PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cabai atau cabe merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan
anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu,
tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer
di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Cabai atau lombok termasuk dalam suku
terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran
rendah ataupun di dataran tinggi. Cabe bisa dikelompokkan menjadi cabe manis, (sweet),
agak pedas (mild), pedas sedang (medium), pedas (hot), dan sangat pedas (very hot).
Cabe manis biasanya berkisar di skala 0-1000 dalam satuan Scoville, contohnya yang
biasa kita sebut paprika (cabe gendut yang biasa ada di salad). Nama-nama asing seperti
Pimentos, Rellenos, dan Sweet Banana peppers juga masuk dalam kelompok ini. Skala
1000-3000 digolongkan ke tingkat agak pedas. Untuk kelompok ini sepertinya tidak ada
yang familiar dengan kita. Cabe merah besar yang biasa kita temui dan kita makan
masuk di kelompok pedas sedang, dengan skala 3000-6000 satuan Scoville.
(adipocytes) berkembang menjadi mature cell, dan beberapa studi melaporkan bahwa
capsaicin dapat mengurangi jumlah jaringan lemak dan level lemak dalam darah.
Capsaicin dapat menghambat pertumbuhan populasi dan induksi dari apoptosis
(kematian sel terprogram) pada 3T3-L1 preadipocytes [sel yang dapat distimulasi untuk
membentuk sel lemak ) (Lin Hsu and Chin Yen, 2007).
Kandungan capsaicin pada cabe, termasuk vitamin C dan karotenoid merupakan
antioksidan yang penting dan dapat mengurangi atherosklerosis. Antioksidan adalah
bahan yang menghambat atau mencegah kerusakan atau kehancuran akibat oksidasi.
Tindakan oksidasi dari radikal bebas bisa dikendalikan atau bahkan dicegah oleh berbagai
bahan antioksidan. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok,
yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan
antioksidan alami ( antioksidan hasil ekstraksi bahan alami).
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan
yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang
terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang
diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan
pangan (Pratt,1992 dalam Ardiansah, 2007).
Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti
rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran
dan tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki
aktivitas antioksidan, seperti asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid,
tokoferol, karotenoid, tannin, peptida, melanoidin, produk-produk reduksi, dan asamasam organik lain (Pratt,1992 dalam Trilaksani, 2003).
Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup
sehat, tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang kini
banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta
penampakan dan cita rasanya menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis
tertentu bagi tubuh, seperti dapat menurunkan tekanan darah, kadar kolesterol, dan kadar
gula darah, serta meningkatkan penyerapan kalsium, (Astawan 2003). Goldberg (1994)
menyebutkan bahwa dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam
memilih bahan pangan bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi serta kelezatannya,
tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Fenomena tersebut melahirkan konsep
pangan fungsional.
kandungan nutrisi pada cabe, sejauh mana aktivitas antioksidan dan potensinya dalam
menurunkan obesitas, karena masalah obesitas atau kegemukan merupakan suatu masalah
yang cukup mengkhawatirkan di masyarakat.
dilakukan
di
Laboratorium
Bioteknologi,
Fakultas
Pertanian
Universitas Udayana.
cara, menggunakan kertas kromatografi dan lempengan silica. Pemisahan pigmen dengan
kromatografi kertas 2 dimensi dilakukan dalam tangki khusus untuk kromatografi dengan
pelarut n-butanol asam asetat-air (BAW, 4:1:5) diiukuti dengan pelarut air-asam asetat
(Hac; 85:15). Nilai Rf dibandingkan dengan standar berbagai jenis karotenoid. Analisis
dengan lempengan silika komersial menggunakan larutan pengembang petroleum etheraseton-diethylamin 10:4:1 (eluent A), heksan : aseton 3:1 (eluent B) dan benzena : ethyl
asetat 1: 1 (eluent C). Standar dari berbagai jenis karotenoid digunakan sebagai referensi.
10
sayuran dan kacang-kacangan, termasuk tanaman rempah dan obat. Menurut Craig
(1999), diet yang menggunakan rempah-rempah dalam jumlah banyak sebagai penyedap
makanan dapat menyediakan berbagai komponen aktif fitokimia yang bermanfaat
menjaga kesehatan dan melindungi tubuh dari penyakit kronis.
capsaicinnya mempunyai potensi yang baik untuk bahan diet untuk mencegah terjadinya
kegemukan (obesitas).
11
III. KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Cabai mempunyai kandungan nutrisi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan,
kandungan vitamin dan karotenoidnya bermanfaat sebagai antioksidan. Sementara itu
kandungan capsaicin dapat mengurangi jumlah jaringan lemak dan kadar lemak dalam
darah. Capsaicin dapat menghambat pertumbuhan populasi dan induksi dari apoptosis
(kematian sel terprogram) pada 3T3-L1 preadipocytes (sel yang dapat distimulasi untuk
membentuk sel lemak ).
3.2. Saran
Kebutuhan akan tanaman rempah dan obat terus meningkat sejalan dengan
munculnya kecenderungan untuk kembali ke alam dan adanya anggapan bahwa efek
samping yang ditimbulkannya tidak sebesar obat sintetis. Seperti telah diuraikan hasil
penelitian ini menunjukkan kandungan nutrisi, carotenoid, dan capsaicin dari cabe yang
dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kegemukan. Namun karena capsaicin yang
juga menyebabkan rasa pedas pada cabe, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
bagaimana memanfaatkan capsaicin dengan menghilangkan rasa pedasnya.
12
DAFTAR PUSTAKA.
Ardiansah. 2007. Antioksidan dan Peranannya Bagi Kesehatan. Artikel Iptek.
Astawan, M. 2003. Pangan fungsional untuk kesehatan yang optimal. Kompas Sabtu 23
Maret 2003.
Ausich, R.L. 1997. Commercial oppurtunities for carotenoid production by
biotechnology. Pure and Appl. Chem 69: 2169-2173
Barclay, L. 2007. Chili May Attenuate Post Prandial Insulin Response. Medscape,
Medical News
Craig, W.J. 1999. Health-promoting properties of common herbs. Am. J. Clin. Nutr.
70(3): 491s499s.
Goldberg, I. 1994. Functional Foods, Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals.
Chapman & Hall, London.
Johnson,EA and W.A Schroeder. 1995. Microbial carotenoids p. 119-178. In A
Fiechter (ed). Advances in biochemical engineering biotechnology, vol 53.
Springer-Verlag, Berlin, Germany
Lin Hsu, Chin and Chin Yen,Gow. 2007. Effect of Capsaicin on Induction of Apoptosis
and Inhibition of Adipogenesis in 3T3-L1 Cells. Journal of Agricultural and Food
Chemistry,55 1730-1736. Departement of Food Science and Biotechnology,
National Chung Hsing University . 250 Kuokuang Road. Taichung 40227,
Taiwan.
Masuda, Y, Satoshi Haramizu, Kasumi Oki, Koichiro Ohnuki, Tatsuo Watanabe,
Susumu Yazawa,3 Teruo Kawada, Shu-ichi Hashizume, and Tohru Fushiki. 2003.
Upregulation of uncoupling proteins by oral administration of capsiate, a
nonpungent capsaicin analog . 1Laboratory of Nutrition Chemistry, Division of
Food Science and Biotechnology, and 3Laboratory of Vegetable and Ornamental
Horticulture, Division of Agriculture, Graduate School of Agriculture, Kyoto
University, Kyoto 606-8502; 2School of Food and Nutritional Sciences, University
of Shizuoka, Shizuoka 422-8526; and 4Research Institute, Morinaga and
Company, Limited, Yokohama 230-8504, Japan
Mdidea. 2007. Capsicum, Cayenne, Red pepper, Capsicum frustecens. 2007. Exporting
Division. Extract Professional. http://www.mdidea.com
Muwarni, 2003. Kuning Telur Bukan Sekedar Warna. Laboratorium Biokimia Nutrisi
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
13
I.
PENDAHULUAN
Cabe kering merupakan salah satu produk cabe yang paling mudah pengolahannya.
Cabe dijemur atau dikeringkan sampai kadar di bawah 5%. Setelah itu, cabe kering
dapat dikemas dan dipasarkan, atau digiling sampai halus menjadi cabe bubuk
sebelum dikemas dan dipasarkan.
Cabe kering dan cabe bubuk merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang
dapat diekspor, atau dipasok ke industri besar pengolahan. Cabe kering bubuk dapat
diolah menjadi berbagai produk pangan seperti saus, sambal, atau bumbu lainnya.
II.
III.
IV.
BAHAN
1.
Buah cabe yang matang dan merah merata.
2.
Kalsium metabisulfit atau Natrium bisulfit.
PERALATAN
1.
Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk membelah cabe segar agar lebih
cepat proses pengeringannya.
2.
Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan cabe segar menjadi cabe
kering. Saat ini tersedia berbagai rancangan alat pengering dengan beragam
sumber panas (panas matahari, bahan bakar minyak, batu bara dan sekam).
Jika tersedia panas matahari cukup tersedia, pengeringan dapat dilakukan
dengan penjemuran dengan menggunakan tampah, tikar, atau anyaman
bambu sebagai wadah untuk penjemuran.
3.
Panci. Alat ini digunakan untuk blanching (merendam cabe di dalam arutan
bisulfit panas).
4.
Kompor.
5.
Hammer mill. Alat ini digunakan untuk menggiling cabe kering sampai halus.
Untuk skala kecil, atau untuk keperluan rumah tangga, penggilingan dapat
dilakukan dengan menggunakan blender.
CARA PEMBUATAN
1.
Pembuangan tangkai dan pencucian. Cabe dibuang tangkainya. Bagian yang
rusak dan busuk dibuang. Setelah itu cabe dicuci sampai bersih, dan ditiriskan.
2.
Pembelahan. Cabe dibelah membujur dan biji tidak perlu dibuang. Pembelahan
ini dapat mempercepat proses pengeringan. Walaupun demikian,
14
V.
15
Laporan Penelitian
Peneliti
Ir. I Gusti Ngurah Bagus, MS
Ir. Ketut Suada, MS
16
Universitas Udayana
2007
Daftar Isi
Halaman
Kata Pengantar
I. Pendahuluan
........................................................................................
...........................................................................
............................................................................
................................................................
................................................................
.................................................................
..................................................................
..........................................
..................
.................................................................
............................................................................
10
11
.....................................................
12
17
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
............................................................................................
12
........................................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA
Kata Pengantar
Penelitian ini merupakan penelitian awal dari serangkaian penelitian yang
mencoba melihat dan mengetahui potensi cabai (Capsicun annuum L) sebagai bahan
makanan tambahan (food supplement) untuk menurunkan berat badan (obesitas). Pada
tahap ini hanya dikerjakan sebagian dari rangkaian tersebut yaitu kandungan nutrisi,
kandungan karotenoid dan kemungkinan fungsinya sebagai antioksidan, dan kandungan
capsaicin dari cabai yang mempunyai potensi sebagai penurun berat badan (kegemukan).
Penelitian ini dikerjakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Lab.
Pengembangan Sumber Daya Genetika, dan sebagian menggunakan Lab. Polda Bali. Ke
depan penelitian ini akan menggunakan mencit (tikus) untuk pengujian antioksidan,
pengujian capsaicin sebagai senyawa utama yang berfungsi untuk penurunan berat badan.
Terlaksananya penelitian ini tentu berkat kerjasama dan bantuan berbagai pihak
untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih.
Peneliti
Ir. I Gusti Ngurah Bagus, MS
Ir. Ketut Suada,MS
18
19