Anda di halaman 1dari 53

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. N.S

Usia

: 36 Tahun

Jenis Kelamin: Laki - laki


Alamat

: DSN Salan 1, 1/1, Salam, Grabak, Magelang

Pekerjaan

: Karyawan Swasta

Status

: Sudah Menikah

Agama : Islam
Datang ke Rumah Sakit pada tanggal : 2 Maret 2014 di Poliklinik Penyakit Dalam
Dirawat pada tanggal 30 Maret 2014
Anamnesa tanggal 30 Mei 2014
A. SUBYEKTIF
KELUHAN UTAMA :
Mual dan Muntah
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah. Keluhan ini sudah
dirasakan kurang lebih sejak 1 bulan. Pasien sering mengalami muntah setiap
harinya. Sehari pasien bisa mengalami muntah sebanyak 3 kali. Muntahan yang
keluar hanya sedikit dan hanya air liur saja. Pasien menyangkal keluhan tersebut
disertai dengan nyeri perut, nyeri perut seperti terbakar di ulu hati hingga
tenggorokan atau diseluruh lapang bagian perut, nyeri seperti ditusuk, diremas
ataupun nyeri yang menjalar hingga pinggang belakang pun disangkal. Pasien
menyatakan keluhan juga disertai dengan nyeri pada kepala. Keluhan tersebut
dirasakan hilang timbul. Pasien menyatakan adanya keluhan nyeri kepala terjadi
di bagian ubun-ubun. Timbul secara perlahan dan hilang pun secara perlahan.
Meskipun pasien mengaku mempunyai riwayat darah tinggi, jika tekanan darah

sedang meningkat, pasien tidak mengalami keluhan yang berarti ataupun nyeri
kepala. Pasien menyangkal adanya trauma pada bagian kepala. Pasien juga
merasakan badan terasa lemas, meskipun pasien melakukan aktifitas ringan,
pasien mengeluhkan mudah lelah. Namun begitu, pasien menyangkal adanya
kelemahan pada otot-otot tangan, kaki ataupun yang lainnya. Pasien juga
menyatakan nafsu makan menurun dalam 3 bulan terakhir ini. Sehingga pasien
mengalami penurunan berat badan sebanyak 15 kg dari berat badan sebelumnya
85 kg hingga 70 kg.
Pasien juga mengeluhkan adanya gangguan pada saat buang air besar
kurang lebih sejak 2 minggu terakhir. Setiap hari pasien BAB namun yang keluar
hanya sedikit sekali meskipun feses normal, konsistensi tidak keras ataupun encer.
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan saat BAK seperti nyeri pada saat
BAK, pancaran lemah, perubahan posisi untuk BAK, ataupun adanya perubahan
warna urin seperti merah atau kuning pekat seperti teh.
Pasien menyangkal adanya keluhan sesak nafas ataupun batuk dalam
keadaan istirahat ataupun aktifitas berat sekalipun. Pasien juga menyangkal
adanya nyeri dada seperti ditusuk ataupun ditindih serta tidak adanya nyeri yang
menjalar ke tangan, punggung ataupun organ lainnya. Selain itu juga pasien
menyangkal adanya rasa berdebar-debar di bagian dada.
Pasien menyatakan, dahulu pasien sering mengkonsumsi jamu-jamuan.
Hampir setiap malam pasien mengkonsumsi jamu-jamuan tersebut. Selain itu
pasien juga sering mengkonsumsi minuman berenergi seperti Extra jos, minuman
sejenisnya atau minuman berwarna lainnya setiap hari sehingga pasien
menyatakan jarang sekali mengkonsumsi air putih. Mengkonsumsi air putih
pasien katakan hanya beberapa gelas saja per hari selebihnya minuman-minuman
tersebut. Pasien menyangkal sebagai perokok. Pasien menyatakan bahwa dirinya
jarang berolahraga serta mengkonsumsi sayur dan buah-buahan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
-

Pasien merupakan pasien gagal ginjal didiagnosa selama 1 tahun dan


sering kontrol dan baru pertama kali dilakukan haemodialisa pada tanggal
1 Mei 2014

Pasien mempunyai riwayat hipertensi tidak terkontrol karena tidak teratur

minum obat antihipertensi sejak 1 tahun


Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit paru disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:


-

Keluhan serupa pada keluarga disangkal


Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal.

RIWAYAT PENGOBATAN :
-

Sudah mengkonsumsi obat dari poli untuk keluhan mual dan muntahnya,

namun pasien masih sering muntah


Pasien sering kontrol untuk penyakit ginjalnya
Pasien sudah melakukan haemodialisa 1 kali

RIWAYAT SOSIAL & EKONOMI :


Pasien menggunakan biaya kesehatan dengan jamsostek
B. Obyektif
Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis (E4V5M6)

Vital Sign

TD
Nadi
Suhu
RR

: 160/120 mmHg
: 80x/menit
: 35,5 C
: 20x/menit

KEPALA & LEHER :


-

Conjungtiva anemis (+/+)


Sklera Ikterik (-/-)
IVP dan KGB normal

THORAKS
-

Cor
Inspeksi
: IC tidak terlihat
Palpasi : IC tidak kuat angkat
Perkusi
: Kanan atas
: SIC II Linea Para Sternalis Dextra
Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
Kiri atas
: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
Kiri bawah
: SIC IV Linea Medio Clavicularis
Sinistra
Auskultasi

: S1 > S2
Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Simetris
: Vokal Fremitus kanan = kiri
: Sonor pada kedua lapang paru
: Suara dasar Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen
:
Inspeksi
: Cembung
Auskultasi
: BU (+) 4x/menit
Perkusi
: Timpani
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, CVA
(-/-)

Ekstremitas :
Edema -/Sianosis -/Akral hangat
Tidak kering
Capilla refil (dbn)
Motorik 5/5 5/5

DAFTAR MASALAH

Subyektif
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mual
Muntah
Lemas
Pusing
Sulit BAB sejak 2 minggu
Penurunan berat badan 15 kg dalam 3 bulan
Riwayat gagal ginjanl

8. Riwayat hipertensi
9. Sering mengkonsumsi minuman berwarna dan berenergi, jamu-jamuan
dan jarang minum air putih
Obyektif
1. Tekanan darah : 160/120
HIPOTESA
Pasien diatas kemungkinan menderita gagal ginjal kronik dengan faktor penyebab
hipertensi
PLANNING
Diagnostik
-

Pemeriksaan darah lengkap


Pemeriksaan Elektrolit
Pemeriksaan GDS
Pemeriksaan SGPT/SGOT
Pemeriksaan Ureum dan Kreatinin
Pemeriksaan Bilirubin darah
Pemeriksaan USG abdomen

Terapi
- Tirah baring
-

Os mikro lini
Captopril 3x50 mg
Amlodipin 10 mg 2x1
Ij Furosemid 2x1
Ij Ranitidin 2x1
Vomitas 3x1

Monitoring
- Tekanan darah
- Elektrolit

Follow Up
(30 04 2014 )
-

S
O
KU/KES
:
Cm,
sakit
sedang
Mual dan muntah sejak
2 minggu

VS

A
CKD

P
DIAGNOSTIK

HT

PDL

Tiap harinya muntah 3x,

TD: 180/110

ANEMIA

Kimia darah

dan hanya air liur saja

N: 80x/menit

DM

USG Abdomen

Pusing

S: 36,5C

Nafsu makan menurun

R: 20x/menit

Susah BAB sejak 2

minggu yang lalu

Bak (n)

Demam (-)

Sesak (-)

Riwayat gagal ginjal 1


tahun

Rencana cuci darah

MATA : Ca +/+, Si -/LEHER : JVP & KGB (N)

Th/
FARMAKOLOGI

PULMO
I : Simetri
P: VF Ka = Ki
P : Sonor
A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/COR
I : IC tidak tampak
P: Ic tidak kuat angkat
P : Redup
A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)

Supportif :
D5 mikro lini

Causatif :
Catopril 3x50mg
Amlodipin 2 x 1
IjFurosemid 2x1
Bolus D40 + 5
ui insulin 2x
Kalitate 2 x1

NON FARMAKOLOG
Transfusi pcr

ABDOMEN
I : Datar

Symptom

A : BU (+) normal

Ij ranitidin 2x1

P ; NT (-)

Vomitas 3x1

P: Timpani
EKSTREMITAS

Monitoring:

Edema -/-

CR < 2 detik

Hangat

Kekuatan motorik 5/5 5/5

1. VS (TD)
2. Darah lengkap
(HB, MCV,
MCH)
3. Kimia darah
(GDS, urea dan
kreatinin)
EDUKASI
Kurangi konsumsi air

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah Lengkap (30-04-2014)

JENIS

HASIL

REFERENSI

PEMERIKSAAN
WBC
LYM#
MID#
GRAN#
LYM%
MID%
GRAN%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW_CV
PLT
MPV
PCT
PDW

6.1 K/L
1.4 K/L
0.8 K/L
3.9 K/L
22.2 %
13.8%
64.0%
2.87 M/uL
8.5 g/dL
24.8 %
86.3 fL
29.6 Pg
34.3 g/dL
11.0 %
183 K/uL
8.0 fL
0.15 %
14.3%

4.0 10.0
1.0 - 5.0
0.1 - 1.0
2.0 - 8.0
25.0 50.0
2.0 10.0
50.0 80.0
4.0 6.20
11.0 17.0
35.0 55.0
80.0 100.0
26.0 34.0
31.0 35.5
10 16
150 450
7.4 11.0
0.20 0.50
10.0 18.0

2. Kimia Darah (30-04-2014)

Jenis Pemeriksaan
Gula darah
Urea
Creatinin
SGOT
SGPT
HbsAg
Follow Up

Hasil
116 mg/dl
133 mg/dl
20.1 mg/dl
9 U/l
8U/l
-

Referensi
70-115
17 - 43
0.675 1.300
0.000 37.000
0.000 41.00

(01 05 2014 )
-

S
Muntah 3x dan hanya

O
KU/KES : Cm, sakit sedang

CKD

air liur

VS

HT

P
DIAGNOSTIK

PDL

Pusing

TD: 160/130

Kimia darah

Lemas

N: 90x/menit

USG Abdomen

S: 36C

Nafsu makan berkurang

R: 20x/menit
MATA : Ca +/+, Si -/LEHER : JVP & KGB (N)

Th/
Farmakologi

PULMO
I : Simetri
P: VF Ka = Ki

D5 mikro lini

Amlodipin 2 x 1

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/I : IC tidak tampak


P: Ic tidak kuat angkat
P : Redup
A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)
ABDOMEN
I : Datar

Causatif :
Catopril 3x50mg

P : Sonor
COR

Supportif :

IjFurosemid 2x1
Non farmakologi
Transfusi PRC
Symptom

Ij ranitidin 2x1

Vomitas 3x1

A : BU (+) normal
P ; NT (-)
P: Timpani
EKSTREMITAS

Edema -/-

CR < 2 detik

Hangat

Monitoring:
1. VS (TD)
2. Darah lengkap
(HB, MCV,
MCH)
3. Kimia darah
(GDS, urea dan
kreatinin)

Kekuatan motorik 5/5 5/5

EDUKASI
Kurangi konsumsi

Follow Up
(02 05 2014 )
-

S
Muntah 2x, air liur

O
KU/KES : Cm, sakit sedang

CKD

Pusing

VS

HT

Lemas

TD: 180/110

P
DIAGNOSTIK

Anemia

PDL (Hb, Mcv,


Mchc)

N: 80x/menit

Kimia

darah

S: 36,5C

(GDS,

Ureum,

R: 20x/menit

Kreatinin)

MATA : Ca +/+, Si -/-

LEHER : JVP & KGB (N)

USG Abdomen
(Ukuran ginjal)

PULMO
I : Simetri

Th/

P: VF Ka = Ki

farmakologi

P : Sonor

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/COR

D5 mikro lini

I : IC tidak tampak

Amlodipin 2 x 1

P : Redup

IjFurosemid 2x1

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)


I : Datar

Kalitate 2 x 1
Non farmakologi
Transfusi Prc

A : BU (+) normal
P ; NT (-)
P: Timpani
EKSTREMITAS

Edema -/-

CR < 2 detik

Hangat

Causatif :
Catopril 3x50mg

P: Ic tidak kuat angkat

ABDOMEN

Supportif :

Symptom

Ij ranitidin 2x1

Vomitas 3x1

MONITORING

1. VS (TD)
2. Darah lengkap (HB,
MCV, MCH)
3. Kimia darah (GDS,
urea dan kreatinin)

Kekuatan motorik 5/5 5/5

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah Lengkap (02-05-2014)

2.

JENIS

HASIL

REFERENSI

PEMERIKSAAN
WBC
LYM#
MID#
GRAN#
LYM%
MID%
GRAN%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW_CV
PLT
MPV
PCT
PDW

5.3 K/L
1.0 K/L
0.6 K/L
3.7 K/L
19.3 %
11%
69.7%
2.67 M/uL
8.1 g/dL
22.6 %
84.6 fL
29.6 Pg
35 g/dL
11.3 %
193 K/uL
8.5 fL
0.16 %
14.3%

4.0 12.0
1.0 - 5.0
0.1 - 1.0
2.0 - 8.0
25.0 50.0
2.0 10.0
50.0 80.0
4.0 6.20
11.0 17.0
35.0 55.0
80.0 100.0
26.0 34.0
31.0 35.5
10 16
150 450
7.4 11.0
0.20 0.50
10.0 18.0

Kimia Darah (02-04-2014)


Jenis Pemeriksaan
Urea
Creatinin

Hasil
85 mg/dl
10.1 mg/dl

Referensi
17 - 43
0.675 1.300

Follow Up
(03 05 2014 )
S

Muntah hanya air liur KU/KES : Cm, sakit sedang


saja

VS
TD: 160/100

Pusing (-)

CKD

DIAGNOSTIK

HT

PDL

DM

Kimia darah

USG Abdomen

N: 80x/menit
S: 35.8C
R: 20x/menit

Th/

MATA : Ca +/+, Si -/-

Farmakologi

LEHER : JVP & KGB (N)

PULMO

Supportif :
D5 mikro lini

I : Simetri

P: VF Ka = Ki

Causatif :
Catopril 3x50mg

P : Sonor

Amlodipin 2 x 1

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

IjFurosemid 2x1

COR

Bolus D40 + 5

I : IC tidak tampak

ui insulin 2x

P: Ic tidak kuat angkat


P : Redup
A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)

Symptom

ABDOMEN
I : Datar

Ij ranitidin 2x1

Vomitas 3x1

A : BU (+) normal
MONITORING

P ; NT (-)

1. VS (TD)
2. Darah lengkap
(HB, MCV,
MCH)
3. Kimia
darah

P: Timpani
EKSTREMITAS

Edema -/-

CR < 2 detik

(GDS, urea dan

Hangat

kreatinin)

Kekuatan motorik 5/5 5/5

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah Lengkap (03-05-2014)

JENIS

HASIL

REFERENSI

PEMERIKSAAN
WBC
LYM#
MID#
GRAN#
LYM%
MID%
GRAN%
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW_CV
PLT
MPV
PCT
PDW

8.4 K/L
1.2 K/L
0.2 K/L
6.9 K/L
14.5 %
2.9%
80.0%
2367 M/uL
10.8 g/dL
30.6 %
84.6 fL
29 Pg
35.3 g/dL
11.9 %
154 K/uL
8.5 fL
0.14 %
12.7 %

4.0 12.0
1.0 - 5.0
0.1 - 1.0
2.0 - 8.0
25.0 50.0
2.0 10.0
50.0 80.0
4.0 6.20
11.0 17.0
35.0 55.0
80.0 100.0
26.0 34.0
31.0 35.5
10 16
150 450
7.4 11.0
0.20 0.50
10.0 18.0

1. Kimia Darah (03-04-2014)

Jenis Pemeriksaan
Gula darah
Urea
Creatinin
SGOT
SGPT

Hasil
246 mg/dl
61 mg/dl
8.4 mg/dl
16 U/l
14U/l

Referensi
70-115
17 - 43
0.675 1.300
0.000 37.000
0.000 41.00

Follow Up
(04 05 2014 )
-

S
Mual (-)

O
KU/KES : Cm, sakit sedang

CKD

Muntah (-)

VS

HT

Pusing (-)

P
DIAGNOSTIK

PDL

TD: 180/110

Kimia darah

N: 80x/menit

USG Abdomen

Supportif :

S: 35.8C
R: 20x/menit
MATA : Ca +/+, Si -/-

Th/

LEHER : JVP & KGB (N)


PULMO
I : Simetri

D5 mikro lini

Causatif :

P: VF Ka = Ki

Catopril 3x50mg

P : Sonor

Amlodipin 2 x 1

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

IjFurosemid 2x1

COR
I : IC tidak tampak

Symptom

P: Ic tidak kuat angkat

Ij ranitidin 2x1

P : Redup

Vomitas 3x1

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)


ABDOMEN
I : Datar
A : BU (+) normal
P ; NT (-)
P: Timpani
EKSTREMITAS

Edema -/-

CR < 2 detik

Hangat

Kekuatan motorik 5/5 5/5

Follow Up
(05 05 2014 )
-

S
Mual (-)

O
KU/KES : Cm, sakit sedang

CKD

Muntah (-)

VS

HT

Pusing (-)

P
DIAGNOSTIK

PDL

TD: 160/120

Diffcount

N: 80x/menit

Kimia darah

S: 35.8C

USG Abdomen

Supportif :

R: 20x/menit
MATA : Ca +/+, Si -/LEHER : JVP & KGB (N)
PULMO
I : Simetri

Th/
D5 mikro lini

P: VF Ka = Ki

Causatif :

P : Sonor

Catopril 3x50mg

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

Amlodipin 2 x 1

COR

IjFurosemid 2x1
I : IC tidak tampak
P: Ic tidak kuat angkat

Symptom

P : Redup

Ij ranitidin 2x1

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)

Vomitas 3x1

ABDOMEN
I : Datar
A : BU (+) normal
P ; NT (-)
P: Timpani
EKSTREMITAS

Edema -/-

CR < 2 detik

Hangat

Kekuatan motorik 5/5 5/5

Follow Up
(06 05 2014 )
-

S
Mual (-)

O
KU/KES : Cm, sakit sedang

CKD

Muntah (-)

VS

HT

Pusing (-)

P
DIAGNOSTIK

PDL

TD: 150/110

Kimia darah

N: 80x/menit

USG Abdomen

Supportif :

S: 35.8C
R: 20x/menit
MATA : Ca +/+, Si -/-

Th/

LEHER : JVP & KGB (N)


PULMO
I : Simetri

D5 mikro lini

Causatif :

P: VF Ka = Ki

Catopril 3x50mg

P : Sonor

Amlodipin 2 x 1

A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/-

IjFurosemid 2x1

COR
I : IC tidak tampak
P: Ic tidak kuat angkat

Ij ranitidin 2x1

P : Redup

Vomitas 3x1

A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)


ABDOMEN
I : Datar
A : BU (+) normal
P ; NT (-)
P: Timpani
EKSTREMITAS

Edema -/-

CR < 2 detik

Hangat

Kekuatan motorik 5/5 5/5

PEMERIKSAAN USG UROLOGI


Tgl 06- 04 - 2014

Symptom

KESAN

Follow Up
(07 05 2014 )

S
Mual (-)

O
KU/KES : Cm, sakit sedang

Muntah (-)

VS

Pusing (-)

A
CKD

P
Th/

TD: 120/80

Supportif :
D5 mikro lini

N: 80x/menit

Causatif :

S: 35.8C

Catopril 3x50mg

R: 20x/menit

Amlodipin 2 x 1

MATA : Ca -/-, Si -/-

IjFurosemid 2x1

LEHER : JVP & KGB (N)


PULMO

Symptom

I : Simetri

Ij ranitidin 2x1

P: VF Ka = Ki

Vomitas 3x1

P : Sonor
A: Sdv +/+, Rh, -/-, Wh -/COR
I : IC tidak tampak
P: Ic tidak kuat angkat
P : Redup
A: SI>S2 Reg, m(-), g(-)
ABDOMEN
I : Datar
A : BU (+) normal
P ; NT (-)
P: Timpani
EKSTREMITAS

Edema -/-

CR < 2 detik

Hangat

Kekuatan motorik 5/5 5/5

BAB II

PENDAHULUAN
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang
rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis
pinggang. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk
menghasilkan urin, menahan bahan bahan tertentu dan mengeliminasi bahan
bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu
juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai neuron, yang
disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional
berkaitan erat. Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu
berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari
darah yang melewatinya. Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah
suatu saluran berongga berisi cairanyang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel.
Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang komposisinya nyaris identik
dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan
tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya
menjadi urin.

Keadaan

dimana

ginjal

kehilangan

kemampuannya

untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh yang berlangsung progresif,


lambat, samar dan bersifat irreversible (biasanya berlangsung beberapa tahun) di
sebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik bersifat samar karena
hampir 75% jaringan ginjal dapat dihancurkan sebelum gangguan fungsi ginjal
terdeteksi. Karena besarnya cadangan fungsi ginjal, 24% dari jaringan ginjal
sudah cukup untuk menjalankan semua fungsi regulatorik dan sekretorik ginjal.
Namun dengan kurang 25% jaringan fungsional ginjal yang tersisa, insufisiensi
ginjal akan tampak.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum
pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk
ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena
adanya lobus hepatis dexter yang besar.

Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh
jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus :
daerah sebelah luar yang tampak granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian

dalam yang berupa segitiga segitiga bergaris garis, piramida ginjal, yang
secara kolektif disebut medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional
berkaitan erat. Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :
-

Arteriol aferen
Merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi bagi menjadi
pembuluh pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus

- Glomerulus
Suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat
teralrut dari darah yang melewatinya
-

Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu satunya arteriol di dalam tubuh

yang mendapat darah dari kapiler


Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagi bagi menjadi serangkaian
kapiler yang kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus
untuk memperdarahi jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan
di lumen tubulus. Kapiler kapiler peritubulus menyatu membentuk
venula

yang

akhirnya

mengalir

ke

vena

renalis, tempat

darah

meninggalkan ginjal
Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berongga berisis cairan yang
terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :
- Kapsula Bowman
Suatu

invaginasi

berdinding

rapat

yang

melingkupi

glomerulus

untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus


- Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku liku) atau
berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan yang
difiltrasi dari kapsula bowman
- Lengkung henle

Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali ke
daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel sel
Tubulus dan sel sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk apparatus
jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam
mengatur fungsi ginjal.
- Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung
henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul
- Duktus atau tubulus pengumpul
Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang
berlainan.

Setiap

duktus

pengumpul

terbenam

ke

dalam

medula

untuk mengosongkan cairan yang kini telah berubah menjadi urin ke dalam
pelvis ginjal .
Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula yang
dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron korteks
merupakan jenis nefron yang paling banyak dijumpai dan lengkung tajam dari
nefron korteks hanya sedikit terbenam ke dalam medula. Sebaliknya, nefron
jukstamedula terletak di lapisan dalam korteks di dekat medula dan lengkungnya
terbenam jauh kedalam medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron
jukstamedula membentuk lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa
rekta, yang berjalan berdampingan erat dengan lengkung henle. Susuna paralel
dan karakteristik permeabilitas dan transportasi lengkung henle dan vasa rekta
berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam berbagai
konsentrasi tergantung kebutuhan tubuh.

PrProses Dasar pada Ginjal


Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin: filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus,dan sekresi tubulus.
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas-protein
menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman.
Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah utama
dalam
pembentukan urin. Setiap hari rata-rata terbentuk 180 liter (sekitar 47,5 galon) filtrate
glomerulus ( cairan yang difiltrasi). Pada saat filtrasi mengalir melalui tubulus, zat-zat
bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus.
Perpindahan bahan-bahan yang bersifat selektif dari bagian dalam tubulus (lumen
tubulus) ke dalam darah ini disebut sebagai rearbsorpsi tubulus. Zat-zat yang
direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler
peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari
180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, rata-rata 178,5 liter diserap kembali,
dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai
urin.

Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, yang mengacu pada perpindahan selektif zatzat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute kedua
bagi zat dari darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama zat berpindah
dari plasma ke dalam lumen tubulus adalah melalui filtrasi glomerulus. Namun,
hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus disaring ke
dalam kapsul Bowman; 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam
di kapiler peritubulus. Beberapa zat mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari
plasma di kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus melalui mekanisme sekresi
tubulus
Pengaturan asam basah pada ginjal
1) Sistem Renal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan
anion asam nonvolatil dan mengganti HCO3-. Ginjal mengatur keseimbangan
asam-basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada
mekanisme pengaturan oleh ginjal ini berperan tiga sistem buffer asam karbonatbikarbonat, buffer fosfat dan pembentukan amonia. Ion hidrogen, CO 2 dan
NH3 dieksresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan
oleh mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam
karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali.
Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran
asam.
2) Regenerasi Bikarbonat
Bikarbonat dipertahankan dengan cara reabsorbsi di tubulus proksimal agar
konsentrasi ion bikarbonat di tubulus sama dengan di plasma. Pembentukan
HCO3-baru, merupakan hasil eksresi H+ dengan buffer urin dan dari produksi dan
eksresi NH4+. Bikarbonat dengan ion hidrogen membentuk asam karbonat. Asam
karbonat kemudian berdisosiasi menjadi CO 2 dan air. Reaksi ini dipercepat oleh
enzim anhidrase karbonat kembali membentuk asam karbonat. Asam karbonat
berdisosiasi menjadi ion bikkarbonat dan hidrogen. Bikarbonat kembali ke aliran
darah dan ion H+ kembali ke cairan tubulus untuk dipertukarkan dengan natrium.
Dengan cara ini bikarbonat di reabsorpsi kembali. Berdasarkan pH urin, ginjal

dapat mengembalikan bikarbonat ke dalam darah atau membiarkannnya keluar


melalui urin.
3) Sekresi Ion Hidrogen
Ginjal mengekresikan ion H+ dari tubulus proksimal dan distal sangat sedikit,
hanya sekitar 0,025 mmol/L (pH 4,6) atau 0,1 meq/L pada pH urin 4,0.
Kemampuan pengaturan (eliminasi) ion H+ dalam keadaan normal sangat
tergantung pada pH cairan yang berada di tubulus ginjal (normal berada pada
rerata 4,0 4,5). Proses eliminasi ini berlangsung di tubulus proksimal dan distal
serta pada duktus koligentes. Normalnya berkisar 100mEq ion H+ per hari, dan ini
setara dengan ion H+ yang diabsorpsi di usus. Ion H+ disekresikan melalui
pertukaran dengan ion Na+ dengan bantuan energi yang berasal dari pompa Na-KATPase yang berfungsi memperthankan konsentrasi ion Na +. Ginjal mampu
mengeluarkan ion H+ melalui pompa proton (H-K-ATPase dan H-ATP-ase)
sampai pH urin turun menjadi 4,5.
4) Produksi dan Eksresi NH4+
Amonia dibuat di sel tubulus ginjal dari asam amino glutamin dengan
bantuan enzim glutaminase. Enzim ini berfungsi optimal pada pH rendah. Amonia
bergabung dengan ion H+ membentuk ion amonium yang tidak kembali ke sel
tubulus dan keluar melalui urin bersamaan dengan ion H +. Produksi dan eksresi
NH4+ diatur ginjal sebagai respons perubahan keseimbangan asam basa. Anion
asam nonvolatil kembali ke dalam darah
Pendarahan
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis
bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri
interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen
glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan
gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena
renalis masuk ke vena cava inferior.
Persarafan Ginjal

Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini


berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal
FISIOLOGI
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi
regulatorik dan ekskretorik yaitu :
(1) Filtrasi glomerulus
Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam
kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus
yaitu

dinding

kapiler

glomerulus, lapisan

gelatinosa

aseluler

yang

dikenal sebagai membran basal dan lapisan dalam kapsula bowman. Dinding
kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel gepeng, memiliki
lubang lubang dengan banyak pori

pori besar atau fenestra, yang

membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut
dibandingkan kapiler di tempat lain. Membran basal terdiri dari glikoprotein
dan kolagen dan terselip di antara glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen
menghasilkan kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein menghambat
filtrasi protein plasma kecil. Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak
dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori pori diatas, pori pori
tersebut sebenarnya cukup besar untuk melewatkan albumin dan protein
plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena bermuatan sangat negatif akan
menolak albumin dan pritein plasma lain, karena terakhir juga bermuatan
negatif. Dengan demikian, protein plasma hampir seluruhnya tidak dapat di
filtrasi dan kurang dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke
kapsula bowman. Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip
gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak
tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan
podosit didekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan dikenal
sebagai celah filtrasi, membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler
glomerulus dan masuk ke dalam lumen kapsula bowman.Tekanan yang
berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah tekanan darah kapiler

glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik kapsula


bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan
oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekanan darah glomerulus yang
meningkat ini mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke
kapsula bowman di sepanjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya
utamayang menghasilkan filtrasi glomerulus.GFR dapat dipengaruhi oleh
jumlah tekanan hidrostatik osmotik koloid yang melintasi membran
glomerulus. Tekanan onkotil plasma melawan filtrasi, penurunan konsentrasi
protein plasma, sehingga menyebabkan peningkatan GFR. Sedangkan
tekanan hidrostatik dapat meningkat secara tidak terkontrol dan dapat
mengurangi laju filtrasi. Untuk mempertahankan GFR tetap konstan, maka
dapat dikontrol oleh otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik. Mekanisme
otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri, Karen atekanan
tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler glomerulus.
Jika tekanan darah arteri meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan
GFR. Untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus agar tetap konstan, maka
ginjal melakukannya dengan mengubah kaliber arterial aferen, sehingga
resistensi terhadap aliran darah dapat disesuaikan. Apabila GFR meningkat
akibat peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali menjadi
normal oleh konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran darah ke
dalam glomerulus. Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar
tetap konstan adalah dengan kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai
oleh masukan sistem saraf simpatis ke arteriol aferen untuk mengatur tekanan
darah arteri sehingga terjad iperubahan GFR akibat refleks baroreseptor
terhadap perubahan tekanan darah. Dalam keadaan normal, sekitar 20%
plasma yang masuk ke glomerulus difiltrasi dengan tekanan filtrasi 10 mmHg
dan menghasilkan 180 L filtrate glomerulus setiap hari untuk GFR rata rata
125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari dengan GFR 115
ml/menit untuk wanita
2) Reabsorpsi tubulus

Merupakan proses perpindahan selektif zat zat dari bagian dalam tubulus
(lumen tubulus) ke kapiler peritubulus agar dapat diangkut ke sistem vena
kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Proses ini meupakan
transportaktif dan pasif karena sel sel tubulus yang berdekatan dihubungkan
olehtight junction. Glukosa dan asam amino direabsorpsi seluruhnya disepanja
ng tubulusproksimal melalui transport aktif. Kalium dan asam urat hampir
seluruhnya direabsorpsi secara aktif dan di sekresi ke dalam tubulus distal.
Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif di sepanjang tubulus kecuali pada ansa
henle pars descendens. H2O, Cl -, dan urea direabsorpsi ke dalam tubulus
proksimal melalui transpor pasif. Berikut ini merupakan zat zat yang
direabsorpsi di ginjal :
a. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor altif di tubulus proksimal. Proses
reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena
molekul Na tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus
membran kapiler tubulus dengan menggunakan energi.
b. Reabsorpsi Natrium
Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 98 99% akan
direabsorpsi secara aktif ditubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsidi
tubulus proksimal, 25% direabsorpsi di lengkung henle dan 8% ditubulus
distal

dan

tubulus

pengumpul.

Natrium

yang

direabsorpsi

sebagian ada yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan
penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi Air
d. Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Dari
H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa
henle. Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsidi tubulus distal
dan duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.
e. Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negatif akan

direabsorpsi

secara

pasif mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang


bermuatan positif. Jumlah Klorida yang direabsorpsikan ditentukan oleh
kecepatan reabsorpsi Na
f. Reabsorpsi Kalium

Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi


secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%,40% kalium akan
dirabsorpsi di ansa henle pars assendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di
duktus pengumpul
g. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan
difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi sebagian
di kapiler peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi. Sebagian
ureum akan direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus
kontortus proksimal tidak permeabel terhadap urea. Saat mencapai duktus
pengumpul urea akan mulai direabsorpsi kembali.
h. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium
Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dan
kalsium dalam plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus,40%
direabsorpsi di tubulus kontortus proksimal dan 50% direabsorpsidi ansa
henle pars assendens. Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan oleh homon
paratiroid. Ion fosfat yang difiltrasi, akan direabsorpsi sebanyak 80% di
tubulus kontortus proksimal kemudian sisanya akan dieksresikan ke dalam
urin.
(3) Sekresi tubulus
Proses perpindahan selektif zat zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam
lumen tubulus. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H+, K+ dan ion
ion organik. Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel. Di
sepanjang tubulus, ion H +
akan disekresi ke dalam cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan
asam basa. Asam urat dan K + disekresi ke dalam tubulus distal.Sekitar 5% dari
kalium yang terfiltrasi akan dieksresikan ke dalam urin dan kontrol sekresi
ion K+ tersebut diatur oleh hormon anti diuretik. Kemudian hasil dari ketiga
proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin, dimana semua konstituen
plasma yang mencapai tubulus, yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi
tidak direabsorpsi, akan tetap berada di dalam tubulus dan mengalir kepelvis
ginjal untuk eksresikan sebagai urin.

Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan untuk
mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na,
C-, K+ ,HCO3-, Ca++, Mg++, SO4, PO4 dan H+
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan
melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O
4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh, dengan
menyesuaikan pengeluaran H+dan HCO3- melalui urin
5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh,
terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O
6. Mengeksresikan (eliminasi) produk produk sisa (buangan) dari
metabolism tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan
7.

menumpuk, zat zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah
pada makanan, pestisida, dan bahan bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil

masuk ke dalam tubuh


8. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang
pembentukan sel darah merah
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi
berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya
DEFINISI

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari
3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m
Batasan penyakit ginjal kronik :
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penururan laju filtrasi glomerulus berdasarkan :
a. Kelainan patologik
b. Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60ml/menit/1,73m selama > 3bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal
(Choncol, 2005)

GFR

DESKRIPSI

Ml/MIN/1.73m
90
60 89
30 59

STAGE I ( kerusakan ginjal dengan GFR normal atau sedikit penurunan)


STAGE II (kerusakan ginjal dengan penurunan GFR Ringan
STAGE III (kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang). Penanganan

15 29

difokuskan pada memperlambat penurunan fungsi ginjal dan penanganan komplikasi


STAGE IV (Kerusakan ginjal dengan penuruna GFR berat). Penderita dipersiapkan

<15

untuk menjalani terapi pengganti ginjal atau transplantasi


STAGE 5 (kerusakan ginjal stadium akhir/terminal). Pasien memerlukan terapi
dengan pengganti ginjal atau transplantasi
PEMBAHASAN

: Dengan penghitungan rumus GFR, pasien dengan usia 36

tahun dengan berat badan 70kg dan dengan kreatinin serum terakhir adalah 8,4 di
dapatkan nilai GFR adalah 12ml/menit/1,73m. Serta pasien ini mengalami gagal
ginjal sudah 1 tahun. Jadi, pasien tersebut masuk ke dalam gagal ginjal kronik
dengan stage 5.
ETIOLOGI

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)
dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Glumerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Kompleks
biasanya terbentuk 7 10 hari setelah infeksi faris atau kulit oleh streptokokus.
Reaksi peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen,
sehingga terjadi aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus
dan filtrasi glomerulus. Protein protein plasma dan sel darah merah bocor
melalui glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis
dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit
dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder
apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis
(Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan
ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan
atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal
seperti dialisis (Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo
(2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul
secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan
seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun
berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa

diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa


kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).
Diabetes melitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk
nefropati diabetikum. Nefropati diabetikum adalah istilah yang mencakup
semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes melitus
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi
(Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua
golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga
hipertensi renal (Sidabutar, 1998).
Pada ginjal, atrerosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia
renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris, dan mempuyai permukaan yang
berlubang-lubang dan bergranula. Secara histologi, lesi yang esensial adalah
sklerosis arteri-arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol aferen.
Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan
atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh
berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan
genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai
adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh
karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata
kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah
dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal
polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).

Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multipel,


bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan.. Kista kista ini terisi oleh cairan
jernih atau hemoragik. Ginjal yang membesar dan tubulus distal serta duktus
pengumpul berdilatasi menjadi elongasi kista. Semakin lama ginjal tidak
mampu mempertahanakan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak
(GGK).
PEMBAHASAN

: Dari etiologi yang terjadi pada pasien akibat gagal ginjal

kronik adalah disebabkan oleh hipertensi dimana pasien mengalami hipertensi


sudah sejak 1 tahun yang lalu. Serta diabetes mellitus karena dari pemeriksaan
gula darah sewaktu sebanyak 2 kali menunjukkan GDS lebih dari 200mg/dl

KLASIFIKASI
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan
oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan
nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi
penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal
dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan
penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan
penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005).
Stadium
0
1

Deskripsi
LFG( mL /menit/1.73 m)
Risiko meningkat
>90 dengan faktor risiko
Kerusakan ginjal disertai >90
LFG

2
3
4
5
(Clarkson, 2005)

normal

atau

meninggi
Penurunan ringan LFG
Penurunan moderat LFG
Penurunan berat LFG
Gagal ginjal

60 89
30 59
15 29
<15 atau dialisis

a.

Stadium I Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 50 % 75 %). Tahap

inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita
belum merasasakan gejala - gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih
dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood
Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik.
b.

Stadium II Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini

penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi
ginjal menurun. Pada tahap ini lebih dari 50 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
c.

Stadium III Uremi gagal ginjal (faal ginjal sekitar 10-20%). Semua gejala

sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tidak dapat melakukan
tugas sehari hari sebagaimana mestinya.. Pada Stadium ini, sekitar 90 % dari
massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan kadar
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
d.

Stadium IV Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD), yang terjadi apabila GFR

menurun menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional
yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
PEMBAHASAN

: Pada pasien ini sudah memasuki stadium uremia gagal

ginjal . Dimana nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan
individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal
dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
PEMBAHASAN

: Meskipun teori menjelaskan faktor resiko adalah usia

diatas 50 tahun, tetapi yang mendukung dan mengarah ke gagal ginjal kronik
selain usia pada pasien ini adalah diabetes mellitus serta adanya riwayat darah
tinggi.

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa
ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron
yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal
menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan
mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan
hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan
aktivitas

aksis

renin-angiotensin-aldosteron

intrarenal,

hipertensi

sistemik, nefrotoksindan hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut


memberikan

kontribusi

terhadap

terjadinya

hiperfiltrasi,

sklerosis,

dan progresifitas tersebut. Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan
progresif GFR. Stadium gagal

ginjal kronis didasarkan pada tingkat

GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :


a.Penurunan cadangan ginjal;
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi
tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron
yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin,
menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk
mendeteksi penurunan fungsi
b. Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 35% dari normal. Nefron-nefron yang
tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang
diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang
sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic,

menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang


dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis
c. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron
fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi
tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan
kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis
dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.

Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi :


-

Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit,
penurunan kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit
darah. Selain itu GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung
(gastripati uremikum) yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna.
Adanya toksik uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel
darah merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi
70 80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi

eritropoiesis
Sesak nafas
Karena kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan
penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat diaparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin
I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadiangiotensin
II. Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga
menyebabkan

retensi

NaCl

dan

air

volume

ekstrasel

meningkat(hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri


gagal memompa darah ke perifer LVH peningkatan tekanan atrium kiri
peningkatan tekanan vena pulmonalis peningkatan tekanan di
-

kapiler paru edema paru sesak nafas


Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan
penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis
metabolik pada gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia
karena kehilangan sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan
sejumlah bikarbonat melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh
penurunan pH darah. Apabila penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat
dikatakan asidosis metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan
gejala saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu
gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul yang
timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon dioksida
untuk mengurangi keparahan asidosis

Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di
aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi an
giotensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga
meningkatkan tekanan darah.

Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas
oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.

Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam
darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan

pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat


membengkak, meradang dan nyeri
-

Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada
tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan
penurunan jumlah nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang
disertai dengan retensi air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi
natrium di cairan ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan
gangguan saluran pencernaan berupa kram, diare dan muntah.

Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca 2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan
hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi
tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat
didalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya di ginjal.
Jadi meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di
plasma tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun
pada insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan
sehingga konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi
CaHPO4 terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh
karena itu, rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan
perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami
hipertrofi bahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH. Kelainan yang
berkaitan dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal
dan hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di
ginjal dan tulang, juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf,
lambung, seldarah dan gonad), diduga PTH berperan dalam terjadinya
berbagai kelainan di organ tersebut. Pembentukan kalsitriol berkurang
padahal ginjal juga berperan dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral.
Biasanya hormon ini merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun
karena terjadi penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya
absorpsi fosfat di usus, hal ini memperberat keadaan hipokalsemia

Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel
ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan
konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi
hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga
menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini
berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga
dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam,
gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.

Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari
kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi.
Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang
melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan
permeabilitas glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis.
Sehingga molekul protein berukuran besar seperti albumin dan
immunoglobulin akan bebasmelewati membran filtrasi. Pada keadaan
proteinuria berat akan terjadipengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang
disebu dengan sindrom nefrotik.

Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremiapada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal
sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin
dapat berdifusi kealiran darah dan menyebabkan toksisitas yang
mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus
ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala
klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi traktus
gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas seperti amonia (fetor
uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik. Gangguan pada
serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan koma
uremikum.

PEMBAHASAN

: yang terjadi pada pasien ini adalah Anemia:

(Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan


produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit,
penurunan kadar Hb), Hipertensi : (terjadinya pelepasan renin yang
terdapat

di

aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi


agiotensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga
meningkatkan tekanan darah, Hiperkalemia, Uremia : (gangguan fungsi filtrasi
pada ginjal sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah

GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan
kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),
sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat
bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang
dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian
pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual
dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan
dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang
menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah
pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil


pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.
Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil
asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun
anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau
deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome
akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada
beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme
sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini
akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai
pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput
serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,
dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental
berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering
dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering
dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar
kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik

terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal


jantung.
PEMBAHASAN

: Pada pasien yang terjadi adalah kelainan hemopoesis.

Anemia normokrom normositer dan normositer pada pasien (MCV 84.6 CU),
sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik, Kelainan saluran cerna
hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
KOMPLIKASI
a.

Anemia

Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan


produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu
GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik
uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah
menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan
toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis
b.

Hipertensi

Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga


menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya

pelepasan renin yang terdapat di

aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angiot


ensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
c.

Sistem Pernafasan

Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan edema pulmonal, kelebihan cairan.


Pleuritis mungkin ditemukan, terutama jika pericarditis

berkembang..

Asidosis menyebabkan kompensasi meningkatnya respirasi sebagai usaha


mengeluarkan ion hidrogen.

d.

Sistem Kardiovaskuler

Terjadi hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan


aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron, dapat terjadi perubahan irama
jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi
metastatik. Edema terjadi akibat retensi Na dan H2O.
e.

Sistem Pencernaan

Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan


metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat
metabolisme bakteri usus seperti amonia dan meil guanidin, serta sembabnya
mukosa usus. Fosfor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air
liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga bau nafas menjadi
amonia. Akibat lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis. Cegukan
(hiccup), gastritis erosif, ulkuk peptik dan kolik uremik juga dapat timbul.
f.

Sistem Perkemihan

Akibat adanya kerusakan pada ginjal, menyebabkan penurunan pada GFR,


sehingga ekskresi protein meningkat dan reabsorbsi protein menurun..
Disamping itu juga akan terjadi penurunna frekuensi urin, oliguri dan anuri.
g.

Sistem endokrin

Terjadi gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan


metabolisme vitamin. Pada CKD, keridakmampuan untuk mengeluarkan
fosfor dan kegagalan untuk mebentuk aktif vitamin D.
f. Sistem Muskuloskeletal Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteotis
fibrosa, osteosklerosis dan kalsifikasi metastatik.
g. Sistem Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat urokrom.
Gatal-gatal pada ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsim
dipori-pori kulit. Ekimosis akibat gangguan hematoligik,urea frost akibat
kristalisasi urea yang ada pada keringat.
h

Sistem Syaraf Restless leg syndrom yaitu penderita selalu merasa pegal

ditungkai bawah dan selalu menggerakan kakinya. Burning feet syndrome


yaitu rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak

kaki.

Ensefalopati Metabolik: lemah, tak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor,


mioklonus, kejang-kejang.
i. Sistem Reproduksi Impotensi dapat terjadi baik karena fisiologi dan
psikologi. Dapat juga terjadia tropi testis, oligosperma, dan berkurangnya
mobiltas sperma dan terjadi penurunan libido.
j. Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel ginjal
sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan
konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen,
sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga menyebabkan
hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan dengan
sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan
kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas
saluran cerna dan kelainan mental
PEMBAHASAN

: Komplikasi yang terjadi pada pasien adalah Anemia :

(Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan produksi


eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit menimbulkan
anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan kadar Hb dan
diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah), Hipertensi, Gangguan saluran
cerna : (Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat
metabolisme bakteri usus seperti amonia dan meil guanidin, serta sembabnya
mukosa usus), Hiperkalemia.
DIAGNOSA
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan


pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar,
2006).
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis

harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang

berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,


perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal
(LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan
laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan
tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan
penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai
sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal
(LFG).
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
a.

Pemeriksaan sinar X atau ultrasonografi untuk memperlihatkan ginjal yang

kecil atau sudah mengalami atrofik.


b.

Pemeriksaan urine: warna, volume, sedimen, berat, kreatinin, protein.

c.

Pemeriksaan darah: Bun / kreatinin, hitung darah lengkap, sel darah merah,

natrium serum, kalium, magnesium, fosfat, protein, osmolaritas serum.


d.

Pemeriksaan USG Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor,

juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal dan kandung kemih.


e.

Pemeriksaan EKG Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri,

tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit.


f.

Pielografi intravena Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

Pielografi retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.


Arteriogram ginjal mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
massa.
g.

Sistouretrogram berkemih Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks

kedalam ureter, retensi.


h.

Biopsi ginjal Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel

jaringan untuk diagnosis histologist


i.

Endoskopi ginjal nefroskopi Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ;

keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.


j.

Uji bersihan kreatinin (kreatinin klirens) Caranya cukup mengumpulkan

spesimen urine 24 jam dan satu spesimen darah yang diambil dalam waktu yang
sama.
k.

Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde

Pyelography, Renal Arteriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi,


pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
PENCEGAHAN
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan
yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan
kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin
kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah,
anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat
badan (National Kidney Foundation, 2009).

PENATALAKSANAAN
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara
status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hatihati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan antihipertensi.
-

Ca Channel blocker Amlodipin 5mg - 0 0. Aman bagi penderita CKD


karena tidak memerlukan adjustmen dose, Bila outcome kurang
memuaskan, dapat dipertimbangkan penggantian dengan ARB seperti
losartan20-100mg 1dd1.

7) Kelainan sistem kardiovaskular


Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Haemodialisa dan Transplantasi Ginjal
Pada penyakit gagal ginjal kronik, tindakan medis yang bisa dilakukan yaitu
hemodialisa dan transplantasi ginjal.
1)

Hemodialisa Dialisis terdiri atas 2 yaitu peritoneal dialisis dan haemodilisa.

Pada kasus ginjal lanjut hemodilasisa harus dilakukan sampai pasien dilakukan
transplantasi ginjal. Dialisis juga berguna untuk mengontrol uremia dan secara
fisik mempersiapkan klien untuk dilkaukan transplantasi ginjal. Dialisa terdiri atas

2 mekanisme kerja yaitu ultrafiltrasi dan Difusi. Ultrafiltrasi untuk mengalirkan


cairan dari darah dengan tekanan osmotik dan hidrostatik sehingga mencapai
derajat yang diinginkan. Difusi adalah lewatnya partikel (ion) dari yang tekanan
tinggi ke tekanan rendah. Hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Tujuan dari
hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan
mengeluarkan air yang berlebih. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja
hemodialisa, yaitu:
a)

Difusi

b)

Osmosis

c)

Ultrafiltrasi

Hal-hal yang harus dipantau selama dilakukan hemodialisa yaitu:


a)

Pantau terus tekanan darah, dan pastikan klien tidak mengalami hipotensi

selama dilakukan tindakan hemodialisa.


b)

Jangan berikan obat antihipertensi pada saat akan menjalani hemodialisa,

karena akan mengakibatkan hipotensi.


Komplikasi Hemodialisa :
a)

Demam yang diakibatkan oleh bakteri atau zat penyebab demam (pirogen)

didalam darah.
b)

Reaksi anafilaksis yang berakibat fatal yang disebabkan klien alergi

terhadap zat didalam mesin.


c)

Tekanan darah rendah akibat terlalu banyak cairan yang dibuang,

d)

Gangguan irama jantung yang disebabkan kadar kalium dan zat lainnya yang

abnormal dalam darah.


e)

Emboli Udara yang diakibatkan udara memasuki darah dalam mesin.

f)

Pendarahan usus atau perut akibat penggunaan heparin dalam mesin untuk

mencegah pembekuan.
g)

Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat

meninggalkan ruang ekstrasel.


2) Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal merupakan pilihan terakhir bagi penderita gagal ginjal kronis.
Transplantasi ini menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadave manusia ke
resipien yangmengalami gagal ginjal tahap akhir. Ginjal transplan dari donor
hidup yang sesuia dan cocok bagi pasien akan lebih baik dari transplatasi dari
donor kadaver. Nefrektomi terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk
transplantasi. Ginjal transplan diletakan di fosa iliaka anterior samai krista iliaka.
Ureter transplan ditanamkan ke kandung kemih atau dianastomosiskan ke ureter
resipien.
PROGNOSA
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk. Kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang
dilakukan sekarang ini bertujuan hanya untuk progresivitas dari GGK itu sendiri.
Selain itu biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat
lanjut dan menimbulkan gejala, sehingga penanganannya seringkali terlambat
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Diagnosa pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien adalah laki-laki, berusia 36 tahun, dalam
kasus ini pasien didiagnosa sebagai penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan
anamnesis, dimana pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol karena
tidak minum obat secara teratur. Hal ini juga didukung dengan kebiasaan pasien
dahulu sering mengkonsumsi jamu-jamuan, minuman berenergi serta jarangnya
mengkonsumsi air putih perharinya serta riwayat pernah dilakukan haemodialisa.
Apabila dilihat dari gejala klinis yang timbul, gejala pasien yang merasa
mual, muntah, serta penurunan nafsu makan juga mendukung ke arah gagal ginjal
kronik. Bila dilihat dari pemeriksaan fisik, secara nyata dapat ditemukan adanya
peningkatan tekanan darah serta konjungtiva yang anemis menunjukkan adanya
anemia.

Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukkan


bahwa haemoglobin pasien rendah akibat defisiensi eritropoeitin yang
berhubungan dengan gagal ginjal kronik, pemeriksaan GDS min satu kali terdapat
peningkatan dimana kemungkinan penyebab dari gagal ginjal bisa disebabkan
oleh diabetes mellitus serta terdapat peningkatan bermakna pada ureum dan
kreatinin yang menunjukkan adanya gangguan pada ginjal.
Komplikasi yang dihadapi pasien dalam kasus ini adalah anemia. Hal ini
dibuktikan dengan hasil laboratorium darah yang menunjukkan keadaan pasien
yang anemia.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik, Palembang : Perhimpunan
Nefrologi Indonesia, 2003: 13 22
2. Mansjor A, Thyantik, Santini R, Gagal Ginjal Kronik.Kapita selekta
kedokteran Edisi Ketiga 2000(6):531-4
3. Skorechi K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrisons
Principle and Internal Medicine 16th edition 2005(11): 1653 63
4. Wheeler D, Brown A, Trison C. Evaluation of anemia of CKD. Chlibic
Practice Guidelines : Anaemia of CKD. 2010(3): 25 35
5. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi kelima, 2009(137):1035 40
6. Andrew S. Levey. Definition and Classificationon Chronic Kidney
Disease. Kidney International. 2005(67):2089 2100

7. Levey, AS. The Defenition, Classification and Prognosis of Chronic


Kidney Disease in Adults in Primary and Secondary Care. National
Institute for Health and Care Experience, 2008: 3-39
8. Andrew S, Josef C. Evaluation of Laboratory Measurements For Clinical
Assessment of Kidney Disease. Clinical Practice Guidelines For Chronic
Kidney Disease : Evaluation, Classification, Stratification, 2002(5):89-90

Anda mungkin juga menyukai