keadaan yang dianggap kriptokidisme menjadi
penyebab terjadinya tumor testis yaitu : 1) Morfologi sel germinal yang abnormal; 2)
Peningkatan temperatur tempat testis berada ( intraabdomen atau spermatic cord ); 3)
Gangguan aliran darah; 4) Kelainan fungsi endokrin; 5) Disgenesis kelenjar gonad.
Pria dengan riwayat kriptokidisme memiliki resiko 3-14 kali untuk terkena tumor
testis dibanding pria tanpa riwayat kriptokidisme.
b. Faktor yang didapat
Trauma
Kemungkinan trauma sebagai penyebab terjadinya tumor testis belum secara jelas
diketahui.
Hormon
Terjadinya fluktuasi hormon seks memiliki kontribusi bagi perkembangan tumor
testis, ini didasari oleh penelitian pada hewan dan manusia. Pemberian estrogen pada tikus
yang sedang hamil menyebabkan tikus tersebut melahirkan anak-anak yang menderita
kriptokidisme dan disgenesis kelanjar gonad ( Nomura dan Kanzak,1977 ). Penelitian oleh
Cosgrove ( 1977 ) memperlihatkan hal yang sama bahwa anak yang dilahirkan oleh ibu yang
mendapatkan diethylstilbestrol atau kontrasepsi oral menderita kriptokidisme dan disgenesis
kelenjar gonad.
Atrofi
109

Terjadinya infeksi bakteri nonspesifik virus mump pada testis diduga menjadi
penyebab terjadinya atrofi testis yang potensial menjadi penyebab terjadinya tumor testis.
Namun demikian peran atrofi testis sebagai faktor penyebab terjadinya tumor testis masih
merupakan spekulasi.
Terdapat klasifikasi besar yang membagi tumor testis menjadi 2 yaitu :
1. Tumor sel germinal testis, termasuk dalam kelompok ini adalah
seminoma, karsinoma sel embrional, tumor yolk sac, trratoma, koriokarsinoma dan mixed cell
tumor.
2. Tumor non sel germinal testis, meliputi tumor sel leydig, tumor
C. Tumor Sel Germinal Testis
Tumor sel germinal merupakan tumor testis yang paling sering ditemukan sebagi
tumor primer dan sisanya adalah neoplasma non germinal ( tumor sel leydig, tumor sel sertoli
dan gonadoblastoma). Sejumlah sistem klasifikasi dikemukakan untuk membagi tumor sel
germinal testis. Sistem klasifikasi berdasarkan tipe histologi dari tumor ini adalah sistem
klasifikasi yang paling banyak digunakan.
Berdasarkan klasifikasi ini tumor sel germinal testis dapat dibagi menjadi:
Seminoma
Non seminoma germ cell tumor ( NSGCT ), termasuk di dalamnya adalah karsinoma sel
embrional, teratoma, koriokarsinoma dan tumor-tumor campuran ( mixed tumors )

1. Seminoma
Terdapat 3 subtipe gambaran histologis dari tumor jenis ini yaitu :
Seminoma klasik
Disebut juga dengan typical seminoma. Seminoma jenis ini meliputi sebagian besar
dari seluruh kasus seminoma ( 85%), sering terjadi pada dekade ke 4 kehidupan namun tidak
jarang terjadi pada pria usia 40 atau 50 tahunan. Secara makroskopis tampak nodul berwarna
abu-abu yang menyatu dan secara mikroskopis telihat lapisan yang monoton pada sel besar
dengan sitoplasma yang jernih dengan inti sel padat. Dapat terlihat sel-sel sinsitiotrofoblas
110

dan ini sesuai dengan jumlah kasus seminoma yang disertai dengan adanya produksi hCG.
Seminoma anaplastik
Untuk mendiagnosis adanya seminoma anaplastik secara mikroskopis harus
ditemukan 3 atau lebih sel mitosis perlapang pandang besar dan sel-selnya memperlihatkan
adanya inti sel pleomorfisme dengan derajat yang lebih tinggi dari subtipe seminoma klasik.
Seminoma anaplastik cenderung memperlihatkan staging yang lebih tinggi dari pada subtipe
seminoma klasik. Sejumlah tanda yang menunjukkan bahwa seminoma ini lebih agresif dan
lebih memiliki potensi menyebabkan kematian dari pada jenis klasik. Hal tersebut dapat
dilihat bahwa seminoma jenis ini : (a) Memiliki aktifitas mitotik yang lebih besar, (2) rate of
invasion yang lebih tinggi, (3) rate of metastase yang tinggi dan (4) Produksi tumor marker
terutama hCG yang lebih tinggi.
Seminoma spermatositik
Secara mikroskopis tampak variasi ukuran sel dan karakter sel berupa perbedaan pada
kekeruhan sitoplasma sel dan terlihat adanya inti sel yang bulat dengan kromatin yang
memadat. Lebih dari setengah pasien dengan seminoma spermatositik berumur lebih dari 50
tahun.
B. Nonseminoma
Terdapat 5 tipe tumor yang merupakan bagian dari tumor sel germinal nonseminoma,
yaitu :
Karsinoma sel embrional
Terdapat 2 varian / tipe dari karsinoma sel embrional yaitu :
Tipe dewasa
Secara histologis memperlihatkan tanda pleomorfisme dan batas sel yang tidak jelas.
Secara makroskopis kemungkinan tampak terlihat adanya hemoragis yang luas dan jaringan
yang nekrotik.
Tipe infantil
Dengan nama lain tumor yolk sac atau tumor sinus endodermal adalah tumor testis
tersering pada bayi dan anak-anak. Jika ditemukan pada usia dewasa maka kemungkinan
merupakan tipe campuran dan sangat mungkin jenis tumor yang menghasilkan AFP. Secara
mikroskopis terlihat adanya sitoplasma yang mengalami vakuolisasi oleh adanya deposit
111

lemak dan glikogen. Tampak pula terlihat badan embrioid dan terlihat seperti embrio berusia
1-2 minggu yang terdiri dari sebuah ruang yang dikelilingi oleh sinsitiotrofoblas dan
sitotrofoblas.
Teratoma
Tumor ini dapat ditemukan pada anak-anak dan dewasa. Tumor ini terdiri lebih dari
satu lapisan sel germinal yang bervariasi dalam maturasi dan diferensiasinya. Secara
makroskopis tumor ini tampak berlobus-lobus dan terdiri dari beragam ukuran kista-kista
yang berisi materi gelatin dan musin.
Secara mikroskopis, ektoderm mungkin ditunjukkan oleh jaringan neural dan epitel
skuamosa, endoderm oleh saluran cerna, pankreas dan jaringan teratoma jenis matur memiliki
gambaran struktur yang jinak yang berasal dari ektoderm, mesoderm dan endoderm,
sedangkan teratoma jenis immatur terdiri dari jaringan primitif yang tidak terdiferensiasi
pembentuk sistem respirasi sedangkan mesoderm ditunjukkan oleh otot polos atau otot lurik,
jaringan kartilago dan tulang.
Koriokarsinoma
Keganasan ini terlihat sebagai sebuah lesi yang kecil dan biasanya terdapat suatu
pendarahan pada bagian tengahnya. Secara klinis, koriokarsinoma merupakan keganasan yang
agresif karena tumor ini menyebar luas secara hematogen lebih awal. Sebaliknya sebuah lesi
kecil pada testis dapat merupakan suatu metastase jauh dari keganasan di tempat lain.
d. Mixed cell tumor
Yang termasuk dalam tumor jenis mixed cell adalah teratokarsinoma yang bercampur
dengan teratoma dan karsinoma sel embrional. Pengobatan untuk karsinoma mixed cell yang
terdiri campuran antara seminoma dan nonseminoma sama dengan pengobatan untuk tumor
nonseminoma saja.
Karsinoma in situ
Pasien dengan tumor testis satu sisi memiliki karsinoma in situ pada testis sisi yang
lainnya.
D. Pola Penyebaran Tumor
Tumor testis hampir selalu bermetastasis secara limfogen kecuali koriokarsinoma
112

yang menyebar secara hematogen sejak staging awal. Tumor testis kanan dapat menyebar ke
kelenjar getah bening daerah interaortocaval yang terletak sejajar dengan hilus ginjal kanan,
selanjutnya tumor akan menyebar ke daerah precaval, preaorta, paracaval, iliaka komunis
kanan dan kelenjar getah bening iliaka eksterna kanan.
Tempat yang menjadi daerah penyebaran tumor testis kiri adalah paraaorta yang
sejajar dengan daerah hilus ginjal kiri, selanjutnya tumor akan menyebar ke kelenjar getah
bening preaorta, iliaka komunis kiri dan iliaka eksterna kiri.
Dari sebuah pengamatan oleh Donahue, Zachary dan Magnard ( 1982 )
memperlihatkan bahwa tumor testis kiri tidak pernah bermetastase ke kelenjar getah bening di
sisi kanan, sedangkan tumor testis kanan seringkali bermetastasis ke kelenjar getah bening
pada sisi kiri.Terjadinya penyebaran ke kelenjar getah bening di iliaka eksterna distal dan
obturator oleh karena invasi tumor ke epididimis dan funikulus spermatikus sedangkan
penyebaran ke kelenjar getah bening inguinal disebabkan terjadi invasi tumor ke tunika
albuginea dan ke kulit skrotum. Tempat yang paling sering menjadi lokasi penyebaran tumor
testis adalah daerah retroperitoneal, tempat lainnya yang juga menjadi lokasi penyebaran
tumor testis adalah paru-paru, hepar, otak, tulang, ginjal, kelenjar adrenal, gastrointestinal dan
limpa.
E. Gejala dan Tanda
Gejala yang paling sering muncul pada pasien dengan kanker testis adalah
pembesaran testis yang berlangsung gradual yang tidak disertai dengan rasa nyeri.
Penegakkan diagnnosis kanker testis diperlukan untuk memutuskan dilakukan terapi definitif (
orchidectomy ) dan sering kali pasien mengalami keterlambatan penegakkan diagnosis
( biasanya 3 6 bulan) dan ini berkaitan dengan insiden terjadinya metastase tumor. Adanya
gejala nyeri akut pada testis ditemukan pada 10% kasus dan mungkin berhubungan dengan
pendarahan intratestikuler atau oleh adanya proses iskemia/infark.
Pasien mengeluh oleh suatu gejala yang diakibatkan penyebaran/metastase tumor.
Keluhan nyeri punggung adalah keluhan tesering yang dirasakan penderita, keluhan ini akibat
penyebaran tumor ke retroperitoneal. Gejala lain adalah batuk atau sesak yang disebabkan
metastase ke paru, anoreksia,mual dan muntah (penyebaran ke retroduodenal), nyeri tulang
(metastease ke tulang), dan pembengkakan pada ekstremitas inferior (oleh karena obstruksi
vena cava) dan mungkin saja ditemukan massa di daerah leher (metastase ke kelenjar getah
bening supraclavicula). Seringkali kelainan ini ditemukan secara tidak sengaja karena tidak
ada keluhan apapun.

Gonadotropin yang mungkin disekresi oleh sel tumor dapat


113

menyebabkan ginekomastia. Kadang keadaan umum merosot cepat dengan penurunan berat
badan.
Pada pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaaan bimanual ditemukannya
masa atau pembesaran yang menyeluruh pada testis adalah tanda utama pada banyak kasus.
Masa biasanya keras dan tidak menimbulkan nyeri tekan dan dapat dengan mudah dipisahkan
dari epididimis. Seringkali tanda ini dikaburkan oleh adanya hidrocelle tapi dapat diatasi
dengan pemeriksaan transluminasi pada skrotum.
Pemeriksaaan pada abdomen dapat ditemukan masa yang besar di daerah
retroperitoneal. Perlu juga dilakukan pemeriksaan pada daerah supraclavucula, axilla dan
inguinal.
F. Pemeriksaan Laboratorium
Sejumlah

penanda

biokomia

sangat

diperlukan

untuk

mendiagnosis

dan

penatalaksanaan karsinoma testis, yaitu -fetoprotein ( AFP ), human chorionic gonadotropin (


hCG ), dan lactic acid dehydrogenase ( LDH ). Alfa fetoprotein adalah suatu glikoprotein
dengan berat molekul 70.000 dalton dan waktu paruh 4-6 hari, ditemukan pada bayi usia
kurang dari 1 tahun, meningkat dengan kadar yang bervariasi pada pasien dengan non
seminoma germ cell tumor (NSGCT) dan tidak pernah ditemukan pada kasus seminoma.
Human chorionic gonadotropin adalah suatu glikoprotein dengan berat molekul 38.000 dalton,
waktu paruhnya 24 jam. Pada orang normal hormon ini secar signifikan tidak dianggap ada
namun meningkat pada pasien dengan NSGCT dan dapat meningkat pada pasien seminoma.
Lactic acid dehydrogenase adalah enzim intrasel dengan berat molekul 134.000 dalton. Enzim
ini dalam keadaan normal ditemukan di otot (otot polos, lurik, dan jantung), hati, ginjal, dan
otak. Kadarnya meningkat baik pada pasien NSGCT dan seminoma. Penanda lain yang juga
dapat dipakai untuk menunjukkan adanya kanker testis adalah placental alkaline phospatase
( PLAP ) dan gamma-glutamyl transpeptidase (GGT)
G. Pemeriksaan Pencitraan
Tumor primer testis dapat dengan cepat dan tepat ditentukan dengan melakukan
pemeriksaan ultrasonografi pada testis. Sekali kanker testis terdiagnosis setelah dilakukan
orchiectomy inguinal maka staging harus dilakukan. Pemeriksaan foto rontgen dada dan CTscan abdomen dan pelvis dilakukan untuk mengetahui adanya metastase ke paru dan
retroperitoneal yang paling sering menjadi tempat penyebaran tumor testis.
Magnetic resonance imaging (MRI) secara umum tidak memberikan informasi
114

gambaran radiologis yang lebih baik daripada CT-scan pada kasus tumor testis.
H. Klasifikasi
Pada tahun 1996 the American Joint Committee mengemukakan suatu klasifikasi
TNM yang mencoba membuat standar staging secara klinis pada kanker testis, yaitu :
T ( Tumor primer )
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primer
Tis : kanker intratubular ( karsinoma in situ )
T1 : Tumor terbatas pada testis dan epididimis, tidak terdapat invasi ke
pembuluh darah
T2 : Tumor melewati tunika albugenia atau terdapat invasi ke pembuluh
darah
T3 : Tumor mencapai funikulus spermatikus
T4 : Tumor mencapai kulit skrotum
N ( Kelenjar getah bening regional )
Nx : Adanya metastase ke kelenjar getah bening tidak dapaditentukan
N0 : Tidak terdapat metastase ke kelenjar getah bening
N1 : Terdapat metastase ke kelenjar getah bening dengan ukuran lesi
2 cm dan melibatkan 5 kelenjar geatah bening
N2 : Metastase > 5 kelenjar, ukuran massa 2-5 cm
N3 : Ukuran massa > 5 cm
M ( metastase jauh )
Mx : Adanya metastase jauh tidak dapat ditentukan
M0 : Tidak terdapat metastase jauh
M1 : Ditemukan adanya metastase jauh
S ( Tumor marker pada serum )
Sx : Tumor marker tidak tersedia
S0 : Nilai kadar tumor marker pada serum dalam batas normal
S1 : Nilai kadar Lactic acid dehydrogenase (LDH) <> 10 x normal atau hCG > 50.000
mlU/ml atau AFP> 10.000ng/ml
Stadium dan tingkat penyebaran karsinoma testis ( Peckham ).
Stadium Lokasi Tumor
I Tumor terbatas pada testis dan rete testis
115

IIA Tumor mengenai KGB retroperitoneal


III Tumor mengenai KGB supraklavikula atau mediastinum
IV Metastase ekstralimfatik
I. Diagnosis Banding
Kesalahan dalam membuat diagnosis pada pemeriksaan awal terjadi pada kira-kira 25
% pasien dengan tumor testis dan pada akhirnya menimbulkan keterlambatan dalam
penatalaksanaanya dan kesalahan yang bersifat fatal berupa tindakan pembedahan melalui
approach yang keliru (Insisi pada skrotum) untuk melakukan eksplorsi testis.
Kelaianan yang paling sering membuat seorang klinisi melakukan kesalahan
diagnosis adalah epididimitis atau epididimoorchitis. Pada keadaan awal epididimitis
memperlihatkan gejala berupa pembesaran, nyeri tekan pada epididimis yang sangat jelas
terpisah dari testis, tapi pada keadaan lanjut dengan peradangan yang menjalar ke testis maka
gejala-gejala tadi akan melibatkan juga testis. Adanya riwayat demam, discharge uretra dan
gejala iritatif pada berkemih lebih memungkinkan untuk mendiagnosis epididimis.
Pemerksaan dengan USG dapat menentukan bahwa pembesaran berasal dari epididimis dan
bukan dari testis.
Kelainan kedua yang seringkali menyebabkan kekeliruan dalam membuat diagnosis
tumor testis adalah hidrokel, pemeriksaan transluminasi skrotum dapat dengan mudah
membedakan antara adanya cairan pada hidrokel dengan masa padat pada tumor testis.
Kelaianan lain yaitu spermatokel, massa kistik pada epididimis, hematokel oleh karena
trauma, varikokel dan orchitis granulomatosis yang sering disebabkan oleh tuberkulosis.
Tuberkulosis pada testis hampir selalu berasal dari infeksi kuman ini pada epididimis.
Merupakan hal yang sangat sulit untuk membedakan pembengkakan oleh radang tuberkolosis
dengan massa tumor testis, oleh karena itu jika pada pemberian OAT didapatkan respon yang
lambat maka sebaiknya dilakukan eksplorasi testis.
J. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan pasien dengan tumor sel germinal adalah merujuk pada riwayat
alamiah dari tumor, staging klinis dan efektifitas pengobatan. Tindakan orchiectomi radikal
adalah tindakan bedah yang harus dilakukan. Apabila dari serangkaian pemeriksaan adanya
kanker testis tidak dapat di singkirkan maka tindakan ini dapat dikerjakan.
Tindakan

biopsi

melalui

skrotum

atau

membuka

testis

harus

dihindari.
116

Penatalaksanaan selanjutnya tergantung pada hasil pemeriksaan histopatologi dan staging


tumor secara patologi.
A. Penatalaksanaan tumor dengan staging I ( T1-T3, N0, M0, S0 )
Seminoma
Pasien yang secara klinis menunjukkan gejala dan tanda tumor yang terbatas pada
testis, pemberian radiasi adjuvant terhadap kelenjar getah bening retroperitoneal dan
kemoterapi adalah pilihan terapi paska orchiektomi. Radiasi adjuvan masih merupakan terapi
pilihan pada penderita seminoam stage I ( T1-T3, N0, M0, S0 ) seperti juga pada jenis
nonseminoma.
Dengan melakukan orchiektomi radikal dan radioterapi pada daerah retroperitoneal,
paraaorta dan pelvis ipsilateral maka 95% seminoma stage I dapat sembuh. Seminoma
merupakan tumor yang radiosensitif. Meskipun efek samping pemberian radiasi dosis rendah
jarang terjadi tapi pada pemberian dalam jangka waktu lama pada beberapa laporan
menunjukkan adanya infertilitas, komplikasi pada saluran cerna dan kemungkinan radiasi
menginduksi timblnya keganasan lain.
Nonseminoma
Tindakan orchiektomi inguinal saja mampu menyembuhkan 60-80% pasien
nonseminoma. Tindakan retroperitoneal lymph node dissection (RPLND) perlu dilakukan
dengan tujuan terapi dan diagnostik. Penyebaran dapat terjadi pada kira-kira 30% pasien
dengan nonseminoma yang secara klilnis masuk dalam staging I ( occult metastase ) sehingga
pada klasifikasi patologi masuk dalam staging IIA. Tindakan RPLND dilakukan melalui
thoracoabdominal approach.

117

B. Penatalaksanaan tumor dengan staging II ( N1-N3 )


Seminoma
Seminoma staging II ( stage IIA dan IIB ) memiliki angka kesembuhan (cure rate) 85
95 %. Termasuk dalam staging ini adalah pasien dengan tumor yang telah bermetastase ke
daerah retroperitoneal yang berukuran tranversal kurang dari 5 cm dengan staging N1-N3.
Sebagai terapi pilihan tumor pada staging II adalah radioterapi. Pada pasien dengan ukuran
tumor di retroperitoneal lebih dari 5 cm (N3) kira-kira setengahnya akan bermetastase keluar
regio tersebut. Perlu diperhatikan pasien-pasien dengan penyakit ginjal tapal kuda (hourse
shoe kidney) dan inflammatory bowel disease maka terapi radiasi merupakan kontraindikasi
dan kemoterapi adalah terapi pilihan pada pasien seminoma dengan kelainan ini. Obat-obat
kemoterapi yang digunakan adalah bleomycin, etoposide dan cisplatin (BEP).
Nonseminoma
Retroperitoneal lymph node dissection (RPNLD) merupakan tindakan operasi yang
standar dilakukan pada pasien dengan tumor nonseminoma stage IIA dan IIB yang pada hasil
pemeriksaan tumor marker (AFP) normal, jika terdapat peningkatan kadarnya dalam darah
dan timbul gejala dan tanda adanya kelaianan sistemik akibat metastase tumor maka terapi
yang harus dilakukan adalah pemberian kemoterapi primer yang terdiri dari bleomycin,
etoposide dan cisplatin (BEP), vinblastin, cyclophosphamide, dactinomicyn, bleomycin, dan
cisplatin ( VAB-6 ) dan cisplatin-etoptoside.
Cisplatin diberikan sebanyak dua siklus jika ditemukan :
Lebih dari 6 kelenjar getah bening terkena.

118

Terdapat massa tumor yang berukuran lebih dari 2 cm.


Adanaya tumor di luar kelenjar getah bening.
Jika terjadi kekambuhan maka pemberian cisplatin dapat dilakukan sebanyak 3-4 siklus.
C. Penatalaksanaan tumor dengan staging III ( T1-T4, N0-N3, M1-M2, S0-S3 )
Seminoma
Penatalaksanaan seminoama staging tinggi (high tumor burden) yang meliputi pasien
dengan tumor yang telah mengalami penyebaran yang luas, ukuran tumor yang besar, terdapat
metastase ke viseral dan kelenjar supradiafragma termasuk juga pasien yang masuk dalam
staging IIC ( T1-T4, N0-N3, M1-M2, S0-S3 ) pemberian cisplatin dapat mengobati 60-70%
pasien.
Terdapat pembagian seminoma pada staging ini berdasarkan respon terhadap pengobatan
yaitu :
Seminoma dengan prognosis baik
Pasien ini memiliki kemungkinan sembuh yang tinggi dengan respon terhadap terapi
mencapai 88-95%. Regimen obat yang diberikan berupa etoposide dan cisplatin sebanyak 4
siklus atau dapat diberikan BEP sebanyak 3 siklus.
Seminoma dengan prognosis buruk
Pasien dengan respon yang buruk terhadap kemoterapi memiliki respon rate sebesar
40% dan pasien ini dapat diberikan BEP sebanyak 4 siklus.
Nonseminoma
Pasien dengan massa tumor yang besar di daerah retroperitoneal (lebih dari 3 cm atau
terdapat pada 3 slice CT-scan) atau terdapat metastase maka terapi dengan kemoterapi primer
merupakan keharusan setelah dilakukan orchiektomi. Jika hasil pemeriksan tumor marker
normal dan pemeriksan radiologi terlihat adanya massa maka harus dilakukan tindakan reseksi
karena massa tersebut 20% merupakan sisa massa tumor, 40% adalah teratoma dan 40 %
merupakan massa tumor yang mengalami fibrosis. Beberapa ahli menganjurkan tetap perlu
dilakukan RPNLD karena lebih dari 10% kasus tetap ditemukan massa tumor, walaupun hasil
kemoterapi menunjukkan hasil yang sangat baik perlu dilaukan evaluasi kadar tumor marker
selama pemberian kemoterapi untuk mengetahui respon tumor terhadap pengobatan.
Orchiektomi radikal
Indikasi dilakukannya orchiektomi radikal adalah pasien dengan kecurigaan adanya
tumor testis. Kecurigaan tumor testis apabila pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa
yang irreguler yang berasal dari testis, tidak terdapat keluhan nyeri. Kecurigaan ini harus
dipastikan melalui pemeriksaan Doppler ultrasonografi pada skrotum. Adanya tumor testis
119

diperlihatkan oleh gambaran hipoekoik yang hipervaskuler pada lesi intratestikuler. Tindakan
ini dilakukan untuk menentukan diagnosis histopatologi dan staging T. Tindakan ini pada
sebagian besar kasus memiliki morbiditas dan mortalitas yang rendah serta mampu
mengontrol perkembangan tumor lokal. Tindakan orchiectomy dilakukan dengan anestesi
umum ataupun anestesi lokal dan dapat dilakukan pada pasien-pasien rawat jalan. Pasien
dalam posisi supine dengan skrotum ditempatkan dalam medan operasi yang steril. Dilakukan
insisi oblique pada daerah inguinal kira-kira 2 cm di atas tuberculum pubicum dan dapat
diperlebar sampai ke skrotum bagian atas untuk mengangkat tumor yang berukuran besar.
Insisi pada fasia Camper dan Scarpa sampai ke aponeurosis obliqus eksternus dilanjutkan
dengan menginsisi aponeurosis sesuai dengan arah seratnya sampai mencapai anulus
inguinalis internus. Indentifikasi nervus ilioinguinalis dan funikulus spermatikus setinggi
anulus inguinalis internus dibebaskan dan diisolasi dengan menggunakan klem atraumatik
atau turniket penrose 0,5 inchi. Testis dan kedua tunika pembungkusnya dikeluarkan dari
skrotum secara tumpul dengan hati-hati, jika akan dilakukan biopsa atau subtotal orchiectomy,
pengeleluaran testis dari skrotum dilakukan sebelum membuka tunika vaginalis dan
menginsisi jaringan testis. Orchiectomy radikal diakhiri dengan memasukkan funikulus
spermatikus ke dalam anulus inguinalis internus dan meligasi pembuluh darah vas deferen dan
funikulus spermatikus secara sendiri-sendiri. Dilakukan irigasi pada luka dan skrotum dan
hemostasis lalu dapat dilalukan pemasangan protease testis. Selanjutnya dilakukan penutupan
aponeurosis muskulus obliqus eksternus dengan benang prolene 2-0, fasia scarpa dijahit
dengan benang absorble dan selanjutnya dilakukan penutupan kulit. Dressing dengan
penekanan pada skrotum dapat meminimalisasi terjadinya udema paska operasi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang telah menjalani orchiektomi radikal
adalah : Pendarahan, yang terlihat dengan adanya hematoma di skrotum atau reroperitoneal;
Infeksi luka operasi; Trauma pada nervus ilioinguinal yang mengakibatkan terjadinya
hipostesia pada tungkai ipsilateral dan permukaan lateral skrotum.

120

K. Prognosis
Seminoma
Setelah dilakukan orchiektomi radikal dan pemberian radiasi eksterna, maka pada
pasien seminoma stag I 5-years disease-fre surviva rate mencapai 95% dan 92-94% pada
seminoma stag IIA. Pada pasien dengan staging yang lebih tinggi yang telah menjalani
orchiektomi radikal yang diikuti dengan pemberian kemoterapi maka 5-years disease-fre
surviva ratenya 35-75%.
Nonseminoma
Pasien pada stag I yang menjalani orchiektomi radikal dan RPLND memiliki 5-years
disease-fre surviva rate yang tinggi mencapai 96-100%. Pada pasien stag II dengan massa
tumor yang kecil dan telah menjalani orkoiektomi radikal dan kemoterapi 5-years disease-fre
surviva rate nya mencapai 90% sedangkan pasien pada stag ini tapi dengan massa tumor yang
besar yang telah dilakukan orchiektomi radikal diikuti dengan kmoterapi dan RPLND
memiliki 5-years disease-fre surviva rate sebesar 55-80%.
Tindak lanjut
Semua pasien dengan kanker sel germinal memerlukan pengamatan secara teratur.
Pasien yang telah menjalani tindakan RPLND atau radioterapi memerlukan pengamatan
lanjutan setiap 3 bulan selama 2 tahun, lalu setiap 6 bulan selama 5 tahun selanjutnya setiap
satu tahun. Pada setiap kunjungan haruslah dilakukan pemeriksaan fisik pada sisa testis,
abdomen dan kelenjar getah bening sekitarnya, perlu pula dilakukan pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan kadar AFP, hCG dan LDH. Selain itu perlu pula dilakukan
pemeriksaan foto rontgen thorak dan abdomen.
TUMOR TESTIS NON SEL GERMINAL
Tumor testis non sel germinal hanya meliputi 5-6% dari seluruh kasus tumor testis.
Terdapat 3 tipe tumor testis non sel germinal yaitu tumor sel leydig, tumor sel sertoli, dan
gonadoblastoma.
1. Tumor sel leydig
Tumor sel leydig adalah tumor testis non sel germinal tersering yang dijumpai. Tumor
ini 25% terjadi pada anak-anak, dangan 5-10% merupakan tumor bilateral. Terdapat jenis
yang jinak dan ganas. Penyebab tumor jenis ini tidak diketahui dan tidak seperti pada tumor
testis sel germinal yang dihubungkan dengan kriptokidisme maka tumor sel leydig tidak
121

dikaitkan dengan kelainan tersebut. Tampak adanya lesi kecil yang berwarna kekuningan
tanpa adanya gambaran hemoragi dan nekrosis. Terdapat sel-sel heksagonal yang granuler
dengan sitoplasma yang berisi vakuola-vakuola lemak.
Temuan klinis yang dapat ditemukan pada penyakit ini berupa virilization pada pasien
usia pra pubertas dan merupakan suatu tumor jinak. Pada pasien dewasa biasanya tidak
bergejala meskipun pada 20-25% kasus terdapat adanya ginekomastia dan tumor bersifat
ganas pada 10% kasus. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan kadar 17ketosteroid serumdan urin dan juga kadar estrogen. Pemeriksaan 17-ketosteroid penting untuk
membedakan jenis jinak dengan yang ganas, peningkatan 10-30 kali kadar enzim ini adalah
pertanda untuk tumor ganas dan indikasi untuk dilakukan RPLND.
Terapi inisial dari tumor ini adalah orchiektomi radikal. Peran kemoterapi untuk
tumor ini maih belum dapat ditentukan karena kasus tumor sel leydig sangatlah jarang.
Progonosis tumor sel leydig jenis jinak sangat baik sedangkan untuk jenis yang ganas
prognosisnya buruk.
2. Tumor sel sertoli
Tumor sel sertoli merupakan kasus yang sangat jarang, hanya meliputi kurang dari 1%
dari seluruh kasus tumor testis. Dari seluruh kasus tumor sel sertoli 10% nya merupakan jenis
ganas sedangkan sisanya merupakan lesi jinak. Pada lesi jinak terlihat sel-sel dengan
gambaran yang baik seperti pada sel leydig normal sedangkan pada jenis ganas terlihat sel
dengan batas-batas yang tidak jelas. Secara mikroskopis tampak sel-sel yang heterogen yang
merupakan campuran dari sel epitel dan sel stroma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa tumor pada testis dan terjadi
virilisasi pada penderita anak-anak. Pada 30% kasus ditemukan adanya ginekomastia pada
pasien dewasa.
Tindakan orchiektomi merupakan terapi awal untuk tumor ini dan RPLND
diindikasikan untuk jenis tumor ganas. Peran kemoterapi dan radioterapi untuk tumor sel
sertoli masih belum jelas.
3. Gonadoblastoma
Gonadoblastoma hanya meliputi 0,5% dari seluruh kasus tumor testis dan hampir
selalu ditemukan pada pasien dengan disgenesis testis. Penderita tumor ini sebagian besar
dijumpai pada usia dibawah 30 tahun. Manifestasi klinis yang terlihat pada kelainan ini
berkaitan dengan keadaan yang mendasari timbulnya gonadoblastoma yaitu adanya disgenesis
kelenjar gonad. Hal yang penting diperhatikan bahwa 4/5 pasien gonadoblasoma secara
fenotip adalah wanita dan pada penderita pria murni biasanya menderita kriptokidisme dan
122

hipospadia.
Terapi pilihan untuk gonadoblastoma adalah orchiektomi radikal. Jika ditemukan
adanya disgenesis kelenjar gonad maka tindakan gonadektomi kontralateral selain dari
pengangkatan kelenjar gonad yang terkena merupakan indikasi dari kelainan ini karena
gonadoblastoma cenderung untuk mengenai kedua testis.

123

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2004. Hal 791-792.
2. Basuki B Purnomo, Dasar-dasar Urologi. Edisi ke-2. Jakarta : CV. Sagung Seto.
2003. Hal 181-186.
3. Doherty GM. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill.2006.
Page 1049-1051
4. Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.1994. Hal 492-494.
5. Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC 2000. Hal 580-594.
6. http://www.urologi-dharmais.com/view.php?idartikel=30
7. http://images.google.com/imgres?imgurl=http://2.bp.blogspot.com

124

125

Anda mungkin juga menyukai