Anda di halaman 1dari 20

TUTORIAL BEDAH UROLOGY

B
BATU SALURAN KEMIH

Adinda Marita

Pembimbing :
Prof. Djoko Rahardjo

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BIDANG STUDI ILMU BEDAH PLASTIK
JAKARTA Mei-Juni 2009

Pendahuluan
Penyakit Batu saluran kemih pada jaman yang modern ini menduduki peringkat ke-3 setelah
penyakit insfeksi saluran kemih dan prostat, sebenarnya penyakit ini sudah ditemukan sejak
jaman kala. Catatan tertua batu ginjal dan buli ditemukan pada makam mumi di zaman Mesir
Kuno (abad 4800 SM). Akibat westernisasi dan budaya global, yang tadinya batu terdapat di
saluran kemih bawah telah ditemukan pada saluran kemih bagian atas dan yang sebelumnya
hanya didapatkan pada pria kini mulai ada pada wanita. Namun tingkat prevalensi dan insidens
lama-lama terus meningkat. Prevalensi penyakit batu saluran kemih antara 1%-15% dengan
probabilitas berdasarkan usia, jenis kelamin, suku serta letak geografis. Di negara US, prevalensi
penyakit batu saluran kemih di perkirakan antara 10%-15%. Menurut pengamatan oleh
Stamatelou dkk,antara tahun 1988 sampai 1994 terdapat angka penyakit batu mencapai 5.2%,
sedangkan pada tahun 1976-1980 prevalensinya adalah 3.8%, terdapat kenaikan sebesar 37%.
Data dari dalam negeri yang pernah di publikasikan didapatkan peningkatan jumlah penderita
batu ginjal yang mendapat tindakan dari RSUPN Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun
mulai 182 pasien pada th 1997 menjadi 847 pasien pada th 2002. Data dikumpulkan dari status
khusus batu saluran kemih Departemen Urologi RSCM. Data yang dikumpulkan berupa usia,
jenis kelamin, letak batu dan komposisi batu. Didapatkan 1028 penderita yang memenuhi
kriteria. Penderita laki-laki sebanyak 694 ( 67,5 % ), perempuan 334 ( 32,5 % ). Usia penderita
berkisar antar 1-88 tahun dengan rerata 45,16 14,2. Komposisi batu terbanyak kalsium oksalat
sebanyak 678 ( 66 % ), selanjutnya urat 164 ( 16 % ), kalsium fosfat ( 9,4 % ), struvit 84 ( 8,2 %,
sistin 5 ( 0,5 % ). Penderita laki-laki, komposisi batu yang terbanyak adalah kalsium oksalat 458 (
44,6 % ), begitu pula pada perempuan yang terbanyak adalah kalsium oksalat 220 ( 21,4 % ).
Profil analisa batu di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo yang terbanyak adalah kalsium oksalat,
selanjutnya urat, kalsium fosfat, struvit dan sistin.
Penemuan adanya peningkatan prevalensi batu saluran kemih telah diteliti beberapa peneliti
lainnya. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal
non-invasif yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan ESWL, PCNL dan operasi
terbuka).

Aspek Epidemiologi
Faktor Intrinsik
Genetik
Kira-kira 25% pasien batu ginjal memiliki riwayat keluarga dengan batu saluran kemih . White
(1969) menyatakan bahwa ekskresi kalsium yang tinggi lebih sering ditemukan pada pasangan
pasien penderita batu saluran kemih dibandingkan dari kecenderungan familial. Ia menyimpulkan
bahwa hal ini berhubungan dengan pola diet. Curhan dkk (1997) menemukan bahwa batu saluran
kemih lebih sering pada pria dengan riwayat batu di keluarga dibandingkan dengan yang tidak
memiliki riwayat batu.
Sowers dkk (1998) menemukan bahwa pembentukan batu ginjal tidak berhubungan dengan
tempat tinggal, diet tinggi oksalat atau kalsium, ataupun diet berkalori banyak. Akibat kurangnya
korelasi lingkungan terhadap pembentukan batu sehingga diduga komponen genetik memainkan
peranan. Beberapa penyebab batu ginjal bersifat herediter, seperti Renal tubular asidosis (RTA)
familial, sistinuria, xantinuria dan dihidroksiadeninuria.

Jenis kelamin dan Usia


Penyakit batu lebih banyak terdapat pada laki-laki dewasa dari pada wanita. Menurut beberapa
indikator, yang antara lain didapat dari jumlah pasien yang dirawat, kunjungan poliklinik, serta ke
unit gawat darurat, jumlah pria yang terkena 2 sampai 3 kali lebih sering daripada wanita. Namun
sudah mulai ada data bahwa perbedaan insidens batu saluran kemih antara wanita dan pria
semakin menurun.
Penyakit ini sangat jarang timbul pada usia < 20 tahun, namun pada puncaknya insidens mulai
pada usia dekade 4 sampai 6. Dari penelitian dikatan bahwa peningkatan serum testosterone
meningkatkan produksi oksalat endogen oleh hati, hal ini dipostulasi oleh Ied Finlayson (1974)
bahwa rendahnya level serum testosterone pada wanita dan anak-anak menjadi factor
penghambat terbentuknya batu saluran kemih. Pada studi-studi yang lain mengatakan bahwa
androgen meningkatkan dan estrogen menurunkan, terhadap ekskresi oksalat, plasma oksalat dan
deposisi kristal kalsium oksalat ginjal (Fan 1999).
Faktor extrinsik

Ras dan suku


Insidens antar suku bangsa telah diamati di negara US, bahwa prevalens batu saluran kemih dari
mulai urutan yang tertinggi terdapat pada orang-orang kulit putih, diikuti oleh Hispanics, Asia,
dan Afrika-Amerika dengan angka 70%, 63% dan 44% dari orang kulit putih.

Iklim
Variasi musim terhadap insidens batu saluran kemih diduga berkaitan dengan temperatur,
kehilangan cairan melalui penguapan, dan peningkatan kadar vitamin D yang diinduksi oleh sinar
matahari. Penguapan yang berlebihan menyebabkan urin menjadi lebih pekat sehingga pH urin
turun dan mencetuskan pembentukan batu sistin dan asam urat. Peningkatan kadar vitamin D
menyebabkan kondisi hiperkalsiuria. Faktor iklim dan lokasi georgrafis mempengaruhi
prevalensi batu saluran kemih secara tidak langsung, yaitu melalui efek temperatur dan sinar
matahari2,3.

Pekerjaan
Pekerjaan dimana banyak terdapat paparan terhadap panas dan dehidrasi meningkatkan risiko
batu saluran kemih. Paparan terhadap suhu yang tinggi menurunkan volume urin dan pH,
meningkatkan kadar asam urat dan berat jenis urin, sehingga meningkatkan saturasi asam urat di
urin. Pekerja yang kurang mobilisasi, seperti manajer atau pekerja profesional lainnya
mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita batu saluran kemih2,3.

Intake Air
Dengan meningkatkan intake cairan sehingga meningkatkan output urin dapat menurunkan
insiden batu saluran kemih karena terjadi force diuresis sehingga terjadi dilusi kristal dan
memperpendek waktu hinggap kristal disaluran kemih hal ini sudah banyak dibuktikan oleh para
peneliti.

Diet

Diet mengandung purin, oksalat, kalsium, fosfat dan elemen lain akan meningkatkan ekskresinya
pada urin sehingga juga berpengaruh terhadap terbentuknya batu. Lonsdale (1968) menunjukkan
bahwa pasien-pasien batu saluran kemih mungkin memiliki pola makan tertentu. Misalnya
dengan pasien dengan intake sayuran yang mengandung banyak oksalat. Pada pasien dengan
banyak memakan atau meminum produk dari susu mungkin mempunyai riwayat urolitiasis
dimasa anak-anak. Curhan dkk(1993) menemukan bahwa prevalensi dari batu saluran kemih
terendah pada pasien dengan diet kalsium tinggi.
Tidak hanya diet tetapi juga sumbernya mungkin penting. Sayuran yang identik yang ditanam
diberbagai tempat di Thailand mengandung kadar oksalat yang berbeda sampai 50%
(Suvachittanont et al, 1973). Riwayat diet yang diperiksa secara hati-hati adalah hal yang penting
untuk evaluasi pada pasien-pasien yang membentuk batu.

Obesitas dan peningkatan berat badan.


Prevalensi dan insidens batu saluran kemih berbanding lurus dengan berat badan dan indeks
massa tubuh, walaupun hal ini lebih jelas terlihat pada wanita daripada pria.

Pembentukan batu
Fenomena pembentukan batu dari segi fisika kimia dibagi menjadi tiga tahapan sesuai pada
gambar dibawah ini:
1. Produk solubilitas, termodinamik, saturasi dan supersaturasi
Supersaturasi adalah proses terpenting dalam pembentukan batu. Bila sebuah gelas berisi garam
dalam jumlah sedikit maka garam akan larut. Hal ini terjadi sampai batas tertentu di mana
konsentrasi garam dalam air masih dapat dilarutkan. Batas konsentrasi ini dikatakan garam
tersaturasi.
Bila kristal garam ditambahkan maka kelebihan garam mulai mengendap, kecuali bila terjadi
perubahan pH/suhu atau ditambahkan zat tertentu maka titik saturasi berubah. Titik terjadinya
pengendapan & kristalisasi disebut sebagai produk solubilitas termodinamik (Ksp). Nilai titik
konstan pada pH dan suhu tertentu.
Bila kalsium dan oksalat urin mempunyai konsentrasi melebihi Ksp maka terjadi presipitasi. Di
urin terdapat zat-zat inhibitor dan molekul lain yang memungkinkan kalsium oksalat tetap terlarut
meski konsentrasinya lebih tinggi dari nilai Ksp-nya. Keadaan ini dikatakan urin dalam keadaan
metastabil terhadap kalsium oksalat. Bila konsentrasi ditingkatkan lagi maka pada konsentrasi
tertentu kalsium oksalat tidak dapat lagi dipertahankan dalam keadaan terlarut dan mulai
mengkristal. Titik ini disebut titik formasi (Kf).
Sebagian besar komponen pembentuk batu di urin berada pada konsentrasi metastabil antara Kp
dan Kf. Setiap senyawa mempunyai nilai Kf tertentu untuk suhu dan pH tertentu. Karena suhu
tubuh relatif konstan, yang lebih banyak berpengaruh adalah pH urin. Di urin terdapat molekul
lain yang berinteraksi sehingga mengubah kelarutan molekul lain misalnya urea, asam urat, sitrat
dan kompleks mukoprotein.
2. Nukleasi, pertumbuhan kristal dan agregasi
Konsentrasi kalsium oksalat dalam urin normal adalah 4 kali kelarutannya. Volume urin rendah,
meningkatnya ekskresi kalsium, fosfat atau urat, dan rendahnya kadar sitrat dan Mg
meningkatkan supersaturasi kalsium oksalat. Karena terdapat inhibitor dan molekul lainnya,
presipitasi dan pembentukan nukleus mulai terjadi bila konsentrasi mencapai 7-11 kali
kelarutannya. Proses pembentukan inti yang terdiri dari larutan murni disebut nukleasi homogen.

Molekul yang mempengaruhi pembentukan batu dibagi menjadi tiga macam yaitu inhibitor,
kompleksor dan promotor. Inhibitor melekat pada kristal sehingga mencegah pertumbuhan dan
memperlambat agregasi. Inhibitor untuk kalsium fosfat dan kalsium oksalat antara lain Mg, sitrat,
pirofosfat dan nefrokalsin. Nefrokalsin dan protein Tamm-Horsfall menghambat agregasi sedang
uropontin menghambat pertumbuhan kristal. Kompleksor penting untuk kalsium oksalat adalah
sitrat (efek maksimal pH urin 6,5). Mg bersenyawa dengan oksalat membentuk senyawa yang
larut dalam urin. Mg dan sitrat bertindak sebagai inhibitor dan kompleksor. Zat promotor dapat
menunjang satu fase pembentukan kristal tapi menghambat fase yang lain, misalnya
glikosaminoglikan menunjang proses nukleasi tetapi menghambat proses pertumbuhan dan
agregasi.
3. Nukleasi partikel bebas dan retensi kristal
Urin selama mengalir di dalam tubuh bukan cairan yang statis. Urin selalu mengalir dan pelarut
baru ditambahkan dan dikeluarkan dari cairan tersebut. Urin bergerak dari glomerulus melalui
nefron ke dalam sistem pengumpul dalam 2-5 menit. Supersaturasi tertinggi di papilla renalis.
Lumen nefron pada level collecting duct 50- 200 m. Kristal yang baru terbentuk di dalam nefron
membutuhkan 901500 menit untuk tumbuh mencapai diameter 200 m pada level konvesional
supersaturasi urin.
Jika kristal tersangkut di papila renalis atau tubulus, dia tidak bisa lagi bergerak melalui sistem.
Jika kristal tertahan di ginjal, pertumbuhan dapat terjadi untuk waktu yang lama apabila terjadi
supersaturasi atau agregasi kristal baru. Batu ginjal kadang memiliki struktur berlapis-lapis. Hal
ini menunjukkan proses pertumbuhan intermiten selama beberapa periode supersaturasi.
Kelainan anatomis seperti medullary sponge kidney atau ureteropelvic junction obstruction dapat
menjadi predisposisi peningkatan retensi kristal. Peningkatan kelengketan epitel tubulus
menyebabkan retensi kristal. Akhirnya abnormalitas transpor kalsium selular ginjal atau oksalat
mungkin menghasilkan deposisi kristal intrasel atau interstisial. Low dan Stoller menemukan
bahwa penderita batu memiliki plak pada papilla renalis 2 kali lebih banyak daripada kelompok
yang bukan penderita batu saluran kemih.
4. Zat-zat yang mempengaruhi pembentukan kristal : inhibitor, kompleksor dan
promotor
Urin mengandung substansi yang mempengaruhi pembentukan kristal,yaitu inhibitor,
kompleksor,dan promotor. Robertson dan Peacock (1972) memperlihatkan bahwa pasien batu

kalsium mengekskresi lebih banyak oksalat dan kalsium dibandingkan orang normal. Pada salah
satu studi pada grup pasien dengan batu kalsium monohidrat memiliki urin yang lebih rendah
supersaturasinya dibanding kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa tidak selalu pasien dengan
supersaturasi tinggi membentuk batu.
Inhibitor urin melekat pada sisi pertumbuhan kristal, memperlambat pertumbuhan dan agregasi
batu. Inhibitor urin bisa organik/anorganik. Howard (1967) memperlihatkan bahwa urin normal
memperlambat pengerasan semen sedangkan urin pasien pembentuk batu tidak. Jadi ada bahan
kimia di urin normal yang menghambat pembentukan batu yang ternyata adalah fosfositrat.
Mg, sitrat, pirofosfat, dan nefrokalsin merupakan inhibitor kristal kalsium fosfat. Inhibitor
kalsium oksalat adalah sitrat, pirofosfat, glikosaminoglikan, dan fragment RNA dan nefrokalsin.
Inhibitor batu asam urat belum teridentifikasi.
Inhibitor poten untuk kalsium oksalat monohidrat yaitu nefrokalsin dan glikoprotein TammHorsfall. Nefrokalsin dibentuk di tubulus proksimal dan bagian tebal dari tubulus asendens.
Nefrokalsin pada urin pasien batu kalsium oksalat menghambat agregasi kristal kalsium oksalat
monohidrat 10 x lebih rendah dibanding urin orang normal yang disebabkan kekurangan gugus carboxiglutamic acid.
Protein Tamm-Horsfall disintesis di tubulus distal dan lengan asendens dan merupakan inhibitor
agregasi paling poten, pada kondisi fisiologis sama potennya dengan nefrokalsin sebagai inhibitor
agregasi. Nefrokalsin dan protein Tamm-Horsfall kerjanya poten di larutan sederhana tapi tidak di
urin.
Inhibitor kristalisasi yang poten di urin dalam mencegah pertumbuhan batu kalsium oksalat
adalah uropontin, yang juga merupakan inhibitor agregasi dan nukleasi.
Protein lain yang ditemukan pada batu ginjal adalah 1-anti tripsin. Protein ini tidak melekat
dengan kalsium tapi memiliki peran dalam proses inflamasi di mana kristal dapat saja melekat
dengan sel darah. Morengo dkk menyatakan perbedaan dalam ekskresi inhibitor ini pula yang
menyebabkan perbedaan antara kedua jenis kelamin dalam pembentukan batu kalsium oksalat.
Sitrat dengan fosfat membentuk kompleksor poten. Mg dapat berikatan dengan oksalat menjadi
kompleks yang larut. Sitrat dan Mg tidak hanya bekerja sebagai inhibitor tapi juga sebagai
kompleksor.

Glikosaminoglikan bekerja sebagai promotor nukleasi kristal dan inhibitor agregasi dan
pertumbuhan batu.
5. Peranan matriks
Batu ginjal bukanlah massa kristal sederhana namun mengandung 10-65% matriks. Kandungan
matriks berbeda dari satu batu ke batu yang lainnya. Batu ter- padat mengandung 3% matriks;
pada batu infeksi matriks mencapai 65%. Matriks batu terdiri dari 65% heksosamin dan 10% air.
Uromukoid, suatu komponen mayor urin, serupa dengan kandungan matriks namun bedanya
terdapat kandungan asam sialat pada uromukoid. Maka dari itu diduga kurangnya asam sialat
pada matriks batu disebabkan pembelahan molekul uromukoid oleh enzim sialidase di ginjal.
Dutoit dkk (1992) menemukan pada pasien batu terjadi penurunan aktifitas urokinase dan
peningkatan aktifitas sialidase di urin yang menyebabkan pembentukan matriks mineral batu.
Proteus mirabilis dan Eschericia coli menurunkan urokinase dan meningkatkan aktifitas sialidase.

METABOLISME MINERAL
Kalsium
Kalsium adalah komponen yang paling banyak terdapat pada batu saluran kemih. 95% kalsium
yang difiltrasi di glomerulus akan direabsorbsi di tubulus proksimal dan distal, hanya 2% yang
akan diekskresikan melalui urin. Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah kalsium dalam urin,
antara lain pembentukan kompleks dengan sitrat, fosfat, dan sulfat. Peningkatan kadar

monosodium urat dan penurunan pH urin ikut mempengaruhi proses pembentukan kompleks dan
mempromosikan proses agregasi kristal1. 30-40% asupan kalsium akan diserap di usus halus dan
hanya 10% yang diabsorbsi di kolon. Adanya proses adaptasi usus halus menyebabkan absorbsi
kalsium berubah-ubah sesuai dengan asupan kalsium. Peningkatan absorbsi kalsium terjadi
apabila asupan kalsium rendah dan penurunan absorbsi kalsium terjadi bila asupan kalsium
meningkat2.
Bentuk aktif vitamin D, 1,25(OH)2D3, adalah stimulator paling poten untuk absorbsi kalsium di
usus. Konversi 1,25(OH)2D3 distimulasi oleh hormon paratiroid (PTH) dan pada keadaan
hipofosfatemia. Penurunan kalsium serum akan meningkatkan sekresi PTH. Pada ginjal, PTH
meningkatkan reabsorbsi kalsium dan menurunkan reabsorbsi fosfat. PTH tidak mempunyai efek
langsung pada absorbsi kalsium di usus2.

Fosfat
Fosfat adalah komponen buffer yang penting dan membentuk kompleks dengan kalsium di urin.
Fosfat berperan penting dalam pembentukan batu kalsium fosfat dan magnesium amonium fosfat.
Ekskresi fosfat di urin berhubungan dengan jumlah asupan fosfat1. Sekitar 60% asupan fosfat
diabsorbsi di usus halus. Absorbsi fosfat melibatkan kalsitriol dan proses transport yang
tergantung ion natrium. Absorbsi fosfat juga sangat tergantung pada pH, pH yang rendah
mengurangi absorbsi fosfat, sementara pH yang tinggi meningkatkan absorbsi fosfat2.
Sekitar 65% fosfat akan diekskresi di ginjal dan sisanya oleh usus halus.80-90% fosfat yang
difiltrasi di glomerulus akan direabsorbsi di tubulus ginjal dan 10-20% dieksresi melalui urin.
Regulasi fosfat di ginjal terutama diatur oleh hormon paratiroid yang akan meningkatkan
reabsorbsi kalsium dan menurunkan reabsorbsi fosfat di tubulus1,2.

Asam Urat
Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin. pKa asam urat adalah 5,75. Di bawah
pKa ini, asam urat menjadi tidak larut. pH yang basa akan meningkatkan urat yang mudah larut1.

Magnesium

Magnesium diabsorbsi di usus secara difusi pasif atau transport aktif. Magnesium terutaman
diabsorbsi di usus halus bagian distal. Regulasi magnesium terutama diperankan oleh vitamin D.
Defisiensi magnesium berhubungan dengan peningkatan insidens batu kalsium oksalat1,2.

Sulfat
Sulfat pada urin dapat menghambat pembentukan batu saluran kemih. Sulfat dapat membentuk
kompleks dengan kalsium1.

Oksalat
Metabolisme oksalat berbeda dengan kalsium. Hanya 6-14% asupan okasalat yang diabsorbsi di
usus halus dan usus besar. Pada pasien dengan kelainan usus halus atau pasca reseksi usus halus,
absorbsi oksalat akan meningkat. Adanya zat zat yang dapat membentuk kompleks dengan
oksalat, seperti kalsium dan magnesium menyebabkan berkurangnya jumlah ion oksalat yang
dapat diabsorbsi. Bakteri Oxalobacter formigenes menggunakan oksalat sebagai sumbr energi
sehingga mengurangi jumlah ion oksalat yang diabsorbsi. Hampir semua oksalat yang diabsorbsi
akan diekskresikan melalui urin. Namun, sekitar 80% dari oksalat yang dieksresikan melalui urin
berasal dari proses metabolisme di hati, dan hanya 20% yang berasal dari diet1,2.

Sitrat
Sitrat adalah komponen penting dalam proses pembentukan batu saluran kemih. Diare kronik,
Renal Tubular Acidosis(RTA) tipe 1, dan pasien dengan terapi tiazid kronik umumnya mengalami
defisiensi sitrat. Estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan mungkin merupakan faktor yang
menurunkan insidens batu pada wanita, terutama saat hamil. Alkalosis juga meningkatkan
ekskresi sitrat1.

PEMBENTUKAN BATU

BATU KALSIUM
Batu kalsium umumnya terjadi akibat peningkatan kalsium urin, peningkatan asam urat urin,
peningkatan oksalat urin, atau penurunan kadar sitrat urin. Gejala umumnya timbul akibat
obstruksi. Kalsifikasi di dalam parenkim ginjal disebut nefrokalsinosis, kondisi ini jatang
menimbulkan gejala. Nefrokalsinosis dapat ditemui pada Renal Tubular Acidosis dan
hiperparatiroid2,3.
Berbagai kondisi yang berhubungan dengan pembentukan batu kalsium adalah hiperkalsiuria,
hipositraturia, hiperurikosuria, hipomagnesuria dan hiperoksaluria
Hiperkalsiuria
Konsentrasi kalsium urin yang tinggi menyebabkan peningkatan saturasi garam kalsium urin dan
penurunan aktivitas inhibisi urin dengan cara pembentukan kompleks dengan inhibitor bermuatan
negatif seperti sitrat dan kondroitin sulfat2.
Terdapat 3 klasifikasi hiperkalsiuria :
1. Hiperkalsiuria absorbtif
Dasar patofisiologi pada kelainan ini adalah peningkatan absorbsi kalsium di usus, yaitu
apabila terjadi peningkatan ekskresi kalsium urin (>0,2mg/mg kreatinin) setelah asupan oral
kalsium. Hiperkalsiuria absorbtif dibagi menjadi 3 subtipe :
a. Tipe I, dimana kadar kalsium urin tetap tinggi walaupun asupan kalsium rendah
(<400mg/hari).
b. Tipe II, tipe ini tergantung pada asupan kalsium, dimana kadar kalsium urin akan
kembali normal jika asupan kalsium dikurangi. Merupakan penyebab tersering batu
saluran kemih.
c. Tipe III, terjadi akibat kebocoran fosfat di ginjal sehingga terjadi peningkatan vitamin D
yang akan meningkatkan absorbsi kalsium di usus halus1,2.
2. Hiperkalsiuria renal
Pada kondisi ini terdapat kebocoran karena kelainan ginjal primer. Kelainan reabsorbsi
tubular ginjal menyebabkan peningkatan kadar kalsium urin dan hiperparatiroid sekunder.

Ciri khas kondisi ini adalah kadar kalsium urin puasa yang tinggi namun kalsium serum tetap
normal1,2.
3. Hiperkalsiuria resorptif
Kondisi ini berhubungan dengan hiperparatiroidisme primer. Sekresi PTH yang
berlebihan menyebabkan resorpsi tulang yang berlebihan dan peningkatan sintesis
1,25(OH)2D3 di ginjal yang menyebabkan peningkatan absorbsi kalsium di usus. Hasilnya
adalah peningkatan kalsium urin dan serum, disertai penurunan fosfat serum. Kondisi ini
dapat juga diakibatkan oleh keganasan, sarkoidosis, tirotoksikosis, dan toksisitas vitamin
D1,2.

Hiperoksaluria
Hiperoksaluria adalah kondisi dimana kadar oksalat urin >40mg/hari, sehingga akan
meningkatkan saturasi kalsium oksalat urin dan mempermudah pembentukan batu kalsium
oksalat. Kelainan yang mendasari terjadinya hiperoksaluria adalah :
1. Hiperoksaluria primer
Adalah kelainan autosomal resesif dimana terjadi gangguan metabolisme glioksilat. Pada
kondisi ini konversi glioksilat menjadi glisin dicegah karena enzim alanin glioksilat
aminotransferase yang harusnya disintesis di hati tidak terbentuk karena proses mutasi gen,
sehingga glioksilat dirubah menjadi oksalat melalui metabolisme oksidatif. Akibatnya terjadi
peningkatan oksalat urin (>100mg/hari) yang menyebabkan proses saturasi kalsium oksalat,
pembentukan batu, dan nefrokalsinosis1,2.
2. Hiperoksaluria enterik
Kondisi ini berhubungan dengan diare kronik, dimana malabsorbsi lemak menyebabkan
saponifikasi asam lemak dengan kation divalen seperti kalsium dan magnesium. Hal ini
menyebabkan penurunan pembentukan kompleks kalsium oksalat sehingga lebih banyak
oksalat yang tersedia untuk direabsorbsi. Keadaan dehidrasi, hipokalemia, hipomagnesuria,
hipositraturia, dan pH urin asam yang terjadi pada sindrom diare kronik akan meningkatkan
risiko pembentukan batu kalsium oksalat1,2.
3. Hiperoksaluria diet

Diet berlebihan makanan kaya oksalat seperti kacang, coklat, teh, bayam, brokoli, dan
strawberry menyebabkan hiperoksaluria pada orang normal. Peningkatan protein hewani juga
meningkatan kadar kalsium dan oksalat urin2.
4. Hiperoksaluria idiopatik
Terjadinya gangguan metabolisme dan transport membran oksalat yang menyebabkan
peningkatan kebocoran oksalat di ginjal1,2.

Hiperurikosuria
Hiperurikosuria adalah kondisi dimana kadar asam urat urin >600mg/hari. Dapat terjadi akibat
asupan pruin yang berlebihan atau akibat produksi asam urat endogen yang meningkat.
Peningkatan konsentrasi asam urat urin akan mencetuskan pembentukan kristal asam urat pada
permukaan kristal kasium oksalat yang telah terbentuk sebelumnya1,2,3.

Hipositraturia
Hipositraturia terjadi apabila kadar sitrat urin <320mg/hari, biasanya diakibatkan berbagai
kondisi patologis yang menyebabkan keadaan asidosis seperti Renal Tubular Acidosis tipe I,
terapi tiazid, olahraga yang berlebihan dan diare kronik. Sitrat merupakan inhibitor yang penting
pada pembentukan batu saluran kemih. Sitrat akan membentuk kompleks dengan kalsium yang
bersifat larut air, sehingga mencegah proses pembentukan kompleks kalsium oksalat. Sitrat juga
dapat secara langsung mencegah proses nukleasi kalsium oksalat. Sitrat dapat meningkatkan efek
inhibitor glikoprotein Tamm-Horsfall, menghambat proses penggumpalan dan sedimentasi kristal
kalsium oksalat dan pertumbuhan kriatal kalsium oksalat dan kalsium fosfat1,2.

Hipomagnesuria
Magnesium dapat membentuk kompleks dengan garam oksalat dan garam kalsium, sehingga
kadar magnesium yang rendah menyebabkan berkurangnya aktivitas inhibitor. Kadar magnesium
urin yang rendah juga berkaitan dengan berkurangnya kadar sitrat urin, yang semakin memicu
pembentukan batu saluran kemih2,3.

BATU ASAM URAT


Di Indonesia batu asam urat menduduki peringkat kedua pada penyakit batu saluran kemih,
karena kebiasaan diet (makan jeroan), sedangkan pada negara barat tidak biasa mengkonsumsi.
Penyebab utama terjadinya kristalisasi asam urat adalah supersaturasi dari urin sehingga asam
urat tidak terdisosiasi. Tidak diketahui zat apa yang bersifat sebagai inhibitor sebagai
pembentukan batu asam urat. Pasien dengan batu asam urat sering mengandung urin dengan
keasaman dalam jangka waktu yang panjang. Kelainan yang didapat pada pasien gout antara lain
sekresi ammonium yang lebih sedikit disbanding orang normal sehingga banyak sisa ion H yang
bebas, produksi asam urat yang meningkat disertai menurunnya kemampuan ekskresi oleh ginjal,
dan akhirnya berkurangnya produksi urin. Ada tiga factor yang terlibat dalam pembentukan asam
urat, yaitu :
1. Ekskresi urat yang berlebihan pada pH yang relative rendah
2. absorbsi, produksi dan ekskresi urat yang lebih dari normal
3. jumlah urin yang menurun

BATU STRUVIT (BATU INFEKSI)


Batu struvit merupakan 2 20% dari insiden batu saluran kemih, batu ini terdiri dari magnesium,
ammonium dan fosfat yang bercampur dengan karbonat.
Penyebab terjadinya kristalisasi pada batu struvit yaitu pH urin di atas 7,2 dan adanya ammonia
dalam urin. Pembentukan batu struvit didukung oleh adanya infeksi dalam urin oleh bakteri yang
memproduksi urease. Kuman tersering adalah Proteus mirabilis, termasuk juga Pseudomonas,
Providencia, Klebsiella, Staphylococci dan Mycoplasma.
Brown pada tahun 1901 mengemukakan bahwa pemecahan urea oleh bakteri mengakibatkan
adanya ammonia dalam urin, alkalinisasi dan pembentukan batu. Urease pada bakteri
mengakibatkan hidrolisis urea, menghasilkan karbon dioksida dan ammonium, sehingga
meningkatkan pH urin. Mekanisme lain
meningkatkan daya lekat kristal.

bakteri untuk pembentukan batu adalah dengan

BATU SISTIN
Batu sistin ini hanya 1 % dari semua batu saluran kemih dna terjadi pada pasien sistinuria.
Sistinuria adalah penyakit yang diturunkan secara resesif autosomal. Pada penyakit ini terjadi
defek transport transepitelial yang menyebabkan gangguan absorbsi sistin di usus dan tubulus
proksimal. Batu sistin terbentuk karena sistin sukar larut dalam keadaan pH urin yang normal.

BATU XANTIN
Xantinuria yang diturunkan menyebabkan pembentukan batu xantin, yang radiolusen dan kadang
menyerupai batu asam urat. Xantinuria adalah kelainan metabolisme yang diturunkan secara
resesif autonom dengan ciri defisiensi enzim xantin oksidase. Oksidasi hipoxantin menjadi xantin
kemudian terhenti. Kadar urat rendah < 1,5mg/dl , sedangkan kadar xantin dan hipoxantin pada
serum dan urin meningkat. Karena xantin lebih sulit larut, maka batu xantin terbentuk.

PENCEGAHAN
Pendidikan pencegahan sangat baik diberikan pada pasien setelah suatu pembedahan untuk
mengatasi rekurensi. Dengan menghindari factor factor yang dapat mencetuskan pembentukan
batu dan mengikuti hal yang dapat mencegah pembentukan batu.

CAIRAN
Data menunjukkan bahwa hidrasi yang kuat cukup efektif dalam mencegah terjadinya batu.
Blackock 1969 menunjukkan bahwa pembentukan batu menurun 86% di inggris bila urin
meningkkat dari 800 menjadi 1200cc/hari. Hasil percobaan oleh Pak dkk, 1980 menunjukkan
intake cairan yang tinggi akan menurunkan saturasi kalsium fosfat, kalsium oksalat dan urat
monosodium dan meningkatkan ambang kristalisasi kalsium oksalat. Batu mungkini tumbuh
terutama saat supersaturasi misalnya beberapa jam setelah makan, tengah malam dan kehilangan
cairan ekstrarenal. Pasien diharapkan menyesuaikan intake cairan sehingga didapatkan output
3L/24jam atau lebih.

DIET
Dalam beberapa kepustakaan disebutkan adanya hubungan antara diet dengan rekurensi batu.
Untuk membuktikan ini harus didapatkan tiga hal berikut, yaitu :
1. Intake diet tertentu yang meningkat, menyebabkan meningkatnya insiden batu
dibandingkan control
2. restriksi factor tertentu menurunkan insiden batu
3. harus ada alasan mengapa factor dietetic tersebut menyebabkan timbulnya batu
Meskipun belum ada ketiga kriteria tersebut belum terpenuhi secara sempurna, namun terdapat
bukti secara tidak langsung menunjukkan hubungan yang bermakna antara diet dengan rekurensi
batu.

1. Diet Protein
Protein meningkatkan ekskresi kalsium, oksalat, asam urat di urin dan hal ini akan meningkatkan
kemungkinan terbentuknya batu meskipun pada pasien yang normal. Burn dkk mengemukakan
peningkatan absorbsi kalsium di usus setelah intake protein. Intake protein juga menyebabkan
peningkatan produksi dan sekresi asam endogen. Asidosis menyebabkan gangguan absorbsi
kalsium pada tubulus, sehingga ekskresi meningkat. Asidosis juga menyebabkan menurunnya
ekskresi sitrat dengan konsekuensi kristalisasi kalsium oksalat. Metabolisme protein
menghasilkan purin dengan hasil akhir asam urat yang meningkatkan dalam urin

2. Diet kalsium
Pengaruh intake kalsium terhadap pembentukan batu masih controversial. Meningkatnya
absorbsi kalsium di usus sering terjadi pada pasien dengan batu ginjal, meskipun hanya 10%
kalsium diekskresi lewat urin. Curhan melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa intake
kalsium yang tinggi menurunkan resiko terjadinya batu ginjal. Hasil studi menunjukkan bahwa
diet restriksi kalsium tidak tepat untuk pasien dengan batu rekuren. Bahkan dapat berbahaya,
karena dapat menyebabkan osteoporosis akibat bahan kalsium yang kurang dan mobilisasi
kalsium dari tulang.

3. Diet Natrium
Intake natrium yang tinggi mengakibatkan natriuresis yang menyebabkan hiperkalsiuri. Pasien
dengan batu rekuren tidak selalu mengkonsumsi natrium lebih banyak dari orang normal, tetapi
mereka lebih sensitive terhadap natrium daripada orang normal. Sehingga menghindari intake
natrium yang berlebihan adalah rasional untuk mencegah rekurensi batu. Dalam satu studi pasien
normal dengan intake natrium klorida 250mmol perhari akan meningkatkan pH dan menurunkan
sekresi sitrat. Saturasi kalsium fosfat akan meningkat, natrium urat meningkat dan aktivitas
inhibitor terhadap kalsium menurun sehingga mudah terjadi kristalisasi kalsium oksalat.

4. Diet Oksalat
Sekitar 40% oksalat diproduksi oleh hati, 40% dari konversi askorbat dan 10% dari diet oral.
Pada keadaan normal intake yang tinggi askorbat tidak meningkatkan ekskresi oksalat, namun
pada beberapa individu menunjukkan peningkatan konversi askorbat menjadi oksalat. Sehingga
nampaknya penting untuk menghindari kelebihan vitamin C pada pasien dengan batu oksalat
rekuren, khususnya bila kadar oksalat darah meningkat

5. Diet Fosfat
Diet rendah fosfat sering digunakan untuk pencegahan batu struvit berdasarkan teori penurunan
supersaturasi magnesium, ammonium dan fosfat, tetapi tidak sesuai dengan teori urease oleh
bakteri penyebab infeksi. Diet rendah fosfat sendiri meningkatkan produksi vitamin D3 sehingga
meningkatkan absorbsi kalsium dan hiperkalsiuria.

6. Diet Serat
Pasien dengan batu kalsium oksalat mengkonsumsi sedikit serat dibandingkan dengan orang
sehat. Serat atau asam fitik mengikat kalsium dalam usus sehingga absorbsi kalsium berkurang.
Serat juga mempersingkat masa transit makanan dalam usus. Menurunnya absorbsi kalsium
diharapkan dapat meningkatkan absorbsi oksalat dan ekskresi oksalat dalam urin

Kesimpulan
Disarankan pasien untuk minum cukup air untuk menghasilkan produksi urin diatas 3 L/hari,
dimana diharapkan mereka akan menghabiskan minimal 2 L/hari, pasien diminta untuk
mengurangi intake daging sampai 8 ons atau kurang dan sebagai gantinya memakan roti gandum
dan juga memakan serat alami sereals, dan pasien juga dianjurkan mengurangi makanan dengan
kandungan oksalat tinggi dan tidak menambahkan garam pada masakan, dan pasien disarankan
untuk tidak membatasi produk harian tetapi tidak lebih dari 3 gelas susu dalam sehari, dan
keluarga pasien juga disarankan untuk mengikuti pola yang sama.

Obat-obatan
1. Diuretik
Diuretik jenis Thiazide secara langsung merangsang resorpsi kalsium pada distal nefron, dan
meningkatkan sekresi natrium. Pada dosis 50mg perhari, HCT dapat menurunkan ekskresi
kalsium urin sampai 150mg/hari pada pasien normokalsiuri dan 400mg/hari pada pasien dengan
hiperkalsiuri. HCT diindikasikan terutama untuk pasien dengan hiperkalsiuria renal. Bila
diberikan pada keadan ini akan menurunkan angka pembentukan batu sampai 90% dibandingkan
dengan sebelum diberikan terapi. Terapi dengan Thiazide baru bermakna bila diberikan dalam
jangka panjang (>2tahun)1,2.
2. Ortofosfat
Secara klinis fosfat menyebabkan penurunan ekskresi kalsium sebesar 50% pada pasien dengan
hiperkalsiuria, dan 25% pada pasien normal. Ortofosofat mungkin meningkatkan resorpsi
kalsium di tubulus ginjal. Ekskresi fosfat di urin meningkat jelas selama terapi dengan fosfat basa
atau netral, sehingga terjadi peningkatan aktivitas zat-zat inhibitor urin, yang mungkin terjadi
karena peningkatan ekskresi pirofosfat dan sitrat. Ortofosfat dikontraindikasikan pada pasien batu
saluran kemih dengan ISK karena akan meningkatkan kadar fosfat1,2.
3. Selulosa fosfat
Selulosa fosfat dapat mengikat kalsium sehingga menghambat absorbsi dan eksresinya di urin.
Selulosa fosfat juga mengikat magnesium sehingga menyebabkan hipomagnesuria, akibatnya
banyak oksalat bebas yang diabsorbsi sehingga ekskresi oksalat urin meningkat. Selulosa fosfat

digunakan untuk terapi hiperkalsiuria absorbtif tipe I dengan kalsium nefrolitiasis yang berulang.
Pemberian suplemen magnesium dan restriksi oksalat dianjurkan1,2.
4. Allopurinol
Allopurinol digunakan untuk hiperurikosuria kalsium nefrolitiasis dengan atau tanpa
hiperurisemia. Allopurinol menurunkan asam urat di serum dan urin karena bekerja sebagai
xantin-oksidase inhibitor. Dosis diberikan 100mg tiga kali sehari untuk batu asam urat dan
kalsium oksalat hiperurikosurik1,2.
5. Sitrat
Terdapat dua obat yang biasa diberikan pada kasus hipositraturia, yaitu natrium sitrat dan kalium
sitrat. Pemberian sitrat akan meningkatkan kadar sitrat dalam urin dan meningkatkan pH1,2.
6. Magnesium
Beberapa garam magnesium dapat meningkatkan kadar magnesium urin dan dapat mencegah
terbentuknya batu. Magnesium menekan resorpsi sitrat pada tubulus ginjal sehingga ekskresi
sitrat dalam urin meningkat1,2.
7. Urease inhibitor
Asam asetohidroksamic (AHA) adalah terapi tambahan yang efektif untuk ISK yang
berhubungan dengan organisme pemecah urea pembentuk batu struvit. AHA menghambat urease
bakteri, menurunkan amonia dan mengasamkan urin. Obat ini adalah terapi profilaksis terbaik
setelah pengangkatan batu struvit1,2.

Daftar Pustaka
1. Stoller ML. Urinary Stone Disease. In: Tanagho EA, McAninch JW, editors. Smiths
General Urology. 16th ed. Singapore: Mc Graw Hill;2004. p.256-64.
2. Pearle MS, Lotan Y. Urinary Lithiasis: Etiology, Epidemiology, and Pathogenesis. In:
Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell-Walsh Urology. 9th
ed. Philadelphia: Saunders Elsvier;2007. p.1363-92.

Anda mungkin juga menyukai