Anda di halaman 1dari 19

I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cabai atau cabe merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan
anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu,
tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer
di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Cabai atau lombok termasuk dalam suku
terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran
rendah ataupun di dataran tinggi. Cabe bisa dikelompokkan menjadi cabe manis, (sweet),
agak pedas (mild), pedas sedang (medium), pedas (hot), dan sangat pedas (very hot).
Cabe manis biasanya berkisar di skala 0-1000 dalam satuan Scoville, contohnya yang
biasa kita sebut paprika (cabe gendut yang biasa ada di salad). Nama-nama asing seperti
Pimentos, Rellenos, dan Sweet Banana peppers juga masuk dalam kelompok ini. Skala
1000-3000 digolongkan ke tingkat agak pedas. Untuk kelompok ini sepertinya tidak ada
yang familiar dengan kita. Cabe merah besar yang biasa kita temui dan kita makan
masuk di kelompok pedas sedang, dengan skala 3000-6000 satuan Scoville.

Gambar 1. Cabai Merah ( Capsicum annuum L.) (Wikipedia, 2007)

Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak


atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila
digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur).
Manfaat dari cabe sudah banyak diteliti, dan hasilnya ditemukan bahwa
kandungan cabe mampu membunuh bakteri merugikan dalam pencernaan, walaupun juga
beresiko mengiritasi dinding organ pencernaan. Pengaruh rasa (pedas) yang ditimbulkan
oleh capsaicin juga mampu menstimulasi aliran darah menjadi lebih cepat, menghalangi
aktivitas otak menerima rasa sakit dari system saraf kalau kita sedang sakit kepala,
melonggarkan penyumbatan lendir pada hidung dan tenggorokan, dan meningkatkan
temperatur tubuh, sehingga kita biasa berkeringat dan tidak mengantuk jika kepedasan.
Dan ternyata capsaicin juga bersifat antikoagulan, yaitu menjaga darah tetap encer dan
mencegah terbentuknya kerak pada pembuluh darah.
Kandungan bahan aktif capsaicin, telah dilaporkan dapat mengatur suhu tubuh,
menstimulasi sekresi dari cathecholamines, dan menekan akumulasi lemak tubuh yang
telah diuji pada binatang. Capsaicin sangat potensial sebagai terapi diet pada obesitas dan
diabetes (Misuda et al., 2003).
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak
tubuh yang berlebihan. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk
menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya.
Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria.
Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30%
pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria
dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas

Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:

Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%

Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%

Obesitas berat : kelebihan berat badan >100%. (Wikipedia, 2005).


Obesitas kemungkinan bisa dikurangi dengan mencegah sel lemak immature

(adipocytes) berkembang menjadi mature cell, dan beberapa studi melaporkan bahwa
capsaicin dapat mengurangi jumlah jaringan lemak dan level lemak dalam darah.
Capsaicin dapat menghambat pertumbuhan populasi dan induksi dari apoptosis
(kematian sel terprogram) pada 3T3-L1 preadipocytes [sel yang dapat distimulasi untuk
membentuk sel lemak ) (Lin Hsu and Chin Yen, 2007).
Kandungan capsaicin pada cabe, termasuk vitamin C dan karotenoid merupakan
antioksidan yang penting dan dapat mengurangi atherosklerosis. Antioksidan adalah
bahan yang menghambat atau mencegah kerusakan atau kehancuran akibat oksidasi.
Tindakan oksidasi dari radikal bebas bisa dikendalikan atau bahkan dicegah oleh berbagai
bahan antioksidan. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok,
yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan
antioksidan alami ( antioksidan hasil ekstraksi bahan alami).
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan
yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang
terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang
diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan
pangan (Pratt,1992 dalam Ardiansah, 2007).

Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti
rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran
dan tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki
aktivitas antioksidan, seperti asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid,
tokoferol, karotenoid, tannin, peptida, melanoidin, produk-produk reduksi, dan asamasam organik lain (Pratt,1992 dalam Trilaksani, 2003).
Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup
sehat, tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang kini
banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta
penampakan dan cita rasanya menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis
tertentu bagi tubuh, seperti dapat menurunkan tekanan darah, kadar kolesterol, dan kadar
gula darah, serta meningkatkan penyerapan kalsium, (Astawan 2003). Goldberg (1994)
menyebutkan bahwa dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam
memilih bahan pangan bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi serta kelezatannya,
tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Fenomena tersebut melahirkan konsep
pangan fungsional.

1.2. Rumusan Masalah


Tanaman rempah dan obat sudah lama dikenal mengandung komponen fitokimia
yang berperan penting untuk pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit. Kebutuhan
akan tanaman rempah dan obat terus meningkat sejalan dengan munculnya
kecenderungan untuk kembali ke alam dan adanya anggapan bahwa efek samping yang
ditimbulkannya tidak sebesar obat sintetis. Untuk itu perlu adanya penelitian mengenai

kandungan nutrisi pada cabe, sejauh mana aktivitas antioksidan dan potensinya dalam
menurunkan obesitas, karena masalah obesitas atau kegemukan merupakan suatu masalah
yang cukup mengkhawatirkan di masyarakat.

1.2. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi dari cabai, aktivitas
antioksidan dan potensinya dalam menurunkan obesitas.

II. METODE PENELITIAN


2.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian

dilakukan

di

Laboratorium

Bioteknologi,

Fakultas

Pertanian

Universitas Udayana.

2.2. Bahan Penelitian


Bahan penelitian meliputi buah cabai merah (Capsicum annuum), , etanol, Folin
ciocalteu phenol, (+)- asam galat, sodium karbonat dari Merck, TBHQ, radikal DPPH
(2,2-diphenil-1-picryldihydrazil radical), Tiobarbituric acid

2.3. Instrumen Penelitian


Spektrofotometer, micropipet, microtube, alat elektroforesis, sentrifuge, shaker,
vacum rotary evaporator, vortek. Stirrer dan blender

2.4. Prosedur Penelitian


2.4.1. Ekstraksi buah cabai
Buah cabai dikeringkan dengan oven pada temperatur 50 C, dihancurkan dengan
blender, kemudian ditimbang sebanyak 100 gram. Bubuk cabai kemudian ditambah
300 ml pelarut etanol kemudian diaduk dengan magnetik stirrer selama 1 jam pada suhu
kamar. Selanjutnya disaring dengan kertas Whatman no 42 sehingga diperoleh filtrat 1.
ampas yang diperoleh dilakukan ekstraksi ulang sehingga diperoleh filtrat 2. Filtrat 1 dan
filtrat 2 dicampur kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator. Ekstrak tersebut diuji
total fenol dan aktivitas antioksidan dengan metode TBA.

2.4.2. Penentuan Total Fenol Ekstrak Buah cabai


Analisa menggunakan pereaksi folin-ciocalteu phenol. Sampel 50-100 l
dilarutkan dalam etanol sampai dicapai volume 2 ml di dalam labu ukur 10 ml. Pereaksi
folin-ciocalteu phenol sebanyak 1 ml ditambahkan,kemudian digoyang perlahan. Sodium
karbonat 20% sebanyak 5 ml ditambahkan dan digoyang. Setelah 20 menit larutan
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 750 nm. Penentuan kadar total
fenol digunakan (+)- asam galat.
2.4.3. Penentuan Kemampuan Menangkap Radikal Bebas DPPH Komponen
Senyawa Fenolik dari Ekstrak Buah Cabai
Larutan etanol yang mengandung ekstrak buah cabai dicampur dengan pelarut
etanol dan 2 ml larutan etanol dari radikal DPPH (1 mM DPPH dalam 0,250 ml)
ditambahkan sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi fenol masing-masing
sebanyak 0, 50, 100, 125, 150, 175, 200, 225, 250 ppm. Campuran divortex selama 15
detik, kemudian dibiarkan di udara terbuka selama 30 menit. Absorbansi larutan diukur
dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 517 nm dengan etanol sebagai blanko.
Selanjutnya dilakukan uji komparatif kapasitas penangkapan radikal bebas DPPH antara
ekstrak buah cabai dan TBHQ.

2.3.4. Analisis Kandungan Nutrisi dan Karotenoid


Untuk analisis kandungan nutrisi digunakan sampel sebanyak 100 gram sampel.
Analisis dilakukan di laboratorium Bioteknologi, Laboratorium Marine Biologi, dan
konfirmasi di lab Polda Bali. Analisis karotenoid dilakukan dengan menggunakan Thin
Layer Chromatography (TLC). Analisis kandungan karotenoid dilakukan dengan dua

cara, menggunakan kertas kromatografi dan lempengan silica. Pemisahan pigmen dengan
kromatografi kertas 2 dimensi dilakukan dalam tangki khusus untuk kromatografi dengan
pelarut n-butanol asam asetat-air (BAW, 4:1:5) diiukuti dengan pelarut air-asam asetat
(Hac; 85:15). Nilai Rf dibandingkan dengan standar berbagai jenis karotenoid. Analisis
dengan lempengan silika komersial menggunakan larutan pengembang petroleum etheraseton-diethylamin 10:4:1 (eluent A), heksan : aseton 3:1 (eluent B) dan benzena : ethyl
asetat 1: 1 (eluent C). Standar dari berbagai jenis karotenoid digunakan sebagai referensi.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada penelitian ini hanya dilakukan analisis terhadap kandungan nutrisi dari
cabai merah (Capsicum annuum L.), sedangkan untuk aktivitas antioksidan dan
potensinya dalam menurunkan obesitas akan dilakukan kemudian.

3.1. Hasil Analisis Nutrisi


Hasil analisis kandungan nutrisi dari cabai merah (Capsicum annuum L.)
menunjukkan sebagai berikut:
Lemak (9-17%),
Protein (12-15%),
Sumber vitamin C (- 370 mg/100 g) dan
Vitamin A (77,000 IU/100 g).
Dari hasil analisis kandungan nutrisi dapat dilihat bahwa cabai merupakan sumber
vitamin A dan C yang besar yang bermanfaat sebagai antioksidan.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa kandungan vitamin dan mineral per 100
gram sampel adalah
Kalsium 29 mg,
Potasium 374 mg,
karoten 12,960 IU,
Thiamin 0,22 mg,
Riboflavin dan
Niacin 4,4 mg.

3.2. Hasil Analisis Kandungan Karotenoid


Disamping itu penelitian menngunakan teknik Thin Layer Chromatography
(TLC), juga menemukan bahwa cabai merupakan tanaman yang kaya akan pigmen
karotenoid, termasuk capsanthin, capsorubrin, dan zeaxanthin.
Diketahui bahwa pigmen karotenoid merupakan prekursor vitamin A. Sebagai
precursor vitamin A, karotenoid merupakan komponen dasar dalam makanan dan
mempunyai peranan penting dalam kesehatan manusia. Menurut Ausich (1997),
karotenoid memiliki fungsi biologis yang sangat penting sebagai antioksidan, sistim
imun, mencegah penyakit degeneratif, anti-inflamasi, anti stress (Johnson & Schroeder,
1995). Karotenoid juga memiliki efek memperlambat penuaan (spot penuaan dan
kerutan) dan menyembuhkan kelelahan otot, dapat melindungi kulit dari pengaruh buruk
radiasi ultraviolet, dan meningkatkan sistim kekebalan tubuh.
Sebagian karotenoid khususnya -karoten adalah prekursor vitamin A. Satu
molekul -karoten yang dimakan dapat dirubah oleh enzim dalam usus halus menjadi dua
molekul vitamin A. Saat ini suplemen vitamin A sering diberikan dalam bentuk -karoten
bukan sebagai vitamin A aktif. Hal ini karena konsumsi dalam betakaroten dalam jumlah
banyak sampai saat ini diketahui tidak bersifat toksik, sedangkan konsumsi vitamin A
aktif yang berlebihan dapat bersifat toksik (Muwarni, 2003).
Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman
mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam
pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia yang diketahui
mempunyai fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat,
polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen, tersebut banyak terkandung dalam

10

sayuran dan kacang-kacangan, termasuk tanaman rempah dan obat. Menurut Craig
(1999), diet yang menggunakan rempah-rempah dalam jumlah banyak sebagai penyedap
makanan dapat menyediakan berbagai komponen aktif fitokimia yang bermanfaat
menjaga kesehatan dan melindungi tubuh dari penyakit kronis.

3.3. Hasil Analisis Kandungan Capsaicin


Analisis kandungan senyawa lebih lanjut menunjukkan bahwa kandungan yang
paling penting pada cabai adalah capsaicin. Capsaicin (aka trans-8 methyl-N-vanillyl-6noneamide) merupakan senyawa yang penting pada beberapa spesies Capsicum. Analisis
kami menunjukkan bahwa kandungan capsaicin mencapai 48,6 %. Beberapa studi
melaporkan bahwa capsaicin dapat mengurangi jumlah jaringan lemak dan kadar lemak
dalam darah. Capsaicin dapat menghambat pertumbuhan populasi dan induksi dari
apoptosis (kematian sel terprogram) pada 3T3-L1 preadipocytes [sel yang dapat
distimulasi untuk membentuk sel lemak ) (Lin Hsu and Chin Yen, 2007). Pada beberapa
penelitian terhadap tikus yang diberi pakan yang mengandung capsaicin menunjukkan
perbedaan yang signifikan terhadap metabolisme lipid dibandingkan dengan kontrol
(tanpa capsaicin).
Kandungan bahan aktif capsaicin, telah dilaporkan dapat mengatur suhu tubuh,
menstimulasi sekresi dari cathecholamines, dan menekan akumulasi lemak tubuh yang
telah diuji pada binatang. Capsaicin sangat potensial sebagai terapi diet pada obesitas dan
diabetes (Misuda et al., 2003).

Dengan demikian potensi cabe dengan kandungan

capsaicinnya mempunyai potensi yang baik untuk bahan diet untuk mencegah terjadinya
kegemukan (obesitas).

11

III. KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Cabai mempunyai kandungan nutrisi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan,
kandungan vitamin dan karotenoidnya bermanfaat sebagai antioksidan. Sementara itu
kandungan capsaicin dapat mengurangi jumlah jaringan lemak dan kadar lemak dalam
darah. Capsaicin dapat menghambat pertumbuhan populasi dan induksi dari apoptosis
(kematian sel terprogram) pada 3T3-L1 preadipocytes (sel yang dapat distimulasi untuk
membentuk sel lemak ).

3.2. Saran
Kebutuhan akan tanaman rempah dan obat terus meningkat sejalan dengan
munculnya kecenderungan untuk kembali ke alam dan adanya anggapan bahwa efek
samping yang ditimbulkannya tidak sebesar obat sintetis. Seperti telah diuraikan hasil
penelitian ini menunjukkan kandungan nutrisi, carotenoid, dan capsaicin dari cabe yang
dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kegemukan. Namun karena capsaicin yang
juga menyebabkan rasa pedas pada cabe, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
bagaimana memanfaatkan capsaicin dengan menghilangkan rasa pedasnya.

12

DAFTAR PUSTAKA.
Ardiansah. 2007. Antioksidan dan Peranannya Bagi Kesehatan. Artikel Iptek.
Astawan, M. 2003. Pangan fungsional untuk kesehatan yang optimal. Kompas Sabtu 23
Maret 2003.
Ausich, R.L. 1997. Commercial oppurtunities for carotenoid production by
biotechnology. Pure and Appl. Chem 69: 2169-2173
Barclay, L. 2007. Chili May Attenuate Post Prandial Insulin Response. Medscape,
Medical News
Craig, W.J. 1999. Health-promoting properties of common herbs. Am. J. Clin. Nutr.
70(3): 491s499s.
Goldberg, I. 1994. Functional Foods, Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals.
Chapman & Hall, London.
Johnson,EA and W.A Schroeder. 1995. Microbial carotenoids p. 119-178. In A
Fiechter (ed). Advances in biochemical engineering biotechnology, vol 53.
Springer-Verlag, Berlin, Germany
Lin Hsu, Chin and Chin Yen,Gow. 2007. Effect of Capsaicin on Induction of Apoptosis
and Inhibition of Adipogenesis in 3T3-L1 Cells. Journal of Agricultural and Food
Chemistry,55 1730-1736. Departement of Food Science and Biotechnology,
National Chung Hsing University . 250 Kuokuang Road. Taichung 40227,
Taiwan.
Masuda, Y, Satoshi Haramizu, Kasumi Oki, Koichiro Ohnuki, Tatsuo Watanabe,
Susumu Yazawa,3 Teruo Kawada, Shu-ichi Hashizume, and Tohru Fushiki. 2003.
Upregulation of uncoupling proteins by oral administration of capsiate, a
nonpungent capsaicin analog . 1Laboratory of Nutrition Chemistry, Division of
Food Science and Biotechnology, and 3Laboratory of Vegetable and Ornamental
Horticulture, Division of Agriculture, Graduate School of Agriculture, Kyoto
University, Kyoto 606-8502; 2School of Food and Nutritional Sciences, University
of Shizuoka, Shizuoka 422-8526; and 4Research Institute, Morinaga and
Company, Limited, Yokohama 230-8504, Japan
Mdidea. 2007. Capsicum, Cayenne, Red pepper, Capsicum frustecens. 2007. Exporting
Division. Extract Professional. http://www.mdidea.com
Muwarni, 2003. Kuning Telur Bukan Sekedar Warna. Laboratorium Biokimia Nutrisi
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
13

http://www.kompas.com. Senin 21 Juli 2003.


Trilaksani, W. 2003. Antioksidan: Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran
Terhadap Kesehatan. Graduate Program/S3. Institut Pertanian Bogor
Wikipedia. 2005. Obesitas. http://en.wikipedia.org/wiki/
Wikipedia. 2007. Cabai. http://en.wikipedia.org/wiki/

I.

PENDAHULUAN
Cabe kering merupakan salah satu produk cabe yang paling mudah pengolahannya.
Cabe dijemur atau dikeringkan sampai kadar di bawah 5%. Setelah itu, cabe kering
dapat dikemas dan dipasarkan, atau digiling sampai halus menjadi cabe bubuk
sebelum dikemas dan dipasarkan.
Cabe kering dan cabe bubuk merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang
dapat diekspor, atau dipasok ke industri besar pengolahan. Cabe kering bubuk dapat
diolah menjadi berbagai produk pangan seperti saus, sambal, atau bumbu lainnya.

II.
III.

IV.

BAHAN
1.
Buah cabe yang matang dan merah merata.
2.
Kalsium metabisulfit atau Natrium bisulfit.
PERALATAN
1.
Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk membelah cabe segar agar lebih
cepat proses pengeringannya.
2.
Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan cabe segar menjadi cabe
kering. Saat ini tersedia berbagai rancangan alat pengering dengan beragam
sumber panas (panas matahari, bahan bakar minyak, batu bara dan sekam).
Jika tersedia panas matahari cukup tersedia, pengeringan dapat dilakukan
dengan penjemuran dengan menggunakan tampah, tikar, atau anyaman
bambu sebagai wadah untuk penjemuran.
3.
Panci. Alat ini digunakan untuk blanching (merendam cabe di dalam arutan
bisulfit panas).
4.
Kompor.
5.
Hammer mill. Alat ini digunakan untuk menggiling cabe kering sampai halus.
Untuk skala kecil, atau untuk keperluan rumah tangga, penggilingan dapat
dilakukan dengan menggunakan blender.
CARA PEMBUATAN
1.
Pembuangan tangkai dan pencucian. Cabe dibuang tangkainya. Bagian yang
rusak dan busuk dibuang. Setelah itu cabe dicuci sampai bersih, dan ditiriskan.
2.
Pembelahan. Cabe dibelah membujur dan biji tidak perlu dibuang. Pembelahan
ini dapat mempercepat proses pengeringan. Walaupun demikian,

14

V.

pertimbangan ekonomis perlu diberikan karena kegiatan banyak


membutuhkan tenaga dan biaya.
3.
Blanching
a.
Penyiapan larutan sulfit panas (0,2%). Kalsium metabisulfit atau
natrium bisulfit sebanyak 20 gram dilarutkan ke dalam setiap 20 liter
air bersih. Kemudian larutan ini dipanaskan sampai mendidih. Setelah
mendidih, api dikecilkan sekedar menjaga larutan tetap mendidih.
b.
Pencelupan dalam larutan sulfit panas. Cabe dicelupkan ke dalam
larutan sulfit panas dan diaduk-aduk selama 3 menit. Setiap 1 kg cabe
memerlukan 2 liter larutan sulfit. Setelah itu, cabe diangkat dan
ditiriskan. Biji dari cabe yang telah dibelah banyak yang terlepas pada
saat pencelupan. Biji yang terlepas juga diangkat dan ditiriskan.
Larutan ini dapat dipakai berulang-ulang.
4.
Pengeringan. Setelah blanching, cabe beserta bijinya segera dijemur atau
dikeringakan dengan alat pengering. Suhu pengeringan tidak boleh lebih dari
75 C, dan suhu terbaik adalah 70 C. Pengeringan dilakukan sampai kadar
air kurang dari 9%. Cabe yang kadar air telah mencapai 9% akan terasa
kering jika diremas dengan telapak tangan.
5.
Penggilingan. Cabe kering digiling sampai halus (50 mesh) dengan
menggunakan hammer mill. Penghalusan dapat juga dengan menggunakan
blender jika jumlah bahan yang akan diolah tidak banyak.
6.
Pengemasan. Cabe kering, atau cabe bubuk dikemas di dalam kantong plastik
yang tertutup rapat. Karung plastik yang dilapisi plastik tipis untuk menahan
uap air dari luar juga dapat digunakan untuk mengemas cabe kering atau cabe
bubuk dalam jumlah besar. Cabe yang dikemas ini harus disimpan di tempat
kering dan tidak panas.
KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna Said,
Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040
Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah, Dewan
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat

15

Laporan Penelitian

KEANEKARAGAMAN CABAI LOKAL BALI


(Capsicum annuum L.) DAN POTENSINYA SEBAGAI
BAHAN ALAMI PENURUN BERAT BADAN

Peneliti
Ir. I Gusti Ngurah Bagus, MS
Ir. Ketut Suada, MS

16

Universitas Udayana
2007
Daftar Isi
Halaman
Kata Pengantar
I. Pendahuluan

........................................................................................

1.1. Rumusan Masalah

...........................................................................

1.2. Tujuan Penelitian

............................................................................

II. Bahan dan Metode

................................................................

2.1. Tempat dan Waktu Penelitian

................................................................

2.2. Bahan Penelitian ..........................................................................................

2.3. 2.4. Prosedur Penelitian

.................................................................

2.4.1. Ekstraksi buah cabai

..................................................................

2.4.2. Penentuan Total Fenol Ekstrak Buah cabai

..........................................

2.4.3. Penentuan Kemampuan Menangkap Radikal Bebas DPPH


Komponen Senyawa Fenolik dari Ekstrak Buah Cabai

..................

.................................................................

III. Hasil dan Pembahasan ............................................................................

3.1. Hasil Analisis Nutrisi

............................................................................

3.2. Hasil Analisis Kandungan Karotenoid .....................................................

10

3.3. Hasil Analisis Kandungan Capsaicin

11

2.3.4. Analisis Kandungan Nutrisi

.....................................................

IV. Kesimpulan dan Saran ................................................................................

12
17

4.1. Kesimpulan
4.2. Saran

............................................................................................

12

........................................................................................................

12

DAFTAR PUSTAKA
Kata Pengantar
Penelitian ini merupakan penelitian awal dari serangkaian penelitian yang
mencoba melihat dan mengetahui potensi cabai (Capsicun annuum L) sebagai bahan
makanan tambahan (food supplement) untuk menurunkan berat badan (obesitas). Pada
tahap ini hanya dikerjakan sebagian dari rangkaian tersebut yaitu kandungan nutrisi,
kandungan karotenoid dan kemungkinan fungsinya sebagai antioksidan, dan kandungan
capsaicin dari cabai yang mempunyai potensi sebagai penurun berat badan (kegemukan).
Penelitian ini dikerjakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Lab.
Pengembangan Sumber Daya Genetika, dan sebagian menggunakan Lab. Polda Bali. Ke
depan penelitian ini akan menggunakan mencit (tikus) untuk pengujian antioksidan,
pengujian capsaicin sebagai senyawa utama yang berfungsi untuk penurunan berat badan.
Terlaksananya penelitian ini tentu berkat kerjasama dan bantuan berbagai pihak
untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih.
Peneliti
Ir. I Gusti Ngurah Bagus, MS
Ir. Ketut Suada,MS

18

19

Anda mungkin juga menyukai