Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN AKHIR

KAJIAN PENGEMBANGAN POTENSI BAHAN GALIAN


INDUSTRI YANG MEMPUNYAI PROSPEK UNTUK
KEBUTUHAN BAHAN BAKU DAN BAHAN TAMBAH
DI SEKTOR INDUSTRI

PROPINSI SUMATERA UTARA


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
MEDAN
2005

ABSTRAK
Di daerah Namogedang Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat
Propinsi Sumatera Utara terdapat bahan galian industri bentonit. Bentonit merupakan
nama dagang dari mineral montmorilonit. Bentonit banyak dimanfaatkan terutama
dalam bidang industri perminyakan, konstruksi, farmasi, kosmetika dan industri
minyaka nabati. Di dalam penggunaannya sebagai bahan galian industri bentonit sangat
dipengaruhi oleh sifat fisik dan

sifat kimia yang terkandung didalam bentonit itu

sendiri.
Secara umum bentonit daerah penelitian merupakan bentonit Ca Mg bentonit..
Tingginya kandungan unsur pengotor terutama unsur besi (Fe2O3 1,70 4,12%) pada
bentonit sangat berpengaruh pada kualitas bentonit sehingga didalam proses
penggunaannya sebagai bahan

galian industri perlu pencermatan lebih lanjut.

Berdasarkan hasil analisis kimia jika dibandingkan dengan hasil survey yang dilakukan
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (PPTMB)
maka bentonit daerah Namogedang dapat dipergunakan sebagai bahan baku didalam
industri minyak nabati terutama sebagai salah satu bahan untuk penyerap / penjernih
minyak kelapa sawit.
Berdasarkan hasil perhitungan

jumlah cadangan bentonit didaerah ini

berjumlah 82.882.843 ton., namun untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal perlu
dilakukan penambahan jumlah titk bor sebab dengan luas daerah tersebut dirasa kurang
representatip dengan jumlah bor yang ada.

ii

KATA PENGANTAR
Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang sangat kaya dengan
bahan galian industrinya. Bahan galian industri tersebut tersebar di masing masing
kabupaten dengan sifat dan karakteristik yang berbeda beda sesuai dengan proses
geologinya, sehingga diperlukan penelitian/kajian yang dapat mendukung industri yang
ada didaerah ini. Potensi bahan galian industri tersebut sangat didukung dengan
keberadaan industri yang ada didaerah ini seperti industri Keramik, Minyak Kelapa
Sawit, Farmasi, Kimia dan lain lain, yang kesemua proses industri tersebut sangat
mermerlukan dan bergantung kepada bahan galian industri. Penggunaan bahan galian
industri dapat berupa sebagai bahan baku utama dan bahan tambahan didalam proses
industri.
Penelitian ini merupakan salah satu bentuk hasil kerjasama antara Badan
Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Utara (BALTBANG SU) dengan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Institut Teknologi Medan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terutama ke Pemerintah Daerah
Kabupaten Langkat

tentang salah satu komoditi bahan galian industri yang ada

didaerah tersebut yang dapat dimanfaatkan oleh industri yang ada didaerah. Selama ini
kebutuhan bahan galian industri banyak didatangkan dari daerah lain.
Akhirnya diucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
didalam proses penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan
lancar.
Medan, 22 Desember 2005
Balitbang
Propinsi Sumatera Utara
Kepala

Ir. H.Syarifullah Harahap, M.Si

Lembaga Penelitian dan Pengabdian


Pada Masyarakat - ITM
Kepala

Ir. H. Zul Arsil Siregar

iii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
ABSTRAK
...
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI
..............................................................................................
DAFTAR TABEL...............................................................................................
DAFTAR FOTO ..................................................................................... .........
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

i
ii
iii
iv
vi
vi
vi

BAB I PENGANTAR .................................................................................................


1.1. Latar belakang Penelitian .....................................................................................
1.1.1 Permasalahan ...........................................................................................................
1.1.2.Lokasi Daerah Penelitian
.
1.1.3. Faedah yang diharapkan ..
1.1.4.Tujuan Penelitian ................................................................................................
1.1.5.Ruang Lingkup dan batasan Masalah ..
1.3. Metode Penelitian .....................................................................................................
1.3.1. Tahap Persiapan
1.3.2. Tahap Pekerjaan Lapangan
1.3.3. Tahap Pengolahan Data .................
1.4. Peralatan dan Bahan ...........................

1
1
2
3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................


2.1. Defenisi Mineral Lempung ....................
2.1.1.Klasifikasi Mineral Lempung .........
2.2. Identifikasi Mineral Lempung ....................
2.2.1. Megaskopis ...............................
2.2.2. Uji Warna ...................................
2.2.3. Pengujian Terhadap Panas .............
2.2.4. Pengamatan Difraksi Sinar X .............
2.3. Struktur Mineral Lempung ........................
2.3.1. Mineral Montmorilonit ..............
2.3.2. Geokimia Unsur Mineral Lempung .............
2.4. Defenisi dan Mineralogi Bentonit ..............
2.5.Sifat Fisik Bentonit .................................
2.5.1.Kapasitas tukar Kation .................
2.5.2.Daya Serap ....................................
2.5.3. Luas Permukaan ..........................

8
8
10
11
11
12
12
13
16
17
18
19
22
22
23
24

iv

4
5
5
5
6
6
7
7

2.5.4. Reologi ..........................................


2.5.5. Pengembangan Bentonit ...................
2.6.Kegunaan Bentonit ................................
2.6.1. Penggunaan Sebagai Lumpur Bor .
2.6.2. Penggunaan Dalam Pengecoran Logam .
2.6.3. Penggunaan Dalam Pembuatan Pelet Konsentrat Besi ........................
2.6.4. Penggunaan Dalam Industri Minyak Nabati ..............
2.6.5. Penggunaan lainnya
2.7. Aktivasi Bentonit ..
2.8. Metode Perhitungan Cadangan ..
2.8.1. Metode Konvensional

24
25
25
26
27
27
28
28
29
30
31

BAB III TATANAN GEOLOGI ..


3.1.Geomorfologi daerah Penelitian ..
3.1.1. Satuan Geomorfik Dataran
3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian .
3.2.1.Satuan Batulempung
3.2.2.Satuan Endapan Alluvial ..

33
33
35
36
36
37

BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Eksplorasi Bentonit..
4.1.1. Pemetaan Geologi ..
4.1.2. Pengeboran Bentonit ..
4.2. Perhitungan Cadangan .
4.3.Jenis Lempung
4.3.1.Analisis Difraksi Sinar X ..
4.3.2. Analisis Oksida Mayor
.
4.4.Analisis Hasil

39
39
39
40
41
43
43
43
44

BAB V KESIMPULAN
A. Saran ..

47
48

DAFTAR PUSTAKA

49

LAMPIRAN
1. Hasil Analisis Kimia Lab Bentonit
2. Penampang Sumur Uji / Pengeboran
3. Peta Sebaran Bentonit

DAFTAR TABEL
Tabel.1. Klasifikasi Mineral Lempung (Grim,1953).....................................
Tabel.2. Perbedaan Sifat Fisik Bentonit (Sarni Harjanto, 1987)...................
Tabel.3 Spesifikasi Kimia Bentonit Untuk Industri Minyak Kelapa Sawit...
Tabel 4 Klasifikasi Satuan geomorfik William D.Thornbury, (1969)
Tabel.5. Hasil Analisis Oksida Mayor

11
23
28
34
44

DAFTAR FOTO
Foto.1. Kenampakan Morfologi Daerah Penelitian.
Foto.2. Satuan Batulempung pada Daerah Sei Batang Serangan...................
Foto.3. Singkapan Bentonit yang menunjukan Variasi Warna......................
Foto.4. Salah satu Kegiatan Pemboran Bentonit.........................................

13
15
40
41

DAFTAR GAMBAR
Gambar.1. Lokasi Daerah Penelitian.............................................................
Gambar.2. Pola Lubang Bor yang Teratur..
Gambar.3. Diagram Alir Proses Pengolahan Bentonit ...........................

3
32
46

vi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang penelitian


Meningkatnya perkembangan sektor industri di dalam negeri telah menyebabkan
peningkatan kebutuhan akan bahan baku yang berasal dari bahan galian

Industri,

termasuk salah satu di antaranya adalah bentonit. Bentonit merupakan sejenis lempung
yang banyak mengandung mineral montmorilonit, yaitu suatu mineral hasil pelapukan,
pengaruh hidrotermal atau akibat transformasi / devitrifikasi dari tuff gelas yang
diendapkan didalam air dalam suasana alkali (basa). Propinsi Sumatera Utara
merupakan salah satu daerah yang banyak menghasilkan minyak kelapa sawit, hampir
80 % minyak kelapa sawit Nasional dihasilkan dari daerah ini.
Berdasarkan data dari Direktorat Sumberdaya Mineral (Kunrat, 1994), jumlah
cadangan bentonit sekitar 380 juta ton yang tersebar

di pulau Jawa, Sumatera,

Kalimatan Tengah dan Sulawesi Selatan. Salah satu pemanfaatan

bentonit dalam

bidang industri adalah sebagai bahan penyerap didalam industri minyak nabati. Proses
pengelolahan CPO menjadi minyak goreng dengan bahan baku utama berupa bentonit,
diharapkan kotoran yang ada dari minyak kelapa sawit, kandungan asam lemak (ALB)
dapat diserap / ditangkap sehingga minyak tersebut menjadi lebih higienis. Dengan
melihat potensi yang ada diderah ini

terutama dari sektor perkebunan berupa

perkebunan kelapa sawit dan potensi sumber daya mineral yang dapat dimanfaatkan
dalam industri minyak nabati adalah bentonit. Pada saat ini minyak kelapa sawit belum

vii

dikelola dengan maksimal hanya dieksport dalam bentuk crude palam oil (CPO) bahan
mentah, sementara teknologi yang ada sekarang CPO tersebut dapat dikelola lebih baik
dan memberikan nilai jual dan nilai tambah yang lebih tinggi terutama untuk
pendapatan asli daerah (PAD) setempat, membuka kesempatan berusaha dan membuka
kesempatan tenaga kerja di daerah daerah. Dengan pemanfaatan bahan galian industri
yang ada di daerah seperti bentonit ketergantungan dari negara lain dapat di hindari.
Untuk memenuhi kebutuhan industri

terutama penjernihan minyak kelapa sawit

sekarang ini masih banyak didatangkan di import dari luar negeri terutama dari India,
Jepang, Inggris, Jerman Barat dan Amerika Serikat, sementara suplai dari dalam negeri
hanya sedikit yang dapat diserap oleh industri minyak kelapa sawi tersebut. Kendala
yang dihadapi adalah bentonit dalam negeri daya penyerap / penjernihnya kurang baik,
hal ini disebabkan cara pengolahannya kurang sempurna atau tanpa pengolahan sama
sekali.
Bentonit merupakan salah satu bahan galian industri yang cukup banyak
dibutuhkan oleh sektor industri. Salah satu karakteristik tertentu yang dimiliki oleh
bentonit adalah kemampuan daya pengembang dan daya serapnya yang tidak dimiliki
oleh jenis mineral lain. Sifat sifat tersebut mengakibatkan bentonit cukup baik untuk
digunakan dalam dunia industri, terutama dalam pemboran minyak dan gas bumi,
industri minyak nabati, industri kosmetika, farmasi dan cat, sehingga pemakaian
kebutuhan akan bahan dasar akan semakin meningkat. Untuk itu diperlukan kajian
tentang bahan galian industri itu sendiri.

viii

Mempertimbangkan hal tersebut, diperlukan adanya suatu upaya oleh


pemerintah daerah untuk melakukan inventarisasi tentang potensi bahan galian industri
sehingga tersedia data dan informasi mengenai sumber bahan galian tersebut termasuk
bentonit. Penelitian ini nantinya dapat bermanfaat baik bagi para pelaku industri
maupun pemerintah daerah setempat dalam upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan dapat membuka peluang kesempatan kerja di daerah pada umumnya.
1.1.1. Permasalahan
Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan dalam kaitannya dengan
rekayasa pemanfaatan bentonit sebagai salah satu bahan baku industri adalah:
a.Belum tersedianya data dan informasi dasar sumber bahan galian industri
b. Belum termanfaatkanya teknologi mineral bentonit
c.Belum diketahuinya kualitas mineral bentonit tersebut
1.1.2. Lokasi Daerah Penelitian
Lokasi daerah penelitian terletak lebih kurang 40 Km dari ibu kota Kabupaten
Langkat atau 85 Km dari kota Medan. Secara administratif termasuk dalam wilayah
desa Namugedang Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera
Utara.

Berdasarkan posisi Geografis, daerah penelitian berada pada 9800400 BT

9800821BT dan 0303938LU 0304400LU. Daerah penelitian dapat dijangkau


dengan kendaraan roda dua maupun dengan kendaraan umum dari Medan sampai
dengan desa Namugedang.

ix

Lokasi Daerah Penelitian

Gambar 1. Lokasi Daerah Penelitian

1.1.3. Faedah yang diharapkan


Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data
awal tentang bentonit bagi pelaku industri dan pemerintah daerah setempat didalam
meningkat nilai guna dan nilai jual dari bahan galian industri tersebut.

1.1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini diharapkan untuk memberikan data awal bagi dunia
industri dan untuk mengetahui komposisi

mineral bentonit, sehingga dapat

dimanfaatkan baik bagi para pelaku industri maupun pemerintah daerah.

1.1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah


Ruang lingkup penelitian meliputi studi pustaka yang dipergunakan sebagai
dasar pemecahan masalah, pengambilan data kelokasi daerah penelitian meliputi letak
daerah penelitian, pengamatan singkapan, penyebaran batuan sehingga dari hasil
penelitian tersebut didapatkan data tentang kualitas dan kuantitas

bentonit yang

terdapat di daerah penelitian


1.2. Metode Penelitian
Metode yang di lakukan sebagai kerangka berfikir untuk membuat kesimpulan
dalam penelitian adalah metode induksi dengan mengidentifikasi mineral bentonit yang
meliputi:
1. Pengamatan megaskopois, berupa pengamatan sifat fisik dan kenampakannya
di lapangan
2. Pengamatan X Ray difraction dengan tujuan dapat mengetahui kandungan
jenis mineral yang terdapat didalam bentonit
3. Uji kimiawi bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia bentonit sehingga
dapat memberikan arahan didalam penggunaanya.

xi

Penelitian geologi pada umumnya merupakan suatu kegiatan yang komprehensip


yang saling mendukung antara kegiatan studi pustaka,

data lapangan, analisis

laboratorium maupun hasil akhir dalam pembuatan laporan. Di dalam metode penelitian
dilakukan berbagai tahapan penelitian, yang masing masing tahapan penelitian saling
berkaitan. Tahapan penelitian ini dibagi menjadi tahap persiapan / studi pustaka, tahap
lapangan / observasi, dan tahap pengolahan data hasil akhir yang didapat disajikan
dalam bentuk laporan penelitian.
1.2.1. Tahap Persiapan
Tahap ini dilakukan pengumpulan data sekunder yang meliputi studi pustaka,
interpretasi peta topografi, persiapan peralatan, perencanaan lapangan, perijinan dan
evaluasi terhadap data sekunder dari peneliti terdahulu sehingga pada saat melakukan
penelitian dapat berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan.
1.2.2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini di lakukan pengumpulan data primer dari pengamatan lapangan.
Pekerjaan lapangan meliputi pengamatan singkapan batuan, pemerian, pengambilan
contoh batuan untuk analisa laboratorium, dokumentasi, pengamatan kondisi
lingkungan sekitar bahan galian dan pengumpulan data yang dapat mendukung
penelitian. Hasil akhir dibuat dalam bentuk peta tematik penyebaran bentonit

xii

1.2.3. Tahap Pengolahan Data


Pada tahap ini di lakukan kompilasi data, analisa laboratorium terhadap contoh
batuan, bahan galian. Analisa laboratorium yang di lakukan meliputi analisa X ray
difraksi, analisa kimia, pengukuran luas cadangan endapan bentonit. Tujuan

dari

masing masing analisis tersebut adalah untuk mengetahui komposisi dan jenis bentonit,
kemudian jumlah cadangan bentonit yang terdapat pada daerah Namogedang Kabupaten
Langkat Propinsi Sumatera Utara. Dengan mengetahui kualitas dan kuantitas dari
bentonit tersebut diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah
setempat didalam mengambil keputusan sebagai salah komoditi bahan galian industri
yang dapat dikelola dan dikembangkan didaerah ini.

1.3. Peralatan yang digunakan


Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi:
a. Kompas Geologi
b. Palu Geologi
c. Peta Topografi
d. Peta Geologi
e. Kamera dan buku catatan lapangan
f. GPS
g. Loupe
h. Bor tangan (hand auger)

xiii

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Mineral Lempung


Lempung termasuk batuan rombakan ( sedimen ) yang dapat berupa endapan
residu ataupun endapan sedimen. Endapan jenis residu terjadi karena proses pelapukan
mekanik dan kimia, sedangkan endapan sedimen terjadi karena proses sedimentasi dan
diagenesis. Proses pelapukan mekanik terjadi bila dalam pembentukan mineral dari
mineral asalnya tanpa disertai proses kimia, misalnya batugamping lempungan yang
banyak kehilangan unsur Ca dan Mg karena proses erosi terpilah, batuan basa yang
banyak membebaskan unsur Mg atau batuan asam yang banyak melepaskan unsur K.
Proses pelapukan kimia atau biasa disebut sebagai proses pembentukan tanah
terjadi bila dalam proses ini disertai dengan reaksi kimia, proses ini disebabkan oleh
adanya air hujan, airtanah atau air panas yang berasal dari dalam bumi, cairan tersebut
karena sesuatu pengaruh lingkungan akan menjadi asam dan sangat reaktif yang dapat
mengubah beberapa jenis mineral tertentu menjadi lempung. Lempung jenis residu yang
terbentuk karena proses pelapukan oleh air hujan dan airtanah dapat dibedakan dengan
yang disebabkan oleh air panas (hydrothermal). Lempung jenis residu mempunyai
derajat pelapukan yang mengarah kebawah, makin kebawah makin jauh dari permukaan
makin banyak mineral segar yang dijumpai, sebaliknya lempung jenis sedimen
mempunyai derajat pelapukan yang mengarah kesamping. Hal ini dapat di pahami, air
panas yang berasal dari dalam bumi naik ke atas melalui celah atau retakan retakan pada

xiv

batuan asal dan mengubah mineral yang ada disekitarnya, oleh sebab itu ciri endapan
lempung hydrothermal ialah makin jauh dari daerah retakan atau makin kesamping
maka makin banyak mineral segar yang ditemukan, hal ini akan lebih mudah dikenal
apabila diantara mineral asal terdapat jenis mineral mika.
Menurut Grim (1953), lempung di artikan sebagai mineral di dalam batuan,
sebagai batuan atau partikel di dalam analisis mekanik batuan sedimen. Pengertian
lempung sebagai material alam merupakan material yang terbentuk di alam dan dapat
berkembang menjadi plastis bila bercampur dengan sejumlah air serta mudah di bentuk
menurut bentuk yang di kehendaki. Dalam pengertian ukuran butir, fraksi lempung
merupakan fraksi ukuran yang terdiri dari partikel partikel paling kecil atau ukuran
partikelnya lebih kecil dari 1/256 mm berdasarkan skala Wentworth.
Komponen penyusun mineral lempung yang dominan adalah silikat, Al dan OH.
Unsur unsur lain seperti Mg++ dan Fe++ serta potasium merupakan unsur tambahan.
Pada umumnya penggunaan lempung lebih mengutamakan sifat fisiknya. Sifat fisiknya
yang paling utama ialah derajat plastisitasnya, daya serap,

daya pembersih, daya

mengembang, warna, kecerahan serta ukuran butir, walaupun demikian bukan berarti
komposisi kimia tidak penting sebab dalam beberapa hal sifat fisik di pengaruhi oleh
sifat kimianya.

xv

2.1.1. Klasifikasi Mineral lempung


Grim, (1953), mengklasifikasikan mineral lempung berdasarkan strukturnya
sebagai berikut:
A. Amorf
Kelompok alofan
B. Kristalin
a. Jenis berlapis dua (struktur struktur lembaran yang tersusun oleh satu
lapisan

tetrahedron silika dan satu lapisan oktahedron alumina)

1 .Ekuidimensional, merupakan kelompok kaolinit yaitu kaolinit, nacrit, dicrit


2. Memanjang, merupakan kelompok halloysit
b. Jenis berlapis tiga (Struktur struktur lembaran yang tersusun oleh dua lapisan
tetrahedron silika dan satu pusat lapisan dioktahedral atau trioktahedral)
1. Kisi dapat mengembang
-

ekuidimensional, merupakan kelompok montmorilonit yaitu montmorilonit,


saukonit, vermikulit

memanjang, merupakan kelompok montmorilonit yaitu nontronit, saponit,


hektorit

2. Kisi yang tidak dapat mengembang merupakan kelompok illit


-

Jenis lapisan campuran teratur, merupakan kelompok klorit

Jenis berstruktur rantai yaitu attalpuglgit, sepiolit, palygorskit

xvi

Tabel. 1. Klasifikasi mineral Lempung menurut Grim ( 1953 )


I. Amorf
Kelompok Alofan
II. Kristalin
A. Tipe dua lapis struktur lembar tersusun oleh satuan yang terdiri dari 1
lapis silika tetrahedron dan 1 lapis alumina oktahedron
1. Ekuidimensional
Kelompok kaolinit: kaolinit, nakrit, dan lain lain
2. Elongate
Kelompok Hallosit
B. Tipe tiga lapis ( 2 lapis silika tetrahedron dan 1 lapis dioktahedron pusat
atau 1 lapis trioktahedral )
1.Kisi ( latis ) mengembang
a.Ekuidimensional; kelompok montmorilonit, vermikulit
b Elongate: kelompok montmorilonit, nontronite, saporit, hektorite
2. Kisi ( latis ) tak mengembang, kelompok illit
C. Tipe lapis campuran regular ( perulangan dari lapis lapis yang berbeda
tipe, kelompok klorit )
D. Tipe struktur rantai ( rantai serupa hornblende yang tersusun oleh Silika
tetrahedron yang terangkai bersama kelompok oktahedron dari oksigen
dan hidroksil yang mengandung Al dan Mg, attapulgit, sepiolit,
poligorskit

2.2. Identifikasi Mineral Lempung


Identifikasi mineral lempung adalah suatu cara atau metode yang di gunakan
untuk mengetahui jenis dan sifat mineral lempung. Metode yang di pergunakan, antara
lain;
2.2.1. Megaskopis
Secara megaskopis mineral lempung dapat di identifikasi berdasarkan sifat sifat
fisiknya dengan menggunakan indera biasa tanpa mengunakan alat bantu. Sifat sifat

xvii

fisik yang dapat di amati antara lain sifat kelengketannya serta sifat dari crack yang
terbentuk. Kaolinit umumnya tidak lengket di tangan, sedangkan montmorilonit
umumnya lengket di tangan. Montmorlonit, umumnya mempunyai crack yang besar,
sedangkan kaolinit mempunyai crack yang kecil.
2.2.2. Uji Warna (Stain Test)
Uji warna dapat untuk mengidentifikasi mineral lempung, di lakukan dengan
menggunakan zat kimia, misalnya larutan benzeidin, safranin dan malachit. Uji warna
biasanya di lakukakan pada lempung yang monomineral. Sebelum uji warna di lakukan
contoh yang akan di amati di persiapkan terlebih dahulu dengan cara sebagai berikut:
Contoh tanah di larutkan dengan aquades dan di tambah dengan sedikit HCT
kemudian di aduk. Hasil pengadukaan ini kemudian di bersihkan dengan HCl 10%
beberapa kali dan dicuci dengan aquades secukupnya. Sampel yang di dapatkan
kemudian di letakan dalam gelas arloji dalam tiga bagian dan masing masing diberi
larutan yang bebeda. Jenis mineral yang berbeda akan memberikan warna yang
berbeda.
2.2.3. Pengujian Terhadap Panas
Pengujian sifat ini di dasarkan pada kenyataan bahwa mineral lempung bila
dipanaskan akan berkurang beratnya. Jenis mineral lempung yang berbeda akan
mengalami pengurangan berat yang berbeda pula, apabila di panaskan dengan
temperatur yang sama. Pengujian sifat terhadap panas ini dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1.Thermogravimetri

xviii

Pada saat mineral lempung dipanaskan perubahan berat yang timbul diamati
kemudian dibuat grafik hubungannnya antara perubahan suhu dan perubahan berat
(massa) lempung. Jenis mineral lempung yang berbeda akan mengalami perubahan
berat yang berbeda apabila dipanaskan dengan suhu yang sama.
2. Differential Thermal Analysis (DTA)
Menurut Siddique Diferential termal analisia adalah perubahan perubahan yang
terjadi dalam bahan setelah dipanaskan atau didinginkan, kehilangan air, kehilangan
kelompok hidroksil, kehilangan karbon dioksida, perubahan phase, perubahan struktur
kristal, dekomposisi, transisi atau inversi sehingga terjadi pada suhu tertentu yang
terkarakterkan oleh reaksi yang terjadi. Differential thermal analisis dilakukan dengan
jalan memanaskan sampel sampai 5000C, kemudian di bandingkan dengan Allundum
(Al2O3). Perbedaan panas yang timbul di amati, kedua cara ini sangat baik digunakan
pada lempung yang mono mineral dan amorf.
2.2.4. Pengamatan dengan Difraktometer Sinar - X
Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui dengan tepat dan pasti komposisi
kandungan mineral lempung dan mineral ikutan dalam contoh yang akan di periksa,
dengan cara mencari jarak (basal d spacing) dari kisi kisi mineral yang terkandug
dalam contoh yang di analisa, hingga dengan itu dapat diketahui struktur kisi kristal dari
mineal mineral yang bersangkutan. Semua mineral lempung mempunyai skema umum
yang sama dalam struktur dan pola difraksinya yang agak mirip hanya perbedaan pada

xix

karakteristik jaraknya (basal d spacing). Sebelum dilakukan pengamatan sampel di


persiapkan terlebih dahulu dengan cara sebagai berikut:
1. Contoh acak (random sample)
Bahan dan peralatan yang diperlukan di persiapkan terlebih dahulu. Contoh di
hancurkan dan di saring dengan saringan yang berukuran 200 mesh. Setelah itu bubuk
contoh di sebarkan pada gelas kaca yang telah diberi perekat, peraga ini siap untuk
diamati.
2. Contoh terorentasi (orientad sample)
Contoh dihancurkan dan disaring dengan saringan yang berukuran tertentu.
Dalam jumlah yang banyak bubuk contoh ini dicampur dengan 100 ml air suling dalam
gelas beker. Seteleh itu dimasukan dalam tabung reaksi dan diputar dengan kecepatan
200 rpm setiap menitnya. Akhirnya akan diperoleh 2 lapisan endapan bagian atas
berukuran halus (lempung) dan bagian bawah kasar. Bagian yang halus diambil dengan
cara disempot, kemudian di campur dengan 60 ml air suling dan di letakan ke dalam
botol. Menurut hukum Stoke, bagian 2 cm diatas tabung reaksi terdiri dari partikel
dengan ukuran kurang dari 2 milimikron. Partikel ini kemudian di letakan kedalam
gelas pengamat dan di diamkan selama 24 jam. Contoh dalam gelas yang satu di
jenuhkan dengan etilin glikol, sedang yang satu di panaskan sampai 5000C selama 2
jam. Akhirnya diperleh 3 contoh yang siap untuk diamati yaitu normal, etilin glikol dan
pemanasan. Mineral mineral dalam batuan yang mempunyai bentuk dan struktur lapisan
(layer) yang terarah, pada percobaan ini akan memberikan refleksi terhadap penyinaran

xx

yang dilakukan dengan menggunakan sinar X. Refleksi ini dapat diketahui dengan cara
melihat rekaman di dalam Difraktometer Charts.
Apabila kristal mineral lempung yang dianalisa masih mempunyai bentuk
bangun kisi krital yang baik dan sempurna, gambaran yang terdapat pada difraktometer
charts akan terlihat berupa garis garis yanng mencuat dengan bentuk ujung ujung yang
tegas dan tajam, sedangkan bentuk gambarnya berupa garis garis yang mencuat dengan
bentuk ujung ujung nya yang melebar dan tidak tajam dapat di pastikan bahwa kisi kisi
kristalnya tidak sempurna atau mineralnya berbentuk amorf. Tiap jenis mineral lempung
atau kelompok mineral lempung masing masing mempunyai harga jarak kisi yang
berbeda beda, oleh karenanya untuk dapat membedakan tiap jenis mineral lempung
tersebut dapat dengan cara menghitung jarak (spacing) kisi kisi kristalnya yang terlihat
pada hasil analisa difraksi sinar x yang erekam dalam difraktometer charts, dengan
mengguankan rumus :
N = 2 d sin 0
n
D= sin 0
2
Dimana d = jarak kisi kisi kristal
N = frekwensi radiasi Cu /Fe (diketahui)
0 = Sudut datang berkas sinar yang dapat diketahui dari grafik

xxi

Dari rumus tersebut diatas nilai d dapat diketahui, satuan jarak kisi kristal (d) dalam
satuan Angstorm (A0). Untuk membedakan mineral mineral lempung tersebut dapat
dilakukan 3 macam cara identifikasi yaitu:
1.Analisa contoh asal (Untreated), pada contoh yang akan dianalisa tidak diberikan
tambahan apa apa
2.Analisa contoh yang ditambah dengan cairan glicol (glycolated)
3.Analisa contoh yang telah dipanaskan terlebih dahulu sampai denagn temperatur
5500c.
Setelah contoh tersebut dianalisis

dengan 3 macam cara tersebut maka

berdasarkan jarak kisi kisi kristalnya yang di dapatkan pada masing masing percobaan
yang dilakukan itu, maka mineral mineral yang terkandung pada contoh batuan tersebut
dapat diketahui.
2.3. Struktur Mineral Lempung
Pada dasarnya mineral mineral lempung terbentuk dari struktur yang tersusun
oleh kisi kisi struktur yang sejajar satu dengan yang lainnya. Mineral lempung pada
umumnya tersusun dari dua jenis struktur atom, jenis itu merupakan satu kesatuan dari
atom atom yang berkaitan membentuk struktur tertentu.
Jenis kesatuan yang pertama adalah unit alumina yang tersusun tertutup oleh
oksigen atau hidroksil .Diantara atom alumina tersebut terdapat enam atom oksigen atau
hidroksil pada posisi jarak yanng sama.terdiri dari dua lembaran oksigen yang rapat atau
hidroksil dari alluminium, besi atau magnesium yang berdempet dalam susunan

xxii

oktahedral, oleh karena itu akan terbentuk jarak yang sama dari ke enam atom oksigen
atau hidroksil tersebut. Apabila di dalam struktur tersebut terdapat alluminium, maka
hanya dua pertiga posisi yang mungkin terisi untuk mencapai ke setimbangan struktur
dan struktur tersebut sebagai struktur gibsit dengan rumus Al2(OH)6. Apabila di dalam
sturktur tersebut terdapat magnesium, maka seluruh posisis untuk mendapatkan
kesetimbangan struktur dan struktur tersebut disebut dengan struktur brusit dengan
rumus kimia Mg3 (OH)6.
Jenis kesatuan yang kedua tersusun oleh tetrahedra silika. Sebuah atom silika
tetrahedra mempunyai jarak yang sama dengan ke empat atom oksigen, hidroksil bila di
butuhkan untuk usaha menyeimbangkan struktur, sehingga susunan dari sebuah
tetrahedron akan teratur dengan kelompok yang teratur untuk membentuk jaringan
heksagonal berbentuk lembaran dengan komposisi kimia Si4O6(OH)4 (Grim 1953).
2.3.1. Mineral Montmorilonit
Mineral montmorilonit terjadi dalam ukuran partikel yang sangat kecil, dengan
begitu analisa di dapat dari defraksi sinar X tentang kristal tunggal tidak dapat
diperoleh. Montmorilonit mempunyai struktur yang tersusun oleh dua lembar
tetrahedral silika dengan sebuah pusat struktur berupa oktahedral alumina. Lembaran
lembaran tetrahedral dan oktahedral saling di kombinasikan sehingga ujung ujung
tetrahedral tiap tiap lembar silika atau satu lapisan hidroksil lembar oktahedral
membentuk suatu lapisan. Kenampakan yang menonjol dalam struktur montmorilonit
adalah adanya molekul air yang dapat di masuki posisi antar lapisan. Bila hal ini terjadi

xxiii

maka kisi kisinya dapat juga terisi oleh kation kation. Hal ini yang membedakan varites
varites montmrilonit dengan yang lainya..
2.3.2. Geokimia Unsur Penyusun Mineral Lempung
Unsur unsur utama penyusun mineral lempung adalah Si, Al, Fe, Mg, Na, dan K.
Diantara unsur unsur utama tersebut hanya Ca yang tidak masuk kedalam daftar
tersebut, akan tetapi unsur tersebut didalam lingkungan pengendapan mempunyai
pengaruh terhadap unsur unsur yang lain. Ion K+ yang terdapat didalam larutan biasanya
diserap oleh partikel partikel berbutir halus lebih banyak dari pada ion Na+. Pernyataan
tersebut akan menghasilkan rasio K/ Na lebih dari 1, sebagaimana halnya dalam
batulempung adalah 2,8 (Millot,1970). Kondisi tersebut akan memungkinkan
terbentuknya illit. Hal ini bukan berarti bahwa natrium tidak di jumpai di dalam illit,
tetapi kandungan unsur tersebut relatif lebih kecil daripada kalium. Pada kondisi yang
istimewa kandungan kalium dapat lebih kecil daripada kandungan natrium. Keadaan
tersebut dijumpai pada zona sementasi sehingga rasio K/Na, didalam air tawar adalah
1/10, di dalam air laut adalah 1/28,5 (Goldschimidt, 1973 vide Millot, 1970). kalsium
dan magnesium merupakan ion ion tanah yang mempunyai tingkah laku hampir sama,
akan tetapi peranan kalsium tidak begitu penting dalam pembentukan mineral lempung.
Selama proses tranformasi dan neoformasi sangat banyak diperlukan ion ion
Mg2+. Selama proses diagenesis ion Fe mempunyai kecendrungan yang besar untuk
memasuki kembali struktur silikat di dalam mineral lempung. Proses silikasi oleh
oksida besi tersebut mengahasilkan gloukonit didalam endapan endapan laut, pada

xxiv

kasus tersebut ion Fe menempati posisi oktahedral bersama sama dengan magnesium.
Selama waktu itu alumina akan memasuki struktur silikat lebih cepat daipada Fe. Bila
hal ini terjadi maka akan menghasilkan illit di dalam zona pelapukan moderat dan
kaolinit didalam zona pelapukan intensif. Didalam lingkungan dengan drainase baik,
selama pelapukan silika akan mengalami proses neoformasi untuk membentuk batuan
batuan lempung.
Pada dasarnya silikon dan aluminium mempunyai tingkah laku yang sama
dalam banyak hal dan hanya dalam sedikit kasus keduanya mempunyai tingkah laku
tidak sama atau berlawanan. Perbedaan tesebut di sebabkan oleh perbedaan sifat
kelarutan kedua ion tersebut. Alumina yang mempunyai kelarutan rendah terakumulasi
dekat dengan daerah pelapukan sehingga membentuk zona lapukan aluminaan,
sebaliknya silikat yang mempunyai kelarutan tinggi akan terangkat ke dalam cekungan
pengendapan dan bersama sama dengan magnesium akan mengalami neoformasi untuk
membentuk montmorilonit tipe trioktahedral.
2.4. Defenisi dan Mineralogi Bentonit
Bahan galian bentonit telah di kenal di Indonesia sejak diawalinya aktivitas
pemboran minyak bumi pada 1 abad yang lampau. Nama bentonit ini pertama kali di
perkenalkan oleh Knight pada tahun 1898 untuk menyebut suatu jenis lempung yang
sangat plastis dari Formasi Benton, Wyoming, Amerika Serikat. Riyanto (1992)
menyebutkan bahwa bentonit merupakan istilah dagang untuk sejenis lempung yang
sebagian besar atau seluruhnya tersusun oleh mineral montmirolonit

xxv

Sukandarrumidi (1999), menyebutkan bentonit adalah jenis lempung yang 80 %


lebih terdiri dari mineral montmorilonit (NaCa )0.33 (Al.Mg)12 Si4 O10 (OH)2 H2O,
bersifat lunak (kekerasan 1 pada skala Mohs, berat jenis antara 1,7 2,7, mudah pecah,
terasa berlemak, mempunyai sifat mengembang apabila kena air). Sifat bentonit antara
lain:
1. Berkilap lilin umumnya lunak, plastis dan sarang
2. Berwarna pucat dengan kenampakan putih, hijau muda, kelabu, merah
muda dalam keadaan segar dan menjadi krem bila lapuk yang kemudian
berubah menjadi kuning, merah coklat serta hitam.
3. Bila di raba terasa licin seperti sabun dan kadang kadang pada
permukaanya di jumpai cermin sesar
4. Bila di masukan ke dalam air akan menghisap air sedikit atau banyak
5. Bila kena hujan singkapan bentonit berubah menjadi bubur dan bila
kering menimbulkan rekahan yang nyata.

Penamaan jenis mineral lempung tergantung kepada orang atau ahli yang
menemukannya, misalnya ahli geologi, mineralogi, ahli tanah, ahli mineral industri dan
lain lain. Dalam mineral industri nama jenis lempung diambil dari nama tempat dimana
endapan tersebut ditemukan untuk pertama kali atau menurut sifat, penggunaan, mineral
penyusunnya. Di Inggris nama bentonit ini diperuntukkan bagi jenis lempung yang
terdiri dari mineral montmorilonit Na, sedangkan lempung yang banyak mengandung
mineral montmorilonit Ca Mg disebut dengan Fullers earth. Bentonit mempunyai
sifat kemampuan daya penyerap yang tinggi untuk menjernihkan warna, seperti
pengolahan minyak yang berasal dari binatang atau tumbuh tumbuhan. Kemampuan

xxvi

penyerapan warna dapat ditingkatkan melalui proses pengolahan dan pemanasan. Secara
umum bentonit dapat dibedakan menjadi:
a. Tipe Wyoming (Bentonit Na)
Merupakan jenis lempung bentonit yang mengembang apabila dicelupkan
kedalam air dan akan membentuk larutan koloid. Sifat ini terutama ditentukan oleh
jumlah kandungan ion atau kation yang mudah tertukar seperti Na+, Ca++, Mg++ dan H+.
Diantara kation tersebut kation Na+ yang

menyebabkan lempung tersebut dapat

mengembang dan membentuk larutan koloid. Pengembangan bentonit Na dapat


mencapai 8 kali, digunakan terutama sebagai lumpur pembilas dalam pengeboran,
penyumbat kebocoran bendungan dan pembuatan pelat baja besi. Bentonit Na banyak
menyerap air disertai dengan pengembangan yang besar. Kenampakan fisiknya
berwarna putih, cream dan berkilap dalam keadaan basah apabila kena sinar matahari,
perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloid mempunyai pH 8,5 9,8, tidak
dapat diaktipkan, posisi pertukaran ion sama sama diduduki oleh ion sodium atau Na.
b. Tipe Bentonit Ca - Mg (Bentonit Calsium Magnesium)
Jenis bentonit ini bersifat kurang mengembang apabila dicelupkan kedalam air
tetapi mempunyai sifat menghisap yang baik. Lempung ini terutama terdiri dari Ca
Mg montmorilonit serta beberapa mineral ikutan seperti kwarsa, plagioklas dan lain
lain. Kenampakan fisiknya berwarna abu abu, biru, kuning, merah dan coklat.
Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, kandungan silika tinggi, perbandingan
silika dan alumina berkisar 4 6, suspensi bentonit ini mempunyai pH 4 7. Posisi

xxvii

pertukaran ion utama diduduki oleh

ion calsium dan magnesium. Dalam keadaan

kering bersifat rapid slaking


2.5. Sifat Fisik Bentonit
Penggunaan bentonit untuk keperluan industri terutama berdasarkan sifat
fisiknya. Sifat atau komposisi kimia kurang memegang peranan penting bahkan dalam
beberapa tujuan penggunaan tertentu, hal ini ditinggalkan sama sekali. Diantara sifat
fisik yang sangat penting ialah kapasitas tukar kation, daya serap, luas permukaan,
reologi sifat mengikat dan melapis serta plastisitas.
2.5.1. Kapasitas Tukar Kation
Sifat ini menentukan jumlah kadar air yang terserap oleh bentonit, (dalam hal ini
mineral montmorilonit), didalam keseimbangan reaksi kimia. Ini terjadi karena struktur
kisi kisi kristal mineral montmorilonit serta adanya unsur (ion atau kation) yang mudah
terbuka dan menarik air. Kation atau ion Na mempunyai daya serap air yang lebih baik
dari pada ion lain seperti Mg++, Ca++ K+ dan H+. Dengan demikian maka bentonit yang
dimasukkan dalam air akan mengembang dan membentuk larutan koloid. Bila air
tersebut kemudian dikeluarkaan dari larutan koloid tersebut, maka akan terbentuk suatu
massa yang kuat, liat, keras dan tidak tembus air serta bersifat lembab atau tahan
terhadap reaksi kimia. Sifat ini diterapkan dalam pemboran dan teknik sipil.

Tabel 2. Perbedaaan Sifat Fisik Bentonit (Sarno Harjanto, 1987)

xxviii

No

Sifat Fisik

Ca Mg
Bentonit

Na Bentonit

Daya mengembang

rendah

Tinggi

Kekuatan tekan

Sedang

Tinggi

Perkembangan daya ikat

Cepat

Sedang

Panas

Rendah

Tinggi

Kering

Rendah

Tinggi

Kekuatan dalam keadaan


basah

Tinggi

Sedang

Daya tahan terhadap


penyusutan

Rendah

Tinggi

Kemantapan terhadap
panas pada temperatur
cetak

Rendah

Sangat Baik

2.5.2. Daya Serap


Sifat ini di sebabkan oleh ketidak seimbangan muatan listrik dalam ion serta
adanya pertukaran ion. Dalam mineral lempung daya serap terjadi pada ujung dan
permukaan kristal serta ruang diantara ikatan butir butir lempung. Bentonit mempunyai
sifat mengadsorbsi karena ukuran partikel koloidnya sangat kecil dan mempunyai
kapasitas pertukaran ion yang tinggi. Daya serap bentonit ini dapat ditingkatkan dengan
menambahkan larutan asam atau dengan istilah yang sering kita pakai dengan cara
aktivasi. Bentonit digunakan sebagai bahan penyerap dalam dua keadaan yaitu dalam
keadaan basah (suspensi) dan kering (bubuk). Daya serap bentonit dalam keadaan basah
diterapkan dalam industri penyulingan minyak makan, pemutih minyak gliserin, serta

xxix

penjernih air minum. Daya serap bentonit dalam keadaan kering digunakan dalam
industri obat obatan dan penyerapan tumpahan minyak dipabrik serta menyerap bau
kotoran ternak.
2.5.3. Luas Permukaan
Yang dimaksud dengan luas permukaan ialah jumlah luas permukaan kristal atau
butir butir bentonit, dinyatakan dalam m2 / gram. Sifat ini sangat penting karena makin
besar jumlah luas permukaan, makin banyak zat kimia yang dapat terbawa (melekat)
atau makin sempurna pori - pori yang dapat terisi. Sifat ini dimanfaatkan dalam industri
kimia, misalnya sebagai katalis, pembawa racun serangga dan jamur serta digunakan
sebagai bahan pengisi dan pengembang dalam industri kertas, cat dan plastik.
2.5.4. Reologi
Ada dua macam reologi yang diutamakan dalam penggunaan bentonit yaitu:
1.Kekentalan dan daya suspensi
Sifat ini dimanfaatkan dalam penggunaan sebagai lumpur bor, dalam
industri cat (cat minyak dan cat air) industri pupuk (pupuk yang disemprotkan),
industri keramik untuk pembuatan formula lapisan pengkilap (email dan untuk
mengemulsi bitumen).

2.Tixotropi

xxx

Sifat ini dipraktekkan dalam pemboran sebagai pembentuk dinding


penahan lubang bor, dalam teknik sipil berguna sebagai pembentuk lapisan
pelindung dalam pembuatan dinding diafragma, fondasi bendungan, jembatan
dan bangunan bangunan lain .
2.5.5. Pengembangan Bentonit
Pengembangan terjadi pada bentonit karena adanya penggantian isomorphous
dalam lapisan oktahedral (Mg dn Al) melengkapi suatu kelebihan muatan di ujung kisi.
Gaya elektrostatis mengikat lapisan lapisan permukaan pada pusat unit kristal dengan
jarak 4,5 0A dari permukaan. Gaya ini sangat kuat untuk mengadakan pertukaran ion
dipermukaan unit tetapi tidak menyebabkan unit tersebut saling merapat. Oleh
karenanya memungkinkan air untuk masuk keruang diantara lapisan tersebut dimana
lapisan lapisan itu akan memperbesar pemisahan antara

unit. Dengan adanya

pengembangan, jarak antara unit makin melebar dan kepingannya menjadi serpihan
pada pengocokan dalam air serta mempunyai permukaan luas dalam zat pensuspensi.
2.6. Kegunaan Bentonit
Kemajuan ilmu dan teknologi yang kian pesat secara langsung maupun tidak
langsung akan mempengaruhi penggunaan bentonit alami. Secara umum sumberdaya
mineral merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, namun kondisi
sekarang telah mengubah paradigma tersebut dengan adanya rekayasa dalam bidang
teknologi mineral dapat dilakukan pembuatan mineral sintetis walaupun masih
menggunakan bahan baku yang berasal

dari sumberdaya alam seperti banyak

xxxi

dijumpainya jenis mineral mineral sintetis dipasaran, bentonit sendiri terdiri dari Tonsil,
NKH, Galleon yang secara tidak langsung berpengaruh pada bentonit alami. Meskipun
penggunaan bentonit banyak mendapat saingan yang berasal dari lempung yang
diaktipkan, namun bentonit alami masih memiliki keunggulan terutama didalam sifat
sifat fisik / bawaannya.
2.6.1 Penggunaan sebagai Lumpur Bor
Penggunaan bentonit jenis ini merupakan pemasaran yang terpenting dari
bentonit, selama ini lumpur pemboran di Indonesia masih banyak didatangkan dari luar
negri (Import) dari Amerika Serikat, Jerman dan lain lain. Bentonit yang digunakan
dalam lumpur pemboran harus memiliki sifat daya mengembang (Swelling) yang baik,
disamping itu harus memiliki syarat dari American Petroleum Institute (API) seperti:
- kekentalan untuk larutan 10 gram dalam 350 ml air paling sedikit 8,0 cp
(centripoise = ukuran deajat kekentalan)
- hilang dalam penyaringan melalui kertas penapis (filter) untuk larutan 10 gram
dalam 350 ml air maksimum 14,0 ml
- kandungan uap air (kelembaban ) maksimum 12 %
- sisa yang tertampung oleh 200 mesh dalam penyaringan basah maksimum
2,5%
2.6.2. Penggunaan dalam pengecoran logam

xxxii

Sekalipun penemuan bahan pengikat dalam pembuatan alat cetak tuang dan
logam seperti silikat, resin semakin populer tetapi penggunaan bentonit merupakan yang
paling praktis. Hal ini disebabkan bentonit mempunyai sifat daya ikat yang baik, tahan
terhadap temperatur tinggi dan mempunyai daya tahan lama (keawetan) yang tinggi.
Bentonit yang umum dipergunakan sebagai bahan pengikat dalam alat cetak pada
industri pengecoran logam adalah bentonit alam dan sintetis. Bentonit alam
dipergunakan dalam pengecoran logam baja (steel), sedangkan untuk pengecoran logam
besi (ferrous) menggunakan bentonit sintetis.
2.6.3. Penggunaan dalam pembuatan pelet konsentrat besi
Penggunaan dalam konsentrat bijih (besi dan logam lain) merupakan konsumsi
utama didalam penggunaan bentonit.Dalam hal ini sifat bentonit yang digunakan adalah
daya ikat, plastisitas dan daya serap untuk menghilangkan kelembaban. Konsntrat bijih
yang akan dibentuk pelet mula mula digerus sampai 44 micron atau paling tidak 80%
lolos 325 mesh (USSM), kemudian bubuk bijih logam dicampur dengan bahan pengikat
yang mengandung 0,5 1,0% bentoit, dan pada aakhirnya campuran tersebut dimasukan
dalam tangki/ drum yang berputar sehingga terbentuklah pelet konsentrat bijih yang
berupa bola bola kecil. Setelah proses tersebut selesai bola bola tersebut dikeringkan
dengan hati hati untk mnghindari retakan, lalu didipanaskan dan dibakar. Pembakaran
dilakukan dengan tanur sehingga menghasilkan bola pelet menjadi lebih kuat.

2.6.4. Penggunaan dalam Industri Minyak Nabati

xxxiii

Bentonit merupakan salah satu jenis mineral lempung yang memiliki sifat daya
penyerap yang baik, sifat sifat tersebut tidak banyak dimiliki oleh jenis mineral lain.
Kemampuan untuk menyerap kotoran tersebut banyak digunakan dalam dunia industri
terutama industri minyak nabati/minyak goreng. Bentonit alam yang kondisi awalnya
kurang baik dalam daya penyerapan dapat ditingkatkan daya adsorbsi tersebut dengan
cara aktivasi.
Tabel 3. Spesifikasi Kimia Bentonit pada Industri Minyak Nabati
Senyawa Kimia
Bentonit
SiO2
Al2O3
Fe2O3
TiO2
CaO
MgO
K2 O
Na2O
Bahan habis
terbakar
Bleaching power

Prosentase senyawa kimia Bentonit


pada industri minyak nabati (%)
37,88-64,43
13,24-19,68
3,23-7,03
0,07-0,70
2,14,-15,4
1,68-2,21
0,48-1,58
0,12-0,53
12,46-21,76
25,38-38,11

2.6.5. Penggunaan lainnya


Bentonit juga banyak digunakan dalam dunia pertanian dan peternakan sebagaia
bahan tambahan. Bentonit yang digunakan dalam industri makanan ternak terutama
untuk makanan unggas, dalam hal ini

bentonit berfungsi sebagai bahan pengikat.

Penggunaan bentonit dalam industri lain seperti pada pembuatan tinta cetak, cat yang
tidak menetes, enamel keramik dan campuran cairan yang disemprotkan (untuk racun
serangga).

xxxiv

2.7. Aktivasi Bentonit


Proses adsorbsi merupakan suatu proses dasar dari pertukaran tempat dimana zat
warna yang diserap secara ireversibel pada permukaan lempung yang secara langsung
dan proporsional terhadap jumlah lempung yang ada. Lempung bentonit mempunyai
sifat adsorbsi disebabkan oleh sifat koloid dari ukuran butirnya yang sangat halus, sifat
lainnya adalah kemampuan pertukaran kation. Dalam keadaan awal, bentonit memiliki
kemampuan adsorbsi yang rendah tetapi melalui aktivasi (penambahan larutan asam dan
pemanasan), daya adsorbsinya akan meningkat. Bentonit mempunyai struktur bertingkat
dan kapasitas permukaan ion yang aktif dibagian dasar. Oleh karena itu, strukturnya
dapat diganti seperti struktur bagian dasar dengan cara penambahan larutan asam.
Larutan asam tersebut akan menyebabkan pergantian ion K+, Na+ dan Ca dengan H+
dalam ruang inter laminar, serta akan melepaskan ion Al+3, Fe+3 dan Mg+2 dari kisi
strukturnya sehingga menjadikan bentonit Ca-Mg menjadi lebih aktip.
Dalam pengaktipan bentonit sangat dipengaruhi oleh konsentrasi larutan asam
dimana selama pelepasan sifat asam komponen dasar montmorilonit kemungkinan
pertama yang akan diserang diujung bidang dengan penembusan terus masuk kedalam
Mg, Al dan Fe dari posisi oktahedral merubah kedudukannya dan kemudian masuk
kedalam larutan. Aluminium yang hilang dan ion - ion lainnya tidak mempengaruhi
lapisan lapisan silika oksigen yang tidak pecah yang merupakan kedua sisi dari kisi
dasar, pembukaan pada jaringan silika oksigen relatip kecil. Penembusan larutan asam
kemudian terus berlanjut kebagian dalam struktur, meninggalkan rangkaian dan akan
meliputi daerah yang luas.

xxxv

Aktivasi asam membuat montmrilonit menjadi bermuatan negatip pada


permukaan kristal dan dinetralkan oleh ion hidrogen pada antar permukaan. Hasil dari
pengaktipan dengan larutan asam lebih lanjut pada pelarutan akhir selanjutnya terjadi
oktahedral aluminium dan satu kerangka tetrahedral silika. Aktivasi asam menghasilkan
lapisan silika yang bebas dari kation teradsorbsi, kecuali hidrogen dan beberapa
alumina, dan kemudian memberikan suatu lapisan yang luas yang dipakai dalam
adsorbsi. Untuk menaikkan keporousan dengan pelepasan garam garam mineral. Dalam
pengaktipan akan bertambah luas permukaan dengan naiknya jumlah larutan asam yang
mengaktifkan, disamping itu

faktor faktor lain sangat mempengaruhi seperti; sifat

dasar, distribusi ukuran pori, keasaman bentonit dan harga SiO2 atau Al2O3.
2.8. Metode perhitungan Cadangan
Konsep perhitungan cadangan merupakan suatu faktor yang paling penting
dalam suatu proses penghitungan cadangan, sehingga konsep tersebut haruslah jelas dan
dimengerti dengan baik sebelum melakukan penghitungan sendiri. Didalam proses
perhitungan cadangan mineral, ada jenis-jenis endapan mineral yang mempunyai resiko
kesalahan tinggi dan ada pula jenis-jenis endapan mineral yang mempunyai resiko
kesalahan rendah.
a. Jenis endapan Vein, terbentuk setelah pembentukan batuan samping, mineral terdapat
dalam bentuk spot, tersebar tidak merata, tidak memperlihatkan tendency
geometrik, sulit dievaluasi (memiliki resiko tinggi), cadangan biasanya berskala
kecil.

xxxvi

b. Jenis endapan Strataform, terbentuk bersamaan (contemporaneous) dengan


pembentukan batuan samping, areal uniformity dan lateral presistence lebih luas,
lebih mudah dievaluasi, cadangan biasanya berskala besar.
c. Jenis endapan Massive / dessiminated / porphyry, terbentuk bersamaam dengan
pembentukan batuan pembawa mineral, penyebaran kadar kompleks, kadar sulit
dievaluasi (resiko tinggi), cadangan biasanya berskala besar.
d. Jenis-jenis endapan lain seperti endapan surficial, evaporite dan batubara, karena
geometri dan kadarnya kurang kompleks, mempunyai resiko kesalahan yang lebih
kecil dalam perhitungan cadangannya.
Endapan alluvial / stream channel sering memperlihatkan geometri penyebaran
mineral yang kompleks sehinggan sulit dievaluasi.
2.8.1. Metode Konvensional
Pada metode ini tidak cocok menggunakan aritmatik sederhana dan simple
concept of extension dan paling banyak dipakai pada masa-masa sebelum era
komputerisasi sebab dapat dikerjakan secara manual tanpa bantuan komputer. Pada
metode konvensional dalam perhitungan cadangan dibagi lagi menjadi beberapa
metode, yaitu :
a. Metode Poligon (area of influence)
Pada metode ini semua faktor ditentukan untuk suatu titik tertentu pada endapan
mineral, dieksistensikan sejauh setengah jarak dari titik-titik di sekitarnya yang
membentuk suatu daerah pengaruh (area of influence). Batas daerah pengaruh terluar

xxxvii

dari poligon bisa hanya sampai pada titik-titik bor terluar saja (included area) atau
dieksistensikan sampai sejauh setengah jarak (extended area).
Metode Area of Influence untuk perhitungan cadangan dilakukan sebagai berikut :
1. Untuk setiap lubang bor ditentukan suatu batas daerah pengaruh yang dibentuk oleh
garis-garis berat antara titik terdekat disekitarnya.
2. Masing-masing daerah / blok diperlukan sebagai poligon yang mempunyai kadar
dan ketebalan yang konstan yaitu sama dengan kadar dan ketebalan titik bor di
dalam poligon tersebut.
3. Cadangan endapan diperoleh dengan menjumlahkan seluruh tonase tiap blok /
poligon, sedangkan kadar rata-ratanya dihitung memakai pembobotan tonase.

Gambar. 2. Pola Lubang Bor Yang Teratur

xxxviii

BAB III
TATANAN GEOLOGI
3.1.Geomorfologi Daerah Penelitian
Geomorfologi adalah salah satu cabang dari ilmu geologi yang mengulas tentang
kenampakan roman muka bumi. Roman muka bumi itu sangat dikontrol oleh litologi,
struktur dan proses yang bekerja pada daerah tersebut. Pembagian satuan geomorfologi
daerah penelitian didasarkan atas genesa dan proses - proses yang membentuk serta
aspek morfometri. Genesa dan proses yang membentuk suatu satuan bentang alam yang
tercermin dalam pola dan bentuk bentang alam itu sendiri. Bentuk- bentuk bentang alam
dan sifatnya dapat ditentukan dari pola kontur

pada peta topografi dan hasil

pengamatan dilapangan.
Pola kontur yang jarang mencerminkan bentuk morfologi daerah yang landai
hal tersebut menggambarkan litologi yang dominan penyusunnya berupa batuan
seragam atau sedimen, begitu pula bentuk morfologi yang terjal akan tecermin dengan
kondisi pola kontur yang rapat dan biasanya tersusun oleh litologi yang keras berupa
batuan beku dan batuan metamorf, batuan tersebut merupakan batuan yang relatif tahan
terhadap pelapukan.
Aspek morfometris menyangkut relief suatu bentuk bentang alam yang
ditentukan oleh beda ketinggian dan kecuraman lereng, dari bentuk bentuk bentang
alam terebut, beda tinggi dan kecuraman lereng dapat ditentukan dengan melakukan
pengukuran sayatan yang dibuat pada peta topografi dan dikombinasikan dengan

xxxix

kenyataan hasil pengamatan dilapangan. Mempertimbangkan hal tersebut diatas dan


mengacu pada kasifikaasi dari William D.Thornbury, (1969), Maka daerah penelitian
dapat dibedakan menjadi satuan Geomorfik dataran.
Tabel.4. Klasifikasi Satuan Geomortfik William D.Thornbury, (1969)
Satuan geomorfik

Sub satuan geomorfik

Pemerian

Plateu

Peneplain, messa dan bute

Kubah (Dome)

Hogback,

kuesta,

batholite,

lakolite
Pegunungan

Pegunungan lipatan

Antiklin dan sinklin

Pegunungan bongkah

Gawir sesar, blok pegunungan


Triangular facet, graben dan

Struktur sesar

horst
Dolena, sinkhole, stalagtit dan

Topografi karst

stalagmit
Lahar, caldera, plug dome, lava

Vulkanik

plain, lahar vulkanik


Dataran aluvial

Dataran pantai, dataran banjir,


aluvial fan, gosong, lagoon dan
dataran danau

Dataran
Dataran glacial

Morena dan eskor

3.1.1. Satuan Geomorfik Dataran

xl

Geomorfik dataran merupakan morfo struktur pasif yang terbentuk dari aktivitas
erosi baik berupa erosi air maupun cuaca. Kenampakan dilapangan dijumpai adanya
endapan soil yang begitu tebal. Satuan dataran ini menyebar merata, dicirikan dengan
kenampakan garis kountor yang jarang dengan ketinggian berkisar 125 - 93 meter diatas
permukaan air laut. Satuan dataran ini tersusun oleh litologi berupa material matrial
yang berukuran kerakal sampai lempung.
Ciri umum dari satuan ini adalah pemukaan yang relatif datar dan termasuk
dalam endapan kuarter dan dijumpai adanya sungai yang berstadia tua dan dewasa yang
mengalir diatasnya, dengan kenampakan tersebut satuan ini merupakan tempat
terkumpulnya material material lepas sehingga terkumpul dan teronggokan menjadi
bahan galian golongan C (pasir dan batu). Satuan dataran alluvial pada daerah penelitian
umumnya digunakan sebagai lahan pertanian berupa perladangan, pemukiman dan
perkebunanan PTPN II.

Foto.1. Kenampakan Morfologi Daerah Penelitian


3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian

xli

Stratigrafi merupakan bagian dari ilmu geologi yang mengulas tentang batuan
berupa lapisan batuan, hubungan satuan batuan, dan komposisi dari batuan tersebut.
N.R. Cameron, dkk (1982), membuat uraian mengenai stratigrafi regional baik
peristilahan maupun penggolongan lithostratigrafi regional daerah Medan. Berdasarkan
ciri ciri dan keadaan litologi yang tersebar di Sumatera Utara, maka dikategorisasi
kedalam Kelompok, Formasi dan Anggota.
Penyusunan stratigrafi daerah penelitian di dasarkan pada konsep litostratigrafi
yang dikembangkan dalam Sandi Stratigrafi Indonesia, (1996). Penamaan dan
pengelompokan satuan batuan mengikuti cara cara penamaan satuan litostratigrafi
tidak resmi yang bersendikan pada kenampakan litologi yang paling dominan dalam
urutan stratigrafi. Daerah penelitian termasuk kedalam Cekungan Sumatera Utara
dengan litologi penyusunnya satuan batulempung dan endapan aluvial.

3.2.1.Satuan Batulempung
Kenampakan fisik dilapangan satuan batulempung ini berwarna abu abu
kehitaman sebagian berwarna kemerahan, berukuran halus / lempung, bersifat lunak,
masif, memperlihatkan struktur laminasi, dan memiliki daya serap terhadap air yang
baik. Satuan batuan ini menempati pada satuan morfologi dataran yang mengalir
padanya sungai Batang Sarangan. Pada sungai Batang Sarangan ini singkapan batu
lempung dapat terlihat jelas dan segar, sehingga dapat memberikan gambaran tentang
ketebalannya. Satuan batulempung memiliki ketebalan yang berbeda beda hal ini dapat
kita lihat berdasarkan hasil pengeboran yang dilakukan. Adanya perbedaan bentuk

xlii

morfologi akan berpengaruh pada ketebalan lapisan endapan batulempung. Hal lain
yang dapat kita lihat adalah material penyusun satuan batulempung berupa lempung dan
berukuran lempung menurut skala Wrentworth. Dalam penentuan umur satuan batu
lempung ini menggunakan data korelasi regional dengan melihat kenampakan ciri ciri
dilapangan

dan kemudian membandingkannya dengan lithologi regional (N.R.

Cameron, et,al, 1982) maka umur satuan batu lempung ini adalah Miosen Akhir
Pliosen. Dengan Lingkungan pengendapannya adalah Bathyal Atas

Foto. 2. Satuan batulempung pada daerah Sei Batang Sarangan

3.2.2. Endapan Alluvial


Endapan alluvial merupakan endapan yang terbentuk pada kala Resent yang
sangat dipengaruhi oleh proses geologi yang bekerja hingga saat ini. Penamaan dari
endapan alluvial ini didasarkan kepada komposisi material yang terdiri dari material
berukuran lempung, pasir sampai kerakal yang merupakan hasil transportasi batuan
yang terendapkan sebelumnya. Endapan alluvial ini menyebar pada sepanjang sungai

xliii

Batang Sarangan dan membentuk morfologi datar / landai. Pada umumnya daerah
endapan alluvial ini merupakan daerah konsentrasi aktivitas penduduk setempat sebagai
tempat tataguna lahan yang baik seperti pemukiman, perkebunan dan perladangan.
Endapan ini tersusun oleh material material lepas yang merupakan hasil endapan sungai
yang terakumulasi dan terendapkan. Berdasarkan kenampakan batuan di lapangan yang
merupakan hasil akumulasi dari batuan yang ada sebelumnya maka umur endapan
alluvial ini adalah Holosen hingga Resent (N.R. Cameron, et, al, 1982).

xliv

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1.Eksplorasi Bentonit
Eksplorasi bentonit merupakan rentetan kegiatan yang berakhir pada estimasi
atau perkiraan besarnya cadangan endapan bentonit. Pekerjaan yang dilakukan dalam
eksplorasi ini meliputi pemetaan dan pembuatan sumur uji / pengeboran.
4.1.1.Pemetaan Geologi
Pemetaan dilakukan untuk mengetahui seberapa luas penyebaran endapan bentonit,
kemudian batas batas satuan litologi, jenis satuan batuan dan kondisi dilapangan secara
real (lampiran Peta Sebaran Bentonit). Berdasarkan hasil pemetaan ini juga dilakukan
untuk pembuatan sumur uji / pengeboran. Berikut ini merupakan kenampakan sifat sifat
fisik endapan bentonit secara megaskopis yang dijumpai dilapangan adalah,
Warna

: abu abu ( coklat tanah), kuning kemerah merahan (oksidasi)

Ukuran butir : halus - sedang


Cerat

: putih

Kekerasan

: 1 -2 skala mosh

Kilap

: lilin

Sifat dalam

: Brittle

Sifat lain

: pada permukaan terlihat slacking crack pattern

xlv

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan terhadap endapan mineral bentonit


menunjukan adanya variasi warna hal ini disebabkan pengaruh oksidasi

sehingga

bentonit terkadang menghasilkan warna abu abu, kuning kemerahan (Foto.3)

a. Singkapan bentonit yang masih segar

b. Singkapan bentonit yang teroksidasi

Foto.3. Singkapan bentonit yang menunjukan variasi warna


4.1.2. Pengeboran / sumur uji
Untuk mengetahui ketebalan lapisan endapan bentonit dan variasi endapan
bentonit dilakukan dengan pengeboran, hasil pengeboran diharapakan dapat diketahui
tebal lapisan endapan bentonit. Pengeboran dilakukan dengan menggunakan bor tangan.
Berdasarkan hasil pengeboran yang dilakukan dari 5 titik bor yang dilakukan pada
daerah penelitian didapatkan ketebalan yang bevariasi, hal ini disebabkan keadaaan
morfologi daerah penelitian relatif tidak seragam (bergelombang). Pada sei Batang
sarangan lapisan endapan bentonit menunjukan ketebalan

8 meter, sedangkan

berdasarkan hasil pengeboran yang dilakukan pada Bor 1, Bor 2, Bor 3, Bor 4 dan Bor
5 menghasilkan ketebalan rata rata 6,8 meter (lihat lampiran pengeboran). Kendala

xlvi

yang dihadapi selama pengeboran adalah endapan bentonit sangat liat sehingga
pengeboran tidak begitu maksimal kemudian keterbatasn akan tenaga hanya
menggunakan tenaga manusia.

Foto 4. Salah satu kegitan Pengeboran untuk


mendapat ketebalan lapisan bentonit

4.2. Perhitungan Cadangan


Perhitungan cadangan endapan bentonit pada daerah penelitian dihitung dengan
menggunakan metode setengah daerah pengaruh yaitu setengah daerah pengaruh
kedalam dan diplotkan pada peta topografi

skala 1:25.000. Berdasarkan hasil

pengeboran yang dilakukan didapatkan ketebalan rata rata 6,8 meter, sehingga

xlvii

berdasarkan data tersebut kita dapat menghitung volume dan tonage dengan
menggunakan formulasi setengah daerah pengaruh:
(V) = S x T
Tonage = V x
Dimana
V

: volume (m3)

: luas daerah (m2)

: kedalaman (ketebalan m)

: density bentonit (2,6 Kg / m3)

Skala peta : 1 : 25.000 = 1cm = 250 meter

Fk : Faktor koreksi 25%


Volume

= 170.016,09 x 250
= 42.504.022 m3

Tonage

= 42.504.022 x 2,6
= 110.510.457,2 ton

Fk 25%

= 110.510.457,2 x 25%
= 27.627,614,25 ton

Tonage

= 110.510.457,2 - 27.627,614,25

Tonage

= 82.882.843 ton

xlviii

4.3. Jenis Lempung


Untuk mengetahui jenis lempung yang terdapat pada daerah Namugedang
Padang Tualang Kab. Langkat dilakukan analisis

kimia, difraksi sinar X, masing

masing 6 sampel yaitu: Gus1, Gus 2, Gus3, Gus 4, Gus 5 dan Gus 6.
4.3.1. Analisis jenis lempung ( X - Ray Difraction)
Analisis ini menggunakan metode difraksi sinar X, yang dilakukan di
Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Berdasarkan hasil analisis jenis mineral yang terkandung didalamnya
didapatkan bahwa jenis mineralnya adalah montmorilonit dan quartz (lampiran hasil
analisis X ray difraksi).
4.3.2. Analisis Oksida Mayor / Analisis Kimia
Analisis oksida mayor dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada
Yogyakakarta, menunjukan kandungan SiO2 34,34 37,06 % dan Al2O3 5,74 7,16 %.
Secara umum Perbandingan komposisi kandungan MgO 0,76 1,87 % dengan Na2O
0,76 1,38 % menunjukan hasil yang lebih tinggi maka disimpulkan jenis bentonit
adalah Ca - Mg Bentonit contoh sampel Gus 1, Gus 2, Gus 4 dan Gus 6. Jika kita lihat
hasil analisis sampel berdasarkan atas contoh bentonit yang dianalisis maka dapat
disimpulkan tidak semua adalah Ca Mg bentonit tetapi ada juga yang mengandung Na
Bentonit, contoh sampel Gus 3 dan Gus 5 (Tabel 5). Tingginya kandungan unsur
pengotor didalam bentonit seperti Fe (1,70 4,12%) menyebabkan warna bentonit

xlix

menjadi kuning kemerahan (teroksidasi). Di dalam pemanfaatannya dalam bidang


industri unsur pengotor tersebut sangat tidak diharapkan sebab dapat mempengaruhi
mutu dari bahan galian tersebut.
Tabel 5. Hasil Analisa Oksida Mayor (%)
No

Contoh

SiO2

Al2O3

Fe2O3

MgO

K 2O

Na2O

Bentonit
1

Gus 1

36,21

6,21

3,51

1,51

1,54

0,77

Gus 2

35,14

5,78

4,12

1.87

1,41

1,23

Gus 3

34,34

7,06

3,90

0,76

0,97

1,40

Gus 4

35,16

5,74

3,24

1,67

1,76

1,38

Gus 5

35,88

7,16

1,70

0,90

1,25

1,07

Gus 6

37,06

6,54

1,71

0,85

1,08

0,76

4.4. Analisis Hasil


Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan pengukukuran ketebalan lapisan
yang dilakukan menunjukan bahwa bentonit daerah telitian menunjukan ketebalan yang
bervariasi, hal ini disebabkan
(bergelombang), sedangkan

oleh kondisi morfologi yang relatif tidak seragam


jumlah cadangan bentonit pada daerah penelitian

berdasarkan hasil pengeboran pada 5 titik bor yang dilakukan menghasilkan tonage
82.882.843 ton. Hasil analisis Kimia yang dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik

Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menunjukan


bentonit daerah telitian komposisi Fe yang tinggi 1,7 4,12% hal tersebut berimplikasi
terhadap kondisi bentonit dilapangan seperti adanya warna kuning kemerah merahan,
jika kita lihat secara umum bentonit daerah telitian merupakan jenis bentonit Ca Mg.
Jika dibandingkan dengan spesifikasi hasil analisis dari PPTM (tabel 4) bentonit
daerah Namogedang Kabupaten Langkat sesuai / dapat dipergunakan untuk bahan
penjernih / penjernih minyak kelapa sawit. Hanya saja untuk bahan baku tersebut perlu
penelitian lebih lanjut seperti analisis KTK, Bleaching power. Tingginya unsur pengotor
tersebut dapat diminimalisir / diperkecil dengan cara aktivasi kimia dan pemanasan.
Aktivasi kimia tersebut dapat menggunakan HCl (asam klorida), H2SO4 (asam sulfat)
dimana salah satu fungsi dari aktivasi tersebut adalah untuk menangkap / menyerap ion
ion pengotor terutama kandungan unsur Fe tersebut, sehingga pada tahap awal bentonit
mempunyai daya serap yang rendah namun dengan proses aktivasi kimia bentonit
daerah telitian dapat ditingkatkan sehingga memiliki daya serap yang tinggi.

li

Bongkah
Bentonit

Penimbunann
n

Preparasi ukuran

Pengayakan

Pengeringan
dengan Burner

Pengayakan

Digiling

Pengeringan
dengan burner

Pengayakan

Prudukta

Digiling

Pemisahan dengan
Classifier

Gambar.3. Diagram alir proses pengolahan Bentonit

lii

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang terangkum dalam laporan ini maka
dapat ditarik

suatu kesimpulan bentonit daerah Namogedang Kabupaten Langkat

merupakan bentonit dengan jenis Ca Mg bentonit. Berdasarkan hasil perhitungan


cadangan bentonit yang dilakukan memiliki jumlah tonage adalah = 82.882.843 ton.
Jika dibandingkan hasil analisis kimia bentonit daerah Namogedang Kabupaten Langkat
dengan hasil analisis kimia PPTM maka bentonit daerah Namogedang dapat
dipergunakan dalam industri minyak nabati terutama dalam industri penjernihan /
penyaring minyak kelapa sawit (bleaching earth).
Tingginya kandungan unsur pengotor yang terdapat didalam bentonit terutama
unsur Fe 1,7 4,12% sangat mempengaruhi kualitas bentonit terutama didalam proses
penggunaan sebagai bahan baku industri baik berupa sebagai bahan baku utama maupun
sebagai bahan tambahan. Adanya

mineral pengotor tersebut dapat diminimalisir /

diperkecil dengan proses aktivasi kimia, sehingga pada tahap awal bentonit yang
memiliki kemampuan daya serap yang rendah dapat ditingkatkan melalui proses
aktivasi kimia .

liii

A.Saran
Dalam upaya pemanfaatan bentonit sebagai bahan galian industri perlu
pengkajian lebih detail / penelitian lanjutan terutama sifat fisik dan kimia bentonit
tersebut, khusus untuk pemakaian bentonit sebagai penjernih minyak kelapa sawit
dalam skala industri perlu pencermatan lebih lanjut terhadap parameter parameter lain
yang tidak diperhitungkan sebelumnya seperti proses aktivasi kimia, analisis kapasitas
tukar kation (KTK), bleaching power dan bentonit pembanding. Sehingga didapatkan
hasil yang sesuai dengan bentonit yang ada dipasaran. Untuk perhitungan cadangan agar
didapatkan hasil yang lebih maksimal diperlukan penelitian lebih lanjut terutama
dengan melakukan pengukuran yang lebih detail dengan penambahan jumlah titik bor /
sumur uji sebab dengan luas daerah penelitian tersebut masih kurang representatif
sehingga hasil perhitungan yang didapatkan lebih akurat / valid.

liv

DAFTAR PUSTAKA
Aldiss, D. T., Aspden, J. A., Clarke, M. C. G., Diatma, D., Djunuddin, A., Harahap, H.,
Kastawa, dan Whandoyo, R., 1982, Peta Geologi Lembar Padangsidempuan
dan Sibolga, Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
Anonim, 1999, Tonsil Tanah Pemucat Beraktivitas Tinggi, PT. Sud-Chemie Indonesia,
Jakarta
Alino B. R dan Komar P.A., 1982, Penjernihan Minyak Nabati dengan Bentonit dari
Nanggulan Yogyakarta. Direktorat Jendral Pertambangan Umum Pusat
Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung
Grim, R..E., and Guven. N., 1978, Bentonites Geology, Mineralogy, Properties and
Uses, Elsevier Scientivic Publishing Company, New York
Kunrat,T.S, 1994, Prospek Usaha Pertambangan Bentonit, Direktorat Jendral
Pertambangan Umum, Bandung
Mag. T.K, 1994, Bleaching Theory and Practice, Research Center, Canada Packers
Inc, Toronto, Ontario M6N 1K4, Canada
Poppof, C, Consiantine, 1966, Computing Reserves of Mineral Deposits Principles and
Conventional Methods, United State Departerment of Interior, Bireou of Mine,
Seattle, Washington
Riyanto, A.,1992, Bahan Galian Industri Bentonit, PPTM, Bandung
Sarno Harjanto, 1987, Lempung, Zeolit, Dolomit dan Magnesit, Direktorat Sumberdaya
Mineral, Bandung
Siddiqui. Hasnuddin. M.K 1968, Bleaching Earth, Regional Research Laboratory,
Hyderabad, India
Suhala, S. dan Arifin, M., 1997, Bahan Galian Industri, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung

Sukandarrumidi, 1999, Bahan Galian Industri, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta

lv

Anda mungkin juga menyukai