Chronic Kidney Diseases
Chronic Kidney Diseases
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. N.S
Usia
: 36 Tahun
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Status
: Sudah Menikah
Agama : Islam
Datang ke Rumah Sakit pada tanggal : 2 Maret 2014 di Poliklinik Penyakit Dalam
Dirawat pada tanggal 30 Maret 2014
Anamnesa tanggal 30 Mei 2014
A. SUBYEKTIF
KELUHAN UTAMA :
Mual dan Muntah
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah. Keluhan ini sudah
dirasakan kurang lebih sejak 1 bulan. Pasien sering mengalami muntah setiap
harinya. Sehari pasien bisa mengalami muntah sebanyak 3 kali. Muntahan yang
keluar hanya sedikit dan hanya air liur saja. Pasien menyangkal keluhan tersebut
disertai dengan nyeri perut, nyeri perut seperti terbakar di ulu hati hingga
tenggorokan atau diseluruh lapang bagian perut, nyeri seperti ditusuk, diremas
ataupun nyeri yang menjalar hingga pinggang belakang pun disangkal. Pasien
menyatakan keluhan juga disertai dengan nyeri pada kepala. Keluhan tersebut
dirasakan hilang timbul. Pasien menyatakan adanya keluhan nyeri kepala terjadi
di bagian ubun-ubun. Timbul secara perlahan dan hilang pun secara perlahan.
Meskipun pasien mengaku mempunyai riwayat darah tinggi, jika tekanan darah
sedang meningkat, pasien tidak mengalami keluhan yang berarti ataupun nyeri
kepala. Pasien menyangkal adanya trauma pada bagian kepala. Pasien juga
merasakan badan terasa lemas, meskipun pasien melakukan aktifitas ringan,
pasien mengeluhkan mudah lelah. Namun begitu, pasien menyangkal adanya
kelemahan pada otot-otot tangan, kaki ataupun yang lainnya. Pasien juga
menyatakan nafsu makan menurun dalam 3 bulan terakhir ini. Sehingga pasien
mengalami penurunan berat badan sebanyak 15 kg dari berat badan sebelumnya
85 kg hingga 70 kg.
Pasien juga mengeluhkan adanya gangguan pada saat buang air besar
kurang lebih sejak 2 minggu terakhir. Setiap hari pasien BAB namun yang keluar
hanya sedikit sekali meskipun feses normal, konsistensi tidak keras ataupun encer.
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan saat BAK seperti nyeri pada saat
BAK, pancaran lemah, perubahan posisi untuk BAK, ataupun adanya perubahan
warna urin seperti merah atau kuning pekat seperti teh.
Pasien menyangkal adanya keluhan sesak nafas ataupun batuk dalam
keadaan istirahat ataupun aktifitas berat sekalipun. Pasien juga menyangkal
adanya nyeri dada seperti ditusuk ataupun ditindih serta tidak adanya nyeri yang
menjalar ke tangan, punggung ataupun organ lainnya. Selain itu juga pasien
menyangkal adanya rasa berdebar-debar di bagian dada.
Pasien menyatakan, dahulu pasien sering mengkonsumsi jamu-jamuan.
Hampir setiap malam pasien mengkonsumsi jamu-jamuan tersebut. Selain itu
pasien juga sering mengkonsumsi minuman berenergi seperti Extra jos, minuman
sejenisnya atau minuman berwarna lainnya setiap hari sehingga pasien
menyatakan jarang sekali mengkonsumsi air putih. Mengkonsumsi air putih
pasien katakan hanya beberapa gelas saja per hari selebihnya minuman-minuman
tersebut. Pasien menyangkal sebagai perokok. Pasien menyatakan bahwa dirinya
jarang berolahraga serta mengkonsumsi sayur dan buah-buahan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
-
RIWAYAT PENGOBATAN :
-
Sudah mengkonsumsi obat dari poli untuk keluhan mual dan muntahnya,
Kesadaran
Vital Sign
TD
Nadi
Suhu
RR
: 160/120 mmHg
: 80x/menit
: 35,5 C
: 20x/menit
THORAKS
-
Cor
Inspeksi
: IC tidak terlihat
Palpasi : IC tidak kuat angkat
Perkusi
: Kanan atas
: SIC II Linea Para Sternalis Dextra
Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
Kiri atas
: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
Kiri bawah
: SIC IV Linea Medio Clavicularis
Sinistra
Auskultasi
: S1 > S2
Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Simetris
: Vokal Fremitus kanan = kiri
: Sonor pada kedua lapang paru
: Suara dasar Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
:
Inspeksi
: Cembung
Auskultasi
: BU (+) 4x/menit
Perkusi
: Timpani
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, CVA
(-/-)
Ekstremitas :
Edema -/Sianosis -/Akral hangat
Tidak kering
Capilla refil (dbn)
Motorik 5/5 5/5
DAFTAR MASALAH
Subyektif
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Mual
Muntah
Lemas
Pusing
Sulit BAB sejak 2 minggu
Penurunan berat badan 15 kg dalam 3 bulan
Riwayat gagal ginjanl
8. Riwayat hipertensi
9. Sering mengkonsumsi minuman berwarna dan berenergi, jamu-jamuan
dan jarang minum air putih
Obyektif
1. Tekanan darah : 160/120
HIPOTESA
Pasien diatas kemungkinan menderita gagal ginjal kronik dengan faktor penyebab
hipertensi
PLANNING
Diagnostik
-
Terapi
- Tirah baring
-
Os mikro lini
Captopril 3x50 mg
Amlodipin 10 mg 2x1
Ij Furosemid 2x1
Ij Ranitidin 2x1
Vomitas 3x1
Monitoring
- Tekanan darah
- Elektrolit
Follow Up
(30 04 2014 )
-
S
O
KU/KES
:
Cm,
sakit
sedang
Mual dan muntah sejak
2 minggu
VS
A
CKD
P
DIAGNOSTIK
HT
PDL
TD: 180/110
ANEMIA
Kimia darah
N: 80x/menit
DM
USG Abdomen
Pusing
S: 36,5C
R: 20x/menit
Bak (n)
Demam (-)
Sesak (-)
Th/
FARMAKOLOGI
PULMO
I : Simetri
P: VF Ka = Ki
P : Sonor
A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/COR
I : IC tidak tampak
P: Ic tidak kuat angkat
P : Redup
A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)
Supportif :
D5 mikro lini
Causatif :
Catopril 3x50mg
Amlodipin 2 x 1
IjFurosemid 2x1
Bolus D40 + 5
ui insulin 2x
Kalitate 2 x1
NON FARMAKOLOG
Transfusi pcr
ABDOMEN
I : Datar
Symptom
A : BU (+) normal
Ij ranitidin 2x1
P ; NT (-)
Vomitas 3x1
P: Timpani
EKSTREMITAS
Monitoring:
Edema -/-
CR < 2 detik
Hangat
1. VS (TD)
2. Darah lengkap
(HB, MCV,
MCH)
3. Kimia darah
(GDS, urea dan
kreatinin)
EDUKASI
Kurangi konsumsi air
JENIS
HASIL
REFERENSI
PEMERIKSAAN
WBC
LYM#
MID#
GRAN#
LYM%
MID%
GRAN%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW_CV
PLT
MPV
PCT
PDW
6.1 K/L
1.4 K/L
0.8 K/L
3.9 K/L
22.2 %
13.8%
64.0%
2.87 M/uL
8.5 g/dL
24.8 %
86.3 fL
29.6 Pg
34.3 g/dL
11.0 %
183 K/uL
8.0 fL
0.15 %
14.3%
4.0 10.0
1.0 - 5.0
0.1 - 1.0
2.0 - 8.0
25.0 50.0
2.0 10.0
50.0 80.0
4.0 6.20
11.0 17.0
35.0 55.0
80.0 100.0
26.0 34.0
31.0 35.5
10 16
150 450
7.4 11.0
0.20 0.50
10.0 18.0
Jenis Pemeriksaan
Gula darah
Urea
Creatinin
SGOT
SGPT
HbsAg
Follow Up
Hasil
116 mg/dl
133 mg/dl
20.1 mg/dl
9 U/l
8U/l
-
Referensi
70-115
17 - 43
0.675 1.300
0.000 37.000
0.000 41.00
(01 05 2014 )
-
S
Muntah 3x dan hanya
O
KU/KES : Cm, sakit sedang
CKD
air liur
VS
HT
P
DIAGNOSTIK
PDL
Pusing
TD: 160/130
Kimia darah
Lemas
N: 90x/menit
USG Abdomen
S: 36C
R: 20x/menit
MATA : Ca +/+, Si -/LEHER : JVP & KGB (N)
Th/
Farmakologi
PULMO
I : Simetri
P: VF Ka = Ki
D5 mikro lini
Amlodipin 2 x 1
Causatif :
Catopril 3x50mg
P : Sonor
COR
Supportif :
IjFurosemid 2x1
Non farmakologi
Transfusi PRC
Symptom
Ij ranitidin 2x1
Vomitas 3x1
A : BU (+) normal
P ; NT (-)
P: Timpani
EKSTREMITAS
Edema -/-
CR < 2 detik
Hangat
Monitoring:
1. VS (TD)
2. Darah lengkap
(HB, MCV,
MCH)
3. Kimia darah
(GDS, urea dan
kreatinin)
EDUKASI
Kurangi konsumsi
Follow Up
(02 05 2014 )
-
S
Muntah 2x, air liur
O
KU/KES : Cm, sakit sedang
CKD
Pusing
VS
HT
Lemas
TD: 180/110
P
DIAGNOSTIK
Anemia
N: 80x/menit
Kimia
darah
S: 36,5C
(GDS,
Ureum,
R: 20x/menit
Kreatinin)
USG Abdomen
(Ukuran ginjal)
PULMO
I : Simetri
Th/
P: VF Ka = Ki
farmakologi
P : Sonor
D5 mikro lini
I : IC tidak tampak
Amlodipin 2 x 1
P : Redup
IjFurosemid 2x1
Kalitate 2 x 1
Non farmakologi
Transfusi Prc
A : BU (+) normal
P ; NT (-)
P: Timpani
EKSTREMITAS
Edema -/-
CR < 2 detik
Hangat
Causatif :
Catopril 3x50mg
ABDOMEN
Supportif :
Symptom
Ij ranitidin 2x1
Vomitas 3x1
MONITORING
1. VS (TD)
2. Darah lengkap (HB,
MCV, MCH)
3. Kimia darah (GDS,
urea dan kreatinin)
2.
JENIS
HASIL
REFERENSI
PEMERIKSAAN
WBC
LYM#
MID#
GRAN#
LYM%
MID%
GRAN%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW_CV
PLT
MPV
PCT
PDW
5.3 K/L
1.0 K/L
0.6 K/L
3.7 K/L
19.3 %
11%
69.7%
2.67 M/uL
8.1 g/dL
22.6 %
84.6 fL
29.6 Pg
35 g/dL
11.3 %
193 K/uL
8.5 fL
0.16 %
14.3%
4.0 12.0
1.0 - 5.0
0.1 - 1.0
2.0 - 8.0
25.0 50.0
2.0 10.0
50.0 80.0
4.0 6.20
11.0 17.0
35.0 55.0
80.0 100.0
26.0 34.0
31.0 35.5
10 16
150 450
7.4 11.0
0.20 0.50
10.0 18.0
Hasil
85 mg/dl
10.1 mg/dl
Referensi
17 - 43
0.675 1.300
Follow Up
(03 05 2014 )
S
VS
TD: 160/100
Pusing (-)
CKD
DIAGNOSTIK
HT
PDL
DM
Kimia darah
USG Abdomen
N: 80x/menit
S: 35.8C
R: 20x/menit
Th/
Farmakologi
PULMO
Supportif :
D5 mikro lini
I : Simetri
P: VF Ka = Ki
Causatif :
Catopril 3x50mg
P : Sonor
Amlodipin 2 x 1
IjFurosemid 2x1
COR
Bolus D40 + 5
I : IC tidak tampak
ui insulin 2x
Symptom
ABDOMEN
I : Datar
Ij ranitidin 2x1
Vomitas 3x1
A : BU (+) normal
MONITORING
P ; NT (-)
1. VS (TD)
2. Darah lengkap
(HB, MCV,
MCH)
3. Kimia
darah
P: Timpani
EKSTREMITAS
Edema -/-
CR < 2 detik
Hangat
kreatinin)
JENIS
HASIL
REFERENSI
PEMERIKSAAN
WBC
LYM#
MID#
GRAN#
LYM%
MID%
GRAN%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW_CV
PLT
MPV
PCT
PDW
8.4 K/L
1.2 K/L
0.2 K/L
6.9 K/L
14.5 %
2.9%
80.0%
2367 M/uL
10.8 g/dL
30.6 %
84.6 fL
29 Pg
35.3 g/dL
11.9 %
154 K/uL
8.5 fL
0.14 %
12.7 %
4.0 12.0
1.0 - 5.0
0.1 - 1.0
2.0 - 8.0
25.0 50.0
2.0 10.0
50.0 80.0
4.0 6.20
11.0 17.0
35.0 55.0
80.0 100.0
26.0 34.0
31.0 35.5
10 16
150 450
7.4 11.0
0.20 0.50
10.0 18.0
Jenis Pemeriksaan
Gula darah
Urea
Creatinin
SGOT
SGPT
Hasil
246 mg/dl
61 mg/dl
8.4 mg/dl
16 U/l
14U/l
Referensi
70-115
17 - 43
0.675 1.300
0.000 37.000
0.000 41.00
Follow Up
(04 05 2014 )
-
S
Mual (-)
O
KU/KES : Cm, sakit sedang
CKD
Muntah (-)
VS
HT
Pusing (-)
P
DIAGNOSTIK
PDL
TD: 180/110
Kimia darah
N: 80x/menit
USG Abdomen
Supportif :
S: 35.8C
R: 20x/menit
MATA : Ca +/+, Si -/-
Th/
D5 mikro lini
Causatif :
P: VF Ka = Ki
Catopril 3x50mg
P : Sonor
Amlodipin 2 x 1
IjFurosemid 2x1
COR
I : IC tidak tampak
Symptom
Ij ranitidin 2x1
P : Redup
Vomitas 3x1
Edema -/-
CR < 2 detik
Hangat
Follow Up
(05 05 2014 )
-
S
Mual (-)
O
KU/KES : Cm, sakit sedang
CKD
Muntah (-)
VS
HT
Pusing (-)
P
DIAGNOSTIK
PDL
TD: 160/120
Diffcount
N: 80x/menit
Kimia darah
S: 35.8C
USG Abdomen
Supportif :
R: 20x/menit
MATA : Ca +/+, Si -/LEHER : JVP & KGB (N)
PULMO
I : Simetri
Th/
D5 mikro lini
P: VF Ka = Ki
Causatif :
P : Sonor
Catopril 3x50mg
Amlodipin 2 x 1
COR
IjFurosemid 2x1
I : IC tidak tampak
P: Ic tidak kuat angkat
Symptom
P : Redup
Ij ranitidin 2x1
Vomitas 3x1
ABDOMEN
I : Datar
A : BU (+) normal
P ; NT (-)
P: Timpani
EKSTREMITAS
Edema -/-
CR < 2 detik
Hangat
Follow Up
(06 05 2014 )
-
S
Mual (-)
O
KU/KES : Cm, sakit sedang
CKD
Muntah (-)
VS
HT
Pusing (-)
P
DIAGNOSTIK
PDL
TD: 150/110
Kimia darah
N: 80x/menit
USG Abdomen
Supportif :
S: 35.8C
R: 20x/menit
MATA : Ca +/+, Si -/-
Th/
D5 mikro lini
Causatif :
P: VF Ka = Ki
Catopril 3x50mg
P : Sonor
Amlodipin 2 x 1
IjFurosemid 2x1
COR
I : IC tidak tampak
P: Ic tidak kuat angkat
Ij ranitidin 2x1
P : Redup
Vomitas 3x1
Edema -/-
CR < 2 detik
Hangat
Symptom
KESAN
Follow Up
(07 05 2014 )
S
Mual (-)
O
KU/KES : Cm, sakit sedang
Muntah (-)
VS
Pusing (-)
A
CKD
P
Th/
TD: 120/80
Supportif :
D5 mikro lini
N: 80x/menit
Causatif :
S: 35.8C
Catopril 3x50mg
R: 20x/menit
Amlodipin 2 x 1
IjFurosemid 2x1
Symptom
I : Simetri
Ij ranitidin 2x1
P: VF Ka = Ki
Vomitas 3x1
P : Sonor
A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/COR
I : IC tidak tampak
P: Ic tidak kuat angkat
P : Redup
A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)
ABDOMEN
I : Datar
A : BU (+) normal
P ; NT (-)
P: Timpani
EKSTREMITAS
Edema -/-
CR < 2 detik
Hangat
BAB II
PENDAHULUAN
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang
rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis
pinggang. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk
menghasilkan urin, menahan bahan bahan tertentu dan mengeliminasi bahan
bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu
juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai neuron, yang
disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional
berkaitan erat. Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu
berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari
darah yang melewatinya. Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah
suatu saluran berongga berisi cairanyang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel.
Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang komposisinya nyaris identik
dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan
tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya
menjadi urin.
Keadaan
dimana
ginjal
kehilangan
kemampuannya
untuk
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum
pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk
ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena
adanya lobus hepatis dexter yang besar.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh
jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus :
daerah sebelah luar yang tampak granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian
dalam yang berupa segitiga segitiga bergaris garis, piramida ginjal, yang
secara kolektif disebut medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional
berkaitan erat. Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :
-
Arteriol aferen
Merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi bagi menjadi
pembuluh pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus
- Glomerulus
Suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat
teralrut dari darah yang melewatinya
-
Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu satunya arteriol di dalam tubuh
yang
akhirnya
mengalir
ke
vena
renalis, tempat
darah
meninggalkan ginjal
Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berongga berisis cairan yang
terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :
- Kapsula Bowman
Suatu
invaginasi
berdinding
rapat
yang
melingkupi
glomerulus
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali ke
daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel sel
Tubulus dan sel sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk apparatus
jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam
mengatur fungsi ginjal.
- Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung
henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul
- Duktus atau tubulus pengumpul
Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang
berlainan.
Setiap
duktus
pengumpul
terbenam
ke
dalam
medula
untuk mengosongkan cairan yang kini telah berubah menjadi urin ke dalam
pelvis ginjal .
Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula yang
dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron korteks
merupakan jenis nefron yang paling banyak dijumpai dan lengkung tajam dari
nefron korteks hanya sedikit terbenam ke dalam medula. Sebaliknya, nefron
jukstamedula terletak di lapisan dalam korteks di dekat medula dan lengkungnya
terbenam jauh kedalam medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron
jukstamedula membentuk lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa
rekta, yang berjalan berdampingan erat dengan lengkung henle. Susuna paralel
dan karakteristik permeabilitas dan transportasi lengkung henle dan vasa rekta
berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam berbagai
konsentrasi tergantung kebutuhan tubuh.
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, yang mengacu pada perpindahan selektif zatzat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute kedua
bagi zat dari darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama zat berpindah
dari plasma ke dalam lumen tubulus adalah melalui filtrasi glomerulus. Namun,
hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus disaring ke
dalam kapsul Bowman; 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam
di kapiler peritubulus. Beberapa zat mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari
plasma di kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus melalui mekanisme sekresi
tubulus
Pengaturan asam basah pada ginjal
1) Sistem Renal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan
anion asam nonvolatil dan mengganti HCO3-. Ginjal mengatur keseimbangan
asam-basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada
mekanisme pengaturan oleh ginjal ini berperan tiga sistem buffer asam karbonatbikarbonat, buffer fosfat dan pembentukan amonia. Ion hidrogen, CO 2 dan
NH3 dieksresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan
oleh mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam
karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali.
Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran
asam.
2) Regenerasi Bikarbonat
Bikarbonat dipertahankan dengan cara reabsorbsi di tubulus proksimal agar
konsentrasi ion bikarbonat di tubulus sama dengan di plasma. Pembentukan
HCO3-baru, merupakan hasil eksresi H+ dengan buffer urin dan dari produksi dan
eksresi NH4+. Bikarbonat dengan ion hidrogen membentuk asam karbonat. Asam
karbonat kemudian berdisosiasi menjadi CO 2 dan air. Reaksi ini dipercepat oleh
enzim anhidrase karbonat kembali membentuk asam karbonat. Asam karbonat
berdisosiasi menjadi ion bikkarbonat dan hidrogen. Bikarbonat kembali ke aliran
darah dan ion H+ kembali ke cairan tubulus untuk dipertukarkan dengan natrium.
Dengan cara ini bikarbonat di reabsorpsi kembali. Berdasarkan pH urin, ginjal
dinding
kapiler
glomerulus, lapisan
gelatinosa
aseluler
yang
dikenal sebagai membran basal dan lapisan dalam kapsula bowman. Dinding
kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel gepeng, memiliki
lubang lubang dengan banyak pori
membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut
dibandingkan kapiler di tempat lain. Membran basal terdiri dari glikoprotein
dan kolagen dan terselip di antara glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen
menghasilkan kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein menghambat
filtrasi protein plasma kecil. Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak
dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori pori diatas, pori pori
tersebut sebenarnya cukup besar untuk melewatkan albumin dan protein
plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena bermuatan sangat negatif akan
menolak albumin dan pritein plasma lain, karena terakhir juga bermuatan
negatif. Dengan demikian, protein plasma hampir seluruhnya tidak dapat di
filtrasi dan kurang dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke
kapsula bowman. Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip
gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak
tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan
podosit didekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan dikenal
sebagai celah filtrasi, membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler
glomerulus dan masuk ke dalam lumen kapsula bowman.Tekanan yang
berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah tekanan darah kapiler
Merupakan proses perpindahan selektif zat zat dari bagian dalam tubulus
(lumen tubulus) ke kapiler peritubulus agar dapat diangkut ke sistem vena
kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Proses ini meupakan
transportaktif dan pasif karena sel sel tubulus yang berdekatan dihubungkan
olehtight junction. Glukosa dan asam amino direabsorpsi seluruhnya disepanja
ng tubulusproksimal melalui transport aktif. Kalium dan asam urat hampir
seluruhnya direabsorpsi secara aktif dan di sekresi ke dalam tubulus distal.
Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif di sepanjang tubulus kecuali pada ansa
henle pars descendens. H2O, Cl -, dan urea direabsorpsi ke dalam tubulus
proksimal melalui transpor pasif. Berikut ini merupakan zat zat yang
direabsorpsi di ginjal :
a. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor altif di tubulus proksimal. Proses
reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena
molekul Na tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus
membran kapiler tubulus dengan menggunakan energi.
b. Reabsorpsi Natrium
Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 98 99% akan
direabsorpsi secara aktif ditubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsidi
tubulus proksimal, 25% direabsorpsi di lengkung henle dan 8% ditubulus
distal
dan
tubulus
pengumpul.
Natrium
yang
direabsorpsi
sebagian ada yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan
penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi Air
d. Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Dari
H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa
henle. Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsidi tubulus distal
dan duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.
e. Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negatif akan
direabsorpsi
secara
Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan untuk
mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na,
C-, K+ ,HCO3-, Ca++, Mg++, SO4, PO4 dan H+
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan
melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O
4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh, dengan
menyesuaikan pengeluaran H+dan HCO3- melalui urin
5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh,
terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O
6. Mengeksresikan (eliminasi) produk produk sisa (buangan) dari
metabolism tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan
7.
menumpuk, zat zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah
pada makanan, pestisida, dan bahan bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari
3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m
Batasan penyakit ginjal kronik :
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penururan laju filtrasi glomerulus berdasarkan :
a. Kelainan patologik
b. Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60ml/menit/1,73m selama > 3bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal
(Choncol, 2005)
GFR
DESKRIPSI
Ml/MIN/1.73m
90
60 89
30 59
15 29
<15
tahun dengan berat badan 70kg dan dengan kreatinin serum terakhir adalah 8,4 di
dapatkan nilai GFR adalah 12ml/menit/1,73m. Serta pasien ini mengalami gagal
ginjal sudah 1 tahun. Jadi, pasien tersebut masuk ke dalam gagal ginjal kronik
dengan stage 5.
ETIOLOGI
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)
dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Glumerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Kompleks
biasanya terbentuk 7 10 hari setelah infeksi faris atau kulit oleh streptokokus.
Reaksi peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen,
sehingga terjadi aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus
dan filtrasi glomerulus. Protein protein plasma dan sel darah merah bocor
melalui glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis
dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit
dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder
apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis
(Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan
ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan
atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal
seperti dialisis (Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo
(2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul
secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan
seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun
berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa
KLASIFIKASI
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan
oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan
nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi
penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal
dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan
penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan
penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005).
Stadium
0
1
Deskripsi
LFG( mL /menit/1.73 m)
Risiko meningkat
>90 dengan faktor risiko
Kerusakan ginjal disertai >90
LFG
2
3
4
5
(Clarkson, 2005)
normal
atau
meninggi
Penurunan ringan LFG
Penurunan moderat LFG
Penurunan berat LFG
Gagal ginjal
60 89
30 59
15 29
<15 atau dialisis
a.
inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita
belum merasasakan gejala - gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih
dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood
Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik.
b.
Stadium II Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini
penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi
ginjal menurun. Pada tahap ini lebih dari 50 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
c.
Stadium III Uremi gagal ginjal (faal ginjal sekitar 10-20%). Semua gejala
sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tidak dapat melakukan
tugas sehari hari sebagaimana mestinya.. Pada Stadium ini, sekitar 90 % dari
massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan kadar
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
d.
Stadium IV Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD), yang terjadi apabila GFR
menurun menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional
yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
PEMBAHASAN
ginjal . Dimana nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan
individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal
dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
PEMBAHASAN
diatas 50 tahun, tetapi yang mendukung dan mengarah ke gagal ginjal kronik
selain usia pada pasien ini adalah diabetes mellitus serta adanya riwayat darah
tinggi.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa
ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron
yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal
menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan
mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan
hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan
aktivitas
aksis
renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal,
hipertensi
kontribusi
terhadap
terjadinya
hiperfiltrasi,
sklerosis,
dan progresifitas tersebut. Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan
progresif GFR. Stadium gagal
Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit,
penurunan kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit
darah. Selain itu GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung
(gastripati uremikum) yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna.
Adanya toksik uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel
darah merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi
70 80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi
eritropoiesis
Sesak nafas
Karena kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan
penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat diaparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin
I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadiangiotensin
II. Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga
menyebabkan
retensi
NaCl
dan
air
volume
ekstrasel
Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di
aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi an
giotensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas
oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam
darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan
Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada
tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan
penurunan jumlah nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang
disertai dengan retensi air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi
natrium di cairan ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan
gangguan saluran pencernaan berupa kram, diare dan muntah.
Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca 2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan
hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi
tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat
didalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya di ginjal.
Jadi meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di
plasma tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun
pada insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan
sehingga konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi
CaHPO4 terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh
karena itu, rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan
perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami
hipertrofi bahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH. Kelainan yang
berkaitan dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal
dan hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di
ginjal dan tulang, juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf,
lambung, seldarah dan gonad), diduga PTH berperan dalam terjadinya
berbagai kelainan di organ tersebut. Pembentukan kalsitriol berkurang
padahal ginjal juga berperan dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral.
Biasanya hormon ini merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun
karena terjadi penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya
absorpsi fosfat di usus, hal ini memperberat keadaan hipokalsemia
Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel
ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan
konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi
hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga
menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini
berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga
dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam,
gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.
Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari
kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi.
Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang
melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan
permeabilitas glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis.
Sehingga molekul protein berukuran besar seperti albumin dan
immunoglobulin akan bebasmelewati membran filtrasi. Pada keadaan
proteinuria berat akan terjadipengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang
disebu dengan sindrom nefrotik.
Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremiapada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal
sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin
dapat berdifusi kealiran darah dan menyebabkan toksisitas yang
mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus
ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala
klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi traktus
gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas seperti amonia (fetor
uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik. Gangguan pada
serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan koma
uremikum.
PEMBAHASAN
di
GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan
kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),
sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat
bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang
dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian
pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual
dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan
dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang
menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah
pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Anemia normokrom normositer dan normositer pada pasien (MCV 84.6 CU),
sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik, Kelainan saluran cerna
hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
KOMPLIKASI
a.
Anemia
Hipertensi
Sistem Pernafasan
berkembang..
d.
Sistem Kardiovaskuler
Sistem Pencernaan
Sistem Perkemihan
Sistem endokrin
Sistem Syaraf Restless leg syndrom yaitu penderita selalu merasa pegal
kaki.
c.
Pemeriksaan darah: Bun / kreatinin, hitung darah lengkap, sel darah merah,
Pemeriksaan USG Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor,
spesimen urine 24 jam dan satu spesimen darah yang diambil dalam waktu yang
sama.
k.
PENATALAKSANAAN
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara
status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hatihati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan antihipertensi.
-
Pada kasus ginjal lanjut hemodilasisa harus dilakukan sampai pasien dilakukan
transplantasi ginjal. Dialisis juga berguna untuk mengontrol uremia dan secara
fisik mempersiapkan klien untuk dilkaukan transplantasi ginjal. Dialisa terdiri atas
Difusi
b)
Osmosis
c)
Ultrafiltrasi
Pantau terus tekanan darah, dan pastikan klien tidak mengalami hipotensi
Demam yang diakibatkan oleh bakteri atau zat penyebab demam (pirogen)
didalam darah.
b)
d)
Gangguan irama jantung yang disebabkan kadar kalium dan zat lainnya yang
f)
Pendarahan usus atau perut akibat penggunaan heparin dalam mesin untuk
mencegah pembekuan.
g)
Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
Transplantasi ginjal merupakan pilihan terakhir bagi penderita gagal ginjal kronis.
Transplantasi ini menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadave manusia ke
resipien yangmengalami gagal ginjal tahap akhir. Ginjal transplan dari donor
hidup yang sesuia dan cocok bagi pasien akan lebih baik dari transplatasi dari
donor kadaver. Nefrektomi terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk
transplantasi. Ginjal transplan diletakan di fosa iliaka anterior samai krista iliaka.
Ureter transplan ditanamkan ke kandung kemih atau dianastomosiskan ke ureter
resipien.
PROGNOSA
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk. Kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang
dilakukan sekarang ini bertujuan hanya untuk progresivitas dari GGK itu sendiri.
Selain itu biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat
lanjut dan menimbulkan gejala, sehingga penanganannya seringkali terlambat
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik, Palembang : Perhimpunan
Nefrologi Indonesia, 2003: 13 22
2. Mansjor A, Thyantik, Santini R, Gagal Ginjal Kronik.Kapita selekta
kedokteran Edisi Ketiga 2000(6):531-4
3. Skorechi K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrisons
Principle and Internal Medicine 16th edition 2005(11): 1653 63
4. Wheeler D, Brown A, Trison C. Evaluation of anemia of CKD. Chlibic
Practice Guidelines : Anaemia of CKD. 2010(3): 25 35
5. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi kelima, 2009(137):1035 40
6. Andrew S. Levey. Definition and Classificationon Chronic Kidney
Disease. Kidney International. 2005(67):2089 2100