Disusun Oleh:
STONIA ELLEN L
20070310084
Diajukan Kepada Yth:
dr. Tinon Anindita, SP.An
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UMY
RSUD SALATIGA
2012
Halaman Pengesahan
Telah diajukan dan disahkan, presentasi kasus dengan judul
PENGELOLAAN ANESTESI UMUM PADA PASIEN DENGAN
FRAKTUR TULANG NASAL
Disusun Oleh:
Nama
: STONIA ELLEN L
NIM
: 20070310084
Telah diajukan
Hari/ Tanggal
Agustus 2012
Disahkan Oleh:
Dosen Pembimbing,
2|Presus Anestesi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa
yang telah memberikan
sekaligus
staf
ahli
anestesi
dan
pembimbing
pada
dari
pengalaman,
sempurna,
walaupun
karena
keterbatasan
demikian
penulis
pengetahuan
telah
berusaha
serta
sebaik
mungkin. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun diharapkan
guna penyusunan dan kesempurnaannya.
Salatiga,
Agustus 2012
Penyusun
1|Presus Anestesi
DAFTAR ISI
Halaman Judul..........................................................................
2|Presus Anestesi
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama
Nn S
Usia
21 tahun
No.CM
12-13-225963
Jenis Kelamin
Perempuan
Alamat
: Bancak, Bringin
Jenis Operasi
reposisi os nasalis
Jenis Anestesi
General Anestesi
Tanggal masuk :
Tanggal Operasi
fraktur os nasal
23-08-2012
:
25-08-2012
B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
bibir
Riwayat Penyakit Sekarang : pasien post KLL sempat
pingsan sesaat setelah kecelakaan. Keluar darah dari hidung
(+), nyeri pada daerahhidung dan sekitar(+) terutama bila
ditekan, pusing (+), mual/muntah (-).
BAK (+) BAB (-)
Riwayat penyakit dahulu :
-
R. Asma disangkal
R. DM disangkal
3|Presus Anestesi
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
cukup
2. Tanda Vital
N
: 10/70 mmHg
: 80 x/menit
RR : 22 x/menit
: 36,5 C
3. Status generalis :
a.Mata
ikterik
b.Hidung
ditemukan
gigi palsu/goyang, rongga mulut dBN
d.Telinga
e.Leher
tidak meningkat
f. Thorax
Paru
: Retraksi (-)
I: Pengembangan dada kanan = kiri
P: Fremitus raba kanan = kiri
P: Sonor-sonor
A: Suara dasar: vesikuler +/+
Suara tambahan : -/-
Jantung
4|Presus Anestesi
teraba
h. Extremitas : oedem
sianosis
akral dingin
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DAN PENUNJANG
-
Hb
: 12,2 g/dl N
Hct
: 37,6 %
AL
: 7000 uL
AT
: 242.000 uL N
AE
: 4060000 uL N
PT
: 15,6 detik
APTT
: 28,4 detik
HbsAg
N
N
: negatif (-)
Kesan:
-
TERAPI THT
1. Pro reposisi fraktur dengan GA tanggal 25/08/2012
5|Presus Anestesi
2. IVFD RL 20 tpm
3. Inj Ceftriaxon 1 gram/12 jam
4. Inj. Lameson 125 mg/12 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg k/p
6. Konsul anestesi
KESIMPULAN
1.
2.
1.
Persiapan Operasi
a.
b.
c.
Pasang IV line
d.
Premedikasi di OK
2.
Jenis Anestesi
: General anestesi
3.
Teknik Anestesi
Premedikasi
mg
5.
Induksi
6.
Pelumpuh otot
: Atracrium 40 mg IV
7. Analgetik
8.
Maintenance
9.
Monitoring
: Ketorolac 30 mg IV
: N2O/O2 = 2L/2L, Sevofluran 1-2 vol%
: Tanda vital selama operasi tiap 5 menit,
6|Presus Anestesi
injeksi
sulfas Atropin
bulu
mata
menghilang,
Atracrium
40
mg
7|Presus Anestesi
Tensi
120/8
Nadi
122
SaO2
100%
Keterangan
Masuk ruang operasi, infuse RL 500cc,
injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg dan Midazolam 2
10.0
115/6
88
100%
5
10.1
5
122/7
mg IV
Injeksi ketamin 100 mg, propofol 90 mg,
Atracrium 40 mg
80
100%
0
10.1
4
130/8
130
100%
Operasi dimulai
5
10.2
0
138/6
152
100%
5
10.3
3
118/5
131
100%
5
10.4
4
128/6
84
100%
8|Presus Anestesi
recovery
2.
3.
Bila tidak ada mual, tidak ada muntah, bising usus (+),
boleh makan dan minum secara bertahap
Bila nyeri bertambah, konsultasi ke bagian anestesi.
9|Presus Anestesi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FRAKTUR TULANG NASAL
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada
yang diabsorpsinya. Jadi, fraktur nasal merupakan rusak atau terganggunya
kesatuan dari tulang-tulang hidung.1
Fraktur nasal disebabkan oleh trauma dengan kecepatan rendah.
Sedangkan jika disebabkan oleh trauma kecepatan tinggi biasanya berhubungan
dengan fraktur wajah. Selain itu, injury nasal juga berhubungan dengan cedera
leher atau kepala.1
A. Gejala Klinis
B. Pemeriksaan Fisik
Pada fraktur nasal pada pemeriksaannya didapatkan epistaksis,
deformitas hidung, obstruksi hidung ,dan anosmia. Serta, pada palpasi
ditemukan krepitasi akibat emfisema sukutan, teraba lekukan tulang hidung
dan tulang menjadi irregular.
Fraktur tulang hidung dapat mengakibatkan terhalangnya jalan pernafasan dan
deformitas pada hidung. Jenis dan kerusakan yang timbul tergantung pada
kekuatan, arah dan mekanismenya. Terdapat beberapa jenis fraktur hidung
antara lain2:
10 | P r e s u s A n e s t e s i
1. Fraktur Lateral
Adalah kasus yang paling sering terjadi, dimana hanya terjadi pada salah
satu sisi saja, kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah.
2. Fraktur Bilateral
Merupakan salah satu jenis fraktur yang juga paling sering terjadi selain
fraktur lateral, biasanya disertai dislokasi septum nasal atau terputusnya
tulang nasal dengan tulang maksilaris.
11 | P r e s u s A n e s t e s i
4. Fraktur Comminuted
Adalah fraktur kompleks yang terdiri dari beberapa fragmen. Fraktur ini
akan menimbulkan deformitas dari hidung yang tampak jelas.
12 | P r e s u s A n e s t e s i
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Rhinoskopi Anterior
Pada rhinoskopi anterior didapatkan deformitas pada hidung, deviasi
septum nasi dan nyeri tekan hidung.2
b. Water Positions
dari pemeriksaan water positions, pada foto anteroposterior, foto nasale
lateral didapatkan kesan fraktur os nasal dengan aposisi et alignment baik
dan tidak tampak pembesaran chonca nasalis bilateral.2
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologis diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam
mendiagnosa. Radiografi tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan
pada kartilago dan ahli klinis sering salah dalam mengintrepretasikan
sutura normal sebagai fraktur yang disertai dengan pemindahan posisi.
Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala klinis seperti rhinorrhea
cerebrospinalis, gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi dapat
mengindikasikan adanya fraktur nasal. 2
13 | P r e s u s A n e s t e s i
B. ANESTESIA UMUM
Anestesi umum adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan atau
dipraktikkan yang dapat disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan, karena
dengan anestesi ini jalan nafas dapat terus dipertahankan dan nafas dapat
dikontrol. 3,4
Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum yaitu
hilangnya rasa sakit di seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat
sementara dan reversible yang diakibatkan oleh obat anestesi. Dalam memberikan
obatobat pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan
tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, atau pemeliharaan. 5
14 | P r e s u s A n e s t e s i
No.
1.
2.
3.
4.
Teknik
Open
Semi open
Semi closed
Closed
Resevoir bag
_
+
+
+
Valve
Rebreathin
Soda lime
_
+
+
+
g
_
_
+
+
_
_
+
+
Open drop method: Cara ini dapat digunakan untuk anestesik yang
menguap, peralatan sangat sederhana dan tidak mahal.
Zat anestetik
mengurangi
terbuangnya
zat
anestetik
digunakan
masker.
dikeluarkan akan dibuang ke udara luar. Sistem sirkuit (semi closed) adalah
system aliran udara nafas yang merupakan lingkaran yang terdiri dari: dua
pipa karet/ plastic yang ujungnya dihubungkan dengan pipa Y dan
pangkalnya masing-masing dihubungkan dengan katup inspirasi dan katup
ekspirasi, selanjutnya katup-katup tersebut dihubungkan dengan canister
(tempat kapur penyerap gas CO2) dan kantong penampung udara. Di antara
canister dan kantong penampung udara diisi katup pembuangan udara,
sedangkan inlet aliran gas segar bisa ditempatkan di antara dua canister
atau pada tangkai inspirasi. Penyerap CO2 yang mengisi canister adalah
kapur soda atau barium yang berbentuk kerikil-kerikil kecil yang besarnya
hampir sama. Kapur-kapur ini akan mengikat CO2 melalui mekanisme
kimiawi.
Closed method: Cara ini hampir sama seperti semi closed hanya
udara ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2,
sehingga udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi.
b. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American
Society Anesthesiology), yaitu : 3,4
ASA I : Pasien dalam
mortalitas mencapai 2 %.
ASA II : Pasien dengan
16 | P r e s u s A n e s t e s i
ASA III
%.
ASA IV
2.
3.
4.
17 | P r e s u s A n e s t e s i
5.
6.
7.
8.
pernafasan,
hematologi,
kardiovaskular,
neurologi,
endokrin,
ginjal,
psikiatrik,
gastrointestinal,
ortopedi
dan
dermatologi.
II. Pemeriksaan Fisik
1.
2.
3.
4.
5.
18 | P r e s u s A n e s t e s i
Mallampati I
posterior
oropharynk, tonsilla palatina dan
tonsilla pharingeal
ii.
iii.
iv.
6.
7.
8.
9.
2.
3.
4.
EKG
5. AGD, elektrolit.
2.
Premedikasi Anestesi
Tujuan premedikasi bukan hanya untuk mempermudah induksi dan
mengurangi jumlah obat obatan yang digunakan, tetapi terutama untuk
menenangkan pasien sebagai persiapan anestesi. Premedikasi anestesi adalah
pemberian obat sebelum anestesi dilakukan. Tindakan ini biasanya dilakukan
sebelum pasien dibawa ke ruang operasi. 4
Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis
pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan
demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus
selalu dengan mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik,
derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat
hospitalisasi
sebelumnya,
riwayat
penggunaan
obat
tertentu
yang
20 | P r e s u s A n e s t e s i
Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna mengurangi
sekresi lendir dan mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari
perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Pada dosis
klinik (0,40,6 mg ) akan menimbulkan bradikardi yang disebabkan perangsangan
nervus Vagus. Pada dosis yang lebih besar (> 2 mg) akan menghambat nervus
Vagus sehingga terjadi takikardi. Efek lainnya yaitu melemaskan nervus otot
polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal dan
mengurangi rasa mual serta muntah. 6
Obat ini juga dapat menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan
kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal atau regional. Dalam
dosis toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan
pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian Prostigmin 1 2 mg
intra vena. 6
Sedian : dalam bentuk Sulfat Atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.
Dosis : 0,01 mg/kgBB dan 0,1 0,4 mg untuk anak anak.
Pemberian : SC, IM, IV. 4
Pethidin
Merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya depresi nafas dan
efek sentral lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian sub cutan
atau intra muskular, tapi masa kerja lebih pendek. Dosis toksik menimbulkan
perangsangan SSP misal tremor, kedutan otot dan konvulsi. Pada saluran nafas,
akan menurunkan tidal volume sedang frekuensi nafas kurang dipengaruhi
sehingga efek depresi nafas tidak disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi
kornea dengan akibat hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan
21 | P r e s u s A n e s t e s i
Midazolam
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepin dengan sifat
22 | P r e s u s A n e s t e s i
Fentanil
Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid dan
termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk
sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan sekarang ini telah ditemukan
remifentanil, suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan
untuk meminimalkan depresi pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang
deberikan selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx,
dengan demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana
meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi berhubungan dengan perkembangan
toleransi akut. Maka dari itu, dosis fentanyl dan sufentanil yang lebih rendah telah
digunakan sebagai premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi
inhalasi maupun intravena untuk memberikan efek analgesi perioperatif.3
Sebagai analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya efek
depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin. Efek euphoria dan
analgetik fentanil diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak bermakna
diperpanjang masanya atau diperkuat oleh droperidol, yaitu suatu neuroleptik yang
23 | P r e s u s A n e s t e s i
Ondansetron
Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif yang dapat menekan
mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Ondansetron
mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah.
Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi.
Ondansetron dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama
secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam hati.5 Dosis
ondansentron yang biasanya diberikan untuk premedikasi antara 4-8 mg/kgBB.
Dalam suatu penelitian kombinasi antara Granisetron dosis kecil yang diberikan
sesaat sebelum ekstubasi trakhea ditambah Dexamethasone yang diberikan saat
induksi anestesi merupakan suatu alternatif dalam mencegah muntah selama 0-2
jam setelah ekstubasi trakhea daripada ondansetron dan dexamethasone.6
3.
Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
24 | P r e s u s A n e s t e s i
Stadium I (analgesia)
- mulai pemberian zat anestesi sampai dengan hilangnya kesadaran .
- mengikuti perintah, rasa sakit hilang.
Stadium II ( Delirium )
- mulai hilangnya kesadaran sampai dengan permulaan stadium bedah.
- gerakan tidak menurut kehendak, nafas tidak teratur, midriasis,
takikardi.
Stadium III (Pembedahan):
1
Propofol
Propofol merupakan derivat isoprofilfenol yang digunakan untuk induksi
dan pemeliharaan anestesi umum. Propofol secara kimia tidak ada hubungannya
dengan anestesi IV lain. Pemberian IV ( 2 mg/kg BB ) menginduksi anestesi
secara cepat seperti Tiopental. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus Propofol
yang berkesinambungan dengan Opiat, N2 dan atau anestesi inhalasi lain.4
25 | P r e s u s A n e s t e s i
: 1,5 2
2 2,5
mg/kgBB iv (anak)
mg/kgBB iv (dewasa)
langsung pada otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol
tidak mempunyai efek analgesik. Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih
sadar lebih cepat dan jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah
propofol memiliki efek antiemetik. 3
Efek samping
Ketamine
26 | P r e s u s A n e s t e s i
Merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif
aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja
singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik tetapi lemah untuk
sistem viseral. Ketamin dapat meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan
curah jantung sampai 20%. 6
Mekanisme aksi ketamine adalah memblokade membran terhadap efek
eksitasi neurotranmiter asam glutamat pada reseptor subtipe NMDA. Ketamine
merupakan obat yang sangat lipofilik dan dengan cepat didistribusikan ke dalam
organ yang perfusinya baik seperti otak, hati dan ginjal. Kemudian, ketamine
diredistribusi ke dalam jaringan-jaringan yang berperfusi kurang baik bersamaan
dengan metabolisme hepatik dan diikuti dengan ekskresi urin dan bilier. Ketamine
merupakan satu-satunya anestesi intravena yang memiliki efek analgesik dan
mampu menghasilkan stimulasi cardiovaskular yang berkaitan dengan dosis. Nadi,
tekanan darah arteri dan cardiac output dapat meningkat secara signifikan di atas
nilai normal. Variabel-variabel ini mencapai puncaknya 2-4 menit setelah injeksi
bolus intravena, kemudian menurun ke nilai normal selama 10-20 menit kemudian.
Ketamine menghasilkan efek terhadap kardiovaskuler ini dengan menstimulasi
sistem saraf simpatis pusat, kurang lebih, dengan menghambat reuptake
norepinefrin pada terminal saraf simpatis. Peningkatan kadar epinefrin dan
noerpinefrin plasma terjadi selama 2 menit setelah bolus ketamine intravena dan
kembali ke kadar normal dalam kurang dari 15 menit. Ketamine secara nyata
meningkatkan aliran darah otak, konsumsi oksigen dan tekanan intrakranial.
Sebagaimana anestesi yang menguap, ketamine merupakan sebuah obat yang
secara potensial berbahaya ketika tekanan intrakranial meningkat. Meskipun
ketamine menurunkan laju pernapasan, tonus otot pernapasan bagian atas tetap
dipertahankan dengan baik dan refleks-refleks jalan napas biasanya tetap
dipelihara.3, 4,5
27 | P r e s u s A n e s t e s i
atau
pemeliharaan
adalah
pemberian
obat
untuk
28 | P r e s u s A n e s t e s i
atau
kombinasi dengan
dipakai
oksigen. 6
29 | P r e s u s A n e s t e s i
Tidak
menunjukkan
kelumpuhan
bertahap
pada
B. Non depolarisasi
-
Menunjukkan
kelumpuhan
yang
bertahap
pada
Contoh:
tracrium
(atrakurium
besilat),
pavulon
Succynil Choline
Merupakan pelumpuh otot depolarisasi dengan mula kerja cepat,
sekitar 1 2 menit dan lama kerja singkat sekitar 3 5 menit sehingga obat
ini sering digunakan dalam tindakan intubasi trakea. Lama kerja dapat
memanjang jika kadar enzim kolinesterase berkurang, misalnya pada
penyakit hati parenkimal, kakeksia, anemia, dan hipoproteinemia. 4
30 | P r e s u s A n e s t e s i
: 0,5 - 0,6 mg / Kg BB / IV
: 0,5 0,6 mg / Kg BB / IV
Ketorolac
Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuskuler, atau intravena.
31 | P r e s u s A n e s t e s i
Pemberian
: IM atau IV
7. Intubasi Trakea
Merupakan suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah di monitor dan
dikendalikan.
Tindakan intubasi trakea ini bertujuan untuk :
1.
pernafasan.
3.
4.
5.
6.
8. Terapi Cairan
Dalam suatu tindakan operasi terapi cairan harus diperhatikan dengan
serius, terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
32 | P r e s u s A n e s t e s i
1.
Pra operasi
Pada pasien pra operasi dapat terjadi defisit cairan yang
diakibatkan
Selama operasi
Selama tindakan operasi ini dapat terjadi kehilangan cairan karena
proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi ringan
4ml/kgBB/jam, sedang 6ml/kgBB/ jam, berat 8 ml/kgBB/jam. Bila terjadi
perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10% EBV
maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume
darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1 2
kali darah yang hilang. Sedangkan apabila terjadi perdarahan lebih dari
20% akan dipertimbangkan untuk dilakukannya transfusi.
3.
Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit
cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari hari pasien.
33 | P r e s u s A n e s t e s i
9. Pemulihan
Pasca anetesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi
yang biasanya dilakukan diruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan
untuk observasi pasien pasa operasi atau anestesi.Ruang pulih sadar adalah batu
loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan
perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi
dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh
anestesinya.3
Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak,
ventilasinya cukup atau tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain
obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau karena spasme
laring, pasca bedah dini juga dapat terjadi muntah yang dapat menyebabkan
aspirasi.3
Monitor kesadaran merupakan hal yang penting karena selama pasien belum
sadar dapat terjadi gangguan jalan nafas. Tidak sadar yang berkepanjangan adalah
akibat dari pengaruh sisa obat anestesi, hipotermi, atau hipoksia, dan
hiperkarbi.Hipoksia dan hiperkarbi terjadi pada pasien dengan gangguan jalan
nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca bedah adalah akibat efek
vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan menambah beban jantung dan sangat
berbahaya pada pasien dangan penyakit jantung.4
Tabel 1. Steward Scoring System
Kesadaran
Jalan nafas
Gerakan
Kriteria
Bangun
Skor
2
34 | P r e s u s A n e s t e s i
Tidak bergerak
Kriteria
Sadar penuh, mata terbuka, berbicara
Skor
4
Jalan nafas
Tak bergerak
Tabel 3. Aldrette Scoring System
Kriteria
Aktivitas
bergerak
gerak
2
anggota 1
atas gerak
0
anggota 0
perintah
gerak
Mampu benafas dan batuk 2
atau
Respirasi
Recovery score
in
15
30
anggota 2
2
2
Dapat
volunter
secara bebas
35 | P r e s u s A n e s t e s i
45
2
60
2
out
2
Dyspnea,
Sirkulasi
Kesadara
n
Warna
kulit
dangkal 1
atau terbatas
Apnea
0
Tensi Pre Tensi 20 2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
mmHg preop
Tensi 20-50 1
mmHg preop
Tensi 50 0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
op
mmHg
nafas
mmHg preop
Sadar Penuh
Bangun waktu dipanggil
Tidak ada respon
Normal
Pucat kelabu
Sianotik
2
1
0
2
1
0
Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi
yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
36 | P r e s u s A n e s t e s i
BAB III
PEMBAHASAN
induksi
anestesia bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia
diantaranya untuk meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi
anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah
obat anestetik, mengurangi mual-muntah
penggunaan
golongan
midazolam
sebagai
agen
anestesi antara lain karena tidak mengganggu pola tidur, lebih aman jika terjadi
overdosis, tidak menginduksi interaksi buruk pada metabolisme enzim obat, tidak
menginduksi enzim hepar, pilihan utama sebagai anti ansietas, paling cepat
37 | P r e s u s A n e s t e s i
yang
dipilih
adalah
teknik balance
anesthesia,
nafas
kendali
dengan endotracheal tube nomor 6,5. Teknik ini dimulai dengan pemberian obat
pelumpuh otot non depolar, setelah itu dilakukan pemasangan endotrakeal tube. Nafas
dikendalikan dengan respiratoir atau
respiratoir, setiap inspirasi (volum tidal) diusahakan 6-10 ml/kgBB dengan frekuensi
10-14 x/menit. Apabila nafas dikendalikan secara manual harus diperhatikan
pergerakan dada kanan kiri simetris. Pada pasien ini, nafas dikendalikan secara
manual.
Pada pasien ini diberikan obat pelumpuh otot athracurium 40 mg IV, yang
merupakan nondepolaritation
intermediete
obat
pelumpuh otot non depolarisasi dipilih sebagai agen penginduksi karena mempunyai
beberapa keunggulan antara lain metabolisme terjadi di dalam darah (plasma)
terutama melalui suatu reaksi kimia unik yang disebut eliminasi Hofman. Reaksi ini
tidak tergantung pada fungsi hati atau ginjal.Selain itu tidak mempunyai efek
akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan
perubahan fungsi
kardiovaskular.
Ektubasi dapat segera diberikan setelah spontan normal kembali dengan
volume tidal 300 ml. O2 diberikan terus ( 5-6 L ) selama 2-3 menit untuk mencegah
hipoksia difusi. Apabila nafas tetap lemah setelah ditunggu beberapa menit dapat
diberi obat anti pelumpuh otot non depolarisasi sebelum diekstubasi yaitu neostigmin
(prostigmin) dosis 0,04 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, atau fisostigmin 0,010,03 mg/kg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi,
38 | P r e s u s A n e s t e s i
39 | P r e s u s A n e s t e s i
40 | P r e s u s A n e s t e s i
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar
tindakan anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan anestesi.
Dalam hal ini pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap
operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti memungkinkan
kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul
sehingga dapat mengantisipasinya serta dapat menentukan teknik anestesi yang akan
dipakai. Selain itu, pemilihan obat dan dosisnya harus benar- benar diperhatikan agar
tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan pasien.
Anestesi umum adalah pilihan anestesi untuk tonsilektomi. Status fisik pasien
termasuk dalam ASA I sehingga secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek
yang dapat memperberat proses anestesi maupun pembedahan. Tindakan premedikasi
sendiri, yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia bertujuan untuk melancarkan
induksi, rumatan dan bangun dari anestesia. Pasien dapat keluar dari recovery
room apabila sudah mencapai skor Lockherte/Aldrete lebih dari delapan .Hal ini
penting dilakukan untuk menilai kondisi paska operasi pasien.
Dalam laporan
operasi reposisi tulang nasal pada pasien perempuan, umur 21 tahun, status fisik
ASA I. Dengan diagnosis tonsilitis kronisdengan menggunakan teknik general
anestesi inhalasi semi closed dengan ET no 6,5.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung
dengan baik tanpaada kendala yang berarti.
41 | P r e s u s A n e s t e s i
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonym. 2012. Analisis dari Differential Diagnosis Fraktur Nasal. Diakses
dari http://www.scribt.com tanggal 25 Agustus 2012.
2. Artawiyata,
A.
2011.
Diakses
dari
http://www.catatanradiograf.blogspot.com/fraktur-tulang-hidung tanggal 25
Agustus 2012.
3. Latief,
S.A.,
Suryadi,
K.A.,
Dachlan,
R.
2002. Petunjuk
Praktis
42 | P r e s u s A n e s t e s i