Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Striktur uretra adalah penyempitan atau kontraksi dari lumen urethra akibat adanya
osbtruksi (long, 1996). Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya
pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra. (UPF
Ilmu Bedah, 1994). Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra
yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut
menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.
Dilihat dari segi aspek promotif perawat berperan sebagai pendidik dapat memberi
pencegahan dan perawatan dalam menangani asuhan keprawatan striktur uretra dirumah
sakit, tidak hanya memberi perawatan, pengobatan dan penyembuhan, tetapi juga bisa
memberi informasi mengenai penyakit yang bertujuan menghindari klien dari komplikasi
yang mungkin timbul. Dari segi aspek preventif peran perawat memberikan asuhan
keperawatan yang baik dengan memberikan penyuluhan, penatalaksanaan dini kepada
klien mengenai striktur uretra. Dari segi kuratif peran perawat untuk memberikan
pertolongan yang sangat cepat seperti pemberian obat antipiretik dan antibiotik. Dari segi
aspek rehabilitatif peran peran perawat adalah pemberian obat teratur.
Berdasarkan permasalahan yang terdapat diatas maka penyusun tertarik untuk menyusun
makalah ini yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN STRIKTUR URETRA.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas seminar Mata Ajar KMB Perkemihan dengan Asuhan
Keperawatan Striktur Uretra.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa-mahasiswi dapat mengerti dan memahami tentang :
a. Konsep dasar struktur uretra
b. Patofisiologi
c. Manifestasi klinis
d. Komplikasi
e. Pemeriksaan diagnostik
f. Penatalaksanaan
g. Asuhan keperawatan struktur uretra

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Striktur uretra adalah penyempitan atau kontraksi dari lumen urethra akibat adanya
osbtruksi (long, 1996). Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya
pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra. (UPF
Ilmu Bedah, 1994). Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra
yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut
menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.
Faktor-faktor yang mempengararuhi timbulnya masalah :
a. Infeksi
b. Trauma internal maupun eksternal pada uretrha
c. Kelainan bawaan dari lahir
Anatomi fisiologi striktur uretrha terdiri dari :
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari bulibuli melalui proses
miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra ini diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan
buli-buli dan uretra, dinding terdiri atas otot polos yang disyarafi oleh sistem otonomik
dan spingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior,

dinding terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan
seseorang. Panjang uretra dewasa 23-25 cm.
Secara anatomis uetra terdiri dari dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior.
Kedua uretra ini dipisahkan oleh spingter uretra eksternal.
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang
dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Dibagian posterior lumen
uretra prostatika terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal
dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vasdeferen yaitu kedua
duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kanan dan kiri verumontanum, sedangkan sekresi
kelenjar prostat bermuara didalam duktus prostatiks yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis.
Uretra anterior terdiri atas :
a. Pars bulbosa
b. Pars pendularis
c. Fossa navikulare
d. Meatus uretra eksterna
Didalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam
proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada didalam diafragma urogenitalis
bermuara diuretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar para uretralis yang
bermuara di uretra pars pendularis.
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi atau mengitari
uretrha posterior dan disebelah proximalnya berhubung dengan bulli-buli, sedangkan
bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering
disebut sebagai otot dasar punggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih
sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjang sekitar 4-6 cm, lebar 3-4 cm, dan
tebalnya kurang lebih 2-3 cm, beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari :
a. Jaringan kelenjar < 50- 70%
b. Jaringan stroma (penyangga)
c. Kapsul/muscule
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzim yang berfungsi
untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (pengumpalan) di dalam testis
yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan
bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretrha. Sel-sel sperma yang dibuat di
dalam testis akan ikut keluar melalui uretra.

Jumlah cairan yang dihasilkann meliputi 10-30% dari ejakulasi. Kelainan pada prostat
yang dapat mengganggu proses produksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang
lain seperti pertumbuhan yang banormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak
memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperan pada terjadinaya
gangguan aliran kencing. Kelainan yang disebut belakangan ini manifestasinya biasnya
pada laki-laki usia lanjut.
B. Etiologi
Berdasarkan penyebab/etiologinya struktur uretra di bagi menjadi 3 jenis :
a. Struktur uretra kongenital
Striktur ini bisanya sering terjadi di fossa navikularis dan pars membranase, sifat
striktur ini adalah stationer dan biasanya timbul terpisah atau bersamaan dengan
anomalia sakuran kemih yang lain.
b. Struktur uretra traumatik
Trauma ini akibat trauma sekunder seperti kecelakaan, atau karena instrumen, infeksi,
spasmus otot, atau tekanan dari luar, atau tekanan oleh struktur sambungan atau oleh
pertumbuhan tumor dari luar serta biasanya terjadi pada daerah kemaluan dapat
menimbulkan ruftur urethra, Timbul striktur traumatik dalam waktu 1 bulan. Striktur
akibat trauma lebih progresif daripada striktur akibat infeksi. Pada ruftur ini
ditemukan adanya hematuria gross.
c. Struktur akibat infeksi
Struktur ini biasanya sissebabkan oleh infeksi veneral. Timbulnya lebih lambat
daripada striktur traumatic.
Gejala klinis terdiri dari :
Keluhan berupa kesukaran dalam kencing, Pancaran air kencing kecil, lemah, bercabang
serat menetes dan sering di sertai dengan mengejan, biasanya karena ada retensio urin
timbul gejala-gejala sistitis, gejala gejala ini timbul perlahan-perlan selama beberapa
bulan atau bertahun-tahun apabila sehari keadaannya normal kemudian satu hari timbul
tiba-tiba pancaran kecil dan lemah tidak dipikirkan striktur urethra tapi dipikirkan kearah
batu bulibuli yang turun keurethra. Dapat terjadinya pembengkakan dan getah/nanah dari
daerah perineum, scrotom dan kadang-kadang dapat juga didapat adanya bercakbercak
darah dicalana dalam, dicurigai adanya infeksi sistemik .

C. Patofisiologi
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan perut dan
kontraksi. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena
perbedaan panjangnya uretra. Striktur uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun
bersamaan dengan anomali saluran kemih yang lain. Adapula Cedera uretral (akibat
insersi peralatan bedah selama operasi transuretral, kateter indwelling, atau prosedur
sitoskopi), Cedera akibat peregangan, Cedera akibat kecelakaan, Uretritis gonorrheal
yang tidak ditangani, Infeksi, Spasmus otot dan tekanan dai luar misalnya pertumbuhan
tumor
D. Pemeriksaan diagnostik
1. Anamesis yang lengkap
Dengan anamnesis yang baik, diagnosis striktur urethra mudah ditegakkan, apabila ada
riwayat infeksi veneral atau straddle injury seperti uretritis, trauma dengan
kerusakan pada pinggul straddle injury, instrumentasi pada urethra, pemasangan
kateter, dan kelainan sejak lahir.
2. Inspeksi
Meatus, ekstermus yang sempit, pembengkakan serta fistula (e) didaerah penis, skrotum,
perineum dan suprapubik.
3. Palpasi
Teraba jaringan parut sepanjang perjalalanan urethra, anterior pada bagian ventral dari
penis, muara fistula (e) bila dipijat mengeluarkan getah / nanah.
4. Colok dubur
5. Kalibari dengan kateter lunak (lateks) akan ditemukan adanya hambatan
6. Untuk Kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan dengan uretrosistografi,
uretoskopi kedalam lumen urethra dimasukkan dimana kedalam urethra dimasukkan
dengan kontras kemudian difoto sehingga dapat terlihat seluruh saluran urethra dan
buli-buli. dan dari foto tersebut dapat ditentukan :
a. Lokalisasi striktur : Apakah terletak pada proksimal atau distal dari sfingter sebab
ini penting untuk tindakan operasi.
b. Besarnya kecilnya striktur
c. Panjangnya striktur
d. Jenis strIktur
7. Bila sudah dilakukan sistomi : bipolar-sistografi dapat ditunjang dengan flowmetri

8. Pada kasus-kasus tertentu dapat dilakukan IVP, USG, (pada striktura yang lama dapat
terjadi perubahan sekunder pada kelenjar prostat,/batu/perkapuran/abses prostat,
Efididimis / fibrosis diefididimis.
D. Penatalaksanaan
a. Tergantung pada :
1. Lokalisasi
2. Panjang pendeknya struktur
3. Keadaan darurat
b. Dilatasi uretraperiodik
Dilakukan dengan halus dan hati-hati ( perlu pengalaman dan dituntut ketekunan seta
kesabaran kalau perlu dimulai dengan(bougie filiform) dan seterusnya.
Kontraindikasi : Pada anak kecil, bila gagal ( bougie terlalu sering / jarak 2-3 bulan,
nyeri, perdarahan, ekstravasasi, infeksi dipertimbangkan uretrotomia interna.
c. Uretrotimia interna
1. Visual : sachse
2. Blind : Otis
Selalu dicoba urethromia interna dahulu terlebih dahulu kecuali terdapat fistula urethro
kutan atau abses perurethra. Bila dilatasi uretra akut urethrotomi interna gagal atau
terdapat abses/fistula dilakukan tindakan pembedahan :
1. Plastik urethra satu tahap dengan tanpa graft kulit ( syaraf tak ada infeksi
dilakukan tindakan pembedahan ).
2. Bila terjadi penyulit abses / fistula (e) operasi dalam 2 tahap.
3. Kateter (plastik,silikon, atau lateks) dipasang 5-7 hari bila terjadi striktur dapat
dicoba lagi.
4. Pemakaian Antibiotik (lihat dari standar lab bedah) :
a. Bila terdapat infeksi saluran air kemih : diberikan antibiotik yang sesuai hasil
test kepekaan.
b. Bila kultur urin steril : profilaksis dengan : anamnesa, pemeriksaan fisik, coba
kateterisasi / kateter karet ( lateks )
c. Retensi urin : Sistostomi, kemudian dirujuk
d. Ifiltrat urin : Sistostomi, insisi multipel, kemudian dirujuk bila proses infeksi
E. Komplikasi
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kandung kemih, penumpukan urin di
dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang dapat menyebab ke
kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses diatas lokasi striktur juga dapat terjadi,
sehingga menyebabkan kerusakan uretra.

Selain itu terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit ejakulasi,
fistula uretrokutancus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit).
Dampak masalah yang akan terjadi :
Pada klien striktur urethra akan timbul beberapa masalah, dengan gejala yang telah
diuraikan pada sub bab patofisiologi. Masalah ini dapat berdampak pada pola pola fungsi
kesehatan klien. Dimana klien sebagai mahluk bio, psiko, sosial, spiritual. Dampak
masalah yang muncul dapat di bagi menjadi 2 yaitu dampak masalah pre operasi dan post
operasi Sachse.
Dampak masalah pre operasi Sachse adalah :
1. Pola eleminasi .
Tanda tanda dan gejala yang berhubungan dengan striktura urethra akibat
penyempitan urethra yang berdampak pada penyumbatan parsial atau sepenuhnya
pada saluran kemih bagian bawah. Keluhan klien antaralain adalah nokturia,
frekuensi, hesistency, disuria, inkontinensia dan rasa tidak lampias sehabis miksi .
Dapat pula muncul hernia inguinalis dan hemoroid .
2. Pola persepsi dan konsepsi diri
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Ketidak
pastian tentang prosedur pembedahan, nyeri setelah operasi, insisi dan immobilisasi
dapat menimbulkan rasa cemas. Klien juga cemas akan ada perubahan pada dirinya
setelah operasi.
3. Pola tidur dan istirahat
Tanda dan gejala striktur urethra antara lain nokturi dan frekuensi. Bila keluhan ini
muncul pada klien maka tidur klien akan terganggu. Hal ini terjadi karena
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap pada setiap miksi sehingga interfal
antara miksi lebih pendek. Akibatnya klien akan sering terbangun pada malam hari
untuk miksi dan waktu tidur akan berkurang.
Dampak masalah post operasi Sachse adalah:
1. Pola eliminasi
Klien post operasi Sachse dapat mengalami perubahan eliminasi. Hal ini terjadi bila
terdapat bekuan darah yang menyumbat kateter, edema dan prosedur pembedahan .
Perdarahan dapat terjadi pada klien post operasi Sachse karena fiksasi dari traksi yang
kurang tepat. Infeksi karena pemasangan kateter yang kurang tepat atau perawatan
kateter kurang atau tidak aseptik dapat juga terjadi.

2. Pola istirahat
Pada klien post Sachse dapat mengalami gangguan tidur karena klien merasakan nyeri
pada lika operasi atau spasme dari kandung kemih. Karena gangguan ini maka lama/
waktu tidur klien berkurang.
3. Pola aktifitas.
Klien post Sachse aktifitasnya akan berkurang dari aktifitas biasa. Klien cenderung
mengurangi aktifitas karena nyeri yang dirasakan akibat dari Sachse nya. Klien akan
banyak memilih di tempat tidur dari pada beraktifitas pada hari pertama dan hari yang
kedua post Sachse Sedangkan kebutuhan klien dibantu.
4. Pola reproduksi dan seksual.
Klien post Sachse dapat mengalami disfungsi seksual. Hal ini di sebabkan karena
situasi krisis ( inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter ). Dengan
terjadinya disfungsi seksual maka dapat terjadi ancaman terhadap konsep diri karena
perubahan status kesehatan.
5. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat.
Perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan dirumah dapat menimbulkan
masalah dalam perawatan diri selanjutnya. Sehingga klien perlu informasi tentang
perawatan selanjutnya khususnya saat dirumah supaya tidak terjadi perdarahan atau
tanda tanda infeksi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. pengumpulan data
yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola
pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan
diagnosis keperawatan.
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi Sachse dan pengkajian
post operasi Sachse.
1. Pengkajian pre operasi Sachse
Pengkajian ini dilakukan sejak klien MRS sampai saat operasinya, yang meliputi; a.
Pengkajian fokus :
Palpasi :
1. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi umumnya ada
penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan,
turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid.
Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.
2. Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada saat
rectal touch. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter,
Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.
Inspeksi :
a. Memeriksa uretra dari bagian meatus dan jaringan sekitarnya
b. Observasi adanya penyempitan, perdarahan, mukus atau cairan purulent
c.
d.

(nanah)
Observasi kulit dan mukosa membran disekitar jaringan
Perhatikan adanya lesi hiperemi atau keadaan abnormal lainnya pada penis,

e.

scrotom, labia dan orifisium Vagina.


Iritasi pada uretra ditunjukan pada klien dengan keluhan ketidak nyamanan

pada saat akan mixi.


b. Pengkajian psikososial :

1.

Respon emosional pada penderita sistim perkemihan, yaitu : menarik diri,

2.

cemas, kelemahan, gelisah, dan kesakitan.


Respon emosi pada pada perubahan masalah pada gambaran diri, takut dan
kemampuan seks menurun dan takut akan kematian. Riwayat psikososial
terdiri dari :
a. Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan.
Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang prosedur
pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien,
tanggapan klien tentang sakitnya.
b. Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.
c. Pengkajian diagnostik
Sedimen urine untuk mengetahui partikel-partikel urin yaitu sel, eritrosit,

leukosit, bakteria, kristal, dan protein.


c. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
d. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien striktur urethra keluhan-keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi,
hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi
retensio urine.

e. Riwayat penyakit dahulu


Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK
(Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita.
Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat
penyakit DM dan hipertensi.
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit
striktur urethra Anggota keluarga yang menderita DM, asma, atau hipertensi.
g. Pola Fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan
obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam

mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan


yang adekuat ).
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada
pola ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah.
h. Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu, jumlah kecil
dan tidak lancar menetes netes, kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya
apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya
tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari p[enyempitan
urethra kedalam rectum.
i. Pola tidur dan istirahat .
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi
miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur memekai bantal
atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi
kesulitan tidur.
j. Pola Aktifitas
Klien ditanya aktifitasnya sehari hari, aktifitas penggunaan waktu senggang,
kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit.
Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana
klien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari hari sendiri.
k. Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain,
perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat
berperan sebagai mana seharusnya.
l. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan klien
sebelum pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara
operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya.
Koping klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa
tidak berdaya.
m. Pola sensori dan kognitif

Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari klien.
Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan waham.
Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.
n. Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya, pengetahuannya
tantang seksualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang terjadi sekarang,
masalah seksual yang dialami sekarang (masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi )
dan pola perilaku seksual
o. Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme
penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya
dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor
positif atau negatif.
p. Ekstrimitas dan tulang belakang
Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari jari tremor apa tidak. Apakah ada infus
pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda tanda infeksi seperti
merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana.
2. Pengkajian post operasi sachse
Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi:
a. Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda beda antara klien yang satu dengan yang lain.
Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi Sachse adalah
keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena
adanya bekas insisi pada waktu pembedahan.
Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.
b. Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.
c. Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak.
Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada
wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan
cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda tanda cyanosis ada atau tidak.
d. Sistem sirkulasi
Yang dikaji: nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh,
monitor jantung ( EKG ).

e. Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi,
bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan
muntah.

f. Sistem muskuloskleletal
Bagaimana aktifitas klien sehari hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi
kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana dipasang serta
keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.
23
g. Sistem eliminasi Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung
kemih penuh . Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada
tanda tanda perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi
kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi urine tiap hari.
Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter. Terapi yang
diberikan setelah operasi : Infus yang terpasang, obat obatan seperti
antibiotika, analgetika, cairan irigasi kandung kemih. 3. Analisa Data Data
yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah
klien. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan
mentabulasi, menyeleksi, mengklasifikasi data, mengelompokkan,
mengkaitkan, menentukan kesenjangan informasi, membandingkan dengan
standart, menginterpretasikan serta akhirnya membuat kesimpulan. Penulis
membagi analisa menjadi 2, yaitu analisa sebelum operasi dan analisa
setelah operasi.
B. Diagnosa keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan yang merupakan
penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian keoerawatan. Dari analisa data diatas
dapat dirumuskan suatu
24
diagnosis keperawatan yang dibagi menjadi 2, yaitu diagnosa sebelum operasi dan diagnosa
setelah operasi. a. Diagnosa sebelum operasi 1. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi,
hesistancy,

inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi b/d obstruksi mekanik :
pembesaran prostat. 2. Nyeri b/d penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap struktur
urethra 3. Cemas b/d hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang
pengetahuan tantang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi 4. Gangguan tidur dan istirahat b/d
sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi disuria, frekuensi, nokturia. b.
Diagnosa setelah operasi 1. 2. Nyeri b/d spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada Sachse
Perubahan eliminasi urine b/d obstruksi sekunder dari Sachse bekuan darah odema 3. Potensial
infeksi b/d prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter, 4. 5. Potensial untuk menderita
cedera: perdarahan b/d tindakan Potensial disfungsi seksual b/d ketakutan akan impoten akibat
dari Sachse 6. Kurang pengetahuan: tentang Sachse b/d kurang informasi .
7. Gangguan tidur dan istirahat b/d nyeri.
25
C. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktifitas keperawatan perlu di
tetapkan untuk untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien.
Tahap ini disebut sebagai perencanaan keperawatan yang terdiri dari: menentukan prioritas
diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran ( goal ), dan tujuan (obyektif ), menetapkan kriteria
evaluasi, merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. (5) Selanjutnya dibuat perencanaan
dari masing masing diagnosa keperawatan sebagai berikut : a. Pre Operasi 1. Perubahan
eliminasi urine: frekuensi, urgensi, resistancy,
inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi b/d obtruksi mekanik :
striktur urethra. Tujuan: Pola eliminasi normal. Kriteria hasil : a. Klien dapat berkemih dalam
jumlah normal, tidak teraba distensi kandung kemih. 1. Residu pasca berkemih kurang dari 50 ml
2. Klien dapat berkemih volunter 3. Urinalisa dan kultur hasilnya negatif 4. Hasil laboratorium
fungsi ginjal normal Rencana tindakan : a. Jelaskan pada klien tentang perubahan dari pola
eliminasi .
26
b. Dorong klien untuk berkemih tiap 2 4 jam dan bila dirasakan . c. Anjurkan klien minum
sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan d. Perkusi / palpasi area supra
pubik e. Observasi aliran dan kekuatan urine, ukur residu urine pasca berkemih. Jika volume
residu urine lebih besar dari 100 cc maka jadwalkan program kateterisasi intermiten. f. monitor
laboratorium: urinalisa dan kultur, BUN, kreatinin. g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat: antagonis Alfa - adrenergik (prazosin) Rasional : 1. Meningkatkan pengetahuan klien

sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan. 2. Meminimalkan retensi urine, distensi
yang berlebihan pada kandung kemih 3. Peningkatan aliran cairan, mempertahankan perfusi
ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri. 4. 5. Distensi
kandung kemih dapat dirasakan di area supra pubik. Observasi aliran dan kekuatan urine untuk
mengevaluasi adanya obstruks, mengukur residu urine untuk mencegah urine statis karena dapat
beresiko infeksi.
27
6. Statis urinarias potensial untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko ISK. Pembesaran
prostat dapat
menyebabkan dilatasi saluran kemih atas (ureter dan ginjal), potensial merusak fungsi ginjal dan
menimbulkan uremia. 7. Mengurangi obstruksi pada buli-buli, relaksasi didaerah prostat
sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
2. Nyeri b/d penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap striktur urethra Tujuan : Klien
menunjukan bebas dari ketidaknyamanan Kriteria hasil : a. Klien melaporkan nyeri hilang /
terkontrol b. Ekspresi wajah klien rileks c. Klien mampu untuk istirahat dengan cukup d. Tandatanda vital dalam batas normal Rencana tindakan : 1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas
( skala 1-10 ), dan lamanya. 2. Beri tindakan kenyamanan, contoh: membantu klien
melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi / latihan nafas dalam. 3. Beri
kateter jika diinstruksikan untuk retensi urine yang akut : mengeluh ingin kencing tapi tidak bisa.
4. Observasi tanda tanda vital.
28
5.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat sesuai indikasi, contoh: kaltrofen ( Dumerol)
Rasional : a. Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan Intervensi b.
Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan
koping c. Retensi urine menyebabkan infeksi saluran kemih, hidro ureter dan hidro nefrosis d. e.
Mengetahui perkembangan lebih lanjut Untuk menghilangkan nyeri hebat / berat, memberikan
relaksasi mental dan fisik.
3. Cemas b/d hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tentang aktifitas rutin dan
aktifitas post operasi. Tujuan: Cemas berkurang / hilang sehingga klien mau kooperatif dalam
tindakan perawatan. Kriteria hasil : a. Klien melaporkan cemas menurun / berkurang. b. Klien
memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas. c. Klien dapat menunjukan dan mengidentifikasi
cara yang sehat dalam menghadapi cemas. d. Klien tampak rileks dan dapat beristirahat yang
cukup. e. Tanda tanda vital dalam batas normal
29

Rencana tindakan : 1. 2. Bina hubungan saling percaya dengan klien atau keluarga. Dorong klien
atau keluarga untuk menyatakan perasaan / masalah. 3. Beri informasi tentang prosedur /
tindakan yang akan dilakukan, contoh: kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui
seberapa banyak informasi yang diinginkan klien 4. 5. 6. 7. 8. Jelaskan pentingnya peningkatan
asupan cairan Jelaskan pembatasan aktifitas yang diharapkan : tirah baring untuk hari pertama
post operasi Ambulasi progresif yang dimulai hari pertama post operasi hindari aktifitas yang
mengencangkan daerah kandung kemih
Rasional: 1. Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu dalam mendiskusikan
tentang subyek sensitif 2. Mengidentifikasi masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab
pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah. 3. Membantu klien
memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan 4. 5.
Urine yang encer dapat menghambat pembentukkan klot. Pemahaman klien dapat membantu
mengurangi cemas yang berhubungan dengan kecemasan akibat ketidaktahuan.
30
6.
Perubahan
peningktan
tanda

tanda
vital
mungkin
menunjukkan tingkat kecemasan yang dialami klien. 4. Post operasi 1. Nyeri sehubungan dengan
spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada Sachse Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : a. Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang. b. Ekspresi wajah klien tenang. c.
Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi. d. Klien akan tidur / istirahat dengan tepat. e.
Tanda tanda vital dalam batas normal. f. Keluarnya urine melalui sekitar kateter sedikit.
Rencana tindakan : 1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih. 2.
Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala gejala dini
dari spasmus kandung kemih. 3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan
berkurang dalam 24 sampai 48 jam. 4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke
seputar kateter.
31
5.
Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.
6.

Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.


7.
Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada
kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
8. 9.
Observasi tanda tanda vital Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat obatan ( analgesik
atau anti spasmodik )
Rasional : 1. Klien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih. 2. Menentukan
terdapatnya spasmus sehingga obat obatan bisa diberikan. 3. Memberitahu temporer. 4. 5. 6.
Mengurang kemungkinan spasmus. Mengurangi tekanan pada luka insisi Menurunkan tegangan
otot, memfokuskan kembali klien bahwa ketidaknyamanan hanya
perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. 7. sumbatan pada selang kateter oleh
bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
32
8. Mengetahui perkembangan lebih lanjut. 9. Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus
kandung kemih. 2. Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi sekunder dari
Sachse: bekuan darah, edema Tujuan : Eliminasi urine normal dan tidak terjadi retensi urine.
Kriteria hasil : a. Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi. b. Klien akan
menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih. c. Tidak terdapat bekuan darah
sehingga urine lancar lewat kateter. Rencana tindakan : 1. 2. Kaji output urine dan
karakteristiknya Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam pertama 3. 4. 5.
Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter. Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai
toleransi. Setalah kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan ukuran aliran. Perhatikan
keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala gejala
retensi.
33
Rasional: a. b. Mencegah retensi pada saat dini. Mencegah bekuan darah karena dapat
menghambat aliran urine. c. d. e. Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine. Melancarkan
aliran urine. Mendeteksi dini gangguan miksi.
3. Potensial infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter.
Tujuan : Klien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi . Kriteria hasil : a. Klien tidak
mengalami infeksi. b. Dapat mencapai waktu penyembuhan. c. Tanda tanda vital dalam batas
normal dan tidak ada tanda tanda shock. Rencana tindakan : 1. Pertahankan sistem kateter
steril, berikan perawatan kateter dengan steril. 2. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500
3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi. 3. Pertahankan posisi urobag dibawah. 4.

Observasi tanda tanda vital, laporkan tanda tanda shock dan demam. 5. Observasi urine:
warna, jumlah, bau.
34
6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik. Rasional : 1. 2. Mencegah
pemasukan bakteri dan infeksi . Untuk mencegah infeksi dan membantu proses
penyembuhan 3. Potensial untuk menderita cidera: perdarahan sehubungan dengan tindakan
pembedahan.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah bagian akhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan
( diagnosis, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang jika
belum tercapai. Ada tiga alternatif yang dapat dipakai perawat dalam memutuskan, sejauh mana
tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai, yaitu tujuan tercapai, tujuan tercapai sebagian dan
tujuan tidak tercapai.
35
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Striktur uretra adalah penyempitan atau kontraksi dari lumen urethra akibat adanya osbtruksi
(long, 1996). Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan
fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra. (UPF Ilmu Bedah, 1994). Striktur
uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra
diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.
Faktor-faktor yang mempengararuhi timbulnya masalah : 1. Infeksi 2. Trauma internal maupun
eksternal pada uretrha 3. Kelainan bawaan dari lahir
B. Saran
Sebagai seorang perawat untuk menanggapi masalah tentang struktur uertra, perawat harus
mempunyai skill dan kemampuan untuk mengatasi suatu masalah yang terjadi pada struktur
uretra. Dimana seorang perawat dapat berperan sebagai preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif.
Perawat harus dituntut untuk menjadi perawat yang profesional dimana perawat dapat berfikir
kritis dalam mengatasi masalah yang terjadi dimana perawat dapat melakukan asuhan
keperawatan dengan baik. Perawat harus
35
36
tanggap dalam menangani setiap permasalahan yang terjadi. Perawat juga harus tahu konsepkonsep dasar dan sistem anatomi fisiologi struktur uretra.

37
DAFTAR PUSTAKA
Basuki B Punomo, (2000), Dasar-Dasar Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,
Malang Carpenito, Linda Juall (1995), Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
(terjemahan), PT EGC, Jakarta. Doenges,et al, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan
( terjemahan). PT. EGC, Jakarta Soeparman, ( 1990), Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta
37 \

Jenis-jenis kateter uretra. Tersedia berbagai ukuran dan jenis dari kateter uretra. Kateter foley
adalah kateter double-lumen dan memiliki ujung yang lurus. Kateter jenis ini paling sering
digunakan. Jenis lainnya adalah kateter coud. Kateter ini bersifat semirigid, ujungnya
melengkung yang dapat digunakan pada pasien pembesaran prostat. Selain itu juga terdapat
kateter yang memiliki tiga lumen. Kateter ini digunajan untuk mengirigasi kantung kemih.
Kebanyakan kateter memilki balon pada ujungnya yang dapat diisi air. Hal ini berguna saat
mempertahan posisi kateter di kantung kemih. 2,12
Untuk pria dewasa ukuran kateter yang digunakan adalah 16-18 French. Kateter yang lebih kecil
(12-24 French) digunakan pada pasien yang mengalami striktur uretra. Sedangkan yang
berukuran lebih besar, 20-24 French, biasanya digunakan pada pasien dengan pembesaran
prostat untuk mencegah kakunya kateter bila masuk ke prostatic uretra. Kateter yang lebih besar
digunakan pada pasien dengan gross hematuri untuk mencegah obstruksi saluran yang
disebabkan bekuan darah dan penyebab retensi urin lainnya.2,12

Gambar 2.7. Jenis Kateter uretra2


Beberapa kateter terbuat dari bahan lateks. Namun demikian, telah tersedia kateter yang terbuat
dari bahan silikon untuk pasien yang alergi terhadap bahan lateks. Pada pasien yang memiliki
resiko infeksi yang cukup besar telah tersedia kateter yang dibungkus dengan silver untuk
mencegah infeksi.2
Indikasi dan kontraindikasi pemasangan kateter uretra. Kateter uretra dilakukan dengan
tujuan untuk terapi dan diagnosis. Untuk terapi, kateter digunakan untuk menurunkan tekanan
kantung kemih pasien dengan retensi urin akut maupun kronik yang merupakan akibat dari
obstruksi vesikuler bagian bawah atau kelainan saraf pada kantung kemih. Kateterisasi dan
irigasi dibutuhkan pada pasien dengan gross hematuri untuk meghilangkan darah dan
gumpalannya dari kantung kemih. Untuk diagnosis, kateter uretra digunakan saat pengambilan
sampel urin untuk dilakukan tes mikrobiologi, pengukuran urin yang keluar pada situasi
kegawatdaruratan atau saat operasi, atau untuk mengukur volume residu setelah berkemih bila
ultrasonography tidak tersedia. 2,12,30
Kateter uretra tidak dapat digunakan pada penatalaksanaan rutin pada inkonnensia urin. Bila
memungkinkan, lebih baik menggunakan peralatan yang kurang invasive seperti popok,
intemitant kateter, atau kateter penile-sheat. Pada kasus ini lebih baik melakukan prosedur bedah
atau menggunakan obat anti-muscarinic. 2
Kontraindikasi mutlak pada kateterisasi uretra adalah jejas pada uretra, apakah dicurigai atau
terkofirmasi. Injury atau jejas pada uretra biasanya terjadi pada pasien yang mengalami trauma
yang berhubungan dengan pelvis atau pasien dengan patah tulang pelvis. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan darah pada meatus uretra dan gross hematuri, perineal hematoma, dan prostat yang
melayang. Gambaran prostat yang melayang biasanya dikaburkan dengan adanya hematoma
pelvis yang besar atau dapat juga disebabkan pasien menolak dilakukan pemeriksaan karena rasa

sakit pada area tersebut. Bila hal ini terjadi, urethrography retrograde harus dilakukan sebelum
pemasangan kateter.2,12,30
Relative kontraindikasi dari pemasangan kateter uretra adalah stricture uretra, baru saja
dilakukan pembedahan uretra atau kandung kemih, dan pasien yang tidak kooperatif.

Anda mungkin juga menyukai